Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK CIPTA

A. Hak Cipta Merupakan Bagian Dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual.

Pada akhir abad ke-19, perkembangan pengaturan Hak Kekayaan

Intelektual (HKI)1 mulai melewati batas-batas Negara. Sejarahnya diawali

dengan terbentuknya Paris Convention for The Protection of Industrial

Property (selanjutnya disebut Konvensi Paris.) Pada tahun 18832. Kemudian

pada tahun 1886 dibentuklah International Convention for the Protection of

Literary and Artistic Work, yang ditandatangani di Bern. Tujuan dari

konvensi tersebut ialah untuk memberikan perlindungan dibidang hak

cipta.3

Pada tahun 1947 dibentuklah General Agreement Tariff and Trade


(selanjutnya disebut GATT). Pada awalnya, tujuan dibentuknya GATT ini
ialah untuk mengurangi hambatan-hambatan berupa bea masuk (tariff

1
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No.
M.03.PR.07.10 Tahun 2000 dan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dalam surat No. 24/M/PAN/1/2000 istilah Hak Kekayaan Intelektual (tanpa
“Atas”), telah resmi digunakan, Hak Kekayaan Intelektual disingkat “H.K.I”, atau “HaKI”
untuk sekedar kemudahan penyebutan.
2
Paris Convention for the Protection of Industrial Property merupakan suatu
perjanjian internasional mengenai perlindungan terhadap hak kekayaan perindustrian yang
diadakan di paris pada tanggal 20 Maret 1883. Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah,
Hak Kekayaan Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Citra Aditya
Abadi, Jakarta , 1997, hal. 12
3
Konvensi Berne diadakan karena kebutuhan akan perlindungan hak cipta yang
terstandardisasi dan seragam yang dapat berlaku secara internasional. Sebelumnya, pada
tahun 1866 di Swiss didirikan organisasi internasional Berne Copyright Union yang
mengadministrasikan dan melindungi berbagai ciptaan manusia yang mencipta di bidang
sastra (literary) dan seni (artistic). Pendirian Bern Copyright Union ini kemudian diikuti
dengan dilaksanakannya Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic
Works (Konvensi Berne) pada tahun 1886 yang menetapkan mengenai aturan hak cipta di
negara-negara berdaulat. Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, edisi ke-2, cetakan ke-3,
Alumni, Bandung, 2009, hlm. 52

1
2

barrier) dan hambatan-hambatan lainnya (Non-tariff barrier). Setelah


sistem ini berjalan selama 40 tahun, akhirnya dalam Uruguay Round
Negara-negara maju berhasil membentuk koalisi yang bertujuan untuk
memasukan perlindungan HKI kedalam sistem GATT. Selain itu, Uruguay
Round juga mempeoleh kesepakatan untuk membentuk organisasi
internasional yang mempunyai wewenang substansif dan komperhensif
yaitu World Trade Organization (Selanjutnya disebut WTO) untuk
menggantikan GATT sebagai organisasi internasional.4

Untuk menindak lanjuti kesepakan yang diperoleh dalam Uruguay


Round, kemudian Hak Kekayaan Intelektual dijadikan sebagai isu baru yang
muncul dibawah topik Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual
Property Rights (selanjutnya disebut TRIPs).5

Persetujuan TRIPs ditujukan untuk mendorong terciptanya iklim

perdagangan dan investasi yang lebih kondusif dengan:6

a. menetapkan standar minimum perlindungan HKI dalam sistem hukum

nasional negara-negara anggota WTO;

b. menetapkan standar bagi administrasi dan penegakan HKI;

c. menciptakan suatu mekanisme yang transparan;

d. menciptakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan

dapat diprediksi untuk menyelesaikan sengketa HKI di antara para

anggota WTO;

e. Memungkinkan adanya mekanisme yang memastikan bahwa sistem

HKI nasional mendukung tujuan-tujuan kebijakan publik yang telah

diterima luas;

f. Menyediakan mekanisme untuk menghadapi penyalahgunaan sistem

HKI.

4
H.S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, UI Press, Jakarta ,
1997, hlm. 17
5
Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, Alumni,
Bandung , 2010. hlm. 149
6
Eddy Darmian, Hukum Hak Cipta, Op.cit, hlm. 4
Terciptanya kesepakan TRIPs tersebut tidak terlepas dari adanya

desakan-desakan dari Negara maju untuk melindungi kepentingan mereka

dibidang HKI.7

Di Indonesia sendiri, sejarah HKI dimulai pada tahun 1840-an. Pada


tahun 1885 pemerintah kolonial belanda di Indonesia memberlakukan UU
Merek, kemudian pada tahun 1910 memberlakukan UU paten (octrooiwet),
dan tahun 1912 disusul dengan diberlakukannya UU Hak Cipta
(auteurswet). Untuk melengkapi peraturan perundang-undangan tersebut,
pemerintah kolonial belanda memutuskan untuk menjadi anggota Konvensi
Paris pada tahun 1888 dan disusul dengan menjadi anggota Konvensi Berne
pada tahun 1914.

Kemudian pada masa penjajahan Jepang, peraturan dibidang HKI


tersebut tetap diberlakukan atau dipertahankan hingga Indonesia mencapai
kemerdekaan. Kecuali untuk Undang-Undang Paten (octrooiwet) karena isi
dari undang-undang tersebut tidak sesuai dengan kedaulatan Republik
Indonesia.8

2. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Dalam kepustakaan Intellectual Property Right (selanjutnya disebut

IPR) yang diterjemahkan dalam bahasa indonesia sebagai Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) merupakan hak kekayaan yang timbul atau lahir atas

kemampuan inteltual manusia.9 Pada prinsipnya IPR itu sendiri merupakan

perlindungan hukum atas HKI yang kemudian dikembangkan menjadi

lembaga hukum yang disebut Intellectual Property Rights.

HKI merupakan suatu sistem yang saat ini melekat pada tata

kehidupan modern dan merupakan suatu konsep yang baru bagi negara-

7
Agus Sardjono, Op.cit., hlm. 150.
8
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Graha Ilmu,
Yogyakarta , 2009, hlm.6
9
Bambang Koeswoyo, “Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) di Indonesia”, Makalah pada penelitian Teknis Yustisial Peningkatan
Pengetahuan Hukum bagi Hakim Tinggi se-Indonesia yang diselenggarakan Mahkamah
Agung RI, Semarang, 20-24 Juni 1995, 206.
negara berkembang termasuk Indonesia.10 Menurut Abdulkadir Muhammad

konsep dari HKI itu sendiri meliputi: 11

a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya,

bersifat tetap dan eksklusif.

b. Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat

sementara.

