KELOMPOK 1
Anggota Kelompok :
TUSANIA
CERI PEBRIANA
MIPLATUL MAWADDAH
ZILMAN ALFARESI
DESTA JEFRANDO
NUR DINA
KELAS X3
Fakta sosial kemudian memiliki 3 ciri yang membuatnya khas dan lebih mudah untuk dipahami.
Tiga ciri yang dimaksudkan adalah:
Umum. Fakta sosial memiliki sifat yang umum, artinya tidak hanya berlaku untuk satu atau dua
orang saja di dalam kelompok masyarakat. Melainkan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat
dalam kelompok tersebut. Beberapa bahkan mengikat secara nasional. Misalnya bahasa Indonesia
yang perlu digunakan dan dikuasai oleh seluruh
Memaksa. Ciri yang kedua dari fakta sosial adalah memaksa atau coercion. Yakni, fakta sosial
bisa memaksa setiap individu untuk mematuhi apa yang berlaku di masyarakat. Baik itu sifatnya
hukum tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya saja fakta sosial mengenai kebutuhan untuk
bekerja agar bisa berpenghasilan dan mencukupi kebutuhan hidup. Dalam hal ini semua orang
dipaksa untuk bekerja dan berpenghasilan, jika tidak maka mereka bisa kelaparan dan meninggal
karena kekurangan nutrisi.
Eksternal atau dari Luar. Ciri fakta sosial yang terakhir adalah eksternal atau berasal dari luar
bukan dari dalam individu itu sendiri. Seorang anggota masyarakat memiliki dorongan dari luar
untuk melakukan sesuatu dan sifatnya memaksa sekaligus mengikat secara umum (mengikat
semua orang). Misalnya saja saat bekerja menjadi tenaga medis, maka ada dorongan dari luar
yakni dari aturan profesi yang diemban untuk melayani dengan sigap. Sehingga apapun resikonya
dan apapun kondisinya, kewajiban melaksanakan tugasnya harus dilaksanakan.
Kemudian mengenai paradigma atau cara pandang fakta sosial, maka dilihat sebagai sebuah
kajian yang melihat dan mempelajari berbagai fenomena dalam kehidupan sosial.
Mencakup interaksi sosial, dinamika sosial, dan konflik sosial. Berikut penjelasannya:
A. Interaksi Sosial
Fakta sosial merupakan cara pandang untuk mengetahui dan menumbuhkan interaksi sosial.
Seseorang saat berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungannya akan mengikuti aturan yang
ada.
Mulai dari bahasa yang digunakan, kemudian tingkah laku, cara berpakaian, dan lain sebagainya.
Semua aspek ini perlu dipatuhi agar bisa diterima saat melakukan interaksi sosial.
Sifatnya tentu seperti sifat fakta sosial, misalnya dari bahasa atau cara berpakaian. Saat seseorang
berpakaian yang dinilai sopan dan sesuai dengan norma maka mereka akan lebih mudah diterima
dan bisa diajak saling berinteraksi.
B. Dinamika Sosial
Fakta sosial juga dipandang sebagai alat untuk mengetahui dan membangun dinamika sosial atau
pergerakan sosial. Misalnya pergerakan dari sebuah pemahaman untuk bisa saling menghargai,
saling berbagi tugas dalam suatu kelompok, dan lain sebagainya.
Sehingga suatu kelompok masyarakat bisa terus berkembang dan menghasilkan banyak hal yang
bermanfaat bagi mereka. Suatu masyarakat misalnya, akan berusaha memproduksi makanan
dengan praktis dan sehat.
Tujuannya agar ada dinamika mengolah makanan dengan lebih baik. Baik disini dilihat dari
prosesnya yang semakin sederhana dan praktis, kandungan gizi yang terjaga, kualitas rasa juga
bisa diterima lidah, dan lain sebagainya. Adanya fakta sosial membantu dinamika di masyarakat
terus bergerak maju.
