Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH SOSIOLOGI

KELOMPOK 1

“SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU YANG BERPARADIGMA GANDA”

Anggota Kelompok :

 TUSANIA
 CERI PEBRIANA
 MIPLATUL MAWADDAH
 ZILMAN ALFARESI
 DESTA JEFRANDO
 NUR DINA

SMA NEGERI O4 KABUPATEN TEBO

TAHUN AJARAN 2022/2023

KELAS X3

GURU MATA PELAJARAN : KHOIRIA S.PD


Sosiologi Sebagai Ilmu yang Berparadigma Ganda
Seorang sosiologis berkebangasaan Amerika Serikat, George Ritzer, pad tahun 1975 menuliskan
sebuah buku yang berjudul sosiology: A Multiple Paradigm Science. Berdasarkan pemikirannya
dalam buku tersebut di jelaskan bahwa sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki dan
menggunakan berbagai paradigma yang melahirkan banyak perspektif dan teori untuk menganalisis
berbagai kajian sosiologi dalam rangka membantu memahami kehidupan sosial.
Selanjutnya, Ritzer(1975) membagi tiga paradigma utama yang berasal dari berbagai
gagasan para sosiolog, filsuf dan ilmuan sosial sebagai berikut:
1. Paradigma Fakta Sosial
paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang dilakukan dengan kajian ilmu sosial melalui fakta-
fakta atau realitas yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Jenis paradigma fakta sosial ini
terdiri dari  pokok dalam bentuknya, yaitu struktur sosial dan institusi sosial dalam masyarakat.
Adapun definisi paradigma fakta sosial menurut para ahli, antara lain;
 George Ritzer (1992), Pengertian paradigma fakta sosial adalah cara pandang yang
dilakukan berdasarkan ilmu sosial (sosiologi) sebagai upaya menjadikan fungsi dan manfaat
sosiologi sebagai pengetahuan. Dengan melakukan kajian fakta sosial, definisi sosial dan
prilaku sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
 Thomas Kuhn (1962), Definisi paradigma fakta sosial adalah pandangan pokok yang
dilakukan oleh seseorang dalam memahami ilmu pengetahuan dengan sistematis, lantaran
dilakukan secara objektif dan juga berdasarkan pada realistis kehidupan dalam masyarakat.
 Emil Durkheim, Arti paradigma fakta sosial adalah pandangan pokok yang menjadikan
salah satu alasan dalam sosiologi, untuk bisa berdiri sendiri dan membedakan dengan
disiplin ilmu lainnya. Yakni ilmu filsafat dan psikologi. Pengertian inilah sampai saat ini
menjadi pembeda ilmu sosiologi dengan ilmu pengetahuan sosial lainnya, melalui fakta
sosial.
 Sedgewick, Pendapat mengenai definisi fakta sosial juga disampaikan oleh Sedgewick.
Beliau menjelaskan bahwa pengertian fakta sosial adalah aktivitas yang dilakukan oleh
setiap orang dengan memberikan pengaruh pada tindakan ekonomi , hukum, politik, dan
agama kepada masyarakat di lingkungannya. Segala aktivitas tersebut kemudian dilakukan
oleh seorang individu secara sadar. Hanya saja dilakukan dengan merasa ada paksaan dari
luar (eksternal). Sehingga dirinya terikat oleh paksaan tersebut dan melakukan tindakan
yang sesuai dengan paksaan ini.
 Edgar, Pendapat yang ketiga disampaikan oleh Edgar, pengertian fakta sosial menurutnya
adalah cara pandang (paradigma) yang dilakukan individu dalam menjadi kehidupan sosial
dalam masyarakat, yang memberikan penjelasan mengenai teoritik dan praktek untuk
berperilakunya.
Teori yang seringkali dipergunakan dalam paradigma fakta sosial, antara lain adalah sebagai
berikut;
o Teori konflik
o Teori sistem
o Teori fungsionalisme struktural
o Teori sosiologi makro
Contoh mengenai paradigma fakta sosial misalnya saja;
 Pekerjaan, Adanya upaya untuk menjadikan seseorang diterima dalam pekerjaan. Upaya
yang dilakukan ini seperti adanya penyogokan, atau adanya orang dalam (anggota
perusahaan) yang mementingkan rasa primodialisme dalam kelompok tertentu untuk
diterima dalam perusahaan.Mengapa hai ini menjadi salah satu contoh kasus paradigma
fakta sosial, lantaran secara tegas pihak yang melakukan kegiatan tersebut sadar bahwa apa
yang dilakukannya adalah salah, akan tetapi tetap memaksakan kehendak demi terwujudnya
keinginan untuk bekerja.
 Korupsi,Contoh lainnya, yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari mengenai
paradigma fakta sosial. Misalnya ialah korupsi, korupsi dalam bentuk apapaun, bukan hanya
korupsi uang akan tetapi korupsi waktu. Tindakan korupsi berupa prilaku yang
menyimpang, secara sedar sebenarnya sudah diketahu bahwa hal ini adalah salah, akan
tetapi demi terwujudkan impian dan apapun seseorang akan melakukannya.Tindakan yang
dialkukan secara sadar, meskipun kita bisa membendakan bahwa hal itu salah adalah wujud
contoh paradigma fakta sosial yang mana paradigma ini bersumber dari Durkheim yang
menggunakan struktur makro masyarakat serta teori fungsionalisme struktural dan teori
konflik melalui metode inteview.
Menurut paradigma ini fokus kajian sosiologi adalah fakta sosial, baik dalam bentuk bendawi
(ragawi,material) maupun tidak berbenda ( non-material) seperti ide ataupun gagasan. Berdasarkan
paradigma ini norma, aturan, pemerintahan, peran sosial, status sosial, kelas sosial merupakan fakta
sosial.
Berbagai teori sosiologi lahir dari paradigma ini seperti fungsionalisme struktural, teori konflik,
teoti sistem, dan teori sosiologi makro.
Fakta sosial adalah hal penting yang berfungsi untuk menjaga ketertiban umum dan menciptakan
kondisi yang menguntungkan semua pihak dalam bermasyarakat. 
Belajar mengenai fakta sosial tentu sangatlah penting karena akan mempengaruhi cara berpikir
kita ketika terjun di masyarakat. Memahami adanya aspek ini maka seseorang bisa mengikuti
aturan, adat-istiadat, dan norma-norma yang berlaku dengan sangat baik. 
Fakta sosial diketahui pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat pada abad ke-19, yakni
disampaikan oleh Emile Durkheim yang merupakan Sosiolog dari Perancis. Durkheim pada masa
tersebut menjelaskan bahwa ilmu sosiologi sebaiknya membahas mengenai fakta sosial.  
Pasalnya, fakta sosial akan membahas atau mempelajari mengenai segala sesuatu yang sifatnya
umum di masyarakat. Cakupannya kemudian sangat luas dan diturunkan dari generasi ke generasi
dengan sifat yang mengikat, atau wajib ditaati dan dilakukan. 
Fakta sosial oleh Durkheim kemudian didefinisikan sebagai gejala sosial yang abstrak, misalnya
hukum, struktur sosial, adat kebiasaan, nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan
lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam
kehidupan masyarakat di luar kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak tampak.  
Sehingga fakta sosial kemudian mencakup segala hal yang dilakukan, ditaati, dan diturunkan
sampai lintas generasi untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Setiap kelompok masyarakat
kemudian memiliki fakta sosial sendiri. 
Beda kelompok maka beda juga fakta sosial yang dianut, fakta sosial otomatis akan dikenal dan
dipatuhi seorang individu sejak ia dilahirkan. Setiap individu kemudian tidak memiliki pilihan
lain selain mengikuti fakta sosial yang sudah berlaku sejak lama. 

