Anda di halaman 1dari 209

STRATEGI GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR

MATEMATIKA SISWA

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Nama : Ulfa Nadyathul Fazriah

NIM : 2014820146

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Skripsi, Agustus 2018

Ulfa Nadyathul Fazriah (2014820146)

STRATEGI GURU DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR


MATEMATIKA SISWA

xv + 186 Halaman, 7 Tabel, 13 Gambar, 21 Lampiran

ABSTRAK

Strategi Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Siswa Kelas


III dan IV di SDN Grogol Utara 04 Petang. Penelitian ini dilatarbelakangi
oleh siswa tingkat sekolah dasar masih kurang memahami materi
pelajaran matematika disebabkan oleh materi-materi yang sulit dimengerti,
sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami
hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi
yang dicapainya berada di bawah nilai yang semestinya, dengan guru
yang profesional diharapkan dapat mengatasi kesulitan belajar
matematika yang dialami siswa. Adapun tujuan penelitian ini untuk
menganalisis kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa dan
menggeneralisasi strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar
matematika siswa. Penelitian dilaksanakan di SDN Grogol Utara 04
Petang. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik

i
pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan studi dokumentasi.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian yaitu wawancara
semiterstruktur, dengan informan berjumlah 12 orang diantaranya, 2 guru
dan 10 siswa. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
observasi partisipatif dengan objek yang diamati ialah Guru kelas III dan
IV, serta siswa kelas III dan IV. Hasil yang diperoleh dalam penelitian
yaitu, cara guru dalam mengatasi kesulitan belajar matematika dengan
mengetahui dan melakukan diagnosis kesulitan belajar pada mata
pelajaran matematika siswa, guru mengetahui dan menganalisis faktor
penyebab dari kesulitan belajar siswa, guru melakukan kegiatan
bimbingan belajar tambahan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar matematika, serta guru mengadakan pertemuan dengan orang tua
untuk menceritakan masalah yang dialami oleh siswanya. Sehingga dalam
mengatasi kesulitan belajar matematika dapat teratasi dengan baik.

Kata kunci: Strategi Guru, Kesulitan Belajar Matematika, Siswa SD


Daftar pustaka 25 (1999 – 2016)

ii
iii
iv
v
vi
vii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk kedua orang tua tersayang, yang
telah berjuang dalam membesarkanku hingga saat ini, selalu memberikan
dukungan serta arahannya, tanpa mamah dan bapak aku bukanlah apa-
apa terimakasih karena telah menjadi orang tua yang hebat, dan kuat.
Perjuangan kalian akan selalu aku ingat sampai kapanpun. Kakak, adik
dan saudaraku yang selalu menyemangati dikala malas, dan menemani
aku ketika aku membutuhkan bantuan, tak lupa pula teman-teman
seperjuangan yang telah membantu dan selalu memberikan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.

viii
MOTTO

Nikmati, jalani dan syukuri hidup, itu lah kunci kebahagiaan. Buat
semua mimpimu menjadi kenyataan

ix
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah, penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya kepada kita
semua. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nadi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta kepada ummatnya yang
selalu melaksanakan ajarannya.

Skripsi ini sengaja penulis ajukan sebagai salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dalam penulisan skripsi
ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu penulis
ingin menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Iswan, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Pendidikan


UMJ yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti studi di fakultas ini.
2. Bapak Azmi Al Bahij, M.Si, selaku ketua program studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan dorongan dan arahan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Sholehuddin, M.Pd, dosen pembimbing saya yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Sri Surjani, S.Pd, kepala sekolah SDN Grogol Utara 04 Petang
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

x
5. Ibu Muzalipah, S.Pd, selaku guru kelas III yang telah membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
6. Bapak Arif Wahyu Boro Sukoco, S.Pd, selaku guru kelas IV yang
telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.
7. Guru dan Staf SDN Grogol Utara 04 Petang yang sudah membantu
penulis dalam pelaksanaan penelitian.
8. Siswa SDN Grogol Utara 04 Petang yang sudah berpartisipasi dan
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.
9. Orang tua, yang selalu memberikan dukungan, arahan dan
motivasi kepada penulis agar selalu semangat dalam penulisan
skripsi.
10. Kakak dan adik, yang selalu menemani dan memberikan
semangat kepada penulis agar tidak mudah menyerah dalam
melakukan segala sesuatu.
11. Terimakasih kepada teman seperjuangan kelas CSD yang selalu
memberikan dukungannya selama ini.

Akhirnya dengan segala ketulusan hati yang bersih dan ikhlas,


penulis berdoa semoga segala amal baik yang telah mereka berikan
mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
Penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
untuk itu penulis ingin menyampaikan permohonan kritik dan saran dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 29 Agustus 2018

Ulfa Nadyathul F

xi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv

FAKTA INTEGRITAS ............................................................................... v

PERSEMBAHAN .................................................................................... vii

MOTTO .................................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Fokus Masalah ............................................................................ 9
C. Rumusan Masalah ...................................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 12

A. Kajian Teori ................................................................................ 12


1. Profesionalisme Guru ............................................................ 12
a. Guru ................................................................................ 12
b. Konsep Terkait Profesionalisme Guru .............................. 16
c. Guru Profesional............................................................... 22

xii
d. Penerapan Profesionalisme Guru di Kelas ....................... 38
2. Kesulitan Belajar Matematika ................................................ 42
a. Konsep Terkait Kesulitan Belajar Matematika .................. 42
b. Kesulitan Belajar Matematika ........................................... 44
c. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa ................................... 49
d. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar ....................... 54
e. Cara Mengenal Murid Mengalami Kesulitan Belajar ......... 67
f. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika ................. 67
B. Kerangka Berpikir ....................................................................... 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 72

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 72


B. Metode Penelitian ....................................................................... 73
C. Desain Penelitian ....................................................................... 74
D. Subjek Penelitian ....................................................................... 76
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 76
F. Teknik Analisis Data ................................................................... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 87

A. Deskripsi Data ............................................................................ 87


B. Hasil Analisis Data ..................................................................... 92
C. Interpretasi Hasil Penelitian ...................................................... 124

BAB V PENUTUP ................................................................................. 133

A. Kesimpulan .............................................................................. 133


B. Saran ........................................................................................ 135

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 137

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 139

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tugas dan Fungsi Guru ........................................................... 15

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...................................................... 72

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi ................................................... 79

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ................................................. 83

Tabel 4.1 Rentang Nilai Matematika Kelas IV .......................................... 90

Tabel 4.2 Rentang Nilai Matematika Kelas III .......................................... 90

Tabel 4.3 Daftar Nama Informan.............................................................. 91

xiv
DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ................................................................... 71

Gambar 4.1 Nilai Matematika Siswa ........................................................ 99

Gambar 4.2 Diagnosis Kesulitan Belajar ................................................. 99

Gambar 4.3 Materi Matematika Menurut Siswa Sulit ............................. 100

Gambar 4.4 Guru Memberikan Latihan .................................................. 100

Gambar 4.5 Penggunaan Media Pembelajaran ..................................... 109

Gambar 4.6 Siswa Malu Bertanya ......................................................... 109

Gambar 4.7 Pengulangan Materi ........................................................... 110

Gambar 4.8 Bahan Ajar ......................................................................... 110

Gambar 4.9 Pembiasaan Tertib Masuk Kelas ....................................... 123

Gambar 4.10 Belajar Kelompok ............................................................. 123

Gambar 4.11 Sertifikat Pendidik ............................................................ 123

Gambar 4.12 Ijazah Guru 123

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonan Pembimbing ................................................... 139

Lampiran 2 Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi ......................................... 140

Lampiran 3 Surat Keterangan Komprehensif ......................................... 141

Lampiran 4 Kartu Bimbingan Skripsi ...................................................... 142

Lampiran 5 Surat Permohonan Penelitian ............................................. 144

Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian ............................................... 145

Lampiran 7 Rekap Nilai Kelas III ............................................................ 146

Lampiran 8 Rekap Nilai Kelas IV ........................................................... 147

Lampiran 9 Profil Sekolah ...................................................................... 151

Lampiran 10 Data Statistika Guru .......................................................... 153

Lampiran 11 Data Statistika Siswa ........................................................ 155

Lampiran 12 Foto Kegiatan Pembelajaran ............................................. 156

Lampiran 13 Foto Kegiatan Wawancara ................................................ 157

Lampiran 14 Biodata Guru ..................................................................... 159

Lampiran 15 Biodata Siswa ................................................................... 161

Lampiran 16 Catatan Lapangan............................................................. 162

Lampiran 17 Instrumen Wawancara ...................................................... 166

Lampiran 18 Transkrip Hasil Wawancara Guru ..................................... 168

Lampiran 19 Transkrip Hasil Wawancara Siswa .................................... 176

xvi
Lampiran 20 Kartu Bimbingan Pasca Sidang ........................................ 185

Lampiran 21 Riwayat Hidup Penulis ...................................................... 186

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Wahyudin (2001: 2.17) pendidikan nasional

merupakan suatu sistem yang fungsinya untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat

manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Makna

pendidikan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yakni: suatu usaha sadar terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan definisi tersebut peneliti menemukan tiga pokok

pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: usaha sadar dan

terencana, mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya, dan memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.

