Anda di halaman 1dari 24

RESUME DAN ANALISIS JURNAL ATAU ARTIKEL

PEMBELAJARAN IPS DI MI/SD


Disusun untuk memenuhi tugas UTS
Mata Kuliah : Pembelajaran Ips di MI

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Tati Nurhayati Mpd

Disusun Oleh :
Deka Nurghozali (2108107068)

PGMI 3 C

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Resume. Shalawat serta salam
semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, tabiin, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap risalah yang
dibawanya sampai di hari kiamat.
Adapun tujuan penyusunan Resume ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. Hj. Tati
Nurhayati Mpd mata kuliah Pembelajaran Ips MI. Selain itu, resume ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Pada kesempatan ini, saya
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pembelajaran Ips di MI , Dr. Hj. Tati
Nurhayati Mpd yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Resume ini sudah saya susun dengan
maksimal.
Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan Resume ini. Terlepas dari segala hal tersebut, Saya sadar sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan resume ini. Akhir kata kami sebagai penyusun sangat berharap semoga dengan
adanya penulisan resume ini bisa memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi
pembaca. Aamiin.

Cirebon, 11 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

PEMBAHASAN........................................................................................................................1

A. Resume..............................................................................................................................1

B. Analisis............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
PEMBAHASAN
A. Resume
IPS itu merupakan perwujudan dari sebuah pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial.
Dengan menggabungkan berbagai cabang ilmu seperti, sosiologi, antropologi budaya,
psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia yang diformulasikan
sedemikian rupa agar dapat saling terhubung dan melengkapi satu sama lain. (Endayani,
2018).
Oleh sebab itu untuk mengetahui sejauh mana mengenai konsep dasar IPS yang tertulis
dalam dunia pendidikan. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan suatu kajian pengetahuan
yang mencakup empat dimensi yaitu dimensi pengetahuan, dimensi keterampilan, dimensi
nilai dan sikap, dimensi tindakan. Menurut Lubis (2018)
Kemudian dalam cakupan ilmu pendidikan IPS itu terbentuk dari gabungan antara ilmu
sejarah, geografi, sosiologi dan ekonomi. Pendidikan dalam arti luas adalah segala macam
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan juga sepanjang hidupnya.
Pendidikan merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang membentuk atau
mengembangkan suatu pengetahuan, keterampilan hingga pembentukan karakter yang
diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. IPS merupakan paduan dari ilmu-ilmu sosial
yang disederhanakan. Melalui ilmu-ilmu sosial, manusia tidak hanya mengetahui tentang cara
bersosialisasi dan berinteraksi di dalam masyarakat tetapi juga dapat mengetahui konsep
dasar ilmu- ilmu sosial, yaitu sosiologi, geografi, ekonomi, ilmu politik, antropologi, sejarah,
dan psikologi sosial. IPS adalah terjemahan dari Sosial Studies yang ada di Amerika yang
berarti penelaahan atau kajian tentang masyarakat. IPS merupakan suatu program pendidikan
dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan
(Gunawan, 2016).
IPS sebagai mata pelajaran dan pendidikan disiplin ilmu seyogyanya harus memiliki
landasan dalam pengembangannya, baik sebagai mata pelajaran maupun pendidikan disiplin
ilmu. Landasan berfungsi untuk memberikan pemikiran-pemikiran mendasar tentang
pengembangan struktur, metodologi, pemanfaat IPS sebagai pendidikan disiplin ilmu.
Landasan-landasan IPS sebagai disiplin ilmu meliputi Landasan filosofis, Landasan
ideologis, Landasan sosiologis, Landasan antropologis, Landasan kemanusian, Landasan
politis, Landasan psikologis, Landasan religius. Ilmu Pengetahuan Sosial berhubungan
dengan ilmu-ilmu Sosial karena IPS dikembangkan ke dalam beberapa ilmu-ilmu sosial.
Bidang ilmu tersebut antara lain sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan lain sebagainya.
(Kuntowijoyo, 2013).

Sebagai mata pelajaran di sekolah, IPS mempunyai tujuan untuk mengembangkan


potensi siswa agar peka terhadap masalah social yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif dan keterampilan social terhadap perbaikan semua ketimpangan yang terjadi di
dirinya maupun masyarakat. Berkaitan dengan tujuan IPS, Martorella (1994: 7).
Menurut Sapriya (2007: 31) menyatakan bahwa IPS identik dengan sosial study dalam
kurikulum persekolahan di negara lain: sebagai bidang kajian yang terintegrasi sehingga
mencakup disiplin ilmu yang lebih meluas. Sementara itu, Sardjiyo, (2009:126) berpendapat
IPS merupakan bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis fenomena dan
problem sosial di masyarakat dengan meninjau dari bermacam aspek kehidupan atau satu
perpaduan.pembelajaran IPS akan menjadi bermakna apabila dibangun oleh peserta didik
atau siswa sendiri. Pendukung konstruktivis berpendapat bahwa para siswa belajar sesuatu
bergerak dari pengalamannya (pengetahuan sebelumnya). Para peserta didik atau siswa
belajar IPS misalnya, tidaklah dengan pikiran yang kosong. Untuk membangun struktur
kognitif yang bermakna bagi kehidupan siswa, dengan menggunakan pengalamannya, siswa
membangun pengetahuannya sendiri melalui proses-proses asimilasi, konflik kognitif,
akomodasi, dan equilibrasi. Dalam hal ini pandangan konstruktivisme tentang belajar,
termasuk belajar IPS, adalah proses intelektual di mana peserta didik mengembangkan apa
yang mereka ketahui melalui proses penyelarasan gagasan-gagasan baru dengan gagasan-
gagasan yang telah dipelajari pada pengalaman sebelumnya, dan mereka melakukan
penyesuaian itu melalui cara-cara yang unik dari mereka masing-masing (Sukadi, 2003).
Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa pandangan konstruktivisme memfokuskan
pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar. Menurut Uyoh Sadulloh
(2012:179) Dengan kerangka berpikir di atas bisa diyakini bahwa pendekatan
konstruktivisme perlu diintegrasikan dalam pembelajaran IPS di kelas. Tujuannya adalah
untuk dapat memberikan hasil belajar IPS yang lebih bermakna dalam pengembangan life
skill siswa berkaitan dengan kemampuan sosialnya bila dibandingkan dengan pendekatan
yang konvensional, seperti pendekatan behavioristik, yang selama ini diterapkan di sekolah.
Menurut Budimansyah dalam (Sukadi, 2003) pendekatan pembelajaran IPS yang
menggunakan portofolio merupakan salah satu contoh penerapan model pembelajaran
konstruktivis, dan dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS. Dengan pendekatan
pembelajaran ini, tidak saja siswa dapat mengembangkan konsep-konsep sendiri dalam
memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat, mengembangkan
kepekaan terhadap masalah-masalah sosial di lingkungannya, mengembangkan prosedur
berpikir ilmiah, meningkatkan rasa percaya diri, dan mengembangkancketerampilan-
keterampilan sosial dalam ikut serta meningkatkan partisipasi sosial sebagai warga negara
yang baik, bernalar, dan bertanggung jawab.

