FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
LATAR BELAKANG
Sifat fundamental dalam sosiologi tidaklah sama antara komunitas sosiologi yang satu
dengan yang lain. Berkenaan dengan adanya perbedaan filsafat atau asumsi dasar
tersebut menyebabkan sosiologi mempunyai beberapa paradigma. Menurut George
Ritzer yang dimaksud istilah paradigma menjadi terkenal oleh Thomas Kuhn dalam
bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution. Selanjutnya, oleh Kuhn
dinyatakan bahwa perkembangan setiap ilmu pengetahuan bukanlah merupakan
kumpulan data yang semakin banyak, akan tetapi karena adanya perubahan paradigma
yang digunakan. Selanjutnya, dinyatakan bahwa realitas (kenyataan) yang terdalam dari
manusia itu bersifat kejiwaan, sementara menurut kaum materialis dinyatakan bahwa
kenyataan yang terdalam dari manusia itu adalah bersifat kebendaan. Dengan
pernyataan tersebut, tampaklah bahwa yang membedakan paradigma yang satu
dengan yang lain tentang objek yang dipermasalahkan adalah perbedaan asumsi
mengenai pokok permasalahan suatu disiplin ilmu pengetahuan.
Telah dikemukakan bahwa tujuan yang fundamental dalam sosiologi adalah
menerangkan tentang kenyataan perubahan-perubahan sosial. Menurut Emile Durkheim
kenyataan perubahan-perubahan sosial atau gejala sosial itu riil. Namun, kalau dikaji
benar-benar pengertian riil yang ia maksud adalah mencakup baik sesuatu yang dapat
diserap dengan indra maupun tidak. Dengan perkataan lain, riil menurut Emile Durkheim
berupa kenyataan yang konkret dan kenyataan yang tidak konkret. Kenyataan yang riil
tersebut dapat dilihat dan diamati sebagaimana benda apa adanya, sedang kenyataan
yang tidak konkret adalah sekadar merupakan gejala yang bersifat intersubjektif yang
lahir dalam kesadaran manusia. Namun, oleh Emile Durkheim kenyataan yang tidak
konkret tersebut dianggap riil. Hal yang demikian bertujuan agar kenyataan yang tidak
konkret itu mudah dipahami sebagaimana yang konkret. Dengan adanya anggapan
yang demikian itu maka ia menyatakan bahwa objek penyelidikan dalam paradigma
fakta sosial, yaitu fakta sosial.
PEMBAHASAN
Paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang dilakukan dengan kajian ilmu sosial
melalui fakta-fakta atau realitas yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang meletakkan fakta sosial sebagai
sesuatu yang nyata ada di luar individu, di luar diri sendiri, dan di luar subjek.
Penekanan lebihnya yaitu pada fakta sosial memiliki realitas sendiri. Garis besar
paradigma ini terbagi menjadi dua, yaitu struktur sosial dan institusi sosial.
Paradigma fakta sosial ini bersumber dari karya Emile Durkheim yang berjudul The
Rules of Sociological Method (1895) dan Suicide (1897). Selanjutnya, bertolak dari
karya tersebut di atas, ia mengemukakan suatu cara untuk menerangkan kenyataan
perubahan sosial secara ilmiah dan positif, dalam arti suatu analisis yang menggunakan
pemikiran yang bertumpu pada fakta yang bersifat empiris. Pandangannya yang
demikian itu adalah sebagai suatu upaya menyelamatkan sosiologi dari „cengkeraman‟
filsafat dan psikologi yang dianggap semata-mata tidak mendasarkan fakta empiris.
Dalam karyanya yang kedua tersebut di atas (Suicide), ia memberikan suatu ilustrasi
bahwa masalah bunuh diri adalah suatu fakta empiris yang terjadi di Prancis sebagai
akibat merosotnya perekonomian negara, yang mengakibatkan merajalelanya
pengangguran dan bunuh diri. Hal yang terakhir ini merupakan salah satu faktor yang
mendorong Emile Durkheim cenderung berkecimpung dalam bidang sosial.
Pada dasarnya, teori anjang l fungsional melihat masyarakat sebagai sebuah sistem
yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait. Elemen-elemen ini termasuk
institusi sosial, norma-norma, nilai-nilai, peran-peran, dan interaksi antarindividu. Teori
ini berpendapat bahwa setiap elemen dalam masyarakat memiliki fungsi tertentu yang
berkontribusi pada kelangsungan dan keseimbangan sistem secara keseluruhan.
PEMETAAN TEORI
Dari kerangka tujuan yang diungkapkan oleh Parson, maka dapat disimpulkan bahwa
semua tindakan sosial yang dilakukan manusia dapat dilihat sebagai wujud dari
kenyataan sosial yang paling kecil dan paling fundamental. Sementara itu, dalam
kerangka tujuan Parsons itu, elemen-elemen dasar tindakan sosial adalah tujuan,
kondisi, norma, dan alat.
Teori struktur fungsional Talcott Parsons bukan hanya melalui tindakan sosial, tetapi
beliau juga mengungkapkan empat syarat agar fungsional dalam sebuah sistem sosial
dapat berjalan dengan baik, yaitu: Adaptation, Goal Attainment, Integration, Laten
Pattern Maintenance.
1. Adaptation
Syarat pertama adalah adaptation, pada syarat ini, sistem sosial dalam masyarakat
harus bisa menghadapi sebuah lingkungan yang sifatnya transformasi aktif.
Transformasi aktif ini biasanya berasal dari sebuah situasi atau keadaan yang dapat
dimanipulasi sebagai alat agar sebuah tujuan dapat tercapai. Tujuan yang ingin dicapai
itu merupakan suatu keadaan yang sudah tidak bisa atau sulit sekali untuk diubah.
2. Goal Attainment
Syarat kedua dari fungsional dalam sebuah sistem sosial adalah goal attainment.
Persyaratan yang dibuat oleh Parsons ini adalah suatu tindakan sosial yang selalu
diarahkan pada suatu tujuan khususnya tujuan-tujuan yang berkaitan dengan sebuah
kelompok dalam suatu sistem sosial.
3. Integration
Syarat ketiga dari fungsional dalam sebuah sistem sosial adalah integration. Pada
persyaratan ini sebuah integritas anggota pada suatu sistem sosial harus diperhatikan.
Dengan kata lain, jika ada anggota yang memiliki sikap intoleransi, maka bisa
dikeluarkan atau dijauhkan dari suatu sistem sosial.
4. Laten Pattern Maintenance
Syarat keempat atau syarat fungsional pada sistem sosial yang terkahir adalah laten
pattern maintenance. Pada syarat ini, manusoa sudah mulai berhenti untuk melakukan
interaksi sosial dengan orang lain yang dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti
letih atau malas dan harus patuh pada suatu sistem sosial yang berlaku.
Dari keempat syarat fungsional pada sistem sosial di atas, maka dapat dikatakan bahwa
Parsons memandang lingkungan sosial terdiri dari lingkungan fisik, sistem budaya,
tingkah laku dan sistem kepribadian.
Ilmu sosiologi tidak lagi membahas mengenai ide pokok persoalan seperti para pemikir
terdahulu. Namun, ia juga menjadi ilmu yang berbasis pada kegiatan empiris. Ilmu
sosiologi tidak diperkenankan menjadi seperti ilmu filsafat yang berbasis pada kegiatan
mental.
KESIMPULAN