Anda di halaman 1dari 37

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA MUATAN IPS

MELALUI PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR


CHECK

(Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Mengenai Permasalahan Sosial di Daerahnya di


kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan Tahun
Ajaran 2023/2024)

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas

Dosen Pengampu : Dr. Pupu Saeful Rahmat, M.Pd.

Disusun Oleh :

Widia Zulianti (20201510070)

Kelas 3B PGSD

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS KUNINGAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, seta hidayah-Nya yang
tiada terkira besarnya, sehingga dapat menyelesaikan tugas membuat proposal penelitian yang
disajikan berjudul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Muatan IPS
Melalui Penggunaan Model Cooperative Learning tipe Pair Check”.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat nanti. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak terkait terutama dosen pembimbing yaitu Dr. Pupu
Saeful Rahmat, M.Pd. yang telah membimbing dan mengarahkan dalam menghadapi
berbagai tantanggan dalam penyusunan proposal penelitian ini. Penulis menyadari bahwa
masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada proposal penelitian ini. Oleh karena
itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan proposal penelitian ini agar lebih baik lagi.
Penulis menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan, seperti
menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca.
Penulis memohon maaf yang sebesar - besarnya jika ada kalimat atau kata - kata yang salah.
Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Allah SWT. Demikian kami ucapkan terima kasih,
semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi para pembaca pada
umumnya, terimakasih.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Kuningan, Mei 2023

Peneliti,

Widia Zulianti

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 5
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 6
D. Tujuan PTK..................................................................................................................... 6
E. Manfaat PTK ................................................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori .................................................................................................................... 8
B. Model Cooperative Learning ........................................................................................ 17
C. Penelitian Terdahulu / Relevan ..................................................................................... 21
D. Hipotesis Penelitian ...................................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek Penelitian ............................................................................................................ 23
B. Setting Penelitian .......................................................................................................... 23
C. Metode Penelitian ......................................................................................................... 23
D. Prosedur Penelitian ....................................................................................................... 24
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Penelitian ............................................................ 28
H. Analisis Data ................................................................................................................. 29
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 31
B. Saran ............................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, di mana pengetahuan dan keterampilan yang harus


dipelajari bertambah dan berkembang semakin kompleks, kemudian upaya-upaya
pembelajaran tersebut mulai diformalkan dalam bentuk apa yang sekarang dikenal
dengan persekolahan. Di manapun proses pendidikan terjadi, menunjukan bahwa
pendidikan mempunyai nilai-nilai yang hakiki tentang harkat dan martabat kemanusiaan.
Pembangunan pendidikan nasional merupakan upaya bersama seluruh komponen
pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk
mewujudkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.Pendidikan
mempunyai posisi strategis untuk meningkatkan kualitas, harkat dan martabat setiap
warga negara sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaulat.

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana yang dilakukan manusia
dalam mengembangkan kemampuan dan kemandirian melalui lingkunganya yang dapat
mempengaruhi perkembangan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung
seumur hidup. Melalui pendidikan siswa mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Sehingga siswa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai
dengan yang diharapkan. Seperti halnya tercantum dalam Undang-undang RI No. 20
tahun 2003 bab I pasal I ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.

Pernyataan tersebut menunjukan betapa pentingnya pendidikan bagi seseorang dalam


mengembangkan potensi agar siswa mampu bersaing dalam kehidupan dengan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimilikinya. Tujuan pendidikan akan tercapai
apabila dalam proses pembelajaranya memberikan pengalaman langsung pada siswa
sehingga siswa aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif merupakan proses

1
meningkatkan prestasi belajar siswa secara optimal. Peningkatan prestasi harus
menumbuhkan interaksi siswa dalam proses pembelajaran yang tidak hanya
mengandalkan buku semata, akan tetapi memberikan masalah-masalah yang dekat dan
nyata dengan kehidupan sosial atau aspek-aspek sosial yang dapat dipecahkan bersama.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus mampu memilih dan menerapkan
model pembelajaran yang bervariasi dan menarik di kelas yang bertujuan untuk
memudahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu pelajaran yang
diberikan dijenjang Sekolah Dasar yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Pada hakikatnya
IPS mengembangkan konsep pemikiran berdasarkan realita-realita sosial.

IPS merupakan salah satu pelajaran di SD yang memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta,konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial (Gunawan, 2013:51).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Supriatna, 2009:21)


menyebutkan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut :

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan


lingkunganya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam
masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, maupun global.

Berdasarkan penjelasan tersebut sangat jelas pentingnya pembelajaran IPS bagi


siswa dalam membentuk pemahaman konsep, kesadaran dan mengembangkan
kemampuan berpikir logis, sehingga siswa mampu mengaitkan pembelajaran dengan
masalah-masalah yang ada di kehidupan nyata. Mengembangkan pemahaman konsep
siswa dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar sangatlah penting. Pemahaman konsep
merupakan kemampuan siswa yang bertujuan agar siswa mampu menangkap makna atau
materi yang dipelajari dengan menggunakan kata-kata sendiri. Pemahaman konsep
sebagai bekal dasar untuk mencapai kemampuan dasar yang lain yaitu penalaran, koneksi
dan pemecahan masalah.

Sanjaya (2009: 70) mengemukakan bahwa:

2
Pemahaman konsep sebagai kemampuan peserta didik yang berupa penguasaan
sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk
lain yang mudah dimengerti, memberikan interpretasi data dan mampu
mengaplikasi konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat tersebut siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila


telah mengerti dan mampu menggambarkan dengan jelas materi yang telah diperoleh,
mampu mengemukakan kembali konsep/materi dengan menggunakan bahasa sendiri dan
mudah dimengerti, serta mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata.

Mengingat bahwa pemahaman konsep sangat penting dan harus dicapai oleh siswa
dalam pembelajaran IPS, maka diperlukan keterampilan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran yang efektif. Proses pembelajaran yang efektif adalah proses
pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam
proses pembelajaran. Sehingga, siswa berperan aktif baik fisik maupun mental dalam
kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna.
Oleh karena itu pembelajaran IPS harus disajikan seoptimal mungkin sehingga siswa
mampu memahami materi yang diajarkan. Namun dalam pelaksanaanya pembelajaran
IPS memiliki beberapa hambatan atau masalah. Lasman (Prathiwi, 2014:2)
mengemukakan bahwa:

Terdapatnya realita dan kritik mendasar pada pendidikan IPS yang diterapkan pada
sekolah-sekolah khususnya dijenjang pendidikan sekolah dasar memiliki
kecenderungan”mata pelajaran yang hanya berisikan fakta, nama dan peristiwa
masa lalu, mata pelajaran yang membosankan, pembelajaranya hanya
bersumberkan pada buku teks, siswa tidak memperoleh sesuatu yang dapat
disimpan dalam memorinya, guru tidak dapat membelajarkan keterampilan
berpikir, dan guru IPS banyak berangkat dari asumsi bahwa tugas mereka adalah
memindahkan pengetahuan dan keterampilan yang ada pada dirinya ke kepala
siswa secara utuh.

Semua ini merupakan suatu cerminan bahwa pembelajaran IPS hanya berbentuk
hafalan semata, kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga
pembelajaran menjadi tidak bermakna. Dalam pembelajaran IPS siswa hanya sekedar
tahu tanpa memahami suatu konsep pembelajaran. Pembelajaran yang monoton
mengakibatkan rasa bosan pada siswa. Sejalan dengan beberapa masalah tersebut
memang benar terjadi dilapangan.

