Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI MUDA TERHADAP


PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA
(Studi Korelasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA Negeri 8 Kota
Serang)

PROPOSAL SKRIPSI

(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan di Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)

Oleh :
Novan Badrusalam
NIM : 2286142146

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2017-2018
PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI MUDA TERHADAP
PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA
(Studi Korelasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA Negeri 8 Kota
Serang)
PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI MUDA TERHADAP
PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA
(Studi Korelasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA Negeri 8 Kota
Serang)

Serang, Januari 2018


Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Denny Soetrisnaadisendjaja, M.Pd. Febrian Alwan Bahrudin, S.Pd., M.Pd.


NIP. 195907281985111001 NIP. 198804052015041002

Mengetahui,

Ketua Jurusan,
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Damanhuri, M.Pd.
NIP. 198203032006041004
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita paanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya kita semua selalu di beri kesehatan baik rohani maupun jasmani, tidak
lupa juga shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan
judul “PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI
MUDA TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH
PEMULA”. Pembuatan proposal skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian persyaratan skripsi guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di jurusan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan..
Penelitian ini dilakukan atas dasar gejala-gejala permaslahan yang muncul
berkaitan dengan pertisipasi politik dalam lingkungan sekolah SMA Negeri 8 Kota
Serang khususnya dalam pemilihan ketua OSIS, maka peneliti berharap dengan
dilakukannya penelitian ini yaitu melalui Pendidikan Pancasila dan
Kewarganagaraan sebagai pendidikan politik generasi muda dapat memberikan
pengetahuan, kemampuan dan landasan tentang pelaksaan politik secara aktif yang
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di sekolah.
Peneliti dengan segala kerendahan hati, menyadari akan segala kekurangan
yang ada dalam Proposal Skripsi ini, baik dari segi materi, tata bahasanya maupun
teknik penyajiannya. Kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan
demi kesempurnaan penulisan pada tahap penyusunan skripsi, sehingga dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Serang, Januari 2018


Peneliti

Novan Badrusalam
UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak


yang telah banyak memberi bantuan bimbingan serta pengarahan baik moril
ataupun materil, sehingga pada kesempatan ini peneliti dengan rasa tulus
menyampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan
Proposal Skripsi ini, tidak lupa kepada ibu bapak orang tua saya dan dosen
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diantaranya:
1. Bapak dan Ibu selaku orang tua saya yang senantiasa memberi dukungan
secara moril dan materil, serta doa untuk kelancaran penyusunan Proposal
Skripsi.
2. Bapak Damanhuri, M.Pd. Selaku ketua jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
3. Bapak Drs. Denny Soetrisnaadisendjaja, M.Pd. Selaku dosen pembimbing
I (satu) yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
membimbing penyusunan Proposal Skripsi
4. Febrian Alwan Bahrudin, S.Pd., M.Pd. Selaku dosen pembimbing II (dua)
yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
membimbing penyusunan Proposal Skripsi walaupun dalam kesibukannya
yang padat beliau terus memberi arahan, motivasi dan bimbingan,
sehingga penyusunan Proposal Skripsi dapat terus peneliti perbaiki.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
A. Judul .................................................................................................................. 1
B. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
C. Identifikasi Masalah .......................................................................................... 4
D. Pembatasan Masalah ......................................................................................... 5
E. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
F. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6
G. Kegunaan Penelitian ........................................................................................... 6
1. Teoritis .......................................................................................................... 6
2. Praktis ........................................................................................................... 7
H. Kerangka Berfikir .............................................................................................. 7
I. Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 8
J. Kajian Teoritik .................................................................................................. 9
1. Pengaruh ...................................................................................................... 9
2. Lingkungan Sekolah ..................................................................................... 9
3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Sekolah ......................... 10
4. Lingkungan Sekolah Yang Baik ................................................................... 11
5. Motivasi Belajar .......................................................................................... 21
K. Metodologi Penelitian ....................................................................................... 22
1. Metode Penelitian ......................................................................................... 22
2. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 23
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 24
4. Instrumen dan Analisis Instrumen Penelitian ............................................... 27
5. Teknik Analisis Data .................................................................................... 31
L. Jadwal Penelitian ............................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

1.1 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 24


1.2 Skor Jawaban Pertanyaan Positif (+) dan Negatif (-) ...................................... 28
1.3 Kriteria Acuan Validitas Instrumen ................................................................. 30
A. PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK
GENERASI MUDA TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI
POLITIK PEMILIH PEMULA
(Studi Korelasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA Negeri 8
Kota Serang)

