Anda di halaman 1dari 55

PENGARUH SIBLING RIVALRY TERHADAP

KEMAMPUAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA

ANAK KELAS VI DI SDN 05 RAWA BARAT

Tugas Akhir

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh

Nama : Nada Fauziah

NIM : 2019820122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2023
PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSYARATAN UNTUK SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

PEMBIMBING

Laily Nurmalia, M.Pd

Tanggal : .....................................

MENGETAHUI

KETUA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

KAPRODI

Lativa Qurrotaini, M.Pd

Tanggal : ...................................

Nama : Nada Fauziah


NIM : 2019820122
Judul Skripsi : PENGARUH SIBLING RIVALRY TERHADAP
KEMAMPUAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA
ANAK KELAS VI DI SDN 05 RAWA BARAT
Angkatan : 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, serta kekuatan lahir
batin sehingga peniliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tentu
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu peneliti ingin
menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini.

Penyusun skripsi ini tidak mngkin dapat terselesaikan tanpa


bantuan dan berbagai pihak, maka dalam kesempatan yang baik ini,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :

1. Bapak Dr. Ma’mum Murod Al-Barbasy, M.Si., selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada
peneliti untuk berkuliah dan menjadi mahasiswa di Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
2. Bapak Dr. Iswan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ibu Lativa Qurrotani, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.
4. Ibu Dewi Setiyaningsi, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik,
terimakasih atas dukungan yang telah diberikan selama perkuliahan,
sehingga peneliti dapat mengikuti perkuliahan dengan baik.
5. Ibu Nurbaiti Widyasari, M.Pd., selaku Sekertaris Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
6. Ibu Laily Nurmalia, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar FIP UMJ

3
8. Yang paling istimewa yaitu kepada kedua orang tua tersayang, Mamah
Yayah Sunayah dan Ayah Zarfinal Adnin. Terimakasih atas
kepercayaan yang telah diberikan kepada saya untuk melanjutkan
pendidikan kuliah, serta cinta, do’a, motivasi, semangat dan nasihat
yang tidak hentinya diberikan kepada anaknya dalam penyusunan
skripsi ini.
9. Sahabat tercinta yang selalu ada saat senang dan sedih, Aprilia
Widiyati yang telah berjuang bersama hingga sekarang dan tidak
pernah bosan dalam memberikan dukungan, perhatian, dan
memberikan yang terbaik bagi kelancaran skripsi penulis.
10. Kepada seseorang yang tak kalah penting kehadirannya, Dimas
Handika Putra. Terimakasih telah menjadi bagian dari perjalanan skripsi
penulis. Berkontribusi banyak dalam penulisan skripsi ini, baik tenaga
maupun waktu kepada penulis. Telah mendukung, menghibur,
mendengarkan keluh kesah, dan memberikan semangat untuk pantang
menyerah.
11. Terakhir, terimakasih untuk diri saya sendiri, Nada Fauziah karena
telah mampu berusaha keras dan berjuang sejauh ini. Mampu
mengendalikan diri dari berbagai tekanan diluar keadaan dan tak
pernah memutuskan menyerah sesulit apapun proses penyusunan
skripsi ini dengan menyelesaikan sebaik dan semaksimal mungkin.

Peneliti menyadari bahwa ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kasalahan yang disengaja ataupun
tidak disengaja. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

4
Jakarta, 09 Januari 2024

Nada Fauziah

NIM: 2019820122

5
DAFTAR ISI

KATA PE NGANTAR .......................................................................... 3

DAFTAR ISI ........................................................................................ 6

DAFTAR TABEL ................................................................................. 8

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. 9

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 10

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN ................................................... 10


B. IDENTIFIKASI MASALAH.............................................................. 19
C. BATASAN MASALAH .................................................................. 19
D. RUMUSAN MASALAH ................................................................. 19
E. TUJUAN PENELITIAN.................................................................. 20
F. MANFAAT PENELITIAN ............................................................... 20
a. Akademis ............................................................................ 20
b. Praktis ................................................................................ 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 22

A. KAJIAN TEORI ........................................................................... 22


1. Konsep Dasar Anak............................................................ 22
2. Sibling Rivalry ..................................................................... 23
3. Penyesuaian Sosial ............................................................ 30
B. KERANGKA BERFIKIR ................................................................ 36

6
C. HIPOTESIS PENELITIAN.............................................................. 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 40

A. TEMPAT & WAKTU PENELITIAN .................................................. 40


B. METODE PENELITIAN ................................................................ 41
C. POPULASI DAN SAMPEL ............................................................. 42
D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL ................................................. 43
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ................................................... 43
F. TEKNIK VALIDASI INSTRUMEN..................................................... 46
G. TEKNIK ANALASIS DATA............................................................. 46
H. PROSEDUR PENELITIAN ............................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 54

7
DAFTAR TABEL

8
DAFTAR GAMBAR

9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk membantu perkembangan


anak ke arah yang lebih baik, baik dari segi perkembangan akademik
maupun emosi sosialnya, sehingga mereka dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal dilingkungan hidupnya. Pendidikan pun harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak, karena pada
dasarnya anak itu unik dan berbeda maka pendidikan yang diberikan
harus sesuai dengan kebutuhan agar mampu hidup dengan baik dan
diterima di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain berhasil atau
tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya,
bergantung pada kemampuan menyesuaikan diri. Hal ini juga berlaku
dilingkungan sekolah. Sekolah merupakan salah satu jenis lingkungan
tempat dimana anak mendapatkan pengetahuan dan pendidikan secara
formal, selain itu juga sebagai tempat anak bersosialisasi dengan teman-
teman sebayanya, tempat berinteraksi dengan teman, guru, dan
lingkungannya. Anak akan belajar beradaptasi dan bertanggung jawab
terhadap kondisi yang lebih kompleks.

Salah satu tempat berlangsung proses pendidikan juga di lingkungan


keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang
pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan
didikan dan bimbingan. Lingkungan keluarga penanggung jawab utama
terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani anaknya yakni melalui ilmu
mendidik dan membimbing putra-putrinya. Berhasil tidaknya pendidikan
seorang anak dapat dihubungkan dengan perkembangan sikap dan
pribadi orang tuanya serta hubungan komunikasi dan role model dalam
keluarganya. Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan dan
pendidikan seorang anak, yang bertanggung jawab untuk mendidik,

10
mengasuh, dan membimbing anaknya hingga mencapai tahapan tertentu
sehingga pada akhirnya seorang anak siap untuk hidup di masyarakat.

Namun kebanyakan orang tua yang berpandangan bahwa apabila


mereka mengirimkan anaknya ke sekolah dengan mempercayakan
sekolah dapat memperbaiki dan merubah pola tingkah laku anaknya dan
merasa bahwa mereka tidak akan berurusan lagi dengan pendidikan
untuk bekal pertumbuhan anaknya. Banyak orang tua yang sibuk dengan
hanya mempercayakan perkembangan anaknya kepada sekolah
(pendidik/guru) dan mempekerjakan kepada masyarakat (pembantu)
untuk mengurus anak nya tanpa mengontrol perkembangan dari anaknya,
sehingga sikap dan pribadi anak beragam sesuai dengan situasi dan
kondisi yang didapatkannya.

Pasalnya, salah satu tugas umum bagi orang tua ialah memilih dan
menerapkan pola asuh yang sesuai agar dapat menciptakan keluarga
yang dinilai ideal, jika pola asuhnya baik akan berbanding lurus dengan
perkembangan anak nantinya. Setiap orang tua dalam menjalani
kehidupan tentunya memiliki tugas dan peran yang sangat penting, ada
pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya dapat dikemukakan
sebagai berikut; (1) Melahirkan, (2) Mengasuh, (3) Membesarkan, (4)
Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta menanamkan norma-
norma dan nilai yang berlaku. Di samping itu juga harus mampu
mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab
dan penuh kasih sayang. Pengetahuan ini sangat lah penting bukan
hanya bagi perkembangan tumbuh anak, melainkan juga bagi mental dan
sosio-emosional anak.

