SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan
Memenuhi Persyaratan Guna Menyelesaikan
Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum
Oleh :
IWAN MAULANA
NPM. 121112112496
SEMARANG
2016
Oleh :
IWAN MAULANA
NPM. 121112112496
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing
Sri Wulandari,SH,MHum,MKn
NRP.1111175
SEMARANG
2016
Oleh :
IWAN MAULANA
NPM. 121112112496
Disahkan Oleh :
Penguji
Sri Wulandari, SH.MHum.MKn
Nrp. 1111175
Penguji,II
Penguji,III
Mengetahui
Dekan
DR. Edy Lisdiyono, SH.MHum
Nrp. 1111135
SEMARANG
2016
Oleh :
IWAN MAULANA
NPM. 121112112496
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing
Sri Wulandari,SH,MHum,MKn
NRP. 1111175
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi)
dengan judul Fungsi Sistem Pemasyarakatan Dalam Merehabilitasi dan
Reintegrasi Sosial Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan, sebagai
prasyarat menempuh program Strata 1 Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Unvisertias 17 Agustus 1945 Semarang.
Penyusunan tugas akhir bisa terwujud dan selesai karena adanya kerjasama,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak secara moril dan materiil kepada
penulis, sekalipun dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dalam penulisan karya ilmiah ini.
Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :.
1; Bpk Dr. Edy Lisdiyono,SH.Mhum. Dekan Fakultas Hukum Universitas 17
Agustus 1945 Semarang.
2; Ibu Sri Wulandari, SH.MHum.MKn. Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk serta pengarahan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3; Bapak / Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang .
4; Bapak, ibu dan keluargaku tercinta yang telah memberikan doa, motifasi
dan dukungan moril dan materiil selama penulis menjalani studi di Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
5;
7
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan, kemampuan dan waktu serta
tidak terlepas dari segala kekurangan dan kesempurnaan mohon kiranya di
maafkan.
Semarang,
Maret 2016
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
iii
KATA PENGANTAR................................................................................
iv
DAFTAR ISI.............................................................................................
vi
ABSTRAK................................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................
B. Pembatasan Masalah...........................................................
C. Perumusan Masalah.............................................................
D. Tujuan Penelitian.................................................................
E. Kegunaan Penelitian............................................................
A; Tinjauan Umum
1; Pengertian Narapidana..................................................
B; Tinjauan Khusus
9
1; Pola dan Dasar Pembinaan Narapidana........................
17
21
23
A. Tipe Penelitian.....................................................................
23
B. Spesifikasi Penelitian..........................................................
24
C. Sumber Data........................................................................
25
25
26
27
28
A;
B;
Kendala-Kendala
pelaksanaan
fungsi
sistem
warga
binaan di
lembaga Pemasyarakatan
Kedungpane Semarang......................................................
...........................................................................................
42
10
BAB V PENUTUP...................................................................................
46
A. Kesimpulan..........................................................................
46
B. Saran....................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA
11
ABSTRAK
12
BAB I
PENDAHULUAN
13
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggungjawab.
Sistem pemasyarakatan juga merupakan suatu rangkaian kesatuan
penegakan hukum pidana. Karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan
dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Pada dasarnya
sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan yang
menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan. Kondisi ini dipandang
sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi
dan reintegrasi sosial. Karena itu, narapidana bukan hanya sebagai objek
melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu
waktu dapat melakukan kesalahan / kekhilafan yang dapat dipidana.
Lembaga pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sedangkan Warga
Binaan Pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan dan
klien pemasyarakatan.
Warga binaan pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya
manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem
pembinaan yang terpadu. Pembinaan dimaksutkan sebagai upaya untuk
menyadarkan
narapidana
agar
menyesali
perbuatannya
dan
hukum, menjunjung tinggi nilai nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga
tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai yang diletakkan
14
pada satu landasan yuridis Undang Undang No. 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan.
Untuk melaksanakan sistem pemasyarakat tersebut, diperlukan keikut
sertaan masyarakat baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan
maupun dengan sikap
Bandung
yang
menghasilkan
10 Prinsip
Pemasyarakatan.
Sedangkan yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari Devisi Pemasyarakatan
adalah:
1;
2;
3;
Pengawasan
dan
pemasyarakatan.
pengendalian
pelaksanaan
teknis
dibidang
15
Selama narapidana berada di Lembaga Pemasyarakatan akan
mendapatkan pembinaan dan pendidikan moril, spiritual, jasmani, rohani dan
mendapatkan keterampilan sesuai dengan minat / bakatnya masing masing,
sehingga diharapkan setelah narapidana keluar atau selesai menjalani masa
pidananya di Lembaga Pemasyarakatan
B.Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya materi terkait dengan masalah Sistem Pembinaan
Narapidana serta terbatasnya waktu, biaya dan kesempatan dalam melakukan
penelitian, penulis membatasi pada Fungsi sistem pemasyarakatan dalam
merehabilitasi
dan
mereintergrasi
sosial
warga
binaan
di
lembaga
16
Pemasyarakatan Kedungpane Semarang menurut Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
C. Perumusan Masalah
Permasalahan dirumuskan sebagai berikut :
1;
2;
D. Tujuan Penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi alasan dari tujuan penelitian, yaitu :
1; Untuk mengetahui fungsi sistem pemasyarakatan dalam merehabilitasi
dan mereintegrasi sosial warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan.
