Anda di halaman 1dari 19

PENERAPAN KONSEP OMNIBUS LAW DALAM

PENATAAN HUKUM EKONOMI

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS)


Mata Kuliah Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi
Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

Nama : Rini Astuti Wardhana


NPM : 198040002
Konsentrasi : Hukum Ekonomi

Dosen :

DR. H. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
Sang pencipta alam semesta beserta segala isinya yang Maha Besar, yang berkat
rahmat, bimbingan, izin dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul:

“PENERAPAN KONSEP OMNIBUS LAW PADA PENATAAN DI BIDANG


HUKUM EKONOMI”.

Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi


Muhammad SAW, beserta segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya, serta
seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam penyusunan makalah ini Penulis menyadari bahwa untuk


memenuhi persyaratan Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Peranan
Hukum dalam Pembangunan Ekonomi masih jauh dari sempurna, yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengetahuan Penulis.
Oleh karena itu dengan besar hati Penulis bersedia menerima segala saran dan
kritik yang bertujuan untuk kesempurnaan makalah ini.

Selama penyusunan makalah ini Penulis banyak mendapatkan pengarahan


bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah membantu Penulis, semoga Allah SWT membalas budi
kebaikannya. Aamiin. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
sumbangan yang berguna bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam
bidang ilmu hukum pada khususnya.

Aamiin Yaa Rabbal’alaamiin.

Bandung, 23 November 2019


Penulis,

Rini Astuti Wardhana, S.H

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................................... ii


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II. PEMBAHASAN


A. Hukum Ekonomi Indonesia
B. Konsep Omnibus Law
C. Penerapan Konsep Omnibus Law pada Bidang Hukum Ekonomi

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut data Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), saat ini


Indonesia memiliki 42.688 regulasi mulai dari aturan di tingkat pusat seperti
Undang-undang, hingga di level daerah seperti daerah (Perda). 1 Kondisi ini
bahkan membuat pemerintah sendiri mengakui bahwa Indonesia mengalami
“obesitas” regulasi. Obesitas regulasi ini kemudian berdampak negatif salah
satunya terhadap perekonomian Indonesia, yaitu terhambatnya pertumbuhan
ekonomi.

Pemilihan sektor lapangan kerja dan UMKM sebagai target deregulasi ini menjadi
penting, mengingat peran sentral keduanya dalam perekonomian Indonesia.
Menurut data Kementerian Kooperasi dan UKM, 99,99 persen dari total pelaku
usaha di Indonesia adalah UMKM. Selain itu UMKM juga menyerap sekitar 97
persen tenaga kerja nasional. Kemudian, pada tahun 2018 lalu, 60 persen atau
sekitar Rp 8.400 triliun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga berasal dari
UMKM.2

Tidak berhenti di situ, bahkan menurut Arif Budimanta, Wakil Ketua Komite
Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), UMKM menjadi kunci jika Indonesia
ingin keluar dari jebakan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Bahkan, lanjut Arif,
jika memanfaatkan UMKM, ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih dari 7 persen
setiap tahunnya.3

Pertumbuhan ekonomi ini juga, secara teori, akan berdampak positif pada
penyerapan tenaga kerja, di mana menurut pemerintah, setiap 1 persen
pertumbuhan ekonomi dapat membuka 350 ribu lapangan kerja baru. Pemerintah
sendiri menaikkan target penciptaan lapangan kerja baru dari 10 juta selama 2014-
2019, menjadi 12,8 juta selama 2020-2024.4 Kebutuhan akan pertumbuhan
ekonomi di atas lima persen ini juga berkaitan dengan target pemerintah untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045 dengan pendapatan
per-kapita mencapai Rp 320 juta per-tahun, PDB US$ 7 triliun, kemiskinan
mendekati nol persen, dan Indonesia masuk lima negara dengan perekonomian
terbesar di dunia.

Banyak pihak menilai bahwa Indonesia memiliki terlalu banyak regulasi. Untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, khususnya pada sektor UMKM dan agar
Indonesia lebih menarik dimata investor asing, maka ‘obesitas regulasi’ ini

1
www.kemenkuham.go.id
2
www.depkop.go.id
3
https://www.pinterpolitik.com/omnibus-law-jurus-terbaru-jokowi/
4
https://www.bappenas.go.id/files/rpjmn/NarasiRPJMNIV2020-2024_Revisi28Juni2019.pdf

1
disiasati oleh Presiden Jokowi Dodo dengan gagasan Omnibus Law. Omnibus
Law merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi mengonsolidir
berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap
sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik.

