Kelompok 3:
Nuraidah (23.1.03.0062)
Juhari (23.1.03.0037)
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan
sebuah makalah kelompok untuk mata pelajaran Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial SD
dengan judul “Paradigma Pembelajaran IPS (Social Studies)”
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Fitriyani,S.Pd., M.Pd sebagai dosen
pengampu mata kuliah Konsep Dasar IPS SD, yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami juga saling berterimakasih atas kerja sama
anggota kelompok sehingga penulisan makalah ini dapat di selesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyususn sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang di tulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
C. Tujuan ............................................................................................................................. 3
A.Kesimpulan....................................................................................................................... 13
B.Saran ................................................................................................................................. 13
Untuk menbangun generasi muda yang peka terhadap masalah sosial dalam kehidupannya
perlu program pendidikan yang tidak hanya membekali sekedar pengetahuan secara
keilmuan, tetapi juga pemaknaan dan aplikasinya atas pengetahuan yang diperoleh dalam
kehidupannya sehari-hari.
Sementara itu untuk membekali pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta
kemampuan berfikir kritis dan kreatif dalam rangka mengambil keputusan, dibutuhkan
program IPS. Melalui pendidikan IPS di sekolah diharapkan dapat membekali pengetahuan
dan wawasan tentang konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan
kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya serta mampu memecahkan masalah
sosial dengan baik, yang pada akhirnya siswa yang belajar IPS dapat terbina menjadi warga
negara yang baik dan bertanggung jawab.
Paradigma pembelajaran IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS
yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan, Paradigma juga merupakan
jalur berfikir dalam menyelesaikan masalah yang ada. IPS sendiri memiliki beberapa disiplin
ilmu pembentuk IPS yang mana pendidikan IPS tidak bisa dilepaskan dari interaksi
fungsional masyarakat Indonesia dengan sistem dan praktis pendidikan
Kesulitan belajar yang dialami siswa merupakan bentuk gangguan fisik dan psikis, hal
tersebut didorong dari faktor internal dan eksternal. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan
psikologis tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya
tersebut. Dengan cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi
yang diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan
institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan
Tujuan IPS adalah untuk menghasilkan warga negara yang religius, jujur, kritis,
demokratis, kreatif, metakognitif, kritis yang peduli. Tentang pertanyaan lingkungan sosial
dan fisik yang turut mendorong berkembangnya kehidupan sosial dan budaya serta mampu
berkomunikasi dengan baik dan produktif. Dalam pembelajaran IPS terdapat permasalahan
yang terjadi dalam proses pembelajarannya. Baik itu datangnya dari dalam diri siswa atau
guru dan faktor dari luar diri. Dari faktor internal merupakan faktor yang muncul dari dalam
diri siswa faktor ini berhubungan dengan faktor fisiologi (berkaitan dengan jasmani atau fisik
seperti sakit dan cacat fisik) dan psikologi (berkaitan dengan mental atau rohani siswa seperti
intelegensi, bakat, minat, motivasi dan kesehatan mental).
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu Paradigma?
C. Tujuan
a. Mengetahui Apa itu Paradigma
(merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode,
serta penerapan ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Paradigma sendiri asalnya dari bahasa latin, yakni para dan deigme. Secara
etimologis, para artinya (di sebelah, di samping) kemudian deigme artinya (menampakkan,
yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal). Bagus memberikan uraian (Pujileksono, 2015:
16) menyatakan paradigma berarti di sisi model, adanya pola ataupun contoh. Pujileksoni
(dalam Toni Nasution 2023) berpendapat bahwa paradigm merupakan pandangan, konsep,
nilai-nilai dan praktek, dan bagaimana seseorang memandang sesuatu terhadap disiplin ilmu.
Paradigma dipakai untuk landasan ataupuun untuk dasar berpijak dalam berpikir seorang
peneliti bagaimana ia melihat dunia. Disini seorang peneliti memakai paradigm sebagai rute
dalam berfikir untuk penyelesaian problem yang beda. Paradigma ada tiga kisaran area, yang
mewakili tiga pertanyaan filosofis yang berhubungan dengan penelitian: ontology (ontology),
pertanyaan tentang sifat realita; epistemology (epistemology), pertanyaan tentang bagaimana
kita tahu sebuah hal, dan aksiologi (axiology), pertanyaan tentang apa yang layak untu
diketahui (West dan Turner dalam Toni Nasution 2023, hal.111)
Tujuan utama pendidikan IPS di SD mengembangkan potensi peserta didik agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun masyarakat.