C. Konflik Sosial
Fakta sosial secara negatif juga bisa menyebabkan konflik sosial, sekaligus bisa digunakan untuk
menyelesaikan konflik sosial. Saat ada tindak kejahatan, maka bisa diketahui mana pihak yang
salah dan mana pihak yang benar sehingga mereka perlu dilindungi.
Fakta sosial kemudian juga bisa menyebabkan konflik atau tindakan yang merugikan diri sendiri
bahkan banyak pihak. Misalnya saat ada tuntutan untuk bekerja dan berpenghasilan, padahal
dalam kondisi sakit atau mungkin cacat akibat kecelakaan.
Maka ada tekanan bagi mereka untuk melanggar fakta sosial tersebut, jika seharusnya bekerja di
perusahaan. Maka mereka memilih untuk melakukan tindak kejahatan seperti mencuri,
menjambret, dan lain sebagainya.
Fakta sosial memiliki contoh yang sangat beragam, dan tanpa disadari bisa jadi sudah mengikuti
fakta-fakta sosial yang berlaku di lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerja. Berikut adalah
beberapa contoh dari fakta sosial yang dimaksudkan:
1. Kegiatan Keagamaan
Kegiatan atau ritual keagamaan juga termasuk ke dalam fakta sosial. Misalnya kewajiban
mengerjakan ibadah sholat bagi umat muslim. Sifatnya umum, tidak peduli status sosial, gender,
dan lain-lain kewajiban ini dimiliki seluruh umat muslim dan sifatnya mengikat.
Bentuk lainnya adalah ibadah di hari Minggu untuk umat Kristen, yang mengikuti khotbah dan
kegiatan keagamaan lain di sebuah gereja. Sifatnya umum dan tentunya juga mengikat seluruh
pemeluk agama Kristen tersebut.
2. Nepotisme
Fakta sosial berikutnya adalah adanya tindakan nepotisme yang muncul karena seseorang
mengutamakan orang terdekatnya. Mulai dari keluarga sendiri, tetangga terdekat, karyawan yang
punya hubungan dekat seperti saudara, dan sebagainya.
Mereka yang terdekat diharapkan bisa mendapatkan banyak kemudahan dan sukses. Sehingga
seseorang melakukan praktek nepotisme dan termasuk bentuk fakta sosial negatif yang
menciptakan ketidakadilan di masyarakat dan berujung konflik berkepanjangan.
3. Kewajiban Siswa di Sekolah
Contoh berikutnya adalah berbagai kewajiban yang dimiliki siswa di lingkungan tempatnya
sekolah. Mulai dari kewajiban memakai seragam, datang ke sekolah tepat waktu, mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan tertib, dan lain sebagainya.
Itu dia pemaparan singkat mengenai contoh paradigma definisi sosial yang dapat Anda temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan wawasan ini, Anda akan lebih mudah mengenali kehidupan
sosial yang terjadi di sekitar Anda. Beberapa teori utama yang lahir dari paradigma ini adalah
interaksionisme simbolik, tindakan sosial dan fonomenologi. Paradigma definisi sosial menurut
Max Weber, berusaha memahami dan menafsirkan mengapa individu melakukan tindakan sosial
dan makna dari tindakan tersebut.
Teori interaksionisme simbolik menjelaskan tentang makna dan simbol dalam interaksi sosial yang
di lekatkan individu pada lingkungannya. Dalam melakukan tindakan sosial, individu memiliki
berbagai motif yang dilakukan berdasarkan keyakinan individu sebagai bagian dari pemaknaan
individu atas situasi dan kondisi suatu masyarakat. Fenomelogi sebagai salah satu teori dalam
paradigma ini menjelaskan bagaimana individu membangun makna dan konsep ketika individu
berhubungan individu lain. Berdasarkan teori ini, individu memahami pengalamannya dan mencoba
memahami dunia berdasarkan pengalamannya. Fonomelogi bertujuan untuk mendapatkan data
berdasarkan pengalaman-pengalaman individu dalam kehidupan sehari-hari.