Melalui instrumen Omnibus Law yang merupakan Beleid penggabungan dan


konsolidasi sejumlah peraturan menjadi satu Undang-undang sebagai payung
hukum baru tersebut, pemerintah bisa membangun suatu sistem yang dapat
menata ulang perundang-undangan di Indonesia yang lebih akuntabel dan
kredibel, khusunya dalam bidang hukum ekonomi. Tujuan perombakan ini adalah
untuk mempermudah dan mendorong investasi di Indonesia, sehingga dapat
meningkatkan pembangunan ekonomi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Hukum Ekonomi Indonesia? Bagaimana


perkembangannya?
2. Apa dan bagaimanakah yang dimaksud dengan Konsep Omnibus Law?
3. Bagaimana penerapan konsep Omnibus Law pada penataan bidang Hukum
Ekonomi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Mampu menjelaskan dasar hukum ekonomi dan perkembangan bidang


hukum ekonomi di Indonesia dalam peranannya bagi pembangunan ekonomi
di Indonesia.
2. Mengetahui dan memahami Konsep Omnibus Law yang sedang gencar
dikonsepkan oleh pemerintah Indonesia, untuk menata ulang perundang-
undangan di Indonesia sebagai payung hukum baru di Indonesia
3. Dapat menjelaskan dengan baik pendapat pribadi terkait dengan penerapan
konsep Omnibus Law pada penataan di bidang Hukum Ekonomi di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis
a) Bagi Ilmu Pengetahuan :
1) Mampu menjelaskan bidang Hukum Ekonomi, dari dasar hukum
lahirnya Hukum Ekonomi hingga perkembangan Hukum Ekonomi
bagi pembangunan ekonomi di Indonesia.
2) Memberikan pengetahuan berdasarkan fakta hasil studi
kepustakaan tentang Konsep Omnibus Law yang diterapkan di
Indonesia.
3) Mendapatkan gambar besaran keterkaitan antara Konsep Omnibus
Law peraturan perundang-undangan di Indonesia khususnya dalam
bidang Hukum Ekonomi Indonesia.

2
4) Mampu melakukan analisa rancangan Kitab Undang-undang
menggunakan konsep Omnibus Law, khususnya penataan peraturan
perundang-undangan di bidang hukum ekonomi .
b) Pembentuk Undang-undang : Memberikan masukan terkait konsep
penataan peraturan perundang-undangan dalam perancangan Omnibus
Law di bidang Hukum Ekonomi Indonesia.

2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan bagi para praktisi, yaitu para penegak hukum, hakim
pengadilan, penasehat hukum atau advocat, maupun kalangan akademisi
untuk dapat memaknai Konsep Omnibus Law sebagai Payung Hukum
Indonesia, sehingga di masa yang akan datang, bangsa Indonesia tidak lagi
menggunakan produk hukum ‘warisan penjajah’ sebagaimana yang kini
masih berlaku.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Ekonomi

Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia
melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering kali tidak
berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang
berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama
diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia
juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan
kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan
bagi para pelaku ekonomi. Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku
disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan
yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.

Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat


dalam pasal 33 Undang-undangD 1945, yang berbunyi :5
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
2. Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.

Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya. Seperti


tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan Undang-undangD 1945
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.6 Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan
kesejahteraan umum. Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan
kesejahteraan umum.

Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat
agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.

5
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
6
Pendahuluan Undang-undang Dasar 1945

4
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat Undang-
undangD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.7
Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga
perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir
miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu
membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu
dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang
sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 Undang-undangD 1945). Tugas
negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan
pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu
dilaksanakan.

Sunaryati Hartono, membagi Hukum Ekonomi Indonesia menjadi dua yaitu


Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial. Hukum Ekonomi
Pembangunan adalah hukum yang mengatur tata cara untuk meningkatkan dan
mengembangkan ekonomi pembangunan secara nasional di Indonesia. Hukum
Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha,
penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri
perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan,
pengangkutan dan perjanjian internasional.8

Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-
cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata,
sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia
(distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-
obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam,
transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan
bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang
miskin dan orang tua serta pensiunan.9

Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak
terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi. Tetapi
walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi
kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat
diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang
berlaku di Indonesia.

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan
hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita
pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau
terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat. Diakui dengan
sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di

7
Pasal 27 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 (amandemen)
8
DR. C.F.G Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988, Hal. 2-3
9
DR. C.F.G Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1988, Hal. 3

5
sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah
yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.

Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 Undang-undangD 1945


(amandemen) juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat juga
desentralisasi bidang ekonomi. Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab
pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan
otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun


perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi
salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga
harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional
dapat berjalan sebagai mana mestinya. Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik
antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi
mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik
tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau
kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

Dalam tataran bidang Hukum Ekonomi, Indonesia dinilai tidak mempunyai


environtment yang menarik bagi investor, baik dalam negeri maupun luar negeri,
sehingga perkembangan pembangunan ekonomi terkesan lambat, hal ini
dikarenakan regulasi di bidang ekonomi sangat ‘gemuk’ atau bisa disebut
mengalami ‘obesitas’ . ‘Obesitas regulasi’ di bidang hukum ekonomi, khususnya
menyebabkan terjadinya dis-harmonisasi peraturan perundang-undangan di
bidang hukum ekonomi, sehingga tumbuh kembang pembangunan ekonomi di
Indonesia lebih lambat dibanding negara-negara asia tenggara lainnya.

Adapun analisis penulis penyebab terjadinya disharmoni peraturan perundang-


undangan antara lain:
1. Adanya pergantian rezim pemerintahan sehingga penyusunan peraturan
perundang-undangan lebih sering berubah dan tidak berkelanjutan.
2. Belum ada standar baku, cara dan metodologi penyusunan peraturan
perundang-undangan. Masing-masing instansi memiliki keinginan dan
egosentris lebih mengutamakan kepentingan instansinya.
3. Pembentuk peraturan perundang-undangan yang kurang menguasai
permasalahan akibat seringkali terjadi pergantian antara pejabat.
4. Masih kurangnya akses masyarakat dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan/atau akses masyaraat untuk turut serta dalam penyusunan
rancangan peraturan perundang-undangan.
5. Kurangnya koordinasi antara instansi terkait.

Akibat hukum terjadinya dishamoni antara lain:


1. Munculnya ketidakpastian hukum,
2. Pelaksanaan peraturan perundangundangan menjadi tidak efektif dan efisien,

6
3. Terjadinya perbedaan interpretasi terhadap suatu peraturan perundang-
undangan
4. Hukum sebagai pedoman masyarakat dan pemerintah menjadi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.

Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perencanaan


pembangunan terdiri dari empat tahapan yakni penyusunan rencana; penetapan
rencana; pengendalian pelaksanaan rencana; dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara
keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Perencanaan di era
reformasi penyusunannya diatur secara lebih rinci dan sistematis. RPJM Nasional
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Nasional, memuat strategi pembangunan nasional,
kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian
/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro
yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.

Perubahan konsep pembangunan nasional dari semula dirumuskan dalam Garis-


garis Besar Haluan Negara (GBHN) menjadi Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN), seharusnya mampu membawa angin segar dalam
perkembangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Namun, nyatanya
perkembangan ekonomi Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara
tetangga, khususnya untuk menarik minat investor dalam maupun luar negeri
untuk berinvestasi di Indonesia. Rumitnya regulasi dan berbelitnya administrasi
ditenggarai menjadi salah satu fakto, hingga pemerintah, khususnya Presiden
Jokowi mengeluarkan gagasan konsep Omnibus Law untuk memperbaiki tatanan
bidang hukum ekonomi dan bidang hukum lainnya.

B. Konsep Omnibus Law

Secara etiomologi, Omnibus Law berasal dari kata Bahasa Latin omnibus yang
berarti semua atau untuk semua. Sementara menurut Marc Bosc and André
Gagnon, Omnibus Law adalah suatu hukum yang bertujuan untuk meng-
amandemen, mencabut, atau menetapkan secara sekaligus beberapa hukum.
Omnibus Law ini juga terdiri atas beberapa inisiatif (aturan) terkait yang
sebelumnya terpisah, yakni hak-hak kemanusiaan yang dipercayakan kepada
hukum untuk dijaga atau dilindungi, sebab tanpa adanya perlindungan hukum,
akan banyak terjadi perbuatan pelanggaran hukum.

Bryan A. Garner, et.al (Eds.) menggunakan istilah omnibus bill yang berarti :10
1. “A single bill containing various distinct matters, usu. drafted in this way to
force the executive either to accept all the unrelated minor provisions or to
veto the major provision.”
10
Black’s Law Dictionary Ninth Edition, hal.186

7
2. “A bill that deals with all proposals relating to a particular subject, such as
an "omnibus judgeship bill" covering all proposals for new judgeships or an
"omnibus crime bill" dealing with different subjects such as new crimes and
grants to states for crime control.”