Durkheim melalui bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method. Juga mendefinisikan


fakta sosial sebagai setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh
atau hambatan eksternal bagi seorang individu.
Secara sederhana, fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan merasa yang ada diluar
individu dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam masyarakat. Fakta
sosial bisa dianggap sebagai sebuah aturan yang mengikat sehingga wajib diikuti dan ditaati
sekaligus dilaksanakan dengan baik.

Ciri-Ciri atau Sifat dari Fakta Sosial

Fakta sosial kemudian memiliki 3 ciri yang membuatnya khas dan lebih mudah untuk dipahami.
Tiga ciri yang dimaksudkan adalah: 
Umum. Fakta sosial memiliki sifat yang umum, artinya tidak hanya berlaku untuk satu atau dua
orang saja di dalam kelompok masyarakat. Melainkan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat
dalam kelompok tersebut. Beberapa bahkan mengikat secara nasional.  Misalnya bahasa Indonesia
yang perlu digunakan dan dikuasai oleh seluruh

masyarakat di Indonesia. Tujuannya untuk memberi kemudahan komunikasi meskipun berbicara


dengan siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. 

Memaksa. Ciri yang kedua dari fakta sosial adalah memaksa atau coercion. Yakni, fakta sosial
bisa memaksa setiap individu untuk mematuhi apa yang berlaku di masyarakat. Baik itu sifatnya
hukum tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya saja fakta sosial mengenai kebutuhan untuk
bekerja agar bisa berpenghasilan dan mencukupi kebutuhan hidup. Dalam hal ini semua orang
dipaksa untuk bekerja dan berpenghasilan, jika tidak maka mereka bisa kelaparan dan meninggal
karena kekurangan nutrisi. 

Eksternal atau dari Luar. Ciri fakta sosial yang terakhir adalah eksternal atau berasal dari luar
bukan dari dalam individu itu sendiri. Seorang anggota masyarakat memiliki dorongan dari luar
untuk melakukan sesuatu dan sifatnya memaksa sekaligus mengikat secara umum (mengikat
semua orang). Misalnya saja saat bekerja menjadi tenaga medis, maka ada dorongan dari luar
yakni dari aturan profesi yang diemban untuk melayani dengan sigap. Sehingga apapun resikonya
dan apapun kondisinya, kewajiban melaksanakan tugasnya harus dilaksanakan.

