Anda di halaman 1dari 2

Prinsip-Prinsip Syari’ah

A. Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)


Al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanakannya. Itu
diwujudkan dengan memberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada
manusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya.
Dalam menetapkan hukum, Allah swt. senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dan
memperhitungkan manfaat dan mudharat yang mungkin ditimbulkan sebagai konsekuensi logis dari
pelaksanaannya.

B. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)


Prinsip kedua ini merupakan langkah preventif terhadap mualaf dari pengurangan atau penambahan
dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mualaf agar ia menambahi atau
menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna
memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu
pelaksanaan hukum tanpa didasari perasaan terbebani yang berujung pada kesulitan.
Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri
sendiri.

C. Penetapan Hukum secara Periodik


Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum
syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara langsung, agar umat tidak merasa terkejut dengan
syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita
yang terjadi pada waktu itu. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kami kemukakan tiga
periode tasryi’ al-Quran;
1. Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak
menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
2. Menyinggung manfaat ataupun mudharatnya secara global.
3. Menetapkan hukum tegas.

D. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal


Manusia adalah obyek dan subyek legislasi hukum al-Quran. Seluruh hukum yang terdapat dalam al-
Quran diperuntukkan demi kepentingan dan perbaikan kehidupan umat sehingga penerapan
hukumnya al-Quran senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat
Islam.
Islam merupakan ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu
yang ada di dunia ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi
kebutuhannya.

E. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)


Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan
ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tapi juga bagi
seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing,
kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Hal ini sesuai dengan QS. Al-Nisa: 58
Prinsip persamaan hak dan keadilan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam menetapkan
hukum Islam. Keduanya harus diwujudkan demi pemeliharaan martabat manusia (basyariyah
insaniyah)

Hukum tidak dipengaruhi waktu dan tempat


Karakteristik hukum Islam sangat berbeda dengan hukum lain seperti Kapitalisme maupun
Sosialisme. Hukum Islam dibangun berdasarkan nash-nash syariat yang tetap. Sebaliknya, dalam
Kapitalisme, realitaslah yang menjadi pijakan hukum. Sementara itu, hukum produk Sosialisme
dibangun berdasarkan hipotesis-teoretis yang diasumsikan ada dalam permasalahan yang terjadi.

Produk hukum Islam digali dari nash-nash syariat, yang mana nash-nash tersebut tetap dan tidak
pernah mengalami perubahan. Karena itu, produk hukum tersebut harus selalu terikat dengan nash
dan tunduk pada apa yang dinyatakan oleh dalalah-Nya.

Perbedaan kultur, kebiasaan, dan adat istiadat masyarakat juga tidak boleh mempengaruhi hukum
Islam. Sebab itu semua bukanlah `illat (motif diberlakukannya hukum) dan sumber hukum.

Sebagaimana dimaklumi, syariat Islam adalah yang itu-itu juga; tidak pernah berubah. Yang halal
akan tetap halal dan yang haram akan tetap haram. Selamanya begitu hingga Hari Kiamat, karena
wahyu Allah telah terputus dan syariat Islam telah sempurna. Sebab jelas mustahil Allah
menurunkan dua hukum yang berlawanan untuk kasus yang sama. Hal ini juga sangat kontradiktif
dengan karakter kesempurnaan syariat Islam.

Memang, realitas yang menjadi obyek hukum boleh jadi mengalami perubahan, tetapi hukum atas
realitas itu sendiri tentu saja tidak berubah. Contohnya, khamr menjadi cuka. Contoh lain, orang
sakit yang tidak mampu berdiri, boleh menunaikan shalat sambil duduk atau berbaring.

Di samping itu, syariat Islam diberlakukan atas manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia; di
mana pun dan kapan pun manusia mempunyai kebutuhan jasmaniah dan naluriah yang sama.
Kondisi ini tidak pernah berubah. Esensi kemanusiaan pada diri manusia tidak pernah mengalami
perubahan. Yang berubah hanyalah sarana fisik dan wujud materi yang melingkupinya.

Karena itulah, berkaitan dengan benda-benda sebagai alat pemuas kebutuhan manusia, Islam telah
menggariskan kaidah hukum yang sama yang berlaku untuk segala tempat dan segala zaman, yakni:
Hukum asal benda (barang) adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.

Sebaliknya, berkaitan dengan perbuatan yang ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
jasmaniah maupun naluriah yang tidak pernah berubah itu Islam menggariskan kaidah berikut :
Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat.

Walhasil, propaganda atas gagasan bahwa hukum harus berubah karena waktu dan tempat tidak
mempunyai pijakan syariat yang jelas dalam Islam.

Kesimpulan
Syariah adalah jalan yang menuntun kita kepada Allah dengan mengikuti ketetapan-Nya dalam Al-
Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad sehingga kita mendapat ridho dan surga-Nya juga agar jauhkan
dari kemurkaan-Nya.
Syariat Islam mempunyai peranan dan fungsi untuk mengatur dan menata kehidupan manusia,
mengarahkan kepada jalan kebenaran yang diridhai Allah swt.
Tujuan syariat Islam adalah mengatur dan menata kehidupan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan
manusia baik sewaktu hidup di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Syariat Islam harus dijalankan sebagai suatu pedoman hidup yang hakiki dan sebagai aturan
perundang-undangan yang maha lengkap, mengantar manusia ke pintu kebajikan dan menutup
pintu kesesatan.

Anda mungkin juga menyukai