Apabila diterjemahkan secara bebas, omnibus bill berarti sebuah undang-undang


yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda
atau mengatur dan mencakup semua hal mengenai suatu jenis materi muatan.
Omnibus bill pada prakteknya digunakan oleh negara-negara dengan sistem
hukum common law (common law system), seperti Amerika Serikat. Namun
menurut hemat penulis, tidak ada salah nya jika negara-negara dengan sistem
hukum civil law menggunakan konsep Omnibus Law ini untuk melakukan
‘perampingan’ atau ‘penertiban’ regulasi, toh, penataan kembali peraturan
perundang-undangan ini dilakukan oleh pembuat Undang-undang (Lembaga
Legistlatif).

Dari paparan diatas, dapat dikatakan Omnibus Law merupakan metode atau
konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang
substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang berfungsi
sebagai payung hukum (umbrella act). Dan ketika peraturan itu diundangkan
berkonsekuensi mencabut beberapa aturan hasil penggabungan dan substansinya
selanjutnya dinyatakan tidak berlaku, baik untuk sebagian maupun secara
keseluruhan.

Pada dasarnya hukum merupakan norma-norma yang sifatnya memaksa dan


mengikat dimana mengatur tingkah laku manusia yang dibentuk oleh lembaga
yang berwenang. Keberadaan hukum harus dipatuhi oleh manusia dan bila
dilanggar maka akan diberikan hukuman berupa sanksi sebagaimana telah
disepakati oleh masyarakat. Salah satu pendapat hukum dari Soerjono Soekanto
memberikan banyak pengertian hukum sebagai berikut, antara lain hukum sebagai
tata hukum yaitu terdiri dari struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum
yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.11

Hukum dimaknai sebagai tata hukum memiliki posisi yang sangat penting sebagai
dasar bertindak pemerintah. Jika suatu negara sudah memposisikan dirinya
sebagai negara hukum (rechtsstaat), maka konsekuensinya produk peraturan
perundang-undanganlah yang menjadi tolak ukur rule of the game di tengah
kehidupan masyarakat, dimana kandungan norma di dalamnya akan menyebut
soal larangan, perintah, kepatuhan, dan sanksi yang mengikat. Hukum berisi
norma perlindungan kepentingan rakyat seperti keadilan, kebebasan menentukan
pilihan, perlakuan yang adil, perlakuan yang manusiawi, hak memperoleh
kesejahteraan dan pekerjaan yang layak, termasuk yang bermuatan penegakan
hukum. Jika penyelenggara kekuasaan mengimplementasikan tugas yang
digariskan oleh hukum ini berarti menyelenggarakan tujuan ideal yang sudah

11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, (Jakarta: Rajawali, 1979), hlm. 43.

8
melekat dalam diri negara hukum seperti menjaga dan melindungi kehidupan
manusia harapan hukum telah terpenuhi.12

Tinjauan atas kedudukan Omnibus Law dalam sistem peraturan perundang-


undangan Indonesia dapat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“Undang-undang
12/2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-undang 12/2011 dan perubahannya tidak mengenal istilah Omnibus Law.


Namun, ketentuan Omnibus Law sebagai suatu undang-undang tunduk pada
pengaturan Undang-undang 12/2011 dan perubahannya mengenai undang-
undang, baik terkait kedudukan dan materi muatannya. Kedudukan Omnibus Law
nantinya dapat didasarkan pada Pasal 7 Undang-undang 12/2011 yang
menguraikan bahwa:
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d) Peraturan Pemerintah;
e) Peraturan Presiden;
f) Peraturan Daerah Provinsi; dan
g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Apabila dilihat dari ketentuan ini, Omnibus Law sebagai sebuah undang-undang
tetap berkedudukan di bawah Undang-undang Dasar 1945 (Undang-undangD
1945), namun lebih tinggi dari jenis peraturan perundang-undangan lainnya.

Materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang terdiri atas:


(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
(2) Perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;
(3) Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
(4) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
(5) Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Apabila dikaitkan dengan ketentuan mengenai materi muatan undang-undang,


maka keberadaan Omnibus Law nantinya tidak bertentangan dengan Undang-
undang 12/2011 dan perubahannya sepanjang materi muatan yang diatur Omnibus
Law sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut. Selain itu, tidak ada
pula larangan dalam Undang-undang 12/2011 dan perubahannya bagi
12
Roscoe Pond, An Introduction to the Philosophy of Law, terjemahan, (Jakarta: Bhatara Niaga Media,
1996), hlm. 56.

9
pembentukan Omnibus Law yang berfungsi untuk mengakomodasi beberapa
materi muatan sekaligus.

Konsep undang-undang payung atau undang-undang pokok, yaitu undang-undang


yang beberapa pasalnya meminta aturan pelaksananya dibuat dalam bentuk
undang-undang pula.13

Maka dari itu, salah satu materi muatan undang-undang yang dijelaskan dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf b Undang-undang 12/2011 (hal. 48), yaitu “perintah suatu
undang-undang untuk diatur dengan undang-undang”, merupakan deskripsi dari
perintah suatu undang-undang payung.