Kemudian mengenai paradigma atau cara pandang fakta sosial, maka dilihat sebagai sebuah
kajian yang melihat dan mempelajari berbagai fenomena dalam kehidupan sosial.
Mencakup interaksi sosial, dinamika sosial, dan konflik sosial. Berikut penjelasannya: 
A. Interaksi Sosial 

Fakta sosial merupakan cara pandang untuk mengetahui dan menumbuhkan interaksi sosial.
Seseorang saat berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya akan mengikuti aturan yang
ada. 
Mulai dari bahasa yang digunakan, kemudian tingkah laku, cara berpakaian, dan lain sebagainya.
Semua aspek ini perlu dipatuhi agar bisa diterima saat melakukan interaksi sosial.  
Sifatnya tentu seperti sifat fakta sosial, misalnya dari bahasa atau cara berpakaian. Saat seseorang
berpakaian yang dinilai sopan dan sesuai dengan norma maka mereka akan lebih mudah diterima
dan bisa diajak saling berinteraksi. 

B. Dinamika Sosial 

Fakta sosial juga dipandang sebagai alat untuk mengetahui dan membangun dinamika sosial atau
pergerakan sosial. Misalnya pergerakan dari sebuah pemahaman untuk bisa saling menghargai,
saling berbagi tugas dalam suatu kelompok, dan lain sebagainya. 
Sehingga suatu kelompok masyarakat bisa terus berkembang dan menghasilkan banyak hal yang
bermanfaat bagi mereka. Suatu masyarakat misalnya, akan berusaha memproduksi makanan
dengan praktis dan sehat. 
Tujuannya agar ada dinamika mengolah makanan dengan lebih baik. Baik disini dilihat dari
prosesnya yang semakin sederhana dan praktis, kandungan gizi yang terjaga, kualitas rasa juga
bisa diterima lidah, dan lain sebagainya. Adanya fakta sosial membantu dinamika di masyarakat
terus bergerak maju. 
C. Konflik Sosial 

Fakta sosial secara negatif juga bisa menyebabkan konflik sosial, sekaligus bisa digunakan untuk
menyelesaikan konflik sosial. Saat ada tindak kejahatan, maka bisa diketahui mana pihak yang
salah dan mana pihak yang benar sehingga mereka perlu dilindungi.  
Fakta sosial kemudian juga bisa menyebabkan konflik atau tindakan yang merugikan diri sendiri
bahkan banyak pihak. Misalnya saat ada tuntutan untuk bekerja dan berpenghasilan, padahal
dalam kondisi sakit atau mungkin cacat akibat kecelakaan. 
Maka ada tekanan bagi mereka untuk melanggar fakta sosial tersebut, jika seharusnya bekerja di
perusahaan. Maka mereka memilih untuk melakukan tindak kejahatan seperti mencuri,
menjambret, dan lain sebagainya.
Fakta sosial memiliki contoh yang sangat beragam, dan tanpa disadari bisa jadi sudah mengikuti
fakta-fakta sosial yang berlaku di lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerja. Berikut adalah
beberapa contoh dari fakta sosial yang dimaksudkan: 
1. Kegiatan Keagamaan 
Kegiatan atau ritual keagamaan juga termasuk ke dalam fakta sosial. Misalnya kewajiban
mengerjakan ibadah sholat bagi umat muslim. Sifatnya umum, tidak peduli status sosial, gender,
dan lain-lain kewajiban ini dimiliki seluruh umat muslim dan sifatnya mengikat.  
Bentuk lainnya adalah ibadah di hari Minggu untuk umat Kristen, yang mengikuti khotbah dan
kegiatan keagamaan lain di sebuah gereja. Sifatnya umum dan tentunya juga mengikat seluruh
pemeluk agama Kristen tersebut. 
2. Nepotisme 
Fakta sosial berikutnya adalah adanya tindakan nepotisme yang muncul karena seseorang
mengutamakan orang terdekatnya. Mulai dari keluarga sendiri, tetangga terdekat, karyawan yang
punya hubungan dekat seperti saudara, dan sebagainya. 
Mereka yang terdekat diharapkan bisa mendapatkan banyak kemudahan dan sukses. Sehingga
seseorang melakukan praktek nepotisme dan termasuk bentuk fakta sosial negatif yang
menciptakan ketidakadilan di masyarakat dan berujung konflik berkepanjangan.  
3. Kewajiban Siswa di Sekolah 
Contoh berikutnya adalah berbagai kewajiban yang dimiliki siswa di lingkungan tempatnya
sekolah. Mulai dari kewajiban memakai seragam, datang ke sekolah tepat waktu, mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan tertib, dan lain sebagainya. 

4. Kewajiban Karyawan di Tempat Kerja 


Karyawan di sebuah perusahaan tempatnya bekerja juga terikat oleh aturan yang merupakan
contoh fakta sosial. Misalnya aturan untuk masuk kerja di jam 8 pagi dan pulang di jam 4 sore,
libur hanya di hari Sabtu dan Minggu, ada prosedur pengajuan cuti, pengajuan lembur, dan lain
sebagainya. 
5. Penggunaan Bahasa Indonesia 
Contoh berikutnya dari fakta sosial dalam keseharian adalah penggunaan bahasa Indonesia yang
merupakan bahasa nasional. Seluruh masyarakat Indonesia ada kewajiban dan kebutuhan untuk
menguasai bahasa Indonesia dengan baik. 
Sehingga bisa berkomunikasi dengan lancar meskipun bertemu atau berinteraksi dengan
masyarakat dari daerah dan pulau lain. Sifatnya umum dan juga memaksa semua masyarakat
untuk menggunakannya. 
Melalui penjelasan di atas tentunya bisa dipahami dengan baik apa itu pengertian fakta sosial dan
apa saja contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Adanya fakta sosial sangat penting untuk
menciptakan keteraturan dan kehidupan yang tenang sekaligus damai. Oleh sebab itu, fakta sosial
sangat penting untuk dipahami secara mendalam.