3
Di SD Negeri 1 Mekarwangi Kelas IV Kecamatan Lebakwangi Kabupaten
Kuningan pada umumnya pembelajaran IPS yang disajikan bersifat konvensional,
pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered) mengakibatkan siswa hanya
sebatas mengetahui materi tanpa memahami maknanya, kurangnya keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran menjadikan pembelajaran tidak bermakna hal tersebut
ditandai dengan saat guru mengajukan pertanyaan hanya 2-3 orang siswa saja yang
terlibat aktif dalam proses pembelajaran sedangkan siswa lainya mengobrol bahkan
bermain-main dengan teman sebangkunya tanpa memperhatikan guru saat mengajar
maupun mengajukan pertanyaan. Selain itu, dari hasil pengamatan kurangnya variasi
metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sehingga siswa mengalami kejenuhan
saat proses pembelajaran berlangsung. Ditemukan permasalahan pada mata pelajaran IPS
yaitu masih banyak siswa yang kurang dalam memahami konsep materi yang diajarkan.
Siswa kurang mampu menjelaskan, memberikan contoh-contoh, serta tidak mampu
mengaitkan konsep-konsep materi yang telah dipelajari sehingga guru harus terus
menerus mengulang. Dalam pembelajaran pemahaman konsep merupakan bagian yang
penting karena pemahaman merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki setiap
siswa dalam memahami konsep-konsep IPS yang lebih lanjut, akan tetapi apabila siswa
tidak memahami akan menghambat terhadap materi yang selanjutnya akan disampaikan
sehingga masalah ini sangat penting untuk di tangani. Pemahaman konsep terhadap
materi pembelajaran yang rendah ini mengakibatkan siswa yang mencapai KKM yang
ditetapkan sekolah sebesar 75 hanya beberapa orang saja.

Hal ini terlihat dari nilai hasil Ujian Akhir Semester (UAS) IPS semester ganjil
Tahun Ajaran 2021-2022 siswa kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi yang terlihat masih
banyak siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah
ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran IPS sebesar 75. Berdasarkan perolehan hasil
nilai UAS siswa, diketahui dari jumlah siswa sebanyak 11 orang hanya 2 orang siswa
atau (18%) siswa yang mencapai KKM sedangkan sisanya sebanyak 9 orang siswa atau
(82%) siswa masih berada dibawah KKM.

Mengantisipasi permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu inovasi dalam


kegiatan pembelajaran dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang optimal. Oleh
karena itu, peneliti ingin berusaha meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata
pelajaran IPS di kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten
Kuningan dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Pair Check. Menurut

4
Sanjaya (Yantiani, 2013: 5 ) dijelaskan bahwa „Pembelajaran Cooperative learning tipe
Pair Check adalah suatu tipe pembelajaran cooperative yang berpasangan (kelompok
sebangku) yang bertujuan untuk mendalami atau melatih materi yang telah
dipelajarinya‟.

Model pembelajaran Cooperative learning tipe Pair Check menuntut kemandirian


dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan. Dimana penekanan
pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Yantiani (2013: 5)

Keunggulan pembelajaran Cooperative learning tipe Pair Check yaitu siswa


mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana
yang menyenangkan, model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia, melalui penataan serta penyediaan sumber belajar
yang mendukung sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Penggunaan model Cooperative learning tipe Pair Check memberikan pengaruh


yang sangat besar dalam peningkatan pemahaman konsep siswa. Siswa dapat
mengembangkan semua potensinya dengan berperan aktif dalam proses pembelajaran,
saling memberikan gagasan atau ide terhadap suatu permasalahan untuk mendapatkan
kesepakatan dalam menyelesaikan masalah. Dari proses pembelajaran tersebut dapat
memudahkan siswa dalam memahami konsep materi yang diajarkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka judul yang akan peneliti angkat dalam penelitian
proposal ini adalah “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Muatan IPS
Melalui Penggunaan Model Cooperative Learning tipe Pair Check”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Pada mata pelajaran IPS di SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi
Kabupaten Kuningan pembelajaran disajikan sebagian besar bentuk hafalan dan
bersifat konvensional.
2. Kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPS di SD Negeri 1
Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan masih rendah.

5
3. Kurangnya keterampilan siswa dalam mengaitkan konsep materi yang telah diajarkan
pada mata pelajaran IPS di SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi
Kabupaten Kuningan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka peneliti
dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah upaya meningkatkan memahaman konsep siswa pada muatan IPS
melalui penggunaan model Cooperative Learning tipe Pair Check di kelas IV SD Negeri
1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan?

D. Tujuan PTK

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPS
dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Pair Check di kelas IV SD
Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.

E. Manfaat PTK

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini memberikan pengetahuan atau teori baru
yang dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya tentang meningkatkan
pemahaman konsep siswa pada materi melalui model Cooperative Learning tipe
Pair Check.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, menumbuhkan motivasi belajar dan mengembangkan kemampuan
pemahaman konsep bagi siswa melaui pembelajran IPS.
b. Bagi guru, sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi
pembelajaran yang sesuai dan sebagai masukan meningkatkan efektivitas dalam
mengembangkan kemampuan guru yang bermanfaat bagi perbaikan dalam
proses pembelajaran serta meningkatkan kemampuan guru itu sendiri.
c. Bagi sekolah, untuk menambah sumber kajian pustaka yang dapat dimanfaatkan
oleh lembaga sebagai sarana peningkatan kemampuan guru agar dapat

6
mengetahui dan mendalami model pembelajaran yang variatif khususnya dalam
model Cooperative Learning tipe Pair Check.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep Dasar IPS


Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari berbagai
aspek. IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang
diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial
IPS merupakan kajian disiplin ilmu yang diberikan kepada siswa agar siswa
mampu mengembangkan berbagai aspek-aspek sosial yang dimilikinya. Menurut
Gunawan (2013: 78) mengemukakan bahwa “IPS merupakan program pembelajaran
melalui pendekatan multidisplin dan pendekatan terpadu sebagai disiplin ilmu-ilmu
sosial dan humaniora”. Berdasarkan pengertian tersebut berarti pembelajaran IPS
merupakan perpaduan disiplin ilmu sosial yang mencakup ekonomi, sosiologi,
antropologi, sejarah, geografi yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
siswa tentang berbagai aspek-aspek sosial dan kemanusiaan.

Pembelajaran IPS disajikan berdasarkan berbagai fakta kehidupan masyarakat


dan fenomena serta kebudayaan yang memberikan suatu kajian ilmu yang harus
diberikan kepada siswa baik tingkat sekolah dasar maupun menengah. Pembelajaran
IPS disajikan dengan tujuan membentuk siswa menjadi warga negara yang baik yang
memiliki wawasan luas dalam kehidupan yang mampu bersaing di tingkat global.
Alma (Susanto,2014: 141) mengemukakan bahwa :

IPS sebagai suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang
pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisiknya,
maupun dalam lingkungan sosialnya dan yang bahanya diambil dari berbagai
ilmu sosial, seperti : geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik,
dan psikologi.

Hal senada juga dikemukakan oleh Banks dan Jarolimek (Susanto,2014: 141)
„Pendidikan IPS berhubungan erat dengan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-

8
nilai yang memungkinkan siswa berperan serta dalam kelompok masyarakat dimana
ia tinggal‟. Berdasarkan berbagai uraian teori dapat disimpulkan bahwa IPS
merupakan bidang studi yang diajarkan dijenjang SD yang didalamnya terdapat
gabungan berbagai ilmu sosial yang dipadukan untuk kepentingan pendidikan
disekolah yang disusun secara sistematis. Melalui pembelajaran IPS dapat membantu
mengembangkan kemampuan yang menyeluruh tentang berbagai aspek ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan.