1
Menurut Wahyudin (2001: 3.1) pendidikan sebagai proses pada

dasarnya membimbing peserta didik menuju pada tahapan

kedewasaan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan

luar sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan dalam keluarga serta

lingkungan. Pada bingkai nasional, pembangunan pendidikan

berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan

mutu kehidupan dan martabat manusia dalam rangka mewujudkan

tujuan nasional. Oleh sebab itu ke arah pencapaian tujuan pendidikan

yang diharapkan, garapan pendidikan pada hakikatnya merupakan

suatu sistem yang dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan

terpadu dengan melibatkan berbagai pihak, yaitu lingkungan keluarga,

lingkungan masyarakat, dan pemerintah baik secara individu maupun

kelompok.

Untuk menghadapi tuntutan situasi perkembangan zaman dan

pembangunan nasional, sistem pendidikan nasional harus dapat

dilaksanakan secara tepat guna dan hasil guna dalam berbagai aspek

dimensi, jenjang dan tingkat pendidikan. Keadaan semacam itu pada

gilirannya akan menuntut para pelaksana dalam bidang pendidikan

diberbagai jenjang untuk mampu menjawab tuntutan tersebut melalui

fungsi-fungsinya sebagai guru.

Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis

dalam upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi

siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia.

2
Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat

nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang lain, terlebih pada

masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya serta

dengan kehadiran teknologi terdapat hal-hal yang tidak dapat

menggantikan tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik. Oleh

sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang maksimal

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara

berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik

kompetensi pedagogik, kepribadian, kompetensi sosial, maupun

kompetensi profesional.

Menurut Usman (2009: 14) salah satu kompetensi guru yang

sangat dijadikan pedoman dalam pendidikan ialah kompetensi

profesional. Kompetensi merupakan kemampuan seorang guru dalam

melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan

layak. Sementara profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat

dilakukan oleh mereka yang memiliki kemampuan dan keahlian

khusus dalam melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi profesional

dapat dikatakan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan

seluruh tugas-tugasnya dengan penuh tanggung jawab, serta memiliki

kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang pendidikan.

Menurut Hamalik (2006: 36) guru profesional yang dimaksud

adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang

dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu

3
mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan

menghasilkan prestasi belajar siswa yang baik. Guru yang profesional

dan berkualitas untuk mengajak para siswa selau berbuat kebaikan

dan mencegah dari perbuatan yang tidak baik (kemungkaran)

dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan bagaimana upaya yang

dapat dilakukan untuk menghasilkan guru yang berkualitas sehingga

mampu mendidik umat ini agar menjadi umat terbaik sebagaimana

firman Allah Surat Ali Imron (3) ayat 110.

Artinya :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa umat Nabi Muhammad Saw

dianggap umat terbaik, karena mereka menyempurnakan diri mereka

dengan iman yang menghendaki untuk melaksanakan segala perintah

Allah SWT, dan karena mereka menyempurnakan pula orang lain

dengan menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah yang munkar, atau

dengan kata lain mengajak manusia kepada Allah, berjihad dan

4
mengerahkan kemampuan untuk mengembalikan mereka dari

kesesatan dan kemaksiatan.

Seorang Guru dalam kehidupan diutus kemuka bumi menjadi

khalifah, mengajak para siswa untuk selau berbuat kebaikan dan

mencegah dari perbuatan yang tidak baik (kemungkaran). Untuk

mewujudkan hal tersebut diperlukan profesionalisme guru dalam

mendidik siswanya. Profesionalisme guru merupakan komitmen para

anggota profesi guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya

dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang

digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.

Guru yang profesional merupakan guru yang ahli dalam bidangnya

atau keahliannya. Suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh orang yang

profesional maka hasilnya akan baik, akan tetapi bila pekerjaan tidak

dilakukan oleh orang yang tidak profesional akan mengalami

kegagalan. Sabda Rasulullah Saw:

Dari Abu Hurairah r.a., berkata Rasulullah Saw., bersabda: “Kalau

amanah tidak lagi dipegang teguh, maka tunggulah saat kehancuran.”

Ia bertanya: “Bagaimana orang tidak memegang teguh amanah itu ,

ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalau suatu urusan telah

5
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat

kehancuran” (HR. Bukhari).

Hadits tersebut memberikan gambaran yang sangat tegas

kepada kita semua, tentang pentingnya suatu pekerjaan itu

diserahkan kepada orang yang memiliki keahlian kepada pekerjaan

itu. Hal ini sudah sewajarnya, suatu pekerjaan akan berjalan dengan

baik dan sukses apabila pekerjaan tersebut dikerjakan oleh ahlinya.

Akan berantakan jika dikerjakan oleh orang yang tidak pandai.

Berdasarkan Hadits tersebut guru dapat dikatakan profesional,

ialah guru yang ahli dalam bidangnya, untuk tingkat pendidikan

sekolah dasar, guru yang ahli dalam bidangnya adalah guru yang

mengerti tentang pendidikan sekolah dasar (SD), bisa dikatakan guru

tersebut lulusan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) atau minimal

lulusan dari bidang pendidikan guru. Oleh sebab itu, guru yang ahli

dalam bidangnya akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Guru yang profesional juga harus memiliki indikator-indikator dalam

kompetensi profesional. Indikator guru profesional yaitu memiliki

keterampilan mengajar yang baik, memiliki wawasan yang luas serta

mampu mengembangkan ilmunya, menguasai media pembelajaran,

penguasaan teknologi, memiliki kepribadian yang baik, dan menjadi

teladan yang baik bagi siswanya. Guru dapat dikatakan profesional

apabila guru tersebut telah memiliki sertifikat keguruan yang

didapatkan melalui pendidikan profesi guru.

6
Guru profesional seperti yang telah dijelaskan yang akan

menjadikan dirinya guru berkualitas serta dapat mencetak generasi-

generasi yang berkualitas pula. Maka dari itu dibutuhkan peran guru

yang profesional dalam lingkup pendidikan. Dewasa ini pada

kenyataanya guru yang terdapat di SD dalam menjalankan profesi

keguruannya belum maksimal, guru yang ada di SD masih banyak

yang bukan lulusan PGSD serta belum memiliki sertifikat guru

profesional. Selain itu dalam pembelajaran di kelas masih banyak cara

guru mengajar yang dikatakan pembelajaran konvensional.

Perkembangan zaman dan teknologi membuat guru kurang mampu

untuk menerapkan teknologi dalam kegiatan pembelajaran. Cara guru

mengajar dalam pembelajaran di kelas masih menggunakan metode

mengajar konvensional, media pembelajaran yang kurang menarik,

serta minimnya pengetahuan tentang teknologi yang sedang

berkembang sekarang.

Karena minimnya pengetahuan guru tentang media dan

teknologi dapat menyulitkan siswa dalam menerima pelajaran,

sehingga siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. Kesulitan

belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar

mengajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu

untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Kesulitan belajar siswa

dalam proses pembelajaran yaitu, kemampuan intelektual yang cukup

rendah, sulit memahami materi yang diajarkan guru, rendahnya

7
konsentrasi belajar siswa, lambat dalam menerima materi pelajaran,

adanya teman yang menggangu ketika belajar, kondisi kelas yang

bising, metode pembelajaran yang konvensional, serta kurangnya

penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar dan mengajar

di kelas. Salah satu kesulitan belajar yang sering dialami oleh siswa

ialah mata pelajaran matematika, dalam materi pelajaran matematika,

fakta yang ada di lapangan, siswa tingkat SD masih kurang

memahami materi pelajaran matematika disebabkan oleh materi-

materi yang sulit dimengerti, pemahaman siswa terhadap matematika

masih rendah, media pembelajaran matematika yang kurang menarik,

guru yang kurang kreatif, serta metode pembelajaran yang

konvensional. Mengakibatkan hasil belajar siswa dalam materi

pelajaran matematika rendah.

Berdasarkan fakta yang ada di lapangan saat peneliti

melakukan observasi di kelas III dan IV, kelas III merupakan kelas

rendah yang dalam mata pelajaran matematika sudah diperkenalkan

konsep perhitungan matematika (perkalian, pembagian, pengurangan

dan penjumlahan), sedangkan kelas IV merupakan kelas tinggi

permulaan yang materinya tidak terpaut jauh beda dengan kelas III.