Definisi dari HKI itu sendiri menurut Abdulkadir Muhammad ialah


hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia
yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang
memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan
memiliki manfaat ekonomi yang berbentuk nyata dibidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.12

Sementara dalam bukunya, Ismail Saleh mengemukakan bahwa HKI

merupakan suatu pengakuan atau penghargaan yang diberikan kepada

seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya

intelektual mereka dengan memberikan hak hak khusus baik yang bersifat

sosial maupun ekonomis.13 Berdasarkan substansinya, HKI berhubungan

erat dengan benda tak berwujud.14

Sedangkan menurut Jill McKeough dan Andrew Stewart

memberikan definisi HKI sebagai berikut :

“Intellectual property is a generic term for the various right or


bundles of right which the law accords for the protectionof creative effort

10
Achmad Zen Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Alumni, Bandung ,
2005, hlm. 1
11
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum…, Op.cit., hlm. 1
12
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 15-16.
13
Ismail Saleh, Hukum dan Ekonomi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta , 1990,
hlm. 45
14
Tomi Suryo Utomo, Op.cit., hlm.1
or more, especially, for the protection of economic investment in creative
effort.”15

Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hak kekayaan

intelektual tersebut merupakan sekumpulan hak yang diberikan

perlindungan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-

usaha yang kreatif.

Definisi HKI dari Jill McKeough dan Andrew Stewart tidak jauh
berbeda dengan definisi HKI yang dikemukakan oleh United Nations
Conference On Trade and Development (UNCTAD) dan Intrenational
Centre for Trade and Sustainable Development (ICTSD). Yang mana,
menurut kedua lembaga tersebut HKI merupakan “ Hasil-hasil usaha
manusia kreatif yang dilindungi oleh hukum.”16

Jadi, berdasarkan definisi-definisi diatas, setiap intelektual yang lahir


dari daya pikir manusia, kemudian menjelma menjadi suatu ciptaan baik itu
berupa ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang dapat dijadikan sumber
keuntungan finansal (memiliki nilai ekonomis). Inilah salah satu alasan yang
membenarkan bahwa HKI kedalam hukum benda.17

3. Hak Kekayaan Intelektual sebagai Hukum Benda

Hak kekayaan intelektual merupakan bagian dari hukum benda

(zakenrecht) yang mempunyai objek benda tak berwujud (immaterial)18.

Hukum benda itu sendiri dalam kerangka hukum perdata dapat

diklasifikasikan kedalam berbagai kategori yaitu benda berwujud, dan benda

15
Jill McKeough dan Andrew Stewart, Intellectual Property Rights in Australia,
Butterworths, Australia , 1997, hlm.2, dalam Sabriando Leonal, “Implementasi Hak
Kekayaa Intelektual Dalam Hubungannya Dengan Praktik Persaingan Usaha Bidang
Merek”, Tesis¸ Magister Universitas Indonesia , 2011, hlm. 55
16
Tomi Suryo Utomo, Op.cit., hlm. 9.
17
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.cit., hlm. 21.
18
Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai
kategori. Salah satu diantara kategori tersebut adalah pengelompokan benda kedalam
klasifikasi benda berwujud (materil) dan benda tak berwujud (immaterial) selengkapnya
lihat pasal 503 KUHPerdata. Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum
Kebendaaan Nasional, Alumni, Bandung , 1997, hlm. 34
tak berwujud. suatu hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung

terhadap suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.19

Merujuk kepada pasal 499 KUHPerdata benda/kebendaan

merupakan tiap barang dan tiap hak yang dapat menjadi objek dari hak

miliK Menurut Abdulkadir Muhammad, yang dimaksud dengan benda

(tongilable good) adalah benda materiil yang ada wujudnya, karena dapat

dilihat dan juga diraba, seperti kendaraan, Sedangkan yang dimaksud

dengan hak (intangible good) adalah benda immateriil yang ada, tidak ada

wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, seperti hak kekayaan

intelektual.20

Suyud Margono menjelaskan kedudukan hak kekayaan intelektual

sebagai hak benda dalam sistem hukum perdata kedalam skema berikut :21

Hukum Harta Hukum Hukum


Pribadi Benda Perikatan

Hukum
Harta Kekayaan Hukum Hukum
SISTEM
Materiil Imateriil
HUKUM
PERDATA Hukum Keluarga
Hukum Hak, Seperti Hak
Kekayaan Intelektual (HKI)
Hukum Waris beserta hak turunannya

19
Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta , 2011, hlm. 77
20
Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994, hlm. 75
21
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi
Ketentuan World Trade Organitation (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Jakarta ,
2010, dalam OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2004, hlm. 300
7

4. Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan

pribadi individu dengan masyarakat, maka sistem HKI memiliki beberpa

prinsip yakni:22

a. Prinsip Ekonomi

Hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif, suatu kemampuan daya

pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam

berbagai bentuknya, serta memberikan keuntungan kepada pemilik yang

bersangkutan.

b. Prinsip Keadilan.

Pencipta sebuah karya akan memperoleh imbalan atas kemampuan

intelektualnya tersebut, imbalan tersebut dapat berupa materi dan bukan

materi seperti perlindungan dalam kepemilikannya.

c. Prinsip Kebudayaan.

Meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni juga

akan meningkatkan kehidupan manusia.dengan menciptakan suatu

karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaba dan martabat

manusia.

d. Prinsip Sosial.

Hak yang diakui oleh hukum Dn telah diberikan kepada individu

merupakan satu kesatuan sehingga, perlindungan diberikan berdasarkan

keseimbangan, kepentingan individu dan masyarakat.

22
Elsi Kartika Sari, Et.al., Op.cit.,hlm. 113
8

5. Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi

menjadi 2 bagian, yaitu hak cipta (copyrights), dan hak kekayaan Industrial

(Industrial Property Rights)23.

Hak kekayaan industrial berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris

mengenai perlindungan Hak kekayaan industri tahun 1883 yang telah

direvisi dan diamandemen pada tanggal 2 Oktober 1979.24

Jadi berdasarkan uraian diatas, HKI secara umum diklasifikasikan

sebagai berikut:25

a. Hak Cipta (copyrights) yang terdiri dari hak cipta dan hak-hak berkaitan

dengan hak cipta yang biasa disebut hak kaitan (neighbouring rights).

b. Hak Kekayaan Perindustrian (Industrial Property Rights) menurut

Convention Establishing the World Intellectual Property Organization

(WIPO) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris diklasifikasikan sebagai

berikut:26

1) Paten (Paten);

2) Merek (Trade Mark);

3) Perlindungan Varietas Tanaman (Varieties of Plants Protection);

4) Design Industri (Industrial design);

5) Rahasia Dagang (Trade Secret); dan

23
Hak Kekayaan ndustrial (Industrial Property Rights) adalah hak yang megatur
segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama mengatur perlindungan hukum. Ibid.
24
Ibid.
25
OK. Saidin, Op.cit., hlm. 10-12.
26
Elsi Kartika Sari, Loc.cit
9

6) Design Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated

Circuit)

Pengaturan hukum terhadap HKI di indonesia dapat ditemukan

dalam:

a. Hak Cipta (Undang-Undang No. 228 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)

b. Paten (Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten)

c. Merek (Undang-undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek)

d. Rahasia Dagang (Undang-undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia

Dagang)

e. Design Industri (Undang-undan No. 31 Tahun 2000 Tentang Design

Industri)

f. Design Tata Letak Sirkuit Terpadu (Undang-undang No. 32 Tahun 2000

Tentang Design Tata Letak Sirkuit Terpadu)

g. Perlindungan Varietas Tanaman Baru (Undang-Undang No. 29 Tahun

2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman)

B. Tinjauan Umum Tentang Hak Cipta

1. Sejarah Perlindungan Hak Cipta

Perlindungan menganai hak cipta dimulai di Inggris pada tahun

1557. King Philip dan Queen Mary memberikan peghargaan Royal Charter

kepada perusahaan penerbitan yang bernama Stasioners Company.27 Dalam

27
Penghargaan Royal Charter tersebut berupa hak monopoli yang diberikan
menyelenggarakan sistem registrasi dan percetakan karya tulis. Penerbitan karya tulis
berupa buku hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang menerima penghargaan ini atau
penerbit-penerbit lain yang terdapat sebagai anggota dari perusahaan penerima
penghargaan tersebut (Stationers Company). Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Op.cit.,
hlm. 48.
10

Royal Charter ini hak pengarang sama sekali diabaikan dan memberikan

kekuasaan penuh kepada penerbit. Pada tahun 1710 lahirlah gagasan bahwa

pengarang yang berhak atas memperbanyak karya tulisnya yang kemudian

diatur dalam Statute of Anne.28

Indonesia pertama kali mengenal hak cipta pada tahun 1912, yaitu

pada masa Hindia Belanda. Berdasarkan Pasal 131 dan 163 I.S., hukum

yang berlaku di negara Belanda juga diberlakukan di Indonesia berdasarkan

asas konkordansi.29 Undang-undang hak cipta saat itu ialah Auteurswet

191230 yang berlaku hingga saat Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan

Pasal 11 Aturan Peralihan Undang-undang Dasar tahun 1945.31

Setelah Belanda menyetujui dan menandatangani naskah Konvensi


Bern pada tanggal 1 April 1913, Indonesia sebagai negara jajahan Belanda
diikut sertakan dalam Konvensi tersebut sebagaimana yang disebutkan
dalam Staatsblad tahun 1914 Nomor 797. Ketika konvensi Bern ditinjau
kembali di Roma pada tanggal 2 Juni 1928, peninjauan itu dinyatakan
berlaku pula bagi Indonesia. (Staatsblad tahun 1931 Nomor 325). Konvensi
inilah yang kemudian berlaku diindonesia sebagai jajahan Belanda dalam
hubungannya dengan dunia internasional khususnya mengenai hak
pengarang (hak cipta).32

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan auteurswet dianggap sudah


tidak sesuai dengan keadaan pada saat itu, sehingga dalam pelaksanaannya
banyak mengalami kejanggalan-kejanggalan, dan dalam pengaturannya

28
Statute of Anne merupakan Undang-Undang hak cipta pertama di dunia yang
mengatur tentang hak eksklusif pengarang yang memiliki hak dan kebebasan untuk
mencetak karya tulisnya. Dan Statute of Anne berpengaruh besar dalam perkembangan
perlindungan hak cipta. Eddy Damian, ibid., hlm. 50
29
Asas Konkordansi Adalah asas yang melandasi untuk diberlakukannya hukum
eropa/belanda pada masa itu untuk diberlakukan kepada bangsa pribumi/Indonesia. Viva
Hukum, “ Pengertian Asas Konkordansi”, Artikel, diakses tanggal 17 Oktober 2016 dari
http://vivahukum.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-asas-konkordansi.html
30
Auteurswet adalah suatu Undang-undang Belanda yang diberlakukan di
Indonesia pada tahun 1912 berdasarkan asas konkordansi (St 1912 No 600 Undang-undang
23 September 1912). Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Di
dalam Pembangunan, Akademika Pressindo, Jakarta , 2014 hlm. 1
31
Sanusi Bintang, Op.cit.., hlm. 17
32
Sophar Maru Hutagalung, Op.cit., hlm. 97
11

kurang menitik beratkan pada keseimbangan yang adil antara hak pencipta
untuk mengawasi penyebaran karyanya dan kepentingan umum, sehingga
dirasa kurang mendorong peningkatan kemajuan ilmu dan seni guna
memepercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa.33

Atas dasar itulah maka pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2,

Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang yang

dipandang menyempitkan pengertian hak cipta.34 Jika istilah yang dipakai

adalah istilah hak pengarang, maka seolah-olah yang diatur hanyalah hak-

hak dari pengarang saja, sedangkan cangkupan hak cipta jauh lebih luas dari

hak-hak pengarang. Oleh karena itu pda kongres memutuskan untuk

mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta yang

diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh. Syah. Menurutnya terjemahaan

dari auteursrecht adalah hak pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan

kepraktisan menjadi hak cipta.35

Untuk menegaskan dan menyempurnakan perlindungan hak cipta,


telah beberapa kali diajukan rancangan undang-undang baru mengenai hak
cipta pada tahun 1958, 1966, dan tahun 1972, akan tetapi usaha tersebut
tidak berhasil. Barulah pada tahun 1982 Indonesia berhasil menciptakan
undang-undang hak cipta dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta. dengan lahirnya undang-undang ini secara
otomatis mencabut Auteurswet 1912 peninggalan Hindia Belanda.36

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan hukum hak


cipta yang seiring dengan perkembangan teknologi, maka Indonesia
berusaha menyesuaikan perlindungan hak cipta dengan kemajuan teknologi
tersebut dengan beberapa konvensi internasional diantaranya dengan :
Univrsal Copyrights Convention pada tahun 1955, Internatinal Convention

33
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 57
34
Stephan Fishmen, “The Copy Right Handbook : How to Protect and Use Written
Works”, dalam Eddy Damian, ibid., hlm. 111.
35
Istilah Hak cipta diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh. Syah yang
disampaikan dalam makalah dalam Kongres Kebudayaan Indonesia. J.C.T Simorangkir,
Hak Cipta Lanjutan, Djambatan, Jakarta , 1973, hlm. 21-24.
36
Agus Sardjono, Hak Cipta Dalam Design Grafis, Yellow Dot Publisng, Jakarta ,
2008, hlm. 16
12

Protecton for Performes, Producers, of Phonograms and Boardcasting


Organizations (Konvensi Roma) pada tahun 1961, Trade Related Aspect on
Intellectual Property Rights (TRIPs) pada tahun 1994 dan WIPO Copyrights
Treaty pada tahun 1996. Kemudian peraturan-peraturan dalam konvensi
tersebut disesuaikan kedalam bentuk undang-undang, sehingga dengan
demikian Indonesia sudah berkali-kali merevisi undang-undang hak cipta
guna menyesuaikan perkembangan konvensi internasional dibidang Hak
Cipta.37

Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta merupakan


undang-undang hak cipta pertama yang bersifat nasional menggatikan
undang-undang peninggalan kolonial Belanda (Auteurswet 1912). Adapun
hal-hal yyang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 tersebut
ialah:38

a. Memasukan unsur perkembangan teknologi, dan unsur kepribadian


Indonesia. Hak cipta dianggap hak khusus yang dibatasi oleh
kepentingan umum .
b. Setiap pencipta wajib mendaftaran hak ciptanya guna mempermudah
proses pembuktian apabila terjadi sengketa mengenai hak Cipta.
c. Dibentuknya Dewan Hak Cipta yang bertujuan untuk penyuluhan serta
bimbingan kepada pencipta mengenai hak cipta. selain itu dewan hak
cipta berfungsi sebagai wadah untuk melindungi ciptaan, menjadi
penghubung antara dalam dan luar negeri serta menjadi badan yang
dapat memberikan keterangan pada Pengadilan Negeri atau Instansi
pemerintah lainnya.
d. Pemberian perlindungan kepada semua ciptaan warga negara Indonesia
dengan tidak memandang tempat dimana ciptaan itu diumumkan untuk
pertama kalinya, sedangkan untuk ciptaan orang asing yang tidak
diumumkan untuk pertama kalinya di Indonesia, maka ciptaan tersebut
tidak bisa didaftarkan.

Namun, Undang-undang Nomor 6 tahun 1982 tidak berjalan efektif,

masih banyak pelanggaran-pelanggaran dalam bentuk tindak pidana

pembajakan terhadap hak cipta. Sehingga pada tahun 1987 Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982 disempurnakan dengan lahirnya Undang-Undang

37
Sejak dibuatya Undang-Undang Nomor. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta,
Indonesia telah merevisi sebanyak 4 (empat) kali perubahan, yang pertama dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982, kedua dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta, ketiga
dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan yang terakhir yaitu
dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
38
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm.58-59
13

Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

Tujuan dari penyempurnaan undang-undang ini dimaksudkan untuk

menumbuhkan iklim yang lebih baik bagi pertumbuhan dan perkembangan

gairah mencipta dibidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 39 Beberapa

perubahan dan penyempurnaan penting di dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1987 ini antara lain:40

a. Pemidanaan

1) Memperberat ancaman pidana penjara dengan ketentuan penahanan

sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 21 KUHAP.

2) Merubah jenis tindak pidana hak cipta dari tindak pidana aduan

menjadi tindak pidana biasa.

3) Penambahan ketentuan perampasan hak cipta hasil pelanggaran hak

cipta

4) Penegasan adanya hak pada pemegang hak cipta yang dirugikan

karena pelanggaran untuk mengajukan gugatan perdata tanpa

mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana.

5) Penambahan ketentuan kewenangan hakim untuk memerintahkan

penghentian kegiatan pembuatan, perbanyakan, pengedaran,

penyiaran, dan penjualan hasil pelanggaran hak cipta.

6) Penambahan ketentuan penyidik khusus dari Pegawai Negeri Sipil

tertentu dilingkungan Departement Kehakiman.

39
Ibid.
40
Ibid., hlm. 60-63
14

b. Ruang Lingkup Ciptaan yang diindungi.

Penegasan atau penambahan ciptaan yang dilindungi yakni lagu atau

musik, rekaman video, karya rekaman suara atau bunyi, karya seni

batik, dan karya program komputer.

Sepuluh tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 7 tahun


1987, Indonesia melakukan penyempurnaan undang-undang hak cipta pada
tahun 1997 dengan diberlakukannya Undang-undang No. 12 Tahun 1997
Tentang Hak Cipta. yang mana penyempurnaan ini bertujuan untuk
mengikuti perkembangan kehidupan yang berlangsung begitu cepat,
terutama dibidang perekonomian baik itu ditingkat Nasional maupun
Internasional yang menuntut lebih memberikan perlindungan yang efektif
bagi penegakana perlindungan hukum dibidang hak cipta. selain itu
penyempurnaan ini dilakukan karena penerimaan dan keikutsertaan
Indonesia di dalam persetujuan TRIPs yang mengharuskan Indonesia untuk
menyesuaikan peraturan dibidang hak cipta, sesuai dengan hasil konvensi
tersebut.41

Secara umum dengan Undang-Undangn Nomor 12 Tahun 1997

perubahan yang dilakukan ialah:42

a. Penyempurnaan
Penyempurnaan mencakup ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan
terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, pengecualian
peanggaran terhadap hak cipta, jangka waktu perlindungan hak cipta,
hak dan wewenang menggugat, dan ketentuan mengenai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
b. Penambahan
Perubahan disini meliputi ketentuan mengenai penyewaan ciptaan
(rental rights) bagi pemengang hak cipta atas rekaman video, film dan
program komputer, hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighbouring
rights) dan mengatur lisensi hak cipta.

Selajutnya pada tahun 2002 kembali lahir undang-undang hak cipta

yang baru sekaligus menggantikan Undang-Undang No.12 tahun 1997

tentang Hak Cipta. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

41
Sanusi Bintang, Op.cit., hlm. 17-19
42
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 66-67
15

ini telah memuat perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan TRIPs dan

beberapa hal yang perlu untuk memberikan perlindungan bagi karya-karya

intelektual dibidang hak cipta.43 Ketentuan baru yang dimuat dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ialah:44

a. Database termasuk kedalam ciptaan yang dilindungi.

b. Penggunaan alat apapun baik melalui kabel ataupun tanpa kabel,

termasuk media internet, untuk pemuatan produk-produk cakram optik

(optical disc) melalui media audio, audio visual, dan/atau sarana

telekomunikasi.

c. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Niaga, Arbitrase, atau

alternative penyelesaian sengketa lainnya.

d. Penetapan sementara pengadilan guna mencegah kerugian lebih besar.

e. Terdapat batas waktu proses perkara perdata dibidang hak cipta dan hak

terkait, baik di Pengadilan Niaga atau di Mahkamah Agung.

f. Pencantuman hak informsi manajemen elektronik dan sarana control

teknoogi.

g. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan produk-produk

yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi

h. Ancaman pidana bagi pelanggaran Hak Terkait

i. Ancaman pidana dan denda minimal

j. Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan program komputer

untuk kepentingan komersil secara tidak sh dan mlawan hukum.


