Anda di halaman 1dari 9

NILAI-NILAI PANCASILA DAN EFISIENSI DALAM AMANDEMEN

PASAL 33 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK


INDONESIA 1945

Oleh:
Suci Afrimardhani
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
suci.afrimardhani@ui.ac.id

ABSTRAK

Pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI 1945 sebagai konstitusi ekonomi yang menjadi landasan
dalam menentukan sistem perekonomian di Indonesia. Serta merupakan arah bagi lahirnya
kebijakan-kebijakan ekonomi di Indonesia. Selayaknya sebuah konstitusi, Pasal 33 Undang-
Undang Dasar NRI 1945 berisi harapan dan cita-cita bangsa, salah satunya tergerak melalui
pembangunan ekonomi nasional. Sebagai sumber hukum tertinggi, Pasal 33 Undang-Undang
Dasar NRI 1945 telah melewati beberapa perubahan dengan beragam penafsiran sesuai dengan
cara membangun ekonomi yang diinginkan oleh setiap pemerintahan pada setiap masa
pemerintahannya. Akan tetapi, meskipun pembaharuan terhadap Pasal 33 Undang-Undang
Dasar NRI 1945 terus menerus terjadi dan materi-materi didalamnya dapat berubah dan diubah
sesuai dengan perkembangan zaman maupun perubahan masyarakat, Pancasila tetap harus
menjadi kerangka berpikir dan paradigma hukum yang mendasarkan pembaharuan tersebut.
Hal tersebut sebagai upaya agar mendapatkan kondisi perekonomian yang kokoh, sehat dan
stabil yang didasarkan pada nilai-nilai dan filsafat dasar kehidupan bernegara.

Kata Kunci: Pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI 1945; Pancasila; Sistem Ekonomi.

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang sistem ekonominya dijalankan berdasarkan
paham demokrasi ekonomi sebagaimana dituangkan dalam ketentuan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar NRI 1945. Perbedaan pemikiran di bidang perekonomian dan sosial yang
akan digunakan dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan tidak pernah lepas dari

1
sejarah yang terus membayangi. Para pendiri bangsa, The Founding Fathers masing-
masing telah menyampaikan dasar-dasar filosofis penyelenggaraan kegiatan ekonomi
nasional melalui pendapat atau pandangan yang diajukannya dalam rapat-rapat
persiapan kemerdekaan Republik Indonesia.1 Hal itu terulang kembali setelah adanya
upaya dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang berkenaan
dengan hak dan kewajiban konstitusional sebagaimana termuat dalam Pasal 33 Undang-
Undang Dasar NRI 1945. Perdebatan terjadi karena munculnya beragam tipologi
konstitusionalisasi sosial dan ekonomi yang sesuai dengan dinamika negara. Upaya
agar mendapatkan kondisi perekonomian yang kokoh, sehat dan stabil yang didasarkan
pada nilai-nilai dan filsafat dasar kehidupan bernegaranya.2 Namun meskipun
pembaharuan terhadap hukum terus menerus terjadi dan materi-materi dalam suatu
produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan zaman maupun
perubahan masyarakat, Pancasila tetap harus menjadi kerangka berpikir dan paradigma
hukum yang mendasarkan pembaharuan tersebut.
Di dalam konteks kehidupan bernegara, upaya untuk mensejahterakan rakyat
merupakan tujuan utama dibentuknya suatu negara, oleh karena itu negara harus
berupaya sepenuhnya dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya, salah satunya
dengan dituangkan kedalam rumusan konstitusi negara tersebut. Hal ini sejalan dengan
pemikiran hukum Jhering yang terilhami oleh pemikiran Bentham. Jhering menekankan
fungsi hukum sebagai suatu instrumen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di
dalam masyarakat terjadi banyak konflik yang tidak terhindarkan yang terjadi antara
kebutuhan manusia sebagai masyarakat dan kebutuhan manusia sebagai individu.3 Oleh
karena itu, suksesnya proses hukum menurut Jhering diukur dari tercapainya
keseimbangan antara kepentingan sosial dan kepentingan individual dan tidak ada
ukuran pasti untuk hal itu.
Corak Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi ekonomi terlihat pada
materi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan;

1
R.M. Ananda B. Kusuma, “Teori Konstitusi dan UUD 1945,” Jurnal Ko nstitusi Mahkamah Konstitusi 3
No. 2, (Mei 2006), hlm. 152.
2
Dahlan Thaib, et.al., Teori dan Hukum Konstitusi, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm.9.
3
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: K E N C A
NA, 2007), hlm. 95.

2
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam perkembangannya, setelah amandemen Undang Undang Dasar 1945 keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002, Pasal ini ditambah dengan memasukkan 2 (dua) ayat
baru, yaitu:
4) perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
5) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.

Dalam pasal ini terlihat jelas bahwa negara dalam mengatur perekonomian nasional
memiliki peranan yang sangat besar. Sehingga sebenarnya secara tegas Pasal 33 UUD
NRI 1945beserta penjelasannya ini melarang adanya penguasaan sumber daya alam di
tangan orang-seorang. Dengan kata lain monopoli, oligopoli, maupun praktek kartel
dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip yang
dianut Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.4

Rumusan Masalah
Bagaimanakah efisiensi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam amandemen Pasal 33
Undang-Undang Dasar NRI 1945?
II. METODE PENULISAN
Penelitian ini menerapkan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian
ini dilakukan pengkajian terkait efisiensi nilai-nilai Pancasila dalam Pasal 33 Undang-
Undang NRI 1945 sebagai prinsip demokrasi ekonomi-sosial. Penelitian ini
menggunakan data utamanya ialah data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran
literatur kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tertier, baik berupa dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan,
maupun pandangan dari para ahli yang berlaku yang berkaitan dengan analisis yuridis
normatif terhadap efisiensi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dalam Pasal 33 Undang-

4
Arimbi H.P dan Emmy Hafild, “Membumikan Mandat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,”
(Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Fiend of the Eart (FoE), Indonesia, 1999), hlm. 1.

3
Undang Dasar NRI 1945 dalam penyelenggaraan demokrasi ekonomi-sosial demi
mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
III. PEMBAHASAN
Kehadiran Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
(“UUD NRI 1945”) merupakan arah bagi lahirnya kebijakan-kebijakan ekonomi di
Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara implisit pasal ini mengatur
mengenai landasan sistem ekonomi bagi Indonesia. Selayaknya sebuah konstitusi yang
menjadi landasan hukum yang didalamnya berisi harapan dan cita-cita bangsa, salah
satunya tergerak melalui pembangunan ekonomi nasional.
Sistem ekonomi diartikan sebagai sistem yang beroperasi pada bidang ekonomi
yang saling berkaitan dengan berbagai macam elemen serta bergantung satu sama lain
didasarkan pada ideologi yang dianut suatu negara, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu maka seluruh aktivitas ekonomi bangsa
Indonesia haruslah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Artinya seluruh aktivitas
ekonomi tersebut perlu melibatkan seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi merupakan sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia yang didasarkan pada paradigma dan nilai-nilai hukum yang ada dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Hasil pemikiran para pendiri negara ini telah dimuat
didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena bersumber pada
pandangan dan budaya bangsa Indonesia yang telah diwariskan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu, maka nilai-nilai dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah megakar dalam kehidupan bangsa Indonesia
harus tetap dan selalu menjadi landasan dalam menentukan arah kebijakan dan aturan
hukum dalam penyelenggaraan negara serta pijakan dalam berpolitik.
Demikian pula berdasarkan pendapat Prof. Dr. Mubyarto yang ditulis dalam
bukunya, bahwa Pancasila mencakup suatu “aturan main” dalam kehidupan
berekonomi atau dalam hubungan kegiatan ekonomi antar para pelaku ekonomi yang
berlandaskan pada etika atau moral Pancasila yang tujuan utamanya ialah mewujudkan
sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
selayaknya mengamalkan semua sila dengan mengembangkan pertumbuhan ekonomi
yang merata untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.5

5
Kholidya Khulafaur Rosidah, “Pembelajaran Ekonomi Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila dan Pasal 33
UUD’45 melalui Pembelajar Proyek,” Jurnal Pendidikan Vol. 4 No. 9, (September 2019), hlm. 1190, mengutip
Prof. Dr. Mubyarto.

