Disusun oleh:
Kelompok 1 Kelas 5C
Rindam Diningrat 215060058
Trisa Zahri Fahira 215060095
Cahyani Adzkarina Puteri 215050099
Fathoni Aurelia 215060108
Sukma Ayu Amanda 215060110
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Kode Etik
Guru dan Organisasi Asosiasi Profesi” dengan tepat waktu.
Tujuan dibuatnya makalah ini guna untuk memenuhi salah satu dalam
menempuh Mata Perkuliahan Pembelajaran Profesi Pendidikan. Selain itu, kami
juga ingin lebih jauh memahami mengenai “Masalah Pembelajaran Pendidikan IPS
SD”.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Abdul Mu’min Saud, S. Sos.,
M. Pd. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Inovasi Pembelajaran IPS SD
sekaligus pembimbing kami dalam menyusun makalah ini, tidak lupa juga kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunannya maupun dari tata bahasa
yangdigunakan. Maka dari itu kritik, saran serta masukan yang bersifat membangun
sangat kami butuhkan untuk menunjang kualitas makalah yang kami susun
kedepannya. Atas perhatiannya kami ucapakan terimakasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
2.3.3 Masalah utama yang sering ada dalam pembelajaran pendidikan IPS SD ... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pelaksanaan pembelajaran IPS juga dianggap tidak dapat memberikan
variasi yang baru, artinya proses penyajiannya terkesan monoton sehingga
peserta didik kurang respon dan antusias dalam belajar karena menganggap
pembelajaran kurang menarik. Ketika minat belajar peserta didik berkurang
maka akan sangat menentukan kepada keberhasilan proses pembelajaran
tersebut. Modal utama untuk menjadikan keberhasilan dalam pembelajaran IPS
adalah peserta didik harus memiliki minat belajar yang tinggi, sehingga akan
lebih mudah bagi guru untuk menyampaikan materi karena adanya respon yang
baik dari peserta didik dalam proses belajar mengajar (Fifi Nofiaturrahmah,
2015).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui paradigma pembelajaran IPS di SD.
2. Mengetahui tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
3. Mengetahui masalah pembelajaran pendidikan IPS SD.
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab masalah pembelajaran IPS di SD.
5. Mengetahui solusi dari permasalahan pembelajaran IPS SD.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3) Memperhatikan isu-isu dan masalah-masalah social dan membuat
analisis secara kritis.
4) Mengembangkan berbagai potensi untuk membangun diri sendiri agar
survive di Tengah globalisasi.
5) Mampu berkompetisi dan berpartisipasi dalam Masyarakat.
Proses pembelajaran IPS akan dapat berhasil apabila guru memiliki bekal
pengetahuan, formula IPS, dan karakteristik IPS itu sendiri. Pelajaran IPS
merupakan perpaduan dari lima komponen yang terdiri dari: (1) time; (2) space;
(3) issues; (4) concept; dan (5) relationship.
4
Tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah menurut Muhammad
Numan Somantri (2001: 260-261) adalah menekankan tumbuhnya nilai
kewarganegaraan, moral, ideologi, negara, dan agama; menekankan pada isi
dan metode berpikir ilmuan social; dan menekankan reflektif inquiri.
5
2.3 Masalah Pembelajaran Pendidikan IPS SD
Era globalisasi telah mengantarkan kita pada perubahan yang sangat
cepat seiring dengan perkembangan zaman yang diiringi dengan bertambahnya
tingkat pemahaman dan juga pengetahuan manusia di bidang Sains dan
Teknologi yang akhirnya membawa banyak dampak bagi kehidupan manusia
secara umum baik positif maupun negatif. Untuk mengiringi kemajuan yang
berjalan sangat cepat sampai saat ini kita masih menggantungkan harapan pada
pendidikan untuk tetap mengawal dan menjaga kehidupan sosial masyarakat
yang terus berubah.
6
pembelajaran IPS. Maraknya masalah sosial tersebut boleh jadi disebabkan
dianggap remehnya pendidikan IPS.
7
2.3.1 Masalah pembelajaran IPS yang berasal dari siswa :
1. Kesiapan belajar, dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk
mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-
hal yang diperlukan. Namun, bila mana siswa tidak memiliki
minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung
mengabaikan kesiapan belajar.
2. Motivasi Belajar, yaitu motivasi individu dimanfestasikan dalam
bentuk ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak,
mengerjakan tugas dan sebagainya. Oleh karena itu, rendahnya
motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan
dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang diharapkan.
3. Konsentrasi Belajar, Kesulitan berkonsentrasi merupakan
indikator adanya masalah belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu
akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi
dalam belajar tentu memerlukan waktu yang cukup lama, di
samping menuntut ketelatenan guru.
4. Mengelola Bahan Ajar, siswa mengalami kesulitan di dalam
mengelola bahan, maka berarti ada kendala pembelajaran yang
dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru
tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki
kemampuan sendiri untuk terus mengelola bahan belajar, karena
konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung
secara dinamis.
8
tanpa variasi, monoton, kurang humor, dan tetap menggunakan
metode konvensional yaitu ceramah yang cenderung membosankan.
Penyebab lainnya adalah kurang optimalnya penggunaan media
belajar seperti peta, foto, replika andi, artefak, fosil dan juga
media beerbasis tekhnologi seperti internet access dan mobile
learning.
9
3. IPS sering kali dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang
tidak begitu penting
Pemahaman saya pribadi bahwa pembelajaran IPS tidak
menjadi mata pelajaran yang di UAN kan. IPS masuk kategori
ujian sekolah (UAS) yang diadakan setelah ujian utama (UAN).
Berbeda dengan mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia
dan IPA menjadi perioritas utama. Secara tidak langsung sedikit
banyak akan mempengaruhi adanya motivasi guru yang lebih untuk
merencanakan strategi pembelajaran IPS itu sendiri. Hingga
akhirnya siswa yang dibelajarkan tanpa perencanaan yang baik
dan maksimal hasilnya juga kurang optimal.
4. Penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang monoton
Guru cenderung masih membelajarkan IPS dengan menerapkan
model pembelajaran konvensional (strategi dan metode monoton).
Strategi yang dimaksud yakni strategi pembelajaran langsung dan
metode ceramah. Menyampaikan materi sebatas apa yang tertera
dibuku paket. Ketika anak diperhadapkan metode ini dengan
materi yang harus dihafalkan jelas menjenuhkan bagi anak. Metode
ceramah lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada
guru, kondisi yang sangat kontras dengan idealitas pembelajaran
saat ini.
5. Keterbatasan guru dalam melakukan pembaharuan dari
penggunaan strategi maupun metode pembelajaran IPS
Ini kaitannya dengan faktor penggunaan strategi maupun
metode di atas yang terbiasa diterapkan guru dalam proses
pembelajaran di kelas. Hal ini tidak sulit dilakukan hanya perlu
waktu untuk merubah pola pembelajaran yang sudah terbentuk sejak
bertahun-tahun. Disamping itu pemahaman guru masih minim
tentang bagaimana mengembangkan strategi atau metode
pembelajaran yang bisa membangkitkan semangat dan motivasi
anak belajar lebih antusias.
10
Penyampaian materi pelajaran yang tidak dikaitkan dengan
lingkungan real anak Dalam konteks ini diharapkan sekiranya
guru perlu mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan
lingkungan keseharian anak. Tidak bisa hanya berpatokan dengan
buku paket. Sehingga materi yang disampaikan tidak hanya yang
ada diluar lingkungan anak tapi melibatkan lingkungan
kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan masih ada guru yang
menerapkan sistim mencatat materi sampai habis.
6. Kurangnya penggunaan media pembelajaran yang menarik
Tidak semua sekolah memiliki kelengkapan sarana (media)
belajar. Ini membutuhkan peran guru bagaimana bisa menghadirkan
media pembelajaran bagi anak. Tidak perlu mahal namun bisa
menjembatani anak mudah menerima materi dan tertarik dalam
proses pembelajaran. Dan tidak harus mengharapkan ketersediaan
saran atau fasilitas yang disediakan sekolah sepanjang masih
bisa dijangkau untuk diadakan. Media pembelajaran menjadi
pendukung dalam menentukan ketercapaian pembelajaran.
7. Keterbatasan buku-buku yang relevan
Ketersedian buku sangat berdampak bagaimana anak bisa
belajar mandiri. Sarana yang tersedia pada setiap sekolah tidak
sama. Jangankan belajar mandiri belajar di kelas saja harus
berkelompok. Karena buku yang ada sangat terbatas. Apalagi
mengharapkan buku-buku relevan dan anak-anak yang kurang
beruntung belum tentu bisa fotokopi atau membelinya di toko
buku.
8. Proses perencanaan guru dalam memberikan tugas-tugas ke siswa
kurang optimal
Menyusun tugas-tugas untuk dikerjakan oleh anak di kelas
mesti melalui perencanaan yang matang. Cenderung tidak
maksimal jika memberikan tugas secara tiba-tiba dan mengikuti
11
mood guru. Karena ini akan menyangkut dengan ketepatan tindakan
evaluasi yang diberikan.
9. Kurangnya guru di Sekolah Dasar
Guru Sekolah Dasar identik dengan guru kelas dan masih
ditemukan kurangya guru dalam satu sekolahan. Sehingga tidak
mengherankan masih banyak guru honorer yang membantu.
Kemudian tidak semua guru/wali kelas mampu mengajarkan IPS
sekalipun di Sekolah Dasar.
Beragam masalah di atas bisa berdampak pada rendahnya
motivasi anak untuk belajar IPS. Anak jenuh, bosan dan rasa
mengantuk saat belajar IPS sering diungkapkan oleh guru-guru.
Olehnya itu pencapaian hasil belajar anak pun tidak sesuai
dengan harapan. Dalam arti masih dinilai belum maksimal dalam
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah
ditetapkan sebelumnya.
12
data, menyelesaikan masalah, atau berpikir kritis12. Faktor internal siswa
juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, seperti kepercayaan diri, emosi,
sikap, dan perilaku siswa3.
2. Faktor eksternal siswa.
Faktor ini mencakup faktor sekolah, faktor orang tua, dan faktor
lingkungan masyarakat sekitar. Faktor sekolah meliputi kurikulum, materi,
metode, media, sumber belajar, evaluasi, dan guru. Kurikulum yang tidak
relevan dengan kebutuhan dan lingkungan siswa, materi yang terlalu padat,
banyak, dan abstrak, metode yang monoton dan tidak variatif, media yang
kurang menarik dan bervariasi, sumber belajar yang terbatas dan tidak
mutakhir, evaluasi yang tidak objektif dan komprehensif, dan guru yang
kurang kompeten dan profesional dapat menyebabkan siswa kurang tertarik,
antusias, dan berprestasi dalam pembelajaran IPS. Faktor orang tua meliputi
dukungan, bimbingan, pengawasan, dan fasilitas belajar di rumah. Orang
tua yang tidak memberikan dukungan moral dan materi, bimbingan dan
pengawasan yang baik, dan fasilitas belajar yang memadai dapat
menyebabkan siswa kurang termotivasi, disiplin, dan berkonsentrasi dalam
belajar IPS. Faktor lingkungan masyarakat sekitar meliputi teman sebaya,
lingkungan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Teman sebaya yang tidak
sejalan dengan tujuan belajar, lingkungan sosial yang kurang kondusif,
budaya yang tidak mendukung, ekonomi yang sulit, dan politik yang tidak
stabil dapat menyebabkan siswa kurang fokus, terganggu, terpengaruh, atau
tertekan dalam belajar IPS.
13
profesionalismenya dalam mengajar IPS. Orang tua harus memberikan
dukungan, bimbingan, pengawasan, dan fasilitas belajar yang optimal bagi
anaknya. Orang tua juga harus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan guru
dalam membantu anaknya belajar IPS. Masyarakat harus menciptakan
lingkungan yang kondusif, mendukung, dan berpartisipasi dalam pembelajaran
IPS. Masyarakat juga harus memberikan informasi, saran, dan masukan yang
berguna bagi siswa dan guru dalam belajar dan mengajar IPS.
14
Pandangan lama bahwa pembelajaran harus dilakukan melalui jadwal
yang ketat dan penuh disiplin ternyata tidak banyak memberikan hasil yang
bermakna bagi peserta didik. Peserta didik akan memperoleh lebih banyak
dari hasil proses pembelajaran apabila belajar dilakukan dengan proses yang
kreatif dan menyenangkan. Paradigma baru dalam memandang proses
pembelajaran ini memang sangat bertolak belakang. Namun keinginan baru
bahwa dalam proses belajar peserta didik akan mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, dan lebih aktif mengeksplorasi sumber- sumber
belajar ketimbang sekedar transfer informasi dari guru. Aktivitas belajar
yang bermutu di kelas mensyaratkan adanya keaktifan peserta didik. Proses
pembelajaran yang lebih kreatif dan menyenangkan pada giliranya akan
semakin memperkuat hasil belajar menjadi lebih bermakna.
2) Menerapkan Pembelajaran Konstruktivis dengan Pendekatan Kontekstual
Salah satu strategi yang penting dan mendasar untuk dilakukan guru,
dalam upaya menyelesaikan problematika pembelajaran IPS di SD adalah
dengan menerapkan pembelajaran konstruktivisme di kelas. Pandangan
konstruktivisme berpendapat bahwa, pada dasarnya belajar dilakukan
melalui konstruksi peserta didik terhadap pengalaman belajar. Informasi
yang diperoleh dalam proses belajar dikonstruksi oleh masing-masing
peserta didik dengan dikaitkan kembali dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi impliksinya adalah,
bahwa dalam proses pembelajaran, hendaknya pengalaman atau informasi
baru disampaikan dengan mengaitkan berbagai hal yang sudah familiar
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, atau menjalinkannya dengan
pengalaman hidup sehari-hari. Pendekatan ini disebut pembelajaran
kontekstual.
Untuk mengaktifkan keterlibatan peserta didik di kelas, pembelajaran
IPS di SD hendaknya dirancang dengan menggunakan pendekatan
kontekstual. Materi IPS sebaiknya dihubungkan dengan kehidupan dan
pengalaman pribadi peserta didik yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga
15
peserta didik akan lebih termotivasi untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran.
3) Terlibat Secara Emosional
Perilaku guru dalam membangun interaksi dengan peserta didik juga
menentukan keaktifan peserta didik di kelas. Pada dasarnya peserta didik
adalah mahkluk sosial. Dimana secara alamiah akan merespon interaksi
berdasarkan implus emosional yang diberikan. Strategi dan model yang
sama, apabila diperankan oleh guru yang berbeda, maka akan membawa
dampak hasil yang berbeda pula.
Kita perlu memberikan kepercayaan kita kepada peserta didik agar
mereka juga memberikan kepada kita kepercayaan untuk membimbing
upaya belajar mereka. Hal ini dalam prinsip Quantum Teaching disebut
sebagai jembatan keledai atau mnemonik (De Porter, 2002). "Masukkan
dunia peserta didik ke dunia anda dan antarkan dunia anda. ke dunia peserta
didik". Dengan prinsip ini berarti bahwa guru hendaknya membangun
komunikasi emosional yang erat dengan peserta didik.
4) Melibatkan Peserta didik dalam Semua Proses dan Aktivitas
Pengalaman belajar akan lebih melekat menjadi milik peserta didik
apabila peserta didik terlibat langsung dalam proses memperoleh,
mengolah, mensintesa dan menyampaikan informasi, daripada sekedar
mendengar penjelasan atau melihat praktek. Agar proses pembelajaran
optimal dan peserta didik lebih termotivasi, maka pembelajaran dikelas juga
hendaknya dirancang dengan aktifitas yang memungkinkan peserta didik
untuk aktif terlibat dalam keseluruhan proses mengelola informasi.
Pendekatan saintifik sangat cocok diterapkan dalam usaha melibatkan
peserta didik dalam semua proses pembelajaran. Mulai dari tahap
perancangan pembelajaran berdasarkan kurikulum, mencari sumber belajar
yang dibutuhkan, mengelola informasi dan mensintesanya dalam aktifitas
diskusi atau pertunjukkan yang tepat.
Dengan keterlibatan peserta didik secara penuh dalam semua proses
pembelajaraan, pada gilirannya akan semakin meningkatkan perasaaan
16
harga diri peserta didik (Self-efficacy). Melalui keyakinan seseorang yang
kuat akan kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu,
terutama dalam proses belajar, memungkinkan untuk memberikan dorongan
yang lebih kepada sesorang dalam pencapaian hasil belajar lebih maksimal.