Pemahaman konsep ilmu sosial di Indonesia sebagian besar terkait dengan gagasan
bahwa "Ilmu Sosial" di Amerika Serikat adalah negara dengan pandangan luas dan reputasi
akademik yang signifikan di bidang tersebut. Reputasi ini tercermin dalam perluasan
pemahaman lapangan, yang dibuktikan dengan beberapa karya akademik yang diterbitkan
oleh National Council for Social Research (NCSS). Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa
memperluas pemahaman ilmu-ilmu sosial di Indonesia secarahistoris sangat sulit secara
epistemologis dan ada dua alasannya: Pertama, Indonesia tidak memiliki lembaga yang
memang ahlinya (professional) ilmu-ilmu sosial yang tua dan kuat pengaruhnya. NCSS atau
SSEC. Badan atau lembaga sejenis kepunyaan Indonesia yaitu HISPIPSI (Himpunan Sarjana
Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia) terbilang terlalu muda dan produktivitas akademiknya
masih belum dioptimalkan sebab sangat terbatas dimana hanya melakukan pertemuan
tahunan dan diskusi antar anggota yang masih bersifat sesekali. Kedua, pengembangan dan
pembelajaran kurikulum IPS sebagai ontologi (disiplin) IPS selama ini terlalu terikat pada
pemahaman para pakar yang individualistis dan berbasis kelompok yang tugasnya hanya
iseng-iseng mengembangkan kurikulum ilmu sosial.
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merupakan sumpah yang mencakup berbagai topik
mengenai sosial, seperti budaya, politik, ekonomi, dan geografi. Salah satu peran IPS adalah
sebagai transmisi kewarganegaraan, yang berarti menyediakan pemahaman dan pengetahuan
tentang kewarganegaraan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Tradisi pembelajaran IPS model transmisi kewarganegaaraan ini, oleh sebagian ahli
dipandang sebagai bentuk proses pendidikan yang statis, bahkan konservatif. Hal ini
dikarenakan di tengah kehidupan masyarakat yang dinamis di tengah perkembangan dunia
yang terus mengalami perubahan, setiap anak manusia dituntut untuk memiliki kemampuan,
pemikiran, dan keterampilan yang lebih luas dan kompleks. Jika dikaitkan dengan kehidupan
masyarakat Indonesia yang sedang berkembang, maka pembelajaran model transmisi
kewarganegaraan ini kurang relevan. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS yang relevan
untuk masyarakat Indonesia saat ini perlu terus dikembangkan.
IPS diajarkan sebagai ilmu sosial diperlukan agar peserta didik dapat berpikir kritis dan
melakukan penelitian seperti yang telah dilakukan oleh beberapa ahli sosial.
IPS diajarkan sebagai ilmu sosial dengan harapan siswa dapat menjadi warga yang baik
dan peka terhadap masalah yang ada di masyarakat serta belajar untuk memecahkan masalah
tersebut.
Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik dapat
berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan meneliti seperti apa yang dilakukan oleh
ahli ilmu sosial. Tujuan pengajaran IPS sebagai ilmu sosial adalah menciptakan warga negara
yang mampu belajar dan berpikir secara baik, seperti yang dilakukan oleh ahli ilmu sosial.
Menurut Barr, IPS sebagai ilmu sosial bertujuan menciptakan warga negara yang
sempurna yang telah menguasai cara berpikir para ahli ilmu sosial. Cara berpikir tersebut
berhasi melahirkam ahli-ahli riset yang mengetahui bagaiman mengintetprestasikan dan
menggunakan pengetahaun sosial yang dapat melihat dan membedakan masalah.
Guru yang mengajarkan IPS sebagai ilmu sosial harus memiliki keyakinan bahwa cara ini
merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang dapat berpikir seperti
ahli ilmu sosial. Mereka dapat merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, melakukan
analisa data, dan dapat menarik simpulan sesuai dengan berbagai bidang keilmuan ilmu
sosial. Dengan demikian, mereka diharapkan dapat menjadi warga negara yang demokratis,
dan dapat berpikir seperti apa yang dilakukan oleh para ahli ilmu sosial.
Kondisi tersebut sesuai dengan keinginan para ahli ilmu sosial bahwa anggota masyarakat
sejak usia muda dapat mengamati dunia sekitarnya melalui penglihatan seperti ahli ilmu
sosial, mengajukan berbagai pertanyaan, dan menerapkan metode analisis serta konsep-
konsep yang digunakan para ahli ilmu sosial. Dengan cara demikian, para peserta didik dapat
memahami struktur dan proses sosial di sekitarnya.
Pembinaan warga negara atau warga manyarakat tidak hanya ditekankan pada aspek
kemampuan intelektuanya, tetapi diseimbangkan dengan aspek kemampuan emosional dan
keterampilannya. Pengajaran IPS yang bersifat akademis terhadap ilmu sosial seperti
digambarkan di atas seolaholah tidak memperhatikan aspek emosional, sementara kehidupan
bermasyarakat sarat dengan ungkapkan dan gejala-gejala sosial yang bersifat emosional.
