Anda di halaman 1dari 21

MODEL PEMBELAJARAN IPS MI/SD

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah IPS MI/SD

Oleh Kelompok 8 :
1. Melda Ratini (2020.06.10.014)
2.Anita Istimiati (2020.06.10.012)

Dosen Pengampu : Heru Prasetyo, M.Pd.

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZHAAR (IAI)
LUBUK LINGGAU SUMATERA SELATAN
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah “Model
Pembelajaran IPS MI/SD” dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk mengenalkan dan
membahas Model Pembelajaran IPS MI/SD. Dengan makalah ini diharapkan baik
penulis sendiri maupun pembaca dapat memilki pengetahuan yang lebih luas
Model Pembelajaran IPS MI/SD.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca umumnya dan kami sendiri khususnya.

Lubuklinggau, 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan IPS SD/MI ....................................................3
B. Model-model Pembelajaran IPS SD/MI.............................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................17
B. Saran......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam
kurikulum-kurikulum di Indonesia. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan
keterampilan peserta didik sekolah untuk mampu beradaptasi dan
bermasyarakat serta menyesuaikan dengan perkembangan dalam era
globalisasi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, peserta didik
diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk menjadi warga Negara Indonesia
yang baik dan warga dunia yang efektif.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah bertujuan sebagai
berikut:
1. Mengajabarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah
dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dikembangkan model
pembelajaran yang kondusif dan menggairahkan peserta didik agar
bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
sekolah. Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai guru adalah
keterampilan mengembangkan model pembelajaran, yaitu keterampilan yang
berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan model pembelajaran di
kelas yang dapat memotivasi dan menggairahkan belajar peserta didik.
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi; (2)
pengetahuan pedagogic (pedagogical knowlegde) yang bisa dilihat dalam
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik
dan Kompetensi Guru; dan (3) Keterampilan mengajar (teaching skills).
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena
penyajiannya bersifat menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang
antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib
berusaha secara optimum merebut minat peserta didik karena minat merupakan
modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS. Model pembelajaran IPS
yang implementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga peserta
didik sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Bahkan, banyak yang
mementingkan aspek akademis dibandingkan dengan aspek-aspek non-
akademis lainnya, seperti moral, atika, iman, dan taqwa.
Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan
model pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model
pembelajaran yang mampu melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif
dalam proses pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidikan IPS SD/MI ?
2. Apa saja Model-model Pembelajaran IPS SD/MI?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan IPS SD/MI


Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Dalam kepustakan
asing mengenai pendidikan IPS dikenal dengan berbagai istilah seperti
social secience education, social studies, and social education. Sedangkan
di Indonesia istilah Ilmu Pengetahuan Sosial baru mulai muncul pada
tahun 1975-1976, yaitu sebuah label untuk mata pelajaran sejarah,
ekonomi, geografi dan mata pelajaran ilmu sosial lainnya untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Istilah IPS juga dimaksudkan untuk membedakan dengan nama-
nama disiplin ilmu di universitas. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya, nama IPS ini beranjak menjadi pengertian "suatu mata pelajaran
yang menggunakan pendekatan integrasi dari beberapa mata pelajaran,
agar pelajaran itu lebih mempunyai arti bagi peserta didik serta untuk
mencegah tumpang tindih.
Sedangkan di dalam KTSP dirumuskan bahwa Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan
mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi
Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.1
Adapun tujuan mata pelajaran IPS di SD/MI ditetapkan sebagai berikut:

1
Afandi, R. (2011). Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPS Di Sekolah
Dasar. Pedagogia : Jurnal Pendidikan, 1(1), 95. https://doi.org/10.21070/pedagogia.v1i1.32
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan social;
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan;
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Menurut Sapriya menganalisis bahwa “secara konseptual, melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga Negara
yang demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia
yang cinta damai”.
Bertolak dari pendapat diatas pembelajaran Ilmu pengetahuan Sosial
(IPS) dapat pula dimasukkan nilai-nilai yang ada dalam pendidikan
karakter, karena dimana sesuai dengan tujuan dari pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah peserta didik dapat bertanggung
jawab terhadap masyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena
pembelajaran IPS juga terdapat unsur-unsur nilai yang harus
ditanamkan kepada peserta didik, menurut Sumaatmadja nilai-nilai
yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS adalah nilai Ke-
Tuhanan, nilai edukatif, nilai praktis, nilai filsafat dan nilai
teoritis.25nilai-nilai dalam pembelajaran IPS tersebut sangat sesuai
dengan nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, sehingga
melalui pembelajaran IPS ini dalam pembelajaran seorang guru harus
bisa dalm menanamkan unsur-unsur nilai pendidikan karakter dalam
pembelajaran IPS.2