2. Paradigma Devinisi Sosial


Pembahasan lengkap mengenai pengertian paradigma definisi sosial dijelaskan secara rinci dalam
buku Sosiologi Industri dan Pekerjaan karya Dr. Antonius Purwanto (2021: 19).
Dikutip dari buku tersebut bahwa paradigma definisi sosial (konstruktivisme sosial) beranggapan
bahwa tindakan sosial adalah tindakan yang memiliki makna dan mempertimbangkan (berorientasi)
pada orang lain. Interaksi sosial adalah interaksi di antara pluralitas individu dan individu-individu
yang berinteraksi tindakannya memiliki makna, paradigma definisi sosial juga sering disebut
dengan istilah paradigma konstruktivis.
Maksud dari konstruktivis adalah realitas sosial merupakan realitas yang dibangun atau dikonstruksi
oleh individu-individu lewat interaksi sosial. Tokoh-tokoh paradigma definisi sosial antara lain Max
Weber, Herbert Blumer, Peter Berger, dan Thomas Luckmann. Dalam bahasan paradigma definisi
sosial ini terdapat beberapa teori utama dan kajian yang dibahas.
Sebagaimana yang dibahas dalam buku berjudul Metode Penelitian Sosial yang disusun oleh
Ardhariksa Zukhruf Kurniullah, Erika Revida, Muhammad Hasan (2021: 65) yang menyebutkan
bahwa paradigma definisi sosial mencakup teori-teori yang menganggap subject matter sosiologi
adalah tindakan sosial yang penuh arti (makna) yakni tindakan individu yang mempunyai makna
atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan bagi orang lain.
Paradigma ini memahami manusia sebagai orang yang aktif menciptakan kehidupan sosialnya
sendiri. Penganut paradigma definisi sosial mengarahkan perhatian kepada bagaimana caranya
manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana caranya mereka membentuk kehidupan
sosial yang nyata. Terdapat tiga teori utama dalam paradigma definisi sosial, yaitu teori aksi sosial,
teori interaksionisme simbolik, dan teori fenContoh paradigma definisi sosial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dapat dijumpai dalam berbagai kegiatan. Misalnya saja saat seseorang
menjadi pengusaha dan seseorang lainnya menjadi karyawan. Tak hanya itu, fanatisme beragama
yang dianut masyarakat juga merupakan salah satu contoh paradigma definisi sosial yang dapat kita
jumpai di sekitar kita.