43
Eddy Damian, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung ,
2002, hlm.101
44
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 72
16

Namun, beberapa perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang

Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta belum dapat menekean angka

pelanggaran hak cipta yang semakin mengkhawatirkan. Pada tanggal 23

September 2014, DPR RI menyetujui, Rancangan Undang-Undang No. 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC). Beberapa

pokok materi baru dalam UUHC ini antara lain:45

a. Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu yang lebih panjang


yaitu seumur hidup dan 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
b. Pningkaan perlindungan yang lebih baik yang berkenaan dengan hak
ekonomi dan hak terkait, dan membatasi pengalihan hak ekonomi dalam
bentuk jual putus (sold flat), dimanahak ciptaanya tersebutkembali
kepada pencipta setlah perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25
tahun (dua puluh lima) tahun.
c. Hak cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia
d. Penggunan hak cipta dan terkait dalam sarana multimedia untuk
merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
e. Lembaga manajamen kolektif yang beranggotakan Pencipta, Pemegang
Hak Cipta, Pemilik hak terkait dapat menarik imbalan atau royalti.
f. Hak cipta dan hak terkait mendapatkan imbalan dalam hubungan dinas
yang bersifat komersil.
g. Pengelola tempat usaha/perdagang bertanggung jawab atas pelanggaran
hak cipta yang terjadi di tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
h. Perlindungan Negara terhadap ekspresi budaya tradisional dan ciptaan
yang tidak diketahui penciptanya.
i. Lembaga Manajeman kolektif berfungsi menghimpun, dan mengelola
hak ekonomi dan hak terkait pencipta, wajib mengajukan permohonan
izin operasional kepada Menteri.
j. Menteri diberikan kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah
terdaftar apabila ciptaan tersebut terbukti melanggar norma-norm yang
berlaku dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase,
pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana.
l. Sanksi pidana pembajakan hak cipta lebih berat yakni pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda yang lebih besar yakni
sebanyak Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).

Definisi dari hak cipta menurut pasal 1 UUHC terbaru ini, dapat
kita lihat bahwa undang-undang ini memberikan definisi dari hak cipta yang

45
Abdul R. Saliman, Op.cit., hlm. 155
17

sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu, dalam dalam bagian definisi
juga diatur lebih bayak hal seperti adanya definisi atau fiksasi, fonogram,
penggadaan, royalti, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), pembajakan,
penggunaan secara komersial, ganti rugi dan sebagainya.46

2. Pengertian Hak Cipta

Pegertian hak cipta di Indonesia pertama kali diartikan oleh Pasal 1

Auteurswet 1912 yang mana isi pasal tersebut berbunyi :

“hak pengarang (hak cipta) yaitu hak tunggal dari pengarang, atau
hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil ciptaannya
dalam lapngan kesusastraan, pengetahuan dan seni, untuk
mengumukan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-
pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.”47

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Hak Cipta yang dimaksud dengan hak cipta adalah “Hak eksklusif pencipta

yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu

ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi batasan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan.”

Menurut Patricia Loughlan hak cipta merupakan bentuk kepemilikan


yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi
penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual sebagai kreasi yang
ditetapkan dalam kategori hak cipta yaitu kesusastraan, drama, musik, dan
pekerjaan seni, rekaman suara, film, radio, siaran televisi, serta karya tulis
yang diperbanyak melalui penerbitan.48

Berdasarkan uraian dari definisi hak cipta diatas, peneliti melihat

bahwa hak eksklusif merupakan suatu bentuk apreasiasi atau penghargaan

yang diberikan oleh negara atas kreativitas pencipta yang berupa hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya ataupun memberikan izin

46
Ibid., hlm. 157
47
Pasal 1 Auteurswet tahun 1912, dalam, Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Seminar Hak Cipta, Binacipta, Bandung , 1976, hlm. 44
48
Patricia Loughlan, Intelectual Property , Creative and Marketing Rights, LBC
Information Service, Australia , 1998, hlm. 3
18

untuk hal tersebut sehingga hal tersebut dapat memacu kreativitas-

kreativitas baru yang lahir dari masyarakat Indonesia.

Jika kita merujuk pada definisi hak cipta menurut pasal 1 angka 1

UUHC, hak cipta merupakan hak eksklusif49. dalam hak eksklusif terdapat 2

(dua) macam hak yaitu hak moral dan hak ekonomi. hak moral meliputi hak

pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan (Attribution Rights

atau Rights of Paternity) dan hak untuk melarang orang lain merusak dan

memutilasi ciptaannya (Rights of Integrity). Sedangkan hak ekonomi

meliputi hak untuk mengumumkan (Rights to Publish atau Rights to

Perform) dan hak unuk memperbanyak (Right to Copy atau Mechanical

Rights).50

3. Subjek Hak Cipta

Subjek dari hak cipta itu sendiri ialah pencipta dan pemegang hak
cipta. Yang di maksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang
yang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan. Selanjutnya dapat pula
diterangkan bahwa yang menciptakan suatu ciptaan menjadi pemilik
pertama dari hak cipta atas ciptaan tersebut.51

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang

Hak Cipta defiinsi dari pencipta tertuang dalam pasal 1 angka 2 yang

berbunyi “Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara

sendiri-sendii atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat

khas.”

49
Hak eksklusif (exclusive rights) ialah hak yang semata-mata diperuntukan bagi
penciptanya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa
izin pencipta atau yang menerima hak itu. Eddy Damian, Op.cit., hlm. 35.
50
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta , 2011,
hlm. 49
51
Edy Damian, Op.cit, hlm. 124
19

Dengan sendirinya pencipta itu sendiri akan menjadi pemegang hak

cipta dari karya ciptanya itu sendiri, namun tidak semua pemegang hak cipta

itu merupakan pencipta dari suatu karya cipta. Menurut Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta antara pencipta dan pemegang hak

cipta memiliki definisi yang berbeda. Definisi dari pemegang hak cipta itu

sendiri menurut pasal 1 angka (4) adalah :

“Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemegang hak cipta,


pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut
secara sah.”

Dengan demikian, pencipta akan otomatis menjadi pemegang hak

cipta yang merupakan pemilik hak cipta, sedangkan yang menjadi pemegang

hak cipta tidak harus sebagai penciptanya, tetapi bias pihak lain yang

menerima hak tersebut dari oencipta secara sah, atau pihak lain yang

menerima lebih lanjut dari hak tersebut dari pencipta atau pemegang hak

cipta.

4. Hak Ekonomi dan Hak Moral

Hak pencipta atau hak pemegang hak cipta dibagi menjadi hak

ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta

untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Hak Ekonomi (economic rights)52

atas suatu ciptaan dimiliki oleh pemegang hak cipta (pencipta sendiri atau

pihak lain yang menerima hak itu). Hak ini mencakup segala manfaat

ekonomi yang dapat diperoleh pengumuman dan atau perbanyakan ciptaan.

52
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014
Tentang Hak Cipta”, Pasal 8
20

Dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang nomor 28 tahun 2014

tentang hak cipta menjelaskan pencipta atau pemegang hak cipta memiliki

hak ekonomi untuk:

a. Penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan Ciptaan;
d. Pengadaptasian, Pengaransemenan, atau pentransformasin Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau Salinannya;
f. Pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. Penyewaan Ciptaan.

Jika merujuk pada pendapat Julien Hofman dalam bukunya, hak

ekonomi pencipta secara garis besar mencakup:53

a. Hak Perbanyakan (Reproduction Rights atau Mechanical Right)


b. Hak Adaptasi (Adaptation Rights)
c. Hak Distribusi (Distribution Rights)
d. Hak Pertunjukan (Performing Right)
e. Hak Publikasi (Publication Rights).