Menurut Nurhadi (2003:13), Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah


pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi
yang terdapat di sekitar siswa, sehingga mendorong siswa dapat membuat hubungan antara
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan menerapkannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari. Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang
sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan
dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga
negara.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Keunggulan dari pendekatan konstekstual,
yaitu siswa sebagai objek, siswa lebih memperoleh kesempatan meningkatkan hubungan
kerja sama antar teman, siswa memperoleh kesempatan lebih untuk mengembangkan
aktivitas, siswa lebih memiliki peluang untuk menggunakan keterampilan-keterampilan dan
pengetahuan baru yang diperlukan dalam kehidupan yang sebenarnya, tugas guru sebagai
fasilitator dan mediator.
Menurut Kesuma, dkk (2010:59), Secara teoritik pemberian masalah kontekstual akan
memberikan peluang pelibatan proses mental secara optimal, seperti mengamati,
mengklasifikasikan, mengkumunikasikan, mengukur, dan memprediksi. Aktivitas-aktivitas
tersebut merupakan keterampilan proses yang melandasi pencapaian hasil belajar secara
maksimal, kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah (Johnson,
2002).
Penerapan strategi pembelajaran kontekstual seyogyanya dapat diakomodasi oleh semua
siswa, sehingga perolehan hasil belajar siswa dapat mencapai keberhasilan maksimal. Tetapi
kenyataannya meskipun skor rata-rata hasil belajar siswa berada dalam kategori baik, namun
skor yang diperoleh masih berada pada batas bawah dari rentang skor yang berada pada
kategori baik. Kegiatan pembelajaran yang ditekankan dalam Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual adalah prosesnya, pembelajaran yang berpusat pada siswa, yang mendorong
siswa untuk lebih aktif dan dan menarik. Memanfaatkan pengalaman siswa sebagai acuan
untuk memperoleh pengetahuan lebih dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
Sikap Sosial timbul karena adanya stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak
dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya : keluarga, sekolah,
norma, golongan agama, dan adat istiadat. Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial
yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan sebagainya.pada siswa sekolah dasar
meliputi (1) sikap ingin tahu, (2) sikap berpikir kritis,(3) sikap berpikiran terbuka dan kerja
sama, (4) ketekunan dan (5) sikap penemuan dan kreativitas.

Sebuah pendidikan dikatakan tepat bagi siswa apabila pendidikan yang diberikan dapat
memfasilitasi siswa agar bisa memecahkan masalah yang dijumpai dalam aktivitas sehari-
hari. Jika dilihat dari kenyataan di lapangan, pembelajaran IPS dirasa sulit bagi siswa kerena
sudah terbentuk pola berpikir bahwa selama ini pola hafalan seolah-olah mengharuskan siswa
mengingat materi pembelajaran.mIstilah desain pembelajaran merujuk pada seperangkat
kegiatan merancang dan mengembangkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dengan memperhatikan faktor – faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran tersebut, Pembelajaran perlu di desain secara sistematis karena
tidak seharusnya terjadi dalam suatu tindakan sembarangan, tetapi perlu didesain dan
dikembangkan sesuai dengan proses – proses yang teratur dan memiliki hasil Yang dapat
diukur (Seels & Glasgow, 1998).
Selain itu, desain pembelajaran seperti yang dikemukan dalam definisi-definisi di atas
mengungkap bahwa desain pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis untuk mencapai
tujuan tertentu, misalnya menghasilkan pembelajaran yang efektif (Hamrius, 1971),
meningkatkan kualitas pembelajaran (Gustafson, 1971); menghasilkan pembelajaran
yang efisien dan efektif (Koberg dan Bagnall, 1976), membantu pencapaian hasil
pembelajaran dan penguasaan kecakapan (Richey, dkk., 2011; Suparman, 2014).
Nah lalu tujuan dari desain pembelajaran ini tentu tidak dapat dicapai jika desain
pembelajaran yang dihasilkan tidak melalui mekanisme realisasi atau uji coba rancangan,
evaluasi, dan perbaikan. Uji coba, evaluasi, dan perbaikan adalah karakteristik dasar dari
proses pengembangan.
menurut Rusman (2012: 133) model pembelajaran adalah gambaran umum yang ada
dalam pembelajaran guna tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai, pemilihan model pembelajaran harus mempunyai berbagai
alasan, diantaranya: materi belajar yang akan diajar, kemampuan peserta didik, alokasi waktu
pelajaran, sarana dan prasarana yang tersedia, serta kondisi belajar siswa. Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, penulis memberi kesimpulan model pembelajaran adalah seluruh
kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru yang berisi urutan dalam mengajar guna
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran ini merujuk pada
pendekatan yang diterapkan, yang meliputi strategi pembelajran, teknik pembelajaran,
metode pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran.
Dilihat secara garis besar, dalam kegiatan penelitian proses pembelajaran kooperatif tipe
make a match ini dibagi menjadi 3 kegiatan utama, yaitu kegiatan awal, inti, dan akhir.
Dalam kegiatan awal peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
melakukan apresepsi, serta memberikan motivasi dan mengajak peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan kegiatan inti, peneliti menjelaskan
materi dengan ceraman dan tanya jawab, peserta didik dibagi menjadi tiga kelompok, yang
masing-masing diberikan sebuah tiga pokok bahasan dan di dalam terdapat
materi yang diacak setelah itu peserta didik mencari pasangan dan maju di depan kelas untuk
membacakan hasilnya sesuai dengan materi yang ada pada pokok bahasan masing-masing.
Miftahul huda (2013.
Setelah itu membagikan lembar kerja, lembar kerja tersebut harus dikerjakan dan
diselesaikan secara berkelompok Pada kegiatan akhir, bersama peserta didik membuat
kesimpulan hasil pembelajaran. Kemudian memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
lebih rajin dan giat lagi belajar, dan yang paling terakhir, pemberian soal tes evaluasi secara
individu pada setiap akhir. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat penugasan
peserta didik
terhadap materi yang diberikan. Implementasi model pembelajaran kooperatif make a
match pada siklus I dan siklus II sesuai tahap-tahap tersebut dan telah dilaksanakan dengan
baik, serta memberikan perbaikan yang positif dalam diri peserta didik. Peserta didik tersebut
mengalami peningkatan dalam memahami materi yang akan diajarkan dan juga dapat
meningkatkan keaktifan, kreatifitas, dan perhatian peserta didik dalam belajar. Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa merupakan bukti kelebihan dari diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam suatu proses pembelajaran. Miftahul huda
(2015).