Dengan demikian peranan IPS sangatlah penting untuk mendidik siswa


mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimilikinya. Sehingga
siswa mampu menjalankan kehidupan sosialnya dimasyarakat dengan baik dan
bertanggung jawab.

2. Tujuan IPS
Pendidikan IPS yang diberikan dijenjang persekolahan bukan hanya
memberikan pengetahuan saja melainkan memberikan suatu keterampilan kepada
siswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan IPS
dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi masalah-masalah
sosial dalam kehidupan.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Supriatna, dkk
2009:21) dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkunganya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3)
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

Selanjutnya secara khusus tujuan pendidikan IPS disekolah dapat


dikelompokan menjadi empat komponen seperti halnya dikemukakan oleh Chapin
dan Messick (Susanto,2014: 147) yaitu :

1) Memberikan kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam


kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan
datang.

9
2) Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk mencari dan
mengolah atau memproses informasi.
3) Menolong siswa untuk mengembangkan nilai sikap demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat.
4) Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam kehidupan
sosial.

Gunawan (2013: 48) mengemukakan bahwa tujuan dari pembelajaran IPS yaitu :

Membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan


kehidupanya sendiri ditengah-tengah kekuatan fisik dan sosial, yang pada
giliranya akan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab,
sedangkan ilmu sosial bertujuan menciptakan tenaga ahli dalam bidang ilmu
sosial.

Berdasarkan penjelasan berbagai teori, diharapkan pembelajaran IPS mampu


mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik supaya memiliki
wawasan yang luas. Sehingga mampu mengembangkan keterampilan berpikir dalam
mengkaji berbagai kenyataan sosial beserta masalahnya. Oleh karena itu pembelajaran
IPS haruslah diajarkan kepada siswa tidak hanya semata pemberian sebuah informasi
saja tetapi bagaimana cara informasi yang diberikan dapat dipahami oleh siswa
sehingga siswa dapat berkontribusi secara langsung terhadap permasalahan sosial
yang terjadi di lingkunganya. Tujuan pembelajaran IPS diharapkan siswa menjadi
warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai social

3. Ruang Lingkup IPS


Mengingat manusia dalam konteks sosial yang kajianya sangat luas, maka
pengajaran IPS disetiap jenjang pendidikan memiliki ruang lingkup sesuai dengan
tingkat masing-masing jenjang pendidikan „Mata pelajaran IPS berdasarkan pasal 37
UU Sisdiknas dikemukakan bahwa IPS merupakan muatan wajib yang harus ada
dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah‟ (Sapriya,2012: 79).
Menurut Gunawan (2013:51) ruang lingkup materi pelajaran IPS disekolah
dasar yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Dasar meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
1) Manusia, tempat dan lingkungan.
2) Waktu, keberlanjutan dan perubahan.
3) Sistem sosial dan budaya.
4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

10
Selanjutnya Susanto (2014: 160) mengemukakan ruang lingkup materi IPS
disekolah dasar memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Ilmu pengetahun sosial merupakan gabungan dari unsur geografi, sejarah,


ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang
humaniora, pendidikan dan agama.
2) Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS juga menyangkut berbagai
masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan
multidisipliner.
3) Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan dimensi dalam
mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara
keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan berbagai teori dapat disimpulkan bahwa IPS


merupakan mata pelajaran yang mengkaji hubungan manusia dan lingkunganya
yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhanya. Mempelajari dan menelaah
mengkaji kehidupan manusia dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota
masyarakat. Materi IPS disederhanakan dari ilmu sosial yang menyangkut fakta,
konsep dan generalisasi. Ruang lingkup IPS disekolah dasar dibatasi sampai gejala
dan masalah sosial terutama gejala dan masalah sosial sehari-hari yang ada di
lingkungan sekitar siswa. Sehingga ruang lingkupnya mencakup manusia, ruang,
waktu, tempat, sistem sosial dan budaya.

4. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan hal yang penting bagi siswa untuk mengukur
seberapa besar siswa paham suatu materi yang dipelajari atau seberapa besar
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pemahaman menurut
Bloom (Susanto, 2014: 6) diartikan sebagai „Kemampuan untuk menyerap arti dari
materi atau bahan yang dipelajari‟. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa
besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan
oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa
yang ia baca, yang ia lihat, yang ia alami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian
atau observasi langsung yang ia lakukan.
Sudijono (Sulaeman,2013: 4) mengemukakan bahwa „pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah setelah sesuatu
itu diketahui dan diingat‟. Pemahaman merupakan unsur kognitif yang penting bagi

11
seseorang, seseorang dikatakan paham apabila ia mampu memberikan uraian dan
penjelasan secara luas dan dapat mengaitkan dengan kondisi saat ini.
Sudjana dan Surjaman (2014: 24) mengemukakan pemahaman dapat
dibedakan kedalam tiga kategori yaitu :

Pertama pemahaman terjemahan, yaitu mulai dari terjemahan dalam arti yang
sebenarnya, kedua pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian
terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa
bagian dari grafik dengan kejadian, ketiga pemahaman ekstrapolasi yaitu siswa
dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
masalahnya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa yang telah memahami
suatu hal atau materi pelajaran siswa tidak hanya mampu menggambarkan,
memberikan contoh-contoh tetapi mampu menjelaskan kembali dan mampu
mengaitkan hasil pemahamanya dengan hal yang lain dalam kehidupanya.

Menurut susanto (2014- 8) dapat dijelaskan bahwa pemahaman terdiri dari


beberapa aspek, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

1) Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan


menginterpretasikan sesuatu. Siswa mampu menjelaskan serta menafsirkan
secara luas dan mampu menghubungkan kondisi saat ini dengan kondisi yang
akan datang.
2) Pemahaman bukan sekedar mengetahui yang biasanya hanya sebatas
mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa yang pernah
dipelajari. Bagi yang benar-benar paham ia mampu menggambarkan,
memberi contoh dan penjelasan yang lebih luas dan memadai.
3) Pemahaman lebih dari sekedar mengetahui, karena pemahaman melibatkan
proses mental yang dinamis, dengan memahami ia akan mampu memberikan
uraian dan penjelasan yang lebih kreatif, tidak hanya memberikan gambaran
dalam satu contoh saja tetapi mampu memberi gambaran yang lebih luas dan
baru sesuai dengan kondisi saat ini.
4) Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang masing-masing tahap
mempunyai kemampuan tersendiri seperti menerjemahkan,
menginterpretasikan, ekstrapolasi, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi.

Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan


proses berpikir siswa dalam menerima, memahami, membedakan, menjelaskan,
memberi contoh, dan mengemukakan suatu hal yang diperolehnya. Pemahaman siswa
dapat dilihat seberapa besar ia menerima suatu pembelajaran, seberapa besar siswa

12
mampu menjelaskan kembali suatu konsep materi, mampu memberikan contoh-
contoh, menuliskan kembali atas dasar apa yang ia pahami sehingga mampu
mengaitkan pemahaman yang diterima dengan situasi yang baru. Selain itu siswa
dapat membuktikan memahami fakta-fakta atau konsep yang diperolehnya.

Dorothy, J.S. (Susanto,2014: 8) mengemukakan bahwa „Konsep merupakan


sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan, atau suatu
pengertian‟. Konsep merupakan batu pembangun berpikir. Konsep merupakan dasar
bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi.
Menurut Dahar (2011: 62) “ Untuk memecahkan masalah, seseorang siswa harus
mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan yang diperoleh berdasarkan pada
konsep-konsep yang diperolehnya”. Konsep-konsep yang dipahami siswa akan
membantu dalam memecahkan suatu masalah dengan gambaran ide atau gagasan
yang berada dalam pikiranya.