Itu dia pemaparan singkat mengenai contoh paradigma definisi sosial yang dapat Anda temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan wawasan ini, Anda akan lebih mudah mengenali kehidupan
sosial yang terjadi di sekitar Anda. Beberapa teori utama yang lahir dari paradigma ini adalah
interaksionisme simbolik, tindakan sosial dan fonomenologi. Paradigma definisi sosial menurut
Max Weber, berusaha memahami dan menafsirkan mengapa individu melakukan tindakan sosial
dan makna dari tindakan tersebut.
Teori interaksionisme simbolik menjelaskan tentang makna dan simbol dalam interaksi sosial yang
di lekatkan individu pada lingkungannya. Dalam melakukan tindakan sosial, individu memiliki
berbagai motif yang dilakukan berdasarkan keyakinan individu sebagai bagian dari pemaknaan
individu atas situasi dan kondisi suatu masyarakat. Fenomelogi sebagai salah satu teori dalam
paradigma ini menjelaskan bagaimana individu membangun makna dan konsep ketika individu
berhubungan individu lain. Berdasarkan teori ini, individu memahami pengalamannya dan mencoba
memahami dunia berdasarkan pengalamannya. Fonomelogi bertujuan untuk mendapatkan data
berdasarkan pengalaman-pengalaman individu dalam kehidupan sehari-hari.
Teori-Teori Paradigma Definisi Sosial
Berdasarkan catatan Wagiyo dalam Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya (hlm. 1.8),
terungkap bahwa paradigma definisi sosial terdiri dari tiga konsep. Di antaranya ada konsep atau
teori aksi, interaksi simbol, dan fenomenologi. Terkait persamaannya, terletak pada individu kreatif
(manusia) yang berperan dalam realitas sosialnya. Berikut penjelasan mengenai ketiga teori tersebut
yang sebenarnya berbeda satu sama lain:
1. Teori Aksi Teori pertama ini sudah banyak dibahas oleh sosiolog Amerika, namun yang
tercatat konkret penjelasannya hanya karya hasil Hinkle. Terdapat beberapa dasar dari teori
ini, salah satunya manusia melakukan tindakan lantaran kesadaran atau dipengaruhi hal
eksternal. Dalam menjalankan tindakan tersebut, tentu manusia harus punya tujuan. Dengan
begitu, akhirnya seorang individu bisa berpikir tentang cara, prosedur, hingga alat yang
nantinya digunakan dalam bertindak. Tindakan manusia ini juga didasari oleh kondisi yang
tak dapat berubah jika tak ada tindakan. Selain itu, biasanya manusia secara subjektif
memikirkan proyeksi masa lalu-sekarang-masa depan. Semuanya dilakukan dengan tetap
memperhatikan moral. Lantaran subjeknya seorang individu dengan isi yang ada di
kepalanya, maka analisis musti melibatkan pemahaman kondisi dan pembayangan melalui
imajinasi.
2. Teori Interaksi Simbol Menurut catatan Happy Susanto dalam Jurnal MUADDIB (Vol. 4,
No. 2, 2014, hlm. 105-106), teori interaksi simbolik memfokuskan kepada struktur atau
pranata sosial yang dianggap sebagai kerangka. Nantinya, kerangka ini digunakan untuk
mendefinisikan realitas sosial dan bagaimana proses interaksi berlangsung di dalamnya.
Tokoh yang mencanangkan teori ini bernama John Dewey dan Charles Horton Cooley.
Mereka menjabarkan bahwa interaksi simbolik memerlukan introspeksi agar tahu
bagaimana latar belakang tindakan individu. Dengan begitu, tindakan individu nantinya
dapat dianalisis berdasarkan interpretasi dengan cara merasakan stimulus (rangsangan)
yang terjadi di dalam interaksi simbolik tersebut.
3. Teori Fenomenologi Teori ini mengajukan pendapat bahwa realitas stuktur sosial punya
kaitan erat dengan tindakan manusia sebagai individu. Pembenaran struktur atau gelagat
kehidupan dipertimbangkan berdasarkan apa yang sudah tersusun di masyarakat.
Dengan begitu, tindakan manusia pada akhirnya hanya perlu menyesuaikan dengan paradigma
masyarakatnya. Dengan kata lain, semua perilaku individu di sebuah masyarakat tertentu
bersatu padu dalam kesatuan sosial. Melalui hal tersebut, interaksi sosial bisa lestari.

3. Paradigma Perilaku Sosial


 Paradigma perilaku sosial dikembangkan oleh B F Skiner dengan memakai pendekatan
Behaviorisme dari Ilmu Psikologi.Berkat Skiner, dalam memberikan pemahaman teori, gagasan dan
praktek yang dilakukannya, ia telah memegang peranan penting dalam pengembangan Sosiologi
Behavior.Memang, Skiner mengkritik kedua paradigma fakta sosial dan definisi sosial, ia
mengatakan kedua paradigma itu bersifat mistik, dan tidak ilmiah.Karena memberikan pemahaman
atau perspektif yang bersifat teka teki, serta tidak dapat diterangkan secara rasional.Seperti dalam
paradigma fakta sosial, terdiri atas struktur sosial dan pranata sosial yang menjadi objek studi dalam
paradigma ini.Kedua paradigma bisa saja menjauhkan Sosiologi dari objek studi berupa barang
sesuatu yang konkrit - realistiPerilaku manusia yang nampak serta kemungkinan pandangannya
(Behavior of Man and Contingencies of Reinforcement), itulah yang menurut Skiner sebagai objek
studi sosiologi yang konkritr ealistis.

Dimana perilaku yang tampak, memungkinkan pengulangan atau perulangan yang dilakukan
manusia itu sendiri.Bagi Skiner, pengertian kultur yang diciptakan paradigma fakta sosial dinilai
mengandung ide yang bersifat tradisional khususnya dalam hal mengenai nilai-nilai sosial.Dalam
pengertian kultur tak perlu disertai unsur mistik, yaitu ide dan nilai sosial. Alasannya karena orang
tidak dapat melihat secara nyata ide dan nilai-nilai dalam mempelajari masyarakat.Memang sih,
yang terlihat jelas adalah bagaimana manusia itu hidup, memelihara keluarga/anaknya, cara
berpakaian, mengatur kehidupan keluarganya bersama, serta contoh lainnya.Kebudayaan
masyarakat yang tersusun atas tingkah laku, dan dengan pola-pola yang sudah terpola. Dengan
demikian, untuk memahami tingkah laku yang terpola tersebut, tidak diperlukan konsep seperti ide
dan nilai nilai sosial.Sama halnya, Skiner juga mengecam paradigma definisi sosial. Ia berusaha
menghilangkan konsep voluntarisme Talcott Parsons, khususnya Sosiologi.