Teori-Teori Paradigma Definisi Sosial
Berdasarkan catatan Wagiyo dalam Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya (hlm. 1.8),
terungkap bahwa paradigma definisi sosial terdiri dari tiga konsep. Di antaranya ada konsep atau
teori aksi, interaksi simbol, dan fenomenologi. Terkait persamaannya, terletak pada individu kreatif
(manusia) yang berperan dalam realitas sosialnya. Berikut penjelasan mengenai ketiga teori tersebut
yang sebenarnya berbeda satu sama lain:
1. Teori Aksi Teori pertama ini sudah banyak dibahas oleh sosiolog Amerika, namun yang
tercatat konkret penjelasannya hanya karya hasil Hinkle. Terdapat beberapa dasar dari teori
ini, salah satunya manusia melakukan tindakan lantaran kesadaran atau dipengaruhi hal
eksternal. Dalam menjalankan tindakan tersebut, tentu manusia harus punya tujuan. Dengan
begitu, akhirnya seorang individu bisa berpikir tentang cara, prosedur, hingga alat yang
nantinya digunakan dalam bertindak. Tindakan manusia ini juga didasari oleh kondisi yang
tak dapat berubah jika tak ada tindakan. Selain itu, biasanya manusia secara subjektif
memikirkan proyeksi masa lalu-sekarang-masa depan. Semuanya dilakukan dengan tetap
memperhatikan moral. Lantaran subjeknya seorang individu dengan isi yang ada di
kepalanya, maka analisis musti melibatkan pemahaman kondisi dan pembayangan melalui
imajinasi.
2. Teori Interaksi Simbol Menurut catatan Happy Susanto dalam Jurnal MUADDIB (Vol. 4,
No. 2, 2014, hlm. 105-106), teori interaksi simbolik memfokuskan kepada struktur atau
pranata sosial yang dianggap sebagai kerangka. Nantinya, kerangka ini digunakan untuk
mendefinisikan realitas sosial dan bagaimana proses interaksi berlangsung di dalamnya.
Tokoh yang mencanangkan teori ini bernama John Dewey dan Charles Horton Cooley.
Mereka menjabarkan bahwa interaksi simbolik memerlukan introspeksi agar tahu
bagaimana latar belakang tindakan individu. Dengan begitu, tindakan individu nantinya
dapat dianalisis berdasarkan interpretasi dengan cara merasakan stimulus (rangsangan)
yang terjadi di dalam interaksi simbolik tersebut.
3. Teori Fenomenologi Teori ini mengajukan pendapat bahwa realitas stuktur sosial punya
kaitan erat dengan tindakan manusia sebagai individu. Pembenaran struktur atau gelagat
kehidupan dipertimbangkan berdasarkan apa yang sudah tersusun di masyarakat.
Dengan begitu, tindakan manusia pada akhirnya hanya perlu menyesuaikan dengan paradigma
masyarakatnya. Dengan kata lain, semua perilaku individu di sebuah masyarakat tertentu
bersatu padu dalam kesatuan sosial. Melalui hal tersebut, interaksi sosial bisa lestari.
Dimana perilaku yang tampak, memungkinkan pengulangan atau perulangan yang dilakukan
manusia itu sendiri.Bagi Skiner, pengertian kultur yang diciptakan paradigma fakta sosial dinilai
mengandung ide yang bersifat tradisional khususnya dalam hal mengenai nilai-nilai sosial.Dalam
pengertian kultur tak perlu disertai unsur mistik, yaitu ide dan nilai sosial. Alasannya karena orang
tidak dapat melihat secara nyata ide dan nilai-nilai dalam mempelajari masyarakat.Memang sih,
yang terlihat jelas adalah bagaimana manusia itu hidup, memelihara keluarga/anaknya, cara
berpakaian, mengatur kehidupan keluarganya bersama, serta contoh lainnya.Kebudayaan
masyarakat yang tersusun atas tingkah laku, dan dengan pola-pola yang sudah terpola. Dengan
demikian, untuk memahami tingkah laku yang terpola tersebut, tidak diperlukan konsep seperti ide
dan nilai nilai sosial.Sama halnya, Skiner juga mengecam paradigma definisi sosial. Ia berusaha
menghilangkan konsep voluntarisme Talcott Parsons, khususnya Sosiologi.
