Malaysia
Teknik Negosiasi dan Presentasi
Oleh :
JAKARTA
2014
BAB I
0
KONFLIK KONSTRUKTIF
Contoh kasus konflik pertama yang akan kami bahas pada makalah kali ini adalah konflik
antara 2 organisasi bisnis raksasa di Amerika, yakni Pepsi Co dan Coca Cola Co yang dikenal dengan
istilah Coke vs Pepsi. Sebelum membahas konflik yang terjadi antar keduanya kami terlebih dahulu
akan sedikit menjelaskan data singkat keduanya.
1. Data Singkat
a. Coca Cola
Coca Cola pertama kali dibuat oleh seorang ahli farmasi yang bernama John S Penberton
pada tahun 1886, kemudian pertama kali diperdangangkan oleh seorang pebisnis bernama
E.G Candler, yang dengan skill dan teknik pemasaran yang dimilikinya berhasil membuat
coca cola menjadi sebuah brand terkenal di masyarakat.
Coca Cola sejak pertama kali masuk ke dalam pasar bisnis mengalami banyak dinamika
dan perkembangan, mulai dari logo, karakter (maskot), metode pemasaran, promosi dll.
Konsep pemasaran dan promosi yang dipakai adalah pull and push strategy, dimana pull
strategy menekankan bagaimana agar konsumen tertarik membeli coca cola, strategi ini
dijalankan dengan membuat promosi di media massa, membuat maskot Polar Bear dan
mengusung moto tertentu. Adapun Push Strategy menekankan pada perluasan jaringan
penjualan dengan bekerja sama dengan pihak penjual, baik toko, distributor, sekolah
mapun restoran
Hasilnya, sekarang Coca Cola telah menjadi salah satu merek yang mendominasi pasar
minuman soda di dunia. Coca cola juga terkenal dengan beberapa merek dagangnya yang
lain seperti Sprite, Fanta, Minute Maid, Ades dan Frestea.
b. Pepsi Co
Pepsi pertama kali ditemukan oleh Caleb D. Bradham yang juga seorang ahli farmasi
pada tahun 1898 dengan nama “Brad’s Drink”. Namanya kelak berubah menjadi Pepsi
Cola terinspirasi dari kandungan Pepsin dan buah Kola yang terdapat dalam ramuannya.
Pada dasarnya, karena berada pada pasar yang sama dengan Coca Cola, Pepsi juga
menerapkan konsep pemasaran yang hampir sama, yakni Push & Pull. Namun tidak
seperti Coca Cola, Pepsi lebih mengutamakan pada konsep Push Strategy, oleh karenanya
kita lebih sering melihat promosi dari Pepsi di film, media massa bahkan game. Pepsi
1
juga memiliki maskot yang bernama Pepsi Man. Berbeda dengan Coca Cola yang “setia”
dengan satu rasa yakni Kola, Pepsi sangat beragam dalam menyediakan variasi rasa bagi
pelanggannya, tercatat kurang lebih 51 varian rasa dari brand Pepsi, mulai dari rasa Kola,
mangga, jahe bahkan rasa mentimun. Selain itu Pepsi Co juga membuat beberapa brand
terkenal antara lain “Slice” dan “Mountain Dew”
2. Gambaran Konflik
Persaingan antara Pepsi dan Coca Cola sangatlah ketat dan “seru”. Keduanya mulai bersaing sejak
pertama kali mereka didirikan. Bahkan persaingan antara keduanya telah menjadi sebuah istilah di
negeri asalnya yakni Pepsi vs Coke. Persaingan yang ketat ini bisa dilihat dari diagram
pendapatan, market value, iklan serta “fanatisme”
pelanggan keduanya. Untuk lebih jelas dalam
menggambarkan “keras”nya persaingan keduanya
kami menampilkan beberapa gambar, iklan serta
diagram perbandigan keduanya.
Selain dalam hal pendapatan dan dominasi pasar, persaingan kedua merek ini terlihat dari iklan-iklan
mereka yang sangat provokatif bahkan cenderung ofensif
(menyerang), utamanya iklan-iklan Pepsi. Pepsi dari dulu
mengangkat tema sebagai minuman generasi muda dan
menganggap Coca cola sebagai minuman orang-orang tua.