Berdasarkan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana


Nasional) telah berhasil memutakhirkan 15.909.901 data keluarga di
Indonesia dan berkomitmen untuk mengurangi kesenjangan dalam
program Kependudukan dan Keluarga Berencana, termasuk kesehatan
reproduksi, dengan fokus pada pengentasan kematian ibu dan kekerasan

11
berbasis gender (BKKBN, 2023). Tugas BKKBN yang utama adalah untuk
mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program
kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunan keluarga
berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dari data
tersebut membuktikan bahwa kesenjangan sosial kerap hadir ketika
memiliki lebih dari dua anak, fokus orang tua akan terpecah karena harus
membaginya ke masing-masing anak dengan umur, kemampuan, serta
kepribadian yang berbeda. Masalah lain muncul ketika anak pertama
merasa cemburu karena terabaikan oleh ayah dan ibunya yang mulai
sibuk dengan keadaan anak kedua sehingga anak pertama merasa tidak
mendapat perhatian yang sama seperti dulu lagi. Kehadiran saudara
kandung baru menjadi suatu hal yang membingungkan bagi anak
pertama. Rutinitas sehari-hari anak pertama sering kali terganggu dan
berubah dalam beberapa hal akibat kehadiran saudara kandung baru
dalam keluarga. Hal ini dikarenakan kehadiran anak mulai beradaptasi
dengan perubahan baru yang terjadi (Potter & Perry dalam Nurhidayah,
dkk. 2018:31). Perasaan cemburu yang dimiliki anak ini dapat
menimbulkan perubahan sikap pada sang anak, seiring bertambahnya
usia anak pertama ini perlahan mulai berubah. Bisa tiba-tiba sang anak
marah tanpa sebab, mulai lebih sering menangis, bahkan berkata kasar
hanya demi mendapat perhatian Ayah dan Ibu.

Sibling Rivalry menurut Shaffer (dalam Jatmiko, 2015:32) adalah


salah satu kompetisi, kecemburuan dan kebencian antara saudara
kandung, yang sering muncul saat hadirnya saudara yang lebih muda.
Menurut Putri dan Hendriyani (2013:32) Sibling Rivalry terjadi karena
seseorang merasa takut kehilangan kasih sayang dan perhatian dari
orang tua, sehingga menimbulkan berbagai akibatnya dapat pertentangan

12
penyesuaian dan membahayakan bagi pribadi seseorang. Menurut
Havnes (dalam Rahmawati, 2013:32), Sibling Rivalry menimbulkan
dampak negatif dan positif terhadap perkembangan anak. Dampak positif
dari Sibling Rivalry ini yaitu saat saudara lahir, anak yang lebih tua telah
mengembangkan kemandirian penuh, terutama bermain, dan peningkatan
kemampuan untuk bertanggung jawab yang mengarah ke konsep diri
yang lebih bagus. Dampak negatifnya yaitu mencederai saudaranya
seperti memukul, mendorong, dan mencakar lawannya, sedangkan pada
anak yang lebih besar cenderung akan memaki saudara atau
menganggap saudara kandungnya sebagai lawan. Berdasarkan hal
tersebut sebagai orang tua harus benar-benar menyiapkan sikap baik dari
awal agar dapat membagi perhatian dan kasih sayangnya kepada anak-
anak mereka secara menyeluruh, sehingga tidak berdampak Sibling
Rivalry.

Sejak berabad-abad silam Sibling Rivalry ini sudah terjadi dan telah
diabadikan dalam ayat-ayat Al-Qur’an melalui kisah para nabi seperti
halnya dalam kisah putra Nabi Adam yaitu Qabil dan Habil ketika Qabil
membunuh saudaranya sendiri karena disebabkan oleh sifat dengkinya,
dan terjadilah pembunuhan yang pertama kali terjadi dalam sejarah umat
manusia, sebagaimana yang telah tercantum dalam surat Al-Maidah: 27

ِ ‫علَ ْي ِه ْم َن َبأ َ ٱ ْب َن ْى َءا َد َم ِب ْٱل َح‬


َ‫ق ِإ ْذ قَ َّر َبا قُ ْر َبا ًنا فَتُقُ ِب َل ِم ْن أ َ َح ِد ِه َما َولَ ْم يُتَقَب َّْل ِمن‬ َ ‫َوٱ ْت ُل‬
‫ٱَّللُ ِمنَ ْٱل ُمتَّ ِقين‬
َّ ‫ٱل َءاخ َِر قَا َل ََل َ ْقتُلَ َّنكَ ۖ قَا َل ِإ َّن َما َيتَقَ َّب ُل‬
ْ

َArtinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam dengan


sebenarnya. Keduanya menawarkan kurban, dan diterima dari salah satu
di antara mereka, sedangkan yang lain tidak diterima. Yang tidak diterima
itu berkata: “Aku pasti akan membunuhmu.” Yang lain berkata:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Maidah 5:27)”

13
Dari ayat tersebut kisah ini menunjukkan bahwa Allah hanya
menerima amal ibadah yang dilakukan dengan niat yang benar dan ikhlas.
Serta menunjukkan bahaya persaingan yang tidak sehat dan
kecemburuan yang berlebihan dalam hubungan antara saudara. Oleh
karena itu, perlu adanya upaya berhati-hati dalam menghadapi situasi
persaingan antar saudara dan menjaga hubungan yang baik. Kita harus
senantiasa berusaha untuk saling membantu dan mendukung satu sama
lain, serta menghindari persaingan yang tidak sehat dalam setiap aspek
kehidupan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Indonesia pada


tahun 2012 melakukan survei dengan melibatkan responden sebanyak
1.026 anak (SD, SMP, hingga SMA) menyebutkan angka kekerasan anak
yang dilakukan oleh saudara kandungnya sebanyak 26,2%. Penelitian
yang dilakukan oleh Eriksen dan Jensen pada tahun 2008 di California,
Amerika dengan menggunakan 994 pasang suami istri dan memiliki 2
anak atau lebih yang berusia 0-17 tahun menyatakan bahwa 79,1%
keluarga melaporkan pertengkaran yang terjadi pada anak dengan
saudara kandungnya dalam bentuk fisik seperti memukul. Aspek dominan
yang mempengaruhi Sibling Rivalry adalah kecemburuan terhadap
saudara kandung yang membuat faktor nilai penyebabnya (Oktaviani &
Tentama, 2019:103). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
terjadinya Sibling Rivalry, berikut beberapa faktornya (Ayu, Sri, dan Rulita.
2013):

Faktor Internal

a. Perbedaan usia: Siswa yang berusia yang jauh dari satu sama lain
mungkin mengalami sibling rivalry yang lebih besar.
b. Jenis kelamin: Siswa perempuan sering mengalami sibling rivalry
yang lebih parah atau intens dibandingkan dengan anak laki-laki.
c. Urutan kelahiran: Siswa yang lahir terlebih awal mungkin
mengalami sibling rivalry yang lebih besar.

14
d. Jumlah saudara kandung: Siswa yang memiliki banyak saudara
kandung mungkin mengalami sibling rivalry yang lebih parah.
e. Pola asuh orang tua: Siswa yang merasa tidak diperhatikan sama
dengan saudara kemudian mungkin mengalami sibling rivalry yang
lebih besar.

Faktor Eksternal

a. Pengetahuan ibu: Siswa yang memiliki pengetahuan ibu yang lebih


baik mungkin mengalami sibling rivalry yang lebih parah.
b. Faktor orang luar: Siswa yang merasa terpengaruh besar oleh
orang luar mungkin mengalami sibling rivalry yang lebih besar.

Pemicu terjadinya Sibling Rivalry apabila masing-masing pihak


berusaha untuk lebih unggul dari yang lain (persaingan). Sibling rivalry
terlihat ketika 3-5 tahun (pra-sekolah) dan akan timbul kembali ketika 8-12
tahun (usia sekolah). Penelitian Usner dan McNerney tentang Sibling
Rivalry in Degree and Dimensions Across the Lifespan tahun 2001 yang
dilakukan di Amerika Serikat menemukan 55% mengalami sibling rivalry
pada umur antara 10-15 tahun (usia sekolah) merupakan kategori
tertinggi. Sibling rivalry ini cenderung meningkat selama usia sekolah. Hal
ini dikarenakan anak mulai beraktivitas dan berprestasi baik di sekolah
maupun di lingkungan sekitarnya, dan orang tua mulai membandingkan
anak yang satu dengan yang lain. Dari fenomena ini, banyak orang tua
mulai berinteraksi karena itu penting untuk tumbuh kembang anak ketika
dikehidupan sosial.

Aspek sosial emosional anak yang paling penting bagi


pertumbuhan dan perkembangan anak karena mempengaruhi semua
aspek perkembangan yang lainnya. Aspek perkembangan Sosial
Emosional, secara fitrah manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial,
Hurlock berpendapat bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan
kemampuan berpeilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Sedangkan

15
Erik Erikson melihat perkembangan sosial pada anak terkait dengan
kemampuan mereka dalam mengatasi krisis atau komplik yang terjadi
pada setiap perpindahan tahap agar siap menghadapai berbagai
permasalahan yang akan dijumpai dikehidupan mendatang. Terjadinya
interaksi sosial dalam masyarakat terjadi apabila terpenuhi dua syarat
sebagai berikut; Kontak & Sosial, yaitu hubungan sosial antara individu
satu dengan individu yang lainnya, yang bersifat langsung, seperti dengan
bersentuhan, percakapan, maupun tatap muka sebagai wujud aksi dan
reaksi. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain yang dilakukan secara langsung maupun dengan alat
bantu agar orang lain memberikan tanggapan atau tindakan tertentu
(Soejono, 2010:3).