2; Untuk mengetahui Kendala-kendala dari fungsi sistem pemasyarakatan
dalam merehabilitasi dan mereintegrasi sosial warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Kedungpane Semarang.
E. Kegunaan Penelitian
Dari kegunaan hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh manfaat atau
kegunaan sebagai berikut :
a;
Kegunaan Teoritis
17
Secara keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
kontribusi pengembangan ilmu hukum dalam sistem pembinaan
pemasyarakatan narapidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1995, sebagai
Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan bagi masyarakat
untuk turut serta dan berperan aktif dalam pelaksanaan sistem pembinaan
pemasyarakatan narapidana sehingga setelah
narapidana selesai
penulis uraikan
Bab II
pengertian
18
pembinaan narapidana, pola dan dasar pembinaan narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan.
Bab III Metodologi Penelitian tentang metode pendekatan, spesifikasi
penelitian, sumber data metode pengumpulan data, metode penyajian
data dan metode analisa data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Analisa Data menguraikan dan menjelaskan
tentang fungsi sistem
kendala
yang
dihadapi
dalam
fungsi
sistem
A; Tinjauan Umum.
1; Pengertian Narapidana.
Menurut Bambang Purnomo pengertian narapidana adalah :
Seorang manusia anggota masyarakat yang dipisahkan dari induknya dan
selama waktu tertentu itu diproses dalam lingkungan tempat tertentu
dengan tujuan, metode dan sistem pemasyarakatan. Pada suatu saat
narapidana itu akan kembali menjadi manusia anggota yang baik dan taat
kepada hukum.2
2 Bambang Purnomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, 1985, hal.
180.
19
Dari pendapat Bambang Purnomo tersebut di atas jelas bahwa
narapidana sebenarnya adalah sebagai manusia anggota masyarakat biasa,
tetapi karena suatu sebab tertentu dia dipisahkan dari anggotanya dan
ditempatkan dalam suatu tempat tertentu dengan harapan agar suatu saat
dia akan kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat kepada
hukum.
Menurut Abdul Syani dilaksanakan bahwa :
Narapidana adalah manusia biasa, seperti manusia-manusia lain hanya
karena melanggar hukum diputuskan oleh hakim untuk menjalani suatu
sistem perlakuan. Narapidana selain individu juga anggota masyarakat
yang dalam pembinaannya tidak boleh diasingkan kehidupan masyarakat
malah justru diintegrasikan kedalamnya.3
Sedangkan menurut Sahardjo dalam penganugrahan gelar Doktor
Honoris Causa dalam ilmu hukum pada tahun 1963 oleh Universitas
Indonesia telah menggunakan istilah narapidana bagi mereka yang telah
dijatuhi pidana hilang kemerdekaannya.
Menurut Mr. R.A. Koesoen dalam bukunya yang berjudul Politik
Penjara Nasional pada Pasal 9, mengatakan :
Pidana penjara adalah pidana pencabutan kemerdekaan, menurut asal
usul penjara atau kata penjara berasal dari kata penjoro (Jawa) yang
berarti tobat. Di penjara berarti dibikin tobat. Menurut politik penjara
sekarang yang bertujuan memperbaiki narapidana tidak sesuai lagi,
karena dibikin tobat menurut pengalaman tidak dapat seorang betul-btul
menjadi tobat.4
3 Abdul Syani, Sosiologi Kriminalitas, Remaja Karya CV. Bandung, 1987, hal. 144.
4 R. Ahmad S. Soemodiradja dan Romli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bina
Cipta, 1979, hal. 17018.
20
Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 sub 7, dijelaskan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
21
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas
dan bertanggungjawab.