Pendidikan IPS dinilai belum berhasil dalam membentuk budi pekerti atau akhlak siswa
boleh jadi disebabkan banyak faktor, salah satunya ialah belum optimalnya upaya penerapan
dan pengembangan metode dalam kegiatan pendidikan atau pengajaran. Para guru misalnya,
dalam kegiatan belajar mengajar cenderung lebih teraksentuasi pada pengembangan metode
drill dan role learning atau rout learning, ketimbang memperhatikan aspek-aspek lain yang
mampu mengembangkan daya pikir siswa yang kritis, kreatif, inovatif, mandiri dan
berkepribadian (Herwindo dan Safari, 1993:8).
Pengajaran IPS, seolah hanya bermuara pada satu titik, yakni ranah kognitif dengan
target kemampuan dapat menjawab setiap soal yang diajukan guru. Padahal dalam
pendidikan IPS begitu sarat dengan nilai-nilai yang relevan dengan aturan kehidupan baik
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.Untuk itu, mengingat kekhawatiran tersebut di
atas, maka guna meningkatkan efektifitas dan efisisnesi pelaksanaan pengajaran IPS di
sekolah,seorang guru dituntut untuk mampu menerapkan dan mengembangkan metode
pengajaran atau pendidikan secara tepat dan benar. Dan berlandaskan pada pemikiran inilah,
maka penulis dalam kesempatan ini ingin mencoba untuk membuat suatu bahasan tentang
metode pengajaran IPS di sekolah dengan lebih menyoroti pada segi-segi permasalahan dan
strategi pemecahannya.
Metode pengajaran IPS secara hakiki merupakan bagian dari sistem pendidikan sosial
yang menaruh perhatian besar pada nilai-nilai. Apapun yang dilakukan dalam kegiatan
mengajar IPS pada prinsipnya merupakan refleksi dari visi dan misi pengajaran IPS. Dalam
kegiatan pembelajaran, metode pengajaran menempati posisi yang sangat penting (Armai
Arief, 2003:39).
Sebab, betapapun baiknya faktor-faktor lain yang mendukung pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, namun jika tidak dilengkapi dengan penggunaan metode mengajar yang
tepat dan benar, maka akan sulitlah suatu pembelajaran dapat mencapai keberhasilan. Oleh
karenanya, dalam pelaksanaan pembelajaran, agar dapat mencapai target sebagaimana yang
diharapkan, seorang guru dituntut menguasai berbagai metode pengajaran.
Menguasai dimaksud tentunya adalah terampil baik dalam memilih maupun
menggunakan metode dalam pembelajaran.Dengan demikian, secara garis besar metode
mengajar dikaitkan dengan dukungannya terhadap kegiatan pembelajaran dapat dilihat dalam
dua hal, yaitu Pertama, (what) metode apa yang digunakan dan kedua, (how) bagaimana
metode mengajar tersebut dilaksanakan. Metode apa yang digunakan dalam pengajaran IPS
pada dasarnya mengacu pada metode pengajaran konvensional yang mengadopsi dari dunia
pendidikan barat. Jenis-jenis metode yang mengadopsi dari dunia pendidikan barat, yang
sampai hari ini masih lazim digunakan di berbagai lembaga pendidikan sekolah kita, antara
lain; metode ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, latihan, simulasi, demonstrasi,
widyawisata, dll (Basyirudin Usman, 2002:33).
Menurut Glaser, langkah awal yang harus dilakukan guru dalam membuat persiapan
mengajar (lesson plan) ialah menentukan tujuan pengajaran yang hendak dicapai sesuai
waktu yang telah ditentukan. Tujuan-tujuan di sini tentunya saling berkaitan dan
berkesinambungan. Tujuan pengajaran harus mengacu pada tujuan instruksional umum,
begitupun tujuan instruksional umum harus mengacu pada tujuan kurikuler, tujuan lembaga,
terus sampai pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan universal.
Langkah kedua, yaitu menentukan entering behavior. Langkah ini dilakukan oleh guru
dengan menentukan kondisi siswanya yang mencakup kondisi umum serta kondisi kesiapan
kemampuan belajarnya. Dengan demikian, tes awal dan upaya-upaya lainnya seperti;
mengenali diri pribadi siswa dengan mengetahui bagaimana latar belakang kehidupannya,
keadaan fisik dan mentalnya dilakukan dalam rangka entering behavior. Dengan melakukan
langkah ini akan membantu guru untuk lebih terarah dan mengetahui bagaimana ia harus
mengajar.
Langkah ketiga ialah menentukan prosedur (langkah-langkah) mengajar. Pada bagian ini,
seorang guru dituntut untuk lebih cermat dalam merumuskan langkah-langkah mengajar.
Sebab, bila tidak dan salah dalam menentukan langkah maka dampaknya sangat berpengaruh
pada capaian hasil belajar, yaitu substansi dari pendidikan agama Islam yang meliputi ranah
kognitif, psikomotor dan afektif. Tiga ranah ini harus mendapat perhatian penting dari
seorang guru baik dalam perumusan langkah-langkahnya maupun dalam penerapan proses
pembelajarannya di lapangan.Langkah keempat ialah menentukan cara dan teknik evaluasi.
Langkah ini juga penting karena akan menjadi umpan balik (feedback) bagi pelaksanaan
suatu proses pembelajaran.
Dengan adanya evaluasi diharapkan bisa diketahui tercapai ataukah tidaknya suatu
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran akan terlihat aspek-aspek mana saja
yang menjadi penyebab gagalnya pengajaran, mungkin salah dalam menentukan tujuan,
mengenali siswa ataukah memang keliru dalam pemilihan dan penggunaan metode
pengajaran sehingga materi tidak dapat diserap oleh siswa dan jauh dari target yang
diharapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPS, metode merupakan faktor
penting yang sangat menentukan. Tanpa adanya metode yang tepat dan variatif rasa-rasanya
sulit dibayangkan bahwa keberhasilan pembelajaran akan dapat dicapai dengan baik. Namun
demikian, dalam sistem pembelajaran tentunya metode bukan satu-satunya factor yang
menentukan. Artinya, selain metode masih banyak lagi faktor-faktor lain yang juga sama-
sama menentukan. Bahkan, jika di antara faktor-faktor tersebut secara simultan tidak
qualified menjadi pendukung pembelajaran yang baik, maka sulitlah target pembelajaran
akan tercapai.