4
Karakteristik sistem ekonomi Indonesia telah didefinisikan ke dalam Pasal 33 UUD
NRI 1945 hasil amandemen bahwa kegiatan ekonomi harus dijalani dengan penuh rasa
kebersamaan dan keakraban.
Terbentuknya sistem ekonomi yang ada saat ini tentu tidak pernah lepas dari
akar sejarah konstitusionalisasinya. Jimly Asshiddiqie mengemukakan bahwa
sehubungan dengan perubahan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah terjadi
perdebatan antara para ahli yang berpaham idealis dengan yang berpaham pragmatis
yang dilakukan antara Tahun 1999-2002. Kelompok pragmatis berupaya melakukan
perubahan Pasal 33 UUD NRI 1945 dengan argumentasi bahwa perlu adanya
internalisasi nilai-nilai dan kaedah perekonomian global dalam perekonomian
Indonesia.6 Walaupun perubahan itu memang tidak terjadi dalam Pasal 33 UUD NRI
1945 namun terdapat penambahan ayat yang diusulkan oleh para ahli berpaham
pragmatis tersebut. Hal ini justru telah memberi celah dan menimbulkan kerentanan
bagi perekonomian Indonesia sebagaimana pendapat Jimly Asshiddiqie dalam
bukunya.7 Sehingga dalam rangka menumbuh-kembangkan kegiatan perekonomian
maka keberadaan struktur sosial dan perekonomian yang ada sekarang ini perlu dikaji
lagi keberadaannya. Hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia dengan mewujudkan kesejahteran rakyat.
Pasal 33 UUD NRI 1945 terutama sebelum dilakukannya amandemen ke-empat
mengalami banyak sekali ujian dalam penerapannya. Ujian ini pun tidak terlepas dari
usaha penafsiran yang dilakukan oleh pemimpin negara pada setiap masanya demi
menemukan sistem ekonomi yang tepat diterapkan di masa tersebut. Dimulai dari masa
pimpinan Soekarno yang saat itu menerapkan sistem perekonomian yang bersifat
kapitalisme dengan semangat free enterprise, namun didalam penerapannya tidak
menimbulkan kemakmuran bagi rakyat justru semakin mempertajam jurang sosial
antara si kaya dan si miskin.8 Kemudian hal tersebut disikapi pada masa Ekonomi
Terpimpin Soekarno, dengan menerapkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada
sistem sosialisme. Sebuah sistem yang menempatkan pelaku utamanya berada pada
otoritas pusat yang berwenang mengambil keputusan apapun, dimanapun dan
bagaimanapun. Setelah rezim Soekarno tumbang pada tahun 1996, mulailah masa

6
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), hlm. ix.
7
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), hlm. ix.
8
Ratih Lestarini, “Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Penerapannya dari Masa ke Masa sejak Era Pemerintahan Soekarno, Soeharto, dan Pemerintahan Era
Reformasi,” ADIL: Jurnal Hukum Vol. 4 No. 1, hlm. 6-7.

5
kepemimpinan Soeharto dengan menerapkan sistem perekonomian dengan paham
liberalisasi. Dua undang-undang penting yang saat itu dikeluarkan oleh pemerintah di
masa Soeharto sebagai modal penggerak proses liberalisasi, yaitu Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Namun didalam
penerapannya pun ternyata tidak membuat kondisi perekonomian Indonesia membaik.
Sehingga pada saat itu berbagai pihak melakukan kembali usaha-usaha penafsiran
mengenai Pasal 33 UUD NRI 1945 untuk menemukan kembali bentuk sistem ekonomi
yang cocok diterapkan di Indonesia. Sistem Ekonomi tersebut tentu yang sesuai dengan
ideologi Indonesia, yakni Pancasila.
Hingga tibalah pada Tahun 2002 yang merupakan amandemen ke-empat
Undang-Undang Dasar 1945, dimana hasil amandemen ke-empat ini berhasil merubah
keseluruhan niat terselubung untuk memasukkan pandangan neoliberalisme ke dalam
Pasal 33 UUD NRI 1945 dengan adanya perkataan “efisiensi berkeadilan” pada ayat ke
(4).9 Dengan dirubahnya menjadi “efisiensi berkeadilan” maka kepentingan yang
sebelumnya diwakili oleh perorangan berubah menjadi kepentingan masyarakat. Ini
merupakan suatu transformasi ekonomi yang semula asas perorangan menjadi asas
kekeluargaan.10
Makna yang terkandung dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 hasil amandemen ini
tercermin adanya demokrasi ekonomi yang memiliki relevansi dengan makna
demokrasi Indonesia. Demokrasi dalam hal ini ialah demokrasi sosial yang didasarkan
pada kebersamaan (kolektivisme), bukan demokrasi liberal yang didasarkan pada
individualisme (demokrasi barat). Oleh sebab itu sesuai paham kolektivisme maka
kepentingan masyarakat ditempatkan sebagai utama sebagaimana penjelasakan Pasal
33 UUD NRI 1945 bahwa pada intinya didalam demokrasi ekonomi, kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan dan bukan kemakmuran orang-seorang. Artinya,
kemakmuran masyarakat dan kedudukan rakyat ditempatkan dalam posisi yang
substansial.11

9
Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum Ekonomi
Indonesia,” Jurnal Konstitusi Vol. 9 No. 1 (Maret 2012), hlm. 18-19.
10
Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum Ekonomi
Indonesia,” Jurnal Konstitusi Vol. 9 No. 1 (Maret 2012), hlm. 18-19.
11
Sri Edi Swasono, Indonesia is Not for Sale: Sistem Ekonomi untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran
Rakyat, (Jakarta: Bappenas, 2007), hlm. 5-7, 14, 40.

6
Namun demikian, untuk menguji apakah suatu undang-undang sejalan atau
tidak dengan konstitusi merupakan hal yang sulit dilakukan. Konsep Pasal 33 UUD
NRI 1945 dalam pembentukan hukum ekonomi Indonesia belum sepenuhnya
diimplementasikan. Sebab para penyelenggara negara belum sepenuhnya memahami
bahwa kedudukan Pasal 33 UUD NRI 1945 ialah sebagai pesan moral dan pesan budaya
dalam Republik Indonesia di bidang kehidupan perekonomian, dan tentunya merupakan
tuntutan konstitusi. Pesan tersirat ini bukan hanya sekedar mengarahkan mengenai
susuan perekonomian lalu wewenang negara dalam mengatur kegiatan perekonomian,
melainkan sebuah cerminan dari cita-cita hukum, suatu keyakinan yang harus dipegang
teguh dan diperjuangkan secara konsisten dan penuh komitmen oleh para
penyelenggara negara. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Plt Kepala
Badan Pembinaan Ideologi Pancasil (BPIP), Hariyono, dalam suatu pers bahwa bila
dilihat secara kebijakan Indonesia belum dapat dikatakan telah menerapkan ekonomi
pancasila atau demokrasi ekonomi. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia masih
terkepung dalam keadaan dual ekonomi seperti yang diungkapkan ahli ekonomi
Belanda Julius Herman Boeke.12
Bahwa pernyataan Boeke seorang ahli ekonomi Belanda tentang keadaan
dualisme ekonomi ini ialah dimana lembaga-lembaga tradisional terpinggirkan atau
justru harus eksis berdampingan dengan lembaga-lembaga modern. Dengan kata lain
dapat dirumuskan bahwa terdapat kecenderungan umum di negara-negara sedang
berkembang bahwa lembaga-lembaga modern hidup berdampingan, baik saling
mengabaikan atau eksploitatif dengan lembaga-lembaga tradisional.
Dengan demikian, menurut Hariyono, melanjutkan pendapatnya, bahwa untuk
membumikan demokrasi ekonomi, maka perlu dilakukan beberapa hal, yaitu; Pertama,
Indonesia harus mandiri dalam bidang ekonomi; Kedua, kemakmuran harus menjadi
milik bersama dan bukan hanya bagi kelompok elit; Ketiga, fungsi sosial ekonomi tidak
boleh didominasi oleh orang-orang tertentu sehingga pertumbuhan ekonomi tidak harus
mengorbankan kualitas pemerataan. Sehingga keberadaan nilai-nilai Pancasila didalam
perumusan Pasal 33 UUD NRI 1945 hanya sebagai angin lewat saja karena dalam
praktiknya penyelenggara negara masih terbuai akan kapitalisme.
IV. PENUTUP