Interaksi sosial harus dilatih dari anak ketika anak masih kecil.
Salah satu contoh interaksi sosial pada anak adalah hubungan antara
anak dengan teman sebaya yang dilakukan dilingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak
akan memilih anak yang lain yang seusianya dan dalam berinteraksi
dengan teman sebaya lainnya, anak dituntut untuk dapat menerima teman
sebayanya, anak harus mampu menerima persamaan usia, menunjukkan
minat terhadap permainan, dapat menerima teman lain dari kelompok.
Atau dapat lepas dari orang tua atau orang dewasa lainnya, dan
menerima kelas sosial yang berbeda (Kartini 2010:66). Interaksi sosial
merupakan suatu hal yang penting untuk setiap anak, terutama dengan
anak yang seusia. Anak yang tidak pernah berinteraksi dengan teman
sebaya akan memiliki kesulitan untuk bersosialiasi saat mereka sudah
besar, seringkali anak yang dibiarkan bermain sendiri bisa kesulitan saat
harus berinteraksi secara sosial.

Ketika pola hubungan anak yang tidak baik dengan saudaranya maka
pola hubungan yang tidak baik tersebut akan dibawa anak ke hubungan
sosial di luar rumah (Ayu, 2013:37). Anak usia sekolah dasar sangat

16
penting di perkenalkan dengan dunia lingkungan bermain, bermasyarakat
dan lingkungan sekolah. Oleh karena itu, anak harus memiliki kemampuan
dalam berinteraksi dengan teman sebaya. Kemampuan berinteraksi dan
bekerjasama dengan teman sebaya disebut dengan kecerdasan
interpersonal. Kecerdasan interpersonal penting dalam kehidupan
manusia karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri. Disinilah
anak membutuhkan kecerdasan interpersonal untuk membangun
hubungan sosial terhadap temannya disekolah.

Pentingnya memiliki kemampuan penyesuaian sosial bagi seseorang


anak, juga dikemukakan oleh Hockenberry & Wilson (dalam Masruroh
2016:7) yang mengatakan pada periode ini anak pertama kalinya
bergabung dengan aktivitas kelompok sehingga anak mulai belajar
menghargai perbedaan yang ada dalam anggota kelompok dan
bertambah sensitif terhadap norma sosial ataupun tekanan dari anggota
kelompok dan mulai membentuk kelompok-kelompok. Seorang anak atau
individu harus bisa melakukan penyesuaian sosial yang baik agar dimasa
depannya anak atau individu tersebut merasa bahagia. Dalam istilah
Psikologi penyesuaian sosial atau lebih dikenal dengan social adjustment
merupakan salah satu istilah yang merujuk pada proses penyesuaian diri
individu dengan lingkungan sekitar, serta hubungannya dengan orang-
orang disekitarnya dalam konteks interaksi. Seseorang yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik maka penerimaan orang-orang yang
berada disekitar individu tersebut akan baik pula. Begitu juga sebaliknya,
jika penyesuaian diri seseorang kurang baik maka bisa jadi penerimaan
orang yang berada disekitar individu tersebut juga kurang baik.

Penyesuaian sosial di lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor


penting dalam perkembangan anak, karena tanpa penyesuaian sosial,
maka anak akan kesulitan menyesuaikan diri dengan baik, sulit
merasakan lingkungan belajar yang nyaman serta sulit diterima dengan
baik dilingkungannya. Lingkungan baru menjadi salah satu aspek yang

17
dapat melihat bagaimana seseorang dapat menyesuaikan diri dalam
sosialnya. Bagi beberapa orang lingkungan penyebab terjadinya kesulitan
dalam menyesuaikan diri. Seseorang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik maka penerimaan orang-orang yang berada disekitar individu
tersebut akan baik pula. Begitupun sebaliknya, jika penyesuaian sosial diri
seseorang kurang baik maka bisa jadi penerimaan orang yang berada
disekitar individu tersebut juga kurang baik.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan


peneliti kepada 4 orang tua siswa kelas VI dan guru kelas VI di sekolah
dasar 05 pagi Rawa Barat pada tanggal 23 Mei 2023 menunjukkkan
bahwa pertengkaran yang terjadi pada anak biasa dipicu oleh hal-hal kecil
seperti perebutan mainan, makanan , perhatian orang tua, penggunaan
remote TV, iri dan kesal dengan saudara kandungnya bahkan rasa
kesalnya sering terbawa disekolah. Sedangkan kemampuan penyesuaian
sosial 4 orang siswa yang mengalami sibling rivalry ada 2 diantaranya
memiliki masalah dalam penyesuaian sosial seperti suka pilih-pilih teman,
lebih tertutup dengan temannya, sering bertengkar dengan teman di
sekolah. Ini artinya tidak semua yang mengalami sibling rivalry mengalami
kesulitan melakukan penyesuaian sosial. Mengacu pada uraian di atas,
dimana penyesuaian sosial berpeluang dipengaruhi oleh buruknya pola
hubungan anak dalam keluarga dan disisi lain, adanya kecenderungan
anak mengalami sibling rivalry, maka melalui penelitian ini akan dikaji
“apakah benar sibling rivalry yang dialami anak akan berdampak pada
kemapuan mereka melakukan penyesuaian sosial?”.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti ingin mengangkat


judul “Pengaruh Sibling Rivalry Terhadap Kemampuan Penyesuaian
Sosial Pada Anak Kelas VI Di SDN 05 Rawa Barat”.

18
B. Identifikasi Masalah

Sebagaimana yang telah di uraikan didalam latar belakang


masalah diatas maka peneliti mengidentifikasi masalah yang ada diantara
lain yaitu:

1. Sebagian besar orang tua belum mengetahui tentang sibling rivalry


dan cara mengatasinya.
2. Kesulitan dalam membangun hubungan anak yang mengalami
sibling rivalry dapat kesulitan dalam membangun hubungan dengan
teman-temannya disekolah maupun dikelas.
3. Terdapat anak yang pesimis terhadap diri dan kemampuannya
4. Perilaku agresif anak yang mengalami sibling rivalry seringkali
mengalami perilaku agresif disekolah karena perasaan frustasi dan
kemarahan yang tidak terselesaikan.

C. Batasan Masalah

Fokus dalam penelitian ini terfokus pada pokok permasalahan dan


tidak meyimpang, maka pembahasan penelitian ini akan terfokus pada
hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu “Pengaruh Sibling
Rivalry Terhadap Kemampuan Penyesuaian Sosial Pada anak kelas VI Di
SDN 05 Rawa Barat”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka masalah dalam


penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh sibling rivalry terhadap kemampuan


penyesuaian sosial pada anak kelas VI di SDN 05 Rawa Barat?
2. Seberapa besar pengaruh sibling rivalry terhadap kemampuan
penyesuaian sosial pada anak kelas VI di SDN 05 Rawa Barat?

19
E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang telah paparkan sebelumnya


maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sibling
rivalry terhadap kemampuan penyesuaian sosial pada anak kelas VI di
SDN 05 Rawa Barat.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini


terbagi menjadi dua. Manfaat tersebut dijabarkan baik secara akademis
maupun secara praktis.

a. Akademis

Hasil penelitian ini dapat memberikan ilmu bimbingan konseling,


khususnya bagi sekolah dalam menangani masalah
kemampuan penyesuaian sosial siswa di sekolah serta dapat
memberikan pengayaan teori, khususnya yang berkaitan
dengan sibling rivalry.
b. Praktis

Bagi Orang Tua:


Menjadi masukan serta menambah pengetahuan dan sikap
orang tua tentang sibling rivalry, sehingga dapat meminimalisasi
atau mengantisipasi terjadinya sibling rivalry pada anak serta
menjadi masuka untuk membantu anak dalam melakukan
penyesuaian sosial dengan baik.

20
Bagi Guru / Tenaga Pengajar:
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi panduan dalam
membantu anak menghadapi perilaku penyesuaian sosialnya
dan interaksi dengan lingkungan sekolah seperti; Guru, Siswa,
atau Peneliti selanjutnya.

21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Konsep Dasar Anak

Anak merupakan salah satu fase kehidupan tiap manusia yang


memiliki karakteristik perkembangan yang unik. Tahap ini merupakan fase
dimana seseorang mulai mengenal dan mempelajari hal-hal dasar yang
terjadi di dalam kehidupan manusia. Seperti belajar berjalan, belajar
duduk, belajar berbicara, belajar berinteraksi dengan teman sebaya dan
orang dewasa, dan masih banyak lagi (Indanah & Hartaniyah, 2017:257).

Menurut Abintoro Prakoso, 2016:37) anak adalah mereka yang


masih muda usia dan sedang berkembang menentukan identitas,
sehingga berakibat mudah terpengaruh lingkungan.

Menurut penelitian dari Rajeswari & Dr. Padmaja, 2020, Anak


adalah harta yang paling berharga bagi umat manusia, paling dicintai dan
sempurna dalam kepolosannya. Di India, sekitar 43% dari populasi adalah
anak-anak. Kesehatan anak (baik fisik maupun mental) merupakan batu
penjuru dari Kemajuan Nasional dan negara yang mengabaikan anak,
kemajuan masa depannya akan terpengaruh. Anak-anak yang sedang
tumbuh saat ini tidak belajar untuk mengatasi kebutuhan dan tuntutan saat
ini yang mengarah pada masalah perilaku dan emosional di antara anak-
anak. Persaingan antar saudara adalah salah satu bagian dari hal
tersebut, yaitu persaingan antara kakak dan adik untuk mendapatkan
perhatian orang tua.

Dari apa yang sudah dipaparkan dari penelitian sebelumnya, dapat


disimpulkan kembali konsep dasar Anak secara fundamental. Anak adalah
individu yang unik mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap
perkembangan. Sebagai individu yang unik anak mempunyai aneka
macam kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan

22
usia tumbuh kembang. Perkembangan anak dalam kehidupan banyak
ditentukan perkembangan psikologis yang termasuk didalamnya adanya
perasaan kasih sayang atau hubungan anak dan orang tua atau orang lain
disekelilingnya karena memperbaiki perkembangan psikososial.
Terpenuhinya kebutuhan ini akan meningkatkan ikatan kasih sayang yang
erat (bonding) dan terciptanya basic trust atau rasa percaya yang kuat.

2. Sibling Rivalry

a. Pengertian Sibling Rivalry

Cemburu merupakan hal yang tidak normal dan sering terjadi pada
anak-anak. Hal ini terjadi karena adanya persaingan antar saudara
kandung atau biasa disebut sibling rivalry, yaitu kondisi dimana anak ingin
mendapatkan cinta, kasih sayang, dan perhatian dari salah satu atau
kedua orang tua untuk mendapatkan pengakuan atau sesuatu yang lebih.
Persaingan antar saudara kandung merupakan perasaan bersaing yang
terjadi pada anak laki-laki atau perempuan yang pada prinsipnya ingin
mendapatkan hal yang sama baik berupa kasih sayang maupun perhatian
dari orang tuanya. Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari-hari banyak
orang tua yang membanding-bandingkan anaknya secara tidak langsung
dan orang tua seringkali tidak menyadari adanya hubungan yang tidak
sehat antara saudara kandung sehingga menjadi salah satu penyebab
terjadinya sibling rivalry (Indanah & Hartaniyah, 2017:266).

Menurut Shaffer (dalam Rahmawati 2013:20) “sibling rivalry


merupakan kompetisi/persaingan, kecemburuan serta kemarahan antar
saudara yang sering dimulai saat saudara laki-laki atau perempuan lahir
dan terjadi antara dua atau lebih saudara kandung”.

Menurut Dirks (dalam Adriyani 2019:2) “sibling rivalry merupakan


perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran
orang asing yang semula tidak ada, yaitu saudara yang dilahirkan oleh

23
ibunya dianggap mengancam posisi anak sebelumnya, ditujukan dengan
perasaan iri hati".

Menurut Millman & Schaefer (dalam Sipayung & Anggraeni


2019:529) bahwa sibling rivalry merupakan peristiwa umum yang sering
terjadi di lingkungan keluarga. Sibling rivalry sering terjadi pada anak usia
1-5 tahun dan muncul kembali pada usia 8-12 tahun. Umumnya kejadian
sibling rivalry sering terjadi pada kakak-beradik dengan jenis kelamin yang
sama.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa


sibling rivalry adalah persaingan antar saudara kandung yang banyak
dijumpai di dalam lingkungan keluarga. Sibling rivalry terjadi karena
adanya perasaan cemburu yang dirasakan oleh anak sulung saat harus
kehilangan kasih sayang orang tuanya karena lahirnya adik baru. Sibling
rivalry sering terjadi pada anak usia 1-5 tahun dan muncul kembali pada
usia 8-12 tahun. Sibling rivalry lebih sering terjadi pada kakak-beradik
dengan jenis kelamin sama, Tetapi bukan berarti tidak terjadi pada kakak-
beradik dengan jenis kelamin berbeda. Sibling rivalry ditunjukkan dengan
tingkah laku berupa kemarahan dan kebencian terhadap saudara
kandungnya.

b. Karakteristik Sibling Rivalry

Menurut Tallman dan Hsiao (dalam Lestari, 2013), bahwa


keberadaan saudara kandung memiliki manfaat untuk individu yaitu: 1)
tempat uji coba (testing ground). Saat bereksperimen dengan perilaku
baru, anak akan mencobanya terhadap saudaranya sebelum
menunjukannya pada orang tua atau teman sebayanya. 2) Sebagai guru,
biasanya anak yang lebih besar, karena memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang lebih banyak, akan banyak mengajari adiknya. 3)
Sebagai mitra untuk melatih keterampilan negosiasi. Saat melakukan

24
tugas dari orang tua atau memanfaatkan alokasi sumber daya keluarga,
kakak beradik biasanya akan melakukan negosiasi mengenai bagian
masing-masing. 4) Sebagai sarana untuk belajar mengenai konsekuensi
dari kerjasama dan konflik. 5) Sebagai sarana untuk mengetahui manfaat
dari komitmen dan kesetiaan. 6) Sebagai pelindung bagi saudaranya. 7)
Sebagai penerjemah dari maksud orang tua dan teman sebaya terhadap
adiknya. 8) Sebagai pembuka jalan ide baru tentang suatu perilaku
dikenalkan pada keluarga. Dapat disimpulkan bahwasannya kakak
beradik menurut teori diatas sebagai relasi yang saling menguntungkan
dan memegang peranannya masing-masing sebagai kakak maupun adik.

Karakteristik sibling rivalry dalam psikologi anak meliputi beberapa


aspek penting:

• Kecemburuan, dan Kebencian: Sibling rivalry menurut


Shaffer (2002) adalah suatu kompetisi, kecemburuan, dan
kebencian antara saudara kandung, yang seringkali muncul
saat hadirnya saudara.
• Persaingan, dan Pertengkaran: Sibling rivalry adalah
kecemburuan, persaingan, dan pertengkaran antara saudara
laki-laki dan saudara perempuan.
• Dampak Terhadap Psikologis Anak: dapat memiliki dampak
negatif terhadap psikologis anak, seperti konflik yang tidak
sehat, gangguan emosional, dan kurangnya kematangan
sosial dan kepercayaan diri

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Anak, sebagai fase


kehidupan yang unik, mengalami berbagai tahapan perkembangan seperti
belajar berjalan, berbicara, dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Kesadaran akan pentingnya anak sebagai manusia muda
dalam proses pembentukan jiwa dan perjalanan hidupnya menjadi
sorotan, seiring dengan penekanan bahwa perlindungan anak sebagai
investasi terbesar bagi kemajuan nasional. Terdapat peran khusus yang

25
dimainkan oleh saudara kandung dalam kehidupan anak, yang mencakup
uji coba perilaku, peran sebagai guru dan pelatih keterampilan negosiasi,
serta memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari kerjasama dan
konflik. Selain itu, hubungan saudara kandung juga berfungsi sebagai
pelindung, penerjemah maksud orang tua, dan pembuka jalan ide baru
dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian, anak dan dinamika
keluarga membentuk fondasi penting dalam perkembangan individu,
dengan saudara kandung berperan sebagai relasi saling menguntungkan
yang memegang peran khusus dalam memberikan pelajaran berharga
bagi anak-anak.

c. Faktor-faktor Penyebab Sibling Rivalry

Menurut Hurlock (dalam Rahmawati 2013:21-25) menyebutkan


bahwa sibling rivalry disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1) Sikap orang tua. Sikap orang tua pada anaknya dipengaruhi oleh
sejauh mana anak mendekati keinginan dan harapan orang tua.
2) Urutan posisi. Semua anak diberi peran menurut urutan kelahiran
dan mereka diharapkan memerankan peran tersebut. Jika anak
menyukai peran yang diberikan kepadanya, semua berjalan
dengan baik, begitu sebaliknya.
3) Jenis kelamin. Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat
berbeda terhadap saudara laki-laki atau perempuan.
4) Perbedaan usia. Perbedaan usia yang terlalu dekat membuat
anak berselisih untuk mencari perhatian.
5) Jumlah saudara. Jumlah saudara yang lebih sedikit cenderung
menghasilkan hubungan yang lebih banyak perselisihan daripada
jumlah saudara yang besar.
Sedangkan menurut Priatna dan Yulia dalam Muarifah & Fitriana
(2019:51) terdapat dua faktor penyebab munculnya sibling rivalry yaitu

26
faktor internal dan eksternal.

1. Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang


dalam anak itu sendiri, seperti temperamen, sikap masing masing
anak, perbedaan usia dan jenis kelamin, ambisi anak untuk
mengalahkan anak lain.
2. faktor eksternal adalah faktor yang disebabkan karena orang tua
yang salah dalam mendidik anaknya (pola asuh orang tua),
seperti sikap membanding-bandingkan anaknya.
Berdasarkan paparan menurut para ahli diatas mengenai faktor
terjadinya sibling rivalry pada hubungan saudara kandung adalah sikap
orang tua terhadap anak, seringkali orang tua tanpa sadar lebih
menyayangi anak yang dapat memenuhi keinginannya atau harapannya.
Urutan kelahiran, terkadang anak bungsu memimpikan posisi anak
sulung, sedangkan anak sulung lebih sering iri terhadap anak bungsu
karena mendapatkan perhatian lebih.

Jenis kelamin, saudara kandung dengan jenis kelamin yang sama


lebih sering mengalami kejadian sibling rivalry dibandingkan dengan yang
berbeda jenis kelamin. Kemudian perbedaan usia, banyak penelitian
setuju bahwa sibling rivalry kuat terjadi ketika jarak usia antar saudara
semakin dekat dan terakhir adalah jumlah saudara. Tidak hanya itu,
faktor internal seperti temperamen, sikap masing-masing anak juga ikut
berkontribusi memberikan pengaruh terhadap kejadian sibling rivalry.

d. Aspek-aspek Sibling rivalry


Aspek sibling rivalry yang dikemukakan oleh Shaffer( dalam
Rahmawati, 2013: 151) antara lain:
1) Perilaku agresif atau resentmen, dimana anak melakukan
tindakan yang mengarah pada kekerasan.
2) Kompetisi atau semangat untuk bermain, dimana anak tidak mau
mengalah dalam bersaing dengan saudara.

27
3) Perasaain iri dan cemburu, dimana karakteristiknya yakni anak
menunjukkan ketidaksukaan terhadap kedekatan orang tua
dengan saudaranya. Rasa cemburu muncul jika anak merasa
kesal salah satu orang tuanya memperlakukan anak berbeda satu
sama lain. Biasanya ditunjukkan dengan mencari perhatian
secara berlebihan seperti salah satu anak menyakiti dirinya
sendiri saat melihat orang tua memuji saudaranya agar orang tua
mengalihkan perhatian padanya. Anak juga menunjukkan dengan
sikap sebaliknya yaitu anak mejadi penurut dan patuh, hal ini
dilakukan untuk memperebutkan perhatian orang tua. Orang tua
lebih sering untuk mendambakan anak yang baik, patuh dan
pintar.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga reaksi sibling rivalry yaitu: Perilaku agresif
yang meliputi agresi verbal dan agresi fisik. Kompetisi atau
semangat untuk bersaing, seperti tidak mau kalah,
menjegal, kurang ramah, bersikap jahat. Serta perasaan iri
atau cemburu, seperti menjadi pengadu dan merasa
khawatir.

e. Dampak Sibling Rivalry

Pengaruh dari sibling rivalry dapat berdampak pada anak, orang


tua dan masyarakat secara tidak langsung. Efek dari perilaku ini
merupakan dampak panjang pada anak maupun masyarakat saat anak
menjadi bagian dalam masyarakat (Wayan Armini, dkk, 2017:123), antara
lain:

1. Anak
Pertama, anak dapat tumbuh sangat agresif, karena perilaku
persaingan agresif yang berlangsung lama pada awal masa
kanak-kanak dimana pada tahap ini konsep diri mulai terbentuk.

28
Dampak kedua adanya sibling rivalry, yaitu anak menjadi rendah
diri, karena anak yang merasa gagal dalam merebut cinta kasih
dari orang tua dan bila hal ini terjadi secara berulang-ulang akan
menimbulkan perasaan kecewa dan hilang kepercayaan dirinya.
Anak tumbuh menjadi individu yang sulit beradaptasi terhadap
krisis yang ditemui pada tahap perkembangan selanjutnya,
terutama pada masa penuh krisis seperti pada masa adolence.

2. Orang Tua
Orang tua dapat menjadi stres dengan tingkah laku yang
ditunjukkan anak-anak dengan sibling rivalry.

3. Masyarakat
Anak yang tumbuh menjadi dewasa dengan kepribadian yang
terbentuk dari dampak negatif siblingivalry yaitu, perilaku
psikologis merusak dapat berupa perilaku agresif atau perilaku
kriminal tertentu yang mengganggu masyarakat. Meskipun sibling
rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada segi
positifnya. Oleh karena itu, agar segi positif tersebut dapat
dicapai, maka orang tua harus menjadi fasilitator (Elisabeth Siwi
& Endang, 2015:52), antara lain:

• Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan


mengembangkan beberapa keterampilan penting.
• Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
• Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa dampak positif yang ditimbulkan dari sibling rivalry
adalah mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dan
mengembangkan potensi, mengontrol sikap agar ke arah yang baik.
Sedangkan dampak negatifnya yaitu anak bersifat agresif, rendah diri,
dan sulit beradaptasi.

29
3. Penyesuaian Sosial

a. Pengertian Penyesuaian Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan


kehadiran orang lain untuk bertahan hidup. Dari hal saling membutuhkan
itulah timbul dimana sesama manusia harus saling berinteraksi. Agar
terjalin hubungan interaksi yang baik, manusia diharapkan mampu
beradaptasi terhadap lingkungan fisik maupun sosial yang ada
disekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa berhasil atau tidaknya
seseorang menyelaraskan diri terhadap lingkungannya tergantung dari
kemampuannya dalam menyesuaikan diri (Azwar, 2015:53).
Menurut Susanto (2012: 80) Penyesuaian Sosial adalah bagian dari
penyesuaian diri adapun yang dimaksud dengan penyesuaian social
adalah suatu proses penyesuaian diri terhadap lingkungan social atau
penyesuaian dalam hubungan antar manusia, melalui penyesuaian social
manusia memperoleh pemuasan kan kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Gerungan (2012:42) penyesuaian sosial dalam arti luas
merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengubah diri dan
keinginan segera sesuai dengan keadaan lingkungan atau sebaliknya
megubah lingkungan sesuai dengan keinginan individu. Penyesuaian
dapat diartikan upaya individu mengubah diri agar dapat diterima
lingkungan atau sebaliknya mempengaruhi lngkungan agar sesuai dengan
diri individu.
Menurut Schneirders (dalam Agustiani, 2012:33) penyesuaian
sosial merupakan proses mental dan tingkah laku yang mendorong
seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari
dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Penyesuaian
sosial dapat berlangsung sebab ada dorongan manusia dalam memenuhi
kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini dilakukan untuk mencapai sebuah
keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan dari dalam dirinya.

30
Menurut para ahli penyesuaian sosial diartikan sebagai suatu
tingkah laku yang mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan
orang lain dan kelompok sesuai dengan kesadaran dalam diri dan
tuntutan lingkungan. Wujud penyesuaian sosial berupa kemampuan
individu berhubungan dengan orang lain.
Teori berikut ini jika peneliti simpulkan penyesuaian sosial
merupakan proses kunci dalam interaksi manusia, di mana kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan fisik dan sosial memainkan peran utama
dalam keberhasilan individu. Azwar (2015) menekankan pentingnya
adaptasi terhadap tuntutan sosial dan harapan individu. Menurut Susanto
(2012), penyesuaian sosial mencakup adaptasi terhadap lingkungan
sosial dan pemenuhan kebutuhan. Gerungan (2012) menyebutkan bahwa
penyesuaian sosial melibatkan upaya individu untuk mengubah diri atau
lingkungan. Schneirders (dalam Agustiani, 2012) menyoroti aspek mental
dan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan keinginan internal dan
tuntutan lingkungan, mencapai keseimbangan antara keduanya. Secara
umum, penyesuaian sosial adalah tingkah laku yang mendorong individu
berhubungan dengan orang lain, mencapai keseimbangan antara
kebutuhan internal dan tuntutan lingkungan.

b. Aspek – Aspek Penyesuaian Sosial

Hurlock (2012:128) telah mengemukakan berbagai aspek dalam


penyesuaian sosial, yaitu :
1. Penampilan nyata
Penampilan nyata yang diperlihatkan individu sesuai norma
yang berlaku di dalam kelompoknya, dapat memenuhi harapan
kelompoknya, berarti individu dapat memenuhi harapan
kelompoknya dan diterima menjadi anggota dari kelompok
tersebut.
2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok
Individu mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan

31
baik dengan setiap kelompok yang dimasukinya, baik teman
sebaya, dan kelompok orang dewasa.
3. Sikap sosial
Individu dapat memperlihatkan dan menunjukkan sikap yang
menyenangkan terhadap orang lain, individu mampu
berpartisipasi dan dapat menjalankan perannya sebagai
individu yang baik dalam berbagai kegiatan sosial, hal
tersebut mampu membuat penilaian dari orang lain bahwa
individu tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik secara
sosial.
4. Kepuasan pribadi
Individu memiliki perasaan puas di dalam dirinya, ditandai
dengan adanya rasa puas dan bahagia karena turut ikut ambil
bagian dalam aktivitas kelompoknya dan mampu menerima
keadaan diri sendiri dengan adanya kontak sosial dan apa
adanya dalam situasi sosial. Bentuk kepuasan pribadi adalah
percaya diri, kehidupan bermakna dan terarah, dan
keterampilan.
Berdasarkan teori yang di kemukan oleh Hurlock di atas maka
peneliti menyimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian sosial terdiri atas
penampilan nyata yang ditunjukan oleh remaja, penyesuaian diri remaja
atau cara beradaptasi remaja dengan teman atau teman sekelompoknya,
sikap sosial remaja ketika bersama teman atau kelompoknya dan
kepuasan pribadi remaja tentang percaya diri dengan kemampuan yang
dimiliki.

c. Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Penyesuaian Sosial

Seseorang mampu menyesuaikan dengan lingkungannya karena


berbagai faktor. Menurut Yusuf (dalam Agustiani, 2012:33) merinci ada
lima faktor yang berpengaruh terhadap penyesuaian sosial, yaitu :

32
1. Kondisi fisik
Faktor fisik yang meliputi keturunan, kesehatan, bentuk
tubuh dan hal-hal lain berkaitan dengan fisik. Keadaan tersebut
mendorong seseorang yang memiliki kekurangan atau
menderita penyakit akan cenderung memiliki perasaan-
perasaan negatif, misalnya rendah diri, kurang merasa percaya
diri. Kondisi yang demikian memiliki dampak diantaranya
dimana individu menarik diri dari lingkungannya, yang secara
langsung akan membuat individu mengalami kesulitan dalam
melakukan penyesuaian sosial.
2. Faktor perkembangan dan kematangan
Faktor ini meliputi perkembanga intelektual, sosial, moral,
dan kematangan emosional. Hal ini merupakan bagian yang
terpenting karena akan membantu individu dalam
menyelesaikan masalah dan menghadapi konflik dengan tepat.
3. Faktor psikologi
Faktor-faktor pengalaman individu, frustasi dan konflik yang
dialami, dan kondisi-kondisi seseorang dalam penyesuaian diri.
Individu akan belajar dari pengalaman dalam menghadapi
suatu masalah, dan membantu individu bagaimana bersikap
dan bertindak terhadap lingkungannya. Pengalaman yang
positif pada diri individu akan mendorong untuk terus
mengembangkan diri yang akan berpengaruh pada
penyesuaian sosialnya, namun sebaliknya jika pengalaman
buruk akan berdampak pada kemunduran aspek mental dan
akan membuat individu mengalami kesulitan dalam melakukan
penyesuaian sosial.
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan terdiri atas keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
paling berpengaruh terhadap penyesuaian sosial, hal itu

33
dikarenakan individu memperoleh pengalaman sosial awal dari
interaksi dengan orang tua dan saudara. Sedangkan
lingkungan sekolah dan masyarakat menjadi pengalaman
lanjutan yang diperoleh individu selaras dengan
pertumbuhannya, yang ikut mempengaruhi terhadap
ketertarikan individu pada suatu hubungan sosial. Lingkungan
masyarakat memberikan pengalaman sosial yang jauh lebih
luas dari lingkungan keluarga maupun sekolah.
5. Faktor budaya
Budaya yang ada di lingkungn sekitar individu dan agama
akan berpengaruh pada kepribadian individu seperti nilai-nilai,
kepercayaan yang akan menentukan sikap individu dalam
lingkungan sosial
Pendapat lain dikemukakan tentang faktor yang mempengaruhi
penyesuaian sosial oleh Kartono (2012:120), yaitu :
1. Sifat yang dimiliki sejak lahir : pemalu, pendiam
Anak yang pemalu dan pendiam seringkali mengalami
kesulitan dalam bergaul di lungkungannya karena merasa
kurang percaya diri dengan dirinya. Dan seringkali timbul
kekhawatiran akan dia tidak diterima di lingkungannya.
2. Persepsi tentang kebutuhan pribadi dan lingkungan sosial.
Persepsi terhadap kebutuhan pribadi dan lingkungan
mempengaruhi terhadap penyesuaian sosial. Jika seseorang
tidak dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan diri serta
lingkungan maka orang akan mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri. Sebaliknya jika seseorang memiliki
pemahaman tentang kebutuhan diri serta lingkungan maka
akan lebih mudah melakukan penyesuaian sosial dengan
lingkungannya.
3. Pembentukan kebiasaan dalam hidup bermasyarakat
Pembentukan kebiasaan dalam hidup bermasyarakat

34
mempermudah seseorang dalam menyesuaikan diri degan
lingkungan sosial bermasyrakat karena terbiasa menerima dan
memahami berbagai perbedaan yang timbul dalam masyarakat.
Kesimpulan dari teori berikut ini adalah kemampuan individu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang ada. Berikut adalah
beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial. Faktor Internal:
Faktor ini mencakup kondisi jasmani, perkembangan, dan kematangan
individu. Kondisi jasmani yang sehat dapat mempengaruhi penyesuaian
sosial yang lebih baik. Perkembangan dan kematangan melalui proses
belajar dan pengalaman juga mempengaruhi cara individu menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Faktor Eksternal: Faktor eksternal mencakup
biografi, nasional, budaya, dan agama individu. Kompetensi linguistik,
kemauan untuk belajar, motivasi dalam pelatihan, kemampuan
komunikasi, nilai, dan orientasi kepribadian juga mempengaruhi
penyesuaian sosial.

d. Ciri – Ciri Penyesuaian Sosial

Ciri-ciri adanya proses penyesuaian sosial dapat diketahui dengan


jelas. Menurut Gerungan (2012:42) ada beberapa ciri orang yang dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial yaitu :
1. Suka berkerjasama dengan orang lain dalam suasana saling
menghargai
2. Adanya keakraban
3. Adanya rasa simpati
4. Adanya disiplin diri
Pendapat lain mengenai ciri-ciri adanya penyesuaian sosial
menurut Sudarwan (2013:109) yaitu :
1. Adanya kesanggupan mengadakan relasi yang sehat terhadap
masyarakat.
2. Ada kesanggupan bereaksi secara efektif dan harmonis
terhadap kenyataan sosial.

35
3. Adanya kesanggupan menghargai dan menjalakan hukum
tertulis maupun tidak tertulis.
4. Ada kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-
haknya dan pribadinya.
5. Ada kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain
dalam bentuk persahabatan.
6. Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain.
Berupa memberi pertolongan terhadap orang lain, bersikap
jujur, cinta kebenaran, rendah hati, dan sejenisnya.
Kesimpulan dari teori berikut secara umum, ciri-ciri penyesuaian
sosial yang baik mencakup kemampuan mengendalikan diri, tidak terlibat
dalam konflik, mampu menerima perbedaan, beradaptasi dengan
lingkungan sosial, menunjukkan sikap yang menyenangkan, dan mampu
menangani masalah.

4) Kerangka Berfikir

Kenyataannya hubungan antar anggota keluarga bervariasi dan


terkadang timbul konflik yang disebabkan karena perbedaan karakter
individu. Sibling rivalry adalah persaingan antar saudara kandung yang
banyak dijumpai di dalam lingkungan keluarga, sibling rivalry terjadi
karena adanya perasaan cemburu yang dirasakan oleh anak sulung saat
harus kehilangan kasih sayang orang tuanya karena lahirnya adik baru.
Sibling rivalry ditunjukkan dengan tingkah laku agresif, perasaan ingin
bersaing, dan perasaan iri terhadap saudara kandung. Dampak kejadian
sibling rivalry tidak hanya dirasakan oleh saudara kandung tetapi juga
pihak lain seperti diri anak pribadi, orang tua, dan teman. Sibling rivalry
sendiri dapat menimbulkan dampak negative. Konflik dalam hubungan
menyebabkan agresifitas pada anak lebih tua dan juga memicu egoism
pada saudara yang lebih muda. Agresifitas pada anak yang tua terjadi
karena keinginan mendapat perhatian yang menyebabkan anak akan
merasa bahwa perhatian miliknya telah direbut sehingga anak akan

36
bersikap agresif untuk mempertahakannnya. Dampak pada anak yang
lebih muda dapat memunculkan egois karena perasaan memiliki semua
perhatian dan kasih saying yang selalu tertuju pada dirinya sehingga anak
merasa dapat memiliki seluruh perhatian dan kasih sayang yang diberikan
oleh kedua orangtua nya untuk dirinya sendiri.

Anak-anak biasa menunjukkan tanda-tanda sibling rivalry secara


langsung dan tidak langsung. Reaksi langsung adalah reaksi yang sudah
dilakukan menggunakan kekerasan fisik, misalnya saja memukul,
mencubit, atau menendang. Hal ini didasari oleh rasa persaingan
terhadap saudaranya. Sedangkan reaksi secara tidak langsung adalah
reaksi yang muncul akibat rasa kecemburuan terhadap saudaranya,
dalam hal ini meliputi membuat kenakalan, berpura-pura sakit, menangis
tanpa sebab, dan melakukan hal yang sudah lama atau tidak pernah
dilakukan sebelumnya.

Penyesuaian sosial pada anak sekolah dasar merujuk pada


kemampuan seorang anak untuk berinteraksi secara efektif dengan
lingkungannya, baik di dalam maupun dilingkungan sekolah. Sekolah
mempunyai peranan sebagai media mempengaruhi kehidupan intelektual,
sosial, dan moral pada anak. Hasil pendidikan di seolah merupakan bekal
untuk penyesuaian sosial di masyarakat yang lebih luas. Kehidupan
keluarga juga mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial anak,
semakin kondusif kehidupan keluarga semakin tinggi kemampuan
penyesuaian sosial anak, karena keluarga merupakan bagian terkecil dari
kelompok sosial serta merupakan tempat pertama kali memegang
peranan penting dalam penyesuaian sosial, salah satunya adalah
hubungan dengan saudara. Hubungan persaudaraan yang baik menjadi
salah satu faktor kemampuan penyesuaian sosial pada anak, sehingga
anak akan lebih memiliki tingkat kepercayaan diri pada kemampuannya
yang dapat ditunjukkan pada lingkungan sosialnya.

37
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin membuktikan adakah
pengaruh antara sibling rivalry sebagai variabel independen dan
penyesuaian sosial sebagai variabel dependen. Adapun bagan kerangka
berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Fenomena:
Masih banyak terjadinya persaingan
antara saudara kandung (sibling rivalry)

Dikarenakan banyak anak yang salah


beranggapan atau memiliki persepsi yang
salah terhadap orang tuanya.

Sibling rivalry (X) Kemampuan penyesuaian sosial (Y)

Sibling Rivalry: Penyesuaian sosial di keluarga dan


sekolah meliputi:
• Berperilaku agresif
• Kompetisi 1. Penampilan nyata melalui sikap
• Perasaan iri dan tingkah laku nyata
2. Penyesuaian diri terhadap
kelompok
3. Sikap sosial
4. Kepuasan pribadi

5) Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah


dipaparkan diatas pengaruh sibling rivalry terhadap kemampuan
penyesuaian sosial pada anak sekolah dasar maka hipotesisnya :

38
Ha : Adanya pengaruh sibling rivalry terhadap kemampuan
penyesuaian sosial pada anak kelas VI di SDN 05 Rawa Barat.

Ho : Tidak adanya pengaruh sibling rivalry terhadap kemampuan


penyesuaian sosial pada anak kelas VI di SDN 05 Rawa Barat.

39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat & Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Srengseng 05 yang beralamat

di Jl. Birah III No.3, RT.4 /RW.5, Rawa Barat, Kec. Kebayoran Baru, Kota

Jakarta Selatan, Dki Jakarta, kode pos 12180. Waktu penelitian ini

dilaksanakan tahun ajaran 2023/2024.

• Map

• Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan September

2023 di SDN Rawa Barat 05 Pagi

40
Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

Bulan

No Kegiatan Sept Okt Nov Des Jan Feb

1. Judul Skripsi

2. Bab 1

3. Bab 2

4. Bab 3

4. Seminar

Proposal

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif dimana datanya diolah dalam bentuk angka atau data kualitatif

yang diangkakan/scoring (Sugiyono, 2015:6). Penelitian ini merupakan

suatu bentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik

korelasional, yang bertujuan untuk menghubungkan dua variabel yaitu

attachment (X) dan sibling rivalry (Y). Variabel X disebut independent

variable atau variabel bebas, yaitu yang memberikan pengaruh.Variabel Y

disebut dependent variable atau variabel terikat, yaitu yang dipengaruhi.

41
Dalam hal ini, peneliti ingin mencari tahu ada tidaknya pengaruh sibling
rivalry terhadap kemampuan penyesuaian sosial pada anak kelas VI 05
Rawa Barat.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018:148) populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: Objek atau subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya.

Maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan

objek atau subjek dalam suatu penelitian yang memiliki karakteristik

dan digunakan sebagai sumber data. Penelitian ini dilaksanakan

dengan populasi yang terdiri dari seluruh siswa kelas VI Rawa

Barat Jakarta Selatan dengan total 60 siswa yang terbagi menjadi 2

kelas.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2018:149) Sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila

populasi besar dan peneliti tidak ingin mungkin mempelajari semua

yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,

tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel itu.

Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat

42
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari

populasi harus betul-betul respresentatif (mewakili). Sampel

dalam penelitian ini diambil dari 2 kelas yang ada di kelas VI SDN

Rawa Barat Kebayoran baru.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan teknik sampling puposive.Menurut

Sugiyono (2018:85) sampling Puposive adalah teknik penentu

sampel dengan melakukan observasi terlebih dahulu dengan di

dampingi guru yang bersangkutan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melaksanakan penelitian dan meperoleh data,maka

perlu ditentukan teknik pengmpulan data yang digunakan. Menurut

Sugiyono (2018:308) teknik pengumpulan data merupakan langkah

yang paling utama dama penelitian,karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data tanpa mengetahui teknik

penelitian data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan. Pada penelitian ini peniliti

menggunakan beberapa pengumpulan data,yaitu:

1. Observasi

Menurut Sugiyono (2018:203) peneliti melakukan observasi

sebelum penelitian dilakukan. Metode observasi ini tidak

diragukan lagi dan banyak digunakan terutama dalam studi di

43
mana orang tidak dapat diwawancarai atau di mana subjek

penelitian dirahasiakan.

2. Kuisioner

Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan adalah

kuisioner atau angket. Menurut Riduwan (2015:71),kuisioner

(angket) merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada

orang lain bersedia memberikan respon(responden) sesuai

dengan informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari

responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan

jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian

daftar pertanyaan.

Adapun kisi-kisi yang digunakan di penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Sibling Rivalry

Aspek Indikator Nomor Soal


sibling Positif Negatif
rivalry
Perilaku agresif Perilaku agresif atau 12,20, 10,16,19,
atau resentment seperti 25
resentment suka memaki/
mengejek, atau
melakukan kontak
fisik, merusak barang,
marah dan berkelahi
Kompetisi atau Tidak mau mengalah 5,6,9,13, 4,24,
semangat dalam bersaing dengan 17,23,
untuk bermain saudara
Perasaan iri Anak menunjukkan 15,18, 1,2,3,7,
dan cemburu ketidaksukaan 8,9,11,14,

44
terhadap kedekatan 21,22,
orang tua dengan
saudaranya, mencari
perhatian, atau jadi
pengadu, atau merasa
khawatir.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penyesuaian Sosial

Aspek indikator Nomor Soal


Positif Negatif
Berpenampilan sesuai 10, 18,27
Penampilan dengan situasi
nyata Mampu berinteraksi 16, 5,17,20,
dengan kelompok
sosialnya
Penyesuaian Dapat menyesuaikan 23 28
diri terhadap dengan baik terhadap
berbagai berbagai kelompok
kelompok Bersedia bekerja sama 28 22,29,30
dengan kelompoknya
Bertanggung jawab 26
atas segala hal yang
diperbuat
Sikap sosial Peka terhadap keadaan 19, 9,
orang lain
Memberikan bantuan 11,24 25
pada orang yang
membutuhkan
Menunjukkan sikap 1, 2,6,
yang menyenangkan
pada orang lain
Kepuasan Puas dengan apa yang 13,14, 15,
pribadi ada pada dirinya
Menjalankan peran 3,4,21, 7,8,12
sosial dengan baik

3. Dokumentasi

45
Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan adalah

dokumentasi. Menurut Riduwan (2015:77), bahwa dokumentasi

merupakan ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

tempat peneliti, meliputi peraturan-peraturan buku-buku yang

relevan, foto-foto, laporan kegiatan, film documenter, data yang

relevan.

F. Teknik Validasi Instrumen

Angket atau kuisioner diberikan kepada siswa, harus lebih dahulu

memenuhi persyaratan validasi dan reabilitas, yaitu :

1. Uji Validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

seharusnya diukur dan derajat kecepatannya benar. Jika hal tersebut

sudah tercapai maka instrumen tersebut validitasnya tinggi. Validitas

menurut Sugiyono (2016:177) menunjukan derajat ketepatan antara data

yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dikumpulkan

oleh peneliti untuk mencari validitas sebuah item, dengan

mengkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut. Uji validitas ini

menggunakan skala likert 1-5. Uji validitas menggunakan uji korelasi

product moment dengan rumus sebagai berikut :

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )√(𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 )

Rumus Korelasi Product Moment

Keterangan :

46
r = Koefisien korelasi antara Y dan X

∑xy = Jumlah skor kali skor x dan y

∑x = Jumlah skor x

∑y = Jumlah skor y

∑x2 = Jumlah kuadrat x

∑y2 = Jumlah kuadrat y

N = Jumlah responden

Kriteria ketentuan korelasi product moment nilai r hitung > r table. Jika

r hitung lebih besar dari r table maka instrument valid dan jika r hitung

lebih kecil dari r table maka instrument tidak valid.