Memahami paradigma perilaku sosial dalam ilmu sosial terkhususnya Sosiologi. Ada dua teori yang
termasuk dalam paradigma ini, yaitu :
Teori Behavioral Sociology (Perilaku)
Teori Exchange (Pertukaran)
Teori Behavioral Sosiologi dibangun dalam rangka menerapkan prinsip psikologi perilaku ke
dalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya pada tingkah laku yang terjadi dalam
lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.Konsep dasar Behavioral Sosiologi yang menjadi
pemahamannya adalah reinforcemant yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reward).
Teori Exchange tokoh utama dalam teori ini adalah George C Homans. Maksud dalam teori ini
adalah sebagai reaksi terhadap paradigma fakta sosial, terutama menyerang ide Durkheim, yaitu
dengan :
Pandangannya tentang emergence
Pandangannya tentang psikologi
Metode penjelasan dari Durkheim,
Metodelogi yang bisa digunakan dalam paradigma perilaku sosial. Metode dalam paradigma
perilaku sosial memang bisa menggunakan kuesioner, interview, dan observasi.Tetapi, metode yang
lebih banyak digunakan dalam paradigma ini adalah metode eksperimen dalam
penelitiannya.Jangan salah, dulu memang iya kita menganggap bahwa metode eksperimen hanya
dilakukan dalam laboratorium. Namun, sekarang eksperimen juga dapat dilakukan di
lapangan.Metode eksperimen mempunyai keutamaan yaitu memberikan kemungkinan terhadap
peneliti untuk mengontrol dengan ketat objek dan kondisi sekitar penelitian.Tidak hanya itu, metode
ini memungkinkan untuk membuat penilaian atau pengukuran dengan tingkat ketepatan tinggi
terhadap efek dari perubahan tingkah laku aktor yang ditimbulkan dengan sengaja dalam
eksperimen tersebut.Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan kita sebagai peneliti masih harus
mengamati perilaku lebih lanjut aktor-aktor yang sedang diteliti. Variabel dalam penelitian ini lebih
fokus kepada individual saja.
Contoh fenomena sosial dalam paradigma perilaku sosial. Pokok persoalan dalam paradigma ini
adalah perilaku individu terhadap hubungan antara lingkungannya. Dalam fenomena sosial
masyarakat, kita dapat melihat berbagai fenomena yang mana lingkungan dapat memberikan
pengaruh terhadap individu.Misalnya, dalam objek sosial, sebagaimana dunia pendidikan ada
penguatan yang membuat seseorang semangat dalam belajar maupun mendapatkan prestasi, sebut
saja lomba, dan event bergengsi lainnya.Nah, dari situ individu akan memacu dirinya untuk bisa
berperilaku sesuai dengan capaian dari apa yang hendak ia tuju, untuk mencapai juara 1 nasional
lomba esai, seseorang akan berlatih dan belajar menulis dengan baik.Maupun contoh-contoh
fenomena sosial lainnya, yang bisa kita analisis dalam paradigma perilaku sosial. Silahkan berpikir
dan belajar mandiri untuk menemukan fenomena sosial yang lebih komprehensif lagi.
