Disusun untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial
Dosen Pengampu :
OLEH :
KELOMPOK 5
i
KATA PENGANTAR
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas rahmat dan ridho Allah
SWT,karena Rahmat dan Ridhonya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Faizal, S.Pd., M.Si dan
Ibuk Silvina Noviyanti, S.Pd., M.Pd. Selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep
Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial yang membimbing kami dalam pengerjaan makalah
ini. Kami juga ucapkan terima kasih kepada teman teman kami yang selalu setia
membantu dalam hal mengumpulkan data data dalam pembuatan makalah ini. Dalam
kami menjelaskan tentang “Permasalahan IPS di Sekolah Dasar.”
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang Belum kami
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen.
Demi tercapainya makalah yang sempurna.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Mengajar lebih tampak dari pada kegiatan pembelajaran, hal ini mengakibatkan
lemahnya proses dan pengamalan belajar serta rendahnya hasil belajar.3
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang pokok dalam pendidikan jenjang
sekolah dasar. Materi pelajaran IPS sangat luas cakupannya dan banyak ditemukan
materi yang bersifat hafalan, analisis dan terapan, salah satunya materi kegiatan
ekonomi. Maka dari itu, perlu adanya daya serap yang tinggi agar cakupan materi IPS
dapat tersampaikan secara optimal.Peran ekonomi dalam pembelajaran IPS adalah
tindakan manusia yang ditunjuk untuk mencari kemakmurannya. Alasan yang
mendorong manusia melakukan tindakan ekonomi disebut motif ekonomi yaitu
berusaha mencapai hasil yang sebenar-benarnya. Hubungan ekonomi dengan IPS
adalah IPS mengambil materi ilmu ekonomi terkait dengan usaha manusia untuk
mencapai kemakmuran dan gejala-gejala serta hubungan yang timbul dari usaha
tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
IPS atau Social Studies mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi
pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu mampu
menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang
bertanggungjawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga
dunia. Selain itu IPS pun bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk
perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang di masyarakat. Tujuan
tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah
diorganisasikan secara baik.
Di satu sisi, pembelajaran IPS sering dianggap (1) "second class" setelah IPA, (2)
IPS tidak memerlukan kemampuan yang tinggi dan cenderung lebih santai dalam
belajar; (3) IPS sering kali dianggap jurusan yang tidak dapat menjamin masa depan
dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih prestigius di masyarakat. Di sisi lain,
melemahnya nasionalisme, maraknya penyimpangan sosial seperti tawuran, korupsi,
hedonisme, disintegrasi bangsa, ketidakramahan terhadap lingkungan, individualisme,
krisis kepercayaan, dan sebagainya merupakan fakta yang disebabkan lemahnya modal
sosial. Pengembangan modal sosial merupkan tugas utama pembelajaran IPS.
Maraknya masalah sosial tersebut Boleh jadi disebabkan dianggap remehnya
pendidikan IPS.
Pendidikan IPS, memang mengalami tantangan yang sangat berat, disaat kaum ibu
masuk ke dalam sektor publik, maka pendidikan anak di rumah menjadi terabaikan,
disaat budaya baca belum terbentuk maka budaya visual melalui TV masuk dengan
intensif, di saat modal sosial belum terbina, individualisme melalui permainan, home
schooling, tugas individual menjadi kebutuhan dan tuntutan, disaat etos kerja atau
belajar dan produktivitas belum terbina, budaya santai telah terbentuk, disaat
profesionalisme semakin sulit digapai, maka tuntutan materi begitu mendesak.
3
Keteladanan pun menjadi menjadi sesuatu yang sangat langka. Kesenjangan antara teori
dan aplikasi kerap pula terjadi karena berbagai kendala. Penamaaan IPS sebenarnya
sudah melekat dengan keterpaduan (integrated) ilmu-ilmu sosial, tujuannya sudah jelas
untuk meningkatkaan kepekaan dan keterampilan dalam memecahkan masalah-
masalah sosial sesuai dengan psikologi perkembangan peserta didik.
Tujuan pembelajaran IPS adalah menemukan program pembelajaran IPS untuk
meningkatkan kompetensi keterampilan sosial peserta didik. Tujuan utama tersebut
dapat dijabarkan menjadi tujuan-tujuan khusus sebagai berikut. (a) Melakukan analisis
kurikulum IPS untuk memahami misi dan tujuan yang harus dicapai sesuai dengan
standar kompetensi di tiap jenjang pendidikan. (b) Menetapkan topik IPS yang cocok
untuk meningkatkan keterampilan sosial bagi peserta didik (c) Menemukan bahan ajar,
metode, media, penilaian dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan keterampilan
sosial bagi peserta didik.
Agar pembelajaran IPS lebih bermakna dan dapat memberikan kontribusi yang
lebihberarti pada peningkatan kualitas manusia, cerdas secara intelektual. memiliki
kompetensi personal yaitu bertanggungjawab dan disiplin, kompetensi sosial yaitu
mempu beradaptasi, berempati, toleransi, kerjasama, kepercayaan, kepekaan terhadap
masalah- masalah sosial yang muncul di lingkungan sekitarnya, dan kompetensi
vokasional dalam arti mampu menjalin dan mengembangkan jejaring kerja.
Dalam kegiatan belajar mengajar pasti sering terjadi masalah yang dapat menghambat
suksesnya proses belajar. Dibawah ini adalah beberapa masalah yang sering terjadi saat
belajar. Masalah-masalah belajar adalah segala masalah yang terjadi selama proses
belajar itu sendiri.
Masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini merupakan pertanda bahwa
belajar merupakan kegiatan yang dinamis, sehingga perlu secara terus menerus
mencermati perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa. Masalah-masalah belajar
baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dimensi siswa,
sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum
belajar, selama proses belajar dan sesudah, sedangkan dari dimensi guru, masalah
belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil
belajar. Masalahnya sering kali berkaitan dengan pengorganisasian belajar.
4
1. masalah pembelajaran IPS yang berasal dari siswa.
(1) kesiapan belajar, dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran.
mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila mana
siswa tidak memiliki minat untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan
kesiapan belajar. Masalah lain yang juga bersumber dari siswa adalah (2) Motivasi
Belajar, yaitu motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk ketekunan dalam
belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan sebagainya. Oleh
karena itu, rendahnya motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan
dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang diharapkan. (3)Konsentrasi Belajar,
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi
siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang
diharapkan. Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu
memerlukan waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru. (4)
Mengelolah Bahan Ajar, siswa mengalami kesulitan di dalam mengelolah bahan, maka
berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan
guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki
kemampuan sendiri untuk terus mengelolah bahan belajar, karena konstruksi berarti
merupakan suatu proses yang berlangsung secara dinamis. Kebanyakan siswa
menganggap bahwa pelajaran IPS tidak membawa manfaat. Mata pelajaran IPS
dianggap tidak memiliki sumbangsih yang berarti bagi dinamika dan pembangunan
bangsa.
2. Masalah Pengajaran yang berasal dari Faktor Guru Beberapa peneliti bahkan
menemukan letak kejemuan peserta didik terhadap mata pelajaran IPS ada pada figur
guru yang kurang profesional dalam mengajar. Para pengajar IPS rata-rata bukan yang
berlatarbelakang pendidikan IPS, sehingga kurang memahami materi. Sekian persen
guru menyampaikan materi secara textbook tanpa variasi, monoton, kurang humor, dan
tetap menggunakan metode konvensional yaitu ceramah yang cenderung
membosankan. Penyebab lainnya adalah kurang optimalnya penggunaan media belajar
5
seperti peta, foto, replika andi, artefak, fosil dan juga media beerbasis tekhnologi seperti
internet access dan mobile learning
6
3. IPS sering kali dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang tidak
begitu penting
Pemahaman saya pribadi bahwa pembelajaran IPS tidak menjadi mata
pelajaran yang di UAN kan. IPS masuk kategori ujian sekolah (UAS) yang
diadakan setelah ujian utama (UAN). Berbeda dengan mata pelajaran
Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA menjadi perioritas utama. Secara tidak
langsung sedikit banyak akan mempengaruhi adanya motivasi guru yang lebih
untuk merencanakan strategi pembelajaran IPS itu sendiri. Hingga akhirnya
siswa yang dibelajarkan tanpa perencanaan yang baik dan maksimal
hasilnya juga kurang optimal.
4. Penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang monoton
Guru cenderung masih membelajarkan IPS dengan menerapkan model
pembelajaran konvensional (strategi dan metode monoton). Strategi yang
dimaksud yakni strategi pembelajaran langsung dan metode ceramah.
Menyampaikan materi sebatas apa yang tertera dibuku paket. Ketika anak
diperhadapkan metode ini dengan materi yang harus dihafalkan jelas
menjenuhkan bagi anak. Jenuh bukan berarti tidak bisa menghafal tapi sulit
karena materi lewat sekilas dan apalagi sesuatu hal yang dipelajari bukan
yang ada relevansinya dengan lingkungan mereka.
5. Keterbatasan guru dalam melakukan pembaharuan dari penggunaan
strategi maupun metode pembelajaran IPS
Ini kaitannya dengan faktor penggunaan strategi maupun metode di atas
yang terbiasa diterapkan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Asumsi
saya bahwa ini tidak sulit dilakukan hanya perlu waktu untuk merubah pola
pembelajaran yang sudah terbentuk sejak bertahun-tahun. Disamping itu
pemahaman guru masih minim tentang bagaimana mengembangkan strategi
atau metode pembelajaran yang bisa membangkitkan semangat dan motivasi
anak belajar lebih antusias. Penyampaian materi pelajaran yang tidak
dikaitkan dengan lingkungan real anak Dalam konteks ini diharapkan
sekiranya guru perlu mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan
lingkungan keseharian anak. Tidak bisa hanya berpatokan dengan buku paket.