2
Ibid, hal.96
B. Model-Model Pembelajaran IPS SD/MI
Berikut beberapa contoh model pembelajaran yang memiliki
kecenderungan berlandaskan paradigma konstruktivistik yaitu :
1. Model Reasoning and Problem Solving
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level
memanggil (retensi), yang meliputi basic thinking, critical thinking, dan
kreative thinking. Selanjutnya, Johnson (1992) merangkum beberapa
definisi critical thinking dari beberpa ahli, seperti Ennis (1987,1989),
Lipman (1988), Siegel (1988), Paul (1989), dan McPeck (1981), yang
disebut juga “the Group of Five”. Ia menyimpukan bahwa ada tiga
persetujuan substansi dari kemampuan berpikir kritik. Pertama, berpikir
kritis memerlukan sejumlah kemampuan kognitif. kedua, berpikir kritis
memerlukan sejumlah informasi dan pengetahuan. Dan ketiga, berpikir
kritis mencangkup dimensi afektif yang semuanya menjelaskan dan
menekankan secara berbeda-beda. Tujuan berpikir kritis adalah untuk
menilai suatu pemikiran, menaksir nilai bahkan mengevaluasi pelaksaan
atau praktik dari suatu pemikiran dan nilai tersebut. Dan problem solving
adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban
berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya. Jadi, kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan
melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran
memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
a. Membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah,
memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan.
b. Mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi,
melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar).
c. Penyeleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau
eksperimen, reduksi atau ekspansi, dedukasi logis, menulis
persamaan).
d. Menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan
komputasi, aljabar, dan geometri).
e. Refleksi atau perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternative
pemecahan, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan
pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orsinil).
Pada model pembelajaran ini guru berperan sebagai konselor,
konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat
tinggi. Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah sebuah
metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik
menghadapi berbagai masalah baik pribadi atau perorangan maupun
kelompok untuk dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Ada empat tahap
proses pemecahan masalah menurut Savage dan Amstrong sebagai berikut:
1) Mengenal adanya masalah;
2) Mempertimbangkan pendekatan-pendekatan untuk pemecahannya;
3) Memilih dan menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut; dan
4) Mencapai solusi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun keunggulan metode problem solving, sebagai berikut:


a. Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan
khususnya.

Kelemahan metode problem solving, adalah sebagai berikut:


a. Beberapa pokok pembahasan sangat sulit untuk menerapkan metode
ini.
b. Memerlukan advokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang lain.

2. Model Inquiri Training


Secara umum, istilah “inquiri” berkaitan dengan masalah dan
penelitian untuk menjawab suatu masalah. Rogers (1969), misalnya
menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu proses untuk mengajukan
pertayaan dan mendorong semangat belajar para siswa pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Sebagai sebuah metode mengajar yang
berorientasi pada latihan meneliti dan mempertanyakan, istilah ini sejajar
dengan metode pemecahan masalah, berpikir reflektif dan atau ‘discovery’
(Hagen, 1969). Namun, Beyer (1971) mengatakan bahwa inkuiri lebih dari
sekedar bertanya. Inkuiri adalah suatu proses mempertanyakan makna atau
arti tertentu yang menuntut seseorang menampilkan kemampuan
intelektual agar ide atau pemikirannya dapat dipahami.
Pengunaan pendekatan ini memiliki keunggulan terutama untuk
mengembangkan kemampuan berpikir maupun pengetahuan. Sikap dan
nilai pada peserta didik dibanding dengan pendekatan klasikal atau
tradisional. Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang
dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di
kelas. Pendekatan ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat
kepada siswa (student-centred instruction) daripada kepada guru (teacher-
centred instruction).
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran, yaitu:
a. Menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan
situasi yang saling bertentangan).
b. Menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang
dihadapi, memeriksa tampilnya masalah).
c. Mengkaji data dan mengeksprimentasi (mengisolasi variabel yang
sesuai, merumuskan hipotesis).
d. Mengorganisasikan, merumuskan dan menjelaskan.
e. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih
efektif.
Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi
konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi
penelitian, dan masalah yang menantang peserta didik untuk melakukan
penelitian. Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi
penelitian dan semangat kreatif. Langkah-langkah inquiry adalah sebagai
berikut:
a. Langkah pertama adalah orientasi, peserta didik mengidentifikasi
masalah, dengan pengarahan dari guru terutama yang berkaitan
dengan situasi kehidupan sehari-hari.
b. Langkah kedua hipotesis, yaitu menyusun sebuah hipotesis yang
dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari
penjelasan yang telah diajukan.
c. Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah
diajukan.
d. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis diperluas
kajiannya dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang
dikembangkan dari hipotesis tersebut.
e. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk
mencari dukungan atau pengujian bagi hipotesis tersebut.
f. Langkah keenam generalization, pada taraf ini inquiry sudah sampai
pada tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah.

