Anda di halaman 1dari 5

MAKNA EFISIENSI BERKEADILAN DALAM KONSTITUSI EKONOMI

INDONESIA
Oleh: Dian Laraswati Zuriah (13501010011046)

Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indoneia (UUD NRI) Tahun 1945 memuat
beberapa ketentuan pokok, salah satunya mengenai perekonomian nasional yang diatur
dalam Pasal 33 UUD 1945 di mana pasal ini memiliki peran penting dan sentral dalam
menentukan arah perkembangan bangsa Indonesia. Pasal 33 tersebut memiliki keterkaitan
yang erat dengan Pembukaan UUD NRI 1945 1945 terutama pada paragraf keempat yang
berisikan tujuan dari berdirinya bangsa Indonesia, sebagaimana dinyatakan sebagai berikut:
...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Republik
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pada petikan tujuan bangsa Indonesia di atas menunjukkan adanya dimensi ekonomi
di dalam UUD NRI Tahun 1945. Hal ini dapat diwakili dengan adanya pernyataan
mengenai kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Dengan demikian, Pasal 33 UUD NRI
1945 ini menunjukan bahwa negara berperan besar dalam sektor perekonomian.
Muhammad Hatta sebagai salah seorang the founding fathers bangsa Indonesia dan
sebagai arsitek Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa kemunculan Pasal 33
UUD NRI 1945 dilatarbelakangi oleh semangat kolektivitas yang didasarkan pada
semangat tolong-menolong. Lebih lanjut, kolektivitas dan semangat tolong-menolong ini
membawa konsekuensi terhadap beberapa aspek. Pertama, bahwa pengusahaan sektorsektor perekonomian dijalankan dengan bentuk koperasi. Kedua, diperlukannya
perencanaan pembangunan ekonomi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat, seperti pendidikan, perumahan dan makanan yang dilakukan oleh badan
pemikir siasat ekonomi (Planning Board). Ketiga, melakukan kerjasama-kerjasama
internasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dunia.
Pada awalnya, Pasal 33 UUD NRI 1945 terdiri dari tiga ayat yang rumusannya
berisi mengenai ekonomi negara Indonesia yaitu sebagai berikut:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azar kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Namun dalam pekembangan sejara Indonesia, norma-norma yang di dalam UUD
NRI 1945 telah dirubah dari apa yang telah diformulasikan oleh para founding fathers
melalui proses perubahan.

Proses perubahan dilakukan sebanyak empat kali dai tahun

1999 sampat tahun 2002. Dan dalam perubahan

keempat UUD NRI 1945, Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) menambahkan menambahkan dua ayat baru, sehingga


Pasal 33 UUD NRI 1945 terdiri dari lima ayat. Rumusan Pasal 33 hasil perubahan tersebut
adalah sebagai berikut:2
(4) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(5) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(6) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(7) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undangundang.
Dalam

Ayat

(4)

tersebut

terdapat

unsur

efisiensi

berkeadilan

yang

menggabungkan konsep efisiensi dengan konsep keadilan. Efisiensi dalam ranah Analisis
Ekonomi dalam Hukum adalah kriteria normatif dalam ilmu ekonomi yang oleh aliran
utiliitarianisme digunakan sebagai pokok acuan untuk menganalisa hukum.3 Menurut aliran
utilitarianisme, kebahagiaan adalah sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat. oleh karena
itu, kebahagiaan harus dimaksimalkan oleh para pembuat hukum. Artinya, hukum yang
memaksimalkan kebahagiaan adalah hukum yang efisien. Berangkat dari pengertian
tersebut, para sarjana peganut aliran utilitarianisme umumnya berpendapat bahwa untuk
memaksimalkan kebahagiaan mayoritas, kebahagiaan minoritas dapat dikesampingkan.
1

Secara resmi kata yang dipakai dalam perubahan UUD NRI 1945 adalah kata "perubahan". Istilah
amandemen yang berasal dari bahasa Inggris tidak dipergunakan sebagai istilah resmi. Istilah amandemen
banyak dipakai oleh kalangan akademis, LSM, dan orang asing. Lihat Sekretariat Jenderal MPR RI, 2014,
Panduan Permasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, hlm. 55.
2
Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945, 2008, Naskah
Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang,
Proses dan Hasil pembahasa 1999-2002, Buku I: Latar Belakan, Proses dan Hasil Pembahasan UUD 1945,
Jakarta: Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 546-632.
3
Robert Cooter dan Thomas Ulen, 2000, Law and Economics, USA: Addison Wesley Longman, Inc,
hlm.3-4.

