Anda di halaman 1dari 7

INISIASI 2

Paradigma dan Perspektif Sosiologi


Pengertian Paradigma
Paradigma adalah cara pandang individu terhadap fenomena sosial yang ada di
sekitarnya. Ibarat barang, paradigma sama seperti kacamata yang dapat digunakan
seseorang dalam melihat dan memandang sesuatu. Paradigma inilah yang
mempengaruhi pola pikir, bertingkah laku dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
Sederhananya, paradigma merupakan asumsi individu, konsep, nilai sosial dalam
kehidupan, dan sebuah praktik yang diterapkan dalam memandang sebuah realitas
sosial.
Terdapat beberapa definisi tentang paradigma menurut para ahli, antara lain;
1. Thomas Khun: sudut pandang pokok tentang hal-hal yang dipelajari oleh sebuah
ilmu pengetahuan. Cara pandang seorang ilmuwan secara sederhana terhadap
sebuah masalah.
2. Robert Friedrichs: Beberapa nilai yang disatukan lalu membentuk pola pikir
seseorang sebagai sudut pandang. Membentuk citra secara subyektif terhadap
sebuah realitas sosial, sehingga dapat menentukan cara dalam menghadapi
realita tersebut.
3. George Ritzer: Salah satu cara yang digunakan melalui pendekatan inventigasi
pada suatu objek yang digunakan sebagai sudut pandang serta mendesain
pertanyaan atau sebuah refleksi yang sederhana.
Sosiologi disebut berparadigma ganda, karena memiliki beberapa paradigma yang
dapat dijadikan kacamata dalam melihat fenomena sosial. Berikut paradigma tersebut:
1. Paradigma Fakta Sosial
Salah satu tokoh paradigma ini adalah Emile Durkheim. Paradigma ini melihat
masyarakat sebagai fakta tersendiri dan merdeka. Paradigma fokus pada kekuatan
struktur dalam masyarakat yang mampu mengatur individu sebagai anggota
masyarakat. Hirarki kekuasaan, wewenang, peranan, nilai-nilai, pranata sosial adalah
fakta di luar individu, yang mampu mempengaruhi semua perilaku dan tindakan
individu.
Contoh: Bagaimana seorang perempuan harus bertindak sebagai seorang
perempuan, misalnya lemah lembut dan lain sebagainya, harus feminim, ini
merupakan bagian dari struktur dalam mengatur individu. Ada beberapa norma,
aturan, kultur yang mengatur perempuan dalam masyarakat. Sehingga perempuan
bertindak dan berperilaku sesuai aturan di luar dirinya.
2. Paradigma Definisi Sosial
Paradigma ini sebagai bentuk kritik terhadap paradigma fakta sosial. Max Weber
sebagai tokoh paradigma definisi sosial. Konsep Verstchen atau pemahaman
mendalam terhadap tindakan individu. Paradigma ini melihat tindakan individu dari
perspektif subyektif individunya. Peneliti sosiologi harus menempatkan dirinya pada
alam pikiran orang yang dipelajarinya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
dipahami dari cara subyek atau manusia berpikir. Bukan nilai-nilai sosial sebagai
kenyataan obyektif. Contoh: sebagian besar perempuan tidak merokok. Norma sosial
menilai perempuan merokok, tidak pantas. Tetapi, ada beberapa perempuan merokok
yang harus difahami secara subyektif dari sisi perempuan perokok.
3. Paradigma Perilaku Sosial
Paradigma perilaku sosial fokus pada perilaku dan perulangan perilaku. Paradigma ini
melihat perilaku individu dipengaruhi (deterministik) oleh perilaku orang lain.
Contohnya Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange) dari George Homans. Teori ini
menggambarkan manusia sebagai makhluk yang bertindak sesuai kepentingannya
sendiri. Paradigma perilaku sosial mengungkap kepentingan-kepentingan manusia.
Misalnya, seseorang yang suka bersedekah karena ada nilai dan kepentingan yang
ingin dicapai, misalnya pahala dan surga.