3. Model Problem-Based Intruction


Problem-Based Intruction adalah model pembelajaran yang
berandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan
peserta didik dalam belajar dan pemecahan masalah otentik.
Model Problem-Based Intruction memiliki lima langkah
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang
berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa
untuk pertemuan satu, dua atau tiga pertemuan, bisa berawal dari
seleksi guru atau eksplorasi peserta didik.
b. Guru membantu peserta didik mengklarifikasi masalah dan menentukan
bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-
sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survei
dan pengukuran).
c. Guru membantu peserta didik menciptakan makna terkait dengan hasil
pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka
memecahkan masalah dan apa rasionalnya).
d. Pengorganisasian laporan (makalah,laporan lisan, model, program,
computer, dll.).
e. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua peserta didik, guru, bila
perlu melibatkan administrator dan anggota masyarakat.3

4. Model Pembelajaran Perubahan Koseptual


Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi
untuk memasukkan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Oleh
karena itu, untuk memecahkan masalah, seorang peserta didik harus
mematuhi aturan-aturan antara yang selaras dan aturan-aturan ini
didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Perubahan konseptual
terjadi ketika peserta didik memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar
terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan
restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh pesera didik sebelum
pembelajaran.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Sajian masalah konseptual dan kontekstual.

3
Nana Sudjana. 2000. “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar”.( Bandung: PT Sinar Baru
Algesindo), hal.85-86
b. Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
c. Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi,
atau contoh-contoh tandingan.
d. Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara alamiah.
e. Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual.
f. Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman
dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja
peserta didik, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik, dan
untuk guru, peralatan demonstransi yang sesuai, model analogi, meja dan
kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang mudah ditata
untuk itu. Dampak pembelajaran model ini adalah sikap positif terhadap
belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan
pengetahuan yang variatif.4

5. Model Group Investigation


Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan yang utama, adalah:
peserta didik hendaknya aktif (learning by doing), belajar hendaknya
didasari motivasi intrinsic, pengetahuan berkembang tidak bersifat tetap,
kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta
didik, pendidikan harus mencangkup kegiatan belajar dengan prinsip
saling memahami dan saling menghormati satu sama lain artinya prosedur
demokratis sangat penting, kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata. Gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model
group investigation. Model group investigation memiliki enam langkah
pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber,
memilih topic, merumuskan permasalahan.
b. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana
mempelajarinya, siapa melakukan apa, apa tujuannya).

4
http://nurkholifahhh17.blogspot.com/2016/12/makalah-model-pembelajaran-ips.html
c. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis datam membuat referensi).
d. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan
presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulen).
e. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain
mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan
atau tanggapan).
f. Evaluating (masing-masing peserta didik melakukan koreksi terhadap
laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, peserta didik
dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan,
melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian
pemahaman.
Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru.
Sarana pendudkung model pembelajaran ini adalah lembaran kerja siswa,
bahan ajar, panduan bahan ajar untuk peserta didik dan guru, peralatan
penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau
ruangan kelas yang mudah ditata untuk itu. Sebagai dampak pembelajaran
adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelituan yang
berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang
mendalam.5

6. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)


Teknik Mengklarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) atau
sering disebut VCT merupakan teknik pembelajaran untuk membantu
peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap
baik dalam mengahadapi persoalan melalui proses menganalisis nilai yang
sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik. Tujuan menggunakan
VCT yaitu:

5
Asep Hermawan, 2006,Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif, (Jakarta : PT. Gramedia widia
Sarana Indonesia), hal. 27.
a. Mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran peserta didik tentang
suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan
target nilai yang akan dicapai.
b. Menanamkan kesadaran peserta didik tentang nilai-nilai yang dimiliki
baik tingkat maupun sifat yang positif maupun yang negative untuk
selanjutnya ditanamkan kearah peningkatan dan pencapaian target
nilai.
c. Menanamkan nilai-nilai tertentu kepada pesera didik melalui cara
yang rasional (logis) dan diterima peserta didik, sehingga pada
akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik peserta didik sebagai
proses kesadaran moral bukan kewajiban moral.
d. Melatih peserta didik dalam menerima-menilai nilai dirinya dan posisi
nilai orang lain, menerima serta mengambil keputusan terhadap suatu
persolan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan
sehari-hari.

7. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat (S-T-M)


Pendekatan S-T-S dikembangkan sebagai sebuah pendekatan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan
lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam
mencari informasi untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam
kehidupan sehariannya. Perkembangan sains dan teknologi sering kali
menimbulkan dampak dalam proses perubahan masyarakat. Dengan
digunakannya S-T-S dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu
dimensi baru dalam pembaharuan pendidikan IPS terutama dapat
menekankan segi pragmatis yaitu mengungkapkan hal-hal yang berguna
dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan peserta didik.
Program-program S-T-S pada umumnya memiliki karakteristik atau
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan
dampak.
b. Perpanjangan belajar di luar kelas dan sekolah.
c. Fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap peserta didik.
d. Identifikasi bagaimana sains teknologi berdampak di masa depan.
e. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar dll.

8. Model Portofolio
Teori belajar yang mendasari pembelajaran portofolio adalah teori
belajar konstruktivisme, yang ada prinsipnya menggambarkan bahwa
peserta didik membentuk atau membangun pengetahuannya melalui
interaksi dengan lingkungannya. Portofolio sebagai model pembelajaran
merupakan usaha guru agar peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun
kelompok. Pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan peserta didik
untuk :
a. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru
atau dari buku/bacaan dengan penerapannnya dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas
baik informasi yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek
langsung, TV/radio/internet) maupun orang/pakar/tokoh.
c. Membuat alternatif untuk mengatasi topic/objek yang dibahas.
d. Membuat suatu keputusan (sesuai kemampuannya) yang berkaitan
dengan konsep yang telah dipelajarinya, dengan mempertimbangkan
nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
e. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah
dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang
dibahas.
9. Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh utama
pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment). Tahap-tahap dalam pelaksanaan
pembelajaran kontekstual pada tingkat sekolah adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji materi yang akan diajarkan pada peserta didik dengan
memilih yang kontekstual dan dapat dikaitkan dengan hal-hal yang
aktual.
b. Mengkaji konteks kehidupan peserta didik sehari-hari dengan cermat
sebagai upaya untuk memahami konteks kehidupan peserta didik.
c. Memilih materi pelajaran yang dapat dikaitkan dengan konteks
kehidupan peserta didik.
d. Menyusun persiapan kegiatan pembelajaran yang telah memasukkan
konteks kehidupan di dalam materi yang akan diajarkan.
e. Melaksanakan kegiatan pembelajaran kontekstual dengan mendorong
peserta didik untuk mengaitkan materi yang dipelajari dengan
pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
f. Melakukan pemilaian sebenarnya terhadap hasil belajar peserta didik, di
mana hasil penilaian tersebut digunakan untuk bahan perbaikan atau
penyempurnaan persiapan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran
selanjutnya.

10. Model Inkuiri Sosial


Model menghubungkan istilah inkuiri dengan pengembangan
kemampuan peserta didik untuk menemukan dan merefleksikan sifat
kehidupan sosial, terutama sebagai latihan hidup sendiri dan langsung
dalam masyarakat. Guru berperan sebagai reflector dan pembimbing yaitu
memberikan bantuan kepada peserta didik dalam menjelaskan kedudukan
mereka dalam proses belajarnya. Terdapat tiga cirri pokok dalam model
pembelajaran iinkuiri sosial, yaitu:
a. Adanya aspek-aspek sosial dalam kelas yang dapat menumbuhkan
tercipatanya suatu diskusi kelas.
b. Adanya penetapan hipotesis sebagai arah dalam pemecahan masalah.
c. Mempergunakan fakta sebagai pengujian hipotesis.

