Produk hukum Islam digali dari nash-nash syariat, yang mana nash-nash tersebut tetap dan tidak
pernah mengalami perubahan. Karena itu, produk hukum tersebut harus selalu terikat dengan nash
dan tunduk pada apa yang dinyatakan oleh dalalah-Nya.
Perbedaan kultur, kebiasaan, dan adat istiadat masyarakat juga tidak boleh mempengaruhi hukum
Islam. Sebab itu semua bukanlah `illat (motif diberlakukannya hukum) dan sumber hukum.
Sebagaimana dimaklumi, syariat Islam adalah yang itu-itu juga; tidak pernah berubah. Yang halal
akan tetap halal dan yang haram akan tetap haram. Selamanya begitu hingga Hari Kiamat, karena
wahyu Allah telah terputus dan syariat Islam telah sempurna. Sebab jelas mustahil Allah
menurunkan dua hukum yang berlawanan untuk kasus yang sama. Hal ini juga sangat kontradiktif
dengan karakter kesempurnaan syariat Islam.
Memang, realitas yang menjadi obyek hukum boleh jadi mengalami perubahan, tetapi hukum atas
realitas itu sendiri tentu saja tidak berubah. Contohnya, khamr menjadi cuka. Contoh lain, orang
sakit yang tidak mampu berdiri, boleh menunaikan shalat sambil duduk atau berbaring.
Di samping itu, syariat Islam diberlakukan atas manusia dalam kapasitasnya sebagai manusia; di
mana pun dan kapan pun manusia mempunyai kebutuhan jasmaniah dan naluriah yang sama.
Kondisi ini tidak pernah berubah. Esensi kemanusiaan pada diri manusia tidak pernah mengalami
perubahan. Yang berubah hanyalah sarana fisik dan wujud materi yang melingkupinya.
Karena itulah, berkaitan dengan benda-benda sebagai alat pemuas kebutuhan manusia, Islam telah
menggariskan kaidah hukum yang sama yang berlaku untuk segala tempat dan segala zaman, yakni:
Hukum asal benda (barang) adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Sebaliknya, berkaitan dengan perbuatan yang ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
jasmaniah maupun naluriah yang tidak pernah berubah itu Islam menggariskan kaidah berikut :
Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariat.
Walhasil, propaganda atas gagasan bahwa hukum harus berubah karena waktu dan tempat tidak
mempunyai pijakan syariat yang jelas dalam Islam.
Kesimpulan
Syariah adalah jalan yang menuntun kita kepada Allah dengan mengikuti ketetapan-Nya dalam Al-
Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad sehingga kita mendapat ridho dan surga-Nya juga agar jauhkan
dari kemurkaan-Nya.
Syariat Islam mempunyai peranan dan fungsi untuk mengatur dan menata kehidupan manusia,
mengarahkan kepada jalan kebenaran yang diridhai Allah swt.
Tujuan syariat Islam adalah mengatur dan menata kehidupan untuk kebahagiaan dan kemaslahatan
manusia baik sewaktu hidup di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Syariat Islam harus dijalankan sebagai suatu pedoman hidup yang hakiki dan sebagai aturan
perundang-undangan yang maha lengkap, mengantar manusia ke pintu kebajikan dan menutup
pintu kesesatan.