Keberadaan Omnibus Law bahkan dapat memberikan sejumlah keuntungan,


yakni, namun tidak terbatas pada :
1. Persoalan kriminalisasi pejabat negara. Selama ini, banyak pejabat
pemerintah yang takut menggunakan diskresi dalam mengambil kebijakan
terkait penggunaan anggaran, karena jika terbukti merugi, bisa dijerat dengan
tindak pidana korupsi.
2. Penyeragaman peraturan perundang-undangan. Omnibus Law bisa digunakan
di Indonesia untuk penyeragaman kebijakan pusat dan daerah dalam
menunjang iklim investasi.
Berkenaan dengan hal ini, Omnibus Law bisa menjadi cara singkat sebagai solusi
peraturan perundang-undangan yang saling berbenturan, baik secara vertikal
maupun horizontal, terutama penataan di bidang Hukum Ekonomi, sebagaimana
yang telah diamanatkan oleh Presiden Jokowi (Presiden terpilih periode 2019-
2024).

C. Penerapan Konsep Omnibus Law dalam Bidang Hukum Ekonomi

Dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional, salah satu sektor


yang menjadi tulang punggung perekonomian adalah sektor keuangan. Dari sisi
skala, industri jasa keuangan Indonesia masih terlalu kecil, ditandai dengan masih
minimnya kontribusi sektor keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB),
terutama bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean. World Bank
mencatatkan, di tahun 2017 persentase dana pihak ketiga terhadap PDB sebesar
38,9%, masih jauh tertinggal dari Malaysia sebesar 129%. Penduduk Indonesia
usia produktif yang lebih dari 200 juta, 51%-nya belum masuk dalam sistem
keuangan.14

Peran pasar keuangan juga belum optimal sebagai sumber pembiayaan nasional.
Industri jasa keuangan Indonesia juga dianggap belum efisien (costly) ditandai
dengan tingginya interest margin dibanding negara-negara lainnya. Persoalannya,
13
Muhammad Bakri, Pengantar Hukum Indonesia : Sistem Hukum Indonesia Pada Era Reformasi, Jilid 1,
Hal.47
14
https://www.cnbcindonesia.com/news/20181226195027-51-48087/di-2018-bagaimana-sektor-jasa-
keuangan-indonesia

10
apakah tantangan sektor keuangan di atas perlu diatasi dengan amendemen
undang-undang? Dan apakah urgensi amendemen perundang-undangan hingga
perlu dilakukan melalui Omnibus Law? Atau cukup dengan amendemen
perundang-undangan existing? Jangan-jangan permasalahannya berada di luar
jangkauan perundang-undangan? Misalnya, jika menilik pada masih sedikitnya
penduduk usia produktif yang memiliki rekening bank, perlu dilihat apakah
permasalahannya terletak pada hambatan regulasi atau berkaitan dengan persoalan
fundamental seperti belum tumbuhnya ekonomi sebagian besar masyarakat
Indonesia sehingga tidak terdapat alokasi dana untuk tabungan dan investasi.
Penanganan permasalahan tersebut secara fundamental tentu berada di luar
kapasitas regulasi.

Permasalahan literasi keuangan dan keterbatasan akses terhadap produk dan


lembaga keuangan juga cukup berkontribusi bagi stagnannya pengembangan
sektor keuangan di Indonesia. Namun, apakah faktor regulasi atau ketiadaan
regulasi merupakan penghambat usaha perluasan akses produk dan jasa
keuangan? Di sisi lain, tantangan pengembangan sektor keuangan semakin
bertambah terutama dengan semakin berkembangnya inovasi bisnis model melalui
teknologi yang bagi banyak kalangan dianggap mendisrupsi pemain dan aktivitas
bisnis jasa keuangan existing. Tentu saja permasalahan klasik antara pelaku bisnis
vs regulator adalah lebih cepatnya gerak inovasi bisnis dibandingkan dengan
kerangka pengawasan dan regulasi yang memagarinya.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) dan (2) Undang-undang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pembentukan suatu undang-undang
mempersyaratkan adanya kejelasan materi yang hendak diatur, sasaran yang ingin
diwujudkan, serta arah dan jangkauan pengaturannya. Menilik rencana Omnibus
Law di bidang perpajakan, objektif yang hendak dicapai adalah untuk
mengharmonisasikan ketentuan fasilitas perpajakan dalam rangka meningkatkan
iklim usaha kondusif dan atraktif bagi investor yang diharapkan dapat berujung
pada peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun tentu saja rancangan
Omnibus Law tersebut tidak serta merta menghapuskan Undang-undang Nomor 8
tahun 1983 jo Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Undang-undang
PPn), Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 jo Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 jo Undang-undang Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan
(Undang-undang PPh), dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 jo Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Undang-undang KUP)