7
Sehingga materi yang disampaikan tidak hanya yang ada diluar lingkungan
anak tapi melibatkan lingkungan kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan
masih ada guru yang menerapkan sistim mencatat materi sampai habis.
6. Kurangnya penggunaan media pembelajaran yang menarik
Tidak semua sekolah memiliki kelengkapan sarana (media) belajar. Ini
membutuhkan peran guru bagaimana bisa menghadirkan media pembelajaran
bagi anak. Tidak perlu mahal namun bisa menjembatani anak mudah
menerima materi dan tertarik dalam proses pembelajaran. Dan tidak harus
mengharapkan ketersediaan saran atau fasilitas yang disediakan sekolah
sepanjang masih bisa dijangkau untuk diadakan. Media pembelajaran
menjadi pendukung dalam menentukan ketercapaian pembelajaran.
7. Kurangnya jam pembelajaran IPS
Jam belajar IPS Sekolah Dasar terhitung 3 Jam pelajaran (3 x 35 menit).
Ini dianggap masih kurang jika dibandingkan dengan kepadatan materi yang
harus dibelajarkan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan. Bilamana kita
menggunakan metode pembelajaran yang menggiring siswa untuk terlibat aktif
tentu saja dengan durasi 3 jam pelajaran ini masih dipandang kurang. Jadi
masalah ini kembali bagaimana usaha guru mengemas pembelajaran dengan
baik.
8. Keterbatasan buku-buku yang relevan
Ketersedian buku sangat berdampak bagaimana anak bisa belajar
mandiri. Sarana yang tersedia pada setiap sekolah tidak sama. Jangankan belajar
mandiri belajar di kelas saja harus berkelompok. Karena buku yang ada sangat
terbatas. Apalagi mengharapkan buku-buku relevan dan anak-anak yang
kurang beruntung belum tentu bisa fotokopi atau membelinya di toko buku.
9. Proses perencanaan guru dalam memberikan tugas-tugas ke siswa kurang
optimal
Menyusun tugas-tugas untuk dikerjakan oleh anak di kelas mesti melalui
perencanaan yang matang. Cenderung tidak maksimal jika memberikan tugas
secara tiba-tiba dan mengikuti mood guru. Karena ini akan menyangkut dengan
ketepatan tindakan evaluasi yang diberikan.
8
10. Kurangnya guru di Sekolah Dasar
Guru Sekolah Dasar identik dengan guru kelas dan masih ditemukan
kurangya guru dalam satu sekolahan. Sehingga tidak mengherankan masih
banyak guru honorer yang membantu. Kemudian tidak semua guru/wali
kelas mampu mengajarkan IPS sekalipun di Sekolah Dasar. Mereka
mengatakan bahwa tidak bisa mengajar IPS..Istilahnya kurang nyambung.
Sama halnya dengan mata pelajaran lain seperti Matematika dan seterusnya.
Utamanya di kelas tinggi. Kurangnya guru maka menjadi masalah dalam
pembelajaran IPS. Guru/wali kelas PNS di sekolah yang bersangkutan mau
tidak mau tetap mengajarkan IPS namun cenderung sebatas menjalankan
rutinitas/tugas keseharian. Beragam masalah di atas bisa berdampak pada
rendahnya motivasi anak untuk belajar IPS. Anak jenuh, bosan dan rasa
mengantuk saat belajar IPS sering diungkapkan oleh guru-guru. Inilah fakta
yang memang masih terjadi hingga saat ini. Olehnya itu pencapaian hasil
belajar anak pun tidak sesuai dengan harapan. Dalam Arti masih dinilai
belum maksimal dalam mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
telah ditetapkan sebelumnya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran IPS di sekolah masih memiliki persoalan yang mendasar,
terutama yang menyangkut tentang guru yang membelajarkannya. Permasalahan
ini tidak bisa didiamkan dan harus dicarikan solusinya, sehingga peserta didik
menerima pembelajaran IPS dengan bermakna, baik secara akademis maupun untuk
kehidupan sehari-hari mereka.
Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus
diperhatikan secara serius. Diakui atau tidak, masih ada kecenderungan guru dalam
pembelajaran IPS menggunakan cara konvensional atau tradisional, pembelajaran
tidak berpusat pada peserta didik. Hal ini di samping disebabkan oleh masih
kurangnya fasilitas (sarana) belajar IPS, juga didorong oleh rendahnya pemahaman
dan pengelaman guru tentang proses pembelajaran yang bermutu (bermakna)
bagi peserta didik, termasuk di dalamnya cara pembelajaran IPS terpadu yang
efektif. Di sekolah yang kekurangan tenaga pendidik, model pembelajaran IPS
terpadu, tidak bisa terselenggara dengan baik mengingat guru kurang menguasai
bahan kajian tentang ilmu-ilmu sosial yang lain, selain yang menjadi spesialisasinya.
10