Perspektif Sosiologi
Secara mendasar, sosiologi memiliki tiga perspektif utama. Struktural fungsional,
konflik dan Interaksionisme Simbolik.
1. Perspektif Struktural Fungsional
Perspektif struktural fungsionalis lahir sebagai respon terhadap teori evolusionari.
Teori evolusionari membangun tingkat-tingkat perkembangan budaya manusia.
Perspektif struktural fungsional fokus pada kajian sistem sosial atau struktur sosial
yang berfungsi antar individu, kelompok dan institusi-institusi sosial di dalam suatu
masyarakat. Ada 2 komponen utama dalam perspektif ini. Struktur Sosial dan Fungsi
sosial. Struktural fungsional menggabungkan dua pendekatan. Yakni, pendekatan
fungsional Durkheim dan pendekatan struktural Radcliffe-Brown. Kemudian
dikembangkan oleh beberapa tokoh sosiolog lain, seperti August Comte, Herbert
Spencer, Talcott Parsons dan Robert K Merton.
Secara sederhana, perspektif ini memandang masyarakat sebagai suatu
sistem yang kompleks dengan sub sistem. Setiap struktur sosial dalam masyarakat
memiliki fungsi masing-masing untuk menciptakan dan menjaga keseimbangan dan
keteraturan sosial. Misalnya, orang miskin yang dianggap masalah yang harus
diselesaikan. Akan tetapi, di lain sisi, fungsional pada orang kaya. Adanya orang
miskin dan kaya sebagai bentuk keseimbangan dalam masyarakat. Sebab, keduanya
memiliki fungsi yang saling melengkapi.
Perspektif ini menganalogikan masyarakat seperti organisme tubuh manusia.
Dalam tubuh manusia terdapat beberapa organ tubuh yang berbeda-beda. Memiliki
fungsi masing-masing guna menjaga kelangsungan dan keseimbang tubuh. Antar
organ tubuh manusia saling membutuhkan dan ketergantungan.

2. Konflik
3. Interaksionisme Simbolik

Jika model organisme tubuh manusia diterapkan pada masyarakat, maka dapat
melihat masyarakat Jawa misalnya. Dalam masyarakat jawab terdapat struktur sosial.
Individu sebagai komponen masyarakat memiliki status sosial. Inidividu berhubungan
dengan individu sesua status dan perannya dalam masyarakat. Misalnya sebagai
ayah, ibu, buruh, majikan, penjual, pembeli, dan seterusnya. Perbedaan status sosial
menentukan bentuk hubungan sosial dan mempengaruhi struktur sosial. Hubungan
antar individu diatur oleh norma-norma yang disepekati bersama. Proses kehidupan
sosial dan interaksi antar individu menjalankan perannya masing-masing. Kehidupan
sosial adalah struktur sosial yang berfungsi atau bekerja. Tindakan individu terjadi
berulang-ulang sesuai peran yang dimainkan dalam kehidupan masyarakat. Konsep
fungsional tidak terpisah dari konsep struktur.

4 asumsi perspektif Struktural Fungsional:


1. Setiap masyarakat adalah struktur unsur yang relatif stabil dan gigih.
2. Masyarakat memiliki struktur unsur yang terintegrasi.
3. Setiap unsur dalam masyarakat memiliki fungsi yang mampu menjaga
keberlangsungan masyarakat sebagai suatu sistem.
4. Masing-masing struktur sosial berfungsi berdasarkan kesepakatan nilai para
anggotanya.