Berdasarkan hasil observasi tersebut, peneliti ingin melihat,

memahami dan meneliti kesulitan-kesulitan belajar matematika siswa

kelas III dan IV. Pada saat melakukan observasi peneliti menemukan

masalah, yakni ada beberapa siswa yang terdapat di SDN Grogol

8
Utara 04 Petang mengalami kesulitan dalam mata pelajaran

matematika. Peneliti saat melakukan observasi menemukan siswa

yang belum bisa dalam bab pembagian dan perkalian, karena siswa

merasa bingung dalam menentukan hasil dari pembagian, lalu ada

pula siswa yang kurang memahami tentang konsep keruangan dan

cara menghitung menggunakan rumusnya.

Dapat dikatakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar

akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya,

sehingga prestasi yang dicapainya berada dibawah nilai yang

semestinya. Oleh sebab itu diharapkan guru yang profesional dapat

mengatasi kesulitan yang dialami siswa dalam belajar. Berdasarkan

masalah-masalah yang ada peneliti bermaksud melakukan penelitian

tentang “Strategi Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika

Siswa Kelas III dan IV di SDN Grogol Utara 04 Petang.”

B. Fokus Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka fokus

masalah dalam penelitian ini adalah Strategi Guru dalam Mengatasi

Kesulitan Belajar Matematika Siswa di Kelas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus masalah, maka dapat

dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana

9
strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar matematika siswa

Sekolah Dasar?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa

2. Menggeneralisasi strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar

matematika siswa

3. Menelaah hambatan-hambatan guru dalam mengajar

E. Manfaat Penelitian

1 Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan pengetahuan

untuk meningkatkan kualitas guru profesional dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan belajar matematika siswa. Penelitian ini berguna

bagi guru untuk mengembangkan kemampuan mengajar,

mengimplementasikan kreatifitasnya ketika mengajar serta

mengetahui kondisi kognitif dan kemampuan matematika siswa.

2 Bagi Siswa

Siswa dapat berbagi pengalamannya serta mengemukakan

kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam mata pelajaran

matematika.

10
3 Bagi Sekolah

Penelitian ini berguna sebagai bahan informasi bagi sekolah untuk

lebih meningkatkan profesional guru dalam kegiatan pembelajaran.

4 Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman langsung dalam mengamati strategi

guru dalam mengatasi kesulitan belajar matematika siswa, serta

mengetahui kondisi dan kualitas pembelajaran yang ada di sekolah.

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Profesionalisme Guru

a. Guru

1) Pengertian Guru

Pada tiap tingkatan masyarakat, dari terbelakang

sampai yang paling maju guru memegang peran penting

dalam proses pendidikan. Guru merupakan suatu sosok

diantara pembentukan-pembentukan utama calon warga

masarakat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru

merupakan orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya

dan profesinya mengajar. Menurut UU No.14 tahun 2005

tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 dinyatakan “Guru

adalah seorang pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak

usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan

menengah” (Suyanto dan Jihad, 2013: 23).

Menurut Hamzah dan Nina (2016: 2) guru adalah

salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar dan

12
12
mengajar yang ikut berperan serta dalam usaha

pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang

pembangunan. Guru merupakan salah satu orang yang

berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan

murid-murid, membimbing dan membina baik secara

individual maupun secara klasikan, baik di sekolah maupun

di luar sekolah.

Menurut Ramayulis (2013: 1) pada kajian Islam guru

berasal dari bahasa arab yaitu ustadz, mudarris, mu’allim,

mu’addib. Kata ustadz yang memiliki makna teacher (guru),

professor (gelar akademik). Kata Mudarris berarti teacher

(guru), instructor (pelatih) dan lecturer (dosen). Selanjutnya

kata mu’allim berarti teacher (guru), instructor (pelatih), dan

trainner (pemandu), dan kata mu’addib berarti educator

(guru) atau teacher in Koranic school (guru dalam lembaga

pendidikan). Guru adalah profesi yang sangat mulia, karena

pendidikan adalah salah satu tema sentral Islam. Nabi

Muhamad sendiri sering di sebut sebagai “pendidik manusia”,

seorang guru seharusnya bukan hanya sekedar tenaga

pengajar, tetapi sekaligus pendidik. Karena itu dalam Islam,

seorang menjadi guru bukan karena ia telah memenuhi

kualifikasi keilmuan dan akademis saja, tetapi lebih penting

lagi harus terpuji akhlaknya. Oleh sebab itu, seorang guru

13
bukan hanya mengajar ilmu-ilmu pengetahuan saja, tetapi

lebih penting pula membentuk watak dan pribadi anak

didiknya dengan akhlak dan ajaran- ajaran islam Akhyak,

(2005: 2).

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis

menyimpulkan bahwa guru merupakan seorang pendidik

yang memiliki tugas mendidik, mengajar, melatih serta

mengebangkan kemampuan siswanya. Guru juga

merupakan tauladan bagi anak muridnya, setiap seorang

yang akan menjadi seorang guru harus mempunyai

keperibadian dan akhlakul karimah.

2) Peran Guru

Menurut Mulyasa (2013: 35) guru sangat berperan

dalam membentuk perkembangan peserta didik untuk

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini

muncul karena manusia mahluk lemah, yang dalam

perkembanganya senantiasa membutuhkan orang lain.

Semua itu menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan

orang lain dalam perkembanganya, demikian halnya peserta

didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada

saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya

dapat berkembang secara optimal.

14
Menurut Mulyasa (2007: 19-20) tugas dan fungsi guru

yang dirumuskan oleh P2TK Direktorat Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan seperti

yang di kutip oleh Mulyasa yaitu:

Tabel 2.1
Tugas dan Fungsi Guru

Tugas Fungsi Uraian Tugas


I. Mendidik, 1. Sebagai a. Mengembangkan potensi/
mengajar, Pendidik kemampuan dasar peserta didik
membimbing dan b. Mengembangkan kepribadian
melatih peserta didik
c. Memberikan keteladanan
d. Menciptakan suasana
pendidikan yang kondusif
2. Sebagai a. Merencanakan pembelajaran
Pengajar b. Melaksanakan pembelajaran
yang mendidik
c. Menilai proses dan hasil
pembelajaran
3. Sebagai a. Mendorong berkembangnya
Pembimbin perilaku positif dalam
g pembelajaran
b. Membimbing peserta didik
memecahkan masalah dalam
pembelajaran
4. Sebagai a. Melatih keterampilan-
Pelatih keterampilan yang diperlukan
dalam pembelajaran
b. Membiasakan peserta didik
berprilaku positif dalam
pembelajaran
II. Membantu 5. Sebagai a. Membantu mengembangkan
pengelolaan dan Pengemba program pendidikan sekolah dan
pengembangan ng hubungan kerjasama intra
program sekolah Program sekolah

4. Sebagai a. Membantu secara aktif dalam


pengelola menjalin hubungan dan
program kerjasama antar sekolah dan
masyarakat
III. Mengembangkan 5. Sebagai a. Melakukan upaya-upaya untuk
keprofesionalan Tenaga meningkatkan kemampuan
Profesional profesional

15
b. Konsep Terkait Profesionalisme Guru

Terdapat sejumlah konsep yang berkaitan dengan

profesionalisme, yaitu profesi, profesional, profesionalisme.

Berikut ini diuraikan mengenai:

1) Pengertian Profesi

Profesi berasal dari bahasa Latin proffesio yang

mempunyai dua pengertian, yaitu janji atau ikrar dan

pekerjaan. Adapun kata profesi dapat diketahui dari tiga

sumber makna, yaitu makna etimologi, makna terminologi,

dan makna sosiologi. Secara etimologi, profesi berasal dari

bahasa Inggris profesion atau bahasa Latin profecus, yang

artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli

dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminologi,

profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang

mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang

ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual.

Kemampuan mental menurut Danim dalam buku

Suprihatiningrum (2013: 45-46) adalah “adanya persyaratan

pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan

perbuatan praktis.”

Sementara secara sosiologi dikemukakan oleh Vollmer

dan Mills dalam buku Suprihatiningrum (2013: 46-47)

mempersepsikan bahwa profesi itu hanyalah merupakan jenis

16
model atau tipe pekerjaan ideal saja karena dalam realitasnya

bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun,

tetap dapat diwujudkan bila dilakukan dengan sungguh-

sungguh.

Menurut Supriadi yang dikutip oleh Suprihatiningrum

(2013: 46-47) menyatakan bahwa profesi menunjukkan suatu

pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung

jawab, dan kesetiaan terhadap profesi tersebut. Pengertian

profesi menurut Hamalik (2006) ada beberapa komponen

yang terkandung dalam definisi profesi, yaitu: a) pernyataan

atau janji yang terbuka, b) mengandung unsur pengabdian,

dan c) suatu jabatan atau pekerjaan. Menurut Webstar seperti

yang dikutip oleh Kunandar (2010: 45) profesi diartikan

sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang

mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang

diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, peneliti

menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian

profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang membutuhkan

adanya keahlian khusus yang didapat melalui proses

pendidikan tinggi bagi pelakunya, serta memiliki tanggung

jawab, dan pengabdian pada setiap tugas yang dikerjakan.

