B. Konstruksi Teori
Konsep adalah suatu kata yang menunjuk kepada suatu gejala atau fenomena. Konsep terbagi
dua yaitu yang dapat diamati (Observable) dan yang tidak dapat diamati secara langsung
(construct).
Sistem Klasifikasi, konsep membentuk dasar yang penting untuk klasifikasi. Dengan
menggunakan variabel, kita bias bedakan satu hal dari halainnya. Variabel yang terdapat dalam
system klasifikasi dibedakan atas dua yaitu variabeldiskrit dan variabelcontinuum
.Variabeldiskrit adalah yang perbedaannya cukup jelas dan tajam. Contoh seks menunjuk kepada
laki-laki dan perempuan. Kewarganegaraan = Indonesia, Malaysia, Brunei dll. Variabel
continuum adalah variable perbedaannya tidak begitu jelas dan tajam. Contoh: Tinggi badan.
Atauberat badan dll.
Proposisi, adalah suatu pernyataan mengenai hubungan antara dua atau lebih konsep atau
variabel.
Penjelasan kausal, secara ideal usaha untuk mengembangkan pernyataan-pernyataan yang
ada dalam propisisi harus terarah kepada penjelasan klausal. Contoh: X menyebabkan Y.
Para ahli filsafat ilmu membedakan sebab-sebab atas sebab-sebab yang mutlak perlu
(necessary) dan sebab yang cukup (suffient)
Sebab-sebab yang mutlak perlu (necessary) adalah sebab-sebab atau kondisi-kondisi
(variable pertama) yang harus ada supaya akibat atau kondisi-kondisi lainnya (variable
kedua) bias terjadi.
Sebab-sebab yang cukup (Suffient) adalah sebab-sebab yang tingkat kemutlakannya lebih
rendah dari sebab yang necessary.
Variabelindependen dan dependen
Variabel adalah: cirri-ciri seseorang atau sekelompok orang atau fenomena yang bias
menunjukkan perbedaan.
Ada dua macam variable yaitu variable indenpenden atau variable bebas yang biasa
disimbolkan X dan variable dependen atau variable terkait yang biasa disimbolkan
dengan Y.
Teori adalah seperangkat proposisi.
Proposisi adalah pernyataan yang menghubungkan dua atau lebih konsep atau variabel.
Perludi ingat
Ada teori yang bersifat aksiomatis atau deduktif dan ada teori yang bersifat induktif.
Teori deduktif bertolak dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat
khusus.
Teori Induktif bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat
umum.
Bahwa teori dalam ilmu sosial tidak sama dalam ilmui lmu alam. Kalau dalam ilmu alam
teori begitu pasti sedang teori dalam ilmu sosial lebih bersifat paradigm atau perspektif
dari pada teori spt dirumuskan dalam ilmu alam.
D. FAKTA SOSIAL
Emile Durkheim sebagai pelatak dasar paradigma fakta sosial merupakan tokoh sentral dalam
sejarah awal perkembangan sosiologi.
Durkheimlah yang berhasil menjadikan sosiologi sebagai ilmu bersifat otonom terlepas dari
pengaruh filsafat dan psikologi sosial dan mendapat pengakuan secara akademik
Kerja keras Durkheim itu ditunjukkan lewat karyanya The Rule of Sociological Method (1895).
Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut dengan
fakta sosial. Fakta sosial itu merupakan sesuatu yang benar ada (riil) dan memiliki kekuatan dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu (Ritezer dan Goodman, 2004).
Fakta sosial mesti dipelajari dengan perolehan data dari luar pikiran kita melalui metode
observasi dan eksperimen
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial material dan non material. Yaitu:
• Fakta sosial material seperti gaya arsitektur, teknologi, hukum dan perundang-
undangan,
• Apa yang saat ini disebut norma dan nilai, atau budaya oleh sosiolog secara umum
adalah contoh yang tepat untuk apa yang disebut Durkheim dengan fakta sosial
nonmaterial.
Durkheim mengemukakan dengan tegas tiga karakteristik fakta sosial, yaitu :
1. Gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu
2. Fakta itu memaksa individu. Individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau
dengan cara tertentu dipengaruhi oleh pelbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya
3. Fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat.
Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama bukan sifat individu perorangan
Durkheim menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hukum seringkali
bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan
hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu
bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organik, hukum bersifat restitutif: ia
bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu
masyarakat yang kompleks