Penyelenggaraan sistem pemasyarakatan mempunyai tugas inti
pembinaan terhadap narapidana, sebagaimana tercantum dalam Piagam
Pemasyarakatan pada tanggal 27 April sampai dengan 9 Mei 1964 di
Bandung, merupakan arti pembinaan menurut Pasal 1, 2 dan 6 adalah
sebagai berikut :
Bahwa sistem pemasyarakatan Indonesia mengandung arti
pembinaan narapidana yang berintegrasi dengan masyarakat dan menuju
kepada integrasi kehidupan dan penghidupan. Pemasyarakatan sebagai
proses bergerak dengan menstimulir timbul dan berkembangnya self
propelling adjustment diantara elemen bersangkutan menuju arah
perkembangan pribadi melalui asosiasinya sendiri menyesuaikan dengan
integritas kehidupan dan penghidupan.5
Pembinaan narapidana mempunyai arti memperlakukan seseorang
yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang
yang baik, atas dasar pengertian pembinaan yang demikian itu sasaran
yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana, yang
mendorong untuk membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan
pada diri orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam
masyarakat, dan selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang
berbudi luhur dan bermodal tinggi. Pembinaan terhadap pribadi dan budi
pekerti yang dimaksudkan tidaklah tanpa batas, akan tetapi selama waktu
5 Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Disertasi
UGM, Yogyakarta, 1985, hal. 186.
22
tertentu memberi warna dasar agar narapidana kelak dikemudian hari tidak
melakukan kejahatan lagi dan taat terhadap hukum yang berlaku didalam
masyarakat. Namun pembinaan narapidana masih tergantung hubungannya
terhadap masyarakat luar, yang menerima narapidana menjadi anggotanya
karena itu arah pembinaan harus tertuju pada :
1; Membina pribadi narapidana agar jangan sampai mengulangi
kejahatan dan mentaati peraturan hukum.
2; Membina hubungan antara narapidana dengan masyarakat luar, agar
dapat berdiri sendiri dan diterima menjadi anggotanya.
Sedangkan pengertian pembinaan dalam rumusan penjelasan Pasal
2 (dua) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
adalah sebagai berikut :
Pembinaan narapidana yang mempunyai kesanggupan dan kemampuan
untuk turut serta dalam pembangunan masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.6
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa narapidana
adalah manusia yang karena perbuatannya melanggar norma-norma
masyarakat, dipidana menurut putusan hakim karena narapidana adalah
manusia yang lemah daya tahannya terhadap desakan-desakan sosial,
sehingga tidak dapat hidup selaras dengan tatanan masyarakat dimana ia
berada. Karena itu dengan memberikan pembinaan dan bimbingan
diharapkan setelah selesai menjalani pidananya, narapidana dapat hidup
23
selaras tidak melanggar hukum lagi dan ikut aktif dalam kegiatankegiatan masyarakat dalam pembangunan.
Menurut Salamin Budi Santoso pengertian pembinaan narapidana
adalah :
Suatu proses yang berlandaskan bentuk-bentuk treatman yang terus
menerus, bagaikan mata rantai untuk mencapai suatu sasaran, dan
kesemuanya itu harus tunduk pada norma-norma hukum yang
berkembang didalam masyarakat secara kontinuetas dimana dalam
penerapannya ada tiga faktor yang kait mengkait dan tidak terpisahkan
yang ikut menunjang keberhasilan pembinaan narapidana, yang
dimaksud tiga faktor tersebut adalah : Petugas Pemasyarakatan,
Narapidana dan Masyarakat. Dimana petugas pemasyarakatan adalah
merupakan eksponen yang menentukan arah dan tujuan untuk
berhasilnya suatu usaha pembinaan narapidana guna merehabilitir
kembali ke dalam masyarakat, narapidana adalah merupakan faktor
terpenting karena sebagai obyek pengarahan yang berlandaskan
treatment yang terus menerus, sistematis dan berencana, sehingga suatu
tujuan yang akan dicapai dapat terlaksana, dan masyarakat adalah
merupakan wadah dari hasil treatment yang dijalankan dengan
sistematis dan berencana dalam usaha merehabilitasi narapidana. Dan
dalam persoalan ini masyarakat merupakan suatu faktor yang
menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembinaan narapidana.7
Sistem pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan terpidana
yang didasarkan atas asas Pancasila, dan memandang terpidana sebagai
mahkluk Tuhan, individu dan masyarakat sekaligus. Dalam pembinaannya,
pribadi
serta
kemasyarakatannya,
dan
dalam
penyelenggaraannya
24
dengan masyarakat di luar Lembaga Pemasyarakatan di sesuaikan dengan
kemajuan sikap dan tingkah lakunya serta lamanya pidana yang wajib ia
jalani. Dengan demikian diharapkan narapidana pada waktu lepas dari
Lembaga Pemasyarakatan benar-benar telah siap hidup bermasyarakat
kembali dengan baik.8
Sedangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun
1995,
tentang
Pemasyarakatan
dijelaskan
bahwa
sistem
pemasyarakatan adalah :
Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara pembina yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat di terima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.9
Sedangkan
untuk
menentukan
keberhasilan
pemasyarakatan
struktur
dalam
sistem
pemasyarakatan
adalah
Komponen
subtansi,
adalah
iuran
dari
sistem
25
pemasyarakatan
termasuk
didalamnya
norma-norma
yang
berupa
pencetus
istilah
ini
untuk
pertama
kalinya
pengertian
kedudukan
arti
pemasyarakatan
yaitu
Bahwa
26
masyarakat, menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, pemulihan kesatuan hubungan ini hanya dapat dicapai melalui
proses gotong-royong, dimana terpidana harus pula ikut serta aktif. Dari
kedudukan pemasyarakatan itu R. Apik Noto Soebroto menariknya
sebagai definisi pemasyarakatan yaitu :
Pemasyarakatan adalah sebagai dari pengejawantahan keadilan khusus
dalam bidang tata laksana pengadilan (administration of justice) dan lebih
khusus dalam bidang tata urusan perlakuan dari mereka yang karena
mengingkari tata tertib masyarakat berdasarkan keputusan hakim
ditempatkan dibawah pengawasan, perawatan, asuhan pemerintah.13
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dijelaskan bahwa pemasyarakatan
adalah :
Kegiatan
untuk
melakukan
pembinaan
warga
binaan
27
masyarakat dalam werdinya ialah situasi sosial dimana terdapat hubungan
timbal balik antara manusia yang berintegrasi menurut naluri untuk hidup
bersama dan berkeinginan menyesuaikan diri dengan orang lain serta alam
sekitarnya. Bentukan kata pemasyarakatan mengandung kata dasar
masyarakat mendapat awalan pe-an yang mempunyai arti kata menyatakan
peristiwa atau perbuatan, dan merupakan jenis kata benda, sehingga tidak
berlebihan apabila pemasyarakatan mempunyai inti perlakuan untuk
mewujudkan sesuatu menjadi masyarakat dapat sesuai dengan gotro dan
werdinya meskipun kata pemasyarakatan dapat pula diturunkan dari kata
dasar masyarakat mendapat awalan pe dan akhiran an yang mempunyai
arti
kata
menyatakan
tempat
dan
jenis
kata
benda
sehingga
masyarakat
sesuatu
gotro
dan werdinya.
Dari
definisi
28
Menurut petunjuk pelaksanaan pembinaan narapidana dalam
Lembaga Pemasyarakatan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Kehakiman Republik Indonesia pada Bab I
Umum disebutkan : Tugas Pokok Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
adalah melaksanakan sebagian tugas Departemen Kehakiman dalam
pelaksanaan pemasyarakatan dan Bispa (Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengentasan Anak).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas pokok di
atas, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memiliki 3 (tiga) pola
pembinaan sebagai pola pokok yaitu :
a; Pembinaan narapidana (dewasa) di dalam Lembaga Pemasyarakatan
b; Pembinaan anak didik di dalam Lembaga Pemasyarakatan
c; Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan terhadap narapidana dan
anak didik
Ketiga pola pembinaan di atas harus dilaksanakan dengan mengingat
kebutuhan pembinaan setempat dan dilandaskan kepada cita-cita
pemasyarakatan. Dengan demikian melalui program atau pola pembinaan
narapidana selama proses pemasyarakatan diharapkan tujuan untuk
mengembalikan narapidana ketengah-tengah masyarakat bebas dengan
memberikan bekal kemampuan fisik, mental serta dorongan moril yang
baik dapat dicapai.
29
Disamping itu program pembinaan ini masih harus ditunjang oleh
sarana lain yang nantinya dapat mencapai apa yang menjadi tujuan
narapidana sistem pemasyarakatan yaitu agar :
a; Tidak akan menjadi pelanggar hukum lagi
b; Menjadi anggota masyarakat yang berguna, aktif, produktif
c; Berbahagia di dunia dan diakhirat16
Menurut Bambang Poernomo, dikatakan : Pembinaan dengan
bimbingan dan kegiatan lainnya yang diprogramkan terhadap narapidana
dapat meliputi cara pelaksanaan :
1.Bimbingan mental, yang diselenggarakan dengan pendidikan agama,
kepribadian, budi pekerti, dan pendidikan umum, yang diarahkan
untuk membangkitkan sikap mental baru sesudah menyadari akan
kesalahan masa lalu.
2. Bimbingan sosial, yang dapat diselenggarakan dengan memberikan
pengertian akan arti pentingnya hidup bermasyarakat, dan pada masamasa tertentu diberikan kesempatan untuk asimilasi serta integrasi
dengan masyarakat luar.
3. Bimbingan keterampilan yang dapat diselenggarakan dengan khusus,
latihan kecakapan tertentu sesuai dengan bakatnya, yang nantinya
menjadi bekal hidup untuk mencari nafkah dikemudian hari.
16 Dirjen Pemasyarakatan, Dari Sangkar Ke Sangkar, Komitmen Pengayoman, Jakarta, 1979, hal.
11.