5) Membelajarkan Bagaimana Cara Belajar
Dalam paradigma pembelajaran student center, peserta didik
diharapkan untuk lebih aktif menjalankan proses pembelajaran dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Peserta didik dituntut
untuk memiliki tanggung jawab sendiri terhadap proses belajar yang ia
lakukan. Akan tetapi pada umumnya, peserta didik belum memiliki
keterampilan belajar yang memadahi yang dapat mensuport harapan
tersebut.
Jadi dalam proses pembelajaran, guru hendaknya bukan hanya
mengajarkan tentang materi pembelajaran, akan tetapi juga dapat
membelajarkan bagaimana cara belajar. Peserta didik perlu dilatih untuk
memiliki keterampilan belajar seperti bagaimana cara mencatat yang
efektif, bagaimana membaca buku yang efektif, bagaimaana mengelola
informasi, bagaimana membuat peta konsep, bagan, rancangan dan menulis
laporan yang baik, bagaimana cara mencari dan memanfaatkan sumber
belajar di sekitar lingkungan peserta didik dan sebagainya.
6) Menggunakan Assesment yang Autentik Pada Semua Aspek
Tujuan pendidikan pada dasarnya tidak hanya mencetak generasi yang
memiliki pengetahuan bagus dengan kemampuan kognitif yang tinggi.
Akan tetapi pendidikan juga dilakukan untuk mengembangkan sikap dan
karakter peserta didik serta keterampilan sosial yang bagus, untuk
membentuk jati diri sebagai manusia Indonesia yang seutuhnya.
Untuk mencapai tujuan ini, maka pembelajaran juga diselenggearakan
tidak semata-mata hanya melihat proses kognitif peserta didik. Akan tetapi
juga hendaknya memperhatikan proses perkembangan sikap, karakter dan
pencapaian keterampilan sosial. Oleh karena itu, asesment yang digunakan
dalam rangka melihat perkembangan peserta didik seharusnya
17
menggunakan assesment yang mampu menggambarkan perkembangan tiga
ranah sekaligus, baik Kognitif, Afektif maupun Psikomotor.
Agar dalam pembelajaran IPS peserta didik lebih termotivasi untuk
terlibat aktif dalam proses pembelajaran, maka strategi dan metode yang
digunakan juga harus bervariasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran IPS di sekolah belum mencapai tingkat yang optimal
dalam menerapkan dan membiasakan siswa dan komunitas sekolah dengan
nilai-nilai kehidupan demokratis dan sosial kemasyarakatan melalui
keterlibatan mereka dalam berbagai aktivitas di dalam kelas dan di luar
sekolah. Masalah tambahan yang dihadapi pembelajaran IPS saat ini adalah
akibat dari pengaruh budaya pada masa lalu terhadap mata pelajaran tersebut,
yang menganggap IPS kurang menarik, pendektatan indoktrinatif, sepele,
membosankan, dan berbagai kesan negatif lainnya. Ini ditambah dengan fakta
bahwa IPS tetap berada di posisi pembelajaran konvensional.
Semua pihak baik guru, orang tua, siswa, dan masyarakat harus bekerja
sama untuk mengatasi masalah pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Siswa
harus memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang konsep, keterampilan
intelektual, minat, bakat, motivasi, dan kondisi fisik. Mereka juga harus
memiliki kepercayaan diri, emosi yang stabil, sikap yang positif, dan perilaku
yang baik dalam belajar IPS.
3.2 Saran
Penyusun menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun menyarankan pada
18
pembaca yang ingin memberikan masukkan untuk perbaikkan makalah.
Setelah mengetahui penjelasan mengenai masalah pembelajaran pendidikan
IPS SD, diharapkan mampu menemukan solusi untuk mengatasi masalah
tersebut dan mengurangi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran
pendidikan IPS khususnya di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Dia, Riana, Putra, Ihsan Syah., Khoirunnisa, Indah., Agustin, Vivi Sahwitri.,
Rahmawati, Nawang Anggi. (2022). Permasalahan IPS Di Sekolah Dasar.
Jambi. Universitas Jambi.
19
20