Anda di halaman 1dari 11

Nama : Andre Rori Makaryn Ginting

NIM : 1801571021
Mata Kuliah : Teori Fungsional Struktural

A. Asumsi Dasar Menurut Durkheim

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya
dalam ilmu sosial pada abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional
yaitu August Comte, Émile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural
fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai
organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan
tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup.
Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan
untuk mencapai keteraturan sosial. Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari
pemikiran Emile Durkheim, di mana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte
dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara
masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut
dengan requisite functionalism, di mana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan
penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat
terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah
kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari
sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang.
Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang
tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi
sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain
itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk
berbagai perspektif fungsional modern.
Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max
Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah

 Visi substantif mengenai tindakan sosial dan


 Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

B. Asumsi dasar Menurut Radeliffe-Brown

Melalui proses pengelompokan, pengklasifikasian, penggolongan, dan generalisasi


(abstraksi), kenyataan-kenyataan mengenai perilaku manusia tersebut terbentuk menjadi konsep.
Jadi “hubungan sosial”, “masyarakat”, “norma”, dan “budaya” adalah konsep-konsep yang lahir
dari abstraksi terhadap kenyataan perilaku manusia. Persoalan muncul ketika peneliti sosial
mencoba menghubungkan jurang antara kenyataan dan konsep. Apakah yang diperlukan? Kata
R-B, yang diperlukan adalah model. Dalam konsep “struktural-fungsionalisme” model yang
dapat digunakan adalah model organisme tubuh manusia. Dalam model ini, R-B
mengumpamakan sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme lubuh manusia, dan kehidupan
sosial adalah seperti kehidupan organisme tubuh tersebut. Satu organisme tubuh terdiri dari
sekumpulan sel dan cairan yang tersusun dalam suatu jaringan hubungan, sedemikian rupa,
sehingga membentuk sebuah keseluruhan kehidupan yang terintegrasi. Susunan hubungan antara
unit-unit dalam organisme tersebut, atau sistem hubungan yang mengikat keseluruhan unit,
disebut struktur dari organisme tersebut. Sepanjang hidupnya organisme tubuh ini menjaga
kesinambungan strukturnya. Meskipun selama perjalanan hidup organisme ini terjadi pergantian
sel, bagian, dan cairan tertentu, namun susunan hubungan antar unit tetap sama. Jadi struktur dari
organisme tubuh tersebut relatif tidak berubah. Proses pembinaan kesinambungan struktur ini
disebut proses kehidupan, yaitu kegiatan dan interaksi antara unit -unit dalam organisme,
sedemikian rupa, sehingga unit-unit tersebut tetap bersatu. Adanya proses kehidupan menjadi
tanda dari berfungsinya struktur organisme tersebut. Jadi fungsi dari sebuah unit sel adalah
peranan yang dimainkan, atau kontribusi yang diberikan, oleh unit sel tersebut bagi kehidupan
organisme secara keseluruhan. Fungsi perut, misalnya, adalah untuk mengolah makanan menjadi
zat-zat kimia tertentu yang kemudian dialirkan oleh darah ke seluruh tubuh sehingga menjamin
kehidupan tubuh tersebut. Sekarang mari kita terapkan model organisme tubuh ini terhadap
masyarakat
C. Asumsi Dasar menurut Malinowski