17
2) Pengertian Profesional

Menurut Suprihatiningrum (2013: 50) profesional berasal

dari kata sifat yang berarti sangat mampu melakukan suatu

pekerjaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI)

profesional yaitu berkaitan dengan profesi yang memerlukan

kepandaian khusus dalam menjalankannya, serta

mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.

Menurut UU RI No. 14 tahun 2005 Pasal 1 Ayat 4, profesional

adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang

memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta

memerlukan pendidikan profesi.

Menurut Sudjana dalam buku Suprihatiningrum (2013)

profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh

mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan

pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang karena tidak

dapat memperoleh pekerjaan lain. Menurut Tilaar dalam buku

Suprihatiningrum (2013:50) profesional diartikan sebagai

usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan

keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan

berdasarkan profesi itulah seseorang mendapatkan suatu

imbalan pembayaran berdasarkan standar profesinya.

18
Menurut Supriadi sebagaimana yang dikutip oleh

Suprihatiningrum (2013: 51) menyatakan bahwa profesional

menunjuk pada dua hal. Pertama, penampilan seseorang

yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya, kedua, kinerja

yang dituntut sesuai standar yang telah ditetapkan. Jadi,

profesional adalah orang yang melaksanakan tugas profesi

dengan tanggung jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana

penunjang berupa bekal pengetahuan yang dimilikinya sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, peneliti

menyimpulkan bahwa profesional merupakan suatu usaha

untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan keahlian,

kemahiran, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliki dengan

tanggung jawab, serta sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

3) Pengertian Profesionalisme

Menurut Suprihatiningrum (2013: 51) profesionalisme

berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah

profession (profesi). Pada bahasa Inggris, professionalism

secara leksikal berarti sifat profesional. Profesionalisme

merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan, atau rangkaian

kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu

profesi.

19
Menurut Kunandar dalam buku Priansa (2014)

menyatakan bahwa profesionalisme merupakan kondisi, arah,

nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan

yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Menurut

Surya sebagaimana yang tertulis dalam buku Priansa (2014:

116) menyatakan bahwa profesionalisme merupakan istilah

yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen

dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan

dan meningkatkan kualitas profesionalnya.

Suprihatiningrum (2013: 52) menyatakan bahwa

profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen anggota-

anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan

profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi

yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai

dengan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.

Profesionalisme juga menunjuk pada derajat penampilan

seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu

pekerjaan sebagai suatu profesi.

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, peneliti

menyimpulkan bahwa profesionalisme merupakan suatu

tingkah laku, yang dilaksanakan oleh para anggota suatu

profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan

20
kualitas profesionalnya berdasarkan standar dan kode etik

profesinya.

4) Profesionalitas

Menurut Priansa (2014: 113-116) profesionalitas berasal

dari kata profesi yang diambil dari bahasa Latin “profess,

professus, profesio,” yang bahasa sederhananya berarti

“declare publicy” atau pernyataan di muka umum. Namun

penggunaanya dikaitkan dengan janji religius atau sumpah.

Profesionalitas mengacu pada sikap para anggota profesi

terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian

yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.

Menurut Suyanto dan Jihad (2013: 21) profesionalitas

adalah suatu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota

suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan

dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan

tugas-tugasnya. Melalui pengetahuan dan keahlian yang

dimiliki guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dalam

kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa prifesionalitas adalah sikap para anggota profesi dalam

meningkatkan kualitas profesionalnya, dengan

mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam

melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.

21
c. Guru Profesional

Menurut Suyanto dan Jihad ( 2013: 1) secara umum, ada

tiga tugas guru sebagai profesi, yakni mendidik, mengajar, dan

melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan

nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, melatih berarti

mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk kehidupan

siswa. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab

tersebut, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan dan

kompetensi tertentu sebagai bagian dari profesionalisme guru.

Sebagai pengajar guru dituntut mempunyai kewenangan

mengajar berdasarkan kualifikasinya sebagai tenaga pengajar.

Setiap tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan

profesional dalam bidangnya.

Hakikat mengajar adalah proses yang mengantarkan

siswa untuk belajar. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar dan

mengajar guru harus menyiapkan materi, persiapan

menyampaikan dan mendiskusikan materi, memberikan fasilitas,

memberikan semangat dan motivasi, dapat memecahkan

masalah, membimbing serta mengarahkan siswa. Untuk

merealisasikan hakikat mengajar di sekolah, guru harus memiliki

pengetahuan/bidang ilmu yang diajarkan secara mendalam.

22
1) Karakteristik Guru Profesional

Suyanto dan Jihad (2013: 2) mengemukakan bahwa

guru juga dapat menggunakan strategi pembelajaran

kontekstual dengan memerhatikan beberapa hal, yaitu

memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat

melayani perbedaan individual siswa, mengajak siswa untuk

aktif di dalam kelas, mendorong kemampuan baru bagi siswa,

serta menciptakan suasana yang menyenangkan di dalam

kelas.

C.O Houle (1980) mengemukakan bahwa ciri-ciri

seseorang memiliki profesional yaitu:

a) Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat

b) Harus berdasarkan atas kompetensi individual

c) Memiliki sistem seleksi dan sertifikasi

d) Ada kerja sama dan kompetensi yang sehat antarsejahwat

e) Adanya kesadaran profesional yang tinggi

f) Memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik)

g) Memiliki sistem sanksi profesi

h) Adanya militansi individual

i) Memiliki organisasi profesi

Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri guru yang profesional yaitu , memiliki landasan

pendidikan yang kuat, profesi yang dikerjakan harus

23
berdasarkan pada kode etik dan kompetensi guru, memiliki

sistem seleksi, organisasi profesi serta adanya kesadaran

profesional yang tinggi.

Suyanto dan Jihad (2013: 6) menyatakan bahwa guru

yang profesional dituntut untuk memiliki tiga kemampuan.

Pertama, kemampuan kognitif, berarti guru yang profesional

mampu menguasai materi, metode, media dan mampu

merencanakan dan mengembangkan kegiatan pembelajaran.

Kedua, kemampuan afektif, berart guru yang profesional

memiliki akhlak yang luhur, terjaga perilakunya sehingga ia

akan mampu menjadi model yang bisa diteladani oleh

siswanya. Ketiga, kemampuan psikomotorik, guru yang

profesional dituntut untuk memiliki pengetahuan dan

kemampuan dalam mengimplementasikan ilmu yang dimiliki

dalam kehidupan sehari-hari.

Selain memiliki ketiga kemampuan tersebut, guru

profesional juga perlu melakukan pembelajaran di kelas

secara efektif. Menurut Gary A. Davis dan Margaret A.

Thomas dalam buku Suyanto dan Jihad (2013)

mengelompokkan ciri-ciri guru yang efektif dalam empat

kelompok besar, yaitu:

a) Memiliki kemampuan terkait dengan iklim belajar di kelas

24
b) Memiliki kemampuan yang terkait dengan strategi

manajemen pembelajaran

c) Memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian

umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement)

d) Memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.

Suyanto dan Jihad (2013: 5) mengemukakan bahwa

menjadi seorang guru profesional adalah keniscayaan. Profesi

guru juga sangat melekat dengan integritas dan kepribadian,

bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Semua orang

mungkin bisa menjadi guru, akan tetapi menjadi guru yang

memiliki keahlian dalam mendidik perlu pendidikan, pelatihan

dan keahlian dalam mendidik siswa.

Berdasarkan konteks tersebut menjadi guru yang

profesional setidaknya memiliki indikator, yaitu:

a) Memiliki kemampuan intelektual yang baik

b) Memiliki kemampuan visi dan misi pendidikan nasional

c) Memiliki keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada

siswa secara efektif

d) Memahami konsep perkembangan psikologi anak

e) Memiliki kemampuan mengorganisasi proses belajar

f) Memiliki kreativitas dan seni mendidik

Menurut Danim dalam buku Suprihatiningrum (2013: 75)

menyatakan bahwa untuk melihat apakah seorang guru

25
dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua

perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal

dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat

menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi ajar,

mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa, melakukan

tugas-tugas bimbingan dan lain-lain.