Persaingan pada iklan ini akan kami perlihatkan dalam beberapa
gambar dan iklan yang telah kami sediakan.
3. Analisa Konflik
Tabel 1
Menurut saya jenis konflik yang terjadi antara Pepsi dengan Coca cola adalah konflik yang
sifatnya cenderung membangun (konstruktif). Saya berpendapat demikian karena melihat dari
sumber konflik itu sendiri yang berasal dari persaingan memperebutkan pasar. Hal ini
meyebabkan kedua perusahaan terus berinovasi, berkreativitas serta mendatangkan loyalitas dan
kekompakan pegawai serta pelanggan, bahkan pernah terjadi kasus pemukulan antara kedua
karyawan sales force perusahaan ini karena adanya loyalitas untuk memajukan perusahaannya
(walaupun kasus ini secara khusus bersifat destruktif, namun jika dilihat secara keseluruhan
konflik keduanya tetaplah konstruktif).
Berdasarkan hal-hal di atas maka saya beranggapan bahwa konflik ini, untuk saat ini baik
dan tidak perlu dihindari/diselesaikan. Namun kami memberi saran agar tema-tema iklan yang
ofensif sebaiknya dihentikan karena hal tersebut hanya akan menimbulkan simpati pelanggan
kepada “lawan” yang diserang, kecuali jika iklan tersebut memang telah diskenariokan.
BAB II
KONFLIK DESTRUKTIF
1. CONTOH KONFLIK
3
Konflik Indonesia dengan Malaysia, yang menurut kami tergolong konflik destruktif.
Pengakuan atas kekayaan seni dan budaya Indonesia sudah sering dilakukan Malaysia,
bahkan mungkin sudah puluhan kali. Tidak ada rasa bersalah apalagi berdosa sedikit pun saat
mengakui, bahkan mempatenkan kekayaan seni dan budaya milik Indonesia Berbagai alasan klise
sudah dikemukakan untuk mendapatkan justifikasi dari kejahatan plagiat yang dilakukan.sebagai
salah satu contoh budaya yang diklaim oleh Malaysia adalah Tari Pendet.
3. PROSES KONFLIK
Karya seni disemua bidang kehidupan yang dihasilkan orang Melayu, termasuk Indonesia,
dianggap warisan budaya mereka.
Sebagai contoh adalah klaim atas tari Pendet dari Bali, yang muncul dalam iklan Visit
Malaysian Year yang ditayangkan di Discovery Channel. Ternyata, iklan ini mendapat protes dari
Pemerintah Indonesia.
Bahkan, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata menghimbau agar rakyat Indonesia betul-
betul marah atas klaim Malaysia terhadap Tari Pendet. Masyarakat Bali juga tak rela kesenian
tradisonalnya, Tari Pendet, diklaim Malaysia. Mereka mendesak pemerintah bersikap tegas dan
membawa persoalan ini ke mahkamah internasional.
4. PENYELESAIAN KONFLIK
Jika melihat Pasal 33 Piagam PBB dan Pasal 13 Treaty of amity and cooperation in
Southeast Asia, 1976, maka Indonesia dan Malaysia diwajibkan menyelesaikan konflik dengan
jalan damai, baik dengan negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian
4
sengketa secara hukum, penyelesaian melalui organisasi regional atau dengan cara damai yang
lain. Penyelesaian konflik tanpa diskusi, seperti perang atau konfrontasi harus dihindari. Menurut
Emanuel Decaux Pasal 33 Piagam PBB tersebut sebenarnya secara singkat menggariskan dua cara
penyelesaian sengketa secara hukum internasional, yaitu melalui jalur diplomasi dan jalur yuridis
(DECAUX 1997).
Dalam kasus Tari Pendet, setelah diadakan pemeriksaan yang tepat sekaligus pembuktian
awal keterlibatan Malaysia, selain melalui mekanisme diplomasi seperti negosiasi, penyelidikan,
mediasi, dan konsiliasi, maka Indonesia juga dapat menyelesaikannya melalui jalur yuridis seperti
di bawah ini.
Kedua, berdasarkan aturan PBB dan ASEAN tersebut di atas, selain menggunakan
institusi regional ASEAN untuk menyelesaikan konflik, khususnya melalui ASEAN Tourism
Forum.