Dihubungkan dengan makna kataefisien ke dalam rumusan Pasal 33 Ayat (4)


melalui proses perubahan terebut bertujuan sekedar untuk mencari kompromi antara
mereka yang ingin mempertahankan asas kekeluargaan pada Ayat (1) dengan mereka yang
ingin sistem ekonomi Indonesia lebih pro pasar. Hal itu membuat para pihak yang
mendukung usulan tersebut unttuk memasukkan kata efisiensi dalam rumusan Pasal 33
yang akhirnya mengkristal pada Ayat (4). 4 Dalam perkembangannya, ata efisiensi
tersebut akhirnya disandingkan dengan kata berkeadilan. Hasilnya adalah unsur efisiensi
berkeadilan.
Adanya penggabungan unsur tersebut berpotensi menimbulkan permasalah
penafsiran karena penggabungan unsur efisiensi sekilas bertolak belakang dengan unsur
berkeadilan. Pengabungan rumusan efisiensi berkeadilan memaksa prinsip efisiensi
yang memungkinkan pengesampingan kebahagiaan minoritas demi memaksimalkan
kebahagiaan mayoritas, hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan yang lebih berkesan
egaliter. Selain itu, rumusan efiiensi berkeadilan menimbulkan konsekuensi logis yaitu
adanya suatu efisiensi yang tidak berkeadilan. Hal ini mengakibatkan kerancuan makna
yang dapat berpengaruh negatif terhadap interpretasi dan pengejawantahan norma efisiensi
berkeadilan. Karena rumusan tersebut menyandingkan dua buah unsur yang berasal dari
pokok pemikiran yang bertolak belakang, maka diperlukan penjelasan normatif mengenai
arti norma efisiensi berkeadilan.
Sebagai The Guardian of the Constitution., Mahkamah Konstitusi memiliki
kewenangan untuk menafsirkan pasal-pasal tentang perekonomian yang terdapat dalam
UUD NRI 1945 dimana dalam dasar pertimbangan dalam penafsiran tersebut harus
memperhatikan amanat para founding fathers. Kaitannya dengan penafsiran efisiensi
berkeadilan, Mahkamah Konstitusi pernah memproses persidangan permohonan uji
materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (UU
Ketenagalistrikan 2002), yang pada putusannya dinyatakan UU Ketenagalistrikan 2002
bertentangan dengan UUD NRI 1945, dan sebagai akibat putusan itu maka disahkanlah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (UU Ketenagalistrikan
2009), yang ternyata juga masih bermasalah sehingga diajukan uji materiil kembali kepada
Mahkamah Konstitusi.

513.

Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945, Op.Cit., hlm. 506-

Dalam proses persidangan uji materiil tersebut baik para pemohon maupun
pemerintah mengajukan ahli-ahli yang memperdebatkan makna efisiensi berkeadilan
dalam rumusan Pasal 33 yat (4) UUD NRI 1945. Di satu sisi, ahli dari pemohon
menyatakan bahwa rumusan tersebut sebenarnya akan membunuh demokrasi ekonomi, oleh
karena itu dipasangkan dengan unsur berkeadilan untuk merubah makna efisiensi dari
efisiensi secara mikro ekonomi menjadi efisiensi sosial. Di lain sisi, ahli dari pemerintah
menyatakan bahwa efisiensi akan tercapai bila penyediaan tenaga listrik diserahkan kepada
pihak swasta sebagian, karena pihak swasta dianggap dapat menekan biaya dan memiliki
manajemen produksi yang lebih baik dari badan-badan pemerintah. Oleh karena itu,
penyediaan listrik akan lebih efisien dan terjamin jika diserahkan ke swasta.
Pada akhirnya, berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam memutus
mengenai uji materiil kedua UU Ketenagalistrikan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
definisi prinsip efisiensi berkeadilan dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945 memiliki
artian bahwa penyelenggaraan perekonomian dengan biaya seminimal mungkin, tetapi
dengan hasil yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat, dimana negara
menguasai cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak melalui
kepemilikan privat atas badan usaha terkait cabang produksi vital yang memungkinkan
Negara c.q Pemerintah untuk menentukan kebijakan badan usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak tersebut, dan melalui kekuasaan negara untuk mengatur, mengurus,
mengelola, dan mengawasi cabang produksi vital yang bersangkutan.
Berdasarkan pemahaman tersebut, pengertian efisiensi berkeadilan sesuai dengan
pandangan Mohammad Hatta sebagai salah satu founding fathers mengenai efisiensi dalam
sistem ekonomi Indonesia. Apabila disandingkan dengan parameter penguasaan negara dan
disandigkan pula dengan rambu-rambu yang terdapat dalam konsep efisiensi sosial
sebagaimana yang dikemukakan oleh Hatta, maka Mahkamah Konstitusi telah
menyelaraskan prinsip efisiensi dengan prinsip keadilan dalam unsur efisiensi
berkeadilan melalui pertimbangannya mengenai uji materiil dua UU Ketenagalistrikkan
yang telah diajukan.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan kepada para legislator untuk senantiasa
menggunakan pola pikir yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dalam pembentukan
regulasi terkait pembangunan perekonomian nasional. Para perancang regulasi tersebut
harus sadar betul bahwa pengertian efisiensi dalam prinsip efisiensi berkeadilan tidak

mengutamakan sisi penekanan biaya atau cost cuttng semata, tetapi juga memperhatikan
pemeataan sumber daya ekonomi dan pelestarian sumber daya sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Robert Cooter dan Thomas Ulen, 2000, Law and Economics, USA: Addison Wesley
Longman, Inc.
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2014, Panduan Permasyarakatan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia.
Tim Penyusun Naskah Komprehensif Proses dan Hasil Perubahan UUD 1945, 2008,
Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses dan Hasil pembahasa 1999-2002,
Buku I: Latar Belakan, Proses dan Hasil Pembahasan UUD 1945, Jakarta:
Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.
Peraturan Perundang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berkas Perkara
Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tentang
permohonan pengajuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 149/PUU-VII/2009 tentang permohonan
pengajuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Anda mungkin juga menyukai