Susanto (2014 : 8) orang yang telah memiliki konsep berarti “Orang tersebut
telah memiliki pemahaman yang jelas tentang suatu konsep atau citra mental tentang
sesuatu yang dapat berupa objek konkret ataupun gagasan yang abstrak”. Menurut
Dahar (2011: 62) “Konsep menyediakan skema terorganisasi untuk mengasimilasikan
stimulus baru dan menentukan hubungan didalam dan diantara kategori-kategori”.

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan


bagian pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam karakteristik yang dapat
menjelaskan atau menyusun suatu peristiwa, obyek, ide atau pikiran melalui apa yang
ia baca, ia teliti, menganalisis atas yang ia pahami. Dalam tahap pembentukan konsep
guru bisa mengawali dengan pemberian tugas pada tiap kelompok dengan
mengerjakan tugas secara berkelompok siswa mulai mengenal berbagai konsep materi
yang diajarkan guru.

Nasution (Sulaeman 2013: 5) mengemukakan bahwa :

Pemahaman konsep adalah kemampuan individu untuk memahami suatu konsep


tertentu. Seorang siswa telah memiliki pemahaman konsep apabila siswa telah
menangkap makna atau arti dari suatu konsep. Bentuk dari pemahaman konsep
berupa pemahaman terjemahan, pemahaman penafsiran dan pemahaman
ekstrapolasi.

13
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa pemahaman konsep
yaitu suatu kemampuan kognitif maupun mental siswa dalam memahami suatu hal
baik itu obyek, benda, peristiwa melalui suatu proses baik itu diperoleh melalui
membaca, mengamati, mengkaji dan menganalisis. Siswa yang memiliki pemahaman
suatu konsep ia mampu mengembangkan pengetahuanya, mampu menafsirkan,
mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan,
menjelaskan suatu obyek atau peristiwa yang ia pahami.

Selanjutnya pemahaman konsep menurut Bloom (Susanto, 2014:6) juga


mengatakan:

Pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap pengertian – pengertian


seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang
lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi, dan mampu mengaplikasikanya.
Pemahaman konsep sangat diperlukan bagi siswa yang sudah mengalami proses
belajar. Pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang ada kaitan dengan konsep yang dimiliki.
Dalam pemahaman konsep siswa tidak hanya sebatas mengenal tetapi siswa harus
dapat menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya.

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep


adalah kemampuan kognitif dan mental siswa dalam memahami, menyatakan ulang
dengan bahasa sendiri, memberi contoh, serta mengaitkan berbagai konsep atas apa
yang ia dengar maupun yang ia lihat dan tersimpan dalam ingatan kemudian
mengaplikasikasnya dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun indikator pemahaman konsep menurut Anderson dan Krathwol


(Cahyo, 2015: 43) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1
Indikator Pahaman Konsep
Kategori dan Proses Sub Indicator Definisi
1.1 Menafsirkan Menerjemahkan Mengubah satu bentuk
gambaran menjadi bentuk
lain
1.2 Mencontohkan Memberi Contoh Menemukan contoh atau
ilustrasi tentang konsep atau
prinsip.
1.3 Mengkategorikan Menentukan sesuatu dalam
Mengklasifikasikan Mengelompokkan kategori.

14
1.4 Merangkum Mengabstraksi Mengabstraksikan tema
Menggeneralisasi umum atau point-point
pokok.
1.5 Menyimpulkan Menyarikan Membuat kesimpulan yang
logis dan informasi yang
diterima.
1.6 Membandingkan Mencocokan Menentukan hubungan
antara dua ide, dua obyek
dan semacamnya.
1.7 Menjelaskan Membuat Model Membuat model sebab
akibat dalam sebuah system.
Sumber : Cahyo (2015: 43)

Berdasarkan indikator-indikator pemahaman konsep yang dikembangkan oleh


Anderson dan Krathwol (Cahyo,2015: 43). Peneliti hanya menggunakan beberapa
indikator yaitu mencontohkan, mengklasifikasikan dan menjelaskan. Pertimbangan
pengambilan indikator tersebut disesuaikan dengan karakteristik perkembangan
kognitif siswa kelas IV. Selain itu, indikator- indikator tersebut didasarkan pada
masalah-masalah yang terjadi di kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan
Lebakwangi Kabupaten Kuningan.

Masalah-masalah yang terjadi di kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi


Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan yaitu dimana setelah mengikuti
pelajaran siswa tidak mampu menjelaskan kembali konsep materi yang dipelajari,
tidak mampu memberikan contoh, dan tidak mampu mengklasifikasi materi yang
dipelajari.

Keluasan tujuan pembelajaran akan berbeda dan dipengaruhi oleh jenis


kemampuan atau karakteristik siswa kelas IV yang diteliti. Kelas IV SD Negeri 1
Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan berusia sekitar 10 tahun.
Piaget (Komalasari,2014: 20) membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi
empat yaitu :

Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun), tahap praoperasional (umur 2-7 tahun)
yaitu tahap penggunaan simbol atau bahasa tanda, tahap operasional konkret
(umur 8-11 tahun) dengan ciri pokok perkembangan adalah anak telah memiliki
kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret, dan tahap operasional formal (12-18 tahun ) ciri berpikir anak sudah
mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola kemungkinan.

15
Dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesis.

Berdasar pada teori Piaget diatas, bahwa siswa kelas IV berada pada tahap
operasional konkret (umur 8-11 tahun) siswa memiliki kemampuan logis akan tetapi
hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Pada tahap ini adanya kemampuan
klasifikasi, menyusun maupun memecahkan masalah, akan tetapi belum memahami
problem abstrak. Seperti yang dikemukakan oleh Piaget (Yusuf& Nani, 2011: 61)
mengenai perkembangan kognitif menyatakan bahwa :

Usia SD/MI daya pikirnya sudah berkembang kearah berpikir konkret dan
rasional. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif , tahap operasi konkret yang
ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan, (2) menyusun atau
mengasosiasikan, (3) memecahkan masalah yang sederhana.

Berdasarkan teori tersebut perkembangan anak pada kelas IV berada pada


tahap operasional konkret. Kemampuan yang dimiliki siswa diantaranya siswa
mampu mengelompokan atau menggolongkan objek berdasarkan ciriciri, bentuk,
maupun warna dan sebagaianya. Kemampuan siswa dalam menyusun suatu benda
atau obyek berdasarkan besar atau kecilnya benda-benda tersebut. Kemampuan dalam
memecahkan masalah yang sederhana yang didapat berdasarkan pada hal-hal yang
bersifat konkret yaitu siswa akan menggunakan operasi mental dalam memecahkan
masalah yang bersifat aktual.

Selanjutnya menurut Piaget (Budiman, dkk, 2012:101) menyatakan „ciriciri


perkembangan kognitif lainya pada anak usia SD adalah kemampuan seriasi,
klasifikasi, dan kausalitas‟. Berdasarkan teori tersebut bahwa perkembangan kognitif
anak SD pada tahap operasional konkret, yang memiliki kemampuan seriasi yaitu
siswa mampu mengurutkan atau menyusun obyek bedasarkan besar atau kecilnya
benda-benda tersebut, siswa memiliki kemampuan dalam mengklasifikasi atau
mengelompokan obyek, dan siswa mampu berpikir kausalitas yakni siswa mampu
menjelaskan penyebab suatu peristiwa atau kejadian.