Menurut Skiner, voluntarisme Parsons mengandung ide autoomous man, maksudnya manusia


serba memiliki kebebasan dalam bertindak seakan-akan tanpa kendali.Bagi Skiner, pandangan yang
menganggap manusia yang serba bebas itu berarti memberikan pandangan yang bersifat mistik dan
berstatus metafisik, itulah yang disarankan untuk menghapusnya dari dalam Ilmu Sosial.
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara individu dan
lingkungannya.Seperti yang sudah dijelaskan, paradigma ini memusatkan perhatiannya kepada
hubungan antar individu dan lingkungannya, terdiri dari :
 bermacam-macam objek sosial, dan
 bermacam-macam objek non sosial
Yang mana terdiri atas macam-macam objek sosial (seperti norma hukum, agama, pendidikan,
keluarga, dan lainnya) dan non objek sosial (seperti biologis, geografis, dan lainnya).Gejala objek
sosial dan non sosial, menghasilkan akibat atau perubahan sosial dalam faktor lingkungan yang
menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku manusia itu sendiri.Secara singkat, pokok persoalan
dalam sosiologi dari paradigma perilaku sosial adalah tingkah laku individu yang berlangsung
dalam hubungannya dengan faktor lingkungan.Yang mana menghasilkan akibat-akibat atau
perubahan dalam faktor lingkungan yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.Bagi
paradigma perilaku sosial individu kurang dalam memiliki kebebasan, tanggapan yang diberikannya
ditentukan oleh sifat dasar stimulus yang datang dari luar dirinya (lingkungan).Tidak hanya itu,
fokus utama paradigma perilaku sosial terletak pada pemberian hadiah atau penguatan
(reward).Yang menimbulkan perilaku yang diinginkan dan hukuman (punishment) yang mencegah
perilaku yang tak diinginkan.

Memahami paradigma perilaku sosial dalam ilmu sosial terkhususnya Sosiologi. Ada dua teori yang
termasuk dalam paradigma ini, yaitu :
 Teori Behavioral Sociology (Perilaku)
 Teori Exchange (Pertukaran)
Teori Behavioral Sosiologi dibangun dalam rangka menerapkan prinsip psikologi perilaku ke
dalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya pada tingkah laku yang terjadi dalam
lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.Konsep dasar Behavioral Sosiologi yang menjadi
pemahamannya adalah reinforcemant yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward). 
Teori Exchange tokoh utama dalam teori ini adalah George C Homans. Maksud dalam teori ini
adalah sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial, terutama menyerang ide Durkheim, yaitu
dengan :
 Pandangannya tentang emergence
 Pandangannya tentang psikologi
 Metode penjelasan dari Durkheim, 
Metodelogi yang bisa digunakan dalam paradigma perilaku sosial. Metode dalam paradigma
perilaku sosial memang bisa menggunakan kuesioner, interview, dan observasi.Tetapi, metode yang
lebih banyak digunakan dalam paradigma ini adalah metode eksperimen dalam
penelitiannya.Jangan salah, dulu memang iya kita menganggap bahwa metode eksperimen hanya
dilakukan dalam laboratorium. Namun, sekarang eksperimen juga dapat dilakukan di
lapangan.Metode eksperimen mempunyai keutamaan yaitu memberikan kemungkinan terhadap
peneliti untuk mengontrol dengan ketat objek dan kondisi sekitar penelitian.Tidak hanya itu, metode
ini memungkinkan untuk membuat penilaian atau pengukuran dengan tingkat ketepatan tinggi
terhadap efek dari perubahan tingkah laku aktor yang ditimbulkan dengan sengaja dalam
eksperimen tersebut.Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kita sebagai peneliti masih harus
mengamati perilaku lebih lanjut aktor-aktor yang sedang diteliti. Variabel dalam penelitian ini lebih
fokus kepada individual saja. 
Contoh fenomena sosial dalam paradigma perilaku sosial. Pokok persoalan dalam paradigma ini
adalah perilaku individu terhadap hubungan antara lingkungannya. Dalam fenomena sosial
masyarakat, kita dapat melihat berbagai fenomena yang mana lingkungan dapat memberikan
pengaruh terhadap individu.Misalnya, dalam objek sosial, sebagaimana dunia pendidikan ada
penguatan yang membuat seseorang semangat dalam belajar maupun mendapatkan prestasi, sebut