Media pembelajaran mempunyai peranan yang teramat sangat penting dalam menunjang
keberhasilan proses pembelajaran. Dengan adanya media pembelajaran akan
menambahsemangat dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Pendidik
merupakan individu yang manpu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau
dari segi fisik maupun segi perkembangan mental. Setiap anak memiliki pembawaan yang
berlainan. Karena itu pendidik wajib senantiasa berusaha untuk mengetahui pembawaan
masing-masing anak didiknya, agar layanan pendidikan yang diberikan sesuai dengan
keadaan pembawaan masing-masing. (Septian Aji Permana, 2016:10)
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium
yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media merupakan salah satu komponen
komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. (Tusriyanto,
2014: 131). Media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran. Melalui
media proses pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan (joyfull learning),
misalnya siswa yang memiliki ketertarikan terhadap warna maka dapat diberika media
dengan warna yang menarik.
Begitu juga halnya dengan siswa yang senang berkreasi selalu ingin menciptakan bentuk
atau objek yang diinginkannya. Aspek penting lainnya penggunaan media adalah membantu
memperjelas pesan pembelajaran. informasi yang disampaikan secara lisan terkadang tidak
dipahami sepenuhnya oleh siswa, terlebih apabila guru kurang cakap dalam menjelaskan
materi. disinilah peran media, sebagai alat bantu memperjelas pesan pembelajaran.(Rudi
Susilana & Cepi Riyana, 2009: 25-26).
Rohani dalam I Gde Wawan Sudatha dan I Made Tegeh (2015:3) lebih lanjut
mengemukakan beberapa definisi mengenai media pembelajaran, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Segala jenis sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar
mengajar untuk meningkatkan efektivitas dan efi siensi pencapaian tujuan
instruksional. Mencakup media grafis, media yang menggunakan alat penampil, peta,
model, globe dan sebagainya.
b. Peralatan fisik untuk menyampaikan isi instruksional, termasuk buku, fi lm, video, tape,
sajian slide, guru dan perilaku non verbal. Dengan kata lain media instruksional
edukatif mencakup perangkat lunak (software) dan/atau perangkat keras (hardware)
yang berfungsi sebagai alat belajar/alat bantu belajar.
c. Media yang digunakan dan diintegrasikan dengan tujuan dan isi instruksional yang
biasanya sudah dituangkan dalam Garis Besar Pedoman Instruksional (GBPP) dan
dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.
d. Sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara, dengan menggunakan alat
penampil dalam proses belajar mengajar untuk mempertinggi efektivitas dan efi siensi
pencapaian tujuan instruksional, meliputi kaset, audio, slide, fi lm-strip, OHP, fi lm,
radio, televisi dan sebagainya.
Media pembelajaran seperti diketahui merupakan sarana yang digunakan dalam
penyampaian materi. Media pembelajaran sangat penting untuk mengakomodasi kecerdasan
siswa yang berbeda-beda.
Menurut Saifuddin (2014:132-133) mengemukakan bahwa Media pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi 6 jenis yaitu :
a. Media Visual. Media visual berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke
penerima pesan. pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam bentuk-bentuk
visual.Jenis-jenis media visual antara lain: gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan,
grafik, kartun, poster, peta atau globe, papan panel, dan papan buletin.
b. Media Audio. Media Audio adalah jenis media yang berhubungan dengan indera
pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan pada lambang-lambang auditif.
Jenis-jenis media audio antara lain radio dan alat perekam atau tape recorder.
c. Media Proyeksi Diam. Jenis-jenis media proyeksi diam antara lain adalah film bingkai,
film rangkai, OHP, opaque projektor, mikrofis.
d. Media Proyeksi Gerak dan Audio Visual. Jenis-jenis media proyeksi gerak dan audio
visual antara lain: film gerak, film gelang, program TV dan Video.
e. Multimedia. Multimedia adalah sembarang kombinasi yang terdiri atas teks, seni grafik,
bunyi, animasi, dan video yang diterima oleh pengguna melalui komputer. selain itu
juga, multimedia berarti penggabungan atau pengintegrasian dua atau lebih format
media yang terpadu seperti tes, grafik, animasi dan video untuk membentuk aturan
informasi ke dalam sistem komputer.
f. Benda. Benda-benda yang ada di alam sekitar dapat juga digunakan sebagai media
pembelajaran, baik itu benda asli ataupun benda tiruan.Selanjutnya, sumber belajar.
menurut Muhammad Ali (2007: 181-183) mengemukakan bahwa AECT (Association for
Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang
dapat digunakan dalam proses belajar yaitu :
a. Pesan (Messages) Pesan merupakan sumber belajar yang meliputi pesan formal yaitu
pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti pemerintah atau pesan yang
disampaikan guru dalam situasi pembelajaran.
b. Orang (People) Semua orang pada dasarnya dapat berperan sebagai sumber belajar,
namun secara umum dapat dibagi dua kelompok.
c. Bahan (Materials)Bahan merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan
pesan pembelajaran, seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT
(Over Head Transparency), program slide, alat peraga dan sebagainya.
d. Alat (Device)Alat yang dimaksud disini adalah benda-benda yang berbentuk fisik
sering disebut juga dengan perangkat keras (hardware). Alat ini berfungsi untuk
menyajikan bahan-bahan pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup Multimedia
Projector, Slide Projector, OHP, Film tape recorder, Opaqe projector dan sebagainya.
e. Teknik, Teknik yang dimaksud adalah cara (prosedur) yang digunakan orang dalam
memberikan pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup
ceramah, permainan/simulasi, tanya jawab, sosiodrama, dan sebagainya.
f. Latar (Setting) Latar atau lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun lingkungan
yang berada di luar sekolah, baik yang sengaja di rancang maupun yang tidak secara
khusus disiapkan untuk pembelajaran ; termasuk didalamnya adalah pengaturan ruang,
pencahayaan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, tempat workshop, halaman
sekolah, kebun sekolah, lapangan sekolah dan sebagainya.
Menurut Sudjana (2007:212) ada tiga jenis lingkungan sebagai sumber belajar: (1)
Lingkungan sosial sebagai sumber belajar berkenaan dengan interaksi manusia dengan
kehidupan bermasyarakat, seperti organisasi sosial, adat dan kebiasaan, mata pencaharian,
kebudayaan, pendidikan, kependudukan, struktur pemerintahan, agama dan sistem nilai. (2)
Lingkungan berkenaan dengan segala sesuatu yang sifatnya alamiah seperti keadaan
geografis, iklim, suhu udara, musim, curah hujan, flora (tumbuhan), fauna (hewan), sumber
daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan dan lain-lain). (3) Lingkungan buatan yakni
lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Realita yang terjadi di sekolah, tidak semua siswa memiliki persepsi yang baik terhadap
pembelajaran IPS. Pembelajaran IPS yang diimplementasikan guru masih cenderung bersifat
model lama, Pernyataan tersebut didukung oleh temuan penelitian (Wulandari et al., 2018)
menyatakan bahwa pembelajaran IPS di sekolah selalu disajikan dalam bentuk faktual,
konsep yang kering, guru hanya mengejar target pencapaian kurikulum, tidak mementingkan
proses. Pembelajaran IPS masih memiliki citra buruk apabila selalu menggunakan metode
konvensional yang menjenuhkan dan hanya menekankan pada transfer pengetahuan (Mardiati
& Leba, 2018).
Jika pembelajaran IPS selama ini tetap diteruskan, terutama hanya menekankan pada
informasi, fakta, dan hafalan, lebih mementingkan isi dari proses, kurang diarahkan pada
proses berpikir dan kurang diarahkan pada pembelajaran bermakna dan berfungsi bagi
kehidupannya, maka pembelajaran IPS tidak akan mampu membantu siswanya untuk dapat
hidup secara efektif dan produktif menuju era society 5.0.
(Zamroni, 2000) Berpendapat bahwa siswa adalah individu yang belum dewasa, individu
yang pasif sebagai objek dalam proses interaksi belajar mengajar, dan menempatkan guru
sebagai pusat kegiatan belajar mengajar, tidak lagi sesuai untuk menyiapkan sumber daya
manusia menuju era society 5.0, oleh karena itu sudah saatnya negara seperti Indonesia
memikirkan bahkan bertindak untuk mencari berbagai strategi relevan yang kemudian
diberdayakan untuk meningkatkan citra pembelajaran IPS yang bermakna menuju era society
5.0.
Menurut (Barton, 2012) pembelajaran IPS sangat amat penting sebagai pengembangan
yang berorientasi pada reformasi siswa), dan juga membantu siswa memahami arti penting
menjadi warga negara. Guru berperan penting selama proses pembelajaran IPS dalam
membangun sebuah kolaborasi dengan siswa agar terjadi interaksi yang pada akhirnya akan
menimbulkan suasana belajar yang kondusif, hasil kolaborasi dalam proses pembelajaran
tersebut akan memperkaya wawasan pengetahuan mereka (Sudibjo et al., 2019).
Kehidupan era society 5.0 yang diyakini penuh akan kompetisi disertai gelombang
perubahan yang sedemikian cepat, secara langsung ataupun tidak mendorong guru untuk
menggunakan strategi yang mumpuni guna meningkatkan kualitas pembelajarannya,
termasuk pada pembelajaran IPS. Dalam hal ini kegiatan guru menjadi garda terdepan dalam
upaya meningkatkan kesadaran siswa (Tarman, 2016).
Termasuk didalamnya menjamin siswa untuk memiliki kompetensi belajar dan
berinovasi, menggunakan teknologi dan media informasi, serta dapat bekerja, bertahan
dengan menguasai sejumlah kecakapan untuk hidup dan memiliki persepsi baik di dalam
proses maupun hasil pada pembelajaran IPS. Model pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student center learning) juga merupakan strategi untuk meningkatkan citra pembelajaran IPS
yang bermakna menuju era society 5.0. Student center learning (SCL) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk menghasilkan informasi yang dimilikinya nilai atau makna untuk
mengembangkan keterampilan baru (Alismail & McGuire, 2015).
Seperti keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, keterampilan berpikir kreatif,
keterampilan metakognisi, komunikasi, kolaborasi, inovasi dan keterampilan lainnya
(Johnson, 2009). Student center learning (SCL) akan memberikan hasil yang positif jika
siswa terlibat secara aktif pada lingkungan belajarnya (Nichols, 2017). Hasil penelitian Warni
(Setyowati, 2018) guru perlu lebih meningkatkan penggunaan model pembelajaran yang
lebih mengaktifkan siswa, misalnya penggunaan model pembelajaran yang lebih kontekstual,
kooperatif dan kolaboratif, inkuiri, dan pembelajaran yang berbasis masalah sehingga
pembelajaran khususnya IPS menjadi lebih menarik dan bermakna.