30
4. Bimbingan untuk memelihara rasa aman, damai untuk hidup dengan
teratur dan belajar untuk mentaati peraturan.
5. Bimbingan untuk memelihara yang menyangkut perawatan kesehatan,
seni budaya dan sedapat-dapatnya diperkenalkan kepada segala aspek
kehidupan bermasyarakat dalam bentuk tiruan masyarakat kecil
selaras dengan lingkungan sosial yang terjadi diluarnya.
Dari apa yang telah disebutkan oleh Bambang Poernomo, di atas
tidak lain adalah untuk melatih dan membiasakan narapidana agar dapat
bergaul dengan masyarakat secara teratur jika nanti setelah keluar dari
Lembaga Pemasyarakatan, diharapkan mereka dapat hidup bermasyarakat
secara wajar dengan saling menghormati kepentingan umum disamping
kepentingan pribadinya. Seluruh pola pembinaan di atas dapat dikatakan
sebagai suatu kesatuan rangkaian yang saling berhubungan, dan
merupakan sarana penunjang untuk dapat tercapainya dari sistem
pemasyarakatan.
Berdasarkan hasil-hasil rapat kerja yang telah diadakan oleh
Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga Tahun 1976 tersusunlah pola-pola
pembinaan narapidana dalam lembaga baik untuk narapidana pada
umumnya maupun narapidana golongan residivis, adalah :
31
2. Pola perawatan narapidana
a. Perihal pakaian
b. Perihal makanan
c. Perihal kesehatan dan dinas media
d. Perihal pemberitahuan sakit dan kematian narapidana
3. Pola tata tertib dan disiplin narapidana
a. Perihal tata tertib
b. Perihal prosedur mengajukan keluhan/pengaduan narapidana
4. Pola bimbingan/pendidikan agama bagi narapidana
a. Umum
b. Program-program keagamaan
5. Pola pendidikan dan rekreasi bagi narapidana
a. Perihal pendidikan
b. Perihal rekreasi
c. Perihal pendidikan kepramukaan
d. Perihal perpustakaan
6. Pola pekerjaan narapidana
a. Fungsi pekerjaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan
b. Perihal jenis pekerjaan narapidana
c. Perihal syarat-syarat pemberian pekerjaan
d. Perihal hasil-hasil pekerjaan
e. Perihal pemberian imbalan jasa
7. Pola
pelaksanaan
mekanisme
kerja
Dewan
Pemasyarakatan (DPP) dalam instansi pelaksana
a. Status dan susunan Dewan Pembina Pemasyarakatan
b. Sidang-sidang Dewan Pembina Pemasyarakatan
Pembinaan
32
10. Pola tentang keamanan
11. Pola pemeliharaan sarana fisik lembaga pemasyarakatan17
2. Dasar Pembinaan Narapidana
Menurut M. Djakarta dalam buku I Pemasyarakatan dikatakan :
Pemasyarakatan yang mempunyai fungsi sebagaimana yang tersebut di
atas dalam teknik pelaksanaan pembinaan mempunyai titik tolak landasan
sebagai dasar hukum pelaksanaannya, antara lain sebagai berikut :
1;
2;
3;
4;
Pancasila
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Reglement Penjara18
Berdasarkan hal tersebut di atas, pemerintah telah memperbaharui
33
5; Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-PK.04.02 Thun 1990
tentang Cuti Mengunjungi Keluarga,
6; Peraturan Menteri Kehakiman No. M.01-PK.04.10 Tahun 1989 tentang
Cuti Menjelang Bebas,
7; Surat Edaran Kepala Dirjend Pemasyarakatan No. 10.13/3/1 Tahun 1965
tentang Pemasyarakatan Sebagai Proses,
8; Surat Edaran Dirjend Bina Tuna Warga No. D.P.4.1/14/14 Tahun 1978
tentang Pola Pembinaan Narapidana.
BAB III
METODE PENELITIAN
34
c; Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang sesuai
diterapkan guna menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.
2. Penelitian hukum dengan mempergunakan metode-metode dan teknik-teknik
ilmu-ilmu sosial, atau disebut juga socio legal research.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang penulis pergunakan adalah metode penelitian
yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum yang doktrinal. Hal ini
disesuaikan dengan pokok permasalahannya, yang hanya mempergunakan
data sekunder saja, yaitu membahas dan menguraikan tentang kaidah-kaidah
serta perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pembinaan
narapidana.
Pemilihan metode normatif ini sekaligus memberikan pengertian akan
keterbatasan kemampuan serta jangkauan penelitian yang penulis laksanakan.
Penelitian ini lebih bersifat doktrinal, yaitu hanya mempergunakan data-data
yang bersifat sekunder, antara lain peraturan perundang-undangan, keputusankeputusan pengadilan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana
hukum. Jadi data primer hanya sebagai penunjang / pendukung.