Paradigma perilaku sosial menekankan kajiannya pada proses individu dalam melakukan hubungan
sosial Paradigma Perilaku Sosial dicetuskan oleh B. F. Skinner dengan meminjam konteks
psikologidalam tingkah laku manusia. Skinner melihat kedua paradigma fakta sosial dan definisi
sosialsebagai perspektif yang bersifat mistik dan tidak sesuai dengan fakta realita sosial serta
tidakdapat sepenuhnya diterangkan secara rasional. Kritik Skinner ini tertuju kepada masalah
yangsubstansial dari kedua paradigma itu, yakni eksistensi obyek studinya sendiri.
Idepengembangan paradigma perilaku sosial ini dari awal sudah dimaksudkan untuk menyerang
kedua paradigma lainnya.Paradigma Perilaku Sosial berfokus pada tingkah laku dan perulangan
tingkah laku individu dan komunitas, serta hubungan antara manusia dan lingkungannya.
Lingkungan ini pun terbagi atas objek sosial dan non-objek sosial. Dalam Paradigma Perilaku
Sosial, terdapat dua teori yaitu teori behavioral sociology dan teori exchange.Teori behavioral
sosiologi menerapkan pendekatan prinsip psikologi pelaku terhadap sosiologi.
Teori ini berpusat kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di lingkungan aktor
dan tingkah laku aktor. Ini adalah dasar konsep perulangan tingkah laku itu sendiri yang efeknya
tidak lepas dari prilaku setiap aktor itu sendiri. Teori ini memiliki 3 asumsi dasar yaitu ;
1. Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu);
2. Behavior can be predicted (perilaku
dapat diramalkan); dan
3.Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Inti dari teori iniadalah, bahwa setiap perilaku individu itu dirangsang oleh keadaan lingkungannya,
maka dariitu individu tidaklah sepenuhnya bebas dalam menentukan aksi dan perilaku nya.
TeoriExchange dicetuskan oleh George Homans, dimana teori ini dicetuskan untuk
meresponparadigma fakta sosial. Inti dari teori ini adalah, akan selalu ada pertukaran perilaku
dalamkonteks reaksi sosial serta konsekuensi dalam setiap perilaku yang kita lakukan mau itu
darimanusia lain ataupun lingkungan sebagai bentuk dari pertukaran reaksi tersebut.
ParadigmaPerilaku Sosial dapat menggunakan metode seperti kuesioner, interview, dan
observasidengan lingkungannya.
Yang dimaksud paradigma menurutnya disini adalah pandangan fundamental tentang apa yang
menjadi pokok persoalan disiplin tertentu. Paradigma merupakan kesatuan konsensus yang terluas
dalam satu disiplin yang membedakan antara komunitas ilmuan (sub-komunitas) yang satu dengan
yang lain. Paradigma juga menggolong-golongkan, mendefinisikan dan menghubungkan antara
berbagai exemplar, teori dan metode serta instrumen yang terdapat didalamnya. Ada tiga faktor
yang menyebabkan terjadinya perbedaan paradigma dalam sosiologi. Pertama, karena perbedaan
pandangan filsafat yang mendasari pemikiran masing-masing komunitas sosiolog tentang persoalan
yang semestinya dipelajari sosiologi. Kedua, sebagai akibat logis pertama, maka teori-teori yang
dibangun dan dikembangkan masing-masing komunitas ilmuan itu berbeda pula. Ketiga, metode
yang dipakai untuk memahami dan menerangkan substansi disiplin itu pun berbeda. Pertentangan
antara paradigma ini akhirnya dirasuki unsur politik. Bertolak dari rumusan tersebut, ia melihat
adanya tiga paradigma dalam sosiologi yang lebih banyak menimbulkan efek negative ketimbang
positif, meliputi paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma tingkah laku
sosial. Dan ia mengajukan satu paradigma tambahan yaitu paradigma terpadu dengan maksud untuk
menggantikan ketiga paradigma tersebut tetapi untuk mengatasi kelemahan pendekatan paradigma
yang ada itu dalam menerangkan realitas sosial yang memang sangat kompleks.