Pendukung teori Struktural Fungsional memiliki beberapa kesepakatan yang


dilanjutkan oleh Talcott Parsons (Turner, Maryanski, 2010:108). Yakni, kehidupan
masyarakat akan tetap berlangsung dengan:
a) Persiapan bagi hubungan yang memadai dengan lingkungan dan bagi perekrutan
seksual.
b) Penetapan dan difrensiasi peranan
c) Komunikasi
d) Orientasi kognitif bersama
e) Seperangkat tujuan bersama
f) Regulasi normatif alat
g) Regulasi ungkapan efektif
h) Sosialisasi
Konsep Parsons ini kemudian dirangkum dengan Konsep AGIL: Adaptasi
(adaptation), orientasi politik (institusi politik), integrasi (institusi hukum), dan latensi
budaya (institusi pendidikan).
1. Adaptasi
Adaptasi, sebuah konsep agar masyarakat dapat bertahan dengan berbagai macam
perubahan yang terjadi. Dalam hal ini masyarakat dituntut untuk bisa menyesuaikan
diri dengan segala keadaan. Contoh kondisi perubahan akibat pandemi covid 19,
masyarakat harus menyesuaikan dengan kehidupan baru seperti memakai masker,
menjaga jarak, mencuci tangan, melakukan pengecekan suhu tubuh dan melakukan
vaksinasi.
2. Goal-attainment
Goal-attainment (pencapaian tujuan) adalah sebuah sistem yang menjelaskan dan
menjalankan fungsi agar tercapainya sebuah tujuan. PPKM level 4 tempo lalu
dirancang oleh pemerintah dengan tujuan menekan laju penyebaran virus Covid-19
varian delta dan percepatan vaksinasi. Yang sedang diberlakukan bertujuan untuk
mencapai herd immunity atau kekebalan individu, serta pemberlakuan new normal.
Tujuannya agar covid 19 segera berakhir dan roda ekonomi segera pulih.
3. Integration
Integration (integrasi), Parsons menjelaskan bagaimana institusi hukum (integration)
berfungsi untuk membuat sebuah ikatan yang lebih kuat dalam mengatur pola perilaku
bermasyarakat. Dalam konteks new normal misalnya, masyarakat dikontrol dalam
ototitas (pemerintah) untuk taat kepada aturan protokol kesehatan (prokes).
4. Latensi
Latensi (Latency) fungsi ini memiliki peranan yang cukup penting untuk
mempertahankan sebuah fakta sosial atau otoritas, personalitas atau tipe ideal, dan
karakter sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Setelah mencapai target herd
immunity dalam capaian vaksinasi atau target new normal, masyarakat diharapkan
untuk terus membentuk dan menjaga nilai norma yang baru. Menjaga nilai-nilai yang
telah diterapkan sebelumnya. Serta terus berupaya untuk menjaga protokol kesehatan
agar terus memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
2. Perspektif Konflik
Teori konflik sebagai kritik terhadap teori struktural fungsional. Jika struktural
fungsional melihat masyarakat selalu dalam keteraturan dan keseimbangan, teori
konflik justru meyakini masyarakat selalu dalam ketidaksamaan. Teori ini lahir atas
pemikiran Karl Max tentang dua kelas yang bertentangan di Eropa. Yakni, kelas atas
(borjuis) dan bawah (proletar). Dua kelas ini memiliki perbedaan dari sisi nilai
pekerjaan dan nilai upah yang diterima. Hal ini terjadi secara terus menerus.
Kemudian diperluas pada asumsi, bahwa individu sebagai anggota masyarakat,
memiliki berbagai kebutuhan, keinginan yang tidak terbatas. Sementara alat untuk
memenuhi kebutuhan sangat terbatas.
Contoh: mayoritas individu ingi menjadi dokter, terutama dokter spesialis. Akan
tetapi, tidak semua orang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menjadi
dokter. Faktornya, profesi dokter sangat terbatas, biaya kuliah kedokteran sangat
mahal. Tidak semua orang mampu. Kondisi inilah, oleh perspektif ini disebut sebuah
konflik dalam masyarakat.
Ada beberapa kata kunci dalam melihat masyarakat dengan perspektif konflik.