Menurut Danim (2002) seperti yang dikutip oleh

Suprihatiningrum (2013: 76) pengembangan profesional guru

bertujuan untuk memenuhi tiga kebutuhan, yaitu: a) kebutuhan

sosial yang meningkatkan kemampuan sistem pendidikan

yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaptasi untuk

penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial, b) kebutuhan untuk

menemukan cara-cara untuk membantu staf pendidikan guna

mengembangkan pribadinya secara luas, c) kebutuhan untuk

mengembangkan dan mendorong keinginan guru untuk

menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti

halnya membantu siswa dalam mengembangkan keinginan

dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai

dengan potensi dasarnya.

Selain apa yang telah dipaparkan di atas

Suprihatiningrum (2013: 76-78) menyatakan bahwa guru

profesional akan senantiasa melakukan hal-hal berikut ini.

26
a) Punya tujuan jelas untuk pelajaran

b) Punya keterampilan manajemen kelas yang baik

c) Selalu punya energi untuk siswanya

d) Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif

e) Dapat berkomunikasi dengan baik dengan orangtua

f) Punya harapan yang tinggi pada siswanya

g) Pengetahuan tentang kurikulum secara mendalam

h) Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan

i) Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak dan

proses pembelajaran

j) Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

guru yang profesional memiliki tujuan yang jelas dalam

pelajaran, memiliki kemampuan mengelola kelas dengan baik,

dapat berkomunikasi dengan baik terhadap siswanya, memiliki

pengetahuan kurikulum dan bahan ajar yang luas dan

mendalam, serta selalu memberikan pembelajaran yang

terbaik bagi siswanya.

Syarat guru profesional memang merupakan hal yang

harus dimiliki oleh setiap guru. Ada beberapa aspek guru

profesional diantaranya, yaitu:

27
a) Komitmen yang tinggi

Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat

pada pekerjaan yang sedang dilakukannya, seperti halnya

seorang guru, seorang guru harus memiliki komitmen untuk

mengantarkan siswa pada kesuksesan.

b) Tanggung jawab

Seorang guru profesional harus bertanggung jawab penuh

terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri dan tidak

melibatkan pada orang lain.

c) Berpikir sistematis

Seorang guru profesional harus mampu berpikir sistematis

tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari

pengalamannya. Keahlian guru dalam mengelola kelas dan

memahami siswa membutuhkan pengalaman secara waktu

yang dapat membantu guru bertambah pengalaman.

d) Penguasaan materi

Seorang guru yang profesional harus menguasai secara

mendalam bahan ajar/ materi pelajaran yang dilakukannya.

Penguasaan materi dapat dilaksanakan dengan berbagai

kegiatan, seperti mengambil studi lanjut, membaca dan

menulis artikel ilmiah, serta selalu meng-update ilmu

pengetahuan.

28
e) Menjadi bagian dari masyarakat profesional

Seorang profesional harus aktif dalam wadah organisasi

atau asosiasi mulai dari tingkat sekolah maupun tingkat

nasional/ internasional.

f) Autonomy (mandiri untuk melaksanakan tugasnya)

Seorang guru profesional mandiri dalam melaksanakan

tugasnya, yaitu merencanakan, melaksanakan, dan

melakukan penilaian terhadap proses dan hasil belajar.

g) Teacher Research

Guru profesional dituntut untuk selalu melakukan kegiatan

penelitian, minimal penelitian tindakan kelas yang

diampunya. Dari penelitian guru akan memiliki keterampilan

dalam menemukan masalah, menganalisis, dan melakukan

perbaikan/ penyelesaian masalah tersebut.

h) Publication

Selain meneliti, guru profesional juga dituntut untuk menilis

karya ilmiah, baik yang dipublikasikan maupun tidak

dipublikasikan.

i) Professional organization

Guru yang profesional adalah guru yang aktif dalam

organisasi profesinya. Dalam wadah organisasi biasanya

akan dibahas berbagai macam perkembangan dunia guru

dan pendidikan (Suprihatiningrum, 2013: 78-80).

29
Berdasarkan paparan tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa aspek-aspek guru profesional, yaitu memiliki komitmen

yang kuat dalam pekerjaannya, bertanggung jawab terhadap

tugas yang dijalaninya, berfikir sistematis, menguasai materi

pelajaran secara luas dan mendalam, guru dapat menemukan

permasalan yang terjadi pada siswanya serta dapat

menyelesaikan permasalahan dengan baik, guru yang

profesional juga harus aktif dalam organisasi profesinya.

2) Kompetensi Guru

Menurut Suyanto dan Jihad (2013: 39) kompetensi guru

dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang harus

dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya,

baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat

ditunjukkan dalam proses belajar mengajar. Guru harus

menyadari bahwa manusia adalah sosok yang mudah

menerima perubahan. Dengan membuka diri untuk terus

berkembang, guru akan menjadi orang yang kompeten dalam

profesinya. Menurut Hopkins dalam buku Suyanto dan Jihad

(2013) kompetensi sangat terkait dengan keterampilan dan

kecerdasan kognitif. Oleh karena itu, agar keterampilan dan

kecerdasan kognitif guru tetap terjaga kekiniannya, guru harus

mengikuti berbagai lokakarya, kursus dan berkarya.

30
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa kompetensi guru merupakan gambaran yang harus

dilakukan guru dalam pelaksanaan pekerjaan, baik berupa

kegiatan, perilaku, dan hasil yang ditunjukkan melalui proses

pembelajaran.

Berikut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh

guru dalam pelaksanaan kegiatan profesinya. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang guru,

dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki guru

meliputi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.

a) Kompetensi Kepribadian

Menurut Sumardi seperti yang dikutip oleh Ramayulis

(2013: 55) kompetensi kepribadian ialah sifat-sifat unggul

seseorang, seperti sifat ulet, tangguh, atau tabah dalam

menghadapi tantangan dan kesulitan, tidak mudah

menyerah ketika mengalami kegagalan, memiliki etos

belajar dan etos kerja yang tinggi, berpikir positif terhadap

orang lain, memiliki komitmen atau tanggung jawab. Sifat-

sifat unggul seperti ini merupakan modal utama bagi setiap

insan untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada

31
penjelasan pasal 28 ayat 3 butir b dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah

kemampuan seseorang dalam bersikap yang memiliki sifat-

sifat arif, bijaksana, dewasa, berwibawa, menjadi teladan

bagi peserta didik dan berakhlak mulia (PP No.14, th 2005).

Berdasarkan definisi tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa kompetensi kepribadian berarti sifat hakiki individu

yang tercermin pada sikap dan prilaku seseorang. Sikap

dan prilakunya yang membedakan dirinya dengan orang

lain. Kompetensi kepribadian memiliki indikator-indikator

sebagai berikut:

(1) Guru hendaknya mencintai jabatannya sebagai guru,

tidak semua orang yang menjadi guru karena panggilan

jiwa. Sebagai seorang pendidik dalam keadaan

bagaimanapun harus mencintai pekerjaannya.

(2) Guru memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan

dewasa

(3) Guru hendaknya memiliki sikap disiplin, arif dan

berwibawa

(4) Guru dapat menjadi teladan bagi peserta didik

(5) Guru harus berakhlak mulia, karena guru merupakan

seorang penasehat bagi peserta didik

(Mulyasa, 2007: 121-129).

32
b) Kompetensi Sosial

M. Saekhan Muchith menjelaskan bahwa kompetensi

sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan

yang berkaitan dengan hubungan atau interaksi dengan

orang lain. Artinya setiap guru harus memiliki keterampilan

berinteraksi dengan masyarakan khususnya dalam

mengidentifikasi, menganalisis, dan menyelesaikan

problem masyarakat. Suyanto dan Jihad (2013: 42)

mengemukakan bahwa kompetensi sosial merupakan

kemampuan yang harus dimiliki guru untuk berkomunikasi

dan bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua/wali siswa, dan masyarakat

sekitar.

Berdasarkan pengertian tersebut penulis

menyimpulkan bahwa, kompetensi sosial merupakan

kemampuan yang dimiliki oleh guru untuk berinteraksi

kepada siswa, sesama guru, wali murid serta masyarakat

sekitar.

Berikut merupakan indikator dari kompetensi sosial.

Menurut Mulyasa (2007) tujuh kompetensi sosial yang

harus dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul

secara efektif, tujuh kompetensi terseebut meliputi:

33
(1) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial

maupun agama;

(2) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi;

(3) Memiliki pengetahuan inti demokrasi;

(4) Memiliki pengetahuan tentang estetika;

(5) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial;

(6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan

pekerjaan; dan

(7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia

(Mulyasa, 2007: 176).

c) Kompetensi Pedagogik

Menurut Mulyasa (2007: 79) kompetensi pedagogik

adalah kemampuan seorang guru dalam memahami

peserta ddik secara mendalam dan penyelenggaraan

pembelajaran yang mendidik. Kompetensi pedagogik

seorang guru ditandai dengan kemampuannya mengelola

dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang

bermutu, serta sikap dan tindakan yang dapat dijadikan

teladan. Pemahaman peserta didik merupakan salah satu

kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru, terdapat

empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya,

yaitu tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan

perkembangan kognitif.