Jadi berdasarkan teori diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa anak usia
SD yang berada pada tahap operasional konkret memiliki beberapa kemampuan Yaitu
kemampuan seriasi (mengurutkan atau menyusun), klasifikasi (mengelompokan atau
menggolongkan) benda atau objek berdasarkan ciri-ciri bentuk maupun warna dan
kemampuan kausalitas (menjelaskan penyebab suatu peristiwa). Oleh karena itu
16
peneliti dalam mengukur pemahaman konsep memfokuskan pada indikator
mencontohkan, mengklasifikasi dan menjelaskan.

B. Model Cooperative Learning

a. Pengertian Model Cooperative Learning


Pembelajaran Cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran
yang berdasarkan kegiatan kerjasama, siswa sebagai anggota kelompok saling
bekerja sama untuk mencapai suatu tugasnya dalam memahami materi pelajaran.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh Rusman (2012:202):
Pembelajaran Cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara
siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok
yang bersifat heterogen.

Pembelajaran Cooperative learning bertujuan agar siswa saling bekerja sama


untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran menjadi
bermakna karena dengan pembelajaran berkelompok ini mampu memotivasi siswa
agar siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Dengan pembentukan kelompok
berdasarkan berbagai karakteristik mampu melatih siswa saling menghargai berbagai
perbedaan dan saling berkolaboratif dalam memecahkan suatu persoalan. Abidin
(2014:124) mengemukakan bahwa: Model pembelajaran Cooperative learning
merupakan model pembelajaran yang meningkatkan aktivitas kerjasama siswa dalam
belajar berbasis ketergantungan positif dan pembagian tugas yang jelas.
Cooperative learning tidak hanya bergantung pada satu individu akan tetapi
partisipasi anggota kelompok dan ketergantungan yang sifatnnya positif sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berdasarkan
pendapat para ahli, dapat peneliti simpulkan bahwa model cooperative learning
adalah model pembelajaran yang menekankan pada kerjasama siswa dalam
kelompok untuk membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
b. Jenis-jenis Cooperative Learning
Cooperative Learning memiliki berbagai jenis, yang dibedakan berdasarkan
cara kerja pembelajaran secara berkelompok. Salah satu dari beberapa jenis model
Cooperative learning adalah model cooperative learning tipe Pair Check. Selain
model cooperative learning tipe pair check ada beberapa jenis model Cooperative

17
learning yaitu seperti yang dijelaskan oleh Isjoni. Menurut Isjoni (2009: 73)
beberapa variasi model dalam pembelajaran kooperatif yaitu: Student Team
Achiement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Team
Assisted Individualization (TAI), dan Group Investigation (GI).
Penulis memilih model pembelajaran Cooperative learning tipe Pair Check.
Karena model pembelajaran ini dipandang sangat tepat untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di kelas, agar guru dan siswa merasakan
kemudahan dalam proses pembelajaran sehingga pemahaman konsep siswa dapat
meningkat.
c. Model Cooperative Learning Tipe Pair Check
Model Cooperative learning tipe Pair Check merupakan model pembelajaran
berkelompok yang saling berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagan pada
tahun 1990. Model ini menerapkan pembelajaran Cooperative learning tipe Pair
Check yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
persoalan. Model ini juga melatih tanggung jawab sosial siswa, kerja sama, dan
kemampuan memberi penilaian (Huda, 2013: 211). Model pembelajaran
Cooperative learning tipe Pair Check adalah modifikasi dari tipe think pairs share,
dimana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek
jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan (Faiq,
2013).
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa Model Cooperative learning tipe
Pair Check adalah model pembelajaran berkelompok, yang saling berpasangan.
Model ini menerapkan pembelajaran kooperatif yang menuntut kemandirian dan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan, serta melatih tanggung jawab
sosial siswa, kerja sama, dan kemampuan memberi penilaian.
d. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe Pair Check
Secara umum, sintak pembelajaran Cooperative learning tipe Pair Check
adalah : (1) bekerja berpasangan; (2) pembagian peran partner dan pelatih (3) guru
memberi soal, partner menjawab; (4) pengecekan jawaban; (5) bertukar peran; (6)
penyimpulan; (7) evaluasi; (8) refleksi (Huda, 2013: 211).
Menurut Huda langkah- langkah rinci penerapan model Cooperative learning
tipe Pair Check adalah sebagai berikut :
a. Guru menjelaskan konsep.

18
b. Siswa dibagi ke dalam beberapa tim. Setiap tim terdiri dari empat orang.
Dalam satu tim ada dua pasangan. Setiap pasangan dalam satu tim dibebani
masing-masing satu peran yang berbeda: pelatih dan partner.
c. Guru membagikan soal kepada partner.
d. Partner menjawab soal, dan pelatih bertugas mengecek jawabannya. Partner
yang menjawab satu soal dengan benar berhak mendapat satu kupon dari
pelatih.
e. Setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama
lain.
f. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal.
g. Setiap tim mengecek jawabannya.
h. Tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah atau reword oleh
guru.

Menurut Edi Suriawan (2011: 2) langkah-langkah model Cooperative learning


tipe Pair Check adalah sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.


b. Guru membentuk kelompok berpasangan.
c. Satu orang bekerja menyelesaikan soal dan pasangannya bertugas sebagai
tutor, memeriksa dan mengecek.
d. Pemeriksa mengecek pekerjaan pasangannya, jika ada pertentangan diantara
mereka, mereka boleh menanyakannya pada pasangan lain dalam kelompok.
e. Jika pasangan setuju dengan jawaban, yang berarti benar, tutor memberi
pujian.
f. Pembelajar berganti peran dan mengulangi langkah 3–5. Pembelajar yang
berperan sebagai tutor menjadi pemecah masalah.
g. Jika jawaban benar, mereka saling berjabat tangan.
h. Kelompok mempersentasikan hasil diskusi.
i. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang paling baik.

Dari kedua teori yang telah disampaikan diatas, yang akan peneliti gunakan
dalam penelitian ini adalah teori Huda. Mengingat langkah-langkah pembelajaran
yang digunakan dirasa cocok dengan perkembangan dan karakteristik siswa SD
dimana peneliti melakukan penelitian. Adapun langkahlangkah pembelajaran
berdasarkan model Cooperative learning tipe Pair Check dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) materi permasalahan sosial sebagai berikut :

a. Guru menjelaskan konsep mengenai permasalahan sosial


b. Siswa dengan bimbingan guru membuat tiga tim. Dimana setiap tim terdiri
dari empat orang , pembagian tim didasarkan pada tempat duduk. Dalam satu
tim ada dua pasangan dimana setiap pasangan dalam satu tim diberikan peran

19
yang berbeda sebagai pelatih dan partner. Pembagian peran ini dibantu
dengan bimbingan dari guru.
c. Guru memberikan LKS kepada setiap pasangan untuk dikerjakan. LKS
terdiri dari 4 soal.
d. Berikan kesempatan pada partner untuk mengerjakan soal nomor satu,
sementara pelatih mengamati, memotivasi, dan membimbing selama partner
mengerjakan soal nomor satu.
e. Selanjutnya bertukar peran, pelatih mengerjakan soal nomor dua dan partner
mengamati, memotivasi, dan membimbing selama pelatih mengerjakan soal
nomor dua. Begitu seterusnya sampai semua soal terselesaikan dengan baik.
f. Setelah empat soal diselesaikan, pasangan tersebut mengecek hasil pekerjaan
mereka berdua dengan pasangan lain yang satu tim dengan mereka.
g. Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal.
h. Setiap tim mengecek jawabanya.
i. Tim yang paling banyak mendapatkan kupon diberi reward oleh guru berupa
alat-alat tulis.
e. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Pair Check
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Termasuk model Cooperative learning tipe Pair Check. Huda (2013: 212)
menyatakan bahwa Cooperative learning tipe Pair Check memiliki
kelebihankelebihannya tersendiri, antara lain :
1) Meningkatkan kerja sama antar siswa;
2) Meningkatkan pemahaman atas konsep dan/atau proses pembelajaran; dan
3) Melatih siswa berkomunikasi dengan baik dengan teman sebangkunya.