Konsep dan teori yang dikembangkan oleh B. Malinowski, tentang kebudayaan antara
lain dimuat dalam bukunya "The Scientific Theory of Culture' yang terbit pada tahun 1944,dua
tahun setelah ia meninggal. Dalam buku itu, Malinowski, memberikan paparan tentang asumsi
dasar dari teori fungsionalisme (1994) Menurut Morris, pemikiran dari Teori fungsionalisme
Malinowski sangat dekat dengan fiIsafat Pragmatisme dari WilliamJames, yang menyatakan
bahwa fungsi satu-satunya pemikiran adalah memuaskan interes-interes tertentu. Dalam filsafat
pragmatisme kebenaran dalam gagasan tedetak pada “nilai manfaat". Bagi James pengalaman
lebih banyak merupakan sesuatu yang eksis, dan karenanya perlu dihindari upaya yang
membedakan antara yang fisik dengan yang spiritual. Alam dan segala hal yang terkait dengan
perubahan dan perkembangannya bagi James tergantung pada upaya manusia. Kebenaran bagi
organisme meliputi pemikiran sebagai pemuasan interes- interes itu Dalam teorinya, Malinowski
telah mengganti kata tnteres'itu menjadi 'tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan". Kebudayaan
harus bersumber pada fakta-fakta biologis. Dari respon atas kebunrhan manusia itu, muncuJah
kebudayaan. Oleh katena ini maka kebudayaan dapat dilihat sebagai keseluruhan yang berfungsi,
yaitu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Beberapa asumsi pokok dari teori
fungsionalisme Malinowski tentang kebudayaan itu adalah sebagai berikut

1. Kebudayaan merupakan instrumen dari cara-cara manusia dalam rangka memecahkan


persoalan hidupnya yang spesifik dalam lingkungannya, yaitu usaha unnrk memenuhi
kebutuhannya.

2. Kebudayaan adalah sistem dari obyek-obyek(objects), aktivitas-aktivitas (ac- tivities), dan


sikap (attitudes), Dimana eksisitensi dari setiap bagiannya memiliki arti untuk keseluruhanrrya.

3. Kebudayaan bersifat integral, di mana setiap elemen-elemennya saling beagantung.

4- Aktifitas-aktifitas, obyek dan sikap sikap yang terorganisir dalam suatu sistem tersebut
memiliki tugas dan fungsi yang vital dalam suatu institusi seperti keluarga, klan, komunitas lokal
dan berbagai bentuk kerjasama dalm bidang ekonomi, politik dan pendidikan.
5. Kebudayaan dipandang sebagai sesuatu yang bersifat dinamis, merupakan hasil dari akrivitas-
aktivitas manusia. Kebudayaan dapat dianalisis dalam sejumlah aspek yang meliputi pendidikan,
kontrol sosial, ekonomi, sisrem pengetahuan,kepercayaan dan moralitas, dan juga berbagai
bentuk mode kreatifitas (modes of creativity) dan ekspresi seni.

Menurut Malinowski, manusia adalah spesies, sebagaimana juga hewan yang memiliki
dorongan-dorongan untuk memuaskan kebutuhannya. Namun, ada hal yang berbeda dalam
tindakan pemenuhan kebutuhan itu antara manusia dibandingkan dengan hewan. Jika hewan
dalam tindakannya hanya bersifat instingtif semata, maka manusia mampu menata ulang
dorongan instingtif nya itu dalam memenuhi kebutuhanya. Kebutuhan merupakan dorongan-
dorongan (impulses) Manusia dalam peradaban tingkat manapun menurut Malinowski memiliki
dorongan atau kecenderungan untuk makan, minum, tidur, bemafas, rileks, dan lain-lainnya
sebagai kebutuhan dalam kehidupannya sebagai ciri organisme Impulse terhadap makan,
minum, tumbuh, berkembang dan sebagainya, menyebabkan manusia bertingkah laku atau
bertindak untuk mencapai kepuasan dengan cara memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Bagan
berikut menunjukkan bagaimana impulse yang ada pada manusia menyebabkan manusia
cenderung bertingkah laku untuk mencapai kepuasan hidupya

Akibat dari usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, maka dalam masyarakat manusia
memiliki kebudayaan. Jadi menurut Malinowski kebudayaan merupakan respon dari manusia
dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Kebudayaan adalah perpanjangan tangan dari kebutuhan
manusia. Menurut Malinowski

. Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi
dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a
functional theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak antropolog yang sering
menggunakan teori tersebut sebagai landasan teoritis hingga dekade tahun 1990-an, bahkan
dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk menganalisis data penelitian untuk
keperluan skripsi dan sebagainya.
      Ia berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang
bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi
kebutuhan tersebut. Semisal kebutuhan sex biologis manusia yang dasarnya merupakan
kebutuhan pokok, tetapi tidak serta merta dilakukan atau dipenuhi secara sembarangan. Kondisi
pemenuhan kebutuhan tak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi
nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud
akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-
tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada
akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang
terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut. Hal inilah yang kemudian
menguatkan tese dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat
kebudayaan. Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan
yakni,

1. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan dan
prokreasi

2. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan hukum dan
pendidikan.

3. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan kesenian.

tiga postulat dasar analisis fungsional yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe
brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:

- Kesatuan fungsi masyarakat , seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya


standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti
menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal
ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat
yang lebih besar.
- Fungsionalisme universal , seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi
positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh
struktur , adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi
positif. Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang
mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut
depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.
- Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif
namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari
keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat.
Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwaada berbagai
alternative structural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak
dapat dihindari.

Pendekatan Fungsional Sturktural terhadap Budaya Menurut Malinowski

fungsi budaya dalam memenuhi 7 kebutuhan pokok manusia yang dikutip dari Malinowski, “The
Group and the Individual in Functional Analysis”, dalam American Journal of Sociology 44
(1939). Namun demikian, kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut tidaklah langsung
dilakukan begitu saja sebagaimana halnya dengan binatang, tetapi telah “dimodified” oleh
pengaruh-pengaruh sosial. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan nutrition (makanan)
misalnya, manusia tidak begitu saja memukan apa yang dilihatnya, dengan cara semaunya.
Manusia akan memilih di antara benda-benda yang dapat dimakan; ada yang ditolak dan ada
yang diterima, ada yang lebih disukai dan ada yang kurang disukai, ada yang dianjurkan dan ada
yang dilarang, dan seterusnya. Begitu juga, manusia tidak hanya memakan apa yang disediakan
alam, tetapi sebagian diproduksi. Sebagian dari makanan itu dimasak sedangkan yang lain
dimakan mentah, dan seterusnya. Manusia tidak langsung makan begitu mereka lapar; tetapi ada
waktu tertentu yang ditetapkan untuk itu. Jadi singkatnya, manusia dilatih untuk makan makanan
tertentu, pada waktu tertentu, dengan cara tertentu, dan seterusnya. Jadi tingkah laku manusia
dalam memenuhi kebutuhan akan makanan tersebut telah terbentuk oleh cara-cara yang lazim
sesuai dengan adat kelompok mereka, sesuai dengan agama mereka, sesuai dengan kelas sosial
mereka, dan seterusnya. Kelompok, golongan, dan kelas sosial telah membentuk pilihan selera
individu, tabu makanan, nilai simbolik dan nilai gizi makanan, dan gaya dan cara makan. Pola
kegiatan yang telah terbentuk seperti itu disebut “kegiatan kultural”, yaitu kegiatan yang telah
“di-modified”, telah “di-molded”, oleh adat kebiasaan yang hidup dalam lingkungan
masyarakatnya. Jadi “budaya” (culture), pada tingkat pertama, adalah alat atau “instrumen”; alat
yang muncul dalam rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis manusia. Itulah fungsi dari
budaya. Itulah terutama acuan dari konsep “fungsi” dalam pengertian Malinowski. Budaya
sebagai alat adalah bersifat conditioning, yaitu memberikan batasan-batasan terhadap kegiatan
manusia. Budaya, melalui latihan, ajaran, nilai, dan seterusnya, “memodified” kegiatan manusia.
Budaya, dengan demikian, telah menghasilkan manusia-manusia dengan pola tingkah laku yang
khas. Karena itu pola tingkah laku yang khas ini tidak akan dapat dipahami kalau peninjauan
hanya dilakukan dari sudut fisiologis. Pola tingkah laku manusia harus dikaji melalui
pembahasan terhadap penentupenentu kebudayaan: bagaimana proses pembentukan pola tingkah
laku tersebut, proses pembatasannya, dan proses pencetakannya. Jadi, tingkah laku kebudayaan
(cultural behavior) adalah pelaksanaan, penyesuaian, dan penerapan aturan organisasi sosial,
nilai, adat, ide, kepercayaan, dan seterusnya.