B. Latar Belakang Masalah


Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha yang dilakukan manusia secara
sadar untuk membangun, mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta
kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Menurut Bratanata dkk dalam (Ahmadi dan Uhbiyati 2007:69). “Pendidikan
sebagai usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
membantu anak dalam perkembangannya, sehingga mencapai kedewasaan”.
Selanjutnya menurut Syah (1995:71) “Pendidikan adalah proses perubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan bukan sekedar usaha
pemberian informasi dan keterampilan tetapi diperluas ruang lingkupnya sehingga
mencakup usaha mewujudkan kehidupan pribadi sosial yang aktif, kreatif dan
kritis”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pendidikan
sebagai wahana pengembangan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian dapat
menghantarkan anak pada kedewasaan dalam menghadapai kehidupan sosial secara
aktif, kreatif dan kritis sebagai usaha nyata dalam proses pendewasaan diri. Senada
dengan pendapat di atas, Alfian (1992) dalam bukunya pemikiran dan perubahan
politik Indonesia menyatakan “Dalam mewujudkan kehidupan pribadi sosial yang
aktif perlu adanya pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses
sosialisasi politik masyarakat sehingga masyarakat memahami dan menghayati
betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik ideal yang hendak di
bangun”. Secara hukum negara pendidikan politik diatur dalam Inpres No. 12
Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda yang menyatakan
bahwa tujuan pendidikan politik adalah memberikan pedoman kepada generasi
muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, untuk menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan
berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka peneliti dapat simpulkan melalui
pendidikan sebagai sarana penyalur pengetahuan salah satunya yaitu pendidikan
politik bagi generasi muda yang termuat kedalam mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganageraan, bertujuan mengubah dan membentuk siswa untuk
mengetahui dan paham akan kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
pengetahuan sistem politik Indonesia yang diajarkan, selain itu melalui mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan siswa diajarkan tentang
bagaimana partisipasi politik yang aktif sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 dan dibentuknya tata perilaku siswa agar sesuai dengan tujuan
politik bangsa yang dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik
yang aktif, khususnya di lembaga formal yaitu sekolah.
Praktik pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang dijalankan
secara terencana dan disengaja baik dalam bentuk formal maupun informal.
Menurut Muhdi dalam Yovi (2013) :
“Konsep pendidikan politik dalam sekolah bisa dilakukan dengan cara-cara
sederhana. Yaitu, pendidikan politik di sekolah lebih mengarah pada
pembentukan kultur/budaya sederhana yang mencirikan demokrasi dan
kemandirian. Inilah yang menjadi landasan dasar terwujudnya kehidupan
yang demokratis nantinya. Peran aktif siswa dalam budaya politik di
lingkungan sekolah sebagai salah satu bentuk partisipasi politik dapat
ditunjukkan secara nyata dalam bentuk kegiatan pemilih pemula yaitu
pemilihan ketua kelas maupun ketua OSIS, mulai dari proses pencalonan,
seleksi, kampanye, penyampaian visi dan misi, sampai dengan pemungutan
suara, serta penghitungan suara. Misalnya, ikut mencalonkan diri sebagai
ketua kelas atau ketua OSIS, menjadi tim seleksi atau tim sukses,
mempersiapkan dan mengikuti kampanye, mendengarkan dan menanggapi
penyampaian visi dan misi, memberikan dukungan suara dalam pemungutan
suara, serta menyaksikan penghitungan suara dan pelantikan pengurus OSIS
terpilih”.
Sesuai dengan pernyataan di atas menurut Lord Henry P.Broughton dalam
(Zamroni 2007:156-157) “mengemukakan dalam bukunya pendidikan dan
demokrasi dalam transsisi, pendidikan demorasi adalah mendidik warga negara
yang gampang dipimpin tetapi sulit dipaksa, gampang diperintah tetapi suit
diperbudak. Oleh karena itu, pendidikan demokrasi menekankan pada kemandirian,
kebebasan dan tanggung jawab”.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat simpulkan bahwa pendidikan
politik memegang peranan penting untuk dapat mendidik generasi muda khususnya
siswa, agar mendapat pemahaman yang jelas terhadap berbagai konsep dan simbol
politik, terutama dalam membentuk kesadaran politiknya. Pendidikan politik
menjadi sarana bagi para pemuda dalam hal ini siswa untuk mematangkan
pemahamannya terhadap orientasi politik fundamental yaitu sikap demokratis yang
mesti dimiliki untuk dapat membentuk kesadaran politik yang mandiri, bebas dan
bertanggung jawab. Sudijono Sastroatmodjo (1995:27) memberikan komentarnya
mengenai hubungan pendidikan dengan tingkat kesadaran politik seseorang sebagai
berikut :
“Tingkat pendidikan memiliki peranan penting dalam rneningkatkan
kesadaran politik. Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat menjadi makin
tinggi kesadaran politiknya. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat
pendidikan masyarakat maka makin rendah pula tingkat kesadaran politik
masyarakatnya”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa siswa mendapat
pengetahuan dan pemahaman politik di sekolah melalui pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan. Dapat dikatakan bahwa semua mata pelajaran
memiliki tujuan yang baik yaitu mendidik siswanya agar dapat menjadi warga
negara yang sesuai harapan dan cita-cita bangsa. Namun pada dasarnya mata
pelajaran yang secara khusus mendidik siswa untuk menjadi warga negara yang
baik (to be a good citizenship) terdapat pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganagaraan karena materi didalamnya banyak mengangkat tentang
politik, seperti sistem politik Indonesia, sistem demokrasi serta budaya politik.
Orientasi politik di sekolah secara fundamental terbentuk pada siswa sejak dini,
orientasi politik yang terbentuk sejak dini akan berakar sangat kuat dan terus
berlanjut sepanjang hayat. Aspek kesadaran politik bukan hanya meliputi kognitif
saja namun juga harus melibatkan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena
itu, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dianggap tepat
karena secara langsung mampu memberikan fasilitas yang lengkap bagi siswa
untuk dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut dalam memahami berbagai
konsep tentang politik.
Berdasarkan pernyataan di atas, diperkuat dengan pendapat Affandi
(1996:126) “Diselengarakannya pendidikan politik untuk memeberikan pedoman
bagi generasi muda Indonesia guna meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa
dan bernegara sejalan dengan arah dan cita-cita bangsa Indonesia”. Selanjutnya
menurut Zamroni (2007:137) “Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan sebagai suatu proses
seseorang mempelajari orientasi, karakter dan perilaku politik, sehingga yang
bersangkutan memiliki political knowladge, awareness, attitude, political efficacy
dan political participan, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara
rasional”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa melalui mata
pelajaran Pendidiakan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan nilai
nilai politik yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sejak
dini, dapat menumbuhkan kesadaran berpolitik dalam rangka menciptakan suatu
karakter dan perilaku siswa yang benar-benar demoratis, dinamis, partisipatif,
efektif dan efisien.
Berdasarkan pernyataan di atas, hasil penelitian Wildan Nurul Fajar,
membuktikan bahwa pelaksanaan pendidikan politik di sekolah terhadap
peningkatan kesadaran politik siswa melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan dapat menumbuhkan pengatahuan tentang politk
keterampilan siswa dalam ikut serta berpolitik serta mematangkan karakter siswa
dalam bertindak dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas dapat peneliti
simpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang secara umum diarahkan untuk menciptakan generasi muda yang
melek politik sebagai upaya pembangunan politik siswa dalam mengenal,
mengetahui dan memahami sistem politik yang berjalan, serta sebagai wahana
pengembangan potensi siswa, sehingga siswa memiliki pengetahuan (knowladge),
keterampilan (skill) dan karakter kewarganegaraan (dispotition) yang memadai dan
memungkinkan untuk berpartisipasi secara aktif, cerdas dan dapat bertanggung
jawab dalam kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara khususnya di
sekolah. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran dalam tujuannya berupaya
dalam membentuk manusia yang berjiwa pancasila, beriman, bertakwa kepada
tuhan yang maha ESA, memiliki rasa kebanggaan kepada tanah air, menjadi warga
negara yang demokratis, memiliki daya saing, dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. dengan tujuan utamanya yaitu menjadikan warga negara
indonesia untuk lebih baik (to be a good citiezensip) yang taat dan sesuai dengan
ketentuan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan adalah seleksi, adaptasi dari lintas disiplin ilmu-
ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, teknologi, agama, kegaiatan dasar
manusia (basic human activities) yang diorganisir dan disajkan secara psikologis
dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan pandidikan ilmu pengetahuan
sosial dan tujuan pendidikan nasional.” (Nu’man Somantri : 2001)
Berdasarkan hasil wawancara pra-penelitian di SMA Negeri 8 Kota Serang
diperoleh informasi dari pembina OSIS Bapak Ahmad Syarifuddin Siregar, S.Pd.I.
Pelaksanaan pemilihan ketua OSIS di SMA Negeri 8 Kota Serang bisa di bilang
masih pada tahap perkembangan artinya partisipasi siswa terhadap praktik politik
sudah mulai perduli akan tetapi masih banyak pula yang tidak perduli (apatis)
ditandi dengan beberapa hal, yaitu : (1) Mulai dari pencalonan, kurangnya
kesadaran individu untuk mancalonkan diri sebagai calon ketua OSIS (2) Kurannya
sosialisasi dan komunkasi yang dilakukan calon ketua OSIS (3) kurangnya
partisipasi siswa dalam membantu sebagai tim sukses calon ketua OSIS terlebih
lagi ketika pemungutan suara siswa kurang berpartisipasi secara aktif namun siswa
senang karena proses kegiatan belajar mengajar (KBM) ditiadakan. Selain itupun
informasi serupa di sampaikan oleh ketua OSIS terpilih periode 2016/2017 Habibah
yang mengatakan bahwa pada pelaksanaan pemilihan ketua OSIS mulai dari
pencalonan ketua, sangat kurang kesadaran individu terutama untuk laki-laki dalam
mencalon diri sebagai ketua OSIS, selain itu dalam masa kampanye kurangnya
partisipan sebagai tim sukses dan terlebih lagi masih sangat rendah minat siswa
dalam berpartisipasi secara aktif dalam pemilihan ketua OSIS, hal tersebut bisa
dipengaruhi pula dari rendahnya pengetahuan siswa tentang politik dan kesadaran
untuk terlibat perpolitikan disekolah dalam hal ini yaitu pemilihan ketua OSIS di
sekolah.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat penelti simpulkan bahwa bentuk
partisipasi politik pemilih pemula bisa di lakukan dalam hal-hal sederhana seperti
ikut serta dalam kegiatan pemilihan ketua OSIS di sekolah, akan tetapi dalam
praktiknya masih banyak kendala yang terjadi berkaitan dengan tingkat kesadaran
siswa, dalam hal ini yaitu berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pemilihan ketua
OSIS sebagai wahana demokratisasi dari pengetahuan yang di peroleh melalui mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang memuat berbagai nilai-
nilai politik, sehingga hal tersebut berdampak pada berbgai aspek. Seperti, calon
ketua OSIS yang tidak kompeten sebagai calon pemimpin, kurang terselenggaranya
sistem demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan terciptanya budaya politik yang
Apatis.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk mengangkat judul
tentang “PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI
MUDA TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH
PEMULA” (Studi Korelasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMA
Negeri 8 Kota Serang)

C. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang sangat penting
dalam menentukan suatu masalah yang hendak di teliti. Masalah penelitian akan
menentukan kualitas dari penelitian itu sendiri, bahkan juga menentukan apakah
sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Hal tersebeut di perkuat dengan
pendapat Arikunto (1992:22) dalam bukunya “Prosedur Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktik, mengatakan bahwa masalah merupakan bagian dari kebutuhan
seseorang untuk dipecahkan. Penyebab orang ingin mengadakan penelitian adalah
karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi”.
Berdasarkan hal tersebut dapat peneliti identifikasi beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Kurangnya kesadaran individu dalam hal ini siswa untuk mancalonkan
diri sebagai calon ketua OSIS
2. Kurangnya sosialisasi dan komunkasi yang dilakukan calon ketua OSIS
3. Kurangnya partisipasi siswa dalam membantu sebagai tim sukses calon
ketua OSIS terlebih lagi ketika pemungutan suara siswa kurang
berpartisipasi secara aktif.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa tinggat
kesadaran politik siswa bisa di bilang masih rendah.

D. Pembatasan Masalah
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah yang terlalu luas atau lebar
yang di perjelas secara rinci, sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan.
Berdasarkan hal di atas senada dengan pendapat Sedarmayanti dan Hidayat
(2011), dalam bukunya “Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa masalah adalah
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sedangkan apa yang
disebut dengan batasan masalah adalah suatu pembatasan fokus perhatian pada
ruang lingkupnya sampai menimbulkan pertanyaan dalam diri orang-orang yang
mencari permasalahan”.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi
pada raung lingkup pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda di sekolah, karena hal tersebut adalah faktor
utama dalam mempengaruhi peningkatan partisipasi politik pemilih pemula yaitu
pemilihan ketua OSIS. Selain itu, penelitian ini juga dibatasi pada siswa kelas X, XI
dan XII jurusan IPA.

E. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan pertanyaan penelitian apa
saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahan masalahnya. Dengan kata lain,
rumusan masalah merupakan pertanyaan yang ruanng lingkupnya akan diteliti
berdasarkan identifikai masalah dan batasan masalah. Sejalan dengan hal tersebut
menurut Usman (2004:26-27), “Rumusan masalah ialah usaha untuk menyatakan
secara tersurat pertanyaan pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau
dicarikan jalan pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari
identifikasi masalah dan pembatasan masalah atau dengan kata lain perumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan pembatasan
masalah”.
Berdasarkan pernyataan di atas, permasalahan yang muncul dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi politik
pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?
2. Bagaimana keadaan pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi
politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?
3. Bagaimana solusi pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebaagai pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan
partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?

F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang diperoleh setelah penelitian
selesai, sesuatu yang akan dicapai atau dituju dalam sebuah penelitian. Berdasarkan
hal tersebut diperkuat dengan pendapat W. Gede Merta, (2004:11) “yang
mengatakan bahwa tujuan penelitian menunjukkan hal-hal yang ingin dicapai,
sesuai dengan pokok permasalahan. Tujuan penelitian biasanya diawali dengan
kata-kata seperti : untuk mengetahui, menghitung, menganalisis, membedakan, dan
lain-lain”.
Dapat dikatakan bahwa semua penilitian bertujuan untuk memecahkan suatu
masalah, berdasarkan uraian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.
2. Untuk mengetahui bagaimana keadaan pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.
3. Untuk mengetahui bagaimana solusi pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.

G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan hasil dari pencapaian tujuan penelitian yang
bermanfaat secara teoritis dan praktis. Berdasarkan hal tersebut, Sugiyono (2006)
“Menyebutkan bahwa manfaat penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Berdasarkan tujuan penelitian sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah pengembangan
keilmuan dan pengetahuan dalam proses pendidikan politik bagi generasi
muda di sekolah yang dimuat ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan terhadap peningkatan partisipasi politik siswa sebagai
suatu penanaman kesadaran politik yang demokratis guna menunjang
kelestarian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbungkan kesadaran
nilai nilai politik, pengetahun, keterampilan serta sikap politik sebagai
bentuk partisipasi aktif di sekolah khususnya dalam pemilihan ketua OSIS
sebagai pemilih pemula yang dapat membentuk budaya politik yang sesuai
dengan tujuan dan harapan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
pengetahuan bagi guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
terhadap peningkatan kesadaran politik siswa sebagai wahana
demokratisasi di sekolah.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pacuan dan pemicu
serta mendukung untuk menjadikan siswa agar memiliki kesadaran untuk
belajar dan mengikuti pendidikan politik dalam menumbuhkan partisipasi
aktif siswa khususnya dalam pemilihan ketua OSIS yang berdasarkan asas
demokrasi.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai sebuah bekal bagi peneliti sebagai calon
tenaga pendidik profesional dengan dilakukannya suatu penelitian tentang
pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik bagi generasi muda indonesia dalam menumbungkan kesadaran
politik siswa serta menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam berpolitik
di sekolah.
e. Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber referensi dalam
penelitian berikutnya dan menjadi sumber yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan
politik generasi muda.

H. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam
penelitian tersebut berkenaan dengan dua variabel atau lebih, berdasarkan hal
tersebut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2017:60) mengemukakan bahwa
“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian ini
mengemukaan hubungan antara pendidikan politik generasi muda melalui
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terhadap partisipasi politik pemilih
pemula. Secara teoritis, Melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan siswa diajarkan mengenai hak dan kewajiban sebagai warga
negara melalui materi sistem politik, otonomi daerah, partai politik, budaya politik,
dsb. Selain itu, Melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
siswa diharapkan berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena itu, melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda dapat membentuk
siswa yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politk dan
masyarakat, diperkuat dengan pendapat Branson (1998:8-9) tujuan dari pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik adalah sebagai berikut :
a. Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu
b. Pengembangan pengetahuan intelektual dan partisipatoris
c. Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu
d. Komitmen yang benar terhadap nilai fundamental demokrasi
konstitusional.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowladge) berkaitan dengan isi atau apa yang seharusnya
diketahui oleh warga negara tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Keterampilan kewarganegaraan (civic skill) merupakan suatu kecakapan yang di
kembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, supaya pengetahuan yang didapat
menjadi suatu yang bermakna dan bermanfaat, keterampilan kewarganegaraan ini
dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan partisipasi secara aktif dalam
masyarakat. Karakter kewarganegaraan (civic dispotition) merupakan sikap dan
kebiasaan dalam berpikir dan bertindak yang menopang berkembangnya fungsi
sosial dalam masyarakat sebagai komitmen terhadap nilai-nilai pancasila.
Berdasarkan ketiga hal di atas dapat di lihat dalam tabel konsep di bawah yang
menggambarkan penerapan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi politik pemilih
pemula di sekolah.

Gambar 1.1
Kerangka Berfikir

Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat peneliti simpulkan bahwa melalui


mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganagaraan sebagai pendidikan
politik generasi muda yang dilaksanakan di lembaga formal yaitu sekolah dalam
membangun dan membentuk siswa untuk melek politik sebagai suatu entitas dalam
menciptakan buadaya politik yang demokratis dan aktif sesuai dengan cita cita
bangsa dan negara sehingga dapat terciptanya partisipasi aktif dari siswa.

I. Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian,
setelah peneliti mengemukakan kerangka berfikir. Hipotesis adalah dugaan
sementara yang kebenarannya masih harus dilakukan pengujian. Hipotesis ini
dimaksudkan untuk memberi arah bagi analisis penelitian (Marzuki, 2005).
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori
yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Berdasarkan pernyataan di atas, dengan demikian dalam penelitian ini,
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Terdapat Pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Sebagai
Pendidikan Politik Generasi Muda Terhadap Peningkatan Partisipasi
Politik Pemilih Pemula
H0 : Tidak Terdapat Pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Sebagai Pendidikan Politik Generasi Muda Terhadap Peningkatan
Partisipasi Politik Pemilih Pemula
Berdasarkan hipotesis yang peneliti ajukan dapat ditarik kesimpulan apakah
Pendidikan Pancasila dan Kewaraganegaraan terdapat pengaruh atau tidak terdapat
pengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8
Kota Serang.

J. Kajian Teoritik
Teori adalah serangkaian konsep atau definisi yang saling berkaitan dan
bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena
dalam menelaah suatu masalah atau fenomena yang terjadi sehingga fenomena
tersebut dapat diterangkan secara gamblang dan sistematis. Berdasarkan hal
tersebut Sumadi Suryabrata dalam (Sugiyono 2017:52). “Menyatakan setelah
masalah penelitian dirumuskan, maka langkah berikutnya dalam proses penelitian
(kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk
pelaksanaan penelitian”.
Berdasarkan hal tersebut peneliti membagi kajian teori menjadi 4 (empat)
teori yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pendidikan Politik
a. Definisi Pendidikan Politik
Istilah Pendidikan Politik berasal dari bahasa inggris yaitu political
socialization. Jika ditelusuri pada berbagai literatur politik yang ada.
Pendidikan politik termasuk bagian proses sosialisasi politik. Walaupun
berbeda secara penelitian, baik sosialisasi politik maupun pendidikan politik
mempunyai tujuan serta fungsi yang sama secara prinsip. Karena itu dalam
dalam penelitian ini baik sosialisasi politik ataupun pendidikan politik
dipergunakan bersama tanpa diperdebatkan. Hal tersebut di perkuat dengan
pernyataan menurut Rusadi Kantaprawira (2004:55), “Pendidikan politik
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai paham
kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus mampu menjalankan tugas
partisipasi”. Selanjutnya untuk tujuan pendidikan politik bagi generasi muda
dituangkan dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik
bagi Generasi Muda yang menyatakan bahwa : Tujuan pendidikan politik
adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan
tujuan pendidikan politik lainnya ialah menciptakan generasi muda
Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun
manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik merupakan proses pembahuruan kehidupan politik
bangsa Indonesia yang di persempit lagi ruang lingkupnya, praktek
pendidikan politik dapat dijalankan melalui lembaga formal yaitu sekolah
melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem
politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif, dan efisien.
b. Bentuk-Bentuk Pendidikan Politik
Menurut Rusadi Kantaprawira (2004:56) bentuk-bentuk pendidikan
politik dapat dilakukan melalui:
1. Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk
publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2. Siaran radio dan televisi serta film (audio visual media).
3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja
tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan
formal ataupun iniformal.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik dapat dilakukan dalam berbagai hal seperti media cetak,
media televisi, lembaga formal, non formal dan bisa langsung diberikan
oleh partai politik.
c. Materi Pendidikan Politik
Di indonesia pelaksanaan pendidikan politik mengacu pada dasar
hukum konstitusi yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
demikian seluruh materi pendidikan politik harus mengacu pada amanat
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tidak terkecuali pada
pelaksanaan bagi pendidikan politik generasi muda. Di Indonesia materi
serta kurikulum bagi proses pendidikan politik generasi muda diatur dalam
Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi
Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan pendidikan politik antara
lain:
1. Penanaman kesadaran berideologi, berbangsa, dan bernegara,
2. Kehidupan dan kerukunan hidup beragama;
3. Motivasi berprestasi;
4. Pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan
penghormatan atas harkat dan martabat manusia;
5. Pengembangan kemampuan politik dan kemampuan pribadi untuk
mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam politik;
6. Disiplin pribadi, sosial, dan nasional;
7. Kepercayaan pada pemerintah;
8. Kepercayaan pada pembangunan yang berkesinambungan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
tercapainya proses pendidikan politik yang disampaikan melalui mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewaragangaraan dapat dilihat dari
sejauh mana seseorang dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tujuan dan arah pandang bangsa dan
negara yang termuat kedalam materi Sistem Politik di Indonesia dan Sistem
Demokrasi sebagai perwujudan partisipasi politik siswa di sekolah.
d. Sarana (Agen) Pendidikan Politik
1. Sekolah
Orang yang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah
terhadap kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik,
memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-proses politik, dan
lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya. Sekolah memberi
pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan
mereka didalamnya. sekolah memberi pandangan yang lebih kongkrit
tentang lembaga lembaga politik dan hubungan-hubungan politik.
sekolah juga merupakan saluran pewarisan nilai-nilai dan karakter
warga negara. sekolah dapat memegang peran penting dalam
pembentukan karakter terhadap aturan permainan poitik (rule of the
political game) yang tak tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di
inggris yang secara tradisional menanamkan nilai-nilai kewajiban warga
negara, hubungan politik informil, dan integritas politik. Sekolah dapat
mempertebal kesetiaan terhadap sistem politik dan memberikan simbol-
simbol umum untuk menunjukan tanggapan yang ekpresif terhadap
sistem itu, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetian ”Padamu Negeri”
selain itupun pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat
kesetiaan kepada sistem politik.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik dapat disampaikan melalui agen-agen politik seperti
partai politik, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, sekolah dan
lain-lain dimana salah satunya pendidikan politik dapat disampaikan melalui
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganearaan yang berada
dalam lembaga pendidikan yaitu sekolah.

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraaan


a. Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan pernyataan
di atas, menurut DEPDIKNAS (2006:49) sendiri Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas,
terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Pendapat lain menyebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara
agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Somantri, 2001: 154)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat peneliti simpulkan
bahwa pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah suatu
mata pelajaran yang merupakan satu rangkaian proses untuk mengarahkan
peserta didik menjadi warga negara yang berkompeten. Menurut Branson
dalam (Sri Wuryan 1998) kompetisi dasar warga negara terdiri dari tiga
kompenen yaitu pengetahuan (knowladge), keterampilan (skill), dan
karakter (dispotition) ketiga komponen itulah yang menjadi tujuan utama
dalam Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan sebagai salah satu bentuk
terwujudnya warga negara yang baik (to be a good citizenship) yang
berkarakter bangsa Indonesia, cerdas, terampil, dan bertanggungjawab
sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat sesuai ketentuan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Tujuan dari Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan secara legalitas
diatur dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tujuannya adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Berdasarkan Pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran yaitu membentuk
warga negara yang baik berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, serta dapat berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam
kegiatan di masyarakat khususnya bagi siswa di sekolah sebegai generasi
muda penerus bangsa.

3. Partisipasi Politik
a. Definisi Partisipasi Politik
Partisipasi menjadi salah satu prinsip mendasar dari good government,
sehingga banyak kalangan menempatkan partisipasi sebagai strategi awal
dalam mengawali reformasi 1998. Partisipasi berasal dari bahasa latin yaitu
pars yang artinya bagian dan capere yang artinya mengambil peranan dalam
aktivitas atau kegiatan politik negara. Apabila digabungkan berarti
“mengambil bagian”. Dalam bahasa inggris, partisipate atau participation
berarti mengambil bagian atau peranan. Jadi partisipasi berarti mengambil
peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik negara. Berdasarkan hal
tersebut, menurut Suharno (2004:102-103). “Partisipasi politik adalah salah
satu aspek penting suatu demokrasi, partisipasi politik merupakan ciri khas
dari modernisasi politik. Adanya keputusan politik yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan
warga negara, maka warga negara berhak ikut serta menentukan isi
keputusan politik”. Oleh karena itu yang dimaksud dengan partisipasi
politik menurut Hutington dan Nelson dalam (Cholisin 2007: 151) adalah
“Kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah”.
Selanjutnya Ramlan Subakti dalam (Cholisin 2007:150) “Memberikan
definisi singkat mengenai partisipasi politik sebagai bentuk keikutsertaan
warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut
atau mempengaruhi hidupnya”. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Miriam Budiarjo dalam (Cholisin 2007:150) yang “Menyatakan bahwa
partisipasi politik secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara dan langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat
pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya”. Oleh sebab itu, di
negara-negara demokrasi pada umumnya dianggap bahwa partisipasi
masyarakatnya lebih banyak, maka akan lebih baik. Dalam
implementasinya, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga
negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri
dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah
pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat
ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan (Miriam Budiardjo, 2008: 369)
b. Tipologi Partisipasi Politik
A. Rahman H.I (2007: 288) menyatakan bahwa secara umum tipologi
partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi :
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input
dan output.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada
output, dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah, menerima
dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena
menggapsistem politik yang ada menyimpang dari yang dicita-
citakan.
Sedangkan Milbrath dan Goel dalam Cholisin (2007: 152)
membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori yakni :
1. Partisipasi politik apatis, orang yang tidak berpartisipasi dan
menarik diri dari proses politik.
2. Partisipasi politik spector, orang yang setidak-tidaknya pernah ikut
memilih dalam pemilihan umum.
3. Partisipasi politik gladiator, mereka yang secara aktif terlibat dalam
proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak
tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis
masyarakat.
4. Partisipasi politik pengritik, orang-orang yang berpartisipasi dalam
bentuk yang tidak konvensional.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa salah
satu bentuk partisipasi politik di lembaga formal yaitu sekolah sebagai
pemilih pemula dalam terlihat dari pemilihan ketua OSIS, pemberian suara
dalam pemilihan ketua OSIS serta berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
pemilihan ketua OSIS sebagai bentuk terwujudnya sistem yang demokratis.
Hal tersebut tertuang dalam materi Sistem Demokrasi dalam pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganagaraan. Kegiatan ini walaupun hanya
pemberian suara, namun juga menyangkut semboyan yang diberikan dalam
kampanye, bekerja dalam membantu pemilihan, membantu tempat
pemungutan suara dan lain-lain.

4. Pemilih Pemula
1. Konsep Pemilih Pemula
Pemilih pemula dalam kategori politik adalah kelompok orang yang
baru pertama kali menggunakan hak pilihnya. Orientasi politik pemilih
pemula ini selalu dinamis dan akan berubah-ubah mengikuti kondisi yang
ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut di
perkuat dengan pendapat M. Rusli Karim (1991:32) yang mengemukakan
bahwa “Kaum muda adalah kaum yang sulit didikte, bahkan ada dugaan
generasi muda merupakan salah satu kelompok yang sulit didekati partai
politik ataupun kontestan Pemilu. Pada umumnya pemilih pemula belum
memiliki literasi politik yang memadai. Pemilih pemula cenderung
mengikuti tren di lingkungan tempat tinggalnya”. Berdasarkan pendapat di
atas Menurut Suhartono (2009:6), “pemilih pemula khususnya remaja
mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-
hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang
kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan,
kelompok sebaya adalah sesuatu hal penting dalam kehidupan seorang
remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman
sendiri dalam pergaulan”.
Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi, sementara
keputusan pilihan belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula
sebagai swing voters yang sesungguhnya sudah tepat. tetapi pilihan politik
mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong
oleh konteks dinamika lingkungan politiklokal. Seringkali apa yang mereka
pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidaktahuan dalam soal politik
praktis, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih
memikirkan kepentingan jangka pendek. Namun terlepas dari semua itu,
keberadaan pemilih pemula tentu menjanjikan dalam setiap ajang pemilihan
umum, sebagai jalan untuk mengamankan posisi strategis yang ingin dicapai
oleh setiap calon yang maju dalam pemilihan. Siapapun itu yang bisa
merebut perhatian kalangan ini akan dapat merasakan keuntungannya,
sebaliknya ketiadaan dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup
merugikan bagi target-target suara pemilihan yang ingin dicapai.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
orientasi partisipasi politik yang berlangsung di lembaga formal (sekolah)
dapat diwujudkan kedalam pemilih pemula sebagai partisipan dalam
pemilihan ketua OSIS yang di laksanakan setiap tahunnya sebagai budaya
politik yang mencerminkan demokratiasi di sekolah yang diikuti seluruh
siswa dengan rata-rata usia 15-17 tahun, dengan begitu bisa terciptanya
budaya politik yang aktif yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

K. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah utnuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal
tersebut Sugiyono (2017:2) “Mengatakan terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan dalam suatu penelitian yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan
kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Data yang diperoleh melalui
penelitian itu harus data yang empiris (teramati). Dan memiliki tujuan dan
kegunaan untuk pengembangan keilmuan secara teoritis dan praktis”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode korelasional dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2010:4) “Penelitian
korelasional adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui
tingkat hubungan antar dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan,
tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada, selanjutnya
pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2017:7) “Menjelaskan bahwa
pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang data penelitiannya berupa
angka-angka dan analisis datanya menggunakan statistik”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan
bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel pada
suatu studi kelompok subjek, dan di analisis melalui statistik dari data data
berupa angka yang di peroleh.

2. Popilasi dan Sampel Penelitian


a. Populasi
Populasi bukan hanya orang tetapi objek atau subjek lain dari
penelitian. Populasi juga bukan banyaknya jumlah yang ada pada objek
yang di pelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki
oleh subjek atau objek itu sendiri dan sampel merupakan bagian dari
populasi tersebut. hal tertebut senada dengan pendapat Prof. Dr. Sugiyono
(2016:117) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas Objek
dan Subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di
tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data dari responden
siswa kelas X, XI dan XII jurusan IPA. Data yang di dapat adalah sampel
yang mewakili dari seluruh populasi. Maka dengan sampel yang diambil
dari populasi tersebut harus betul-betul Representative, artiannya dapat
mewakili.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian yang memiliki ciri-ciri yang akan
diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa jurusan IPA di
SMA Negeri 8 Kota Serang. Berdasarkan data sekolah SMA Negeri 8 Kota
Serang jumlah siswa jurusan IPA mulai dari kelas X, XI dan XII tahun 2017
berjumlah 468 siswa.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi. Sampel
merupakan suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dapat
menggambarkan populasinya. Berdasarkan hal tersebut dalam bukunya
(Arikunto, 2010) berpendapat bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang diteliti. Untuk menentukan besarnya sampel apabila subjek
kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya yaitu
penelitian populasi. Jika subjeknya lebih dari 100 dapat menggunakan
teknik sampel dan diambil antara 15-25 % dari populasi”.
Rumus yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah :

n = 20% x N
Keterangan :
n = Sampel
N = Populasi

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa


dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampel karena subjek
yang akan diteliti lebih dari 100, maka dari populasi sebesar 468 siswa
peneliti mangambil sampel sebesar 93 siswa dengan perhitungan 20% dari
besarnya populasi.
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel dibagi berdasarkan
kelas, antara lain sebagai berikut :

Tabel 1.1
Populasi dan Sampel
Kelas Populasi Sampel
X MIA 1 35 7
X MIA 2 33 7
X MIA 3 34 7
X MIA 4 33 6
XI IPA 1 39 8
XI IPA 2 39 8
XI IPA 3 39 8
XI IPA 4 40 8
XII IPA 1 35 7
XII IPA 2 37 7
XII IPA 3 31 6
XII IPA 4 37 7
XII IPA 5 36 7
Jumlah 468 93

Berdasarkan tabel di atas, dapat peneliti simpulkan dari besarnya


populasi yang mencapai 468 siswa maka peneliti menggunakan teknik
sampel dengan perhitungan 20% dari jumlah populasi, maka di dapat
sampel sebesar 93 siswa. Dan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik Random Sampel. Pada teknik ini, secara teoritis menurut Sukardi
(2008:58) semua anggota dalam populasi mempunyai probabilitas atau
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Untuk mendapat
responden yang hendak dijadikan sampel, satu hal penting yang harus
diketahui oleh para peneliti adalah bahwa perlunya mengetahui jumlah
responden yang ada dalam populasi.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam menyusun sebuah laporan penelitian, seorang peneliti
membutuhkan alat bantu yang digunakan sebagai instrumen penelitiannya.
Serta membutuhkan data-data yang valid guna mendukung hasil dari
penelitian peneliti tersebut. Oleh karena itu, seorang peneliti harus
mengetahui dan memahami apa itu pengumpulan data, instrumen penelitian
dan teknik-teknik pengumpulan data. Berdasarkan hal tersebut di perkuat
dengan pernyataan Sugiyono (2017: 137) “Terdapat dua hal utama yang
mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen
penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian
berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas
pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data”. Selanjutnya Arikunto (2010:265) memperkuat
pernyaataan sebelumnya, bahwa instrumen pengumpulan data adalah alat
bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya
mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah.
Berdasarkan pernyataan di atas, teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan melalui teknik triangulasi data, menurut Sugiyono
(2012:241), “Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada”. Oleh karena itu pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan tiga teknik, yaitu :
a. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Sutrisno Hadi dalam
(Sugiyono 2017:145) “Mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan”. Teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
Dari segi proses pelaksaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi participant observation (Observasi berperan serta) dan
non prticipant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang
digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur
dan tidak terstruktur.
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan observasi non partisipan atau peneliti tidak terlibat langsung
dengan kegiatan sehari-hari responden, hanya sebagai pengamat independen
yang akan mengamati sumber data penelitian. Dan sebagai instrumennya
peneliti menggunakan teknik observasi tersetruktur yang telah dirancang
secara sistematis, tantang apa yang akan diamati, kapan dan dimana
tempatnya. Dalam melakukan pengamatan peneliti menggunakan instrumen
penelitin yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Pedoman angket
tertutup dan studi dokumentasi dapat digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan observasi.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan alat pengumpulan data berupa salinan
dokumen-dokumen (arsip), foto, dan semacamnya. Hal itu sesuai dengan
pendapat Suharsimi Arikunto (2002:206) “Metode dokumentasi adalah
mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. Sedangan menurut
Hadari Nawawi (2005:133) “menyatakan bahwa studi dokumentasi adalah
cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-
arsip dan termasuk juga buku”. Hal ini sependapat dengan pernyataan
Ridwan (2013:58) bahwa “dokumentasi ditunjukan untuk memperoleh data
langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan,
peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film documenter, dan data
yang relevan penelitian”.
Berdasarkan pernyataan di atas dalam penelitian ini, diperoleh data
data jumlah siswa kelas X, XI dan XII, arsip kegiatan pemilihan Ketua
OSIS periode 2017-2018 dan foto foto kegiatan pemilihan ketua OSIS.
c. Angket
Selanjutnya teknik pengumpulan data yang ketiga yaitu angket atau
kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang
akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu
kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar.
Menurut Uma Sekaran dalam (Sugiyono, 2017:142) “Ada beberapa prinsip
dalam penelitian angket sebagai teknik pengumpulan data yaitu: prinsip
penelitian, pengukuran dan penampilan fisik. Selain itu juga jenis kuesioner
dapat berupa pertanyaan tertutup ataupun pertanyaan terbuka. Namun
peneliti menggunakan angket dengan pertanyaan tertutup, artinya jawaban
dari pertanyaan tersebut telah di sediakan, tugas responden adalah memilih
jawaban yang telah disediakan”.
Berdasarkan pernyataan di atas dalam penelitian ini peneliti
menggunakan jenis angket atau kuesioner tertutup jadi dari intrumen
pertanyaan responden hanya memilih alternatif jawaban dari beberapa
pilihan yang di berikan.

4. Instrumen dan Analisis Instrumen Penelitian


a. Instrumen
Secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk
memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada
langkah pengumpulan informasi di lapangan. Hal tersebut sependapat
dengan pernyataan Sukardi (2008:75) “Dalam penelitian kuantitatif harus
termuat instrumen penelitian, menentukan hipotesis dan pemilihan teknik
statistika yang harus dibuat secara intensif, sebelum peneliti memasuki
lapangan. Karena dalam penelitian kuantitatif, intrumen penelitian
seharusnya dibuat terlebih dahulu secara intensif sebagai kelengkapan
proposal”.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dalam
penelitian dengan pendekatan kuantitatif, intrumen penelitian disusun secara
intensif sebagai kelengkapan proposal. Dalam hal ini peneliti menggunakan
teknik angket atau kuisoner dengan model Skala Liket sebagai teknik
pengumpulan data yang diberikan kepada siswa kelas X, XI dan XII jurusan
IPA SMA Negeri 8 Kota Serang.
1. Skala Liket
Skala liket adalah skala pengukuran yang digunakan dalam angket
untuk mengukur sikap, perilaku serta pendapat seseorang. Hal ini
sependapat dengan pernyataan Siguyono (2017:93) “Sekala liket
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena
ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian”.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
dalam penelitian ini, penyusunan instrumen berdasarkan variabel yang
akan diukur dijabarkan manjadi indikator variabel, kemudian dijadikan
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa pertanyaan
pilihan ganda dengan 5 (lima) gradasi dari selalu, sering, kadang-
kadang, pernah sampai Tidak Pernah dengan skor 5, 4, 3, 2 dan 1. Hal
tersebut senada dengan pendapat Sugiyono (2017:93-94).
Secara rinci untuk pengskoran setiap alternatif jawaban pertanyaan
positif (+) dan pertanyaan negatif (-) terlihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2
Skor jawaban pertanyaan positif (+) dan Negatif (-)

Pertanyaan Positif (+) Pertanyaan Negatif (-)


Alternatif Jwaban Skor Alternatif Jawaban Skor
Selalu 5 Selalu 1
Sering 4 Sering 2
Kadang-kadang 3 Kadang-kadang 3
Pernah 2 Pernah 4
Tidak Pernah 1 Tidak Pernah 5

Berdasarkan tabel di atas dapat peneliti simpulkan bahwa


pengskoran jawaban dapat dikatan betul dengan skor 5 dilihat dari jenis
pertanyan positif (+) atau negatif (-).

b. Analisis Instrumen Penelitian


Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan bisa digunakan apabila
sudah valid dan reliabel dalam uji coba instrumen, hal tersebut sesuai
dengan pernyatan Arikunto (2002:160) “menjelaskan bahwa instrumen yang
baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel.
Untuk menyatakan baik dan tidaknya suatu instrumen penelitian, maka
perlu diadakan pengujian validitas dan reliabilitas”. Sedangkan menurut
Sugiyono (2017:268) “Dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan
data yang valid, reliabel dan objektif, maka penelitian dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang valid dan reliabel, dilakukan pada sampel
yang mendekati jumlah populasi dan pengumpulan serta analisis data
dilakukan dengan cara yang benar”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dalam
penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel yang
diuji validitas dan reliabilitasnya adalah instrumen penelitiannya.

1. Uji Validitas Instrumen


Alat ukur dikatakan valid apabila alat ukur tersebut dapat dengan
tepat mengukur sesuatu yang hendak di ukur. Dengan kata lain, validitas
berkaitan dengan ketepatan alat ukur, hal tersebut sesuai dengan
pendapat Sugiyono (2006) “Uji validitas adalah suatu langkah pengujian
yang dilakukan terhadap isi dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk
mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan untuk
mengukur instrumen dapat dikatakan valid maka perlu di lakukan uji
validitas dengan menggunakan rumus tertentu.
Adapun rumus yang digunakan dalam menentukan validitas suatu
instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

(Arikunto : 2002)
Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : Jumlah responden
Ʃxy : Jumlah hasil perkalian antara skor butir X dan skor butir Y
Ʃx : Jumlah seluruh skor butir X
Ʃy : Jumlah seluruh skor butir Y
Program Micrisoft Excel digunakan untuk membantu mendapatkan
hasil koefisien korelasi setiap butir dengan skor total. Harga r tersebut
ditransformasikan ke harga t, sehingga diperoleh thitung dengan rumus
sebagai berikut :

𝑟𝑥𝑦 √𝑛 − 2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
√1 − 𝑟𝑥𝑦 2

(Arikunto : 2002)

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y

n : Jumblah responden

Instrumen diangap valid apabila thitung lebih besar dari pada ttabel
pada paraf 0,05
Nilai validitas instrumen diklasifikasikan ke dalam kriteria acuan,
dapat di lihat pada tabel 1.3 (Elis dan Rusdiana 2015:172)

Tabel 1.3
Kriteria acuan validitas instrumen

Kriteria Keterangan
0,80-1,00 Sangat tinggi
0,60-0,79 Tinggi
0,40-0,39 Cukup
0,20-0,38 Rendah
0,00-0,19 Sangat rendah
Dari tabel di atas dapat peneliti simpulkan bahwa kriteria validitas
instrumen dapat dikatakan valid apabila koefisien korelasi antara
variabel X dengan variabel Y menyentuh angka 0.80-1,00.

2. Uji Reliabilitas Instrumen


Reliabilitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas dapat menunjukkan
sejauhmana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang
sama. Berdasarkan hal tersebut sejalan dengan pendapat Husaini (2003)
“Uji reliabilitas adalah proses pengukuran terhadap ketepatan
(konsisten) dari suatu instrumen. Pengujian ini dimaksudkan untuk
menjamin instrumen yang digunakan merupakan sebuah instrumen yang
handal, konsistensi, stabil dan dependabilitas atau bergantung, sehingga
bila digunakan berkali-kali dapat menghasilkan data yang sama”.
Berdasarkan pandapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
intrumen penelitian selain di uji validitasnya tentu harus di uji juga
reliabilitasnya, sehingga intrumen yang di gunakan dapat di percaya dan
keuji keabsahannya. Untuk menentukan apakah instrumen dapat di
katakan reliabel maka harus digunakan rumus sebagai berikut :

𝑛 Ʃ𝜎𝑏2
𝑟𝑖𝑖 = [ ] [1 − 2 ]
(𝑛 − 1) 𝜎𝑏
Keterangan :
rii : Reabilitas yang di cari
n : Jumblah instrumen valid
Ʃ𝜎𝑏2 : Jumlah varians skor tiap-tiap skor
𝜎𝑏2 : Varians total
Berdasarkan rumus di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
isntrumen dapat di katakan reliabel apabila rii > 0,07 (Johnson &
Christensen, 2012).

5. Teknik Analisis Data


Menentukan teknik analisis merupakan sebuah proses yang terintegrasi
dalam prosedur penelitian. Analisis data dilakukan utnuk menjawab rumusan
masalah dan hipotesis yang sudah diajukan. Hasil analisis data selanjutnya
dijabarkan dan dibuat kesimpulannya. Berdasarkan pernyataan tersebut.
Menurut Suryani dan Hendryadi (2015:210) “Dalam penelitian Kuantitatif
teknik analisis terbagi menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik
Inferensial”.
a. Statistik Inferensial
Statistik inferensial digunakan untuk penelitian sampel, di mana
peneliti bermaksud melakukan generalisasi atau menaksir populasi
berdasarkan data sampel. Statistik ini akan cocok digunakan bila sampel di
ambil dari populasi yang jelas, dan teknik pengambilan sampel dari populasi
itu dilakukan secara random. Berdasarkan pernyataan di atas, menurut
Suryani dan Handryadi (2015:220) “Statistik inferensial dibagi menjadi dua
yaitu statistik parametrik dan non paramentrik dan dikelompokan menjadi
model asosiatif, komparatif dan interdependen.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dalam
penelitian ini. Peneliti menggunakan statistik inferensial parametrik karena
statistik infensial parametrik merupakan penelitian sampel dimana peneliti
ingin menaksir parameter populasi melalui data sampel, dengan model
Asosiatif, teknik regresi sederhana, yaitu menguji pengaruh Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda
terhadap peningkatan partisipasi politik pemilih pemula. Sebelum uji
Signifikansi melalui teknik regresi, terlebih dahulu dilakukan prasyarat
analisis yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji linearitas.
L. Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan September 2017 sampai
Januari 2018, dengan perincian sebagai berikut :

Bulan Oktober November Desember Januari


No
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Observasi
1
Awal
Penyusunan
2 Proposal
Penelitian
Seminar
3
Proposal
DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 1996. Kepeloporan OKP dalam Pendidikan Politik. Bandung : IKIP


Bandung Press.
Ahmadi dan Uhbiyanti. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Alfian. 1992. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonseia. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Arikunto Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar Saifuddin .2013. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Branson, M.S. 1998. The Role of Civic Education. Calabasas : CCE
Budiardjo Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Budiardjo Miriam. 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi Jakarta :
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Cholisin, dkk. 2007. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta : UNY Press.
Darmani Hamid. 2006. Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi. Bandung : Alfabeta.
Depdiknas. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah
Tsanawiyah. Revisi Draft Dokumen Lampiran. Jakarta : Depdiknas.
Depdiknas. 2006. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Goleman Daniel. 2007. Social Intelligence : The New Science of Human
Relationship. New York. (Penerbit).
Hasbullah. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada.
Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda.
Johnson, B and Christensen, L. 2012. Educational Research: Quantitative,
Qualitative, and Mixed Approaches. London: SAGE Publications, Inc.
Karim Rusli M. 1991. Pemilu Demokratis Kompetitif. Yogyakarta : Tiara Wacana.
Kantaprawira, Rusadi. 2004. Sistem Politik Indonesia : Suatu Model Pengantar.
Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Marzuki. 2005. Metodologi Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial,
Edisi Kedua. Yogyakarta : Ekosiana.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Naional 2006:49.
Santrock, John W.2010. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta : Kencana.
Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sastroatmodjo, Sudijono. 1995. Partisipasi Politik. Semarang : IKIP Semarang
Press.
Sedarmayanti. Hidayat. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung : Mandar Maju.
Sirozi. 2005. Pendidikan Politik : Sebagai Bagian Dari Pendidikan Orang Dewasa.
Jakarta : PT.Rajagrafindo.
Somantri Nu’man. 2001. Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung.
Rosda Karya dan PPS UPI.
Subakti Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT.Grasindo.
Sudjono Anas. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT.Grafindo.
Sugihartono. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Perss.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Cetakan ke-25
Bandung : Alfabeta.
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara.
Suryani. Hendryadi. 2015. Metode Riset Kuantitatif :Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.
Surabaya : Rosda Karya.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Rahman. A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Ratnawulan Elis. Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Pustaka
Setia.
Undang-undang No 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang- undang Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Setandar Nasional Pendidikan.
Udin S. Winataputra. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas
Terbuka.
W. Gede Merta. 2004. Metode Penelitian. Denpasar : Universitas Warmadewa
Fakultas Ekonomi Unwar.
Wuryan Sri. Syaifullah. 2014. Ilmu Kewarganegaraan (CIVICS). Bandung
Labolatorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.
Yovi. 2013. Pentingnya Pendidikan Politik di Sekolah. Banjarnegara. Skripsi.
Zamroni. 2007. Pendidikan Demokrasi Transisi. Jakarta : PSAP.
Sumber Internet
Goleman Daniel. 1995. Social Intelligence : Emotional Intelligence. New York.
Diakses dari http://www.danielgoleman.info/topics/social-intelligence/ Pada
tanggal 06 September 2017 Pukul 20:43.
Rany Asiya. 2013. Pentingnya Pembelajaran kewarganegaran Bagi Bangsa dan
Bernegara. Diakses dari
http://asiyaranykartikasuri.blogspot.co.id/2013/07/articles/manfaatpembelajar
an-kewarganegaraan.html Pada tanggal 06 September 2017 Pukul 20:38.
LAMPIRAN
Gambar 1.1
Wawancara pra-penelitian dengan Habibah senagai ketua OSIS periode 2016-2017
(Dok Peneliti 2017)
Gambar 1.2
Membina debat tertutup dalam pemilihan calon ketua OSIS periode 2017-2018
(Dok Peneliti 2017)

Gambar 1.3
Membina debat tertutup dalam pemilihan calon ketua OSIS periode 2017-2018
(Dok Peneliti 2017)
Gambar 1.4
Bersama Wakil Kepala Sekolah Sekaligus Pembina OSIS
(Dok Peneliti 2017)

Anda mungkin juga menyukai