Yakni, ketidaksamaan, kekuasaan, otoritas, kompetisi, dan eksploitasi. 5 kata kunci
tersebut yang dijadikan kacamata untuk melihat masyarakat.
Max Weber:
Karl Max menggunakan dimensi ekonomi dalam melihat konflik dalam masyarakat.
Max Weber melihat masyarakat dengan perspektif konflik pada stratifikasi sosial.
Menurut Weber, konflik dalam masyarakat bukan hanya bermuara pada ekonomi,
tetapi juga berdasar sudut pandang kehormatan dan kekuasaan. Hal ini, dapat dilihat
pada stratifikasi sosial. Perbedaan status sosial dalam masyarakat tidak hanya dilihat
dari sisi ekonomi, melain kekuasaan, kehormatan dan unsur lain. Misalnya, dosen
tidak semuanya kaya, bahkan ada mahasiswanya yang jauh lebih kaya. Akan tetapi
dalam pemberian penghormatan kepada dosen buka berdasar pada kekayaan
ekonominya, melainkan pada status sosialnya.
Ralf Dahrendorf:
Ralf Dahrendorf menilai semua perubahan sosial adalah hasil dari konflik kelas di
masyarakat. Dia meyakini, konflik dan pertentangan menjadi bagian-bagian hidup
masyarakat. Sehingga, prinsip yang mendasari adanya teori konflik yaitu konflik sosial
dan perubahan sosial yang selalu tersedia di dalam struktur masyarakat. Contoh:
masyarakat miskin selalu berusaha untuk meningkatkan pendapatannya. Sementara
orang kaya bertahan untuk memperluaskan jaringan sosial usahanya agar bisa
bertahan dalam kekayaan. Kondisi ini jika terjadi secara terus menerus akan
menyebabkan masyarakat berada dalam kesenjangan sosial yang lebih tinggi.
Sehingga konflik akan terjadi dalam kehidupan masyarakat karena berdasarkan faktor
ekonomi dan perebutan antara status kaya dan miskin.
Lewis A Coser:
Lewis A Coser lebih memandang bahawa terjadinya konflik adalah proses sosial dan
interaksi sosial yang mampu membentuk penyatuan sekaligus pemeliharaan struktur
sosial dari kelompok sosial lain untuk kemudian dapat memperkuat identitas
kelompoknya masing-masing. Sehingga meyakini, perubahan bisa terjadinya setelah
adanya konflik. Contoh: perihal politik yang memberikan penguasaan serta
mempertahankan kekuasaan yang diinginkan. Politik yang ada di dalam pemerintahan
menjadi sumber konflik yang paling ditakuti, karena hal ini akan memicul adanya
konflik dalam segi kehidupan sosial lainnya, baik ekonomi, hukum, dan lainnya.
Perebutan kekuasaan yang ada serta dilakukan pemerintah merupakan salah satu isu
yang bisa dikaji dalam teori konflik, yang berpedapat bahwa kekuasaan hanya akan
diberikan kepada orang yang memiliki uang  yang kondisi ini kita rasakan pada saat
ini akhirnya masyarakat bergeliat untuk tidak memilih tokoh yang hanya mendalkan
uang lantaran kekayaaan bukan jaminan dalam seseorang dalam mengindari tindakan
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Perspektif Interaksionisme Simbolik
Penting difahami lebih dulu, dalam teori ini terdapat 2 kata kunci. Yakni, Interaksi dan
Simbol. Setiap individu akan berinteraksi dengan individu lain, menggunakan simbol-
simbol yang sudah disepekati bersama dan difahami bersama, makna simbol
tersebut. Misalnya, tepuk tangan disepakati dan difahami sebagai sebuah bentuk
apresiasi dengan pencapaian seseorang. Setiap individu berinteraksi dengan individu
lain dengan pertukaran simbol. Leslie White mengartikan simbol sesuatu yang nilai
atau maknanya diberikan kepada mereka oleh penggunanya. Simbol adalah sesuatu
yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya sesuai kesepakatan sekelompok.
Baik bahasa lisan maupun isyarat. Bahasa lisan adalah simbol pertama yang
digunakan individu dalam berinteraksi. Bahasa isyarat memiliki makna berbeda-beda
setiap kelompok masyarakat. Bergantung pada bagaimana simbol diberikan makna
oleh penggunanya.

