Buku yang berjudul “Sistem Politik Indonesia Era Reformasi” karya Bapak
Prof. DR. Budi Winarno, MA secara garis besar menggambarkan bagaimana
kondisi politik Indonesia menjelang kejatuhan rezim Orde Baru serta analisa
mengenai bagaimana pelaksanaan politik Indonesia di era Reformasi. Isi dari buku
ini sangatlah menarik, penulis menjelaskan mengenai bagaimanakah sistem politik
itu dan apa saja unsur-unsur dari sistem politik serta fenomena-fenomena yang
berkaitan dengan sistem politik. Penyusunan semacam ini membuat pembaca,
khususnya kalangan mahasiswa mudah mengerti maksud dari buku dan mudah
memahami pembelajaran yang terkandung di dalam buku ini.
Dari segi sistematika buku, buku karya Bapak Prof. DR. Budi Winarno, MA
ini tersistematika dengan baik. Penulis membagi buku ini ke dalam delapan bab
yaitu :
Legitimasi pemerintahan pada masa Orde Baru sudah rapuh, sebagai kegagalan
ekonomi dan persepsi politik yang terus-menerus. Krisis moneter pada pertengahan
tahun 1997 dan memicu terpuruknya ekonomi Indonesia menjadi penyulutan
jatuhnya rezim Orde Baru. Terdapat banyak pandangan yang mengemukakan
bahwa reformasi politik pada dasarnya hanya berhasil menggusur penguasa Orde
Baru, dalam hal ini Soeharto. Namun reformasi gagal mendesakkan agenda
reformasi menyeluruh terhadap sistem ekonomi dan politik.
Secara harfiah Reformasi berasal dari bahasa Latin (re) kembali dan formare
yang berarti membentuk. Dalam hal ini reformasi didefinisikan sebagai “usaha
untuk membentuk kembali”.
Unit dasar struktur politik adalah peranan individu. Peranan merupakan pola-
pola perilaku yang teratur, yang ditentukan oleh harapan-harapan nya sendiri dan
tindakan-tindakan dan oranglain. Struktur senantiyasa melibatkan fungsifungsi
politik,dan karenanya pendekatan yang digunakan biasa disebut sebagai
pendekatan struktural fungsional. Menurut Almond dan powell Jr, keuntungan
pndekatan struktural fungsional adalah memberikan kesempatan kepada kita guna
menghindari kebingungan yang mungkin timbul antara tujuan-tujuan struktur yang
bersifat formal dengan fungsi-fungsi politik yang secara actual mereka jalankan.
Menurutnya pula struktur politik dapat dibedakan kedalam sistem, proses dan
aspek-aspek kebijakan. Struktur sistem merujuk pada organisasi dan intansi yang
memelihara atau mengubah (maintain or change) struktur politik dan secara kusus
struktur menampilkan fungsi-fungsi sosialisasi politik, rekruitmen politik dan
komunikasi politik.
Proses politik di Indonesia setelah mengalami reformasi sejak 1998, pada masa
Orde Baru sistem politik yang berkembang adalah sistem politik otoriter dimana
birokrasi dan militer mempunyai peran penting dalam mengambil kebijakan dan
keputusan politik.
Suatu sistem politik melakukan interaksi dengan sistem politik lain tidak hanya
dalam lingkungan domestic juga dalam lingkungan internasional, maka
keberadaannya juga mempunyai dampak terhadap bagaimana negara-negar lain
merespon kebijakan tersebut. Dalam situasi seperti ini tidak ada satu sistem politik
yang tidak bersinggungan dengan lingkungan-lingkungannya, tempat dimana
sistem politik tersebut berada.
1. Reformasi hanya mengubah struktur politik Orde Baru yang sangat otoriter dan
despotis.
Dari keseluruhan isi buku ini, menurut saya pembahasan yang sangat menarik
ialah tentang krisis dan keretakan pada masa orde baru yang dibahs pada bab ke
dua. Saya sangat setuju dengan pembahasan yang disampaikan oleh penulis dalam
buku ini. Umum atau rakyat atau publik, yaitu pemilik negeri ini, “meminjamkan”
wewenang kekuasaan kepada pemerintah, termasuk kepada presiden republik ini,
untuk dapat mengatur negara dan menjalankan pemerintahan. Mereka para
penguasa (termasuk presiden), kasarnya adalah “pegawai” rakyat. Rakyatlah yang
sebenarnya membayar gaji mereka. Mereka dipinjami oleh rakyat wewenang
kekuasaan untuk mengatur negeri, dan bukan untuk menyalahgunakaan wewenang
kekuasaan tersebut, termasuk dengan melakukan tindak korupsi dan kolusi guna
memperkaya diri sendiri.
Penetapan konsep Dwifungsi ABRI oleh pemerintah Orde Baru juga sudah
membuat kerusakan-kerusakan besar di berbagai bidang. Terutama sekali dalam
bidang pembangunan moral di kalangan ABRI. Dengan konsep seperti inilah sistem
politik dimasa Presiden Soeharto telah membuat ABRI terlibat terlalu jauh dan
terlalu dalam, di dalam urusan-urusan yang bukan bidang mereka, terutama di
bidang politik. Dengan dalih stabilisator, dinamisator, penjaga UUD 1945,
pengaman Pancasila, tokoh-tokoh ABRI di berbagai tingkat, telah ditempatkan di
mana-mana, seperti dalam sistem pemerintahan sipil, dalam berbagai macam
organisasi lembaga politik, dalam berbagai sektor-sektor ekonomi, serta dalam
bidang diplomasi dan bidang-bidang lainnya. Hal inilah yang menyebabkan adanya
stigma dari masyarakat mengenai TNI yang keras terbawa hingga saat ini.
Penetapan yang salah dalam konsep Dwifungsi ABRI ini telah melahirkan jaring-
jaringan kekuasaan yang ditugaskan untuk mempertahankan tegaknya rezim Orde
Baru. Kekurangan dari buku ini menurut saya, terdapat pada penyampaian bahasa
yang pada beberapa bagian terkesan terlalu berat sehingga sulit dipahami oleh
pembaca awam yang pengetahuan politiknya masih rendah. Buku ini sangatlah
layak untuk dibaca baik bagi kalangan umum maupun akademisi, karena dapat
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai bahasan bidang politik di
waktu reformasi yang penuh dengan gejolak dan perjuangan bangsa Indonesia
menuju negara demokratis yang sesungguhnya dengan meninggalkan jejak-jejak
orde baru yang mengekang asas-asas demokrasi yang sesungguhnya.