Sementara itu, model ini juga memiliki kekurangan utamanya karena model
tersebut membutuhkan (1) waktu yang benar-benar memadai dan (2) kesiapan siswa
untuk menjadi pelatih dan partner yang jujur dan memahami soal dengan baik
(Huda, 2013: 212).

Cooperative Learning tipe pair check memberikan dampak yang sangat besar
kepada siswa. Pembelajaran dengan model ini memberikan dampak pembelajaran
langsung kepada siswa. Siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga
pembelajaran menjadi bermakna. Melalui pembelajaran model ini siswa mampu
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam pembelajaran
menggunakan model ini dibutuhkan seorang guru yang memiliki keterampilan
pengelolaan kelas yang baik, pengelolaan waktu, pengelolaan peserta didik yang
baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.

20
C. Penelitian Terdahulu / Relevan

Terdapat hasil penelitian yang menjadi pendukung terlaksananya penelitian ini.


Adapun penelitian-penelitian relevan terdahulu yang antara lain dilakukan oleh :
1. Maula (2015) dengan judul Penerapan Model Cooperative learning tipe Pair Check
Berbantuan Media Flashcard untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada
siswa kelas IVB SDN Wonosari 02 Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukan
keterampilan guru pada siklus I memperoleh skor 26 kategori cukup, siklus II
memperoleh skor 34 kategori baik, dan siklus III memperoleh skor 41 kategori sangat
baik. Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor 18,1 kategori cukup, siklus II
memperoleh skor 23,1 kategori baik, dan siklus III memperoleh skor 27,3 kategori
sangat baik, ketuntasan klasikal hasil belajar pada siklus I sebesar 63,15% kategori
cukup, siklus II sebesar 73,61% kategori baik, siklus III sebesar 84,97% kategori
sangat baik.
2. Andrianti (2012) dengan judul penelitian Upaya Guru dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Cooperative learning tipe Pair Check pada
Mata Pelajaran Ekonomi di SMA 9 Kota Cirebon. Penelitian ini mengenai hasil
belajar siswa SMA Negeri 9 Kota Cirebon terhadap model pembelajaran pair check
seluruhnya berhasil 100% hal ini dapat dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang
meningkat dari setiap siklusnya perolehan nilai rata-rata siklus I adalah 55,27% atau
54% siswa yang telah mencapai KKM. Pada siklus II skor ratarata hasil belajar siswa
adalah 56,66% atau 60% siswa yang telah mencapai KKM. Pada siklus III skor rata-
rata hasil belajar siswa adalah 68,61% atau 96% siswa yang telah mencapai KKM.
Dan siklus IV mengalami peningkatan yaitu 77,8% atau 100% siswa yang telah
mencapai KKM.
3. Yantiani, Warta dan Putra (2013), dengan judul Pembelajaran Cooperative learning
tipe Pair Check Berpengaruh terhadap Hasil Belajar Materi Bangun Ruang dan
Bangun Datar Siswa Kelas IV Gugus IV Semarapura. Hasil penelitian menunjukan
penggunaan model kooperatif Pair Check berpengaruh terhadap hasil belajar pada
materi bangun ruang dan bangun datar. Hal tersebut dapat dibuktikan hasil pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji-t diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 9,11 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =2,021
dalam taraf signifikansi 5% dan dk=46. Dengan membandingkan hasil 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑡𝑛𝑔 dan
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔≥𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (9,11≥2,021). Perolehan nilai rerata pada

21
kelompok eksperimen yaitu 85,43 sedangkan pada kelompok kontrol nilai reratanya
58,40.
4. Sentiana (2015) dengan judul penelitian Keefektifan Model Cooperative learning
tipe Pair Check dalam Pembelajaran IPS pada Peserta Didik Kelas III SDN
Karangkemiri Kabupaten Banyumas. Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan
yang signifikan hasil belajar IPS peserta didk kelas III pada materi sejarah uang
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ini dibuktikan dengan uji Independent
Samples T-Test, nilai t hitung = 2,362 lebih besar dari t table = 2,048. Hasil uji
hipotesis keefektifan dilakukan secara empiris diperoleh 4,74 yang bernilai positif
berarti model Cooperative learning tipe Pair Check lebih efektif. Pengujian
keefektifan secara statistik dengan uji t pihak kanan menggunakan One Sample T-
Test diperoleh nilai t hitung 3,954 > t tabel 2,145.
Penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dan dapat memberikan kontribusi
dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti akan melaksanakan
penelitian dengan menerapkan model Cooperative learning tipe Pair Check dalam
pembelajaran IPS materi permasalahan sosial sebagai upaya untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten
Kuningan.

D. Hipotesis Tindakan

Menurut Sugiyono (2009: 96), Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap


rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pemikiran yang merupakan
jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Berdasarkan pada permasalahan yang ada peneliti merumuskan hipotesis dari
tindakan kelas ini adalah “ Jika model Cooperative learning tipe Pair Check diterapkan
pada pembelajaran IPS maka pemahaman konsep siswa dapat meningkat”.

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan


Lebakwangi Kabupaten Kuningan Tahun Ajaran 2023/2024. Dengan jumlah siswa 22
orang siswa laki-laki terdiri dari 12 orang dan siswa perempuan 10 orang.

B. Setting Penelitian

1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari penyusunan proposal pada bulan April 2023 dan
penyusunan instrumen pada bulan Mei 2023. Penelitian dilaksanakan pada semester
II Tahun Pelajaran 2023/2024. Dilaksanakan pada waktu tersebut karena berdasarkan
program semester mata pelajaran IPS kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan
Lebakwangi Kabupaten Kuningan materi mengenai masalah-masalah sosial
didaerahnya dilaksanakan pada bulan April 2023.
2. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan
Lebakwangi Kabupaten Kuningan pada kelas IV mata pelajaran IPS materi masalah-
masalah social di daerahnya. Alasan memilih SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan
Lebakwangi Kabupaten Kuningan sebagai tempat penelitian berdasarkan
pertimbangan hasil pengamatan dan wawancara terhadap guru kelas IV bahwa
pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPS masih rendah. Oleh karena itu,
perlunya perbaikan yang tepat dalam proses pembelajaran. Peneliti dalam hal ini
akan mencoba menerapkan model Cooperative Learning tipe Pair Check.

C. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan yaitu metode Penelitian Tindakan Kelas melalui siklus
demi siklus. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam siklus berulang
sampai dua siklus, yaitu:
1) Jika pada siklus 1 setelah direfleksi kriteria keberhasilan tindakan belum tercapai,
maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya.