Konsepsi hak ekonomi yang terkandung dalam hak cipta tersebut

mencerminkan bahwa ciptaan-ciptaan sebagai hasil olah pikir manusia yang

melekat secara alamiah sebagai suatu kekayaan si pencipta yang mana hal

tersebut merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana yang di

tetapkan dalam Pasal 27 The Universal Declaration of Human Right sebagai

berikut :

(1) Everyone has the right freely to practicipate in the cultural life of the
community, to enjoy the art and to share in scientific advancement
and its benefits.

53
Julien Hofman, Introducing Copyrights, A Plain Language Guide to Copyrights
st
in the 21 Century, Commanwealth of Learning, 2009, hlm. 40.
21

(2) Everyone has the right to the protection of the moral and material
interest resulting for many scientific, literary or artistic production
of which he is the author.

Pasal 27 ayat (1) menjelaskan bahwa setap orang mempunyai hak


kemerdekaan berpartisipasi dalam kehidupan budaya masyarakat, menikmati
seni atau mengambil bagian dari kemajuan ilmu pengetahuan, sedangkan
hak ekonomi terlihat dai istilah “menarik manfaatnya”.54
Hak Moral merupakan bentuk apresiasi dan penghormatan publik

kepada pencipta atas ekspresi kreatifnya. Dalam pasal 5 ayat (1) hak moral

tersebut merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri si Pencipta

untuk :

a. Tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan

dengan pemakaian ciptaan untuk umum;

b. Menggunakan nama aslinya atau samarnnya

c. Mengubah ciptaannya sesuai kepatutan dimasyarakat.

d. Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan

e. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi,

modifikasi ciptaan atau dapat merugikan kehormatan diri atau

reputasinya.

Pada umumnya terdapat dua hak komponen yang terkandung dalam

hak moral diantaranya ialah:55

a. Hak Atribusi (The right of Paternity, Attribution, or Acknowledgement)


Hak Atribusi disini ialah pengakuan terhadap pencipta asli yang telah
menciptakan karyanya. Hak ini mengharuskan identitas pencipta
dilekatkan pada ciptaan, baik dengan nama sendiri maupun samara. Hal
ini bertujuan untuk mencegah kesalahan identifikasi yang tidak akurat

54
Tyas Ika Merdekawati, “Implementasi Pemungutan Royalti Lagu atau Musik
untuk kepentingan komersil”, Tesis, Universitas Diponogoro, Semarang , 2009, hlm. 70
55
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta , 2011,
hlm. 108-109
22

terhadap pencipta yang sebenarnya (pengklaiman oleh pihak lain yang


bukan pencipta asli).
b. Hak Integritas (The right of Integrity)
Hak Integritas disini ialah citra pribadi dan reputasi yang melekat pada
diri pencipta. Sehingga pencipta dapat melindungi ciptaannya, dan judul
ciptaannya dari perusakan (distortion), pemotongan (mutilation), dan
perubahan lain (modification) tanpa izin pencipta. Pencipta hanya dapat
menyetujui adaptasi dan perubahan ciptaannya tersebut bila tidak
mengganggu reputasinya.
Dalam pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta menjelaskan bahwa Hak moral bersifat mengikuti

penciptanya, walaupun hak ekonomi atas ciptaan tersebut dialihkan kepada

pihak lain. Hak moral baru dapat dipindahkan dengan ketentuan si pencipta

meninggal dunia dan mewasiatkan hak moral tersebut kepada pihak lainnya.

Untuk melindungi hak moral pencipta dalam pasal 7 ayat (1) dan (2)

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta pencipta

memiliki Informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta

yang. yang mana ruang ingkup keduanya meliputi :

a. Informasi Manajemen Hak Cipta :

1) Metode atau sistem yang dapat mengidentifikasi originalitas

substansi ciptaan dan penciptanya; dan

2) Kode informasi dan kode akses.

b. Informasi Elektronik Hak Cipta.

1) Suatu ciptaan yang muncul dan melekat secara elektronik dalam

hubungan dengan kegiatan pengumuman ciptaan;

2) Nama pencipta, aslinya atau nama samarannya;

3) Pencipta sebagai pemegang hak cipta;


23

4) Masa dan penggunaan kondisi ciptaan;

5) Nomor dan kode informasi.

Adanya pengaturan tentang hak ekonomi dan hak moral tersebut

sesuai dengan penrnyataan dari Jill McKeough dan Andrew Stewart yang

menyatakan bahwa:56

“The basic principle behind copyright protection is the concept that


an author (or artist, musician, playwright, film maker) should have
the right to exploit their work without others being allowed to copy
that creativity output”

Dari pernyataan diatas, maka peneliti menterjemahkan bahwa prinsip

dasar perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa pengarang (atau artis,

musisi, dramawan, atau pembuat film) sudah seharusnya memiliki hak

untuk memanfaatkan hasil karya pekerjaan mereka dengan tidak

dizinkannya pihak lain untuk menggandakan hasil karya tersebut.

5. Hak Terkait.

Hak terkait (neighboring rights) baru diakui secra internasional pada


tahun 1960 dalam konvensi International Convention Protection for
Performers, Producers of Phonograms and Boardcasting Organizations
yang diselenggarakan di Roma, Italia. Tujuan utama dari diberlakukannya
konvensi International Convention Protection for Performers, Producers of
Phonograms and Boardcasting Organizations tersebut ialah untuk
memberikan perlindungan kepada tiga kelompok pemegang hak-hak yang
berkaitan dengan hak cipta itu sendiri.57

56
Jill McKeough dan Andrew Stewart, Op.cit., hlm. 119
57
Ketiga kelompok pemegang hak cipta yang dimaksud adalah, (1). Artis-Artis
(Performing Artist) yang dapat terdiri dari penyanyi, Aktor, Musisi, Penari, dan pelaku
pertunjukan Karya sastra seni (2). Produser Rekaman (Producers of Phonongram) (3).
Lembaga-lembaga Penyiaran (Boardcasting Organization). Otto Hasibuan, Hak Cipta di
Indonesia , Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting
Society, Alumni, Jakarta , 2008, hlm. 28
24

Hak terkait dalam UUHC didefiniskan sebagai hak yang berkaitan

dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan.

Yang di bagi dalam tiga kelompok yaitu :58

a. Artis-Artis pelaku (Performing Artis) yang terdiri dari penyayi, aktor,


musisi, penari, pelaku yang mempertunjukan karya cipta sastra dan seni;
b. Prodeser-produser rekaman (Producer of Phonograms);
c. Lembaga penyiaran (Boardcasting Organizations).
Para pemegang hak terkait memainkan peranannya dari atau

berdekatan dengan ciptaan aslinya. dengan kata lain hak terkait tidak akan

timbul bila tidak ada izin dari pencipta asli untuk menggunakan ciptannya59

C. Masa Berlaku Hak Cipta

Masa berlaku hak cipta berbeda-beda, tergantung dari jenis ciptaannya

tersebut. Jenis ciptaanya tersebut diklasifikasikan kedalam 5 (lima) kelompok,

yaitu :60

a. Kelompok I

Jenis ciptaan yang termasuk kedalam kelompok I adalah:

1) Buku, pamphlet, dan semua karya tulis lainnya.

2) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.

3) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingn pendidikan dan ilmu

pengetahuan.

4) Lagu atau alat musik dengan atau tapa teks

5) Drama, drama musikal, tari,koreografi, pewayangandan pantomin

6) Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.


58
Edi Damian, Op.cit., hlm. 75
59
J.C.T Simorangkir, Undang-Undang Hak Cipta, Cetakan I, Djambatan, Jakarta ,
1982, hlm. 66
60
Tim Visi Yustisia, Panduan Resmi Hak Cipta, visimedia, Jakarta , 2015, hlm. 18
25

7) Karya arsitektur

8) Peta, dan

9) Karya seni batik atau karya seni lainnya.

Masa berlaku kelompok I ini ialah selama seumur hidup, ditambah 70

(tujuh puluh tahun) setelah pencipta meninggal dunia, atau jika pencipta/pemegang

hak cipta terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih setelah pemegang hak paling terakhir

meninggal dunia terhitung mulai tanggal 1 januari tahun berikutnya. Apabila hak

cipta atas ciptaan dimiliki oleh badan hukum masa berlakunya ialah 50 (lima

puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman

b. Kelompok II

Jenis ciptaan yang termasuk kedalam kelompok II adalah :

1) Karya Fotografi.

2) Potret.

3) Karya sinetografi.

4) Permainan Video.

5) Program Komputer

6) Perwajahan Karya Tulis

7) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi.

8) Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional.

9) Kompilasi ciptaan atau data baik format yang dapat dibaca dengan

komputer mapun media lainnya.

10) Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi merupakan karya

yang asli.
26

Masa berlaku jenis ciptaan kelompok II ini ialah selama 50 (lima

puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman, kecuali untuk karya

cipta terapan yang memiliki masa berlaku 25 (dua puluh lima) tahun sejak

pertama kali dilakukan pengumuman pengumuman atas karya cipta terapan

tersebut.

c. Kelompok III

Jenis ciptaan yang termasuk kedalam kelompok III adalah Semua

bentuk karya dari ekspresi budaya tradisional. Karya cipta ini dipegang atau di

miliki oleh Negara. Masa berlaku jenis ciptaan ini tanpa batas waktu.

d. Kelompok IV

Jenis ciptaan yang termasuk kelompok IV adalah semua jenis ciptaan

yang tidak diketahui penciptanya, yang dipegang oleh negara. Masa berlaku

jenis ciptaan ini ialah selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali

dilakukan pengumuman.

e. Kelompok V

Jenis ciptaan yang termasuk kelompok V adalah semua ciptaan yang

dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumuman. Masa berlaku jenis

ciptaan ini selama 50 (lima puluh) sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

D. Pendaftaran Hak Cipta.

Dalam UUHC tidak mewajibkan setiap ciptaan untuk mencatatkan

ciptaannya tersebut kepada Dirjen HKI. Namun dengan mendaftarkan ciptaan

tersebut maka pencipta akan memperoleh keuntungan berupa sebagai alat bukti

kepemilikian yang sah apabila terdapat sengketa hak cipta di pengadilan.

Menurut Mariam Darus pencatatan hak cipta bukan hanya untuk

memberikan alat bukti yang kuat akan tetapi pencatatan hak cipta sebagai cara
27

untuk menciptakan hak kebendaan.61 Adapun cara untuk mencatatkan hak cipta

ialah sebagai berikut:62

a. Mengisi formulir pencatatan

Permohonan pencatatan ciptaan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM RI

dengan cara mengisi formulir yang disediakan dalam bahasa Indonesia dan

diketik rangkap 2 (dua). Adapun, formulir pencatatan tersebut berisi:

1) Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta;

2) Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;

3) Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa;

4) Jenis dan judul ciptaan;

5) Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;

6) Uraian ciptaan yang dibuat rangkap tiga.

Formulir pencatatan dibubuhi materai 6000 (pada lembar pertama) dan ditanda

tangani oleh pemohon atau kuasa yang khusus dikuasakan.

b. Melampirkan contoh ciptaan dan uraian atas ciptaan yang dimohonkan.

Pemohon wajib melampirkan contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Buku dan karya tulis lainnya : 2 (dua) buah yang telah dijilid dengan edisi

terbaik. Apabila buku tersebut berisi foto seseorang harus disertai surat

pernyataan tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya.

2) Program komputer: 2 (dua) buah disket disertai buku petunjuk

pengoperasian dari program computer tersebut.

3) CD/VCD/DVD: 2 (dua) buah disertai dengan uraian ciptaannya.

61
Hak kebendaan atas suatu benda pada umumnya terjadi pada saat pencatatan
dilakukan, selama pencatatan belum dilakukan, hak tersebut hanya mempunyai arti
terhadap para pihak pribadi dan umum dianggap belum “mengetahui” perubahaan status
hukum atas hak yang dimaksudkan. Pengakuan dari masyarakat baru terjadi pada asaat hak
tesebut
62
Tim Visi Yustistia, op.cit., hlm. 23
28

4) Alat peraga: 1 (satu) buah disertai dengan buku petunjuk.

5) Drama: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;

6) Tari (koreografi): 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.

5) Pewayangan: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya; pantomime: 10

(sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.

6) Karya pertujukan: 2 (dua) buah rekamannya.

7) Karya siaran: 2 (buah) rekamannya.

8) Seni Lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo, dan gambar: masing-

masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

9) Seni ukir, seni pahat, seni patung, seni kerajinan tangan, dan kolase:

masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

10) Arsitektur : 1 (satu) buah gambar arsitektur.

11) Peta : 1 (satu) buah.

12) Fotografi : 10 (sepuluh) lembar; sinematografi: 2 (dua) buah rekamannya.

13) Terjemahan : 2 (dua) buah naskah yang disertai izin dari pemegang hak

cipta.

14) Tafsir, saduran, dan bunga rampai: 2 (dua) buah naskah.

c. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta atau pemegang hak cipta.

Pemohon wajib melampirkan foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti

tertulis yang menerangkan tentang kewarganegaraan.

d. Melampirkan bukti badan hukum bila pemohon adalah badan hukum. Apabila

pemohon adalah suatu badan hukum, pada surat permohonannya harus

dilampirkan salinan resmi akta pendirian badan hukum tersebut atau foto

kopinya yang dilegalisasi notaris. Pemohon wajib melampirkan contoh ciptaan

dengan ketentuan sebagai berikut:


29

a. Buku dan karya tulis lainnya : 2 (dua) buah yang telah dijilid dengan edisi

terbaik. Apabila buku tersebut berisi foto seseorang harus disertai surat

pernyataan tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya.

b. Program komputer: 2 (dua) buah disket disertai buku petunjuk

pengoperasian dari program computer tersebut.

c. CD/VCD/DVD: 2 (dua) buah disertai dengan uraian ciptaannya.

d. Alat peraga: 1 (satu) buah disertai dengan buku petunjuk.