Pada tahun 1916 para dewan mengembangkan konsep yang revulisioner tentang studi-
studi sosial, seperti:
Jadi, pengertian inquiri tidak hanya terbatas pada pertanyaan atau pemeriksaan, tetapi
meliputi pula proses penelitan, keingintahuan, analisis sampai dengan penarikan simpulan
tentang hal-hal yang diperiksa atau diteliti. Dalam rangka pengajaran IPS, wawasan inkuiri
ini diarahkan kepada kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan menjadi orang yang
secara bebas dapat memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.
1. Mengajarkan kepada para siswa menjadi warga negara yang mampu membuat
keputusan
2. Agar murid mampu mengidentifikasi masalah dan meresponnya serasional mungkin
3. Membantu para siswa untuk berpikir secara kritis tentang isu yang terjadi.[5]
Pada penjelasan ini, pengertian inkuiri juga meliputi pengidentifikasian masalah sosial
yang harus ditelaah. Jadi, proses inkuiri merupakan proses bepikir yang lebih kritis dan lebih
mendalam. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, yang dimaksudkan dengan inkuiri reflektif
adalah proses berpikir yang mendalam dan merefleksikan pengalaman, atau dengan perkataan
lain dapat dikatakan sebagai proses merenung. Oleh karena itu, proses inkuairi reflektif atau
berpikir dan merenung tidak hanya berpikir untuk memeriksa atau meneliti sesuatu persoalan,
tetapi berhubungan pula dengan sikap penilaian pengungkapan pengalaman.
Pengajaran IPS sebagai inkuiri reflektif atau sebagai proses penelaahan dan pemikiran
yang mendalam, merupakan teknik atau strategi pembelajaran yang bermanfaat dalam
membina peserta didik menjadi kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Secara lebih jauh lagi, peserta didik dapat diarahkan mampu membuat
keputusan yang berkaitan dengan hal-hal yang dialaminya sehari-hari. Dengan demikian,
model pembelajaran inkuairi merupakan salah satu model yang tepat untuk menciptakan
manusia sebagai cendekia.
2. Difusi, yaitu proses dimana ide-ide baru tersebut dikomunikasikan kedalam sistem
sosial.
2. Siswa mampu memberikan solusi kepada masyarakat tentang masalah sosial yang ada
3. Siswa mampu mempertahankan kebudayaan dan nilai-nilai yang baik dari bangsanya.
1. Problem Solving, yaitu pemecahan masalah yang ada di masyarakat yang telah
dibawa guru kedalam kelas untuk didiskusikan
2. Discovery Learning, yaitu menemukan solusi, prinsip atau konsep atas suatu masalah
untuk diberikan kepada masyarakat sepertipara pengambil kebijakan, guna
menyelesaikan masalah yang ada.
3. Pembelajarn Proyek, yaitu siswa diajak langsung untuk ikut serta dalam berbagi
proyek pembangunan sosial.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Pembelajaran IPS sebagai transmisi kewarganegaraan merupakan strategi pengajaran
IPS yang berhubungan dengan penanaman tingkah laku, pengetahuan, pandangan, dan
nilai yang harus dimiliki oleh peserta didik. Tingkah laku, pengetahuan, pandangan
dan nilai yang akan diajarkan harus sesuai dengan kekayaan nilai-nilai budaya yang
berkembang di lingkungan peserta didik dan guru yang mengajarkan IPS. Hal ini
dimaksudkan agar nilainilai budaya yang ada dalam masyarakat dapat ditransmisikan
dari generasi ke generasi.
2. Pembelajaran IPS sebagai ilmu sosial didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik
dapat berpikir secara kritis, mampu mengobservasi dan meneliti seperti apa yang
dilakukan oleh ahli ilmu sosial.
3. Pembelajaran IPS sebagai inkuiari reflektif berlangsung ketika peserta didik
dilibatkan ke dalam suasana kehidupan yang nyata, yang penuh dengan persoalan
yang harus diteliti dan dipikirkan secara kritis. Peserta didik dilatih untuk membuat
suatu keputusan tentang hal-hal yang berkenaan dengan kebijakan dan kehidupan
demokrasi, mereka harus mampu mengelola dirinya sendiri, serta mampu berlaku dan
bertindak sebagai anggota masyarakat.
4. Transformasi sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat baik
dalam bentuk sifat, watak, dan struktur.
B.Saran
Hendaknya makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran bagi
pembaca. Dan makalah ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi penyusun dan
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Sina, A., Dini, A., & Nurhalimah, N. (2023). Paradigma Pembelajaran IPS Dan
Permasalahannya. Faidatuna, 4(2), 164-174.
Afifah, S. N., Komalasari, K., Disman, D., & Malihah, E. (2022). Pembelajaran IPS Berbasis
Blended Learning sebagai Upaya Memenuhi Tantangan Abad 21. Jurnal
Basicedu, 6(3), 4289-4298.
Endayani, Henni. (2017). Pengembangan Materi Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal Program
studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, vol. 1(1), 9-11.