BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini banyak sekali ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai negara. Teori-teori tentang negara dan segala hal yang berkaitan
dengan penyelenggaraan negara semakin berkembang. Seperti tentang bentuk-
bentuk pemerintahan, bentuk-bentuk negara dan sistem pemerintahan suatu
negara.
Bentuk pemerintahan, bentuk negara dan sistem pemerintahan ada
berbagai macam bentuk.1 Bentuk Pemerintahan yang ada sekarang ini adalah:
1. Kerajaan
2. Monarki
3. Republik
1. Presidensiil
2. Parlementer
3. Campuran
1. Kesatuan
2. Federal
3. Konfederensi
Hal tersebut diatas memiliki kelebihan dan kekurangan antara satu dan
lainnya. Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut guna mengentahui apa saja
yang menjadi kelebihan dan kekurangannya.
1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme, Jakarta: Konstitusi Press, 2006,
hlm. 259
Hukum Tata Negara adalah ilmu pengetahuan tersendiri yang
membahas mengenai struktur ketatanegaraan dalam arti statis, mekanisme
hubungan antara kelembagaan negara dan hubungan antara negara dengan
warga negara.2 Unsur pokok dalam hukum tata negara adalah konstitusi yang
artinya apabila kita akan mempelajari tentang hukum tata negara, maka yang
utama harus dipelajari adalah konstitusi atau hukum dasar.3 Dengan kata lain,
apabila kita ingin mengetahui mengenai pengaturan penataan organisasi suatu
negara, konstitusi negara tersebut adalah suatu hal utama yang harus dikaji dan
dipahami. Konstitusi memuat hal-hal pokok yang menjadi dasar dalam menata
sebuah bangunan besar yang bernama negara. Konstitusi juga dapat dibilang
memiliki persamaan makna dengan hukum tata negara, karena konstitusi pada
dasarnya mengatur mengenai ketatanegaraan dan kehidupan bernegara.
Konstitusi memiliki 2 arti. Dalam pengertian yang pertama adalah
sebagaimana disebutkan diatas yaitu mekanisme hubungan antara kelembagaan
negara dan hubungan antara negara dengan warga negara sedangkan yang
kedua adalah mengacu kepada sebuah dokumen yang memuat aturan dan
ketentuan yang pokok-pokok saja mengenai ketatanegaraannya suatu negara.4
Di Indonesia sendiri hal ini dikenal dengan nama Undang-Undang
Dasar. Terdapat tiga hal menurut Sri Soemantri yang harus ada dalam setiap
konstitusi yaitu:5
1. Menjamin hak-hak asasi manusia atau warga negara
2. Memuat ketatanegaraan suatu negara yang bersifat mendasar
2
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012, hlm. 3
3
Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta,
2001, hlm. 71
4
Joeniarto, Selayang Pandang tentang Sumber-Sumber Hukum Tatanegara di
Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1974
5
Sri Soemantri, Konstitusi serta Artinya Untuk Negara, dalam buku yang dihimpun
Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1984, hlm. 9
3. Mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat
mendasar
Hal ini secara tidak langsung mengatakan bahwa seperti apapun negaranya,
konstitusi sekurang-kurangnya harus memuat unsur-unsur diatas.
6
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Bandung: Alumni, 1997, hlm. 45
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang
diaturnya.
7
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan
Konstitusi, Malang: Asosiasi Pengajar HTN Jawa Timur dan In-TRANS, 2004, hlm ix
8
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah dan
Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, Bandung: Nuansa-Nusamedia,
2004, hlm. 16
Undang Dasar tertulis Kerajaan Saudi Arabia.9 Namun dalam pelaksanaannya
ternyata juga memiliki sumber lain yaitu an - Ni zhom al - Asasi lil Hukmi yang
secara sistematika dan prosedural memenuhi unsur sebagai konstitusi dari suatu
negara.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka diangkatlah
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kedudukan Konstitusi an - Nizham al - Asasi lil Hukmi
Tahun 1412 H Arab Saudi dalam sistem hukum ketatanegaraan?
9
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa
Kini, Bogor: Kencana, 2003, hlm. 220
10
Government and Administration, dalam The Kingdom of Saudi Arabia, terbitan
resmi pemerintah Arab Saudi, 1996
2. Bagaimana peran Ulama dalam sistem ketatanegaraan Arab Saudi
terkait kasus korupsi yang menimpa Arab Saudi?
BAB II
KAJIAN TEORI MENGENAI KONSTITUSI ARAB SAUDI DAN
KAITANNYA DENGAN PERAN ULAMA
11
Nur Rohim, Kedudukan Konstitusi Dalam Praktik Ketatanegaraan Saudi Arabia,
Vol. IX, No. 2, Desember 2013, hlm. 97
dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru
sejarah Arab modern.12
B. Konstitusi dan Hukum Dasar Pemerintahan
Saudi Arabia pada dasarnya tidak memiliki konstitusi formal. Meskipun
Saudi Arabia belum memiliki undang-undang dasar tertulis, namun Kerajaan
Saudi Arabia telah menyatakan bahwa “kaidah-kaidah pokok yang terkandung
dalam al-Qur’an dianggap sebagai Undang-Undang Dasar Kerajaan Saudi
Arabia. Dengan perkataan lain, al-Qur’an dan as-Sunnah adalah Undang-
Undang Dasar tertulis Kerajaan SaudiArabia.13
Dalam pandangan Kerajaan Saudi Arabia, al-Qur’an adalah sumber
utama syariah. Karena syariah tidak secara khusus membahas pelaksanaan
urusan pemerintahan, penguasa Saudi Arabia, dimulai dengan Raja Abdul Aziz,
telah diundangkan banyak peraturan berkaitan dengan fungsi pemerintah. Pada
awal tahun 1992, Raja Fahd menjadi raja Saudi Arabia pertama yang
mengkompilasi peraturan ke dalam satu dokumen yang disebut Nizham Al -
Asasi lil Hukmi Tahun 1412 H/1992 M sebagai The Basic Law of Government
atau hukum dasar pemerintahan (jika di Indonesia dikenal dengan hukum dasar
yaitu batang tubuh UUD 1945). Meskipun an - Nizham al Asasi lil Hukmi
bukanlah konstitusi formal, namun memenuhi beberapa tujuan yang sama
seperti dokumen konstitusi.14
Hukum Dasar Pemerintahan Saudi Arabia inilah yang mengatur sistem
pemerintahan, hak dan kewajiban pemerintah serta warga negara. Hukum Dasar
ini ditetapkan sebagai dekrit kerajaan, dokumen ini dikodifikasikan prosedur
birokrasi dan dilarang instansi pemerintah dari sewenangwenang menahan
warga atau melanggar privasi mereka. An - Nizham al - Asasi lil Hukmi Tahun
1412 H/1992 M terdiri dari 83 pasal yang terbagi atas 9 bagian yaitu:
12
Ibid, hlm 97-98
13
Muhammad Tahir Azhary, Op. Cit, hlm. 220
14
Nur Rohim, Op. Cit, hlm 98
1. Prinsip-prinsip Umum
2. Sistem Pemerintahan
3. Anggota Masyarakat Saudi
4. Prinsip-prinsip Ekonomi
5. Hak dan Kewajiban
6. Kekuasaan Negara
7. Urusan Keuangan
8. Otoritas Kontrol dan Audit
9. Ketetapan Umum.
15
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Op.Cit, hlm. 45
Dengan menganut sistem pemerintahan monarki absolut berarti
kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Raja juga memegang kekuasaan kepala
negara dan kepala pemerintahan. Hampir segala urusan mengenai negara pada
akhirnya berujung pada raja. Selain itu, raja bertindak sebagai pengadilan akhir
banding dan memiliki kekuatan pengampunan. Singkatnya, meskipun dalam
Pasal 44 Basic Law Saudi Arabia telah menegaskan bahwa kekuasaan negara
yang meliputi kekuasaan hukum, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan
organisasional, dimana semua kekuasaan tersebut bekerjasama menunaikan
kewajiban mereka sesuai undang-undang dan peraturan, akan tetapi raja
tetaplah merupakan sumber utama seluruh kekuasaan tersebut. Dengan
demikiantampak bahwa kekuasaan raja tidak terbatas.16
Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya berdasarkan pada al-
Quran dan Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah yang paling berkuasa
dalam hukum. Hal ini terlihat dalam ketentuan Pasal 7 an Nizham al- Asasi lil
Hukmi tahun 1412 H bahwa Kekuasaan rezim berasal dari al- Quran dan
Sunnah Nabi yang mengatur segala hal dan semua hukum negara. Bahkan
berdasarkan Pasal 6, warga negara berjanji setia pada raja berdasarkan al-Quran
dan Sunnah Nabi, termasuk wajib mendengar dan mentaatinya, baik dalam
keadaan miskin maupun sejahtera, suka maupun duka.
Sebagai negara monarki absolut yang mana seluruh kekuasaan negara
berada di tangan raja dimana raja mempunyai kekuasaan dan wewenang mutlak
dan tidak terbatas dan pengangkatan raja tidak didasarkan pada pemilihan
rakyat, karena itu pembentukan partai dan pemilihan umum dilarang. Jadi,
rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya. Terkait hal ini, Pasal 5 huruf
b sampai huruf f telah memberikan pengaturan sebagai berikut:17
اﻟﺧﺎﻣﺳﺔ اﻟﻣﺎدة: أ-
16
Ibid, hlm. 100
17
Ibid, hlm. 101
.............
ب-وأﺑﻧﺎء ﺳﻌود آل اﻟﻔﯾﺻل اﻟرﺣﻣن ﻋﺑد ﺑن اﻟﻌزﯾز ﻋﺑد اﻟﻣؤﺳس اﻟﻣﻠك أﺑﻧﺎء ﻓﻲ اﻟﺣﻛم ﯾﻛون
اﻷﺑﻧﺎء.. وﺳﻠم ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ رﺳوﻟﮫ وﺳﻧﺔ ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﺗﺎب ﻋﻠﻰ ﻟﻠﺣﻛم ﻣﻧﮭم اﻷﺻﻠﺢ وﯾﺑﺎﯾﻊ.
ج-اﻟﻌﮭد وﻟﻲ اﻟﻣﻠك ﯾﺧﺗﺎر.. ﻣﻠﻛﻲ ﺑﺄﻣر وﯾﻌﻔﯾﮫ
. د. أﻋﻣﺎل ﻣن اﻟﻣﻠك ﯾﻛﻠﻔﮫ ﺑﮫ وﻣﺎ اﻟﻌﮭد ﻟوﻻﯾﺔ ﻣﺗﻔرﻏﺎً اﻟﻌﮭد وﻟﻲ ﯾﻛون. ھـ. اﻟﻌﮭد وﻟﻲ ﯾﺗوﻟﻰ
اﻟﺑﯾﻌﺔ ﺗﺗم ﺣﺗﻰ وﻓﺎﺗﮫ ﻋﻧد اﻟﻣﻠك ﺳﻠطﺎت.
Artinya:
Pasal 5:
(a) ....
(b) Hak dinasti dikhususkan bagi putra pendiri, Raja Abdul Aziz bin Abdul
Rahman Al Faisal Al Saud dan putra dari putranya. Yang paling memenuhi
syarat dari mereka diangkat menjadi raja, untuk memerintah berdasarkan
Al - Quran dan Sunnah Nabi.
(c) Raja melantik putra mahkota dan memberhentikannya dari tugas dengan
surat keputusan kerajaan.
(d) Putra mahkota mendedikasikan seluruh waktunya bag i pekerjaan dan
kewajiban lain yang diberikan oleh Raja.
(e) Kekuasaan raja diberikan kepada putra mahkota saat raja meninggal dunia.
(f) Putra mahkota mengambil alih kekuasaan raja saat raja meninggal sampai
saat”bai’ah” dilaksanakan.
D. Lembaga-Lembaga Negara
Sebenarnya an - Nizham al - Asasi lil Hukmi Tahun 1412 H, sebagai
UUD negara Saudi Arabia telah secara tegas membagi lembaga-lembaga
negara berdasarkan cabang-cabang kekuasaan negara. Jika diteliti lebih dalam
tampak bahwa didalamnya telah memperlihatkan adanya pola pembagian pada
cabang-cabang kekuasaan yang terpolarisasi pada tiga cabang kekuasaan yaitu
cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dalam terminologi Trias Politica Mostesque, kekuasaan terbagi dalam
tiga bagian, yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan
yudikatif. Di Saudi Arabia, kekuasaan juga terbagi tiga yaitu eksekutif
(tanfidziyah) , yudikatif (qhodoiyah), dan organisasional (tandzimiyah),
bedanya tidak ada kekuasaan legislatif, karena tidak ada hukum yang
dilegislasi. Semua hukum terdapat pada al-Quran dan as-Sunah selain melalui
ijtihad. Ketiga kekuasaan ini pun di Saudi Arabia terpusat pada Raja yang
berkuasa.18
Dalam implementasi ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak
mencerminkan adanya prinsip check and balance, karena dominasi pengaruh
raja atas ketiga cabang kekuasaan tersebut masih sangat kuat. Hal tersebut dapat
18
Ibid, hlm. 102
dilihat dalam beberapa ketentuan an - Nizham al - Asasi lil Hukmi Tahun 1412
H diantaranya yang dapat kemukakan adalah sebagai berikut:
(1) اﻟﺧﻣﺳون اﻟﻣﺎدة: اﻟﻘﺿﺎﺋﯾﺔ اﻷﺣﻛﺎم ﺑﺗﻧﻔﯾذ ﻣﻌﻧﯾون ﯾﻧﯾﺑﮫ ﻣن أو اﻟﻣﻠك.
Pasal 50: Raja, atau siapapun yang ditunjuk untuk mewakilinya,
akan menangani pelaksanaan putusan hukum”.
(2) واﻟﺧﻣﺳون اﻟﺛﺎﻧﯾﺔ اﻟﻣﺎدة: ﻣﻠﻛﻲ ﺑﺄﻣر ﺧدﻣﺗﮭم وإﻧﮭﺎء اﻟﻘﺿﺎة ﺗﻌﯾﯾن ﯾﺗم.. ﻋﻠﻰ ﺑﻧﺎء
اﻟﻧظﺎم ﻟﻣﺎ ﯾﺑﯾﻧﮫ وﻓﻘﺎً ﻟﻠﻘﺿﺎء اﻷﻋﻠﻰ اﻟﻣﺟﻠس ﻣن اﻗﺗراح م
Pasal 52 : Para hakim ditunjuk dan pelayanan mereka ditentukan
oleh Surat keputusan Kerajaan lewat sebuah proposal dari
dewan kehakiman tertinggi seperti dijelaskan oleh hukum.
(3) واﻟﺧﻣﺳون اﻟﺧﺎﻣﺳﺔ اﻟﻣﺎدة: ﻷﺣﻛﺎم طﺑﻘﺎً ﺷرﻋﯾﺔ ﺳﯾﺎﺳﺔ اﻷﻣﺔ ﺑﺳﯾﺎﺳﺔ اﻟﻣﻠك ﯾﻘوم
ﻟﻠدوﻟﺔ اﻟﻌﺎﻣﺔ واﻟﺳﯾﺎﺳﺔ واﻷﻧظﻣﺔ اﻹﺳﻼﻣﯾﺔ اﻟﺷرﯾﻌﺔ ﺗطﺑﯾق ﻋﻠﻰ وﯾﺷرف اﻹﺳﻼم
واﻟدﻓﺎع اﻟﺑﻼد وﺣﻣﺎﯾﺔ ﻋﻧﮭ ﺎ
ﺎ.
Pasal 55: Raja menjalankan peraturan berdasarkan ajaran Islam
dan mensupervisi aplikasi Syariah, peraturan, dan kebijakan
negara secara umum, termasuk perlindungan dan pertahanan
negara.
(4) واﻟﺳﺗون اﻟﺛﺎﻣﻧﺔ اﻟﻣﺎدة: ﻟﻠﺷورى ﻣﺟﻠس ﯾﻧﺷﺄ.. ﺗﻛوﯾﻧ طرﯾﻘﺔ ﻧظﺎﻣﮫ وﯾﺑﯾن ﮫ
ﮫ..
Pasal 68:Raja berhak membubarkanMajlis Al - Shura dan
membentuknya kembali
19
Ibid, hlm. 103
Para gubernur juga menjabat sebagai komandan polisi setempat dan Saudi
Arabia National Guard Unit dan mengawasi perekrutan orang-orang lokal
untuk para aparat keamanan. Selain itu, setiap gubernur mengikuti contoh dari
raja dan mengadakan majelis umum, di setiap harinya, di mana ia mendengar
petisi dari penduduk setempat. Biasanya, petisi berkenaan dengan perselisihan
lokal, dimana gubernur sebagagai penengah atau dirujuk ke pengadilan yang
sesuai.20
Setiap Propinsi dibagi lagi atas Distrik ( Muhafaz ) yang dipimpin oleh
Gubernur Distrik ( Muhafiz ). Kemudian setiap Distrik terbagi lagi menjadi
Sub-distrik yang dipimpin oleh seorang Kepala. Di setiap propinsi terdapat pula
Dewan Provinsi ( Provincial Council ) yang terdiri atas: Gubernur (sebagai
ketua), Wakil Gubernur (wakil ketua), Undersecretary Gubernur, Kepala
perwakilan departemen pemerintah di provinsi, dan minimal 10 orang wakil
masyarakat setempat. Riyadh, Makkah, dan Madinah memiliki 20 anggota
Dewan Provinsi, sedangkan ibukota lainnya berjumlah 15 orang. Mulai tahun
2006 Pemerintah telah membentuk 178 Dewan Kotapraja ( Municipal Council)
yang separuh anggotanya (592 orang) dipilih melalui pemilu, sedangkan
sisanya diangkat. Setiap Dewan Kotapraja terdiri dari minimal 4 anggota dan
maksimal 14 anggota. Dewan Kotapraja bertugas memonitor kinerja Kotapraja
( Municipality ). 21
20
Ibid, 103-104
21
Ibid
Selain itu pula, negara Saudi Arabia memiliki suatu lembaga moneter
dan keuangan yang dikenal dengan nama SAMA sebagai Bank Sentral Arab
Saudi. Fungsi SAMA meliputi menerbitkan mata uang nasional, Riyal Saudi,
mengawasi bank-bank komersial, mengelola cadangan devisa, meningkatkan
harga dan stabilitas nilai tukar, dan memastikan pertumbuhan dan kesehatan
sistem keuangan, operasi sejumlah lintas-bank sistem keuangan elektronik
seperti: SPAN, Tadawul, SARIE, Sadaddan MAQASA).
Padahal Pasa 46 an Nizham al- Asasi lil Hukmi tahun 1412 H dikatakan
bahwa:
واﻷرﺑﻌون اﻟﺳﺎدﺳﺔ اﻟﻣﺎدة:ﻣﺳﺗﻘﻠﺔ ﺳﻠطﺔ اﻟﻘﺿﺎء.. ﻟﻐﯾر ﻗﺿﺎﺋﮭم ﻓﻲ اﻟﻘﺿﺎة ﻋﻠﻰ ﺳﻠطﺎن وﻻ
اﻹﺳﻼﻣﯾﺔ اﻟﺷرﯾﻌﺔ ﺳﻠطﺎن.
22
Ibid, hlm. 105
kalimat kematian, amputasi (jari dan tangan sebagai hukuman untuk
pencurian), dan rajam (karena perzinahan). Sejak tahun 1983, Menteri Keadilan
juga menjabat kepala Dewan Pengadilan Tertinggi, posisi yang lebih
ditingkatkan statusnya sebagai hakim agung.
23
Ibid, hlm. 106
mengizinkan Amerika Serikat menggunakan pangkalan udara Arab Saudi
untuk menyerang Irak.
24
Ibid, hlm 109
Otoritas sebagai penafsir dan penjaga syariat Islam ini menjadikan ulama
berada di posisi yang tinggi dalam masyarakat. Dalam sebuah negara yang
berasaskan Islam, para ulama menduduki berbagai posisi dalam masyarakat
atau negara baik secara formal maupun informal seperti, sebagai mufti, Qadhi
(hakim), Khatib (penceramah), Mudarris (guru, dosen).25
Mufti adalah seorang ulama yang memiliki kualifikiasi untuk
memberikan fatwa (pernyataan formal mengenai keagamaan). Mufti
merupakan seorang figur ulama senior yang dipilih oleh pemerintah. Dalam
sejarah kerajaan Saudi Arabia, Mufti pertama yang terpilih adalah Syekh
Muhammad bin Ibrahim al-Syekh. Disamping mengeluarkan fatwa, Mufti juga
berbagi tanggung jawab dengan Departeman Kehakiman, Dewan Kehakiman
Tertinggi (al-majlis al-a'la lil qadiih), Departemen penelitian agama, fatwa,
dakwah dan tuntunan islam (idiirat al-buhfith al-'ilmiyah wal-iftii' wal-da'wah
wal-irshiid), dan Dewan Senior Ulama (majlis hay'at kibiir al-'ulamaii'). Setelah
meninggalnya Mufti pertama, tahun 1993 Mufti baru dipilih yaitu Syekh 'Abd
al-'Aziz bin 'Abdullah bin Baz, Kemudiaan meninggal tahun 1999 dan yang
memegang mufti hingga saat ini adalah Syekh 'Abd al-'Aziz bin 'Abdullah Al
al-Syekh.26
Khusus mengenai Dewan Ulama Senior, Lembaga ini dibentuk tahun
1971 oleh kerajaan Arab Saudi masa pemerintahan Raja Faisal (1964-1975).
Fungsinya sebagai lembaga konsultatif antara pemerintah dengan ulama. Kedua
lembaga ini melakukan pertemuan rutin setiap minggu. Dalam isu-isu tertentu
pemerintah biasanya meminta persetujuan atau sanksi publik dari para ulama
senior tersebut seperti pada kasus pendudukan masjidil haram tahun 1979 oleh
gerakan penentang pemerintah. Dewan Ulama mengeluarkan fatwa untuk
25
Alejandra Galindo Marines, The Relationship between the ulama and the
government in the contemporary Saudi Arabian Kingdom: an interdependent relationship,
Durham Theses, Durham University, hlm. 2-3
26
J.E. Peterson, Historical Dictionary of Saudi Arabia, Oxford: The Scarecrow, 2003,
hlm. 97
memberikan sanksi terhadap para pelaku pendudukan. Kemudian pada masa
perang teluk Mufti dan Dewan Ulama Senior juga mengeluarkan fatwa untuk
mendukung tindakan pemerintah Arab Saudi untuk memberikan pangkalan
militer Amerika Serikat di Arab Saudi.
BAB III
Sejauh ini belum ada rincian dugaan kasus korupsi yang dituduhkan kepada
para pangeran, pejabat dan mantan pejabat itu.
Berikut daftar sebagian pangeran, menteri dan mantan menteri yang ditahan:
"Rekening dan saldo milik mereka yang ditahan akan diumumkan dan dibekukan.
Semua aset atau properti yang ada hubungannya dengan kasus-kasus korupsi ini akan
dimasukkan sebagai kekayaan negara," kata Kementerian Penerangan Arab Saudi.
Sebelum ayahnya menjadi raja pada tahun 2015, tak banyak orang, di luar Arab
Saudi, mengetahui tentang sosok Pangeran Mohammed bin Salman. Namun sejak itu,
pria berusia 32 tahun tersebut menjadi figur yang paling berpengaruh di negara
pengekspor minyak terbesar di dunia itu.
Sementara itu, seorang warga negara Indonesia yang tinggal di Arab Saudi selama
20 tahun terakhir, menuturkan warga di sana merasa terkejut.
"Karena ini sejarah bahwa ada penangkapan kasus korupsi. Dari dulu tidak ada
pejabat yang ditangkap dan diberitakan secara vulgar. Di media nasional diberitakan
secara besar-besaran," jelasnya.
"Ternyata banyak warga yang menyambut positif, tetapi di sisi lain ada juga yang
khawatir. Takutnya setelah kejadian ini ada sesuatu, ada gejolak di dalam sini."
Para pengamat mengatakan pada tahap ini masih sulit untuk mengetahui apakah
penangkapan para pangeran dan pejabat benar-benar berkaitan dengan upaya
pemberantasan korupsi atau usaha konsolidasi kekuasaan yang dilakukan oleh putra
mahkota.
BAB IV
Peran Ulama dalam Konstitusi an - Nizham al - Asasi lil Hukmi Tahun 1412 H
Arab Saudi Terkait Kasus Korupsi yang Menimpa Arab Saudi
27
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Op.Cit, hlm. 45
Berdasarkan pendapat dari Bagir Manan mengenai muatan apa saja
yang lazimnya dimiliki oleh konstitusi, maka dapat dikatakan bahwa An -
Nizham al - Asasi lil Hukmi Tahun 1412 H/1992 M telah memenuhi kriteria
sebagai suatu konstitusi dasar suatu negara.
1. Sistem Pemerintahan
2. Kekuasaan Negara
1. Urusan Keuangan
2. Otoritas Kontrol dan Audit
Lalu Hal-hal yang menyangkut identitas negara, seperti bendera dan bahasa
nasional diatur pada bagian:
1. Prinsip-prinsip Umum
2. Prinsip-prinsip Ekonomi
3. Ketetapan Umum.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebuah Negara pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut
sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Semua konstitusi selalu
menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri
pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Karena
itu, pembatasan kekuasaan pada umumnya dianggap merupakan corak umum
materi konstitusi. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang
mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang
dianut dalam suatu Negara.
Arab Saudi merupakan Negara Islam dengan sistem pemerintahan
Monarki. Dalam sistem pemerintahan monarki ini, peranan raja sangat dominan
terutama dalam penyelenggaraan negara.
B. Saran
Konstitusi dasar Saudi Arabia perlu sedikit dirubah mengingat peranan
raja yang terlalu absolut dalam urusan pemerintahan. Hal ini berguna untuk
memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat mengingat
besarnya arus demokrasi saat ini. Hal ini juga perlu untuk menghindari
kesewenang-wenangan dari raja atau pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm.
71
Sri Soemantri, Konstitusi serta Artinya Untuk Negara, dalam buku yang dihimpun Padmo
Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984,
hlm. 9
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Bandung: Alumni, 1997, hlm. 45
Soewoto Mulyosudarmo, Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan
Konstitusi, Malang: Asosiasi Pengajar HTN Jawa Timur dan In-TRANS, 2004, hlm ix
C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah dan
Bentuk-Bentuk Konstitusi Dunia, Terjemahan SPA Teamwork, Bandung: Nuansa-Nusamedia,
2004, hlm. 16
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa
Kini, Bogor: Kencana, 2003, hlm. 220
Government and Administration, dalam The Kingdom of Saudi Arabia, terbitan resmi
pemerintah Arab Saudi, 1996
J.E. Peterson, Historical Dictionary of Saudi Arabia, Oxford: The Scarecrow, 2003,
hlm. 97
JURNAL
Alejandra Galindo Marines, The Relationship between the ulama and the government
in the contemporary Saudi Arabian Kingdom: an interdependent relationship, Durham Theses,
Durham University, hlm. 2-3
Nur Rohim, Kedudukan Konstitusi Dalam Praktik Ketatanegaraan Saudi Arabia, Vol.
IX, No. 2, Desember 2013, hlm. 97