1) Drama: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;

2) Tari (koreografi): 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah

rekamannya.

3) Pewayangan: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya; pantomime:

10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.

4) Karya pertujukan: 2 (dua) buah rekamannya.

5) Karya siaran: 2 (buah) rekamannya.

6) Seni Lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo, dan gambar:

masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

7) Seni ukir, seni pahat, seni patung, seni kerajinan tangan, dan kolase:

masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.

8) Arsitektur : 1 (satu) buah gambar arsitektur.

9) Peta : 1 (satu) buah.

10) Fotografi : 10 (sepuluh) lembar; sinematografi: 2 (dua) buah

rekamannya.

11) Terjemahan : 2 (dua) buah naskah yang disertai izin dari pemegang hak

cipta.

12) Tafsir, saduran, dan bunga rampai: 2 (dua) buah naskah.


30

e. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta atau pemegang hak cipta.

Pemohon wajib melampirkan foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau

bukti tertulis yang menerangkan sesuatu yang berlatn dengan

kewarganegaraan.

f. Melampirkan bukti badan hukum bila pemohon adalah badan hukum.

Apabila pemohon adalah suatu badan hukum, pada surat permohonannya harus

dilampirkan salinan resmi akta pendirian badan hukum tersebut atau foto

kopinya yang dilegalisasi notaris sebagai bukti bahwa pemohon benr sebagai

badan hukum yang sah secara hukum.

g. Melampirkan surat kuasa bila melalui kuasa.

Apabila permohonan diajukan dan ditandatangani melalui seorang kuasa, surat

pemohonan tersebut harus dilampirkan surat kuasa. Kuasa tersebut harus warga

Negara Republik Indonesia dan bertempat tinggal di dalam wilayah Republik

Indonesia.

h. Membayar biaya permohonan.

Biaya permohonan yang dibebankan dalam pendaftaran dan biaya administratif

lainnya perihal hak cipta merupakan penerimaan negara bukan pajak yang

dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang

penerimaan negara bukan pajak.

Jika kita merujuk pada UUHC, Ketentuan mengenai pencatatan hak cipta

diatur secara khusus dalam pasal 66 sampai pasal 73 UUHC. Adapun langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh

pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya kepada

menteri.
31

b. Permohonan tersebut dapat dilakukan secara elektronik maupun non elektronik

dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya,

serta melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait.

c. Membayar biaya sesuai dengan yang sudah ditentukan.

d. Bagi permohonan yang diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus

dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.

e. Menteri akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang telah

memenuhi persyaratan. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ciptaan atau

produk hak terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak

sama dengan ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan atau objek

kekayaan intelektual lainnya.

Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam waktu

paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan

yang memenuhi persyaratan.

E. Sanksi yang dikenakan dari pelanggaran Hak Cipta.

Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya atau ciptaan yang

dilindungi hak cipta, melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta, seperti hak

untuk mereproduksi, mendistribusi, menampilkan, memamerkan, atau membuat

karya turunan tanpa izin pemegang hak cipta.63 Pada prinsipnya yang dilindungi

dalam hak cipta ialah ekspresi ide yang tertuang dalam bentuk materiil yang dapat

dilihat, dibaca, atau didengar. Oleh karena itu, setiap pelanggaran hak cipta selalu

dikaitkan secara langsung dengan peniruan materiil ataupun ide dari sebuah ciptaan

yang telah ada. Mengumumkan atau memperbanyak ekpresi ide orang lain, atau

63
Tim Visi Yustisia, op.cit., hlm. 34
32

mengambil bagian tertentu yang substansial merupakan pelanggaran hak cipta yang

tanpa hak memperbanyak atau mereproduksi suatu ciptaan.64

Berdasarkan ketentuan pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Ketentuan pelaku pelanggaran hak cipta dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

golongan yakni:

a. Pelaku utama merupakan perseorangan yang dengan sengaja melanggar hak

cipta.

b. Pelaku pembantu yang merupakan pihak-pihak yang menyiarkan,

memamerkan, atau menjual kepada umum setiap barang yang diketahuinya

yang diperoleh dari tindakan pelanggaran hak cipta.

Dalam perubahan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak

Cipta terdapat beberapa perubahan yakni memiliki ancaman pidana yang semakin

lama, dan juga ancaman denda yang semakin besar. sehingga hal tersebut dapat

memberikan efek jera bagi para pelaku, ataupun dapat dijadikan bahan

pertimbangan bagi setiap pelaku yang akan melakukan pelanggaran hak cipta.

Tabel. 3.1. Sanksi Pidana dan Denda Pelanggaran Hak Cipta

Sanksi yang diberlakukan


No. Pelanggaran
Pidana Denda

1. Pasal 7 (3), Pasal 52 < 2 Thn < Rp. 300 Jt

2. Pasal 9 (1) < 1 Thn < Rp. 100 Jt

3. Pasal 9 (1) huruf c, d, f, dan h < 3 Thn < Rp. 500 Jt

4. Pasal 9 (1) huruf a, b, e, dan g (hak ekonomi) < 4 Thn < Rp.1 M

5. Pasal 9 (1) huruf a, b, e, dan g, (pembajakan) < 10 Thn < Rp. 4 M

6. Pasal 10 - < Rp. 100 Jt

64
Elytas Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, Analisa Teori dan Praktik ,
Citra Aditya, Bandung , 2012, hlm.198
33

Sanksi yang diberlakukan


No. Pelanggaran
Pidana Denda

7. Pasal 12 - < Rp. 500 Jt

8. Pasal 23 (2) huruf e < 1 Thn < Rp. 100 Jt

9. Pasal 23 (2) huruf a, b, dan f < 3 Thn < Rp. 500 Jt

10. Pasal 23 (2) huruf c dan d (hak ekonomi) < 4 Thn < Rp. 1 M

11. Pasal 23 (2) huruf c dan d (pembajakan) < 10 Thn < Rp. 4 M

12. Pasal 24 (2) huruf c < 1 Thn < Rp. 100 Jt

13. Pasal 24 (2) huruf a, b, dan d (hak ekonomi) < 4 Thn < Rp. 1 M

14. Pasal 24 (2) huruf a, b, dan d (pembajakan) < 10 Thn < Rp. 4 M

15. Pasal 25 (2) huruf a, b, c, dan d (hak ekonomi) < 4 Thn < Rp. 1 M

16. Pasal 25 (2) huruf d (pembajakan) < 10 Thn < Rp. 4 M

17. Pasal 88 (3) < 4 Thn < Rp. 1 M


Sumber. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
34

Anda mungkin juga menyukai