Luasnya jangkauan dan sasaran yang hendak dicapai merupakan tantangan bagi
pembentukan Omnibus Law dalam penataan regulasi bidang sektor ekonomi
keuangan. Dari sisi ekosistem industri, pengaturan sektor ekonomi di bidang jasa
keuangan meliputi subsektor industri perbankan, asuransi, dana pensiun,
perusahaan pembiayaan dan penjaminan, serta pasar modal, di mana masing-
masing tunduk pada prinsip kepatuhan regulasi berbeda. Di satu sisi pengawasan

11
dilakukan untuk mencegah kegagalan lembaga keuangan melalui pendekatan
prinsip kehati-hatian (prudential regulation), di sisi lain pengawasan bidang pasar
modal dilakukan untuk mendorong transparansi dan penegakan fair play pelaku
pasar (market conduct) serta perlindungan investor.

Selain itu, pengembangan dan ketahanan sektor keuangan amat ditentukan oleh
peran pengawas dan lembaga terkait. Sehingga perombakan hukum di bidang
ekonomi mau tidak mau juga akan menyentuh beberapa ketentuan dalam Undang-
undang kelembagaan, seperti bagaimana mengharmonisasikan objektif dan
sasaran yang harus dicapai, klarifikasi mandat, tujuan dan kewenangan otoritas,
serta hubungan antarlembaga. Setidaknya pengaturan sektor keuangan di
Indonesia perlu dilakukan untuk mencapai tiga tujuan utama, yaitu untuk (1)
memperbesar skala industri jasa keuangan dan perluasan akses (depth and
inclusive), (2) menciptakan sistem keuangan yang lebih efisien, cepat, dan
transparan (efficiency), dan (3) menjaga stabilitas sistem keuangan (stability).

Berdasarkan kompleksitas di atas, tentu saja Omnibus Law tidak dapat dijadikan
sebagai satu-satunya tumpuan untuk mengoptimalkan peran bidang Hukum
Ekonomi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dari sisi
permasalahan regulasi di Indonesia, Omnibus Law jelas tidak ditujukan untuk
mengatasi persoalan obesitas peraturan karena munculnya Omnibus Law tidak
serta merta menghapuskan perundang-undangan existing.

Sebenarnya, beberapa perundang-undangan bidang Hukum Ekonomi di sektor


jasa keuangan seperti Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Perbankan,
Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-undang Dana Pensiun
sebenarnya telah masuk dalam daftar panjang Prolegnas 2014-2019. Namun
amandemen perundang-undangan di atas tidak kunjung dibahas dan masuk ke
dalam daftar prioritas prolegnas tahun berjalan. Omnibus Law dapat
dipertimbangkan sebagai trigger pembuka peta jalan bagi revisi Undang-undang
sektoral dan kelembagaan. Harapannya, diterbitkannya Omnibus Law dapat
menyegerakan revisi perundang-undangan tersebut, misal dengan memuat
ketentuan yang memandatkan tenggat waktu amendemen perundang-undangan
terkait.

Harmonisasi melalui Omnibus Law diharapkan dapat mencegah tertinggalnya


kepentingan subsektor dan otoritas serta lembaga terkait, apabila undang-undang
dimaksud mendapat giliran terakhir diamendemen. Selanjutnya, Omnibus Law
perlu difokuskan untuk pengaturan isu-isu strategis yang bersifat cross cutting.
Seperti mengklarifikasi peran pengawasan makro dan mikro prudensial antara
Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mekanisme
koordinasinya, mekanisme lisensi dan perizinan lembaga keuangan yang
melakukan lebih dari satu aktivitas jasa keuangan, penguatan legal basis yang
mendukung perluasan instrumen investasi, dan pertukaran data dan sharing
informasi antarlembaga.

12
Selain itu, penguatan pengawasan terintegrasi untuk konglomerasi lembaga
keuangan, termasuk jangkauan pengawasannya apabila anggota konglomerasi
bukan lembaga keuangan, serta penegakan hukum sektor keuangan yang berpihak
pada kepentingan konsumen dan investor. Pada akhirnya politik hukum Omnibus
Law di sektor keuangan harus dilandaskan pada kajian Regulatory Impact
Assessment. Kajian perlu berangkat dari perlu tidaknya pembentukan Omnibus
Law dibanding langsung merevisi perundang-undangan existing. Seandainya
dianggap visible, Omnibus Law perlu memetakan arah dan jangkauan berdasarkan
sasaran utama apakah akan didasarkan pada objektif deepening & inclusion,
efficiency, stability, atau meliputi keseluruhan.

Pendekatan forward looking mutlak diperlukan terutama dalam rangka


menangkap perkembangan inovasi bisnis dan teknologi pada industri sektor
keuangan. Jika pilihan jatuh pada prioritas pembentukan Omnibus Law, jaminan
kepastian hukum pada amendemen perundang-undangan existing perlu dituangkan
dalam rumusan, agar sekalipun direvisi pada periode selanjutnya dapat tetap
harmonis dan tidak menimbulkan persoalan overlapping baru.

BAB III
PENUTUP

13
A. Kesimpulan

Rencana pemerintah untuk menerbitkan omnibus law bertujuan untuk


mengakomodasi keluhan dunia usaha selama ini. Undang-undang ini akan
menstandardisasi dan mengharmonisasikan pasal-pasal bermasalah di sekitar 71-
74 Undang-undang sektoral yang menghambat kegiatan investasi. Meski
demikian, omnibus law bukan merupakan merger dari sekitar 71-74 Undang-
undang tersebut dan tidak menghapus Undang-undang yang bersangkutan. Selain
itu, semua peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan peraturan turunan yang
merupakan penjabaran dari 71-74 Undang-undang tersebut kelak harus direvisi
dan mengacu pada omnibus law.

Omnibus law bertugas untuk merevisi sejumlah Undang-undang sekaligus untuk


menyasar isu besar di sebuah negara. Omnibus law yang dikenal dengan Undang-
undang sapu jagat ini dimaksudkan untuk merampingkan dan menyederhanakan
berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran.

Omnibus law akan menstandardisasi, menghamonisasi, dan mensarikan berbagai


pasal dalam sejumlah Undang-undang yang menghambat kegiatan dunia usaha
atau investasi. Fokus Undang-undang omnibus adalah kemudahan usaha dan
perizinan, serta melihat lebih luas ekosistem orang berusaha. Omnibus law akan
menata ulang ekosistem investasi agar menjadi lebih baik. Omnibus law
merupakan solusi untuk mengatasi masalah itu agar regulasi disederhanakan dan
mudah dikontrol.

Kebutuhan reformasi regulasi di bidang hukum ekonomi sangat mendesak


dilakukan karena dapat berimbas kepada turunnya iklim investasi di Indonesia.
Terjadinya konflik di bidang hukum ekonomi salah satunya disebabkan konflik
regulasi. Untuk itu perlu dicarikan solusi atau terobosan untuk menata kembali
politik hukum ekonomi. Reformasi regulasi di bidang hukum ekonomi perlu
dilakukan pemerintah dengan mengacu sistem hukum di Indonesia. Sistem
Hukum Indonesia sangat menentukan arah kebijakan pemerintah. Bila sistem
hukumnya baik maka arah kebijakan pemerintah akan tersistematis dan efektif.

Inilah saatnya pemerintah untuk merekonstruksi regulasi salah satunya regulasi di


bidang hukum ekonomi agar dapat meningkatkan iklim investasi di Indonesia.
Akan tetapi reformasi regulasi tersebut jangan sampai mengorbankan kepentingan
dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Gagasan konsep Omnibus Law diharapkan
dapat menyelesaikan konflik regulasi di bidang hukum ekonomi dan diharapkan
efektif menyelesaikan konflik regulasi yang sudah lama mendera dan akibatnya
bisa berujung kepada kriminalisasi pejabat. Untuk itu dalam menerapkan konsep
ini, maka harus diberikan landasan hukum yang kuat sehingga tidak bertentangan
dengan asas dan norma pembentukan peraturan perundang-undangan. Teknisnya
bisa dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perppu). Dengan Perppu tersebut diharapkan adanya percepatan penyelesaian
regulasi dibidang hukum ekonomi yang dapat menghambat iklim investasi.

14
Beberapa kelebihan penerapan konsep Omnibus Law dalam menyelesaikan
sengketa regulasi di Indonesia antara lain:
1. Mengatasi konflik peraturan perundangundangan secara cepat, efektif dan
efisien.
2. Menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun didaerah
untuk menunjang iklim investasi;
3. Pengurusan perizinan lebih terpadu, efisien dan efektif;
4. Mampu memutus rantai birokrasi menjadi sederhana;
5. Meningkatnya hubungan koordinasi antar instansi terkait karena telah diatur
dalam kebijakan omnibus regulationyang terpadu
6. Adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil
kebijakan.

B. Saran

Penataan regulasi bidang hukum ekonomi melalui konsep omnibus law memang
seperti menjadi solusi terbaik untuk merampingkan ‘obesitas’ peraturan
perundang-undangan, sehingga diharapkan dapat meringankan tahapan
administrasi yang harus ditempuh dalam pembangunan ekonomi nasional di
Indonesia. Rekonstruksi regulasi ini juga diharapkan dapat membuat Indonesia
menjadi lebih menarik bagi investor dalam ataupun luar negeri. Namun penataan
regulasi dibidang hukum ekonomi melalui konsep omnibus law ini harus
dilakukan dengan baik dan benar, melalui perencanaan yang terstruktur,
sistematis, dengan melakukan review peraturan perundang-undangan sejenis yang
terkait atau saling bertentangan, berdasarkan tujuan negara hukum (rechtstaat)
yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 dan sesuai dengan nilai-nilai
falsafah negara (Pancasila).

Kenyataan bahwa harus dibangun suatu hukum nasional yang satu atau
mempersatukan bangsa Indonesia berdasarkan asas-asa yang terkadung dalam
Undang-undang Dasar 1945 dan mukadimahnya yang merupakan pencerminan
dari falsafah Pancasila, yakni ;
1. Asas Kesatuan dan Persatuan atau Kebangsaan mengamanatan bahwa hukum
Indonesia harus merupakan hukum nasional yang berlaku bagi seluruh bangsa
Indonesia. Hukum nasional mempersatukan bangsa Indonesia;
2. Asas Ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum
nasional yang bertentangan dengan agama atau bersifat menolak atau
bermusuhan dengan agama;
3. Asas Demokrasi mengamanatkan bahwa dalam hubungan hukum dan
kekuasaan harus tunduk pada hukum , bukan sebaliknya, dan bahwa
kekuasaan ada pada wakyat dan wakil-wakilnya;
4. Asas Keadilan Sosial mengamanatkan bahwa smeua warga negara
mempunyai hak yang sama dan bahwa semua orang sama di hadapan hukum;

15
5. Asas Kesatuan dan Persatuan mengamanatkan bahwa adanya
keanekaragaman budaya tidak menjadi sebab atas perpecahan bangsa, karena
seyogyanya bangsa Indonesia memegang motto “Bhineka Tunggal Ika”.

Penataan regulasi melalui konsep omnibus law dapat dipandang juga sebagai
pengembangan hukum nasional Indonesia, yang mau tidak mau mesti dilakukan
oleh pemerintah dalam rangka membentuk hukum nasional yang mengakar ke
seluruh lapisan masyarakat. Pengembangan hukum nasional Indonesia yang saat
ini sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur luar sedapat mungkin untuk tetap
mempertahankan sumber-sumber hukum materil dari hukum-hukum Indonesia.
Pengembangan hukum nasional yang menitik beratkan kepada semangat dan
citarasa Indonesia hanya dapat dilakukan dengan konsensus dari seluruh elemen
bangsa.

Blue print pengembangan hukum nasional merupakan arah bagi pembangunan


hukum positif di Indonesia. Blue print yang mengarahkan pengembangan hukum
nasional ke arah tujuan negara seperti yang tercantum didalam pembukaan UUD
1945 yang tetap mengembangkan ius constituendum yang berdasarkan kepada
Pancasila dan UUD 1945.

Kajian awal penataan regulasi, khususnya di bidang hukum ekonomi, melalui


konsep omnibus law, menurut penulis dapat dilakukan dengan melakukan
beberapa tahapan, yang meliputi:
1) Menemukenali permasalahan mendasar, hingga perlu dilakukan penataan
regulasi melalui konsep omnibus law;
2) Penetapan tujuan/sasaran dengan dilakukannya penataan regulasi melalui
konsep omnibus law;
3) Identifikasi regulasi yang sudah ada dan/atau terkait dengan bidang hukum
yang akan ditata melalui konsep omnibus law; untuk kemudian
4) Ditindaklanjuti dengan penelitian oleh para ahli (sesuai dengan bidang
kompetensinya), yang meliputi kegiatan analisis mendalam terhadap hasil
pengkajian termasuk analisis biaya dan manfaat (Cost and Benefit
Analysis/CBA) terhadap penataan regulasi melalui konsep omnibus law;
5) Merumuskan draft omnibus law sesuai dengan bidang hukum yang akan
dilakukan penataan;
6) Melakukan tahapan pembentukkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 jo Undang-undang Nomor 15
Tahun 2009 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

16

Anda mungkin juga menyukai