12
Vendi Yhulia, “Pemerintah Belum Terapkan Sistem Ekonomi Pancasila, Lalu Sekarang Sistem apa?”
Kontan, (07 Oktober 2019), hlm. 1.

7
Kesimpulan
Terbentuknya sistem ekonomi yang berlaku saat ini tentu tidak pernah lepas dari
akar sejarah konstitusionalisasinya. Pasal 33 UUD NRI 1945 sebagai konstitusi
ekonomi yang menjadi landasan dalam menentukan sistem perekonomian Indonesia
dalam penerapannya ternyata tidak pernah diterapkan secara konsekuen. Dimana Pasal
33 UUD NRI 1945 telah mengalami berbagai penafsiran yang berbeda mengenai sistem
ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang pada akhirnya berujung
pada perubahan atau amandemen UUD 1945. Pengkajian terkait aktualisasi nilai-nilai
Pancasila terhadap Pasal 33 UUD NRI 1945 tidak dapat dilepaskan dengan politik
hukumnya. Hal ini karena, meskipun jiwa Pasal 33 UUD NRI 1945 setelah amandemen
ke-empat terbilang telah berlandaskan semangat sosial yang sesuai dengan semangat
demokrasi ekonomi, namun dalam penerapannya semangat dimaksud hanya berlaku di
dalam rumusan pasal saja, karena pemerintah selalu terpengaruh oleh kepentingan
jangka pendek dalam menentukan arah kebijakan ekonomi. Hal tersebut dipengaruhi
dengan adanya pragmatisme dalam menentukan arah kebijakan ekonomi, dan ini
merupakan hal yang harus dihindari.
Saran

Dalam setiap perumusan atau pembentukan peraturan perundang-undangan di


Indonesia yang berkaitan dengan perekonomian harus menggunakan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar NRI 1945 sebagai pedoman atau landasan berpikir.

8
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Swasono, Sri Edi. Indonesia is Not for Sale: Sistem Ekonomi untuk Sebesar-besarnya
Kemakmuran Rakyat. Jakarta: Bappenas, 2007.
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010.
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manullang. Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta:
KENCANA, 2007.
Thaib, Dahlan. Et.al. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press, 1999.

Jurnal

Ruslina, Elli. “Makna Pasal 33 UUD NRI 1945Dalam Pembangunan Hukum


Ekonomi Indonesia.” Jurnal Konstitusi Vol. 9 No. 1 (Maret 2012). Hlm. 18-19.
Lestarini, Ratih. “Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Penerapannya dari Masa ke Masa sejak Era Pemerintahan Soekarno, Soeharto, dan
Pemerintahan Era Reformasi,” ADIL: Jurnal Hukum Vol. 4 No. 1. Hlm. 6-7.
Rosidah, Kholidya Khulafaur. “Pembelajaran Ekonomi Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila dan
Pasal 33 UUD’45 melalui Pembelajar Proyek,” Jurnal Pendidikan Vol. 4 No. 9
(September 2019). Hlm. 1190.
Kusuma, R.M. Ananda B. “Teori Konstitusi dan UUD 1945,” Jurnal Konstitusi Mahkamah
Konstitusi 3 No. 2 (Mei 2006). Hlm. 152.
Makalah

H.P, Arimbi dan Emmy Hafild. “Membumikan Mandat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,”
Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia dan Fiend of the Eart (FoE). Indonesia, 1999.
Harian

Yhulia, Vendi. “Pemerintah Belum Terapkan Sistem Ekonomi Pancasila, Lalu Sekarang
Sistem apa?” Kontan. (07 Oktober 2019). Hlm. 1.
Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.

Anda mungkin juga menyukai