Pada saat era globalisasi seperti sekarang, beberapa keterampilan yang harus dimiliki
semua warga negara niscaya akan berdampak pada dunia pendidikan. Sudah tentu menjadi
tanggung jawab semua mata pelajaran dalam kurikulum dan seluruh kegiatan sekolah untuk
menuntut sekolah mampu mempersiapkan siswa agar dapat berpartisipasi aktif di era
globalisasi. Pendidikan IPS, sebagai bagian dari fungsi sekolah, memainkan peran penting
dalam berbagai keterampilan yang harus dimiliki siswa di era globalisasi, termasuk
keterampilan
sosial, termasuk keterampilan kolaboratif, keterampilan interpersonal, keterampilaninteraksi
sosial dan antarbudaya, Tanggung jawab pribadi dan sosial, interaksi, literasi budaya dan
kesadaran global.
Selama ini implementasi pada pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek kognitif,
guru tidak mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi warga negara yang baik dan
warga dunia yang memiliki kemampuan untuk hidup bermasyarakat, hidup berdampingan,
bekerja sama, mengendalikan diri, mengendalikan emosi dan berbagi dengan orang lain.
Soemantri dalam (Ginanjar, 2016) berpendapat bahwa “IPS itu membosankan karena
Penyajian yang masih monoton dan ekspositori membuat siswa kurang antusias dan
mengakibatkan pembelajaran kurang menarik” Pada saat yang sama, temuan Al-Muchtar
dalam (Ginanjar, 2016) tentang pembelajaran IPS menunjukkan bahwa "dalam pembelajaran
IPS, orientasi guru menjadi sangat condong untuk memberikan proses subjek, sedangkan
pengembangan keterampilan berpikir dan bertindak tidak ada. banyakfokus untuk menjadi
warga negara yang baik".
Keberadaan pendidikan IPS dalam sistem pendidikan Indonesia tidak terlepas dari sistem
kurikulum yang telah diterapkan di Indonesia. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli,
embrionik kurikulum, pendidikan IPS di lembaga pendidikan formal atau sekolah Indonesia
dimasukkan ke dalam kurikulum 1947, kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran tersebar
pada tahun 1952, kurikulum 1964, 22 Konsep Dasar IPS dan kurikulum 1968. Baru dalam
kurikulum tahun 1975, kurikulum 1984, dan kurikulum tahun 1994, pendidikan IPS telah
menjadi salah satu mata pelajaran mandiri pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
yang disesuaikan dengan karakteristik atau kebutuhan siswa. Sejak diterbitkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 tentang Standar Nasional
Pendidikan pada tahun 2005, tidak ada lagi kurikulum terpusat atau Kurikulum Nasional
(Syaifullah, 2021).
Keterampilan sosial adalah seperangkat kemampuan penting bagi siswa untuk
membangun dan memelihara hubungan sosial yang positif dengan teman sebaya, guru atau
lingkungan masyarakat lainnya. Keterampilan sosial adalah bagian dari kompetensi sosial.
kompetensi sosial terdiri dari tiga struktur, yaitu adaptasi sosial, kinerja sosial dan
keterampilan sosial. Bagi anak, keterampilan dan kemampuan sosial merupakan faktor
penting dalam membangun dan membangun hubungan sosial. Bagi anak-anak yang dinilai
oleh teman sebayanya tidak kompeten secara sosial, mereka akan mengalami kesulitan untuk
memulai hubungan positif dengan lingkungannya dan bahkan mungkin ditolak atau diabaikan
oleh lingkungan. Demikian pula definisi keterampilan sosial lainnya yang dikemukakan oleh
Sjamsudin dan Maryani adalah: mampu bertindak cakap dalam bertindak, mampu
menemukan, memilih, dan mengelola informasi, mampu memecahkan hal-hal baru yang
memecahkan masalah sehari-hari, dan mampu berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tertulis, memahami, menghargai dan bekerja dengan orang lain yang beragam, mengubah
kemampuan akademik dan beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global (Maryani &
Syamsudin, 2009).
kemampuan yang harus dikuasai siswa melalui mata pelajaran IPS adalah pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai, serta praktik warga negara. Siswa perlu menguasai
pengetahuan yang berguna dalam mengambil keputusan dan berinteraksi secara aktif dan
efektif di masyarakat. Siswa perlu menguasai keterampilan akademik dan keterampilan sosial
agar siswa tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga cerdas secara afektif. Siswa juga
perlu mengembangkan sikap dan komitmen yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan
kemanusiaan agar dapat menjadi warga negara yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan
ideologi negara. Siswa diberi kesempatan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dari penjelasan yang telah disampaikan tentang beberapa tujuan dan
kemampuan yang harus dicapai, pengembangan keterampilan sosial dapat diakomodasi oleh
IPS, artinya IPS berperan sangat penting dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa.
James Bank dalam (Ginanjar, 2016).

Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan


interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sitem
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok
aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan
otentik (Depdikbud, 1996:3).
Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan
(Beane, 1995, dalam Puskur, 2007:1). Di dalam pendekatan pembelajaran terpadu, program
pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan
pembelajaran terpadu dalam hal ini dapat mengambil suatu topik dari suatu
cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan
cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari isu, peristiwa, dan
permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan
dipecahkan dari berbagai disiplin ilmu atau sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman
kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi, yang dibahas dari
berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial.
Untuk menuju ke arah itu, hendaknya guru IPS memahami, melaksanakan dan
memegang teguh tentang landasan-landasan pendidikan IPS, yang terdiri dari : „landasan
filosifis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan landasan
religius.“ (Sapriya, 2009).
Oleh karena itu, setiap guru IPS dituntut untuk mampu menguasai dan melaksanakan
pendekatan yang mampu mendorong dan mengantarkan peserta didik untuk memperoleh
integrasi dari nilai-nilai secara utuh dan bermakna, dari masa lampau sampai masa kini dalam
pembelajaran IPS yang mereka terima. Ini berarti mengandung maksud, bahwa dalam proses
pembelajaran IPS harus menerapkan pendekatan terpadu (Depdiknas, 2006) atau pendekatan
multidimensional (Atmadja, 1992), disebut pula dengan pendekatan interdisipliner
(Depdiknas, 2006).
Untuk menuju ke arah pembaharuan sistem pembelajaran IPS di sekolah, maka langah
pertama yang harus ditempuh adalah perbaikan kualitas (mutu) tenaga pendidiknya.
Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi
peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus diperhatikan secara serius. Sehingga
pembelajaran IPS dengan menggunakan cara konvensional dapat ditinggalkan oleh para guru.
Mereka perlu dibekali tentang pola pembelajaran IPS terpadu dengan mantap, dan dilatih
dengan model-model pembelajaran berpusat pada peserta didik. Dengan demikian,
pembelajaran IPS yang diterima oleh peserta didik menjadi bermakna, baik untuk kehidupan
pribadinya maupun untuk kehidupannya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Harus disadari secara mendalam oleh guru-guru IPS bahwa, penerapan terpadu dalam
pembelajaran IPS mengandung arti yang strategis untuk pembangunan nasional atau
kehidupan berbangsa dan bernegara. pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan
suatu pandangan (perspective) tentang dunia pada siswa dengan memfokuskan bahwa
terdapat saling keterkaitan antar budaya, umat manusia, dan kondisi planet bumi. Tujuan
pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skils), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup secara efektif dalam dunia yang
sumber daya alamnya semakin menipis ditandai oleh keragaman etnis, pluralisme budaya dan
semakin saling ketergantungan. Menurut Sapriya (2009).

Dalam pendekatan konstruktivistik proses belajar-mengajar dilakukan bersama-sama


oleh guru dan peserta didik dengan produk kegiatan adalah membangun persepsi dan cara
pandang siswa mengenai materi yang dipelajari, mengembangkan masalah baru, dan
membangun konsep-konsep baru dengan menggunakan evaluasi yang dilakukan pada saat
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) berlangsung (on going evaluation).
Dengan pengajaran ini, kualitas pengajaran dapat ditingkatkan, siswa dipandang sebagai
individu yang mandiri yang memiliki potensi belajar dan pengembang ilmu. Apabila
pendekatan itudigunakan maka guru IPS dapat memandang siswa sebagai rekan belajar dan
pengembang ilmu sehingga akan tercipta hubungan yang kemitraan antara keduanya. Yusuf
syamsu (2004).
Dalam pandangan Brook and Brook (1999) pendekatan konstruktivistik mengharuskan
guru-guru IPS untuk melakukan hal-hal berikut ini :
a. Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa dalam mengembangkan inisiatif
itu akan mendorong siswa untuk menghubungkan gagasan dan konsep.Siswa yang
berinisiatif untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan isu-isu mengenai materi
pelajaran dan kemudian mencobanya untuk menjawab sendiri pertanyaan itu serta
menganalisisnya menjadikan dia sebagai pemecah masalah serta – lebih penting lagi –
sebagai penganalisisnya.
b. Menggunakan data mentah dan sumber utama / primary resources, untuk
dikembangkan dan didiskusikan bersama-sama dengan siswa di kelas. Data-data atau
angka-angka yang tercantum dalam monogram di kantor kelurahan atau kecamatan
mengenai keadan penduduk misalnya merupakan data utama. Data tersebut dapat
dikembangkan dalam prosespembelajaran IPS yang konstruktivistik melalui diskusi di
kelas dan untuk membangun kemampuan siswa dalam membuat prediksi, analisis, dan
kesimpulan berdasarkan kemampuan individual.
c. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan klasifisikasi, analisis,
melakukan prediksi terhadap peristiwayang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan
menciptakan konsep-konsep baru.
d. Bersifat fleksibel terhadap response dan interpretasi siswa dalam masalah-masalah
sosial, bersedia mengubah strategi pembelajaran yang tergantung pada minat siswa,
serta mengubah isi pelajaran sesuai dengan situasi dankondisi siswa. Ketika seorang
guru IPS menfasilitasi minat siswa terhadap materi tertentu yang aktual tidak berarti
guru tersebut meninggalkan rencana pelajaran dan kurikulum sepenuhnya.
e. Memfasilitasi siswa untuk memahami konsep sambil mengembangkannya melalui
dialog dengan siswa. Dalammengembangkan materi pengajaran IPSyang
konstruktivistik, guru IPS harus mampu mengurangi “jawaban paling benar” terhadap
pertanyaaan-pertanyaan siswa. Jawaban yang diberikan guru akan mendorong siswa
untuk pasif dan tidak memberikan peluang bagi mereka untuk mengembangkan
alternative jawaban terhadap pertanyaan atau isu yang muncul dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM).
Keterampilan sosial perludikembangkan dalam pembelajaran Ips di sd karena banyaknya
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh para peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan masyarakat mudah ditemukan masalah sosial seperti kerusuhan sosial
(masyarakat mudah terkena rumor karena tidak mempunyai keterampilan dalammengolah
informasi); pelanggaran lalu lintas (masyarakat tidak mematuhi aturan serta rambu-rambu
lalu lintas); ketidakteraturan (orang tidak antri di tempat-tempat pelayanan umum);
pencemaran lingkungan (orang membuang sampah / limbah sembarangan, merokok di tempat
umum tertutup, toilet berfungsi sebagai tempat membuang sampah), konflik antar kelompok
agama, etnis dan ras (masyarakat tidak memiliki keterampilan bekerjasama dan mereka
memandang diri dan kelompoknya lebih penting dari golongan lain), konsumerisme
(mengkonsumsi produk barang/ makanan melebihi kemampuan untukmemperolehnya), dan
lain-lain.
Guru IPS perlu memiliki wawasan luas agar materi pelajaran yang dikembangkannya
ditempatkan sebagai upaya menyiapkan para siswanya menjadi bagian dari masyarakat dunia
yang cepat berubah dan mampu memenangkan persaingan atau berperan dalam berbagai
kehidupan masyarakat. Mahmud, (2010).