saja lomba, dan event bergengsi lainnya.Nah, dari situ individu akan memacu dirinya untuk bisa
berperilaku sesuai dengan capaian dari apa yang hendak ia tuju, untuk mencapai juara 1 nasional
lomba esai, seseorang akan berlatih dan belajar menulis dengan baik.Maupun contoh-contoh
fenomena sosial lainnya, yang bisa kita analisis dalam paradigma perilaku sosial. Silahkan berpikir
dan belajar mandiri untuk menemukan fenomena sosial yang lebih komprehensif lagi.
Paradigma perilaku sosial menekankan kajiannya pada proses individu dalam melakukan hubungan
sosial Paradigma Perilaku Sosial dicetuskan oleh B. F. Skinner dengan meminjam konteks
psikologidalam tingkah laku manusia. Skinner melihat kedua paradigma fakta sosial dan definisi
sosialsebagai perspektif yang bersifat mistik dan tidak sesuai dengan fakta realita sosial serta
tidakdapat sepenuhnya diterangkan secara rasional. Kritik Skinner ini tertuju kepada masalah
yangsubstansial dari kedua paradigma itu, yakni eksistensi obyek studinya sendiri.
Idepengembangan paradigma perilaku sosial ini dari awal sudah dimaksudkan untuk menyerang
kedua paradigma lainnya.Paradigma Perilaku Sosial berfokus pada tingkah laku dan perulangan
tingkah laku individu dan komunitas, serta hubungan antara manusia dan lingkungannya.
Lingkungan ini pun terbagi atas objek sosial dan non-objek sosial. Dalam Paradigma Perilaku
Sosial, terdapat dua teori yaitu teori behavioral sociology dan teori exchange.Teori behavioral
sosiologi menerapkan pendekatan prinsip psikologi pelaku terhadap sosiologi.
Teori ini berpusat kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di lingkungan aktor
dan tingkah laku aktor. Ini adalah dasar konsep perulangan tingkah laku itu sendiri yang efeknya
tidak lepas dari prilaku setiap aktor itu sendiri. Teori ini memiliki 3 asumsi dasar yaitu ;
1. Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu);
2. Behavior can be predicted (perilaku
dapat diramalkan); dan
3.Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Inti dari teori iniadalah, bahwa setiap perilaku individu itu dirangsang oleh keadaan lingkungannya,
maka dariitu individu tidaklah sepenuhnya bebas dalam menentukan aksi dan perilaku nya.
TeoriExchange dicetuskan oleh George Homans, dimana teori ini dicetuskan untuk
meresponparadigma fakta sosial. Inti dari teori ini adalah, akan selalu ada pertukaran perilaku
dalamkonteks reaksi sosial serta konsekuensi dalam setiap perilaku yang kita lakukan mau itu
darimanusia lain ataupun lingkungan sebagai bentuk dari pertukaran reaksi tersebut.
ParadigmaPerilaku Sosial dapat menggunakan metode seperti kuesioner, interview, dan
observasidengan lingkungannya.
Yang dimaksud paradigma menurutnya disini adalah pandangan fundamental tentang apa yang
menjadi pokok persoalan disiplin tertentu. Paradigma merupakan kesatuan konsensus yang terluas
dalam satu disiplin yang membedakan antara komunitas ilmuan (sub-komunitas) yang satu dengan
yang lain. Paradigma juga menggolong-golongkan, mendefinisikan dan menghubungkan antara
berbagai exemplar, teori dan metode serta instrumen yang terdapat didalamnya. Ada tiga faktor
yang menyebabkan terjadinya perbedaan paradigma dalam sosiologi. Pertama, karena perbedaan
pandangan filsafat yang mendasari pemikiran masing-masing komunitas sosiolog tentang persoalan
yang semestinya dipelajari sosiologi. Kedua, sebagai akibat logis pertama, maka teori-teori yang
dibangun dan dikembangkan masing-masing komunitas ilmuan itu berbeda pula. Ketiga, metode
yang dipakai untuk memahami dan menerangkan substansi disiplin itu pun berbeda. Pertentangan
antara paradigma ini akhirnya dirasuki unsur politik. Bertolak dari rumusan tersebut, ia melihat
adanya tiga paradigma dalam sosiologi yang lebih banyak menimbulkan efek negative ketimbang
positif, meliputi paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma tingkah laku
sosial. Dan ia mengajukan satu paradigma tambahan yaitu paradigma terpadu dengan maksud untuk
menggantikan ketiga paradigma tersebut tetapi untuk mengatasi kelemahan pendekatan paradigma
yang ada itu dalam   menerangkan realitas sosial yang memang sangat kompleks.