Dalam khasanah ilmu Antropologi dan ilmu sosial umumnya, teori Fungsionalisme yang
dirintis oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) merupakan teori klasik yang begitu belpengaruh
pada awal perkembangan ilmu Anttopologi pada abad ke 1.9. Namun demikian, meskipun teori
itu dikenal sebagai teoti klasik, sebagai sebuah grand theory yang sangat belpengaruh dan
menfadi basis dalam pengembangan konsep dan teori anttopologi kontemporer, teod tersebut
masih banyak dijadikan landasan konseptual para ilmuwan sosial masa kini dalam berbagai
kajian masyarakat dan kebudayaan. Demikian halnya dalam studi tentang sistem religr, dalam
banyak hal teori ini masih relevan untuk menjadi sebuah acuan teoritis dalam melakukan telaah
anttopologis tethadap fenomena sosial keagamaan.

Teori fungsionalisme adalah teori dominan dalam antropologi. Teori ini memandang budaya
sebagai satu kesatuan, dan mencoba untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bagian-
bagian masyarakat yang tercipta dan bagaimana bagian ini fungsional (bermakan memiliki
konsekuensi yang menguntungkan pada individu dan masyarakat) dan disfungsional (bermakna
memiliki konsekuensi negatif). Teori ini memandang masyarakat sebagai sistem yang kompleks
yang mana bagian tersebut bekerja bersama untuk mempromosikan solidaritas dan stabilitas; ini
menandakan bahwa kehidupan sosia kita dituntun berdasar pada struktur sosial, yang pola
perilaku sosialnya secara relatif stabil (Macionis, 1997)
Seluruh struktur sosial berkntribusi pada operasi masyarakat. Dua antropolog inggris terkemuka
Radcliff Brown dan Bronslaw Malinowski, menggambarkan dua standar teori: Struktural
fungsionalisme, yang menekankan pada keunggulan dari masyarakat dan menyusun para
individu, dan bagaimana berbagai macam elemenfungsi struktur sosial untuk memelihara
permintaan sosial dan keseimbangan. Dan Psikologi strukturalisme, yang mana menekankan
pada kbutuhan individual untuk bertemu dengan masyarakat.

Kelemahan teori fungsional adalah gagalnya menjelaskan kenapa masyarakat itu berbeda atau
justru memiliki kesamaan. Ontropolog fungsionalisme menganggap dunia tertib, memberi sedikit
perhatian atau bahkan tidak memberi perhatian pada kompetisi dan konflik (Howard dan Dunaif-
Hattis, 1992). Teori ini tidak berhubungan dengan sejarah, mengabaikan proses sejarah. (Scupin
dan De Corse, 1995) teori ini juga tidak dapat menjelaskan perubahan sosial dan budaya,
sebagaimana ia dulu memandang masyarakat sebagai sesuatu yang stabil dan tetap. meskipun
memiliki kelemahan, teori fungsionalisme mempengaruhi perjanjian besar penelitian empirik
dalam antropologi.

Adapun beberapa contoh implementasi yang dapat dikatan sebagai bagian daripada contoh kasus
teori fungsional ini antara lain, sebagai berikut;

Perubahan Sosial

Perubahan sosial menjadi kondisi mutlak yang senantiasanya dialami oleh masyarakat. Setiap
individu dalam kelompok masyarakat tidak akan terlepas dengan kondisi ini, sebagaimana
masyarakat itu sendiri bergerak dengan cara dinamis bukanlah statis.

Contoh kasus yang memberikan perubahan sosial dalam teori fungsional ini misalnya saja
tentang adanya kegiatan pertanian, yang pada zaman dahulu pertanian dilakukan dengan cara
pembajakan dengan hemat biaya akan tetapi memakan waktu, sedangkan pada saat ini sistem
pertanian dilakukan dengan modern menggunakan traktor yang identik dengan hemat waktu
akan tetapi memakan banyak biaya.