23
2) Jika pada siklus 1 kriteria keberhasilan tindakan telah tercapai, maka kriteria
keberhasilan tindakan pada siklus berikutnya akan ditingkatkan agar lebih baik lagi
dari pada siklus 1.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) bertujuan untuk


memperbaiki kualitas proses pembelajaran, mengembangkan keterampilan mengajar
guru dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. Penelitian ini
dilakukan secara kolaboratif, yaitu peneliti bekerjasama dengan guru kelas dan peneliti
terlibat hanya sebagai pengamat. Guru bersama-sama dengan peneliti mendiskusikan
permasalahan penelitian dan menentukan rencana tindakan.
Wardhani dan Wihardit (2008: 4) mengemukakan bahwa Penelitian tindakan
kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru didalam kelasnya sendiri
melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Suharsimi (2010: 58) mengemukakan bahwa “ Penelitian tindakan kelas adalah


suatu penelitian yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan
mutu praktik pembelajaran”. Dengan demikian penelitian tindakan kelas adalah suatu
proses penelitian yang dilakukan secara terencana oleh guru ataupun calon guru didalam
kelasnya dengan tujuan untuk memperbaiki mutu pembelajaran. PTK dalam penelitian
ini menggunakan penelitian tindakan kelas berdasarkan model penelitian tindakan kelas
Jhon Elliot.
Alasan peneliti menggunakan model Jhon Elliot ini didasarkan dengan
karakteristik yang terdapat dalam PTK dengan permasalahan yang ada. Adapun masalah
pada penelitian ini mengenai pemahaman konsep di Sekolah Dasar. Untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa perlu waktu yang tidak sebentar dan dilakukan dengan
bertahap sama halnya dengan PTK.
Dalam penelitian ini akan dilaksanakan sebanyak dua siklus yang terdiri dari setiap
siklusnya tiga tindakan. Namun apabila dalam dua siklus belum mencapai tujuan maka
akan direncanakan dan dilaksanakan siklus berikutnya. Langkah-langkah kegiatan yang
akan dilaksanakan dalam penelitian, dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut :

24
Gambar 3.1

Alur PTK Model John Elliott

Selanjutnya langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan


rancangan awal akan dilakukan dua siklus, tetapi jika hasil refleksi mengehendaki
tindakan lanjut maka akan dilakukan dua siklus. Langkah-langkah dapat digambarkan
sebagai berikut :
a) Identifikasi Masalah
Pada tahap ini peneliti mengindentifikasi permasalahan yang terdapat di kelas
IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, masalah yang terjadi adalah masih
rendahnya kemampuan siswa dalam memahami konsep IPS yang telah dipelajari, dan
mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasa membosankan
bagi siswa.

25
b) Memeriksa Lapangan
Berdasarkan identifikasi masalah, hasil observasi yang dilakukan di kelas IV
SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan proses
penyampaian pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered). Artinya
guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran melainkan siswa hanya pasif mendengarkan dan
memperhatikan guru ketika penyampaian materi pembelajaran. Proses pembelajaran
yang demikian menjadi penghambat siswa dalam memahami konsep pembelajaran
IPS. Demikian pula berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru
kelas IV, masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar yaitu masih rendahnya
kemampuan siswa dalam memahami konsep pembelajaran IPS. Dari rendahnya
pemahaman konsep siswa tersebut mengakibatkan pada nilai yang masih dibawah
ketuntasan.
c) Siklus
1) Siklus I
1. Perencanaan
Pada tahap ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun
perencanaan berdasarkan observasi awal sebelum penelitian dilaksanakan.
Perencanaan tersebut mencakup menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), menyiapkan media pembelajaran dan sumber belajar,
lembar kerja siswa (LKS), lembar observasi guru dan siswa dan membuat
instrumen penelitian berupa soal evaluasi pemahaman konsep untuk setiap
tindakan.
2. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah
melaksanakan pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe
Pair Check sesuai dengan yang sudah direncanakan dalam persiapan tertulis
atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pelaksanaan penelitian
tindakan kelas ini menggunakan model Cooperative Learning tipe Pair
Check dan dibagi menjadi tiga tindakan dalam setiap siklusnya pada
pembelajaran IPS mengenai materi mengenal masalah-masalah sosial.
Masing-masing tindakan pada pembelajaran IPS membahas sub pokok
bahasan materi mengenal masalah-masalah sosial.
c) Observasi

26
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran IPS
oleh observer atau pengamat pada setiap tindakan pembelajaran. Kegiatan
observasi ini bertujuan mengamati kegiatan guru dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Pair Check dan kegiatan siswa selama mengikuti pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Pair Check.
d) Refleksi
Dalam pelaksanaan ini yang dilakukan adalah merefleksi proses
pembelajaran yang sudah dilaksanakan mencatat berbagi masalah yang
dihadapi selama proses pembelajaran berlangsung sebagai bahan
pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran pada siklus
berikutnya.
2) Siklus II
a) Perencanaan
Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan
perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. sedangkan
kegiatan siklus III apabila masih diperlukan dimaksudkan sebagai hasil
refleksi dan perbaikan terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.
Pada tahap ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah menyusun perencanaan.
Perencanaan tersebut mencakup menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), menyiapkan media pembelajaran dan sumber belajar,
lembar kerja siswa (LKS), lembar observasi guru dan siswa dan membuat
instrumen penelitian berupa soal evaluasi pemahaman konsep untuk setiap
tindakan.
b) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini, yang dilakukan oleh peneliti adalah
melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Pair Check sesuai dengan yang sudah direncanakan dalam
persiapan tertulis atau RPP. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini
menggunakan model Cooperative Learning tipe Pair Check dan dibagi
menjadi tiga tindakan pada pembelajaran IPS mengenai materi masalah-
masalah sosial. Masing-masing tindakan pembelajaran IPS membahas sub
pokok bahasan materi masalah-masalah sosial.
c) Observasi

27
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran IPS
oleh observer atau pengamat pada setiap tindakan pembelajaran. Kegiatan
observasi ini bertujuan mengamati kegiatan guru dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Pair Check dan kegiatan siswa selama mengikuti pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Pair Check.
d) Refleksi
Dalam pelaksanaan ini yang dilakukan adalah merefleksi proses
pembelajaran yang sudah dilaksanakan mencatat berbagi masalah yang
dihadapi selama proses pembelajaran berlangsung sebagai bahan
pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran pada siklus
berikutnya.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tes, observasi,
wawancara dan catatan lapangan.
a. Tes
Tes merupakan sekumpulan informasi yang didapatkan berdasarkan hasil
evaluasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tes tertulis yang menuntut
jawaban siswa dalam bentuk tes tulisan. Bentuk tes tulis yang digunakan yaitu
bentuk uraian (essay). Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengukur
keberhasilan pemahaman konsep yang dicapai siswa pada pembelajaran IPS di
kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu cara yang digunakan dalam penelitian dan
dilaksanakan secara sistematis dan logis dalam mengamati kegiatan proses
pembelajaran untuk mendapatkan data keberhasilan dan pelaksanaan
pembelajaran dalam memahami suatu konsep dengan menggunakan model
Cooperative Learning tipe Pair Check pada materi permasalahan sosial di kelas
IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.
c. Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi dari informan secara
langsung.