Paradigma Perilaku Sosial


dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainny
Paradigma Perilaku Sosial
dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainny
Paradigma Perilaku Sosial
dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainny
Paradigma Perilaku Sosial
dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainnya.
Paradigma Perilaku Sosial
berfokus pada tingkah laku dan
perulangan tingkah laku individu
dan
komunitas, serta hubungan
antara manusia dan
lingkungannya. Lingkungan ini
pun terbagi atas
objek sosial dan non-objek
sosial. Dalam Paradigma
Perilaku Sosial, terdapat dua
teori yaitu
teori behavioral sociology dan
teori exchange.
Teori behavioral sosiologi
menerapkan pendekatan prinsip
psikologi pelaku terhadap
sosiologi.
Teori ini berpusat kepada
hubungan antara akibat dari
tingkah laku yang terjadi di
lingkungan
aktor dan tingkah laku aktor. Ini
adalah dasar konsep perulangan
tingkah laku itu sendiri yang
efeknya tidak lepas dari prilaku
setiap aktor itu sendiri. Teori ini
memiliki 3 asumsi dasar yaitu ;
1. Behavior is lawful (perilaku
memiliki hukum tertentu); 2.
Behavior can be predicted
(perilaku
dapat diramalkan); dan 3.
Behavior can be controlled
(perilaku dapat dikontrol). Inti
dari teori ini
adalah, bahwa setiap perilaku
individu itu dirangsang oleh
keadaan lingkungannya, maka
dari
itu individu tidaklah sepenuhnya
bebas dalam menentukan aksi
dan perilaku nya. Teori
Exchange dicetuskan oleh
George Homans, dimana teori ini
dicetuskan untuk merespon
paradigma fakta sosial. Inti dari
teori ini adalah, akan selalu ada
pertukaran perilaku dalam
konteks reaksi sosial serta
konsekuensi dalam setiap
perilaku yang kita lakukan mau
itu dari
manusia lain ataupun lingkungan
sebagai bentuk dari pertukaran
reaksi tersebut. Paradigma
Perilaku Sosial dapat
menggunakan metode seperti
kuesioner, interview, dan
observas
Paradigma Perilaku Sosial
dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainnya.
Paradigma Perilaku Sosial
berfokus pada tingkah laku dan
perulangan tingkah laku individu
dan
komunitas, serta hubungan
antara manusia dan
lingkungannya. Lingkungan ini
pun terbagi atas
objek sosial dan non-objek
sosial. Dalam Paradigma
Perilaku Sosial, terdapat dua
teori yaitu
teori behavioral sociology dan
teori exchange.
Teori behavioral sosiologi
menerapkan pendekatan prinsip
psikologi pelaku terhadap
sosiologi.
Teori ini berpusat kepada
hubungan antara akibat dari
tingkah laku yang terjadi di
lingkungan
aktor dan tingkah laku aktor. Ini
adalah dasar konsep perulangan
tingkah laku itu sendiri yang
efeknya tidak lepas dari prilaku
setiap aktor itu sendiri. Teori ini
memiliki 3 asumsi dasar yaitu ;
1. Behavior is lawful (perilaku
memiliki hukum tertentu); 2.
Behavior can be predicted
(perilaku
dapat diramalkan); dan 3.
Behavior can be controlled
(perilaku dapat dikontrol). Inti
dari teori ini
adalah, bahwa setiap perilaku
individu itu dirangsang oleh
keadaan lingkungannya, maka
dari
itu individu tidaklah sepenuhnya
bebas dalam menentukan aksi
dan perilaku nya. Teori
Exchange dicetuskan oleh
George Homans, dimana teori ini
dicetuskan untuk merespon
paradigma fakta sosial. Inti dari
teori ini adalah, akan selalu ada
pertukaran perilaku dalam
konteks reaksi sosial serta
konsekuensi dalam setiap
perilaku yang kita lakukan mau
itu dari
manusia lain ataupun lingkungan
sebagai bentuk dari pertukaran
reaksi tersebut. Paradigma
Perilaku Sosial dapat
menggunakan metode seperti
kuesioner, interview, dan
observas
Paradigma Perilaku Sosial
dicetuskan oleh B. F. Skinner
dengan meminjam konteks
psikologi
dalam tingkah laku manusia.
Skinner melihat kedua
paradigma fakta sosial dan
definisi sosial
sebagai perspektif yang bersifat
mistik dan tidak sesuai dengan
fakta realita sosial serta tidak
dapat sepenuhnya diterangkan
secara rasional. Kritik Skinner
ini tertuju kepada masalah yang
substansial dari kedua paradigma
itu, yakni eksistensi obyek
studinya sendiri. Ide
pengembangan paradigma
perilaku sosial ini dari awal
sudah dimaksudkan untuk
menyerang
kedua paradigma lainnya.
Paradigma Perilaku Sosial
berfokus pada tingkah laku dan
perulangan tingkah laku individu
dan
komunitas, serta hubungan
antara manusia dan
lingkungannya. Lingkungan ini
pun terbagi atas
objek sosial dan non-objek
sosial. Dalam Paradigma
Perilaku Sosial, terdapat dua
teori yaitu
teori behavioral sociology dan
teori exchange.
Teori behavioral sosiologi
menerapkan pendekatan prinsip
psikologi pelaku terhadap
sosiologi.
Teori ini berpusat kepada
hubungan antara akibat dari
tingkah laku yang terjadi di
lingkungan
aktor dan tingkah laku aktor. Ini
adalah dasar konsep perulangan
tingkah laku itu sendiri yang
efeknya tidak lepas dari prilaku
setiap aktor itu sendiri. Teori ini
memiliki 3 asumsi dasar yaitu ;
1. Behavior is lawful (perilaku
memiliki hukum tertentu); 2.
Behavior can be predicted
(perilaku
dapat diramalkan); dan 3.
Behavior can be controlled
(perilaku dapat dikontrol). Inti
dari teori ini
adalah, bahwa setiap perilaku
individu itu dirangsang oleh
keadaan lingkungannya, maka
dari
itu individu tidaklah sepenuhnya
bebas dalam menentukan aksi
dan perilaku nya. Teori
Exchange dicetuskan oleh
George Homans, dimana teori ini
dicetuskan untuk merespon
paradigma fakta sosial. Inti dari
teori ini adalah, akan selalu ada
pertukaran perilaku dalam
konteks reaksi sosial serta
konsekuensi dalam setiap
perilaku yang kita lakukan mau
itu dari
manusia lain ataupun lingkungan
sebagai bentuk dari pertukaran
reaksi tersebut. Paradigma
Perilaku Sosial dapat
menggunakan metode seperti
kuesioner, interview, dan
observas
sumber :
1. https://tirto.id/gxSn-
2. https://deepublishstore.com/materi/fakta-sosial/
3. ", https://tirto.id/gxSt
4. https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/sosiologi-ilmu-pengetahuan-berparadigma-
ganda
Sekian terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai