PROPOSAL SKRIPSI
(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan di Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan)
Oleh :
Novan Badrusalam
NIM : 2286142146
Mengetahui,
Ketua Jurusan,
Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Damanhuri, M.Pd.
NIP. 198203032006041004
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita paanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayahnya kita semua selalu di beri kesehatan baik rohani maupun jasmani, tidak
lupa juga shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Skripsi dengan
judul “PENGARUH PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK GENERASI
MUDA TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI POLITIK PEMILIH
PEMULA”. Pembuatan proposal skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian persyaratan skripsi guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di jurusan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan..
Penelitian ini dilakukan atas dasar gejala-gejala permaslahan yang muncul
berkaitan dengan pertisipasi politik dalam lingkungan sekolah SMA Negeri 8 Kota
Serang khususnya dalam pemilihan ketua OSIS, maka peneliti berharap dengan
dilakukannya penelitian ini yaitu melalui Pendidikan Pancasila dan
Kewarganagaraan sebagai pendidikan politik generasi muda dapat memberikan
pengetahuan, kemampuan dan landasan tentang pelaksaan politik secara aktif yang
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 di sekolah.
Peneliti dengan segala kerendahan hati, menyadari akan segala kekurangan
yang ada dalam Proposal Skripsi ini, baik dari segi materi, tata bahasanya maupun
teknik penyajiannya. Kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan
demi kesempurnaan penulisan pada tahap penyusunan skripsi, sehingga dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Novan Badrusalam
UCAPAN TERIMAKASIH
C. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang sangat penting
dalam menentukan suatu masalah yang hendak di teliti. Masalah penelitian akan
menentukan kualitas dari penelitian itu sendiri, bahkan juga menentukan apakah
sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Hal tersebeut di perkuat dengan
pendapat Arikunto (1992:22) dalam bukunya “Prosedur Penelitian : Suatu
Pendekatan Praktik, mengatakan bahwa masalah merupakan bagian dari kebutuhan
seseorang untuk dipecahkan. Penyebab orang ingin mengadakan penelitian adalah
karena ia ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi”.
Berdasarkan hal tersebut dapat peneliti identifikasi beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Kurangnya kesadaran individu dalam hal ini siswa untuk mancalonkan
diri sebagai calon ketua OSIS
2. Kurangnya sosialisasi dan komunkasi yang dilakukan calon ketua OSIS
3. Kurangnya partisipasi siswa dalam membantu sebagai tim sukses calon
ketua OSIS terlebih lagi ketika pemungutan suara siswa kurang
berpartisipasi secara aktif.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa tinggat
kesadaran politik siswa bisa di bilang masih rendah.
D. Pembatasan Masalah
Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah yang terlalu luas atau lebar
yang di perjelas secara rinci, sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan.
Berdasarkan hal di atas senada dengan pendapat Sedarmayanti dan Hidayat
(2011), dalam bukunya “Metodologi Penelitian, mengatakan bahwa masalah adalah
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Sedangkan apa yang
disebut dengan batasan masalah adalah suatu pembatasan fokus perhatian pada
ruang lingkupnya sampai menimbulkan pertanyaan dalam diri orang-orang yang
mencari permasalahan”.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi
pada raung lingkup pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda di sekolah, karena hal tersebut adalah faktor
utama dalam mempengaruhi peningkatan partisipasi politik pemilih pemula yaitu
pemilihan ketua OSIS. Selain itu, penelitian ini juga dibatasi pada siswa kelas X, XI
dan XII jurusan IPA.
E. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah usaha untuk menyatakan pertanyaan penelitian apa
saja yang perlu dijawab atau dicari pemecahan masalahnya. Dengan kata lain,
rumusan masalah merupakan pertanyaan yang ruanng lingkupnya akan diteliti
berdasarkan identifikai masalah dan batasan masalah. Sejalan dengan hal tersebut
menurut Usman (2004:26-27), “Rumusan masalah ialah usaha untuk menyatakan
secara tersurat pertanyaan pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau
dicarikan jalan pemecahannya. Perumusan masalah merupakan penjabaran dari
identifikasi masalah dan pembatasan masalah atau dengan kata lain perumusan
masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti didasarkan atas identifikasi masalah dan pembatasan
masalah”.
Berdasarkan pernyataan di atas, permasalahan yang muncul dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi politik
pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?
2. Bagaimana keadaan pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi
politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?
3. Bagaimana solusi pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebaagai pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan
partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota Serang?
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang diperoleh setelah penelitian
selesai, sesuatu yang akan dicapai atau dituju dalam sebuah penelitian. Berdasarkan
hal tersebut diperkuat dengan pendapat W. Gede Merta, (2004:11) “yang
mengatakan bahwa tujuan penelitian menunjukkan hal-hal yang ingin dicapai,
sesuai dengan pokok permasalahan. Tujuan penelitian biasanya diawali dengan
kata-kata seperti : untuk mengetahui, menghitung, menganalisis, membedakan, dan
lain-lain”.
Dapat dikatakan bahwa semua penilitian bertujuan untuk memecahkan suatu
masalah, berdasarkan uraian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.
2. Untuk mengetahui bagaimana keadaan pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.
3. Untuk mengetahui bagaimana solusi pengaruh Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda terhadap
peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8 Kota
Serang.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan hasil dari pencapaian tujuan penelitian yang
bermanfaat secara teoritis dan praktis. Berdasarkan hal tersebut, Sugiyono (2006)
“Menyebutkan bahwa manfaat penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Berdasarkan tujuan penelitian sebagaimana yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah pengembangan
keilmuan dan pengetahuan dalam proses pendidikan politik bagi generasi
muda di sekolah yang dimuat ke dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan terhadap peningkatan partisipasi politik siswa sebagai
suatu penanaman kesadaran politik yang demokratis guna menunjang
kelestarian Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menumbungkan kesadaran
nilai nilai politik, pengetahun, keterampilan serta sikap politik sebagai
bentuk partisipasi aktif di sekolah khususnya dalam pemilihan ketua OSIS
sebagai pemilih pemula yang dapat membentuk budaya politik yang sesuai
dengan tujuan dan harapan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
pengetahuan bagi guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
terhadap peningkatan kesadaran politik siswa sebagai wahana
demokratisasi di sekolah.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pacuan dan pemicu
serta mendukung untuk menjadikan siswa agar memiliki kesadaran untuk
belajar dan mengikuti pendidikan politik dalam menumbuhkan partisipasi
aktif siswa khususnya dalam pemilihan ketua OSIS yang berdasarkan asas
demokrasi.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai sebuah bekal bagi peneliti sebagai calon
tenaga pendidik profesional dengan dilakukannya suatu penelitian tentang
pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik bagi generasi muda indonesia dalam menumbungkan kesadaran
politik siswa serta menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam berpolitik
di sekolah.
e. Bagi Peneliti Lanjutan
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi sumber referensi dalam
penelitian berikutnya dan menjadi sumber yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan
politik generasi muda.
H. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam
penelitian tersebut berkenaan dengan dua variabel atau lebih, berdasarkan hal
tersebut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2017:60) mengemukakan bahwa
“Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa penelitian ini
mengemukaan hubungan antara pendidikan politik generasi muda melalui
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terhadap partisipasi politik pemilih
pemula. Secara teoritis, Melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan siswa diajarkan mengenai hak dan kewajiban sebagai warga
negara melalui materi sistem politik, otonomi daerah, partai politik, budaya politik,
dsb. Selain itu, Melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
siswa diharapkan berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Karena itu, melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik generasi muda dapat membentuk
siswa yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politk dan
masyarakat, diperkuat dengan pendapat Branson (1998:8-9) tujuan dari pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik adalah sebagai berikut :
a. Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu
b. Pengembangan pengetahuan intelektual dan partisipatoris
c. Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu
d. Komitmen yang benar terhadap nilai fundamental demokrasi
konstitusional.
Berdasarkan pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowladge) berkaitan dengan isi atau apa yang seharusnya
diketahui oleh warga negara tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Keterampilan kewarganegaraan (civic skill) merupakan suatu kecakapan yang di
kembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, supaya pengetahuan yang didapat
menjadi suatu yang bermakna dan bermanfaat, keterampilan kewarganegaraan ini
dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan partisipasi secara aktif dalam
masyarakat. Karakter kewarganegaraan (civic dispotition) merupakan sikap dan
kebiasaan dalam berpikir dan bertindak yang menopang berkembangnya fungsi
sosial dalam masyarakat sebagai komitmen terhadap nilai-nilai pancasila.
Berdasarkan ketiga hal di atas dapat di lihat dalam tabel konsep di bawah yang
menggambarkan penerapan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik generasi muda terhadap peningkatan partisipasi politik pemilih
pemula di sekolah.
Gambar 1.1
Kerangka Berfikir
I. Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah ketiga dalam penelitian,
setelah peneliti mengemukakan kerangka berfikir. Hipotesis adalah dugaan
sementara yang kebenarannya masih harus dilakukan pengujian. Hipotesis ini
dimaksudkan untuk memberi arah bagi analisis penelitian (Marzuki, 2005).
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori
yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.
Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.
Berdasarkan pernyataan di atas, dengan demikian dalam penelitian ini,
peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Terdapat Pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Sebagai
Pendidikan Politik Generasi Muda Terhadap Peningkatan Partisipasi
Politik Pemilih Pemula
H0 : Tidak Terdapat Pengaruh Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Sebagai Pendidikan Politik Generasi Muda Terhadap Peningkatan
Partisipasi Politik Pemilih Pemula
Berdasarkan hipotesis yang peneliti ajukan dapat ditarik kesimpulan apakah
Pendidikan Pancasila dan Kewaraganegaraan terdapat pengaruh atau tidak terdapat
pengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik pemilih pemula di SMA Negeri 8
Kota Serang.
J. Kajian Teoritik
Teori adalah serangkaian konsep atau definisi yang saling berkaitan dan
bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena
dalam menelaah suatu masalah atau fenomena yang terjadi sehingga fenomena
tersebut dapat diterangkan secara gamblang dan sistematis. Berdasarkan hal
tersebut Sumadi Suryabrata dalam (Sugiyono 2017:52). “Menyatakan setelah
masalah penelitian dirumuskan, maka langkah berikutnya dalam proses penelitian
(kuantitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-
generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk
pelaksanaan penelitian”.
Berdasarkan hal tersebut peneliti membagi kajian teori menjadi 4 (empat)
teori yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pendidikan Politik
a. Definisi Pendidikan Politik
Istilah Pendidikan Politik berasal dari bahasa inggris yaitu political
socialization. Jika ditelusuri pada berbagai literatur politik yang ada.
Pendidikan politik termasuk bagian proses sosialisasi politik. Walaupun
berbeda secara penelitian, baik sosialisasi politik maupun pendidikan politik
mempunyai tujuan serta fungsi yang sama secara prinsip. Karena itu dalam
dalam penelitian ini baik sosialisasi politik ataupun pendidikan politik
dipergunakan bersama tanpa diperdebatkan. Hal tersebut di perkuat dengan
pernyataan menurut Rusadi Kantaprawira (2004:55), “Pendidikan politik
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat
berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Sesuai paham
kedaulatan rakyat atau demokrasi, rakyat harus mampu menjalankan tugas
partisipasi”. Selanjutnya untuk tujuan pendidikan politik bagi generasi muda
dituangkan dalam Inpres No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik
bagi Generasi Muda yang menyatakan bahwa : Tujuan pendidikan politik
adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna
meningkatkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan
tujuan pendidikan politik lainnya ialah menciptakan generasi muda
Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun
manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik merupakan proses pembahuruan kehidupan politik
bangsa Indonesia yang di persempit lagi ruang lingkupnya, praktek
pendidikan politik dapat dijalankan melalui lembaga formal yaitu sekolah
melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem
politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif, dan efisien.
b. Bentuk-Bentuk Pendidikan Politik
Menurut Rusadi Kantaprawira (2004:56) bentuk-bentuk pendidikan
politik dapat dilakukan melalui:
1. Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk
publikasi massa yang biasa membentuk pendapat umum.
2. Siaran radio dan televisi serta film (audio visual media).
3. Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja
tempat menyampaikan khotbah, dan juga lembaga pendidikan
formal ataupun iniformal.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik dapat dilakukan dalam berbagai hal seperti media cetak,
media televisi, lembaga formal, non formal dan bisa langsung diberikan
oleh partai politik.
c. Materi Pendidikan Politik
Di indonesia pelaksanaan pendidikan politik mengacu pada dasar
hukum konstitusi yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
demikian seluruh materi pendidikan politik harus mengacu pada amanat
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tidak terkecuali pada
pelaksanaan bagi pendidikan politik generasi muda. Di Indonesia materi
serta kurikulum bagi proses pendidikan politik generasi muda diatur dalam
Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi
Generasi Muda yang menyebutkan bahwa bahan pendidikan politik antara
lain:
1. Penanaman kesadaran berideologi, berbangsa, dan bernegara,
2. Kehidupan dan kerukunan hidup beragama;
3. Motivasi berprestasi;
4. Pengamalan kesamaan hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan
penghormatan atas harkat dan martabat manusia;
5. Pengembangan kemampuan politik dan kemampuan pribadi untuk
mewujudkan kebutuhan dan keinginan ikut serta dalam politik;
6. Disiplin pribadi, sosial, dan nasional;
7. Kepercayaan pada pemerintah;
8. Kepercayaan pada pembangunan yang berkesinambungan.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
tercapainya proses pendidikan politik yang disampaikan melalui mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewaragangaraan dapat dilihat dari
sejauh mana seseorang dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tujuan dan arah pandang bangsa dan
negara yang termuat kedalam materi Sistem Politik di Indonesia dan Sistem
Demokrasi sebagai perwujudan partisipasi politik siswa di sekolah.
d. Sarana (Agen) Pendidikan Politik
1. Sekolah
Orang yang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah
terhadap kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik,
memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-proses politik, dan
lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya. Sekolah memberi
pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan
mereka didalamnya. sekolah memberi pandangan yang lebih kongkrit
tentang lembaga lembaga politik dan hubungan-hubungan politik.
sekolah juga merupakan saluran pewarisan nilai-nilai dan karakter
warga negara. sekolah dapat memegang peran penting dalam
pembentukan karakter terhadap aturan permainan poitik (rule of the
political game) yang tak tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di
inggris yang secara tradisional menanamkan nilai-nilai kewajiban warga
negara, hubungan politik informil, dan integritas politik. Sekolah dapat
mempertebal kesetiaan terhadap sistem politik dan memberikan simbol-
simbol umum untuk menunjukan tanggapan yang ekpresif terhadap
sistem itu, seperti bendera nasional, dan ikrar kesetian ”Padamu Negeri”
selain itupun pengajaran sejarah nasional juga berfungsi memperkuat
kesetiaan kepada sistem politik.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bawha
pendidikan politik dapat disampaikan melalui agen-agen politik seperti
partai politik, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, sekolah dan
lain-lain dimana salah satunya pendidikan politik dapat disampaikan melalui
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganearaan yang berada
dalam lembaga pendidikan yaitu sekolah.
3. Partisipasi Politik
a. Definisi Partisipasi Politik
Partisipasi menjadi salah satu prinsip mendasar dari good government,
sehingga banyak kalangan menempatkan partisipasi sebagai strategi awal
dalam mengawali reformasi 1998. Partisipasi berasal dari bahasa latin yaitu
pars yang artinya bagian dan capere yang artinya mengambil peranan dalam
aktivitas atau kegiatan politik negara. Apabila digabungkan berarti
“mengambil bagian”. Dalam bahasa inggris, partisipate atau participation
berarti mengambil bagian atau peranan. Jadi partisipasi berarti mengambil
peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik negara. Berdasarkan hal
tersebut, menurut Suharno (2004:102-103). “Partisipasi politik adalah salah
satu aspek penting suatu demokrasi, partisipasi politik merupakan ciri khas
dari modernisasi politik. Adanya keputusan politik yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan
warga negara, maka warga negara berhak ikut serta menentukan isi
keputusan politik”. Oleh karena itu yang dimaksud dengan partisipasi
politik menurut Hutington dan Nelson dalam (Cholisin 2007: 151) adalah
“Kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang
dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah”.
Selanjutnya Ramlan Subakti dalam (Cholisin 2007:150) “Memberikan
definisi singkat mengenai partisipasi politik sebagai bentuk keikutsertaan
warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut
atau mempengaruhi hidupnya”. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Miriam Budiarjo dalam (Cholisin 2007:150) yang “Menyatakan bahwa
partisipasi politik secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara dan langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat
pemerintah atau anggota perlemen, dan sebagainya”. Oleh sebab itu, di
negara-negara demokrasi pada umumnya dianggap bahwa partisipasi
masyarakatnya lebih banyak, maka akan lebih baik. Dalam
implementasinya, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga
negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri
dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah
pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat
ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan (Miriam Budiardjo, 2008: 369)
b. Tipologi Partisipasi Politik
A. Rahman H.I (2007: 288) menyatakan bahwa secara umum tipologi
partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi :
1. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input
dan output.
2. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada
output, dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah, menerima
dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
3. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena
menggapsistem politik yang ada menyimpang dari yang dicita-
citakan.
Sedangkan Milbrath dan Goel dalam Cholisin (2007: 152)
membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori yakni :
1. Partisipasi politik apatis, orang yang tidak berpartisipasi dan
menarik diri dari proses politik.
2. Partisipasi politik spector, orang yang setidak-tidaknya pernah ikut
memilih dalam pemilihan umum.
3. Partisipasi politik gladiator, mereka yang secara aktif terlibat dalam
proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak
tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis
masyarakat.
4. Partisipasi politik pengritik, orang-orang yang berpartisipasi dalam
bentuk yang tidak konvensional.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa salah
satu bentuk partisipasi politik di lembaga formal yaitu sekolah sebagai
pemilih pemula dalam terlihat dari pemilihan ketua OSIS, pemberian suara
dalam pemilihan ketua OSIS serta berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan
pemilihan ketua OSIS sebagai bentuk terwujudnya sistem yang demokratis.
Hal tersebut tertuang dalam materi Sistem Demokrasi dalam pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganagaraan. Kegiatan ini walaupun hanya
pemberian suara, namun juga menyangkut semboyan yang diberikan dalam
kampanye, bekerja dalam membantu pemilihan, membantu tempat
pemungutan suara dan lain-lain.
4. Pemilih Pemula
1. Konsep Pemilih Pemula
Pemilih pemula dalam kategori politik adalah kelompok orang yang
baru pertama kali menggunakan hak pilihnya. Orientasi politik pemilih
pemula ini selalu dinamis dan akan berubah-ubah mengikuti kondisi yang
ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hal tersebut di
perkuat dengan pendapat M. Rusli Karim (1991:32) yang mengemukakan
bahwa “Kaum muda adalah kaum yang sulit didikte, bahkan ada dugaan
generasi muda merupakan salah satu kelompok yang sulit didekati partai
politik ataupun kontestan Pemilu. Pada umumnya pemilih pemula belum
memiliki literasi politik yang memadai. Pemilih pemula cenderung
mengikuti tren di lingkungan tempat tinggalnya”. Berdasarkan pendapat di
atas Menurut Suhartono (2009:6), “pemilih pemula khususnya remaja
mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-
hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang
kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan,
kelompok sebaya adalah sesuatu hal penting dalam kehidupan seorang
remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman
sendiri dalam pergaulan”.
Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi, sementara
keputusan pilihan belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula
sebagai swing voters yang sesungguhnya sudah tepat. tetapi pilihan politik
mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong
oleh konteks dinamika lingkungan politiklokal. Seringkali apa yang mereka
pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidaktahuan dalam soal politik
praktis, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih
memikirkan kepentingan jangka pendek. Namun terlepas dari semua itu,
keberadaan pemilih pemula tentu menjanjikan dalam setiap ajang pemilihan
umum, sebagai jalan untuk mengamankan posisi strategis yang ingin dicapai
oleh setiap calon yang maju dalam pemilihan. Siapapun itu yang bisa
merebut perhatian kalangan ini akan dapat merasakan keuntungannya,
sebaliknya ketiadaan dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup
merugikan bagi target-target suara pemilihan yang ingin dicapai.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
orientasi partisipasi politik yang berlangsung di lembaga formal (sekolah)
dapat diwujudkan kedalam pemilih pemula sebagai partisipan dalam
pemilihan ketua OSIS yang di laksanakan setiap tahunnya sebagai budaya
politik yang mencerminkan demokratiasi di sekolah yang diikuti seluruh
siswa dengan rata-rata usia 15-17 tahun, dengan begitu bisa terciptanya
budaya politik yang aktif yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
K. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah utnuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal
tersebut Sugiyono (2017:2) “Mengatakan terdapat empat kata kunci yang perlu
diperhatikan dalam suatu penelitian yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan
kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Data yang diperoleh melalui
penelitian itu harus data yang empiris (teramati). Dan memiliki tujuan dan
kegunaan untuk pengembangan keilmuan secara teoritis dan praktis”.
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode korelasional dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2010:4) “Penelitian
korelasional adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui
tingkat hubungan antar dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan,
tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada, selanjutnya
pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2017:7) “Menjelaskan bahwa
pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang data penelitiannya berupa
angka-angka dan analisis datanya menggunakan statistik”.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat peneliti simpulkan
bahwa penelitian korelasional adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel pada
suatu studi kelompok subjek, dan di analisis melalui statistik dari data data
berupa angka yang di peroleh.
n = 20% x N
Keterangan :
n = Sampel
N = Populasi
Tabel 1.1
Populasi dan Sampel
Kelas Populasi Sampel
X MIA 1 35 7
X MIA 2 33 7
X MIA 3 34 7
X MIA 4 33 6
XI IPA 1 39 8
XI IPA 2 39 8
XI IPA 3 39 8
XI IPA 4 40 8
XII IPA 1 35 7
XII IPA 2 37 7
XII IPA 3 31 6
XII IPA 4 37 7
XII IPA 5 36 7
Jumlah 468 93
Tabel 1.2
Skor jawaban pertanyaan positif (+) dan Negatif (-)
(Arikunto : 2002)
Keterangan :
N : Jumlah responden
Ʃxy : Jumlah hasil perkalian antara skor butir X dan skor butir Y
Ʃx : Jumlah seluruh skor butir X
Ʃy : Jumlah seluruh skor butir Y
Program Micrisoft Excel digunakan untuk membantu mendapatkan
hasil koefisien korelasi setiap butir dengan skor total. Harga r tersebut
ditransformasikan ke harga t, sehingga diperoleh thitung dengan rumus
sebagai berikut :
𝑟𝑥𝑦 √𝑛 − 2
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
√1 − 𝑟𝑥𝑦 2
(Arikunto : 2002)
Keterangan :
n : Jumblah responden
Instrumen diangap valid apabila thitung lebih besar dari pada ttabel
pada paraf 0,05
Nilai validitas instrumen diklasifikasikan ke dalam kriteria acuan,
dapat di lihat pada tabel 1.3 (Elis dan Rusdiana 2015:172)
Tabel 1.3
Kriteria acuan validitas instrumen
Kriteria Keterangan
0,80-1,00 Sangat tinggi
0,60-0,79 Tinggi
0,40-0,39 Cukup
0,20-0,38 Rendah
0,00-0,19 Sangat rendah
Dari tabel di atas dapat peneliti simpulkan bahwa kriteria validitas
instrumen dapat dikatakan valid apabila koefisien korelasi antara
variabel X dengan variabel Y menyentuh angka 0.80-1,00.
𝑛 Ʃ𝜎𝑏2
𝑟𝑖𝑖 = [ ] [1 − 2 ]
(𝑛 − 1) 𝜎𝑏
Keterangan :
rii : Reabilitas yang di cari
n : Jumblah instrumen valid
Ʃ𝜎𝑏2 : Jumlah varians skor tiap-tiap skor
𝜎𝑏2 : Varians total
Berdasarkan rumus di atas dapat peneliti simpulkan bahwa
isntrumen dapat di katakan reliabel apabila rii > 0,07 (Johnson &
Christensen, 2012).
Gambar 1.3
Membina debat tertutup dalam pemilihan calon ketua OSIS periode 2017-2018
(Dok Peneliti 2017)
Gambar 1.4
Bersama Wakil Kepala Sekolah Sekaligus Pembina OSIS
(Dok Peneliti 2017)