34
Berdasarkan definisi tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang

guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik.

Kompetensi pedagogik memiliki indikator sebagai

berikut, yaitu:

(1) Memahami siswa secara mendalam, memahami siswa

dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan

kognitif, memahami siswa dengan memanfaatkan

prinsip-prinsip kepribadian dan mengidentifikasi bekal

ajar awal siswa.

(2) Merancang pembelajaran, termasuk memahami

landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,

dengan indikator esensial memahami landasan

kependidikan, menerapkan teori belajar dan

pembelajaran, menentukan srategi pembelajaran

berdasarkan karakteristik siswa, menetapkan

kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta

menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan

strategi yang dipilih.

(3) Melaksanakan pembelajaran, menata latar

pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang

kondusif.

35
(4) Merancang dan melakasanakan evaluasi pembelajaran,

merancang dan melaksanakan evaluasi proses dan

hasil belajar secara berkesinambungan dengan

berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses

dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan

belajar dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran

untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara

umum.

(5) Mengembangkan siswa untuk mengaktualisasikan

berbagai potensinya, yaitu memfasilitasi siswa untuk

pengembangan berbagai potensi akademik dan potensi

non akademik (Suyanto dan Jihad, 2013: 41).

d) Kompetensi Profesional

Pengertian kompetensi profesional dalam Suyanto

dan Jihad (2013: 43) yaitu kompetensi profesional

merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas

dan mendalam yang harus dikuasai guru mencakup

penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah

dan substansi keilmuan yang menaungi materi, serta

penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan.

Suyanto dan Jihad (2013: 43) menyatakan bahwa

keseluruhan kompetensi guru dalam praktiknya merupakan

satu kesatuan yang utuh. Pemilahan menjadi empat bagian

36
(kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan

profesional) semata-mata agar mudah memahaminya.

Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional

sebenarnya merupakan payaung karena telah mencakup

semua kopetensi lainnya, sedangkan penguasaan materi

ajar secara luas dan mendalam lebih tepat disebut dengan

penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut bidang

studi keahlian.

Berdasarkan definisi tersebut penulis menyimpulkan

bahwa, kompetensi profesional yaitu penguasaan guru

terhadap materi pembelajaran secara luas dan mendalam

berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang diterapkan di

sekolah.

Hal ini mengacu pada pandangan bahwa guru yang

profesional harus memiliki:

(1) Pemahaman terhadap karakteristik siswa.

(2) Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan

maupun kependidikan.

(3) Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang

mendidik.

(4) Kemauan dan kemampuan mengembangkan

profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan

(Suyanto dan Jihad, 2013: 44).

37
(5) Menguasai landasan kependidikan

(6) Menguasai bahan pengajaran

(7) Menyusun program pengajaran

(8) Melaksanakan program pengajaran

(9) Menilai proses dan hasil belajar dan mengajar yang

telah dilaksanakan (Usman, 2009: 16-19).

d. Penerapan Profesionalisme Guru di Kelas

1) Pengertian Profesionalisme Guru

Suprihatiningrum (2013: 80-81) menyatakan bahwa

profesionalisme guru merupakan peningkatan guru dalam

status dan kemampuan praktis guru dalam menjalankan

tugasnya secara terus-menerus. Peningkatan status dan

praktis di aktualisasikan dengan melakukan penelitian,

diskusi antar anggota profesi, penelitian dan pengembangan,

melakukan uji coba, mengikuti forum-forum ilmiah, studi

mandiri dari berbagai sumber media, studi lanjutan, studi

banding, observasi praktikal, dan langkah-langkah lain yang

dituntut oleh persyaratan profesi masing-masing. Untuk

meningkatkan profesionalnya secara terus-menerus, guru

diharapkan terus mengembangkan strategi-strategi baru

dalam tindakannya melalui proses pembelajaran di dalam

kelas secara terus-menerus.

38
Priansa (2014: 108) mengemukakan bahwa

profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor

yang cukup penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru,

dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut disinyalir

berkaitan erat dengan kemajuan pendidikan di Indonesia.

Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang

dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan produk

kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas

pendidikan.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, penulis

menyimpulkan bahwa profesionalisme guru merupakan

peningkatan guru dalam status dan kemampuan praktis guru

dalam menjalankan tugasnya, profesionalisme dikaitkan

dengan tiga faktor yaitu, kompetensi guru, sertifikasi guru,

dan tunjangan profesi guru.

2) Prinsip-prinsip Profesionalisme Guru

Prinsip-prinsip profesionalisme guru dengan merujuk

kepada Undang-Undang Guru dan Dosen dapat disimak dari

sembilan poin komponen berikut ini:

a) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

b) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,

keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.

39
c) Memiliki kualifikasi akademik dan latarbelakang

pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya.

d) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan

bidang tugasnya.

e) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

keprofesionalan.

f) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan

prestasi kerja.

g) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar

sepanjang hayat.

h) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan.

i) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan

mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas

keprofesionalannya (Priansa, 2014: 112).

3) Penerapan Profesionalisme Guru di Kelas

Penampilan guru yang menarik menjadi salah satu

titik awal untuk menarik siswa dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran di kelas. Berpenampilan menarik bukan hanya

menyangkut cara menyampaikan materi pelajaran, akan

tetapi juga menyangkut kebersihan dan kerapihan hidup

sehari-hari (Suyanto dan Jihad, 2013: 8).

40
Suyanto dan Jihad (2013: 9) mengemukakan bahwa

pembelajaran di kelas pada hakikatnya merupakan proses

komunikasi antar guru dan siswa dan antarsiswa. Oleh

sebab itu, subjek yang terlibat dalam proses pembelajaran

itu harus siap untuk saling menerima kondisi pribadi masing-

masing agar terjadi sistem komunikasi yang terbuka, dari

pribadi yang terbuka.

Kemampuan guru dalam mengajar bisa dideteksi

dalam proses pembelajaran di kelas. Untuk mencapai

keberhasilan yang optimal, ada beberapa aktivitas yang

dituntut melekat pada diri guru, antara lain:

a) Berusaha tampil di muka dengan prima

b) Berlaku bijaksana

c) Berusaha selalu ceria di dalam kelas

d) Berusaha mengendalikan emosi

e) Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan

siswa

f) Memiliki rasa malu untuk melakukan perbuatan salah dan

rasa takut akan akibat perbuatan salah bagi masa depan

siswa

g) Tidak menyombongkan diri di hadapan siswa

h) Berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. .

(Suyanto dan Jihad, 2013: 11-13).

41
Berdasarkan paparan diatas, penerapan

profesionalisme guru di kelas dilihat dari berbagai aspek,

diantaranya penampilan guru di kelas menjadi cerminan

siswa, jika guru yang berpenampilan rapi maka siswa akan

mencontoh penampilan gurunya, guru harus berlaku

bijaksana, dapat mengendalikan emosi, serta berlaku adil

dalam memberikan penilaian kepada siswa.

2. Kesulitan Belajar Matematika

a. Konsep Terkait Kesulitan Belajar Matematika

1) Pengertian Kesulitan Belajar

Menurut Dalyono (2005: 229) aktivitas belajar bagi

setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara

wajar. Terkadang lancar, terkadang tidak, kadang-kadang

cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa

amat sulit. Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena

faktor inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi

dapat juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor non

inteligensi.

Menurut Hallahan, Kauffman dan Lloyd yang dikutip

oleh Abdurrahman (2012: 2) kesulitan belajar adalah suatu

gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar

42
yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa

ujaran atau tulisan.

Menurut Jamaris (2014: 11) kesulitan belajar

disebabkan oleh masalah yang dialami otak dalam

menerima, memproses, menganalisis, dan menyimpan

informasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat

disimpulkam bahwa kesulitan belajar ialah suatu kondisi

proses belajar yang ditandai dengan adanya masalah-

masalah yang dialami otak dalam menerima, memproses,

menganalisis, dan menyimpan informasi dalam mencapai

hasil belajar.

2) Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa latin,

manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal

yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika

disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya

berkaitan dengan penalaran (Depdiknas). Matematika

memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik,

penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau

keterkaitan antar konsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan

matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas

dasar asumsi (kebenaran konsistensi), selain itu, matematika

43
juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta

dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan

tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara

deduktif, dengan argumen yang konsisten (Susanto, 2013:

184-185).