1. Contoh Perubahan Sosial di Masyarakat Yang Umumnya


2. Faktor Pendorong Perubahan Sosial dan Contohnya
3. Proses Perubahan Sosial Budaya dan Contohnya

Kekurangan dan kelebihan yang terjadi dalam teori fungsional diatas, sejatinya senantiasa ada
dalam kehidupan yang manusia jalankan. Kondisi inilah mutlak menjadi penanggung jawab
setiap orang untuk tingkatan berhasil atau tidaknya dalam perubahan yang dilakukannya.

Struktur Sosial

Contoh lainnya yang bisa dilakukan kajian dalam kasus teori fungsional misanya saja, dalam
struktur sosial berupa lembaga pemerintahan di Indonesia. Pada priode sebelum kemerdekaan
Indonesia menganut dengan sistem pemerintahan parlemanter, dengan ciri khas kekuasaan raja
yang absolut.

Dengan adanya sistem tersebut proses pemakanan biaya dalam pemilihan kepala daerah dapat
ditekan dengan cara mudah, akan tetapi demi mendapatkan hasil pemimpin yang berkulitas pada
priode setelah kemredekaaan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial dengan
peranan utama yng diberikan ialah kekuasaan penuh kepada masyarakat, meskipu harus
memakan banyak biaya atau anggaran. 

Konflik

Contoh lainnya dalam kajian teori fungsional ini berhubungan dengan konflik, hal ini terjadi
karena sikap atas tindakan yang seseorang lakukan senantiasa menimbulkan dampak, baik postif
ataupun negative. Pengertian konflik adalah keadaan yang tidak diinginkan setiap orang lantaran
merugikan material dan nonmaterial.

Meskipun demikian dalam kajian yang dilakukan teori fungsional, konflik memberikan dampak
postif, salah satu kasusnya misalnya saja adanya demontrasi yang dilakukan oleh Buruh dalam
Hari Buruh Dunia yang terjadi pada tanggal 1 Mei.

Buruh menuntut aspirasi agar gaji atau upaya yang diberikan untuk dinaikan. Atas dsar akomodir
yang baik dan dengan tujuan yang jelas tersebutlah, segala bentuk aspirasi tersebut dapat
teruarakan atas keikutsertaan para buruh, media, dan semua lement yang tersutruktur dengan
baik. 
Masyarakat

Contoh lainnya yang dapat dikemukakan dalam teori fungsional ini misalnya dalam kehidupan
masyarakat, yang letak dengan adanya kebijakan-kebijakan dengan mengedepankan asas
pembangunan. Dalam hal ini misalnya saja pembangunan Jalan Tol diberbagai wilayah.

Jalan Tol yang dibagun tersebut sejatinya bagian daripada teori fungsional dalam upaya
meningkatkan pendapatkan ekonomi, mempermudah investasi serta mempercepat tumbuhan
paradima masyarakat akan sosial dan budaya yang berkembang.

Keadaan dari struktur teori fungsional akan jalan tol, pembangunan ekonomi, peningkatan
pendapatkan, serta bertambahnya pengetahuan masyarakat sejatinya sudah terstruktur dengan
baik melalui sistem yang sudah diatur akan menisme alam. 

Dari serangkaian penjelasan tentang contoh teori fungsional dalam masyarakat dan keseharian
tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai sistem akan senantias memiliki struktur yang
tersusun atas berbagai elment lembaga, dimana dimana setiap lembaga sosial didalamnya
memiliki fungsi dan pernanan sendiri –sendiri. Hal ini sebagimana yang diungkapkan teori
sosiologi dan tokohnya, yakni Emile Durkehim.
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.unnes.ac.id/prestia/2015/12/03/teori-fungsionalisme-malinowski/

https://id.wikipedia.org/wiki/Fungsionalisme_struktural#Asumsi_dasar

http://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/Religi/article/view/1979/1513

http://oechoe.blogspot.com/2010/04/fungsionalisme-malinowski.html

http://teoriantropologi.blogspot.com/2010/06/bronislaw-malinowski.html

http://titha-bulitha.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai