Anda di halaman 1dari 63

PROPOSAL

PERANAN GURU DALAM MEWUJUDKAN PELAJAR PANCASILA


PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMAN 11 BANJARMASIN

SAIDATUN NAFISAH
NIM. 1910111320004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
PROPOSAL

PERANAN GURU DALAM MEWUJUDKAN PELAJAR PANCASILA


PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMAN 11 BANJARMASIN

SAIDATUN NAFISAH
NIM. 1910111320004

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR HASIL SKRIPSI

PERAN GURU DALAM PENERAPAN PROFIL PELAJAR PANCASILA


PADA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMAN 11 BANJARMASIN

Nama : Saidatun Nafisah


NIM : 1910111320004

Telah disetujui untuk diajukan mengikuti seminar hasil skripsi pada Program Studi
Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat.

Banjarmasin, ………………………

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi I

Prof. Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd.


NIP 19560607 198303 1 002

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi II

Melisa Prawitasari, M.Pd.


NIP 19890116 201504 2 002

Mengetahui,
Koordinator Prog. Studi Pend. Sejarah

Drs. Rusdi Effendi, M.Pd.


NIP 196607311991031002
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Tujuan

penelitian yaitu untuk mengetahui sehingga peneliti dapat manyelesaikan skripsi

yang berjudul “Peranan Guru Dalam Mewujudkan Pelajar Pancasila Pada

Pembelajaran Sejarah di SMAN 11 Banjarmasin”.

Tak lupa peneliti mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen

pembimbing skripsi I yaitu, Prof. Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd. juga dosen

pembimbing seminar hasil skripsi II ibu Melisa Prawitasari, M.Pd. yang telah

membantu dalam penyusunan kelengkapan skripsi, saran dan kritik serta dukungan

material dan spiritual dari kedua orang tua yang jauh disana.

Peneliti mengucapkan terima kasih banyak yang sudah membantu dalam

menyelesaikan penelitian ini. Dalam penulisan skripsi ini saya manyadari

sepenuhnya bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan

pengetahuan penulis yang terbatas, Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua

pihak sangat saya harapkan demi terciptanya skripsi yang lebih baik lagi untuk masa

mendatang.

Banjarmasin, 13 April 2023


Penulis

Saidatun Nafisah
NIM. 1910111320004
DAFTAR ISI

PROPOSAL SKRIPSI ...................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 4
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 5
BAB I .................................................................................................................................. 6
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 6
A. Latar Belakang ............................................................................................ 6
B. Batasan Masalah ........................................................................................ 14
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 14
D. Tujuan Penelitian....................................................................................... 15
E. Manfaat Penelitian..................................................................................... 15
BAB II ............................................................................................................................... 17
KAJIAN TEORI .............................................................................................................. 17
A. Deskripsi Teori .......................................................................................... 17
1. Peran Guru.........................................................................................17
2. Profil Pelajar Pancasila......................................................................18
B. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 44
C. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 44
BAB III ............................................................................................................................. 49
METODE PENELITIAN ................................................................................................ 49
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 49
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 49
C. Objek Penelitian ........................................................................................ 51
D. Tekbik Penelitian Data .............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 59
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan proses memfasilitasi pembelajaran, atau perolehan

pengetahuan, keterampilan, nilai, moral, kepercayaan, dan kebiasaan (Suardi,

M., 2018; Hodson, D., 2009). Pendidikan mempunyai peran yang begitu

penting untuk kemajuan bangsa dan kemajuan negara. Pada dasarnya

pendidikan merupakan hak individu sebagai anak bangsa untuk bisa

menikmatinyaa. Keberadaan Pendidikan sudah diakui dan mempunyai legalitas

yang kuat seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang isinya

“setiap warga negara indonesia berhak mendapatkan Pendidikan”. Selanjutnya

ayat 3 menjelaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan mengadakan satu

sistem Pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

sekaligus berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Supriyadi dalam Leo

Agung & Sri Wahyuni (2013) menyatakan bahwa guru adalah orang yang

berilmu, berakhlak, jujur, dan baik hati, disegani, serta menjadi teladan bagi

masyarakat. Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak dapat

dihindari dengan segala dampak baik positif maupun negatif. Bangsa dan

Negara akan memasuki globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan

yang berkualitas. Kualitas pendidikan terutama ditentukan oleh proses belajar

mengajar yang berlangsung diruang-ruang kelas. Dalam proses belajar

mengajar tersebut guru memegang peranan penting. Guru adalah kreator proses
belajar mengajar (Zamroni, 2003). Salah satu masalah pendidikan dewasa ini

(dan juga ke depan) adalah masalah kualitas guru baik kualitas keilmuan

maupun kualitas hidupnya. Memang belum dapat diyakini bahwa perbaikan

nasib dan kesejahteraan guru. Akan serta merta memperbaiki kualitas keilmuan

guru. Namun, dengan kesejahteraan yang memadai setidaknya peran guru akan

lebih berkonsentrasi pada tugas-tugas profesionalnya dan lebih berkesempatan

untuk dapat menemukan akses sumber-sumber informasi penunjang yang

diperlukan dalam pembelajaran, Selanjutnya jika kualitas pembelajaran

meningkat, pada gilirannya kualitas pendidikan juga akan meningkat (Agung

S., 2007).

Pendidikan diharapkan dapat membangun wawasan, pengetahuan,

keterampilan, dan karakter yang dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan sosial,

perdamaian, dan kolaborasi dalam keberagaman atau kebhinekaan global.

Kajian yang dilakukan (MGIEP, 2017) menunjukkan bahwa banyak strategi

yang dapat dilakukan di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, diantaranya

adalah reformasi kurikulum serta kebijakan lainnya yang menguatkan prinsip-

prinsip kesetaraan dan keadilan sosial. Anjuran ini selaras dengan cita-cita

bangsa yang termuat dalam Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Dengan kata lain, berorientasi pada tujuan global tersebut sama

sekali tidak bertentangan dengan pendidikan untuk memajukan nilai dan budaya

luhur bangsa, dengan falsafah Pancasila yang berorientasi pada nilai-nilai

kemanusiaan serta kesejahteraan dan keadilan sosial. Ukuran keberhasilan

pendidikan dilihat dari keterlibatan dan peran serta guru sebagai pendidik, siswa
sebagai peserta didik, materi pembelajaran yang diberikan, metode pengajaran

dan sarana prasarana yang disediakan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan

dan dikembangkan demi kemajuan suatu bangsa. Tujuan pendidikan nasional

dapat dicapai dengan cara pemerintah merancang berbagai usaha untuk

meningkatkan mutu pendidikan nasional. Model pembelajaran yang diharapkan

bisa mengarah kepada perbaikan mutu, moral, dan tingkat kepercayaan yang

berkualitas, sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yaitu untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan

perkembangan kebijakan pendidikan, tentu guru harus mampu untuk

beradaptasi dengan kebijakan yang berlaku. Guru memiliki peran yang sangat

penting dalam pembelajaran, sebagai tenaga profesional maka guru harus

mampu menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu, yang dapat

menghasilkan generasi yang terdidik, generasi yang mampu bersaing secara

global dan memiliki moral yang baik (Murniarti, 2021). Termasuk di era

kurikulum merdeka ini Profil Pelajar Pancasila merupakan sejumlah karakter

dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang

didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila. Kegunaan Profil Pelajar Pancasila

adalah tujuan dan visi pendidikan ke dalam format yang lebih mudah dipahami

oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Kajian literatur dilakukan

dengan menganalisis berbagai referensi, termasuk visi pendidikan yang

dibangun oleh Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai Pancasila, amanat pendidikan


dalam Undang-Undang Dasar 1945 beserta turunanya, yaitu kebijakan terkait

standar capaian pendidikan. Untuk mempelajari bagaimana kompetensi,

karakter, sikap, nilai-nilai, serta disposisi yang penting untuk dibangun dan

dikembangkan (Syamsul Arifin dkk, 2021: 70).

Dalam kerangka ilmiah, Profil Pelajar Pancasila hadir untuk membekali

siswa untuk beragam pengetahuan dan keterampilan sehingga adil dalam

melihat persoalan, bijaksana dalam bersikap serta berkebudayaan dalam

bertindak. Mereka juga diharapkan menjadi warga Negara dan warga dunia

yang terdorong untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Indonesia

dan dunia yang demokratis, berkemanusiaan, dan berkeadilan dengan

memegang teguh nilai ketuhanan sebagaimana yang seharusnya terintegrasi

dalam Pancasila. Dengan cara itu pendidikan menjadi proses untuk

mengaktifkan dan mengembangkan kemampuan individu untuk memiliki

otonomi intelektual, otonomi ekstensial, dan otonomi social sebagai anggota

masyarakat (Syamsul Arifin dkk, 2021: 77). Profil pelajar Pancasila

berdasarkan Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang

terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-

2024 mengenai Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun 2020-2024 yang berbunyi: “Pelajar Pancasila adalah perwujudan Pelajar

Indonesia sebagai Pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global

dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama:

beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan


global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif” (Juliani &

Bastian, 2021).

Sejalan dengan hal di atas, pada dasarnya pembelajaran Sejarah menjadi

salah satu mata pelajaran yang banyak memberikan nilai-nilai kemanusiaan,

moral dan karakter. Wilhelm Dilthey dalam I Basri, H Hastuti (2020) telah

membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu tentang dunia ‘luar’ (ilmu-ilmu alam)

dan ilmu tentang dunia ‘dalam’ (ilmu-ilmu kemanuniaan, sosial, human

studies, culture sciences) dan sejarah dimasukkan kedalam bagian ilmu tentang

dunia ‘dalam’ tersebut. Hal ini menegaskan bahwa sejarah memiliki peran

penting dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang

dimaksud dalam kutipan diatas. Persoalan terkait nilai luhur dan moral bangsa

selalu berkaitan dengan karakter. Karakter menurut Soemarno Soedarsono

(Lestari, 2020) diartikan sebagai sebuah nilai yang terdapat dalam diri individu

yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan, pengorbanan, serta percobaan,

dan juga lingkungan yang selanjutnya dipadukan bersama nilai-nilai yang

terdapat didiri individu yang kemudian diwujudkan dengan sikap, perilaku

maupun pemikirian dari sesorang tersebut. Pada hakikatnya, dalam pendidikan

tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual (kognitif) saja, melainkan

juga mengembangkan tatanan karakter yang baik dalam diri seorang individu

yang sesuai dengan Pancasila. Saat ini, fenomena peserta didik dilihat dari segi

nilai/norma, moral, dan akhlak semakin menggundahkan dengan terus

menampakkan gejala-gejala penurunan moral. Kondisi di lapangan menunjukan

fakta-fakta yang memprihatinkan terkait pengamalan nilai-nilai pancasila di


kalangan generasi muda. Memudarnya nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar

yang dibuktikan dengan ketidakpahamannya terhadap sejarah dan filosofi

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Nurjanah (2017). Konsekuensinya

para pelajar belum mengetahui hakikat nilai dari setiap sila Pancasila.

Profil pelajar Pancasila menjelaskan terkait tujuan pendidikan Nasional

secara lebih jelas tentang visi misi, cita-cita dan juga tujuan pendidikan ke

peserta didik serta semua komponen yang ada dalam satuan pendidikan. Profil

Pelajar Pancasila juga menyampaikan gambaran yang ingin dicapai terkait

karakter dan kemampuan pelajar yang ada di Indonesia. Untuk membantu

sekolah untuk mendukung mewujudkan Profil Pelajar Pancasila diperlukan

program yang tepat dipemerintah Kemdikbudristek. Program-program tersebut

diantaranya adalah sekolah penggerak (kepala sekolah merupakan kepala

sekolah penggerak) (Hasanah, AH,. & Adha, MM, 2022: 8).

Masalah-masalah di dalam lingkungan SMAN 11 Banjarmasin yang

diketatahui peneliti pada semester ganjil pada awal pelajaran tahun 2022/2023

adalah program merdeka belajar memberikan masalah baru terhadap penerapan

pembelajarannya di SMA Negeri 11 Banjarmasin, karena berdasarkan

pengakuan salah satu pendidik membuat beliau jadi kurang leluasa dalam

pembelajaran. Ditambah lagi, terdapat permasalahan siswa didalam lingkungan

sekolah yang ada yang nilai rendah saat Ujian Akhir Semester ganjil pada

pembelajaran Sejarah. Selain itu, adanya pelanggaran-pelanggaran lain yang

dilakukan siswa di sekolah tersebut seperti pencurian salah satu atau sebagian

siwa di koperasi itu kelas X. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya pemahaman
mereka mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sehingga

mereka melakukan perbuatan menyimpang dan melanggar peraturan yang

sudah ditetapkan di sekolan lainnya. Oleh karena itu, Kemendikbud terus

berupaya menyiapkan dan menerapkan kebijakan yang tepat untuk mengatasi

berbagai permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

dengan menggagas “Profil Pelajar Pancasila”, sebuah profil ideal pelajar

Indonesia tentunya sesuai Pancasila termasuk pada pembelajaran Sejarah.

Selain itu juga masih lemahnya pemahaman dan pengamalan tentang nilai

agama. Ras dan kondisi kebangsaan Indonesia semakin terancam dengan

ditandai oleh lunturnya pemahaman dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila serta

menguatnya budaya atau ideologi transnasional. Penyimpangan-penyimpangan

tersebut bisa berkurang apabila peserta didik mempunyai nilai yang bepedoman

Pancasila di dalam dirinya, dimana ini merupakan nilai yang mendasari dalam

diri seseorang dalam kehidupannya. Untuk itu, ketika peserta didik sudah

memahami apa yang terkandung dalam Pancasila dengan baik, maka perbuatan

menyimpang akan terkendali. Selain itu, pada masa sekarang pada umumnya

pembelajaran di sekolah hanya berfokus kepada penyelesaian materi

pembelajaran dan terkadang lalai mengembangkan gaya belajar yang dimiliki

peserta didik. Dalam hal ini, keadaan dan kondisi pada lingkungan pendidik

hanya mengajar materi yang menjadi tuntutan kurikulum dan peserta didik

belajar sesuai dengan buku dan materi yang disampaikan oleh pendidiknya.

Maka dari itu peran Guru sangat penting dalam keberhasilan peserta didik,

terlebih manfaat Sejarah penting dipelajari dari belajar Sejarah sebagai sebagai
pengingat, pemersatu dan pelajaran. Guru mengajarkan mengenai moral, etika,

serta budi pekerti dengan berpedoman pada Pancasila.

SMAN 11 Banjarmasin sebagai salah satu sekolah penggerak dalam

mencetak generasi bangsa yang berkompeten di Kalimantan Selatan, sekolah

dalam program merdeka belajar dengan beebasis visi SMAN 11 Banjarmasin

yaitu “Terwujudnya peserta didik yang Berkarakter, Berprestasi, Berwawasan

Lingkungan, dan Menguasai Ilmu Pengetahuan Teknologi Berdasarkan Iman

dan Taqwa”. Dari visi misi sekolah dapat diketahui bahwa sekolah

mengedepankan Pelajar Indonesia. proses perubahan pola pembelajaran yang

terjadi dari penyebaran virus yang melanda seluruh dunia selama

berlangsungnya pembelajaran belajar sebelumnya membuat peranan guru

sangat dibutuhkan dalam era baru ini dalam mewujudkan profil pelajar pancasila

di sekolah memberikan permasalahan baru bagi seorang guru untuk bisa

memberikan pembelajaran yang prima. Terlebih berkaitan dengan peran guru

menyusuaikan pembelajaran sesuai dengan tipe belajar siswanya. Selain itu,

yang menjadi tuntutan dalam output sistem pendidikan Indonesia di masa

kurikulum merdeka ialah paya untuk mewujudkan visi Pendidikan Indonesia

dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian

melalui terciptanya Pelajar Pancasila.

Berangkat dari adanya fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui lebih mendalam mengenai peranan guru dalam mewujudkan Profil

Pelajar Pancasila pada pemnbelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin serta

kendala yang dihadapi dalam mewujudkan pelajar pancasila tersebut, berupa


dimensi Pelajar Pancasila yang diwujudkan pada pembelajaran sejarah. Maka hal

itu perlu diteliti, penelitian ini akan digunakan sebagai karya ilmiah skripsi yang

berjudul “Peranan Guru Dalam mewujudkan Pelajar Pancasila Pada Pembelajaran

Sejarah di SMAN 11 Banjarmasin”.

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka

penelitian ini dibatasi pada beberapa hal:

1. Penelitian hanya dilakukan pada perencanaan pembelajaran guru sejarah

yang mengajar pada kelas X khussnya kelas X B, SMAN 11 Banjarmasin.

2. Penelitian dititikberatkan pada strategi pelaksanaan Pelajar Pancasila

pembelajaran sejarah / di kelas X B SMAN 11 Banjarmasin beserta kendala

yang dihadapi tahun ajaran 2022/2023.

3. Dari 6 dimensi Pelajar Pancasila pembatasan penelitian hanya dilakukan

pada dimensi bernalar kritis, bergotong royong dan mandiri.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang dikaji

pada penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana perencanaan profil pelajar pancasila pada pembelajaran sejarah

di SMAN 11 Banjarmasin?

2. Bagaimana strategi pelaksanaan profil pelajar pancasila pada pembelajaran

sejarah di SMAN 11 Banjarmasin?


3. Bagaimana kendala guru dalam mewujudkan profil pelajar pancasila pada

pembelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang akan

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menngetahui bagaimana perencanaan pelajar pancasila pada

pembelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin

2. Untuk mengetahui bagaimana strategi pelaksanaan pelajar pancasila pada

pembelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin

3. Untuk mengetahui bagaimana kendala guru dalam mewujudkan pelajar

pancasila pada pembelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam penelitian baik secara langsung maupun

tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan alternatif pengetahuan

mengenai pendidikan dalam pengembangan ilmu peranan guru dalam

mewujudkan pelajar pancasila pada pembelajaran sejarah.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat membantu sekolah untuk

terus meningkatkan kualitas pendidikan, terutama tujuan dalam

mewujudkan pelajar Pancasila pada pembelajaran sejarah.

b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi atau

tambahan referansi pedoman bagi guru maupun calon gur untuk terus

mengembangkan peranan guru dalam mewujudkan pelajar pancasila pada

kegiatan bealajar mengajar sejarah.

c. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan mampu memotivasi sikap siswa

untuk belajar sejarah terlebih agar siswa bisa memiliki budi pekerti luhur

sesuai dengan tujuan dan cita-cita pelajar pancasila.

d. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai proses belajar dalam dunia pendidikan

dan pengalaman dalam melakukan penelitian karya Ilmiah tugas akhir

yaitu skripsi.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Peranan Guru
a. Pengertian Peranan

Menurut Abu Ahmadi dalam Ridwan Anas (2022) peran adalah suatu

kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap

dan berbuat dalam kondisi tertentu berdasarkan status, fungsi dan

sosialnya. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu peran

merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya, maka ia

menjalankan suatu peranan. Dari pernyataan diatas, dapat diketahui

bahwa peran adalah cara dimana individu harus berperilaku terhadap

suatu objek.

b. Peranan Guru

Peranan mencakup kewajiban dan hak yang bertalian dengan

kedudukan. Dalam kedudukan individu sebagai guru ia berkewajiban

mendidik anak dan berhak untuk mengharuskannya belajar dan bila perlu

memberinya hukuman. Peranan mempunyai segi timbal balik. Guru

hanya dapat menjalankan peranannya antara lain menyuruh anak belajar

dan bila murid mematuhinya dan mau belajar. Hak guru memerintah

diiringi oleh kewajiban murid untuk mematuhinya.


F. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah peneliti membagi menjadi beberapa

bagian yaitu sebagai berikut.

1. Peranan guru dalam mendesain perencanaan pembelajaran sejarah

2. kurangnya pemahaman siswa mengenai profil pelajar pancasila

3. Strategi guru kurang memperhatikan tipe belajar siswa pada pembelajaran

sejarah

4. Kendala guru dalam mewujudkan profil pelajar pancasila pada pembelajaran

sejarah

5. Evaluasi profil pelajar pancasila pada pembelajaran sejarah

2. Pelajar Pancasila
Profil ini dirancang berdasarkan kajian yang dilakukan Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan tentang kompetensi Abad 21 serta berbagai

hasil kajian setema yang dihasilkan baik di Indonesia maupun

internasional. Referensi terkait kompetensi Abad 21 ini

merepresentasikan kompetensi dan karakter yang dibutuhkan untuk

menjadi manusia produktif dan demokratis dalam kehidupan global saat

ini dan masa depan. Kajian ini beserta beberapa dokumen-dokumen

internasional terkait keterampilan Abad 21 menjadi referensi penting

untuk mengidentifikasi karakter serta kompetensi apa yang perlu

disiapkan

Pancasila adalah satu kata yang paling sesuai untuk merangkum

seluruh karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk dimiliki setiap


individu pelajar Indonesia. Kajian yang menelaah berbagai dokumen

terkait karakter dan kompetensi Abad 21 ini juga mendapati bahwa nilai-

nilai yang terkandung dalam Pancasila selaras dengan kompetensi yang

dianjurkan masyarakat global. Dengan demikian, menjadi Pelajar

Pancasila artinya menjadi pelajar yang memiliki jati diri yang kuat sebagai

bangsa Indonesia, yang peduli dan mencintai tanah airnya, namun juga

cakap dan percaya diri dalam berpartisipasi dan berkontribusi dalam

mengatasi masalahmasalah global.

Istilah pelajar digunakan dalam penamaan profil ini merupakan

representasi seluruh individu yang belajar. Istilah ini lebih inklusif

daripada “siswa” ataupun “peserta didik” yang hanya mewakili individu

yang tengah menempuh program pendidikan yang terorganisir. Menjadi

pelajar sepanjang hayat adalah salah satu atribut yang dinyatakan dalam

Profil Pelajar Pancasila, sehingga harapannya meskipun sudah tidak

menjadi siswa lagi karena sudah menamatkan pendidikannya, seseorang

dapat senantiasa menjadi pelajar. Profil ini juga tidak menggunakan istilah

“profil lulusan”. Selain karena seorang pelajar sepanjang hayat tidak

mengenal akhir atau ujung dari proses belajar, profil lulusan memberi

kesan bahwa karakter serta kemampuan yang dituju baru akan dicapai saat

seseorang lulus.

Melalui pengembangan Profil Pelajar Pancasila yang memuat karakter

dan kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi warga dunia yang baik

perlu diperkenalkan sejak dini, di semua jenjang pendidikan. Pembukaan


Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional, serta cita-cita pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dalam

(Darmawan, 2021) yang termuat dalam kumpulan tulisan Ki Hadjar

Dewantara sebagai rujukan utama dalam merumuskan Profil Pelajar

Pancasila beserta dimensi-dimensinya.

Profil Pelajar Pancasila memiliki enam kompetensi yang dirumuskan

sebagai dimensi kunci. Keenamnya saling berkaitan dan menguatkan

sehingga upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang utuh

membutuhkan berkembangnya keenam dimensi tersebut secara

bersamaan, tidak parsial. Keenam dimensi tersebut adalah 1) Beriman,

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) Mandiri,

3) Bernalar Kritis, 4) Kreatif, 5) Bergotong-royong, dan 6) Berkebinekaan

global. Mereka perlu tumbuh bersama-sama sehingga pendidik tidak

seharusnya hanya fokus pada satu atau dua dimensi saja. Mengabaikan

salah satunya akan menghambat perkembangan dimensi lainnya.

Sebagai contoh, sikap cinta tanah air merupakan buah dari

perkembangan dimensi “beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, dan berakhlak mulia” karena salah satu elemennya adalah akhlak

bernegara. Sikap cinta tanah air terbangun selain karena akhlak sebagai

insan yang beriman, juga karena terbangunnya rasa peduli pada sesama,

peduli dan tanggap pada lingkungan yang merupakan elemen dari dimensi

bergotong-royong. Selain itu, dimensi Berkebinekaan Global berkaitan

dengan perkembangan identitas dan kemampuan untuk merefleksikan


dirinya sebagai bagian dari kelompok budaya dan bangsa Indonesia

sekaligus bagian dari warga dunia. Perkembangan dimensi Berkebinekaan

Global akan membuahkan sikap cinta tanah air yang proporsional, karena

individu mampu melihat bahwa dirinya juga bagian dari masyarakat

dunia.

Berkaitan dengan pengembangan karakter Pancasila, (Uchrowi, 2013)

berpendapat bahwa karakter itu berkembang seperti spiral, yang

disebutnya sebagai Spiral Karakter. Perkembangan karakter tersebut

diawali dengan keyakinan (belief) yang menjadi landasan untuk

berkembangnya kesadaran (awareness), yang selanjutnya kesadaran ini

membangun sikap (attitude) atau pandangan hidup, dan

tindakan/perbuatan (action). Hasil dari tindakan tersebut kembali akan

mempengaruhi keyakinan orang tersebut, yang selanjutkan akan kembali

mengembangkan kesadaran, sikap, dan perilakunya. Perkembangan ini

terus berulang dan berkembang, seperti spiral.

Memahami bahwa karakter Pancasila berkembang seperti spiral, maka

pendidikan memiliki peran penting dalam menguatkan dan

mengembangkan karakter yang sama, misalnya menjadi pelajar yang

mandiri, secara konsisten sejak dini terus hingga anak memasuki usia

dewasa. Hal ini juga selaras dengan fungsi pendidikan yang dinyatakan

dalam UU Sisdiknas Pasal 3 , bahwa pendidikan nasional memiliki fungsi

untuk “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak”, atau

kompetensi dan karakter.


Karakter dan kompetensi dalam Profil Pelajar Pancasila diharapkan

dapat dibangun dalam institusi pendidikan sejak usia dini, dan terus

dibawa dan dibangun hingga setiap individu lulus sekolah menengah, dan

siap masuk ke perguruan tinggi ataupun masuk dalam lingkungan

masyarakat dan industri yang lebih luas. Bahkan perkembangan karakter

dan kompetensi ini diharapkan terus berlanjut sepanjang hidupnya.

a. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak


Mulia
Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sebagaimana yang

diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dimensi

ini sejalan dengan nilai religius yang telah dikembangkan dalam Penguatan

Pendidikan Karakter, di mana muatannya meliputi hubungan individu

dengan Tuhan, individu dengan sesama dan individu dengan alam semesta.

Pelajar Indonesia percaya akan keberadaan Tuhan. Oleh karena itu, ia

menghayati hubungan cinta kasih dan tanggung jawabnya kepada Tuhan

YME. Pelajar Indonesia senantiasa memperdalam dan menerapkan

pemahamannya akan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari. Pelajar

Indonesia juga berakhlak mulia pada dirinya sendiri, Ia selalu menjaga

integritas dan merawat dirinya sendiri baik secara fisik, mental, maupun

spiritual.

Pelajar Indonesia juga selalu berakhlak mulia dan adil terhadap

sesama manusia. Ia mengutamakan persamaan di atas perbedaan dan

menghargai perbedaan yang ada. Pelajar Indonesia menyikapi keragaman


dan perbedaan dengan bijaksana dan penuh welas asih. Sikap dan perilaku

Pelajar Indonesia terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya

merupakan cerminan dari iman dan ketakwaanya kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Elemen-elemen kunci dari beriman, bertakwa kepada Tuhan YME,

dan berakhlak mulia adalah:

1) Akhlak beragama.

Pelajar Indonesia mengenal sifat-sifat Tuhan dan menghayati bahwa

inti dari sifat-sifat-Nya adalah kasih dan sayang. Ia juga sadar bahwa

dirinya adalah makhluk yang mendapatkan amanah dari Tuhan sebagai

pemimpin di muka Bumi yang mempunyai tanggung jawab untuk

mengasihi dan menyayangi dirinya, sesama manusia dan alam, serta

menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Pelajar Indonesia

senantiasa menghayati dan mencerminkan sifat-sifat Ilahi tersebut dalam

perilakunya di kehidupan sehari-hari.

2) Akhlak pribadi.

Akhlak yang mulia diwujudkan dalam rasa sayang dan perhatian

pelajar kepada dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa menjaga kesejahteraan

dirinya penting dilakukan bersamaan dengan menjaga orang lain dan

merawat lingkungan sekitarnya. Rasa sayang, peduli, hormat, dan

menghargai diri sendiri terwujud dalam sikap integritas, yakni

menampilkan tindakan yang konsisten dengan apa yang dikatakan dan


dipikirkan. Karena menjaga kehormatan dirinya, Pelajar Indonesia

bersikap jujur, adil, rendah hati, bersikap serta berperilaku dengan penuh

hormat. Ia selalu berupaya mengembangkan dan mengintrospeksi diri

agar menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya.

3) Akhlak kepada manusia.

Sebagai anggota masyarakat, pelajar Indonesia menyadari bahwa

semua manusia setara di hadapan Tuhan. Akhlak mulianya bukan hanya

tercermin dalam rasa sayangnya pada diri sendiri tetapi juga dalam budi

luhurnya pada sesama manusia. Dengan demikian ia mengutamakan

persamaan dan kemanusiaan di atas perbedaan serta menghargai

perbedaan yang ada dengan orang lain. Pelajar Indonesia mengidentifikasi

persamaan dan menjadikannya sebagai pemersatu ketika ada perdebatan

atau konflik. Ia juga mendengarkan dengan baik pendapat yang berbeda

dari pendapatnya, menghargainya, dan menganalisanya secara kritis tanpa

memaksakan pendapatnya sendiri. Pelajar Indonesia adalah pelajar yang

moderat dalam beragama. Ia menghindari pemahaman keagamaan dan

kepercayaan yang eksklusif dan ekstrim, sehingga ia menolak prasangka

buruk, diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan terhadap sesama manusia

baik karena perbedaan ras, kepercayaan, maupun agama.

4) Akhlak kepada alam.

Sebagai bagian dari lingkungannya, Pelajar Indonesia

mengejawantahkan akhlak mulianya dalam tanggung jawab, rasa sayang

dan pedulinya terhadap lingkungan alam sekitar. Pelajar Indonesia


menyadari bahwa dirinya adalah salah satu di antara bagian-bagian dari

ekosistem bumi yang saling mempengaruhi. Ia juga menyadari bahwa

sebagai manusia, ia mengemban tugas dalam menjaga dan melestarikan

alam sebagai ciptaan Tuhan. Hal tersebut membuatnya menyadari

pentingnya merawat lingkungan sekitarnya. sehingga ia menjaga agar

alam tetap layak dihuni oleh seluruh makhluk hidup saat ini maupun

generasi mendatang. Ia tidak merusak atau menyalahgunakan lingkungan

alam, serta mengambil peran untuk menghentikan perilaku yang merusak

dan menyalahgunakan lingkungan alam.