B. Analisis
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran di sekolah yang di desain atas dasar
fenomena, masalah. IPS merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar
dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta
kelayakan dan kebermaknaannya bagi peserta didik dan kehidupannya. melibatkan berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi,
sosiologi, antropologi,pendidikan. Karena itu, IPS dapat dikatakan sebagai studi
mengenai perpaduan antara ilmu-ilmu dalam rumpun ilmu-ilmu sosial dan juga humaniora
untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang dapat berpartisipasi dalam memecahkan
masalah-masalah sosio kebangsaan. Bahan kajiannya menyangkut peristiwa, seperangkat
fakta, konsep dan generalisasi yang berkait dengan isu-isu aktual, gejala masalah-masalah
atau realitas sosial serta potensi daerah.
Lalu ruang lingkup IPS tidak lain adalah kehidupan sosial manusia di masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat inilah yang menjadi sumber utama IPS. Aspek kehidupan sosial
apapun yang kita pelajari, apakah itu hubungan sosial, ekonomi, budaya, kejiwaan, sejarah,
geografi, ataupu politik, bersumber dari masyarakat. Pendekatan pembelajaran IPS berbasis
portofolio merupakan salah satu contoh penerapan model pembelajaran konstruktivis, dan
dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS, dikarenakan dalam model pembelajaran berbasis
portofolio, siswa melakukan interaksi dengan lingkungan/ belajar diluar kelas dalam
membangun dan memperoleh pengetahuannya.
Diharapkan seorang guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran kontekstual dan
menyusun media pembelajaran yang bervariasi baik nyata ataupun abstrak, yang mampu
menarik perhatian siswa sehingga ada interaksi. Hal ini perlu kemampuan guru dalam
memilih media yang tentunya dekat dengan lingkungan siswa. Setiap guru diupayakan
mampu melaksanakan penelitian tindakan kelas dalam upaya memperbaiki mutu
pembelajaran di kelas yang berdampak pada hasil belajar siswa, siswa akan lebih mudah
memahami materi jika kita mampu menampilkan atau menggunakan hal-hal yang dekat
dengan siswa dan tentunya sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu ada model pembelajaran kooperatif tipe make a match yang dapat meningkatkan
pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar siswa, Oleh sebab itu, model pembelajaran
tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran pada mata
pelajaran yang lain. Dengan catatan, (a) Guru disarankan perlu mempertimbangkan alokasi
waktu yang digunakan agar tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan waktu. (b) Guru
disarankan melakukan persiapan secara matang dan baik. (c) Guru disarankan mampu
menguasai kelas agar tidak menimbulkan suasana kelas yang gaduh.
Dizaman sekarang ini upaya pelaksanaan pendidikan atau pengarajan IPS di sekolah
sekolah, sampai hari ini dinilai masih belum berjalan secara efektif dan efisien. Hal ini, boleh
jadi disebabkan karena belum didukung dengan adanya pemilihan dan penggunaan metode
pengajaran yang tepat dan memadai. Para guru dalam memilih dan menggunakan metode
pengajaran cenderung masih kurang
memperhatikan aspek-aspek relevansi dengan substansi meteri yang seharusnya
diajarkan, oleh karena itu harus ada upaya pemilihan dan penggunaan metode pengajaran
yang tepat dan memadai, maka perlu dilakukan upaya perbaikan-perbaikan, seperti
rekonstruksi kurikulum, peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, melakukan
pengawasan dan pembinaan secara sinergis antara guru, sekolah, orang tua dan masyarakat
terhadap siswa, optimalisasi pemilihan dan penggunaan berbagai metode secara tepat dan
memadai dalam pembelajaran, penciptaan situasi pengajaran atau pendidikan IPS yang
kondusif dan humanis serta pemenuhan fasilitas yang lengkap dan memadai.
Pemilihan media pembelajaran juga sangat penting karena Media pembelajaran yang
dirancang secara baik akan sangat membantu peserta didik dalam mencerna dan memahami
materi pelajaran. Fungsi media dalam kegiatan pembelajaran bukan sekedar alat peraga bagi
guru melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran. Masing-masing jenis media
pembelajaran memiliki karakteristik, kelebihan serta kekurangannya, maka sebagai guru yang
baik kita harus teliti dalam memilih media pembelajaran yang cocok bagi para peserta didik.
Yang juga penting adalah kontribusi guru secara nyata didalam pembelajaran IPS perlu
ditingkatkan sebagai dasar awal menuju ketercapaian pembelajaran yang bermakna. Idealnya
untuk menuju era society 5.0, guru IPS wajib mengoptimalkan praktik konsep belajar yang
sesuai dengan karakteristik era society 5.0, menggunakan berbagai model pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student center learning) secara aktif, inovatif dan kreatif,
memberdayakan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi (ICT), dan
memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dengan senantiasa
memperhatikan karakteristik masing-masing siswa secara kolektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiru & Sofan Amri. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu.
Jakarta : Prestasi Pustakaraya.

Ali, Muhammad. 2007. Teori dan Praktik Pembelajaran Pendidikan Dasar. Bandung: UPI
Press.

Ekaprasetya, Sahma Nada Afifah. 2022. Peran Pembelajaran IPS dalam Meningkatkan
Keterampilan Sosial Peserta Didik Sekolah Dasar. Riau : Jurnal Pendidikan
Tambusai Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pahlawan.

Endayani, H. (2017). Visi Pembelajaran IPS yang Powerful. IJTIMAIYAH, 2(2), 1–16.

Fahmi, Faizah. 2016. Pembelajaran IPS Terpadu Yang Menyenangkan Dengan Pendekatan
Konstruktivistik. Riau : NUSANTARA Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial.

Ginanjar, A. (2016). Penguatan Peran Ips Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial


Peserta Didik. Jurnal Harmony, 1(1), 118–126.

Hasanah, Uswatun. 2018. Media dan Sumber Belajar IPS Bagi Anak Usia SD/MI. Lampung
: ITIMAIYA Journal of Social Science and Teaching

Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran: Isu-isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta: PustakanPelajar.

Kesuma, Dharma, dkk. 2010. Contextual Teaching and Learning. Garut: Rahayasa Research
and Training.

Lubis, M. A. (2018). Konsep Dasar IPS. Yogyakarta: Samudra Biru.

Magdalena, Ina, dkk. 2020. Penerapan Model-Model Desain Pembelajaran IPS Online di
Sekolah Dasar Pada Masa Pandemi Covid 1. Tanggerang : Jurnal STIT Palapa
Nusantara.
Mahmud, 2010. Psikologi Pendidikan,Bandung. Pustaka Setia.

Nuryana. 2014. Menilai Metode Pengajaran IPS di Sekolah. Cirebon : EDUEKSOS : Jurnal
Pendidikan Sosial.

Nurjanah, Laila, dkk. 2021. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Dunia
Pendidikan.jakarta : Chronologia Journal Of History Education

Pramita Dewi, Dw.A, dkk. 2012. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 7 Kemenuh
Tahun Ajaran 2012/2013. Yogyakarta : Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.

Rachman, Arief. 2003. Mengurai Benang Kusut Pendidikan. Jakarta:Transformasi UNJ.

Ratnawati, Etty. 2016. Pentingnya Pembelajaran IPS Terpadu. Cirebon : EDUEKSOS :


Jurnal Pendidikan Sosial.

Sukadi. 2003. “Implementasi Model Konstruktivis dalam Pembelajaran IPS”. Jurnal


Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. No. 2 Edisi XXXVI. April 2003.

Sukirno. 2015. Pembelajaran IPS Dengan Pendekatan Konstruktivisme. Aceh :


SEUNEUBOK LADA : Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan
Kependidikan.

Suprayitno, Eko. 2021. Strategi Meningkatkan Citra Pembelajaran IPS Yang Bermakna
Menuju Era Society 5.0. Yogyakarta : Sosial Khatulistiwa : Jurnal Pendidikan IPS.

Syamsu, Yusuf, 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. Remaja Rosda
Karya.

Wulandari, T., Supardi., Nasiwan., Marini, T. (2018). Identifikasi ProblematikaPembelajaran


IPS (Kajian di SMPN 5 Yogyakarta, SMPN 8 Yogyakarta, dan SMP Muhammadiyah
1 Yogyakarta). Yogyakarya: staffnew.uny.ac.id.

Anda mungkin juga menyukai