2. Uji Reabilitas

Menurut Sugiyono (2016:348) instrumen yang reliabel berarti

instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang

sama, akan menghasilkan data yang sama. Reabilitas menunjukkan

sejauh mana suatu pengukuran dapat menghasilkan hasil yang stabil bila

dilakukan pengukuran ulang kepada subyek yang sama. Rumus yang

digunakan untuk uji reabilitas menggunakan Cronbach Alfa (Skala Likert

1-5). Berikut ini merupakan rumus Cronbach Alpha :

𝑟 𝑘 ∑ 𝑆𝑖
11= × {1− }
𝑘−1 𝑆𝑡

Keterangan :

r11 = Nilai Relibilitas

∑ 𝑆𝑖 = Jumlah varians skor tiap-tiap item

St = Varians total

47
K = Jumlah item

Kemudian mencari rtabel dengan menggunakan signifikasi 𝛼 = 0,05

dengan membandingkan :

Jika r11 > rtabel berarti reliabel dan

Jika r11 < rtabel berarti tidak reliabel

G. Teknik Analasis Data

1. Uji Normalitas

Uji Normaliatas dilakukan untuk dapat mengetahui apakah data dari

penelitian yang diperoleh berasal dari data yang diperoleh berasal dari

data yang berdistibusi secara normal atau tidak. Dalam penelitian ini

dihitung dengan menggunakan bantuan sofware SPSS 2. Uji normalitas

yang digunakan adalah uji Kolmmogrov-Smimov dengan :

a) Hipotesis pengujian sebagai berikut :

HO : Data berdistibusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

b) Dengan kriteria pengujian yaitu:

Jika nilai signifikasi > 5% = sebaran bersifat normal.

Jika nilai signifikasi < 5% = sebaran bersifat tidak

normal.

c) Kesimpulan :

48
Jika siginifikasi ≥ 5% maka HO diterima ,yang berarti

data sample berasal dari populasi berdistiribusi normal.

Jika signifikasi < 5% maka HO ditolak,yang berarti

data sample berasal dari populasi tidak normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah varian

dua atau lebih dari dua kelomok populasi data sama atau tidak.

Hipotesis yang akan diuji adalah:

HO : varian dari dua atau lebih dari dua kelompok populasi

data adalah homogen.

H1 :Varian dari dua atau lebih dari dua populasi data adalah

tidak homogeny

Dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika Sig = a maka HO ditolak,a = 0,05

Jika Sig = a maka HO diterima,a = 0,05

3. Uji Linearitas

Menurut Sugiyono (2015:265) menjelaskan bahwa,salah

satu asumsi dari analisis regresi adalah linearitas,maksudnya

apakah garis regresi antara X dan Y membentuk garis linear

atau tidak. Bila antara variabel X dan Y membentuk garis linear

49
bila signifikasi (linearlity) > 0,005,bila tidak maka analisis regresi

tidak dapat ditinjau.

4. Uji Hipotesis

a. Analisis Regresi Sederhana

Analisis regresi sederhana ini bertujuan untuk

menguji pengaruh Ice Breaking (Variabel X) terhadap

Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y) menggunakan

persamaan regresi sebagai berikut:

Y = a + bX

Keterangan :

Y : variabel Dependen

X : Variabel Independen

a : Nillai Konstanta

b : Koefisien variabel X

b. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk menyatakan

besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap

Y.koefisien ini menunjukan besarnya presentase variasi

independen yang digunakan dalam model mampu

menjelaskan dependen. Nilai Koefisien determinasi (R2)

antara 0 sampai 1 apabila yang diberikan variabel

50
independen terhadap variabel dependen. Jika R2 sama

dengan 1 maka presentase sumbangan pengaruh yang

diberikan variabel independen terhadap variabel

dependen adalah sempurna. Hasil analisis determinasi

dapat dilihat pada output model summary pada kolom R

square.

KD = R2 X 100%

Keterangan:

KD = nilai koefisien Determinan

R = nilai koefisien Korelasi Product moment

c. Uji T
Setelah ditentukan koefisien determinasi,selanjutnya

melakukan uji hipotesis menggunakan uji-t. Uji-t

merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah

yang dinyatakan dari hubungan dua variabel atau lebih

(Sugiyono,2017:233). Langkah -langkah uji-t sebagai

berikut:

1. Merumuskan Hipotesis

H0 : tidak terdapat signifikan pengaruh sibling

rivalry (X) terhadap kemampuan

penyesuaian sosial pada anak (Y)

51
Ha : terdapat signifikan pengaruh sibling

rivalry (X) terhadap kemampuan

penyesuaian sosial pada anak (Y)

2. Menentukan tingkat signifikasi α tingkat signifikasi

yang digunakan adalah α = 5% (0,05)

3. Menghitung uji signifikasi menggunakan uji-t :

t=

4. Kriteria pengujian:

a) Jika nilai thitung < , ttabel , maka Ho diterima , Ha

ditolak

b) Jika nilai thitung > , ttabel , maka Ho ditolak, Ha

diterima

H. Prosedur Penelitian

Langkah- langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga

tahap, yaitu persiapan pelaksanaan, dan tahap pengolahan data:

a) Tahap persiapan

1. Melakukan identifikasi masalah mengenai masalah

yang diteliti

52
2. Melakukan konsultasi dengan pembimbing mengenai

masalah yang akan diteliti

3. Melakukan observasi ke sekolah

4. Menyusun instrument penelitian

5. Membuat surat izin penelitian

6. Membuat proposal penelitian

b) Tahap pelaksanaan

1. Melakukan proses belajar menggunakan kelas VI B

yang dijadikan penelitian.

2. Melakukan pengambilan data akhir wawancara

kepada siswa-siswi yang dijadikan penelitian.

c) Tahap Pengolaan Data

1. Melakukan pengelolaan data

2. Menganalisis hasil dari pengolahan data

3. Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh

53
DAFTAR PUSTAKA

Abintoro Prakoso, 2016, Hukum Perlindungan Anak, LaksBang


PRESSindo, yogyakarta

Ayu Citra Triana Putri. 2013. Dampak Sibling Rivalry (Persaingan Saudara
Kandung Pada Anak Usia dini. Jurnal Development and Clinical
Psychologi. http://lib.unnes.ac.id/18553.pdf. . Diakses 28/11/2023.

Indanah, & Hartaniyah, D. (2017). Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler.
University Research Colloquium, 6, 257–266.

Jatmiko, A.A. (2015). Determinan Perilaku Sibling Rivalry Pada Anak


Yang Memiliki Saudara Kandung di Raudhatul Athfal Miftahul Huda
Desa Selandaka Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Masruroh & Ramadhana, R.N. (2016). Hubungan Antara Sibling Rivalry


Dengan Penyesuaian Sosial Anak Usia 11-12 Tahun Di SD. Jurnal
Kebidanan, 142.

Nurhidayah, I. ,dkk. (2018). hubungan sibling rivalry dengan cedera pada


anak usia balita di desa cipacing kecamatan jatinagor. fakultas
keperawatan universitas padjajaran. Journal.stikep.ppnijabar.ac.id.

Oktaviani, F., & Tentama, F. (2019). The Construct Of Validity Sibling


Rivalry : Confirmatory Factor Analysis Second Order In The
Science Of Sibling Rivalry. International Journal of Scientific &
Technology Research, 3737- 3742.
http://eprints.uad.ac.id/20090/1/The- Construct-Of-Validity-Sibling-
Rivalry.pdf

Putri, PA.C.T., Deliana, S.M., dan Hendriyani, R. (2013).

Rahmawati, A. (2013). Sibling rivalry pada anak usia dini. Jurnal Ilmiah
Pendidikan, Sejarah dan Sosial Budaya, Vol. 15, No.1.

54
Riduwan. (2015). Skala Pengukuran Variable-Variabel Penelitian.
Bandung: Alfabeta.

Shaffer, D. R., & Kipp, K. (2010). Development psychology: childhood and


adolescence (8 th ed.). Belmont: Wadsworth, Cengage
Learning.Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D. Bandung: Alfabeta

Sugiyono (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung : Alphabet

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.

Yuliati (2012). Hubungan Tingkat Penge- tahuan Ibu dengan Reaksi


Sibling Rivalry pada Anak Usia Prasekolah di TK Mranggen I
Srumbung Magelang. Skripsi. Semarang. FIK Universitas
Muhammadiyah Semarang.

55

Anda mungkin juga menyukai