5) Akhlak bernegara.

Pelajar Indonesia memahami serta menunaikan hak dan

kewajibannya sebagai warga negara yang baik serta menyadari perannya

sebagai warga negara. Ia menempatkan kemanusiaan, persatuan,

kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan

bersama di atas kepentingan pribadi.

b. Berkebinekaan Global

Indonesia adalah negara yang majemuk dari segi etnis, suku,

bahasa, agama dan kepercayaan, serta kelompok identitas dan kelas sosial

lainnya, termasuk jenis kelamin, pekerjaan, dan status ekonomi sosial.

Pelajar Indonesia sebagai bagian dari kemajemukan tersebut menyadari

bahwa keragaman adalah kenyataan hidup yang tak bisa dihindari.

Pelajar Indonesia memiliki identitas diri dan sosial-budaya yang

proporsional, dan juga menyadari serta mengakui bahwa dirinya berbeda


dengan orang lain dari satu atau beberapa aspek identitas. Ia menanamkan

nilai dan kesadaran akan kebinekaan ini pada dirinya, sehingga

membuatnya menerapkan sikap saling menghormati dan menghargai

perspektif orang lain.

Berkebinekaan dalam konteks ini merupakan himpunan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pelajar Indonesia terkait

keberadaan diri, kelompok, budaya, di lingkungan lokal dan global yang

majemuk. Dalam konteks bernegara, kebinekaan global mendorong

berkembangnya kebanggaan dan pemahaman terhadap keberagaman dan

identitas nasional, semangat kebangsaan, persatuan, dan patriotisme yang

utuh serta kecintaan terhadap tanah air sebagai wujud dari nasionalisme.

Pelajar Indonesia yang berkebinekaan global adalah pelajar yang

berbudaya, memiliki identitas diri yang matang, mampu menunjukkan

dirinya sebagai representasi budaya luhur bangsanya, sekaligus memiliki

wawasan atau pemahaman yang kuat serta keterbukaan terhadap eksistensi

ragam budaya daerah, nasional, dan global.

Menyadari adanya kesenjangan antar kelompok sosial, pelajar

Indonesia yang berkebinekaan global juga terdorong untuk mengambil

peran dalam mewujudkan dan membangun masyarakat yang inklusif dan

berkeadilan sosial, termasuk dalam penjagaan hak, persamaan derajat dan

kedudukan dengan orang lain, serta asas yang proposional antara

kepentingan dirinya, sosial, dan negara. Pelajar Indonesia menyadari

kebinekaan global merupakan modal penting hidup bersama orang lain


secara damai di dunia yang saling terhubung, baik terhubung secara fisik

maupun secara maya.

Kebinekaan global mendorong pelajar Indonesia untuk bersikap

nasionalis, tetap mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya

pada satu sisi, dan pada sisi lain berpikiran terbuka dan berinteraksi dengan

budaya lain secara global. Interaksi tersebut dilakukan dengan penuh

penghargaan dan kesetaraan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan dunia

serta keberlangsungan hidup di masa akan datang. Pengalaman

kebinekaannya akan menuntun pelajar Indonesia terhindar dari prasangka

dan stereotip, perundungan, intoleransi dan kekerasan terhadap budaya dan

kelompok yang berbeda, untuk kemudian secara aktif berpartisipasi dalam

mewujudkan masyakat yang adil, demokratis, inklusif dan berkelanjutan.

Berikut elemen-elemen kunci dari berkebinekaan global yakni Mengenal

dan menghargai budaya, Komunikasi dan interaksi antar budaya, Refleksi

dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan, dan Berkeadilan

Sosial.

c. Bergotong-Royong

Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong-royong, yaitu

kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan

sukarela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah, dan

ringan. Kemampuan itu didasari oleh di antaranya sifat adil, hormat kepada

sesama manusia, bisa diandalkan, bertanggung jawab, peduli, welas asih,

murah hati. Kemampuan ini juga didasari oleh asas demokrasi Pancasila.
Kemampuan gotong royong pada Pelajar Indonesia membuatnya

berkolaborasi dengan pelajar lainnya untuk memikirkan dan secara

proaktif mengupayakan pencapaian kesejahteraan dan kebahagiaan orang-

orang yang ada dalam masyarakatnya. Ia juga menyadari bahwa

keberhasilan dirinya tidak dapat dicapai tanpa peran orang lain.

Kemampuan gotong royong Pelajar Indonesia menunjukkan bahwa

ia peduli terhadap lingkungannya dan ingin berbagi dengan anggota

komunitasnya untuk saling meringankan beban dan menghasilkan mutu

kehidupan yang lebih baik. Kemampuan bergotong royong membuat

pelajar Indonesia mampu menjadi warga negara yang demokratis, terlibat

aktif di masyarakat dalam memajukan demokrasi bangsa. Pelajar Indonesia

memiliki kesadaran bahwa sebagai bagian dari kelompok ia perlu terlibat,

bekerja sama, dan saling membantu dalam berbagai kegiatan yang

bertujuan mensejahterakan dan membahagiakan masyarakat.

Dengan kesadaran itu, pelajar Indonesia berusaha terus menerus

memberikan kontribusi pada bangsa dan masyarakat. Didorong oleh

kemauannya bergotong-royong, Pelajar Indonesia selalu berusaha melihat

kekuatan-kekuatan yang dimiliki setiap orang di sekitarnya, yang dapat

memberi manfaat bersama. Ia memiliki keterampilan interpersonal yang

baik, selalu berupaya mencegah terjadinya konflik, dan tidak memaksakan

kehendak kepada orang lain. Ia berusaha menemukan titik temu di antara

pihak-pihak yang bertikai. Elemen-elemen kunci dari bergotong-royong

adalah Kolaborasi, Kepedulian, dan Berbagi.


d. Mandiri

Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang

memiliki prakarsa atas pengembangan diri dan prestasinya dengan didasari

pada pengenalan akan kekuatan maupun keterbatasan dirinya serta situasi

yang dihadapi, dan bertanggung jawab atas proses dan hasilnya. Pelajar

Indonesia mampu menetapkan tujuan pengembangan diri dan prestasinya

secara realistis, menyusun rencana strategis untuk mencapainya, gigih dan

giat dalam mewujudkan rencana tersebut, serta bertindak atas kehendak

dan prakarsa dirinya tanpa perasaan terpaksa karena adanya tuntutan atau

desakan dari orang lain.

Pelajar mandiri senantiasa melakukan evaluasi dan berkomitmen

untuk terus mengembangkan dirinya agar dapat menyesuaikan diri

terhadap berbagai tantangan yang dihadapinya sesuai dengan perubahan

dan perkembangan yang terjadi pada lingkup lokal maupun global. Hal ini

akan membuat dirinya termotivasi untuk berprestasi dan melakukan yang

terbaik sesuai kemampuan dirinya sendiri. Pelajar mandiri memiliki

dorongan belajar yang berasal dari dalam dirinya sehingga akan merasakan

beberapa keuntungan, seperti performa yang baik, terlibat secara penuh

dalam aktivitas pengembangan diri dan pencapaian prestasi, merasakan

emosi positif, mempersepsikan dirinya kompeten, dan berorientasi pada

penguasaan pengetahuan dan keterampilan serta prestasi. Pelajar mandiri

proaktif membuat pilihan berdasarkan realita menurut pandangan mereka

dengan mempertimbangkan dan mengelola resikonya, bukan hanya


sebagai penerima yang pasif. Elemen-elemen kunci dari mandiri adalah

Pemahaman diri dan situasi yang dihadapi, dan Regulasi diri.

e. Bernalar Kritis

Pelajar Indonesia bernalar secara kritis dalam upaya

mengembangkan dirinya dan menghadapi tantangan, terutama tantangan

di abad 21. Pelajar Indonesia yang bernalar kritis berpikir secara adil

sehingga dapat membuat keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan

banyak hal berdasarkan data dan fakta yang mendukung. Pelajar Indonesia

yang bernalar kritis mampu memproses informasi baik kualitatif maupun

kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai

informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya.

Selanjutnya, ia mampu menyampaikannya secara jelas dan sistematis.

Selain itu, pelajar yang bernalar kritis memiliki kemampuan literasi,

numerasi, serta memanfaatkan teknologi informasi. Hal ini membuat

Pelajar Indonesia mampu mengidentifikasi dan memecahkan

permasalahan. Berbekal kemampuan nalar kritis, pelajar Indonesia mampu

mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi pelbagai persoalan yang

dihadapi, baik di lingkungan belajar maupun di kehidupan nyata. Lebih

jauh lagi, pelajar Indonesia yang bernalar kritis mampu melihat suatu hal

dari berbagai perspektif dan terbuka terhadap pembuktian baru, termasuk

pembuktian yang dapat menggugurkan pendapat yang semula diyakini.

Kemampuan ini dapat mengarahkan pelajar Indonesia menjadi pribadi yang

memiliki pemikiran terbuka sehingga ia mau memperbaiki pendapat serta


selalu menghargai orang lain. Elemen-elemen kunci dari bernalar kritis

adalah Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, 2)

Menganalisis dan mengevaluasi penalaran, dan Merefleksi dan

mengevaluasi pemikirannya sendiri.

f. Kreatif

Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang kreatif. Ia memodifikasi

dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan

berdampak. Keorisinalan, kebermaknaan, kebermanfaatan, dan dampak ini

dapat berupa hal yang personal hanya untuk dirinya maupun lebih luas ke

orang lain dan lingkungan. Berpikir kreatif yang dimaksud adalah proses

berpikir yang memunculkan gagasan baru dan pertanyaan-pertanyaan,

mencoba berbagai alternatif pilihan, mengevaluasi gagasan dengan

menggunakan imajinasinya, dan memiliki keluwesan berpikir. Keluarga,

guru, dan sekolah memiliki peranan penting dalam mendorong pelajar

Indonesia untuk memaksimalkan proses berpikir kreatifnya, sehingga ia

dapat menjadi pribadi yang kreatif.

Pengembangan kreativitas dilakukan Pelajar Indonesia untuk

mengekspresikan diri, mengembangkan diri, dan menghadapi berbagai

tantangan seperti perubahan dunia yang begitu cepat dan ketidakpastian

masa depan juga dalam menghadapi segala tantangan. Elemen-elemen

kunci dari kreatif adalah Menghasilkan gagasan yang orisinal,

Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal, dan memiliki keluwesan

berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan. Pelajar yang kreatif


memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan

yang ia hadapi menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan yang melibatkan proses kognitif (Syah, 2004).

3. Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi siswa menjadi

kompetensi. Kegiatan pemerdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang

yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjino (dalam buku Syaiful

Sagala, 2017: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru yang diprogramkan ke

dalam rancangan pembelajaran untuk secara aktif dilaksanakan serta

menekankan pada penyediaan sumber belajar. Di sisi lain, sejarah dapat

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari aktivitas manusia di masa lalu.

Sejarah itu juga sebagai cabang ilmu yang mengkaji secara sistematis

keseluruhan perkembangan proses perubahan dan dinamika kehidupan

masyarakat dengan segala aspek kehidupannya yang terjadi dimasa lampau

(Kuntowijoyo, 1995: 18). Menurut I Gede Widja (1989:23) pembelajaran

sejarah adalah kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang mencakup

proses pengajaran tentang peristiwa masa lalu yang berkaitan erat dengan

masa kini, karena kita dapat mempelajari masa lalu melalui kacamata masa

kini. Sejarah perlu diajarkan untuk memperlihatkan kepada anak tentang

konsep waktu, ruang dan masyarakat, serta kaitan antara masa sekarang dan

masa lampau, anatar wilayah lokal dan wilayah lain yang jauh letaknya,

antara kehidupan perorangan dan kehidupan nasional, hingga kebudayaan

masyarakat lain di mana pun dalam ruang dan waktu. Untuk memahami

dengan tepat tentang peristiwa yang sedang berlangsung, diperlukan


pemahaman tentang berbagai peristiwa pada masa lampau yang

menghasilkan kondisi sekarang ini. Bahasa, tradisi dan berbagai kebiasaan

yang saat ini ada ganya dapat dipahami melalui studi tentang pertumbuhan

dan perkembangannya dalam ruang dan waktu. Konsep ruang, waktu dan

masyarakat sangat penting kaitannya dengan masa sekarang ini (Kochhar,

2008:31). Menurutr Leo Agung & Sri Wahyuni (2013) Pembelajaran

Sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan

dan perkembaqngan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk

membangun perspektif serta kesadran sejarah dalam menemukan,

memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan

masa depan ditengah-tengah perubahan dunia. Hakikat sejarah yang

berkaitan dengan putaran waktu, realitas ruang hingga kehidupan manusia

menjadikannya begitu penting untuk diajarkan agar setiap manusia bisa

menyadari bahwa peristiwa yang ada di masa sekarang merupakan bagian

yang tidak terlepaskan dari masa lalu. Pembelajaran sejarah sebagai sub-

sistem dari system kegiatan pendidikan, merupakan sarana yang efektif

untuk meningkatkan integritas dan kepribadian bangsa melalui proses

belajar mengajar (Aman, 2011:66).

Pembelajaran sejarah berperan dalam upaya membentuk karakter

bangsa dan penanaman nilai-nilai budaya. Pembelajaran sejarah dapat

meningkatkan kesadaran akan perubahan waktu dan proses perkembangan

masyarakat dan membangun perspektif kesadaran sejarah untuk

menemukan, memahami dan menjelaskan identitas bangsa di masa lalu,


sekarang dan masa depan di dunia yang terus berubah ini (Depdiknas,

2003:6). Heri Susanto (2014) menagatakan dalam standar isi tujuan

pembelajaran sejarah ditetapkan sebagai berikut:

a. Menanamkan kesadaran siswa akan pentingnya waktu dan tempat sebagai

bagian dari proses masa lampau, masa kini dan masa depan

b. Melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam memahami fakta sejarah

dengan benar yang didasarkan pada pendekatan dan metodologi ilmiah

c. Menumbuhkan sikap siswa untuk mengapresiasi dan memberikan

penghargaan terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa

Indonesia di masa lampau

d. Menanamkan pemahaman siswa terhadap proses terbentuknya bangsa

Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa

kini dan masa yang akan dating

e. Menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa sebagai bagian dar bangsa

Indonesia yang harus mempunyai rasa bangga dan cinta tanah air hingga

dapat mengimplementasikannya melalui berbagai bidang kehidupan baik

lingkup nasional maupun internasional.

Berdasarkan standar isi dari tujuan pembelajaran sejarah di atas,

menyuratkan bahwa mata pelajaran sejarah di sekolah mempunyai

kedudukan penting bagi pengembangan identitas bangsa. Sejarah

menyajikan banyak pelajaran berharga yang dapat dijadikan sumber teladan

dalam pembentukan karakter anak bangsa (Hamid, 2014:179). Maka dalam

keberhasilan mengajarkan sejarah ditentukan oleh adanya kualitas


pembelajaran sejarah. Terdapat tujuh komponen kualitas pembelajaran

sejarah, yaitu kinerja guru sejarah, materi pelajaran sejarah, metode

pembelajaran, sarana pembelajaran sejarah, iklim kelas, sikap siswa, dan

motivasi belajar sejarah (Aman, 2011:144). Diperlukan satu kesatuan yang

harmonis dan utuh dalam upaya melaksanakan pembelajaran sejarah yang

berkulitas dengan menyempurnakan setiap komponen tersebut.

a. Perencanaan Pembelajaran Sejarah

Perencanaan pembelajaran memegang peranan penting dalam

memandu guru sebagai pendidik untuk memenuhi kebutuhan

siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai

langkah awal sebelum pembelajaran berlangsung. Perencanaan dapat

menolong pencapaian suatu sasaran secara lebih ekonomis, tepat

waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah dikontrol dan

dimonitor dalam pelaksanaannya.

Menurut Joseph dan Leonard (1982:20) dalam M

Muthohharoh (2014:23) mengemukakan bahwa: Teaching without

adequate written planning is sloppy and almost always ineffective,

because the teacher has not thought out exactly what to do and how

to do it. Mengajar tanpa perencanaan tertulis yang memadai adalah

ceroboh dan hampir selalu tidak efektif, karena guru tidak memikirkan

dengan tepat apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

Perencanaan asal katanya berasal dari kata ‘rencana dan

pengambilan keputusan sebagai perencanaan merupakan hal yang


harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, proses suatu

perencanaan harus dimulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai

melalui analisis kebutuhan kemudian menetapkan langkah-langkah

yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut (Agung, L & Sri

Wahyuni, 2019:1). Dapat disimpulkan bahwa sebelum mengajar

sangat penting sekali bagi guru untuk membuat perencnaan

pembelajaran yang merujuk kepada kebutuhan tujuan suatu

pembelajaran sejarah.

Sanjaya (2011: 24) mengemukakan bahwa setiap minimal

harus memiliki empat unsur, yaitu (1) adanya tujuan yangharus

dicapai, (2) adanya strategi untuk mencapai tujuan (3) adanya sumber

daya yang dapat mendukung, dan (4) implementasi setiap keputusan.

Semnetara itu, Soewondo, dkk (2003:5) menjelaskan bahwa unsur-

unsur yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana

pembelajaran yakni, sebagai berikut..

a) Berdasarkan kompetensi- kompetensi dan kemampuan dasar yang

harus dikuasai peserta didik, serta materi dan submateri

pembelajaran, pengalaman belajar yang telah dikembangkan

dalam silabus.

b) Digunakan sebagai pendekatan yang sesuai dengan materi yang

memberikan kecakapan hidup (life skills) sesuai dengan

permasalahan dan lingkungan sehari-hari (pendekatan

konstekstual).
c) Digunakan metode dan media yang sesuai, yang mendekatkan

peserta didik dengan pengalaman langsung.

Berdasarkan kedua sumber tersebut di atas dapat dikemukakan

bahwa unsur-unsur utama perencanaan pembelajaran yang menjadi

objek evaluasi pembelajaran yaitu tujuan pembelajaran, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sumber belajar/media

pembelajaran. Setiap unsur tersebut ditinjau secara kritis, diukur, dan

dinlai dalam proses evaluasi pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran merupakan rancangan/desain

tindakan yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran setidaknya berisi target kompetensi,

indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi

pembelajaran, sintak dan alokasi waktu pembelajaran, sumber dan

media pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. Sebagai sebuah

desain, perencanaan pembelajaran harus menunjukkan relevansi antar

komponen sehingga mejamin terlaksananya pembelajaran dan

tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk menjaga relevansi tersebut

dapat digunakan prinsip SMART dalam penyusunan perangkat

pembelajaran, prinsip SMART dimaksud merupakan akronim yaitu;

Specific, Measurable, Attainable, Reasonable dan Time.

1. Specific

Perencanaan yang dibuat harus fokus pada tujuan yang akan dicapai

dan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan.


2. Measurable

Perencanaan juga harus terukur, jangan membuat perencanaan yang

sulit untuk dicapai atau sulit diukur apakah sudah tercapai atau belum.

Hal ini berkaitan dengan indikator yang ditetapkan, setiap indikator

harus benar-benar dapat diukur ketercapaiannya.

3. Attainable

Pastikan bahwa perencanaan yang dibuat benar-benar dapat

tercapai/dapat dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan

sumber daya pembelajaran, seperti bahan ajar, media dan alat yang

dapat dipergunakan.

4. Raesonable

Perencanaan yang dibuat harus masuk akal. Tidak perlu berlebihan,

sederhana tapi dapat dilakukan dengan baik akan lebih memungkinkan

untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Misalnya, jangan

merencanakan untuk menggunakan kelas museum jika memang tidak

terdapat museum di sekitar sekolah.

5. Time

Perencanaan yang baik harus mencantumkan batasan waktu pada

tiap tahapan yang dilakukan. Batasan waktu tersebut berguna sebagai

pedoman untuk memastikan bahwa aktivitas pembelajaran yang akan

dilakukan memiliki cukup waktu untuk dilaksanakan. (Heri Susanto,

2014: 85-86).
Dalam perencanaan Profil Pelajar Pancasila pada

pembelajaran sejarah perencanaan yang digunakan untuk

pelaksanaannya kini berubah nama menjadi modul. Melalui

modul.mata pelajaran Sejarah Indonesia dimasukka nilai-nilai

Pancasila yang sesuai dengan i tujuan pendidikan nasional. Profil

pelajar Pancasila berperan sebagai referensi utama yang mengarahkan

kebijakan-kebijakan pendidikan termasuk menjadi acuan untuk para

pendidik dalam membangun karakter serta kompetensi peserta didik

dalam mengajar Profil pelajar Pancasila di kelas. harus dapat dipahami

oleh seluruh pemangku kepentingan karena perannya yang penting.

