Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN


KOOPERATIF TIPE TALKING STICK UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN
AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI PADA SISWA
KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 2 KESIMPAR
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

OLEH :

NI WAYAN LYSNIA PRANIKA WULAN DEWI


NIM: 2006020816

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA HINDU


PASCASARJANA
UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur dipanjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena

atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya Proposal yang berjudul IMPLEMENTASI

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TIPE TALKING STIK

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA

HINDU DAN BUDI PEKERTI PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2

KESIMPAR TAHUN PELAJARAN 2020/2021 dapat terselesaikan.

Pelaksanaan pembuatan Proposal ini dilakukan tidak terlepas dari adanya

berbagai permasalahan yang dihadapi, tetapi atas bantuan, saran, dan kerjasama

yang baik maka proposal ini dapat terselesaikan. Melalui kesempatan ini

disampaikan terima kasih kepada:

1. Orang tua saya yang telah mendukung dalam pembuatan proposal ini.

2. Rekan – rekan guru yang mengajar di SD Negeri 2 Kesimpar dan para

siswa SD Negeri 2 Kesimpar yang telah memberikan bantuan dan

dukungan dalam penulisan proposal ini.

Sangat disadari bahwa Proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran konstruktif dari berbagai pihak sangat diharapkan demi

kesempurnaannya. Dengan kerendahan hati semoga karya ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Om Santih, Santih, Santih Om.

Penulis

Amlapura, Maret 2021


2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN1
1.1 Latar Belakang Masalah1
1.2 Identifikasi Masalah7
1.3 Pembatasan Masalah7
1.4 Rumusan Masalah8
1.5 Tujuan Penelitian8
1.6 Manfaat Penelitian8
1.6.1 Manfaat Teoretis8
1.6.2 Manfaat Praktis9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA10
2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)...................................... 10

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick.................................. 14

2.3 Hasil Belajar18


2.3.1 Pengertian Hasil Belajar18
2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar19
2.4 Pendidikan Agama Hindu21
2.4.1 Pengertian Pendidikan Agama Hindu21
2.4.2 Tujuan Pendidikan Agama Hindu22
2.5 Pendidikan Budi Pekerti23
2.5.1 Pendidikan Budi Pekerti23
2.6 Penelitian Yang Relevan27
2.7 Kerangka Berpikir28
2.8 Hipotesis Tindakan29
BAB III METODE PENELITIAN30
3.1 Rancangan Penelitian30
3
3.2 Subjek dan Objek Penelitian31
3.2.1 Subjek Penelitian31
3.2.2 Objek Penelitian32
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian..33
3.4 Prosedur Penelitian34
3.4.1 Refleksi Awal34
3.4.2 Rincian Prosedur Penelitian35
3.5 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen..37
3.6 Metode Pengolahan Data37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 40

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan potensi yang sangat berharga dalam

mewujudkan negara maju. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam

mewujudkan negara maju melalui upaya pendidikan. Menurut Soegarda

Poerbakawatja (dalam Titib, 2006:14) dinyatakan dalam pengertian yang luas

pendidikan itu sebagai berikut.

Usaha orang-orang yang sudah dewasa, untuk mengalihkan pengetahuan,


pengalaman maupun kecakapan dan keterampilannya kepada generasi muda,
sebagai usaha untuk menyiapkan agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik
jasmani maupun rohani. Dari pengertian ini ada beberapa unsur di dalam
pendidikan itu, yaitu generasi tua, generasi muda, usaha mentransfer sesuatu
untuk mencapai tujuan hidup. Karena luasnya usaha pendidikan itu, maka
dapatlah dikatakan pendidikan itu meliputi segala pertolongan dan pimpinan
yang yang diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa dengan maksud
supaya ia kelak sanggup melakukan tugasnya dalam masyarakat.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,

dijelaskan bahwa: “Tujuan Pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi

peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab” (Departemen

Pendidikan Republik Indonesia, 2003:5).

Upaya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah perlu

bekerjasama dengan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan secara

formal maupun nonformal. Kerjasama dalam upaya mewujudkan pendidikan

5
dipusatkan pada pendidikan secara formal melalui pendidikan yang

diselenggarakan di sekolah.

Sekolah merupakan pendukung utama dalam usaha mencerdaskan

kehidupan masyarakat. Sekolah sebagai salah satu lembaga formal diharapkan

mampu menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai agar hasil

belajar siswa dapat dicapai dengan maksimal.

Ada tiga komponen utama yang saling mendukung dan memiliki korelasi

dalam suatu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ketiga komponen tersebut

adalah kurikulum, guru, dan pengajaran. Jika ada kurikulum, tetapi tanpa ada

guru (dan termasuk pula siswa) dalam pengaplikasian kurikulum tersebut, juga

akan sia-sia. Inilah yang dimaksud saling berkaitan di antara ketiganya

(kurikulum, guru, dan pengajarannya). Jika kurikulumnya bagus, guru juga ada,

tetapi pengajarannya yang tidak optimal, hasilnya pun akan jauh dari optimal.

Oleh karena itu, sesungguhnya guru memiliki peran penting dalam

pengimplementasian kurikulum dan pelaksanaan pengajarannya di kelas.

Guru sebagai motivator dalam pembelajaran, semestinya mampu

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga materi yang

disampaikan mudah diserap oleh peserta didik, khususnya pada materi pelajaran

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti, yang dapat menunjang kegiatan

sehari-hari dalam masyarakat. Hal ini jelas mengarahkan agar kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan kontekstual dengan kehidupan peserta didik di

masyarakat dan nantinya berdaya guna bagi kehidupannya di masyarakat. Dengan

demikian, berbagai upaya pun dilakukan demi peningkatkan kualitas

pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti di sekolah-sekolah.


6
Upaya pembangunan di bidang Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha antara lain: penguasaan materi, media,

dan model pembelajaran yang digunakan. Upaya ini dapat dilakukan oleh guru

secara mandiri ataupun berkolaborasi dengan guru lain atau pemerintah. Selain

itu, guru juga dituntut pengembangan kompetensi dan profesionalismenya dalam

mengelola kelas melalui penerapan berbagai model pembelajaran yang inovatif.

Penggunaan model pembelajaran yang inovatif dan variatif diarahkan pada

peningkatan aktivitas dalam proses belajar mengajar berlangsung secara optimal

antara guru dan siswa. Interaksi antara guru dan siswa berimbas pada peningkatan

penguasaan pengetahuan siswa, yang pada gilirannya menimbulkan peningkatan

hasil belajar. Dengan kata lain, untuk peningkatan hasil belajar siswa, diperlukan

peran guru yang kreatif dan inovatif sehingga berimplikasi pada pembelajaran

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yang lebih baik, menarik, dan

diminati oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan diciptakan

sedemikian rupa, agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi

satu sama lain sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi hasil belajar. Jika dalam proses pembelajaran

didominasi oleh transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa tanpa

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan dan

pengalamannya. Pemahaman siswa tentang pentingnya Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti masih sangat terbatas. Dalam aktivitas pembelajaran, masih

banyak siswa yang tidak mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru juga belum mampu


7
mengoptimalkan aktivitas siswa di kelas, karena metode yang digunakan kurang

inovatif. Beberapa hal tersebut dapat berpengaruh pada rendahnnya hasil belajar

siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.

Rendahnya hasil belajar disebabkan oleh kurang efektifnya proses

pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Penyajian materi yang didominasi

metode ceramah semata-mata berorientasi pada materi yang tercantum dalam

kurikulum atau buku teks, sehingga bagi siswa, belajar tampaknya hanya untuk

menghadapi ulangan atau ujian dan terlepas dari konsep-konsep yang terkandung

di dalamnya banyak berhubungan dengan masalah-masalah nyata dalam

kehidupan sehari-hari. Metode ceramah masih didasarkan pada asumsi bahwa

pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke dalam pikiran

siswa, padahal konsep-konsep yang terkandung dalam pelajaran Pendidikan

Agama Hindu dan Budi Pekerti merupakan konsep yang memiliki tingkat

kesulitan tinggi yang tidak dapat ditransfer begitu saja kepada siswa, untuk itu

penggunaan metode ceramah perlu dikaji dalam rangka peningkatan penguasaan

terhadap materi pembelajaran.

Di samping itu, masih banyak pula guru yang menganggap bahwa dirinya

merupakan sumber belajar, bahkan ada yang menganggap bahwa dirinya satu-

satunya sumber bagi siswa. Padahal jika guru bisa menerapkan berbagai model

pembelajaraan yang lebih memusatkan pada siswa, maka guru dapat berperan

sebagai motivator dalam pembelajaran. Tanggungjawab utama pembelajaran

adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat belajar. “Proses

kegiatan akan terjadi jika siswa dapat berinteraksi dengan berbagai sumber

belajar” (Depdiknas, 2003:14). Guru hendaknya dapat menerapkan beberapa


8
model pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan

Agama Hindu dan Budi Pekerti.

Permasalahan seperti itu terjadi pada proses pembelajaran Pendidikan

Agama Hindu dan Budi Pekerti di kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Kesimpar.

Dari observasi awal yang dilakukan, guru tampak lebih mendominasi kelas

melalui penggunaan metode ceramah. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa

guru tersebut menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar. Dalam

situasi yang seperti ini, jelas saja siswa merasa bosan dan terkadang mengantuk

dalam kegiatan pembelajaran, sehingga materi pelajaran pun tidak terserap secara

optimal. Ketika dievaluasi, hasil belajar siswa pun menjadi kurang optimal. Dari

14 orang siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar, hanya 7 orang yang tuntas

( 50%). Daya serap siswa hanya mencapa 0,5, padahal target minimalnya sesuai

KKM adalah 75%. Hal ini tentu saja perlu mendapat perhatian ekstra agar situasi

seperti ini tidak terjadi berlarut-larut. Dengan demikian, perlu upaya untuk

mengatasi permasalahan ini supaya hasil belajar siswa pun dapat dioptimalkan.

Salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah

menerapkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Beberapa

model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah (1) Student Teams-

Achievemen Division (STAD), (2) Team Geam Tournament (TGT), (3) Team

Assisted Individualization (TAI), (4) Cooperative Integrated Reading And

Composition (CIRC), (5) Group Investigasion (GI), (6) Talking stick. Dari

keenam model pembelajaran kooperatif tersebut model cooperativelearning tipe

talking stick merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah di atas.

9
Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe talking stick

merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang

mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut

mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Dengan demikian,

siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa juga harus

percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah. Adapun alasan

mempergunakan tipe talking stick, yaitu untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya,

karenatipe ini memiliki kelebihan dari pada tipe lain. Kelebihan tipe talking stick

menurut Evika Minarriskawati (2016: 4) adalah dapat menguji kesiapan siswa

dalam menerima pembelajaran, membuat siswa membaca dan memahami

pelajaran dengan cepat dan membuat siswa belajar lebih giat, sehingga diharapkan

dapat meningkatkan hasil atau prestasi belajar siswa.

Penggunaan tipe talking stick diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yang sesuai harapan dan ketentuan

yang disepakati. Mengingat tentang permasalahan dan alternatif pemecahannya

dengan mencoba menggunakan tipe talking stick, tentu tidak terlepas dari suatu

proses simultan yang melibatkan tiga komponen, yaitu guru, siswa, dan materi

pelajaran. Dengan memadukan ketiga komponen tersebut diharapkan siswa dapat

meningkatkan hasil belajarnya, sehingga tujuan pembelajaran Pendidikan Agama

Hindu dan Budi Pekerti dapat tercapai.

10
Atas dasar kesenjangan harapan dan kenyataan yang diuraikan tersebut,

peneliti tertarik mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Implementasi

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti pada Siswa Kelas IV SD

Negeri 2 Kesimpar Tahun Pelajaran 2020/2021.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1.2.1 Pemahaman siswa tentang pentingnya Pendidikan Agama Hindu dan Budi

Pekerti masih rendah.

1.2.2 Masih banyak siswa yang belum dapat menjawab dengan benar pertanyaan

yang diberikan oleh guru meskipun sudah membaca dan memperhatikan

penjelasan guru.

1.2.3 Guru belum maksimal dalam mengimplementasikan model pembelajaran

yang inovatif sehingga hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi

Pekerti Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Kesimpar masih rendah.

1.2.4 Penggunaan metode konvensional berupa ceramah masih mendominasi

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan dalam penelitian

ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi

Pekerti siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar tahun pelajaran 2020/2021 melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe talking

stick dalam pembelajaran.


11
1.4 Rumusan Masalah

Seperti yang dikemukakan pada identifikasi masalah di atas, maka dalam

penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

Bagaimanakah peningkatan hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi

Pekerti siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar tahun pelajaran 2020/2021 setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe talking

stick?

1.5 Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan dalam suatu kegiatan merupakan hal yang mutlak,

karena kegiatan apapun tanpa memiliki tujuan yang jelas dapat dikatakan sebagai

sesuatu yang sia-sia. Dalam penelitian tujuan dapat dipandang sebagai pendorong

dan pedoman menuju cita-cita yang ingin dicapai. Berangkat dari rumusan

masalah, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Pendidikan

Agama Hindu dan Budi Pekerti siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar tahun

pelajaran 2020/2021 melalui implementasi model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) tipe talking stick.

1.6 Manfaat Penelitian

Ada dua jenis manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu manfaat

teoretis dan manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat Teoretis

Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe talking stick,

diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam rangka pendalaman konsep dan

pendewasaan ilmu Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti sebagai salah satu

cabang ilmu terapan (aflied science).


12
1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak

sebagai berikut.

1) Bagi siswa, implementasi model pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) tipe talking stick ini dapat memberikan pengalaman bagi siswa

untuk bertanggung jawab atas pembelajaran yang telah dilakukan.

2) Bagi guru/peneliti, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai salah satu

alternatif dalam memilih model pembelajaran sebagai upaya peningkatan

hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti dan dapat

memperoleh pengalaman langsung dalam melakukan penelitian khususnya

penelitian tindakan kelas dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.

3) Bagi sekolah, penelitian ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan guru,

khususnya dalam penelitian tindakan kelas sehingga dapat dijadikan

referensi untuk menambah wawasan tentang model pembelajaran.

4) Bagi lembaga STKIP Agama Hindu dan Budi Pekerti Amlapura,

penelitian ini dapat bermanfaat bagi rekan- rekan mahasiswa, sebagai

referensi untuk menambah wawasan tentang model pembelajaran dan

pengembangan dalam penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya dalam

penelitian tindakan kelas.

5) Bagi peneliti, melalui penelitian ini didapatkan pengalaman dan

pemahaman tentang teori dan metodelogi penulisan penelitian tindakan

kelas untuk diterapkan ketika menjadi guru Pendidikan Agama Hindu dan

Budi Pekerti.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif dikatakan unik bila dibandingkan dengan model-

model pembelajaran lain karena untuk peningkatan efektifitas pembelajaran

digunakan struktur penghargaan (reward) yang berbeda dengan yang lain. Peserta

didik diharapkan bekerja dalam kelompok dan penghargaan diberikan baik secara

kelompok maupun individu.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam

menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa sebagai anggota kelompok harus

saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Seperti yang dikemukakan Saptono (2003:32) bahwa: Cooperative Learning

merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan

siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-

kelompok kecil”. Menurut Nurhayati (2004:153) dikatakan bahwa: “Cooperative

learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan

berdasarkan pendekatan konstruktivistick dimana peserta didik bekerja sama

dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja

sama saling membantu dalam belajar sehingga mencapai tujuan yang sama.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:


14
(1) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau
berenang bersama, (2) para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap
siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab
terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (3) para siswa
harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, (4)
para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota
kelompoknya, (5) para siswa diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan
ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, (6) para siswa berbagi
kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama
selama belajar, (7) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Lungdren (dalam Trianto, 2007:47).
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus

agar dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi

pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau

tugas yang direncanakan untuk diajarkan selama kerja kelompok, dan tugas

anggota kelompok dalam mencapai ketuntasan (Slavin,2008).

Menurut Suarjaya (2010:2), model pembelajaran kooperatif memiliki ciri –

ciri sebagai berikut: “1) pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan

oleh peserta didik, 2) peserta didik membangun pengetahuan secara aktif, 3)

pengajaran perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa,

dan 4) pendidik adalah interaksi pribadi diantara guru dan siswa dan interaksi

antara guru dan siswa.”

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristick pembelajaran kooperatif

yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan

yang sama untuk keberhasilan (Slavin, 2008:26).

(1) Penghargaan Kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk

memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika

kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok


15
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam

menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu,

dan saling peduli.

(2) Pertanggungjawaban Individu

Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua

anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas

anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk

menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman

sekelompoknya.

(3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencangkup

nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari

yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skorsing ini setiap siswa baik yang

berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk

berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya

tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim yaitu sebagai

berikut:

(1) dalam belajar kooperatif selain mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang
berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang
16
bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.(2) penerimaan
terhadap individu, tujuan lain pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatifmemberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. (3)
pengembangan keterampilan sosial, tujuan penting ketiga pembelajaran
kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan
kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa
sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial
(Ibrahim, 2000:45).
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi

siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan

khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini

berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas siswa. Peranan hubungan

kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama

kegiatan.

Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran model

kooperatif. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

Tabel: 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan


Menyampaikan tujuan dan memotivasi pelajaran yang ingin dicapai pada
siswa pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau
melalui bahan bacaan.
Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasikan siswa ke dalam bagaimana caranya membentuk
kelompok kooperatif kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4 Guru membimbing kelompok belajar
Membimbing kelompok bekerja dan pada saat mereka mengerjakan tugas
belajar mereka.
17
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar
evaluasi tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk


Memberikan penghargaan menghargai, baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.

Mandal (2009:98) mengungkapkan terdapat lima keuntungan pembelajaran

kooperatif, antara lain:

1. pembelajaran kooperatif mengembangkan keterampilan berpikir tingkat

tinggi.

2. pembentukan keahlian dan praktek dapat diperkaya dan mengurangi

kebosanan atau kejenuhan belajar melalui aktivitas belajar kooperatif di dalam

dan di luar kelas.

3. belajar kooperatif membuat lingkungan aktif, melibatkan secara aktif pelajar

dan belajar menemukan.

4. belajar kooperatif meningkatkan kemampuan siswa yang lemah ketika

dikelompokkan dengan siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

5. Belajar kooperatif menunjukkan bahwa siswa memiliki gaya belajar berbeda-

beda.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking stick

Talking stick sebagai salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif

dengan bantuan tongkat yang dapat dipergunakan guru sebagai salah satu cara

untuk mengaktifkan siswa. Talking stick (tongkat bicara) yang dahulunya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara

18
atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku) (Huda,

2014: 223). Kini model ini sudah digunakan sebagai metode pembelajaran

ruang kelas, model ini mendorong siswa untuk berani mengemukakan

pendapat. Huda (2014:224) menyatakan bahwa talking stick merupakan tipe

pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang

tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka

mempelajari materi. Tipe talking stick ini merupakan tipe pembelajaran dimana

semua siswa dalam kelompok ikut memegang tongkat secara estafet. Kurniasih

dan Berlin (2015: 82) menyatakan bahwa model pembelajaran talking stick ini

dilakukan dengan bantuan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran

untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa

mempelajari materi pelajaran. Suprijono (2013: 109) menyatakan bahwa talking

stick merupakan pembelajaran yang mendorong siswa untuk berani

mengemukakan pendapat.

Menurut Slavin (dalam Yasin Burhan, 2004:65) dikatakan bahwa: kooperatif

talking stick berkembang dari penelitian belajar kooperatif oleh Slavin pada tahun

1995. Model ini merupakan suatu cara yang efektif untuk melaksanakan

pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa. Dalam model pembelajaran ini

siswa dituntut mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya.

Dengan demikian, siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri

dan siswa juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.

Pembelajaran dengan model Talking Stick bertujuan untuk mendorong peserta

didik untuk berani mengemukakan pendapat.  

19
Selain itu, penerapan Talking Stick sebagai salah satu tipe dalam model

pembelajaran cooperatife juga bertujuan untuk mengembangkan sikap saling

menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk

mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara

kelompok (Isjoni 2010:21). 

Sementara itu, menurut Eggen and Kauchak (1996: 279) pembelajaran

kooperatif tipe Talking Stick bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa,

memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat

keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Model pembelajaran talking stick merupakan salah satu dari model

pembelajaran kooperatif, guru memberikan siswa kesempatan untuk bekerja

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan cara mengoptimalisasikan

partisipasi siswa (Lie, 2002:56). 

Kemudian menurut Widodo (2009), talking stick merupakan suatu model

pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran.

Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya.

Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya

secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat

dan pertanyaan.

Menurut Sugihharto (2009) mengemukakan bahwa model pembelajaran

talking stick termasuk dalam pembelajaran kooperatif karena memiliki ciri-ciri

yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif yaitu: 

20
 (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya, 
 (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah,
 (3) Anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda, serta
 (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Model kooperatif tipe Talking Stick sebaiknya menggunakan iringan musik

ketika stick bergulir dari satu siswa ke siswa lainnya dalam menentukan siswa

yang menjawab pertanyaan dan agar siswa menjadi lebih semangat, termotivasi

serta proses belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan (Suprijono, 2009).

Langkah-langkah atau sintaks dari langkah model pembelajaran talking stick

menurut Suyanto (2009:124) yaitu sebagai berikut.

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat, 2) Guru menyampaikan materi


pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangan / paketnya,
3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru
mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya, 4) Guru mengambil
tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan
pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, 5) Guru
memberikan kesimpulan.

Sementara itu, Widodo (2009) menjelaskan bahwa sintaks atau langkah-

langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

talking stick, yaitu sebagai berikut.

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.


2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari
materi lebih lanjut.
4. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan
mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan diri
menjawab pertanyaan guru.

21
5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut
harus menjawabnya, jika siswa sudah dapat menjawabnya maka tongkat
diserahkan kepada siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian
besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru.
6. Guru memberikan kesimpulan.

Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick menurut Sugeng (2011:1)

ini mempunyai kelebihan, yakni sebagai berikut: (a) menguji kesiapan siswa, (b)

melatih membaca dan memahami dengan cepat, dan (c) agar lebih giat lagi dalam

belajar. Menguji kesiapan siswa mengandung maksud melalui penerapan talking

stick, guru dapat mengetahui sejauh mana kesiapan siswa, karena siswa yang

memegang stick tersebut yang wajib menjelaskan sesuatu atau menjawab

pertanyaan. Di samping itu, melalui talking stick melatih kemampuan membaca

siswa dan merangsang siswa agar lebih giat belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

talking stick adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan sebuah

tongkat, siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari

guru setelah siswa mempelajari materi. Model pembelajaran tipe talking stick

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam mengemukakan

pendapat dan menjawab pertanyaan dari guru.

2.3 Hasil Belajar

2.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar pada umumnya bermuara pada tiga sasaran, yaitu: prilaku,

unjuk kerja, dan hasil karya (Bellen, 2004:24). Sudjana (2008:3) mengungkapkan

bahwa: “hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah


22
menerimapengalaman belajar”. Kemudian Nasution (2001:439) mengungkapkan

bahwa: “hasil belajar adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau

keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran yang lazim diperoleh dari nilai

tes atau angka yang diberikan guru”.

Dari pendapat para ahli di atas dapat dikemukakan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswa sebagai akibat

perbuatan dan pengalaman belajar yang diperoleh melalui hasil tes yang

berbentuk angka atau nilai.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

Nasution (2006:38) mengatakan bahwa: “Hal-hal yang mempengaruhi

hasil belajar yaitu: bakat untuk mempelajari sesuatu, mutu pengajaran yaitu cara

guru menyampaikan materi, kesanggupan untuk memahami pengajaran,

ketekunan serta waktu yang tersedia untuk belajar”. Menurut Djamarah dan

Aswan Zain (1995:109) diungkapkan bahwa: “faktor-faktor yang mempengaruhi

hasil belajar adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi,

dan suasana evaluasi”. Sedangkan menurut Suryadi Suryabrata (dalam Tini,

2009:13) dikemukakan bahwa: “terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi

hasil belajar yaitu (1) faktor dari dalam diri siswa meliputi bakat, minat,

intelegensi, keadaan indera, kematangan, kesehatan jasmani, (2) faktor dari luar

diri siswa meliputi fasilitas belajar, waktu belajar, media belajar, cara guru

mengajar dan memotivasi”.

23
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kecerdasan, minat

dan bakat siswa, serta kegiatan pengajaran dan strategi mengajar guru sebagai

faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

Selain pemaparan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

juga dapat diklasifikasikan pada bagan menurut Weda (2012:16) sebagai berikut.

Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar

Faktor Internal Faktor Eksternal

Dari dalam siswa Dari luar siswa

Faktor
Lingkungan
Aspek Fisiologis Aspek Psikologis
Faktor Metode
 Kesehatan  Intelegensi
 Keadaan  Metode mengajar
 Bakat
fungsi-fungsi  Metode belajar
 Minat
jasmani  Motivasi

Lingkungan Sosial Lingkungan Non Sosial

 Keluarga  Suhu
 Sekolah  Cuaca
 Masyarakat  Waktu
 Tempat belajar
 Alat-alat belajar

Bagan 2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor di atas saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama

yang lain. Apabila aspek fisiologis siswa tidak baik maka akan mempengaruhi
24
aspek psikologis, begitu juga dengan lingkungan (baik sosial maupun non sosial)

di sekitar siswa tidak baik, maka akan berdampak pada proses dan hasil belajar.

Oleh karena itu guru dan orang tua agar menciptakan situasi dan kondisi belajar

yang dapat mendukung keberhasilan belajar siswa, baik di sekolah maupun di

rumah.

2.4 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

2.4.1 Pengertian Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

Secara garis besar pendidikan dengan Agama Hindu dan Budi Pekerti

adalah suatu komponen yang tidak dapat dipisahkan, dimana dalam Agama Hindu

dan Budi Pekerti disebutkan bahwa:

masalah pendidikan mendapat perhatian yang khusus karena melalui


pendidikan agama nantinya akan dapat membentuk pribadi manusia yang
berbudhi pekerti yang luhur. Nantinya dapat mengendalikan arus
modernisasi dewasa ini, serta ilmu yang diperolehnya dapat dimanfaatkan
sesuai dengan ajaran agama yang dipahami dan pada akhirnya ilmu
pengetahuan yang diperoleh lewat pendidikan tersebut dapat bermanfaat
untuk dirinya sendiri, dapat disumbangkan untuk kemajuan bangsa serta
negara selanjutnya (Titib, 2006:16).

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti tidak hanya sekadar mengisi

atau memindahkan pengetahuan yang dianutnya semata-mata tetapi lebih jauh

daripada itu adalah untuk meningkatkan ketakwaan dan dharma bhakti umatnya

(Pudja, 1985:9).

Keberhasilan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti dapat dicapai

apabila ketiga pusat pendidikan informal, formal, dan nonformal dapat terlaksana.

Dalam hubungannya dengan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yang

dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah, di dalam buku Himpunan

25
Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu dan

Budi Pekerti disebutkan sebagai berikut.

Pengertian Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti di luar sekolah


adalah suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan
ajaran Agama Hindu dan Budi Pekerti itu sendiri sebagai pokok materi.
Sedangkan pengertian Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti di
sekolah adalah suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa dan raga
anak didik sesuai dengan ajaran Agama Hindu dan Budi Pekerti (Parisadha
Hindu Dharma Pusat, 2003:23).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang bertujuan untuk peningkatkan rasa

bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan mengamalkan dan

menjalankan ajaran-ajaran-Nya untuk mencapai kedamaian rohani dan

kesejahteraan hidup jasmani serta merubah tingkah laku kepribadian menjadi

dewasa, yang sesuai dengan etikaatau susilasehingga mampu menjadi manusia

yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

2.4.2 Tujuan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

Tujuan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti senantiasa merupakan

bagian dari tujuan Pendidikan Nasional, karena itu antara tujuan pembelajaran

Pendidikan Nasional terdapat kesearahan, oleh karena itu sudah selayaknya

adanya kesesuaian beberapa butir penting secara implisit termasuk dalam tujuan

pendidikan agama antara lain: “penanaman nilai ajaran agama, pengembangan

sradha dan bhakti atau meningkatkan iman dan takwa kepada Ida Sang Hyang

Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa serta berprilaku yang baik, berbudi pekerti

yang luhur di dalam kehidupan sehari-hari” (Tim Penyusun, 2007:6)

26
Dalam buku Program D-II Guru Pendidikan Agama Hindu dan Budi

Pekerti Sekolah Dasar dijelaskan bahwa:

tujuan agama diturunkan ke dunia untuk menuntun umat manusia dalam


mencapai kesempurnaan hidup berupa kesucian bathin, kebahagiaan dan
kesejahteraan materi kepada manusia serta makhluk lainnya yang disebut
jagadhita. Di samping itu memberi ketentraman rohani, sumber
kebahagiaan yang abadi, yang didasarkan atas terpenuhinya kebutuhan
duniawi, memberikan kesucian yang menyebabkan roh bebas dari
penjelmaan serta dapat manunggal dengan Tuhan yang disebut Moksa
(Bantas dan Jelantik,1992:430).

Demikian pula dalam buku Ilmu Perbandingan Agama dijelaskan tujuan

Agama Hindu dan Budi Pekerti adalah: “menuntun seseorang untuk mendapatkan

kesejahteraan lahir bathin dalam mengarungi hidup ini sehingga akhirnya dapat

mencapai moksa (kelepasan)” (Utama, 1997:65).

Bertitik tolak dari beberapa pandangan dan penjelasan tersebut, maka

tujuan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti adalah untuk membentuk

manusia yang berbudi luhur, beretika serta astiti bhakti kehadapan Ida Sang

Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasi-Nya,

melalui penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran Agama Hindu dan Budi

Pekerti dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

juga menuntun seseorang untuk mendapatkan kesejahteraan lahir batin yang

dilandasi dengan dharma (kebenaran).

2.5 Hasil Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yakni, Pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,


27
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan definisi di atas, ada 3 (tiga) pokok pikiran utama yang

terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan

potensi dirinya, dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan agama merupakan modal dasar yang harus selalu diterapkan

pada setiap jenjang pendidikan. Karena dengan agama kita bisa tahu mana

perbuatan yang boleh dilakukan dan mana perbuatan yang harus di hindari.

Menurut Poerbakawatja (dalam Titib, 2006: 14) menyatakan arti pendidikan

secara luas bahwa pendidikan adalah sebagai berikut.

Usaha orang-orang yang sudah dewasa, untuk mengalihkan


pengetahuannya, pengalamannya maupun kecakapannya dan
keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani. Dari
pengertian ini ada beberapa unsur di dalam pendidikan itu, yaitu generasi
tua, generasi muda, usaha mentransfer sesuatu untuk mencapai tujuan
hidup. Karena luasnya usaha pendidikan itu, maka dapatlah dikatakan
pendidikan meliputi segala pertolongan dan pimpinan yang diberikan
kepada anak – anak yang belum dewasa dengan maksud supaya kelak ia
sanggup melakukan tugasnya dalam masyarakat.

Pendidikan merupakan salah satu hasil dari kebudayaan manusia. Oleh

sebab itu, kegiatan pendidikan tidak akan terlepas dari nilai – nilai kebudayaan

manusia. Itu berarti bahwa “Pendidikan adalah refleksi dari kebudayaan yang

28
mana di dalam pendidikan tercermin suaru kebudayaan yang menjadi sumbernya”

Titib (2006: 14)

Nooryam (dalam Titib, 2006: 14-15) menyatakan bahwa antara pendidikan

dengan pengajaran tidaklah dapat disamakan. Pendidikan mengandung pengertian

yang sangat luas, yang meliputi:

Segala usaha untuk mempermudah hidup manusia. Sedangkan pengajaran


hanyalah transfer ilmu pengetahuan saja. Kedudukan pengajaran di dalam
proses pendidikan adalah sebagai bagian saja dari kegiatan pendidikan.
Dengan kata lain pengertian pendidikan lebih luas dibandingkan dengan
pengertian pengajaran. Mendidik lebih mengutamakan aspek kepribadian
seperti sikap mental, moral, nasionalisme, dan sebagainya. Sedangkan
mengajar lebih mengutamkan ilmu tertentu kepada anak didik.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah

suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki tanggung jawab

atas pertumbuhan dan perkembangan seorang anak agar nantinya dapat tumbuh

menjadi dewasa, sehat jasmani, maupun rohani.

Titib (2006: 16) menyatakan bahwa pendidikan dan Agama Hindu dan

Budi Pekerti merupkan suatu komponen yang tidak bisa dipisahkan. Dalam

Agama Hindu dan Budi Pekerti disebutkan bahwa: “masalah pendidikan

mendapat perhatian yang khusus karena mealui pendidikan agama nantinya akan

dapat membentuk pribadi manusia yang berbudhi pekerti luhur yang akhirnya

akan memberikan manfaat yang berguna bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara”.

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti akan dapat tercapai apabila

ketiga psat pendidikan yaitu formal dan nonformal dapat terlaksana. Di dalam

29
buku Himpunan Keputusan Tafsir terhadap aspek-aspek Agama Hindu dan Budi

Pekerti ke I- IV ada dijelaskan tentang:

Pengertian pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti di luar sekolah


yaitu merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa
masyarakat dengan ajaran Agama Hindu dan Budi Pekerti itu sendiri
sebagi pokok materi. Sedangkan pengertian pendidikan Agama Hindu dan
Budi Pekerti di sekolah adalah suatu upaya untuk membina pertumbuhan
jiwa dan raga anak didik sesuai dengan ajaran Agama Hindu dan Budi
Pekerti (Parisadha Hindu Dharma Indonesia, 1985: 23-24).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti adalah pendidikan yang bertujuan meningkatkan rasa bhakti

kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan mengamalkan dan menjalankan

ajaran – ajarannya untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup

jasmani serta merubah tingkah laku kepribadian menjadi dewasa yang sesuai

dengan etika atau susila sehingga mampu menjadi manusia yang berguna bagi

masyarakat, bangsa , dan negara.

Berdasarkan penjelasan tentang hasil belajar dan Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti merupakan perubahan yang dicapai oleh seseorang setelah

melakukan proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yang

menekankan pada tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil dari

pendidikan tersebut dapat diketahui dari perkembangan peserta didik sesuai

dengan ajaran Agama Hindu dan Budi Pekerti.

30
2.6 Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini mengenai implementasi model pembelajaran kooperatif tipe

Talking Stick untuk meningkatkan hasil belajar Peendidikan Agama Hindu dan

Budi Pekerti pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar tahun pelajaran

2020/2021. Berdasarkan eksplorasi peneliti, ditemukan beberapa tulisan yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2016) yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick terhadap

Hasil Belajar Siswa Kelas VIII pada Materi Zat Aditif dan Zat Adiktif di MTsN

Rukoh”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas guru mempunyai nilai

90,76% dengan kategori sangat tinggi. Aktivitas siswa mempunyai nilai 94,21%

dengan kategori sangat tinggi. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe talking stick diperoleh persentase yaitu

91,28% menunjukan bahwa siswa sangat tertarik menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe talking stick.

Yang kedua adalah penelitian Rahmalia (2017) yang berjudul “Pengaruh

Model Pembelajaran Talking Stick terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi

Koloid di SMAN 1 Labuhanhaji Aceh Selatan”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hasil belajar, dan respon siswa terhadap penerapan model

pembelajaran talking stick pada materi koloid di SMAN 1 Labuhanhaji.

Sementara itu, penelitian yang dilaksanakan ini adalah penerapan talking

stick pada pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti khususnya

pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar.

31
2.8 Kerangka Berpikir

Upaya yang dilakukan oleh seorang guru untuk meningkatkan hasil belajar

siswanya adalah melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan

secara optimal. Menerapkan berbagai model pembelajaran dalam proses

pembelajaran adalah salah satu contoh dari tindakan tersebut.

Dalam penelitian ini akan dicoba suatu model pembelajaran yaitu model

pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Model ini akan memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya pada siswa dalam mengembangkan rasa

kerjasama dan tanggungjawab serta kompetisi yang positif. Dengan adanya rasa

kerjasama dan tanggungjawab diharapkan tumbuhnya motivasi di dalam diri

siswa. Motivasi ini dapat memacu siswa untuk memperoleh hasil belajar yang

lebih baik. Dari paparan ini dapat diduga bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe talking stick dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

32
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan di

bawah ini.

Situasi Awal:
Masalah:
Penggunaan
Rendahnya hasil
metode ceramah
belajar

Hasil: Upaya Perbaikan:


Peningkatan hasil Model Pembelajaran
belajar Kooperatif learning
tipe Talking stick

Bagan 2.5 Kerangka Berpikir

2.9 Hipotesis Tindakan

Menurut Arikunto (1996:67), “hipotesis adalah jawaban yang sifatnya

sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang

terkumpul”.

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat

dirumuskan hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Jika model pembelajaran kooperatif learning tipe talking stick diimplementasikan

secara efektif maka dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti siswa Kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar.

33
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas yang akan

dilaksanakan dalam dua siklus, dengan mengikuti beberapa tahapan yang

dikemukakan Kemmis & Taggart (dalam Suparta, 2010:35) yaitu: 1) tahap

perencanaan (planning), 2) tahap tindakan (action), 3) tahap observasi/evaluasi

(evaluation), dan 4) tahap refleksi (reflection).

Siklus dari penelitian ini dapat dilihat dari bagan berikut.

SIKLUS I SIKLUS II

Perencanaan Perencanaan

Tindakan Tindakan

Observasi/evaluasi Observasi/evaluasi

Refleksi Refleksi

Rekomendasi

Bagan 3.1 Siklus Penelitian

34
Materi yang dipilih dalam penerapan siklus Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) ini adalah Siklus I yaitu materi Hari Suci Agama Hindu dan Budi Pekerti,

dengan standar kompetensi: mengenal Hari suci Agama Hindu dan Budi Pekerti.

Sementara itu, materi pada siklus II adalah Sejarah Perkembangan Agama Hindu

dan Budi Pekerti di Indonesia, dengan standar kompetensi: mengenal Sejarah

Perkembangan Agama Hindu dan Budi Pekerti di Indonesia.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian atau responden adalah orang yang diminta untuk

memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. Sebagaimana

dijelaksan oleh Arikunto (2006 : 145) subjek penelitian adalah subjek yang dituju

untuk diteliti oleh peneliti. Jadi, subjek penelitian itu merupakan sumber informasi

yang digali untuk mengungkap fakta – fakta di lapangan. Penentuan subjek

penelitian atau sampel dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian

kuantitatif.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar

sebanyak 14 orang, terdiri atas 7 siswa laki-laki, dan 7 orang siswa perempuan.

Dipilihnya siswa Kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar sebagai subyek karena hasil

belajarnya relatif masih rendah. Siswa yang dijadikan subjek penelitian dapat

dilihat pada tabel berikut.

35
Tabel 3.1 Daftar Nama Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar

No Nama Siswa Jenis Kelamin


1 I Gede Guna Artadi L
2 I Kadek Iwan L
3 I Made Redita Putra L
4 I Nengah Adi Putra Arimbawa L
5 I Nyoman Kawi Asa L
6 I Putu Yuda Pratama L
7 Kadek Dhanindra Abi Dharma L
8 Ni Kadek Ariani P
9 Ni Kadek Ayu Julianti P
10 Ni Komang Widi Gunanti P
11 Ni Luh Putu Arik P
12 Ni Nengah Melina P
13 Ni Nyoman Martini P
14 Ni Putu Olivia Marsya Putri P
Sumber: (Daftar Hadir Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Kesimpar)

3.2.2 Objek Penelitian

Menurut (Supranto 2000: 21), objek penelitian adalah himpunan elemen

yang dapat berupa orang, organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian

dipertegas (Anto Dayan 1986: 21), objek penelitian, adalah pokok persoalan yang

hendak diteliti untuk mendapatkan data secara lebih terarah.

Mengacu pada pembatasan penelitian ini, maka objek dalam penelitian

tindakan kelas ini adalah hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2

Kesimpar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick.

36
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2007:60) dikatakan bahwa: “variabel penelitian pada

dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya”. Arikunto (2000:4) mengungkapkan bahwa:

“variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian”.

Kemudian Fraenkel dan Wallen (dalam Dwija, 2012:14) dikatakan bahwa:

“variabel adalah suatu konsep benda yang bervariasi”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan variabel adalah titik

minat dan fokus kajian peneliti yang pengelompokannya didasarkan atas ciri-ciri

tertentu, seperti sifat, derajat atau kategori.

Ada dua jenis variabel yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini

yaitu model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, dan hasil belajar

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Variabel tersebut dapat didefinisikan

sebagai berikut.

1) Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick adalah metode

pembelajaran di mana guru dalam pembelajarannya menggunakan sebuah

tongkat yang dipergunakan siswa untuk alat estafet pada waktu mereka

menyanyi bersama dan secara estafet memutar tongkat itu sampai semua

siswa ikut memegang tongkat tersebut.

2) Hasil belajar pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti yaitu skor tentang

kemampuan yang dicapai oleh siswa kelas IV dalam mata pelajaran

pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti setelah menyelesaikan materi

37
pembelajaran. Hasil tersebut meliputi: ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Namun dalam penelitian ini terfokus pada ranah kognitif.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Refleksi Awal

Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu dilakukan refleksi awal

yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan serta kendala-kendala yang

dialami oleh siswa maupun guru dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama

Hindu dan Budi Pekerti. Adapun permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi

berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut.

1) Siswa sangat pasif artinya siswa hanya melihat, mendengar, dan mencatat

apa yang dijelaskan guru. Siswa tidak mau aktif dalam kegiatan belajar

sehingga kegiatan belajar lebih banyak didominasi oleh guru.

2) Ketika siswa diberi pertanyaan, mereka lebih memilih diam daripada

mengemukakan pendapat.

3) Media pembelajaran jarang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di

kelas.

4) Penggunaan metode ceramah masih mendominasi dalam pembelajaran.

5) Hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti siswa, relatif

masih rendah dan perlu ditingkatkan.

Permasalahan tersebut selanjutnya diatasi dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe talking stick dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Hindu dan Budi Pekerti.

38
3.4.2 Rincian Prosedur Penelitian

3.4.2.1 Siklus I

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan siklus I, kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Menentukan materi ajar, merumuskan indikator pembelajaran

untuk masing-masing pertemuan berdasarkan kompetensi dasar

yang tercantum pada silabus.

2) Merancang skenario model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick.

3) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa:

a. Lembar Kerja Siswa

b. Tes untuk mengukur hasil belajar siswa

2. Tahap Tindakan

Tahapan dari langkah-langkah pelaksanaan tindakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.


2. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membaca dan mempelajari materi lebih lanjut.
4. Setelah siswa selesai membaca materi/buku pelajaran dan
mempelajarinya, siswa menutup bukunya dan mepersiapkan
diri menjawab pertanyaan guru.
5. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa,
setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang
memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, jika siswa
sudah dapat menjawabnya maka tongkat diserahkan kepada
siswa lain. Demikian seterusnya sampai sebagian besar
39
siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan
dari guru.
6. Guru memberikan kesimpulan.

3. Observasi/Evaluasi

Tahap observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

1) Guru mengamati siswa dalam proses belajar dan mencatat

kendala yang dihadapi siswa dalam proses pembelajaran. Guru

memberikan masukan dan arahan terhadap permasalahan yang

dihadapi siswa.

2) Evaluasi dilakukan terhadap kesiapan siswa dalam menjawab

pertanyaan dari guru, untuk hasil belajar Pendidikan Agama

Hindu dan Budi Pekerti dilakukan dengan memberikan tes

Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.