28
d. Catatan Lapangan
Catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dan dialami oleh peneliti
selama kegiatan penelitian untuk pengumpulan data penelitian. Catatan lapangan
digunakan untuk mencatat hal-hal penting selama kegiatan penelitian.
2. Alat Pengumpulan Data Penelitian
a. Butir Soal
Butir soal dalam penelitian ini untuk mengukur keberhasilan siswa dalam
memahami konsep pembelajaran yang dilaksanakan setelah pembelajaran selesai.
Butir soal dengan bentuk uraian yang digunakan sesuai dengan materi yang
diajarkan. Tes digunakan untuk mengetahui pencapaian siswa terhadap materi
pelajaran yang diberikan.
b. Lembar Observasi
Lembar observasi dilaksanakan secara langsung dalam proses pembelajaran
dengaan mengamati, kemudian mencatat perilaku-perilaku siswa maupun guru
sesuai dengan situasi yang terjadi. Lembar observasi ini berisikan lembar
observasi siswa dan guru. Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang aktivitas baik siswa maupun guru selama kegiatan
pembelajaran IPS di kelas IV menggunakan model Cooperative Learning tipe
Pair Check di SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten
Kuningan dalam meningkatkan pemahaman konsep.
c. Lembar Wawancara
Lembar wawancara ini digunakan untuk memudahkan pewawancara
mengingat kembali mengenai wawancara yang telah dilakukan mengenai
pemahaman konsep dalam pembelajaran IPS.
d. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat temuan-temuan yang ditemui
peneliti dalam penelitian yang dilakukanya. Catatan lapangan ini boleh diisi
setelah peneliti melakukan penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data yang diperoleh peneliti berupa sumber data primer dan sumber data
sekunder. Menurut sugiyono (2015:193) “sumber data primer adalah sumber data yang
langsung memberikan data kepada pengumpul data”. Sumber data primer yang diperoleh
dari siswa melalui tes tertulis untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa

29
pada pembelajaran IPS materi masalahmasalah sosial siswa kelas IV SD Negeri 1
Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.
Sedangkan sumber data sekunder Sugiyono (2015:193) menyatakan “sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
lewat dokumen”. Data sekunder diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi berupa gambar-gambar atau tulisan. Ketiga sumber data ini digunakan
untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pemahaman konsep siswa terhadap
pembelajaran setelah mengikuti proses pembelajaran menggunakan model Cooperative
Learning tipe Pair Check pada mata pelajaran IPS kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi
Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan.

30
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti tentang “Penerapan


model cooperatife learning tipe pair check untuk meningkatkan pemahaman konsep
siswa pada mata pelajaran IPS (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV SD
Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan Tahun Ajaran
2023/2024)”. Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Penerapan model Cooperative Learning tipe Pair Check pada pembelajaran IPS
materi masalah-masalah sosial secara keseluruhan dalam meningkatkan pemahaman
konsep siswa berjalan dengan optimal. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengamatan
siklus I dan siklus II bahwa aspek-aspek kegiatan pembelajaran telah terlaksana
secara efektif. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran berdasarkan tahapan-tahapan Cooperative Learning tipe Pair
Check yang ditetapkan. Meskipun dalam pelaksanaanya peneliti mengalami kendala
terutama pada tindakan-tindakan siklus I. Penggunaan model Cooperative Learning
tipe Pair Check memberikan dampak yang positif, siswa menjadi aktif dan semangat
dalam mengikuti proses pembelajaran kerjasama antar siswapun menjadi terlatih.
Sehingga pada pelaksanaanya telah mencapai tujuan yang diharapkan yaitu
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa.
2. Pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPS materi masalah-masalah sosial
dikatakan meningkat. Penggunaan model pembelajaran Cooperative Learning tipe
Pair Check telah memberikan perubahan pada proses belajar siswa pada setiap
siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada proses belajar setiap siklusnya baik siklus I
maupun siklus II penerapan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Pair
Check dapat memberikan hasil yang positif dengan menciptakan suasana belajar yang
efektif dan kondusif serta bermakna bagi siswa. Sehingga pemahaman konsep siswa
pada materi masalah-masalah sosial jauh lebih baik dibandingkan pembelajaran yang
konvensional, dimana siswa mampu menjelaskan, mencontohkan dan
mengklasifikasikan tentang materi yang dipelajari. Ini terbukti dari peningkatan nilai

31
rata-rata dan persentase ketuntasan belajar siswa selalu meningkat pada tindakan-
tindakan disetiap siklusnya.
3. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan model Cooperative Learning tipe Pair
Check dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada pembelajaran IPS materi
masalah-masalah sosial di kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan
Lebakwangi Kabupaten Kuningan. Terbukti dari adanya peningkatan setelah
menggunakan Cooperative Learning tipe Pair Check.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa


Pada Muatan IPS Melalui Penggunaan Model Cooperative Learning tipe Pair Check
(Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Mengenai Permasalahan Sosial di Daerahnya di
kelas IV SD Negeri 1 Mekarwangi Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan Tahun
Ajaran 2023/2024)”. Peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi guru hendaknya mengubah pembelajaran yang bersifat konvensional dengan
pembelajaran yang menarik dan menantang bagi siswa, sehingga siswa berperan
aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Oleh karena itu
model Cooperative Learning tipe Pair Check sangat cocok digunakan dalam proses
pembelajaran.
2. Sebelum menggunakan model Cooperative Learning tipe Pair Check hendaknya
guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan secara baik,
sehingga pembelajaran berjalan secara efektif sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3. Bagi lembaga hendaknya dapat menyediakan sarana prasarana pembelajaran lebih
lengkap guna menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran yang maksimal. Selain
itu pihak sekolah hendaknya selalu melakukan upaya untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran dengan cara menerapkan pembaharuan atau inovasi-inovasi
pembelajaran agar mampu menciptakan proses pembelajaran yang lebih baik dari
sebelumnya.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian
yang berhubungan dengan penggunaan model Cooperative Learning tipe Pair
Check. Sehingga dianjurkan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penerapan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan
pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan dalam Gamitan Pendidikan Dasar dan PAUD.
Bandung: Rizqi Press.
________. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.
Bandung: PT Refika Aditama.
________. (2016).Revitalisasi Penilaian Pembelajaran.Bandung: PT Refika Aditama.
Andrianti. (2012). Upaya Guru dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui
Pembelajaran Pair Check Pada Mata Pelajaran Ekonomi Di SMA 9 Kota Cirebon.
Skripsi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati. Aqib, Z. (2013).
Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: CV
Yrama Widya.
________,dkk. (2014). Penelitian Tindakan Kelas.Bandung: CV Yrama Widya.
Budiamin, A., dkk. (2012). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: UPI Press.
Cahyo, A. (2013). Teori-teori Belajar Mengajar. Yogyakarta: Diva Press.
Cahyo, D. E. (2015). Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning Dalam
Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar IPS dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Tesis Universitas Pendidikan Indonesia.
Dahar, W. R. (2011). Teori-teori Belajar dan Mengajar.Bandung: Erlangga.
Dasari. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Febrianti, E. W. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS. Skripsi Program Studi S-I
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia.

Gunawan, R. (2013). Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta.


Hidayat, S. (2013). Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Huda, M. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ina,Ulfa. (2016). Penerapan model cooperative learning tipe snowball throwing dalam upaya
meningkatkan pemahaman konsep siswa. Skripsi pada FAPENDASMEN Universitas
Majalengka : tidak diterbitkan
Jihad, Ahmad dan Abdul Haris.(2012). Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: Multi Pressindo.
Komalasari, K. (2014). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Reflika Aditama.
Lie, A. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia.

33
Maula, I. (2015). Penerapan Model Pair Check Berbantuan Media Flashcard Untuk
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas IVB SDN Wonosari 02
Kota Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Pendidikan.
Mulyasa, E. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara.
________.(2016). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Prathiwi, R. (2014). Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) Terhadap Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Dalam Pembelajaran IPS
Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Gugus VIII Kecamatan Buleleng. Jurnal
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Program Studi Pendidikan Dasar, Program
Pascasarjana.
Ridwan. (2010). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

34

Anda mungkin juga menyukai