Profil ini perlu sederhana dan mudah diingat dan dijalankan baik oleh

pendidik maupun oleh pelajar agar dapat dihidupkan dalam kegiatan

sehari-hari.

b. Strategi Pembelajaran Sejarah

Menurut Heri Susanto (2014) Strategi pembelajaran dapat

diartikan sebagai perencanaan yang dilakukan untuk mengatur

kegiatan interaksi antara peserta didik, pendidik, dan atau

media/sumber belajar sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan

dapat tercapai. Konsep tersebut menjelaskan bahwa dalam strategi

terdapat beberapa komponen yang terlibat dalam pembelajaran,

yaitu; peserta didik, pendidik, media dan sumber belajar.

Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal:

(1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku


belajar, (2) menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan

terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan

teknik belajar mengajar, dan (3) norma dan kriteria keberhasilan

kegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu

garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai

sasaran yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan belajar mengajar,

strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid

dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan

yang telah digariskan (Saiful Sagala, 2009: 221-222).

Pembelajaran sejarah juga merupakan cara untuk

membentuk sikap sosial. Mempelajari sejarah terbentuknya Negara

Kesatuan Republik Indonesia berarti berusaha memahami bahwa

negara ini terbentuk karena adanya sikap sosial yang baik dari para

pendiri bangsa. Sikap sosial tersebut antara lain; saling menghormati,

menghargai perbedaan, toleransi, dan kesediaan untuk hidup

berdampingan dalam nuansa multikulturalisme. Kesatuan yang

terbentuk di atas perbedaan dalam proses kebangkitan nasional pada

hakekatnya merupakan sikap sosial yang sangat patut diteladani (Heri

Susanto, 2014: 62).

Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan

sebenarnya tidak lepas dari pengaruh budaya yang telah mengakar.

Model pembelajaran yang bersifat satu arah dimana guru menjadi

sumber pengetahuan utama dalam kegiatan pembelajaran menjadi


sangat sulit untuk diubah. Pembelajaran sejarah saat ini

mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya

menjadi terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki

oleh siswa sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan

bahan pelajaran di kelas, sehingga menempatkan siswa sebagai

peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Siswo Dwi Martanto,

2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi

mengajar akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu

sendiri (I Gde Widja, 1989:13).

Selain itu, perlunya desain pembelajaran atau desain

instruksional sering disamakan dengan perencanaan pembelajaran.

Menurut Syaiful Sagala (2009: 136), perencanaan pengajaran

(Instructional Design) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang

yaitu: (1) perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah

pengembangan pengajaran secara sistematik dengan menggunakan

teori-teori belajar secara khusus untuk menjamin kualitas

pembelajaran; (2) perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin

adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan

hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pengajaran; (3)

perencanaan sebagai sains adalah mengkreasi secara detail

komponen pembelajaran dengan segala kompleksitasnya; (4)

perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran yang

dikembangkan dengan memperhatikan hubungan pengajaran dari


waktu ke waktu; (5) perencanaan pengajaran sebagai sistem adalah

susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk

menggerakkan pembelajaran; (6) perencanaan pengajaran sebagai

teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan

teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan

teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem

pengajaran..Pembelajaran intraurikuler pembelajaran sejarah harus

mempertimbangkan karakteristik pembelajaran sejarah. Jika tujuan

pembelajaran sejarah adalah siswa memahami dan menghayati nilai-

nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah, maka desain

pembelajaran yang dibuat harus mampu mengungkapkan nilai-nilai

tersebut sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Nilai-nilai

persatuan, kerjasama, kejuangan, kegigihan dan empati, tidak akan

didapat siswa melalui pembelajaran sejarah yang hanya bersifak

kronikel dan hanya mengutamakan hapalan (Heri Susanto, 2014: 77).

Dalam merancang desain pembelajaran perlu diperhatikan

ketersediaan sumberdaya pembelajaran sejarah. Sumberdaya

dimaksud adalah ketersediaan buku teks sejarah, media pembelajaran

sejarah dan laboratorium pembelajaran sejarah. Ketersediaan sumber

daya tersebut akan mempermudah guru dalam melaksanakan

pembelajaran dan mempermudah siswa dalam melakukan

rekonsrtuksi. Sumberdaya minimal yang semestinya tersedia adalah

buku teks sejarah. Sedangkan media pembelajaran sejarah menuntut


kreativitas guru untuk merancang media pembelajaran yang inovatif

(Heri Susanto, 2014, 84).

Guru yang efektif menguasai materi pelajaran dan keahlian

atau keterampilan mengajar yang baik. Guru yang efektif memiliki

strategi pengajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan

tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas(Santrock,

2010:7). Keberhasilan kegiatan belajar mengajar bergantung juga

pada penggunaan sumber pembelajaran dan media pembelajaran

yang sesuai. Jika sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan

dengan lebih hati- hati dapat memenuhi tujuan pembelajaran antara

lain; memotivasi siswa, melibatkan siswa, menjelaskan dan

menggambarkan isi subjek, dan memberi kesempatan menganalisis

sendiri kinerja individual (Kemp, 1994). Dengan demikian

sebenarnya kedudukan media dan sumber belajar dalam proses

pembelajaran tidak dapat dianggap sepele. Perlu diperhatikan pula

bahwa materi ajar yang berbeda memerlukan media dan sumber

bejalar yang berbeda pula.

Secara garis besar strategi pembelajaran dapat diartikan

sebagai serangkaian tindakan perencanaan yang mencakup

pengaturan cara penyampaian materi ajar, cara memaksimalkan

kemampuan belajar. peserta didik, cara menggunakan sumberdaya

yang tersedia, pengaturan materi ajar dan evaluasi hasil belajar yang

tersusun dalam desain pembelajaran (instruksional). Dengan


demikian terdapat beberapa aspek dalam strategi pembelajaran yang

harus direncanakan dan diatur secara sistematis;.

B. Penelitian yang Relevan

1. Azwan Najibuddiin dan Sunarto Sutrisno (2022) yang berjudul “Strategi

Implementasi Profil Pelajar Pancasila Berbasis Literasi Sekolah Di MA Al

Islamiyah Uteran Geger Madiun” Implementasi hanya dapat diterapkan

setelah adanya rencana dan persiapan yang nyata dan bukan hanya sekedar

tindakan semata saja. Hasil penelitian yaitu, strategi perencanaan

implementasi profil pelajar Pancasila berbasis literasi sekolah di MA Al

Islamiyah Uteran diwujudkan melalui 4 penyusunan program yaitu:

pembuatan program pembiasaan, penyisipan nilai karakter dalam KBM,

program pondok dan pembuatan program ekstrakurikulerdan Strategi

pelaksanakan implementasi profil pelajar Pancasila berbasis literasi sekolah

di MA Al Islamiyah diwujudkan melalui pelaksanaan program pembiasaan,

penyisipan nilai karakter dalam KBM, program pondok dan pelaksanaan

program ekstrakurikuler. Persamaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian ini adalah jenis dan metode pendekatan penelitian yang

digunakan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan sama-sama

mengenai Pelajar Pancasila. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian ini adalah pada lokasi dan waktu serta fokus penelitiannya.

Lokasi penelitian ini dilakukan di MA Al Islamiyah Uteran Madiun, tahun

2022 melalui budaya sekolah, pembelajaran di kelas, dan ekstrakurikuler.

Sedangkan penelitian yang hendak dilakukan peneliti di SMA Negeri 11


Banjarmasin, tahun 2023. Fokus dalam penelitian dibatasi hanya dalam

lingkup pembelajaran yakni kegiatan bealajar mengajar menyisipkan nilai-

nilai pancasila di kelas khususnya pada mata pelajaran Sejarah Imdonesia.

2. Nur Fitri Aisyah dan Effendi Nawawi (2023) yang berjudul “Analisis

Implementasi Profil Pelajar Pancasila di SMA Negeri 2 Palembang“. Nilai-

nilai Pancasila sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agar dapat

ditanamkan pada peserta didik, akan tetapi nilai Pancasila tidak hanya

sampai pada penanaman saja, melainkan butuh penguatan. Hasil penelitian

yaitu, perwujudan profil pancasila dalam pembelajaran yakni melalai

pembelajaran berbasis proyek, dan tema yang dijalankan adalah Gaya

Hidup berkelanjutan. Dalam mengusung tema ini di SMA Negeri 2

Palembang menjalankan sebuah projek tentang pengolahan sampah yang

dilakukan terkait dalam bidang pelajaran Biologi. Persamaan penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini adalah jenis dan metode pendekatan

penelitian yang digunakan sama-sama menggunakan metode deskriptif

kualitatif serta sama-sama mengenai Pelajar Pancasila. Perbedaan penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian dan

pelajaran serta penerapan menyisipkan nilai-nilai pancasila pada

pembelajaran. Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Palembang

sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan di SMA Negeri 11

Banjarmasin. Pelajaran yang digunakan dalam penelitian juga berbeda

yakni pada penelitian yang dilakukan oleh NF Aisyah & E Nawawi yaitu

pelajaran Biologi, sedangkan penelitian yang akan dilakukan pada pelajaran


Sejarah. Terakhir, penerapan pembelajaran terdahulu pada Pembelajaran

kokurikuler (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) sedangkan

penelitian yang akan dilakukan peneliti pada pembelajaran intrakurikuler

(kelas) .

3. Yesti Aryani (2022) yang berjudul “Peran Guru PAI dalam Mewujudkan

Profil Pelajar Pancasila di SD Negeri 21 Kepahiang ”. Hasil penelitian

yaitu, peran guru PAI dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila di SD

Negeri 21 Kepahiang antara lain 1) guru sebagai teladan, 2) guru sebagai

kolaborator, 3) guru sebagai motivator, dan 4) guru sebagai konselor.

Adapun nilai-nilai profil Pelajar Pancasila yang ditanamkan ada enam

dimensi yaitu 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berakhlak mulia 2) berkebinekaan global 3) bergotong-royong 4) mandiri 5)

bernalar kritis dan 6) kreatif. Faktor pendukung peran guru Pendidikan

Agama Islam dalam mewujudkan nilai-nilai profil pelajar Pancasila di SD

Negeri 21 Kepahiang yaitu kolaboratifnya rekan guru, kepala sekolah,

tenaga kependidikan, dan juga orang tua murid serta kemudahan untuk

mengakses informasi baik dari kalangan peserta didik maupun guru.