B. Spesifikasi Penelitian
Untuk mendekati pokok penelitian, maka penulis mempergunakan
penelitian deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan menganalisis Peraturan
35
Perundang-undangan yang berlaku, yang kemudian dikaitkan dengan teoriteori hukum mengenai permasalahan yang diteliti.
Menurut Soerjono Soekanto, Penelitian deskriptif adalah untuk
memberikan data yang diteliti mungkin tentang keadaan manusia dan gejalagejala lainnya.19
C.Sumber Data
1. Data Sekunder
Data sekunder yang merupaka sumber data utama dalam penelitian ini
adalah jenis data yang diperoleh tidak secara langsung dari obyek
penelitian. Melainkan melalui studi pustaka, terutama terhadap bukubuku literatur
36
37
mata tidak hanya bertujuan mengungkapkan kebenaran data, tetapi juga
memahami kebenaran itu. Data-data tersebut sesuai dengan materi yang
berkaitan dengan maksud yang diteliti, sehingga dapat memberikan gambaran
tentang
sistem
pembinaan
pemasyarakatan
narapidana
di
Lembaga
penelitian,
untuk
menjamin
apakah
data
tersebut
dapat
38
Pada dasarnya tindakan pemidanaan (penahanan dan pemenjaraan)
adalah upaya paksa terhadap seseorang yang bertentangan dengan Hak-Hak
Asasi Manusia (HAM). Namun karena tindakan tersebut dijamin oleh
perundang-undangan maka tindakan tersebut sah menurut hukum, dimana
Lembaga Pemasyarakatan (LP)/Rumah Tahanan Negara (RUTAN) berfungsi
sebagai tempat pelaksanaan upaya paksa.
Ironisnya hamper semua kejahatan yang ditangani dalam proses
peradilan pidana di Indonesia selalu berakhir di penjara. Padahal penjara
bukan merupakan solusi terbaik dalam menyelesaiakan masalah-masalah
kejahatan. Dalam menyikapi masalah kejahatan pada dasarnya masyarakat
menginginkan agar bagi pelaku diberikan pelayanan yang bersifat
rehabilitative agar pelaku kejahatan menjadi lebih baik disbanding sebelum
mereka masuk ke institusi penjara.
Berdasar Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. 28 Tahun 2014
tanggal 17 Oktober 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Kementrian Hukum dan HAM RI, Tugas Pokok dan Fungsi Devisi
Pemasyarakatan adalah :
dan
pengendalian
pelaksanaan
teknis
dibidang
Pemasyarakatan.
BAB I Ketentuan Umum Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Pemasyarakatan adalah
kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan
39
berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian
akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Kemudian dalam Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa Sistem
Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggungjawab.
Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggungjawab. Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga
binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan
masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggungjawab.
Sejak diperkenalkan oleh Sahardjo, tanggal 5 Juli 1963 negara
Indonesia tidak lagi menganut Sistem Penjara dan beralih ke Sistem
Pemasyarakatan. Dalam sistem Kepenjaraan tujuan pidana penjara adalah
40
untuk melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan sebagai politik
kriminal pemerintahan Kolonial terhadap usaha mengurangi angka kejahatan.
Oleh sebab itu perlakuan terhadap pelanggar hukum dilaksanakan dengan
tidak manusiawi. Hal ini dapat difahami karena dalam sistem kepenjaraan
mengandung prinsip bahwa narapidana adalah merupakan objek semata- mata
dan penjatuhan pidana dimaksutkan sebagai tindakan balas dendam, sehingga
dalam
pelaksanaan
hukuman
penjara
masalah
HAM
tidak
diperhatikan/diabaikan.
Dalam Sistem Pemasyarakatan, tujuan dari pemasyarakatan adalah
bahwa pemidanaan terhadap seorang terpidana disamping menimbulkan rasa
derita karena hilangnya kemerdekaan bergerak, juga membimbing terpidana
agar bertobat, mendidik supaya menjadi seorang anggota masyarakat sosialis
Indonesia yang berguna. Dan pemidanaan tidak lagi berorientasi pada tujuan
pembalasan/penjeraan yang bertentangan dengan nilai nilai kemanusiaan
melainkan berorientasi pada rehabilitasi (perbaikan , penyembuhan) dengan
mengarahkan pemidanaan pada tata perlakuan yang bertujuan bukan saja agar
para narapidana bertobat dan tidak melakukan tindak pidana lagi, tetapi juga
melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.
Istilah Pemasyarakatan dipergunakan secara resmi sejak tanggal 27
april 1964 melalui Amanat Presiden pada Konferensi Dinas Kepenjaraan di
Lembang Bandung,
41
1;
2;
3;
4;
Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk dari sebelum
dijatuhi pidana.
5;
Selama
kehilangan
kemerdekaan
bergerak,
para
warga
binaan
7;
9;
42
kehidupan personality, sexuality, security selama yang bersangkutan
menjalani pidana penjara.
Karena itu, tujuan pemidanaan berorientasi pada rehabilitasi
( perbaikan, pemulihan, penyembuhan), dimana pemidanaan diarahkan lebih
pada ketata perlakuan yang bertujuan bukan saja agar narapidana bertobat dan
tidak melakukan tindak pidana lagi, melainkan juga melindungi masyarakat
dari tindak kejahatan.
Pemasyarakatan yang berarti memasyarakatkan kembali narapidana
sehingga menjadi warga yang baik dan berguna pada hakekatnya adalah
Rehabilitasi. Dalam proses Resosialisasi narapidana sering mendapat halangan
karena di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terjadi juga proses
Prisonisasi. Resosialisasa merupakan suatu proses interaksi antara narapidana,
petugas Lapas dan masyarakat. Proses interaksi termasuk merubah sistem nilai
dari narapidana sehingga akan dapat dengan baik dan effektif beradabtasi
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Resosialisasi
dilaksanakan melalui proses Rehabilitasi dan Reintegrasi terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP).
Pemasyarakatan sebagai proses bukan hanya tujuan pemidanaan,
maka fokus pemasyarakatan tidak hanya individu terpidana secara eksklusif
melainkan merupakan kesatuan hubungan antara terpidana dan masyarakat
sehingga sistem pemasyarakatan mengenal aspek pembinaan institusional dan
non institusional.
Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) ataupun
di Rumah Tahanan Negara (Rutan) merupakan suatu proses yang dijalankan
berdasarkan tahapan-tahapan yang didasarkan pada waktu dan hasil
43
pembinaan yang dijalani. Pentahapan ini berguna untuk proses perbaikan
narapidana, tahap-tahap pembinaan narapidana dibagi dalam tiga (3) tahap
yaitu :
1;
tahap awal,
2;
3;
tahap akhir.
Pembinaan tahap awal (Admisi) didahului dengan masa pengamatan,
44
Dan tahap pembinaan akhir adalah lanjutan bimbingan diatas 2/3 masa
pidananya atau sekurang-kurangnya Sembilan bulan sampai selesai menjalani
pidananya. Kepada narapidana tersebut bdapat diberikan lepas bersyarat yang
pengusulannya ditentukan oleh dewan Pembina pemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan proses pemasyarakatan ada dua (2) segi yang tidak
dapat dipisahkan yaitu segi pengamanan dan segi pembinaan, keduanya harus
berjalan bersama-sama dan saling mempengaruhi artinya pengamanan dan
ketertiban yang baik di dalam Lembaga Pemasyarakatan akan mempermudah /
memperlancar
pembinaan
sebaliknya
pembinaan
yang
baik
akan
dan
masyarakat yang
45
2; Melakukan komunikasi yang aktif,
3; Memberikan perhatian dan anugerah kepada mereka yang berprestasi dan
pantas menerimanya sesuai dengan peraturan yang ada.
Meningat betapa pentingnya hak-hak tersebut diperlukan peranan
hakim pengawas dan pengamat dalam pelaksanaan pembinaan narapidana
selama di Lembaga Pemasyarakatan agar tidak memunculkan berbagai macam
bentuk penyimpangan.
Beberapa bentuk penyimpangan yang timbul, antara lain :
1
untuk
46
b. Pembinaan dibidang Ketrampilan,
c. Pembinaan dibidang Umum dan Keolahragaan.
Dalam praktek pembinaan narapidana biasa dan narapidana residivis
adalah sama, hanya saja dalam hal pengawasan dan proses pembinaan lebih
lanjut di Lembaga Pemasyarakatan ada hal-hal khusus yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1
Sesudah
prosedur
(2)
maka
dilangsungkan
prosedur
observasi
47
itu, dilakukan pula program asimilasi ke dalam ataupun asimilasi keluar serta
remisi (pengurangan masa pidana setiap tahunnya)
Sistem pembinaan pemasyarakatan ini dimaksudkan sebagai upaya
pembaharuan dari sistem kepenjaraan kuno, keadaan yang demikian
dimaksutkan untuk lebih menggiatkan usaha merehabilitasi dan mereintegrasi
sosial narapidana. Bukan saja dalam teori dan rencana tetapi juga dengan
kenyataan, sehingga diharapkan
48
d; Kegiatan sosial : pemberian kebebasan melakukan ibadah keagamaan,
menerima kunjungan keluarga/badan sosial keagamaan, menerima dan
atau mengirim surat.
Sedangkan pembinaan ekstramural bersifat individual artinya dilihat
masing-masing individu narapidana apakah dapat diberi program pembinaan
ini ataukah tidak, sehingga tidak semua narapidana mendapatkan pembinaan.