Tokoh sentral teori ini adalah George Herbet Mead dan Herbert Blumer. Menurut
Herbert Blumer ada beberapa pokok pikiran perspektif ini. Antara lain:
1. Manusia bertindak atas dasar makna yang dimiliki
2. Makna tersebut lahir dari proses interaksi
3. Makna digunakan atau berubah melalui proses interpretasi individu. Dengan
kata lain, makna yang mucul dari interaksi tidak serta merta langsung diterima
oleh seseorang, tetapi melalui proses penafsiran terlebih dahulu, sebelum
merespon.
Herbert Mead menyebut lima konsep dasar dalam interaksi simbolik. Pertama, konsep
diri (self). Manusia bukan hanya sebatas organisme bergerak dengan pengaruh
stimulus dari luar atau dari dalam. Organisme yang sadar akan mampu
memposisikan diri sebagai objek pikirannya dan bergaul atau berinteraksi dengan diri
sendiri.
Kedua, konsep tindakan (action). Tindakan manusia dibentuk melalui proses
interaksi dengan diri sendiri. Perbuatan individu berbeda dengan gerak makhluk selain
manusia. Tindakan individu tidak dikendalikan oleh situasi di luar dirinya melainkan
karena kreatifitas dirinya sendiri. Contoh, individu akan bersikap bijaksana kepada
orang lain, karena ingin menanamkan kesan kepada orang bahwa dirinya adalah
individu yang bijaksana.
Ketiga, konsep objek (object), memandang manusia hidup di tengah-tengah
objek. Objek itu dapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan, kebendaan atau
abstrak seperti konsep kebebasan, atau agak kabur seperti ajaran filsafat.
Keempat, konsep interaksi sosial (social interaction). Setiap peserta masing-
masing memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Dengan
berbuat demikian, manusia mencoba memahami maksud aksi yang dilakukan oleh
orang lain.
Kelima, konsep tindakan bersama (joint action), artinya aksi kolektif yang lahir
dari perbuatan masing-masing peserta kemudian dicocokan dan disesuaikan satu
sama lain. Inti dari konsep ini adalah penyerasian dan peleburan banyaknya arti,
tujuan, pikiran dan sikap.
Ada beberapa tokoh aliran interaksi simbolik. Antara lain, Wiliam James, James
M. Baldwin, John Dewey, George H. Mead, Charles Horton Cooley, Wiliam I. Thomas,
Kuhn, Max Weber dan Erving Goffman.
Tabel Pemikiran tokoh perspektif interaksionisme simbolik
Max Weber 1. Tindakan Rasional Instrumental (Tindakan yang dilakukan
dengan pertimbangan untung rugi)
2. Tindakan Rasionalitas Nilai (Tindakan yang tidak hanya
menghitung untung tetapi juga ada unsur nilai, seperti etika,
estika, agama dll)
3. Tindakan Tradisional (tindakan yang dilakukan atas tradisi
atau kebiasaan nenek moyang).
4. Tindakan Sosial Afektif/ Emosional (Tindakan spontanitas atas
dorongan perasaan)
Wiliam James Konsep diri (Self): persepsi setiap individu terhadap dirinya
dihasilkan dari interaksi dengan individu lain. Contoh: pelawak
mampu melawah dihadapan audiensnya tetapi menjadi kaku
dihadapan keluarganya.
Charles Horton Looking Glass Self: seseorang akan memerankan dirinya sesuai
Cooley sikap dan penilaian orang lain kepada dirinya.
John Dewey Adaptasi manusia terhadap lingkungan: pikiran seseorang akan
berkembang dalam rangka menyesuaikan dengan
lingkungannya.
W.I. Thomas Definisi Situasi: setiap individu tidak akan merespon stimulus dari
luar sebelum melakukan proses penilaian dan interpretasi
stimulus tersebut.
Erving Goffman Dramaturgi: Seseorang akan mengendalikan tindakan dan
perilaku sesuai dengan apa yang diinginkan orang lain di
lingkungannya. Misalnya: perempuan paling pemarah sekalipun
akan menjadi murah senyum dan sabar ketika menjadi teller
bank. Untuk itu muncul istila panggung depan dan panggung
belakang.
Peter L Berger Eksternalisasi, Obyektivasi dan Internalisasi

Anda mungkin juga menyukai