11. Model Pembelajaran Pengambilan Keputusan


Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran
pengambilan keputusan (decision making) yang dikhususkan untuk
pembelajaran IPS. Apa dan mengapa model pembelajaran pengambilan
keputusan?
Makna konsep pengambilan keputusan (decision making) berkaitan
dengan kemampuan berpikir tentang alternatif pilihan yang tersedia,
menimbang fakta dan bukti yang ada, mempertimbangkan tentang nilai
pribadi dan masyarakat. Apabila seseorang dihadapkan pada pilihan-
pilihan tersebut maka kemungkinan jawaban yang muncul adalah pilihan
yang tepat atau tidak tepat.
Banks mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam
pengambilan keputusan tidaklah muncul dengan sendirinya. Pengambilan
keputusan adalah suatu keterampilan yang harus dibina dan dilatihkan.
Bertitik tolak dari asumsi bahwa keterampilan pengambilan keputusan
(decision-making-skills) dapat dibina dan dilatihkan pada siswa maka
model pembelajaran ini merupaka alternatif bagi para guru dan calon guru
untuk membina profresionalisme dalam proses belajar-mengajar. Savage
dan Armstrong (1996) mengemukakan langkah-langkah proses
pengambilan keputusan sebagai alternatif model pembelajaran dalam IPS
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi persoalan dasar atau masalah;
2. Mengemukakan jawaban-jawaban alternatif;
3. Menggambarkan bukti yang mendukung setiap alternatif;
4. Mengidentifikasi nilai-nilai yang dinyatakan dalam setiap alternatif;
5. Menggambarkan kemungkinan akibat setiap pilihan alternatif;
6. Membuat pilihan dari berbagai alternatif;
7. Menggambarkan bukti dan nilai yang dipertimbangkan dalam
membuat pilihan.
Selain Savage dan Armstrong, Banks (1990) mengemukakan pula
urutan langkah atau prosedur dalam pengembangan keterampilan
pengambilan keputusan dengan komponen esensial sebagai syaratnya.
Menurut Banks, sedikitnya ada dua syarat untuk melaksanakan model
pembelajaran pengambilan keputusan: (1) pengetahuan sosial; dan (2)
metode atau cara mencapai pengetahuan.
Demikian sejumlah model pembelajaran IPS yang dapat diterapkan
oleh para guru di kelas. Namun untuk melaksanakannya, guru dapat
memodifikasi model-model tersebut setelah ada penyesuaian konteks
lingkungan dan kondisi serta kebutuhan peserta didik.6

6
http://nurkholifahhh17.blogspot.com/2016/12/makalah-model-pembelajaran-ips.html
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai
pedoman untuk para perancang pembelajaran dan para pendidik dalam
merencanakan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran
yang sesuai dengan model pembelajaran IPS adalah model pembelajaran yang
berlandaskan pendekatan paradigma konstruktivisme yaitu pembelajaran yang
berdasarkan pada partisipasi aktif peserta didik dalam memecahkan masalah
dan berpikir kritis. Model-model pembelajaran IPS berlandaskan paradigm
konstruktivisme diantaranya yaitu: Model Reasoning and Problem Solving,
Model Inquiry Training, Model Problem-Based Instruction, Model
Pembelajaran Perubahan Konseptual, Model Group Investigation, Model
Pembelajaran VCT, Pendekatan S-T-M atau S-T-S, Model Portofolio,
Pembelajaran Kontekstual, Model Inkuiri Sosial.

B. Saran
Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan
dibuat bingung mengenai strategi dan model pembelajaran efektif untuk
dipakai peserta didik. Maka dari itu tugas seorang guru harus mempunyai
keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik.
sehingga proses belajar mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan
lebih antusias, tidak merasa bosan dan mampu mengubah persepsi siswa
terhadap mata pelajaran IPS akan lebih positif dan akan lebih menyenangkan
karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, R. (2011). Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPS Di


Sekolah Dasar. Pedagogia : Jurnal Pendidikan, 1(1), 95.
https://doi.org/10.21070/pedagogia.v1i1.32
Dr. Huriah Rachmah, M.Pd. (2014). Pengembangan Profesi Pendidikan IPS.
Bandung: Alfabeta.
Dr. Sapriya, M.Ed. (2009). Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya
Dr. Rudy Gunawan, M.Pd. (2011). Pendidikan IPS filosofi, Konsep dan
Aplikasi. Jakarta: Alfabeta.
Asep Hermawan, 2006,Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif, (Jakarta : PT.
Gramedia widia Sarana Indonesia).
Nana Sudjana. 2000. “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar”.( Bandung: PT
Sinar Baru Algesindo),
http://nurkholifahhh17.blogspot.com/2016/12/makalah-model-pembelajaran-
ips.html

Anda mungkin juga menyukai