Sedangkan faktor penghambat penanaman nilai-nilai karakter Pancasila

yaitu kurang bijaksananya peserta didik dalam memanfaatkan teknologi

informasi, banyaknya konten-konten kurang edukatif yang tersebar di media

sosial, serta lingkungan pergaulan peserta didik yang kurang mendukung.

Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah jenis dan

metode pendekatan penelitian yang digunakan sama-sama menggunakan


metode deskriptif kualitatif, dan sama-sama mengenai Peran Guru dan

Pelajar Pancasila pada siswa. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan

penelitian ini adalah pada lokasi penelitian, mata Pelajaran dan faktor

penghambat. Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Negeri 21 Kepahiang

sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan di SMA Negeri 11

Banjarmasin. Pelajaran yang digunakan dalam penelitian juga berbeda

yakni pada penelitian yang dilakukan oleh Y Aryani, 2022 yaitu mata

pelajaran PAI, sedangkan penelitian yang akan dilakukan pada mata

pelajaran Sejarah. faktor penghambat terdahulu fokus pada siswa sedangkan

masalah ini peneliti akan mengangkat tentang kendala bagi guru dalam

mewujudkan profil pelajar pancasila pada pembelajaran Sejarah.

C. Kerangka Berpikir
Peranan guru sangat dibutuhkan dalam era baru ini dalam

mewujudkan profil pelajar pancasila di sekolah memberikan permasalahan

baru bagi seorang guru untuk bisa memberikan pembelajaran yang prima.

Pendidikan karakter dengan muatan nilai-nilai Pancasila sejatinya bukanlah

sesuatu yang baru terdengar dalam dunia pendidikan. Hal ini karena arah

pengembangan di sekolah tidak hanya berfokus terhadap kognitif saja,

melainkan juga selalu mengajarkan bagaimana siswa bersikap yang mulia.

Semua pihak, termasuk guru memiliki peran penting dalam menyukseskan

Kurikulum Paradigma Baru yang saat ini sedang digaung-gaungkan sebagai

Kurikulum Nasional pada tahun 2024 nanti. Sebagaimana diketahui bahwa

kurikulum paradigma baru merupakan kurikulum yang berfokus dan


menekankan pada profil Pancasila. Terdapat enam kompetensi untuk

merengkuh tergapainya profil pelajar Pancasila yaitu bertaqwa kepada

Tuhan yang Maha Esa, berkebhinekaan global, bertanggung jawab, gotong

royong, bernalar kritis, serta kreatif (Rusnaini, 2021).

Dimulai dari perencanaan, strategi pembelajaran, dan kendala guru

tersebut dapat diperhatikan untuk menjadikan mata pelajaran sejarah

sebagai muatan nilai-nilai pancasila harus dilakukan secara menyeluruh dan

terpadu oleh siswa. Sejatinya nilai-nilai tersebut bukanlah nilai-nilai yang

baru karena negara Indonesia memiliki sejarah panjang serta teladan

perjuangan dari para pahlawan yang bisa dipetik hikmahnya oleh para

pelajar. Setidaknya saat ini harapan terhadap peserta didik Indonesia ialah

memelihara budaya luhur, lokalitas dan identitas, kemudian berusaha

berpikir terbuka saat berinteraksi dengan budaya masing-masing demi

tercipta keadaan menghargai perasaan satu sama lain sehingga terbentuklah

kemungkinan dengan budaya positif yang tidak bertentangan dengan

budaya luhur bangsa (Majir, 2020).

Peranan Guru

Perencanaan profil Strategi pelaksanaan Kendala guru dalam


pelajar pancasila profil pelajar mewujudkan profil
pancasila pelajar pancasila

Terciptanya karakter
pelajar pancasila
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian merupakan tempat dilakukannya proses penelitian guna

memperoleh data penelitian. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti,

bertempat di SMA Negeri 11 Banjarmasin, yang terletak di di Jl. AMD Sungai

Andai No. 8, Kec. Banjarmasin Utara, Provinsi Kalimantan Selatan. Alasan

peneliti memilih sekolah tersebut, dikarenakan judul belum banyak diteliti oleh

mahasiswa lain mengenai Profil Pelajar Pancasila, dan ada pengalaman sewaktu

PPL tahun 2022 di SMAN 11 Banjarmasin . Adapun waktu penelitian ini


dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2022/2023. Untuk penjelasan

lebih lanjut dapat dilihat tabel di bawah ini.

Tabel 3.1 Daftar Kegiatan Penelitinan


2023
Bulan
No Kegiatan
Feb Mar Apr Mei Jun
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Menyusun dan
Pengajuan Judul
b. Pengajuan Proposal
c. Perizinan Penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data
b. Analisis Data
3. Tahap Pelaksanaan Laporan

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan pada penelitian

ini yang berjudul “Peranan Guru Dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila

Pada Pembelajaran Sejarah di SMAN 11 Banjarmasin” maka penelitian ini

menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Menurut Sugiyono

(2018), penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah, di

mana peneliti adalah instrumen kunci. Menurut Moleong (2005:4), pendekatan

deskriptif kualitatif yaitu, pendekatan penelitian dimana data-data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan angka.


Jadi berdasarkan pemaparan diatas, penelitian kualitatif merupakan suatu

penelitian yang menggambarkan kondisi secara naturalistic dan kunci

instrument adalah peneliti itu sendiri yang mana pengumpulkan data ialah

seperti dokumentasi rangkaian kata atau bukan angka.

Uraian tentang tahapan-tahapan ini bersumber dari Bogdan (1972)

menyajikan tiga tahapan, yaitu (1) pra lapangan (2) krgiatan lapangan dan (3)

analisis intensif. Yaitu Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif.

Menganalisi fenomena secara alamiah naturalistic (Moleong, 20006: 7) Jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian deskriptif bertujuan

mendeskriptifkan Peran Guru Dalam Penerapan Profil Pelajar Pancasila Pada

Pembelajaran Sejarah di SMAN 11 Banjarmasin.

C. Sumber Data

Menurut Sugiyono (2016:298) dalam penelitian kualitatif tidak

menggunakan istilah populasi tetapi diartikan sebagai wilayah generalisasi

yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan disimpulkan.

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (1988;1577) Sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, sumber data

tertulis, foto dan statistik. Sumber data dalam penelitian adalah

subjek/informan dari mana data ini dapat diperoleh (Suharsimi, 2010: 172).

Sumber data dalam penelitian kualitatif ini diambil dari subjek (1) Informan

yaitu, guru sejarah kelas X dan peserta didik kelas X B.


Teknik Sampling atau cuplikan yang digunakan mengikuti paradigm

penelitian kualitatif yaitu (1) dapat dilakukan secara selektif, langkah ini disebut

criteria base selection purposive sampling atau internal purposive sampling.

Sumber data dalam penelitian adalah subjek/informan dari mana data ini dapat

diperoleh (Suharsimi, 2010: 172). Adapun sumber data dalam penelitian ini

diperoleh berdasarkan hasil dari narasumber, peristiwa atau aktivitas, tempat

atau lokasi, dan dokumen arsip. Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu data

primer dan data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dapat digunakan peneliti untuk menguraikan

dan mencari tau terkait permssalahan yang diangkat. Sumber Data Primer

Akan Diperoleh Menggunakan Teknik Purposive. Menurut Sugiyono

(2018) Purposive Sampling adalah teknik penganbilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Menurut Spradley (Kaelan, 2012: 79)

Sampel sebagai sumber data harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Seseorang yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

pemberdayaan, sehingga sesuatu itu bukan hanya diketahui, tetapi

juga dihayatinya.

b. Seseorang yang tergolong sedang berkecimpung atau terlibat pada

kegiatan yang tengah diteliti, yakni bertanam padi.

c. Seseorang yang memiliki waktu yang memadai untuk diminta

informasi.
d. Seseorang yang cenderung menyampaikan informasi hasil

kemasannya sendiri, serta

e. Seseorang yang pada mulanya tergolong cukup asing dengan

peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam

guru atau narasumber.

Untuk mendapatkan data tentang “Peranan Guru Dalam Mewujudkan Profil

Pelajar Pancasila Pada Pembelajaran Sejarah di SMAN 11 Banjarmasin”.

peneliti memilih informan dengan menggunakan purposive sampling adalah

dengan pertimbangan atau tujuan tertentu, yang dianggap peneliti guru yang

paling tahu Profil Pelajar Pancasila Pada Pembelajaran Sejarah di SMAN 11

Banjarmasin itu ialah terkait yang mengajar kurikulum merdeka di kelas X, dan

siswa/i yang merespon dengan Happy tentang mata pelajaran Sejarah dan apa

yang akan diungkapkan dalam penelitian agar memudahkan menjelajah objek

yang diteliti. Selain itu, dengan sengaja atau purposive sampling penarikan

sampel berdasarkan pada ciri atau karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti

dengan cara mengambil studi kasus yang dianggap dapat mewakili populasinya.

Adapun kriteria informan yang ditentukan oleh peneliti ialah sebagai

berikut :

1) Orang yang bermata pencarian sebagai pegawai negeri sipil profesi

guru sejarah dan tergabung dalam pengajar yang mengajar di kelas

x SMAN 11 Banjarmasin

2) Termasuk dalam kelas X B siswa/i yang merespon dengan Happy

dengan mata pelajaran Sejarah


D. Tekbik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi

sesuai dengan penjelasan Kaelan (2012: 85-129) yang mana dalam

memperoleh data dalam penelitian digunakan teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

1. Observasi
Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap Objek. Teknik

observasi menurut (Sutopo, 1996: 59) digunakan untuk menggali data dari

sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, rekaman serta gambar.

Dalam penelitian ini observasi atau pengamatan dilakukan dengan

mengamati aktivitas guru sejarah kelas X dikelas dan para peserta didik

kelas X B dalam kegiatan belajar mengajar di SMAN 11 Banjarmasin tahun

2023 semester genap.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu untuk

mencapai sumber data/informasi yang sedang dicari. Teknik wawancara

adalah teknik yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

langsung kepada narasumber atau informan. Menurut Esferberg (dalam

Moleong 2018:304) Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dari penelitian ini,

peneliti mengoptimalkan dari segi berbicara dengan para responden

mengenai upaya guru pada perencanaan, strategi, dan kendala dalam


mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada pembelajaran sejarah yang mana

penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai responden pertama dan

utama guru sejarah kelas X ibu Murniati, S,Pd.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. Teknik ini

biasanya digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa data sekunder

(data yang telah dikumpulkan orang lain). (Mahmud, 2011). Dokumen

dalam data ini diperoleh dari sebuah referensi yakni Modul, ATP dan buku

IPS/sejarah kelas X

E. Tekbik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik Keabsahan data adalah variasi dari konsep validitas dan realibilitas.