Dan untuk mengembalikan narapida kemasyarakat dilakukan melalui sistem
pembinaan narapidana yang dilaksanakan diluar Lembaga Pemasyarakatan
melalui tahap asimilasi. Dalam tahap ini pembinaan narapidana ditujukan
kearah tata kehidupan yang positif
bagi
49
Proses asimilasi narapidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1; Narapidana telah memperlihatkan perkembangan budi pekerti dan moral
yang positif.
2; Narapidana telah memperlihatkan kesadaran dan penyesalan atas
kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.
3; Narapidana berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun
dan bersemangat.
4; Masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinan narapidana
yang bersangkutan.
5; Selama menjalankan masa pidana, narapidana tidak pernah mendapat
hukuman disiplin, setidak-tidaknya dalam waktu satu tahun terakhir.
6; Masa pidana yang telah dijalani harus setengah dari masa pidananya,
sedangkan bentuk kegiatan mandiri dan penempatan di Lembaga
Pemasyarakatan terbuka, narapidana telah menjalani dua pertiga dari masa
pidananya.23
Wewenang untuk memberikan izin asimilasi bagi narapidana adalah
wewenang Menteri Kehakiman Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuk
dengan melalui prosedur sebagai berikut :
1
23 Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Tanggal 15 April 1989 Nomor : M.01-PK.
50
(BAPAS), mengusulkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan yang
dituangkan dalam formulir yang telah ditetapkan untuk itu.
2
Kepala
Lembaga
Pemasyarakatan
apabila
menyetujui
usul
Tim
51
8
Mengikuti
upacara
masyarakat.24
atau
peragaan
keterampilan
bersama
52
B; Kendala-Kendala pelaksanaan fungsi sistem pemasyarakatan dalam
merehabilitasi dan mereintegrasi sosial warga binaan di lembaga
Pemasyarakatan Kedungpane Semarang
Pemasyarakatan adalah proses pembinaan narapidana yang sering
disebut dengan The Repeutice Process. Karena itu, pembinaan narapidana
berusaha meyakinkan narapidana yang masih memiliki potensi produktif
dengan cara mendidik narapidana untuk menguasai keterampilan tertentu
sebagai bekal hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan.25
Pelaksanaan
sistem
pembinaan
Narapidana
di
Lembaga
sebagai
terjadi
di
Lembaga
Pemasyarakatan
Kedungpane
Semarang,
1; Faktor-faktor penghambat :
-
53
-
2; Faktor-faktor Pendukung
Upaya yang ditempuh Lembaga Pemasyarakatan adalah dengan
mengadakan kerja sama antar instansi terkait yaitu Departemen Tenaga
54
Kerja dan Departemen Sosial dengan menerbitkan keputusan bersama
penyelenggaraan program pembinaan bagi narapidana.
3; Faktor-faktor yang terdapat di luar Lembaga Pemasyarakatan :
a
pidananya
tidak
kesulitan
mencari
pekerjaan.
karena trauma
55
swasta maupun perusahaan negara yang tidak mentaati surat edaran
ini.
cMengikutsertakan narapidana di kursus-kursus keterampilan yang ada
di masyarakat, sebagai pengganti kesempatan latihan kerja yang
diadakan di Lembaga Pemasyarakatan, dengan penggunaan
fasilitas yang ada di masyarakat yang menjamin mutu pelajaran
lebih tinggi dan memudahkan pengakuan tingkatan keterampilan.
secara bertahap.
Dengan mengenali faktor-faktor pembinaan narapidana, baik yang
berada di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan maupun di luar Lembaga
Pemasyarakatan, diharapkan pembinaan narapidana akan dilaksanakan dengan
lebih baik, mengingat fungsi pemasyarakatan sebagai lembaga pendidikan dan
lembaga pembangunn yang mendidik narapidana dengan mengikutsertakan
narapidana menjadi manusia yang produktif. Oleh karen itu, perlu
diperhatikan akan pentingnya pembinaan dan keterampilan yang tepat sebab
akan berpengaruh pada sikap narapidana di masyarakat nantinya.
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
56
1; Lembaga
Pemasyarakatan
(LP)
melakukan
fungsi
sistem
agar
narapidana dapat menjadi warga negara yang baik sebagai abdi negara
dan abdi masyarakat dalam mengisi pembangunan. Sedangkan petugas
Lembaga Pemasyarakatan melaksanakan kegiatan pembinaan narapidana
secara bertanggungjawab berdaya guna dan berhasil guna
dengan
pemeriksaan
psikologi untuk
pekerjaan di masyarakat.
2; Pelaksanaan
57
perundang-undangan yang baik dan konsisten agar tujuan
sistem
58
a;
setelah
59
DAFTAR PUSTAKA
60
61