4. Tahap Refleksi

Refleksi pada akhir siklus I didasarkan pada hasil observasi hasil

tes belajar siswa dan pengamatan yang dilakukan terhadap guru

mengenai kendala-kendala yang dihadapi siswa selama proses

pelaksanaan tindakan pada siklus I. Hasil refleksi ini yang akan

digunakan sebagai dasar merefleksi perencanaan dan pelaksanaan

tindakan yang telah dilakukan untuk menyempurnakan perencanaan dan

pelaksanaan tindakan siklus II.

40
3.4.2.2 Siklus II

Siklus II dilaksanakan sebagai kelanjutan dari siklus I sebagai dasar

perbandingan tindakan terbaik dan dasar pengambilan simpulan. Siklus II

dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus I. Oleh karena itu, langkah-langkah

praktis yang dilakukan pada siklus II dapat dijabarkan secara rinci setelah siklus I

selesai dilaksanakan dan diketahui kelebihan serta keunggulan pelaksanaan siklus

I. Namun, langkah-langkah umumnya tetap sama dengan langkah-langkah siklus

I, yakni perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, evaluasi, dan refleksi.

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif

yang meliputi: hasil belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti dengan

menggunakan tes evaluasi hasil belajar, Jenis instrumen dan teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data dan Instrumen

Sumber
No. Jenis Data Metode Instrumen Penelitian
Data
1 Hasil belajar siswa Siswa Tes Tes Hasil Belajar

3.6 Metode Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan, maka tindakan selanjutnya adalah mengolah data.

Dari data yang terkumpul kemudian dilakukan analisis atau pengolahan data.

Teknik analisis data pada penelitian ini, yaitu bertujuan untuk menentukan hasil

belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti siswa kelas IV di Sekolah

Dasar Negeri 2 Kesimpar tahun pelajaran 2020/2021.

41
Menurut Slameto (2001:54) data tentang hasil belajar (kognitif) siswa

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah Jawaban Benar


Skor = x 100
Jumlah Seluruh Soal

Dari skor yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk menghitung rata-rata

kelas, daya serap siswa dan menentukan ketuntasan belajar secara klasikal. Nilai

rata-rata digunakan untuk menggambarkan kemampuan umum kelas. Menurut

Sudjana (dalam Aryawati, 2012:40) nilai rata-rata kelas dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

M= ∑X
N

M = Nilai rata-rata kelas yang diperoleh

∑X = Total Skor yang diperoleh oleh siswa

N = Jumlah siswa

Kriteria keberhasilan nilai rata-rata hasil belajar Pendidikan Agama Hindu

dan Budi Pekerti kelas sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan

tuntutan kurikulum serta daya serap dan ketuntasan klasikal belajar siswa dengan

rumus sebagai berikut.

Daya serap siswa diperoleh dengan rumus:

Nilai rata-rata kelas


DS = x100%
Nilai tertinggi (100)

Keterangan:

DS = Daya Serap

Sudijono (dalam Suarbawa, 2001:23)

42
Siswa dikatakan tuntas jika memperoleh nilai 70 ke atas, sehingga

Ketuntasan Klasikal siswa diperoleh dengan rumus:

Jumlah siswa tuntas


KKB = x 100%
Jumlah siswa keseluruhan

Keterangan:

KKB = Ketuntasan Klasikal Belajar

(Depdiknas, 2003:72)

43
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2000. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Aryawati, Ni Kadek. 2012. Penerapan Metode Jigsaw dengan Tugas Terstruktur


Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Budi Pekerti Pada Siswa
Kelas X6 Sekolah Menengah Atas Parisada Amlapura. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Amlapura: STKIP Amlapura.

Bellen. 2004. Penilaian Menurut KBK. Jakarta: Depdiknas.


Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 2003. Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-Undang No. 20. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.


. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Dwija, I Wayan. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Buku Ajar Tidak


Diterbitkan: STKIP Amlapura.

Hamalik, Oemar. 2005. Metode Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar.


Bandung: Tarsito.

Ibrahim dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa Press.


Mandal, R. 2009. Cooperative Learning Strategis To Enhance Writing Skill. The
Modern Journal Of Applied Linguistic. Vol. I. ISSN 0974-8741 (94-120).

Nasution, Farid. 2001. Hubungan Metode Mengajar Dasar, Keterampilan


Belajar, Sarana Belajar, dan Lingkungan Belajar Mahasiswa. Jurnal
Pendidikan. Jilid 8 Nomor 1.

Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.


Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nurhayati, M. 2004. Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan


Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Surabaya: Unesa.

Parisadha Hindu Dharma Pusat. 2003. Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan


Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu dan Budi Pekerti I-XV. Milik
Pemerintah Provinsi Bali.

44
Pudja. 1985. Pengantar Agama Hindu dan Budi Pekerti Jilid I untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: CV. Maya Sari.

Saptono, H. 2003. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung:


Tarsito.

Slameto. 2001. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Slavin, Robert. 2008. Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktik). Bandung:
Nusa Media.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.


Suparta, I Made. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigasi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti Kelas IVII B SMP Negeri 5 Nusa Penida. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Amlapura: STKIP Amlapura.

Supranto, 2000. Statistick Teori dan Aplikasi. Edisi I. Jilid I. Jakarta: Erlangga

Susanti, 2012. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Untuk Meningkatkan Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Siswa
Kelas V Sekolah Dasar Negeri 3 Selumbung. Skripsi Tidak Diterbitkan.
Amlapura: STKIP Amlapura.

Tim Penyusun. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.


Tini. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization (TAI) Sebagai Upaya Peningkatan Motivasi dan Hasil
Belajar Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Negeri 3 Ababi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Amlapura:
STKIP Amlapura.

Titib, I Made, Ni Ketut Supartini. 2006. Ketenteraman Manusia dan Pendidikan


Budhi Pekerti. Surabaya: Paramita.

Titib, I Made. 2006. Menumbuh Kembangkan Pendidikan Budhi Pekerti pada


Anak (Perspektif Agama Hindu dan Budi Pekerti). Denpasar: Pustaka Bali
Post.

Uno, Hamzah B dan Nurdin Mohamad. 2012. Belajar dengan Pendekatan


Pembelajaran Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta:
Bumi Aksara.
45
Weda. 2012. Kooperatif Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Agama
Hindu dan Budi Pekerti Siswa Kelas IV SD Negeri 10 Karangasem. Skripsi
Tidak Diterbitkan. Amlapura: STKIP Amlapura.

Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan


Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Yasin, Burhan dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam


KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

46

Anda mungkin juga menyukai