Keabsahan data menyangga apabila didalam penelitian terdapat dugaan bahwa

penelitian tersebut tidak ilmiah dan patut untuk dipertanggungjawabkan hasil

penelitian tersebut. Menurut Ghoni (2012) dalam penelitian kualitatif dilakukan

pemeriksaan terhadap keabsahan data sesuia dengan teknik yang digunakan,

maka penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan dari segala sisi.

Penelitian ini peneliti memakai teknik keabsahan data bentuk triangulasi.

Menurut Sugiyono (2010), triangulasi adalah proses uji kevalidan data dari

berbagai bentuk sumber dengan berbagai bentuk cara yang berbeda dan selang

waktu yang berbeda. Triangulasi tidak bermaksud untuk mendapatkan sebuah


kebenaran, melainkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap data

dan fakta didalam penelitian.

Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik

triangulasi sumber. Menurut Sugiyono (2010), tringulasi merupakan proses

pengecekan data dari berbagai sumber dari data yang berbeda dan kategori

sumber data yang berbeda pula yang kemudian dicari kesimpulan dari

kesepakatan bersama. Di dalam penelitian ini, peneliti meninjau data yang

didapatkan dengan cara melakukan perbandingan data hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, dan kemudian

membandingkan data hasil wawancara dengan data yang diperoleh dari

dokumen yang bersangkutan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan teknik keabsahan data,

peneliti berharap hasil dari perbandingan data dan informasi yang didapatkan

memperoleh kesamaan pandangan, pemikiran, dan diketahuai alasan-alasan

yang terjadi. . Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi terstruktur,

wawancara tidak terstruktur serta dokumentasi untuk sumber data yang selaras.

F. Teknik Analisis Data

Analisis Data merupakan sebuah kegiatan mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengkategorikannya sehingga

diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus/masalah yang ingin dijawab

(Sujarweni, W., 2014, p. 34). Selanjutnya Spedly (1980) menyatakan analisis

data dalam jenis apapun merupakan suatu cara berpikir. hal ini berkaitan dengan
pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian,

hubungan antar bagian, dan hubungannya ddengan keseluruhan (Sugiyono,

2018, p. 320).

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2018, p. 246) menyebutkan bahwa analisis

data kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan sampai

setelah pengumpulan data pada periode tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti

memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap kegiatan pembelajaran

sejarah dalam mewujudkan profil pelajar pancasila pada pembelajaran sejarah

di SMAN 1 Banjarmasin. Kemudian peneliti mengkaji, menelaah, serta

menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian hingga

diperoleh kesesuaian, kebenaran dan ketelitian data. Adapun langkah-langkah

proses analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Sugiyono,

2010:338-345).

1. Pengumpulan data

Dalam penelitian kuaitatif, penelitian data dilakukan dengan observasi,

wawancara mendalam dan analisis dukumen. Tahap observasi dilakukan

untuk mendapatkan data melalui proses mengamati serta mencatat

keterangan atas fenomena yang diselidiki. Di dalam penelitian ini, observasi

dilakukan dengan mengamati kegiatan belajar mengajar sejarah di kelas.

Kemudian mewawancarai dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan

kepada narasumber.

2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilahan data, penyederhanaan, dan

transformasi data yang didapat dari pengumpulan data di lapangan. Data

yang diperoleh dilapangan langsung ditulis dengan rapi secara rinci dan

sistematis, setiap selesai mengunpulkan data. Data yang telah direduksi

akan memberikan bagaimana gambaran yang lebih tajam tentang hasil

pengamatan dilapangan serta mempermudah peneliti untuk mencari ketika

suatu saat data tersebut diperlukan.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya proses penarikan kesimpulan dan

tindakan. Penyajian data penelitian kualitatif diwujudkan melalui teks yang

naratif, bisa juga dalam bentuk grafik dan chart (Sugiyono, 2018, p. 341).

Dalam hal ini penyajian data dalam bentuk naratif.

4. Verifikasi Data

Data yang sudah direduksi dan disajikan secara sistematis akan

disimpulkan sementara. Kesimpulan yang diperoleh pada tahap awal

biasanya kurang jelas, tetapi pada tahap selanjutnya akan semakin tegas dan

memiliki dasar yang kuat. Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus

menerus selama penelitian berlangsung. didalamnya peneliti selalu

berusaha untuk menyimpulkan makna data yang telah didapatkan

dilapangan. Kesimpulan terakhir adalah hasil yang didapat dari gejala dan

realitas yang diteliti yaitu analisis perencanaan, strategi, kendala guru dalam

pembelajaran sejarah di SMAN 11 Banjarmasin.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Amri, Sofan (2013). Pengembangan & Model Pembelajaran Dalam
Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Prestasi Pustakakarya.
Agung S,. Leo 2007. “Peningkatan Profesionalisme Guru Sejarah
dalam Menghadapi Sertifikasi “. Makalah diseminarkan pada acara Temu
Kangen dan Seminar Regional Alumni Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP-UNS”, 8 November 2007.
Agung, L & Sri Wahyuni. 2019. Perencanaan Pembelajaran Sejarah.
Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Aman. (2011). Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Bogdan, Robert, Participant Observation in Organizational Settings
Syracuse, N.Y.: Syracuse University Press.
Darmawan, I. P. A. (2021). Total Quality Management Dalam Dunia
Pendidikan" Model, Teknik Dan Impementasi". Bandung: Widina Bhakti
Persada Bandung.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah. Jakarta.
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 6. 1989. Jakarta: Cipta Adi Pustaka
Heri, S. (2014). Seputar pembelajaran sejarah; isu, gagasan dan
strategi pembelajaran. Aswaja Pressindo.
Hodson, D. (2009). Teaching and learning about science:
Language, theories, methods, history, traditions and values. BRILL.
Juliani, Asarina Jehan, and Adolf Bastian. 2021. “Pendidikan
Karakter Sebagai Upaya Wujudkan Pelajar Pancasila.” In Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pgri
Palembang, 257–65.
Kartodirjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kochhar, S. K. (2008). Pembelajaran sejarah. Jakarta: Grasindo,
161.
Leo Agung, S., & Wahyuni, S. (2013). Perencanaan pembelajaran
sejarah. Ombak.
Majir, A. (2020). Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Abad 21.
Yogyakarta: Deepublish.
Moleong, L. J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif . Remaja
Rosdakarya. Inter Komunika, Stikom InterStudi.
Mulyasa. (2018). Implementasi Kurikulum 2013 Revisi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Saiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran, Untuk
Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung:
Alfabeta
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-
teori Psikologi. Sosial. Jakarta: PT. Balai Pustaka.
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
PT Raja Grafindo.
Suardi, M. (2018). Belajar & pembelajaran. Deepublish.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Susanto, Heri. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah: Isu, Gagasan
dan Strategi dalam Pembelajaran.Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Uchrowi. (2013). Karakter Pancasila: Membangun Pribadi dan
Bangsa Bermartabat. Jakarta: Balai Pustaka.
Widja, I Gede. (1989). Pengantar Ilmu Sejarah dalam Perspektif
Pendidikan.Semarang: Satya Wacana.

Jurnal:
Anas, R. (2022). Peran Guru Penjaskes Dalam Pelaksanaan
Ekstrakurikuler Pramuka di SMP Negeri Se-Kota Jambi. Cerdas Sifa
Pendidikan, 11(1), 07-16.
Basri, I., & Hastuti, H. (2020). Bagaimana Sejarah Seharusnya
Diajarkan?. Jurnal Kronologi, 2(4), 140-148.
Hasanah, A. H., Adha, M. M., & Mentari, A. (2022). Peran Guru
Penggerak Dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila di Sekolah. De
Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
2(10).
Irawati, D., Iqbal, A. M., Hasanah, A., & Arifin, B. S. (2022). Profil
Pelajar Pancasila Sebagai Upaya Mewujudkan Karakter Bangsa.
Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 6(1), 1224-1238.
MGIEP. (2017). Rethinking Schooling For The 21st Century: The
State of Education for Peace, Sustainable Development and Global
Citizenship in Asia. UNESCO: MGIEP.
Murniarti, Erni (2021). Analisis Kompetensi Pedagogik Guru Pada
Pembelajaran Daring Dimasa Pandemi Covid-19. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(4), 1418-1427.
Nurjanah, S. (2017). Internalisasi nilai-nilai pancasila pada pelajar
(upaya mencegah aliran anti pancasila di kalangan pelajar). El-Wasathiya,
5(1), 93–106.
Rifai, A. H. (2021). Strategi Pembentukan Karakter Dalam Perspektif
Imam Al-Haddad. Ar-Raniry, International Journal of Islamic Studies 8(2),
117-136.
Sari, D. P., & Rusmin, A. R. (2018). pengaruh iklim kelas terhadap
motivasi belajar peserta didik di sman3 tanjung raja. Jurnal Profit: Kajian
Pendidikan Ekonomi Dan Ilmu Ekonomi, 5(1), 80-88.
Sibagariang, D., Sihotang, H., & Murniarti, E. (2021). Peran guru
penggerak dalam pendidikan merdeka belajar di indonesia. Jurnal
Dinamika Pendidikan, 14(2), 88-99
Tricahyono, D. (2022). Upaya Menguatkan Profil Pelajar Pancasila
Melalui Desain Pembelajaran Sejarah Berbasis Kebhinekatunggalikaan.
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia, 5(1), 13-23.

Website:
Isi Pasal 31 Ayat 1 - 5 UUD 1945 dan Hak Warga Negara Indonesia.
13 Jan 2022 Detikedu. Diakses pads tanggal 13 Maret 2023.
https://apps.detik.com/detik/
Syamsul Arifin dkk (2021) Profil Sekolah Religius Dalam Upaya
Menciptakan Pelajar Pancasila [IPUSNAS perpustakaan digital]
http;//webadmin-ipusnas.perpusnas.go.id/ipusnas/publications.books/191704

Anda mungkin juga menyukai