Menurut Ruseffendi yang dikutip oleh Heruman

(2007:1) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif

yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu

tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,

mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang

didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, dapat

disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pasti, yang

kesemuanya berkaitan dengan penalaran yang didasarkan

fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan

tertentu dan tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan

argumen yang konsisten.

b. Kesulitan Belajar Matematika

Bagi sebagian orang matematika dianggap sebagai

kegiatan yang dilakukan dala m menjumlah, mengurang, dan

membagi atau kegiatan yang berkaitan penyelesaian masalah

hitungan yang disajikan dalam bentuk soal. Pada hakikatnya,

44
matematika meliputi bidang yang lebih luas dari aplikasi angka,

matematika juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan

pengukuran, uang, pola, geometri dan statistik, serta

pemecahan masalah. Sebagian anak di sekolah dasar

mengalami kesulitan belajar matematika, sementara anak yang

lainnya belajar dengan mudah tanpa mengalami kesulitan

(Jamaris, 2014: 186).

1) Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar Matematika

Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia

(discalculis), istilah diskalkulia memiliki konotasi medis, yang

memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem

saraf pusat. Menurut Lerner dalam buku Abdurrahman

(1999: 259-262) ada beberapa karakteristik anak

berkesulitan belajar matematika, yaitu a) adanya gangguan

dalam hubungan keruangan, b) abnormalitas persepsi visual,

c) asosiasi visual-motor, d) perseverasi, e) kesulitan

mengenal dan memahami simbol, f) gangguan penghayatan

tubuh, g) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan h)

Performance IQ jauh lebih rendah daripada sektol Verbal IQ.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reid dalam buku

Jamaris (2014: 186) mengemukakan bahwa karakteristik

anak yang mengalami kesulitan belajar matematika ditandai

45
oleh ketidakmampuannya dalam memecahkan masalah

yang berkaitan dengan aspek-aspek berikut ini:

a) Mengalami kesulitan dalam pemahaman terhadap proses

pengelompokan.

b) Mengalami kesulitan dalam menempatkan satuan,

puluhan, ratusan, ribuan, dalam operasi hitung

(menambah dan mengurang).

c) Kesulitan dalam persepsi visual dan persepsi auditori.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kesulitan belajar matematika merupakan adanya

kesenjangan serta ketidakmampuan siswa dalam proses

pengelompokkan bilangan, kesulitan dalam persepsi visual

dan auditori, kesulitan mengenal dan memahami simbol,

memiliki gangguan penghayatan tubuh, kesulitan dalam

bahasa dan membaca, serta memiliki Performance IQ jauh

lebih rendah daripada sektol Verbal IQ.

2) Kekeliruan Umum yang Dilakukan Oleh Anak Berkesulitan

Belajar Matematika

Agar dapat membantu anak berkesulitan belajar

matematika, guru perlu mengenal beberapa kesalahan

umum yang dilakukan oleh anak dalam menyelesaikan

tugas-tugas dalam bidang matematika. Beberapa kekeliruan

46
umum menurut Lerner dalam buku Abdurrahman (1999: 262-

263) yaitu:

a) Kekurangan Pemahaman Terhadap Simbol

Anak-anak umumnya tidak terlalu banyak

mengalami kesuitan belajar jika mereka disajikan soal-

soal seperti: 4+3=...., atau 8-5=....., tetapi akan

mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal-soal

seperti, 4+....=7, atau 8=...+5, ...+3=6, atau ....-4=7, dll.

Kesulitan semacam ini umumnya terjadi karena anak-

anak tidak memahami simbol-simbol seperti sama

dengan (=), tambah (+), kurang (-), dan sebagainya.

b) Nilai Tempat

Ada anak yang belum memahami nilai tempat

seperti, satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya.

Ketidakpahaman tentang nilai tempat akan semakin

mempersulit anak jika kepada mereka dihadapkan pada

lambang bilangan basis bukan sepuluh. Oleh karena itu,

mata pelajaran matematika di SD lebih menekankan

pada aritmatika atau berhitung yang dapat digunakan

secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Ketidakpahaman terhadap nilai tempat banyak

diperlihatkan oleh anak-anak seperti berikut ini:

47
75 68
27 - 13 +
58 71

Anak yang mengalami kekeliruan semacam ini

dapat juga terjadi karena anak lupa cara menghitung

persoalan pengurangan atau penjumlahan tersusun

kebawah.

c) Penggunaan Proses yang Keliru

Kekeliruan dalam penggunaan proses

penghitungan dapat dilihat pada contoh berikut ini:

(1) Mempertukarkan simbol-simbol

(2) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa

memperhatikan nilai tempat

(3) Semua digit ditambahkan bersama (alogaritma yang

keliru dan tidak memperhatikan nilai tempat)

(4) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan tidak

memperhatikan nilai tempat

(5) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan

satuan

(6) Bilangan yang besar dikurangi bilangan yang kecil

tanpa memperhatikan nilai tempat

(7) Bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap

(Abdurrahman, 1999: 263-264).

48
d) Perhitungan

Ada anak yang belum mengenal dengan baik

konsep perkalian tetapi mencoba menghafal perkalian

tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kekeliruan jika

hafalannya salah. Kesalahan tersebut umumnya tampak

sebagai berikut:

6 8
8 x 7 x
46 54

e) Tulisan yang Tidak Dapat Dibaca

Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya

sendiri karena bentuk-bentuk hurufnya tidak tepat atau

tidak lurus mengikuti garis. Akibatnya, anak banyak yang

mengalami kekeliruan karena tidak mampu lagi

membaca tulisannya sendiri (Abdurrahman, 1999: 265).

c. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa

Kegiatan mendiagnosis kesulitan belajar pada siswa

merupakan salah satu tugas dari guru dan tenaga pendidik

lainnya untuk memahami kesulitan belajar yang dialami siswa.

Tujuan utama kegiatan tersebut adalah membantu siswa untuk

segera mengenali kekurangan dan kelemahannya dalam

belajar sehingga dapat dengan segera diberikan proses

bantuan yang sesuai (Irham dan Wiyani, 2015: 253).

49
Pengertian diagnosis menurut Thorndike dan Hagen,

dalam buku Makmum (2009: 307) diagnosis dapat diartikan

sebagai upaya atau proses menemukan kelamahan atau

penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian

atau studi yang saksama mengenai gejala-gejalanya, studi

yang saksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk

menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan

sebagainya yang esensial serta keputusan yang dicapai

setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala

atau fakta tentang suatu hal.

Menurut Webster dalam Sugihartono dkk dikutip oleh

Irham dan Wiyani (2015: 253) mengemukakan bahwa

Diagnosis merupakan proses penentuan hakikat adanya

kelainan atau ketidakmampuan seseorang dengan cara ujian.

Dengan ujian tersebut, dilakukan juga suatu penelitian, secara

hati-hati terhadap fakta-fakta yang ditemui sebagai dasar untuk

menentukan permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan, penulis

menyimpulkan bahwa diagnosis merupakan proses penentuan

menemukan kelemahan, ketidakmampuan seseorang melalui

proses ujian serta analisis data dari gejala-gejala yang tampak

pada individu tersebut.

50
Menurut Burton dalam buku Makmum (2009)

mengidentifikasi seorang siswa dapat diduga mengalami

kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan

kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya.

Menurut Blassic dan Jones dalam Sugihartono dkk yang

dikutip oleh Irham dan Wiyani (2015: 254) menjelaskan bahwa

kesulitan belajar yang dialami siswa menunjukkan adanya

kesenjangan atau jarak antara prestasi akademik yang

diharapkan dengan prestasi akademik yang dicapai oleh siswa

pada kenyataannya (prestasi aktual). Siswa akan dikatakan

mengalami kesulitan belajar apabila inteligensia yang

dimilikinya tergolong rata-rata atau normal. Akan tetapi,

menunjukkan adanya kekurangan dalam proses dan hasil

belajar seperti prestasi belajar yang diperolehnya rendah.

Berdasarkan pengertian tersebut, kesulitan belajar

adalah adanya kesenjangan serta ketidakmampuan siswa

dalam menyerap dan menerima informasi yang didapat, serta

rendahnya proses dan hasil belajar yang dihasilkan siswa

melalui proses pembelajaran.

Menurut Sugihartono dalam buku Irham dan Wiyani

(2015: 254) diagnosis kesulitan belajar dapat diterjemahkan

sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh guru untuk

menentukan masalah atau ketidakmampuan siswa dalam

51
belajar yang dilakukan dengan cara meneliti berbagai latar

belakang faktor penyebabnya dengan cara menganalisis

gejala-gejala yang tampak dan dapat dipelajari.

Namun demikian, perlu dipahami bahwa kegiatan

diagnosis kesulitan belajar bukan hanya sekedar mengetahui

gejala-gejala dan faktor-faktor yang menyebabkan seorang

siswa mengalami kesulitan belajar, namun juga sampai kepada

penentuan kemungkinan bantuan yang dapat diberikan baik

oleh guru ataupun pihak lain yang dianggap mampu. Oleh

sebab itu, kegiatan diagnosis kesulitan belajar merupakan

suatu proses dan upaya untuk memahami jenis dan

karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar

dengan menghimpun dan menggunakan berbagai data/

informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga

memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan

serta alternatif kemungkinan pemecahannya (Irham dan

Wiyani, 2015: 255).

Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa diagnosis kesulitan belajar adalah

suatu proses dilakukan oleh guru untuk mengidentifikasi

hambatan, masalah, kelainan, ketidakmampuan siswa dalam

belajar dengan meneliti latar belakang dan faktor-faktor yang

menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar, namun juga

52
sampai kepada penentuan kemungkinan bantuan yang dapat

diberikan.

Menurut Burton dalam buku Makmum (2012: 307-308)

mengidentifikasi seorang siswa dapat diduga mengalami

kesulitan belajar jika yang bersangkutan menunjukkan

kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya.

Kegagalan dalam belajar didefinisikan oleh Burton sebagai

berikut:

1) Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu

yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat

keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam

pelajaran tertentu. Dalam konteks sistem pendidikan

pendidikan di Indonesia angka nilai batas lulus itu ialah

angka 6 atau 60 atau C. Kasus siswa semacam ini dapat

digolongkan ke dalam lower group.

2) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak

dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya

(berdasarkan tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat).

Kasus siswa ini dapat digolongkan ke dalam under

archievers.

3) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak

dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk

penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya pada

53
perkembangan fase tertentu. Kasus siswa yang

bersangkutan dapat dikategorikan ke dalam slow learners.

4) Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak

berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan

sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran

berikutnya. Kasus siswa ini dapat dikategorikan ke dalam

slow learners atau belom matang (immature) sehingga

mungkin harus menjadi pengulang (repeaters) pelajaran.

Dari keempat definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

seorang siswa diduga mengalami kesulitan belajar jika yang

bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil

belajar tertentu.

d. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Fenomena kesulitan belajar seseorang siswa biasanya

tampat jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi

belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan

dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa

seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik

teman, berkelahi, dan sering tidak masuk sekolah. Secara garis

besar, faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat

digolongkan ke dalam dua golongan yaitu:

54
1) Faktor Internal

a) Faktor fisik

Faktor fisik berkaitan dengan kondisi dan kesehatan

tubuh, meliputi:

(1) Karena sakit

Seseorang yang sakit akan mengalami

kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan

motorisnya lemah. Akibatnya rangsangan yang

diterima melalui inderanya tidak dapat diteruskan ke

otak.

(2) Karena kurang sehat

Anak yang kurang sehat dapat mengalami

kesulitan belajar, sebab ia mudah capek,

mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang,

kurang semangat, pikiran terganggu. Karena hal ini

maka penerimaan dan respon pelajaran berkurang,

saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal

memproses, mengelola, menginterpretasi dan

mengorganisasi bahan pelajaran melalui inderanya

(Dalyono, 2005: 231).

(3) Karena cacat tubuh

Siswa yang mengalami cacat tubuh seperti

cacat tubuh ringan dan cacat tubuh tetap (serius).

55
Cacat tubuh ringan meliputi kurang pendengaran,

kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor.

Cacat tubuh yang tetap meliputi buta, tuli, bisu,

hilang tangannya dan kakinya. Bagi golongan yang

ringan masih dapat mengikuti pendidikan umum,

asal guru memperhatikan dan menempuh placement

yang tepat. Akan tetapi jika golongan yang serius

harus masuk pendidikan yang khusus seperti SLB,

Bisu tuli, TPAC-SROC (Dalyono, 2005: 232).

b) Faktor psikologis

(1) Inteligensi

Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan

segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal

memiliki IQ (90-110) dapat menamatkan SD tepat

waktu. Anak yang memiliki IQ (110-140) dapat

digolongkan anak yang cerdas, anak yang memiliki

IQ diatas 140 ke atas tergolong genius. Mereka yang

memiliki IQ dibawah 90 tergolong anak yang lemah

mental, anak inilah yang banyak mengalami

kesulitan belajar (Dalyono, 2005: 233).

(2) Bakat

Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang

dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat

56
yang berbeda-beda. Seseorang akan mudah

mempelajari yang sesuai dengan bakatnya. Apabila

seseorang anak harus mempelajari bahan yang lain

dari bakatnya ia akan cepat bosan, mudah putus

asa, dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak

pada anak yang suka mengganggu kelas, berbuat

gaduh, tidak mau mengikuti pelajaran, sehingga

nilainya rendah (Dalyono, 2005: 234).

(3) Minat

Tidak adanya minat seseorang anak terhadap

suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar.

Ada atau tidaknya minat dalam belajar dapat dilihat

dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya

catatan yang diberikan oleh guru, memperhatikan

atau tidak materi pelajaran yang dijelaskan oleh

guru.

(4) Motivasi

Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi

menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan

belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya

dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar

motivasinya akan semakin besar kesuksesan

belajarnya. Sebaliknya apabila mereka yang

57
motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah

putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran,

suka mengganggu kelas, sering meninggalkan

pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan

belajar (Dalyono, 2005: 235-236).

(5) Faktor kesehatan mental

Dalam belajar tidak hanya menyangkut dari

segi intelektual, tetapi juga menyangkut segi

kesehatan mental dan emosional. Hubungan

kesehatan mental dan ketenangan emosi akan

menimbulkan hasil belajar yang baik demikian juga

belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri

seseorang (Dalyono, 2005: 236).

(6) Tipe-tipe belajar siswa

Sebagai seorang guru harus mengenal siswa

dengan baik, begitu pula dengan tipe belajar siswa

yang beraneka ragam, berikut tipe-tipe belajar siswa;

yaitu, pertama, seseorang yang berupa visual, akan

cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan

secara tertulis, bagan, grafik, gambar. Siswa akan

mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat

dilihat dengan alat penglihatannya. Kedua, anak

yang bertipe auditif, siswa akan mudah mempelajari

58
bahan yang disajikan dalam bentuk suara (ceramah),

begitu guru menerangkan ia cepat menangkap

bahan pelajaran, selain itu ia juga mudah

menangkap bahan pelajaran dalam kegiatan diskusi,

suara radio dan informasi yang berupa audio. Ketiga,

individu yang bertipe motorik, mudah mempelajari

bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerak-gerakan.

Tipe anak ini lebih suka dalam melakukan praktik

(Dalyono, 2005: 237).

2) Faktor Eksternal

a) Faktor keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan

yang utama. Tetapi keluarga juga dapat menjadi faktor

penyebab dalam kesulitan belajar. Yang termasuk faktor

penyebab kesulitan belajar dalam keluarga yaitu:

(1) Cara mendidik anak

Orang tua yang kurang memperhatikan

pendidikan anak-anaknya, mungkin acuh tak acuh,

tidak memperhatikan kemajuan belajar anak-

anaknya akan menjadi penyabab kesulitan

belajarnya. Orang tua yang bersifat kejam, otoriter,

akan menimbulkan mental yang tidak sehat bagi

anak. Orang tua yang tidak memberikan dorongan

59
kepada anaknya, sehingga menimbulkan anak tidak

menyukai belajar, bahkan karena sikap orang tuanya

yang salah, anak bisa membenci belajar (Dalyono,

2005: 238).

(2) Hubungan orang tua dan anak

Faktor ini sangat penting sekali dalam

menentukan kemajuan belajar anak. Yang dimaksud

dengan hubungan adalah kasih sayang, penuh

perhatian, acuh tak acuh, memanjakan, dan lain-lain.

Kurangnya kasih sayang akan menimbulkan

emosional insecurity.

(3) Contoh/ bimbingan dari orang tua

Segala yang diperbuat oleh orang tua tanpa

disadari akan ditiru oleh anaknya. Demikian pula

dengan belajar memerlukan bimbingan dari orang

tua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar

tumbuh pada diri anak (Dalyono, 2005: 239).

(4) Suasana rumah/keluarga

Suasana keluarga yang sangat ramai/ gaduh,

tidak mungkin anak akan dapat belajar dengan baik.

Anak akan selalu terganggu konsentrasinya,

sehingga akan sukar belajar. Demikian juga dengan

suasana rumah yang selalu tegang, selalu banyak

60
cekcok diantara anggota keluarga, selalu ditimpa

kesedihan, atau selalu membisu akan mewarnai

suasana keluarga yang melahirkan anak-anak yang

tidak sehat mentalnya (Dalyono, 2005: 240).

(5) Keadaan ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi memiliki dua golongan,

yakni; keadaan ekonomi yang kurang/ miskin dan

keadaan ekonomi yang berlebihan/ kaya. Orang

yang keadaan ekonominya kurang akan

menimbulkan kurangnya alat-alat belajar, kurangnya

biaya pendidikan, tidak mempunyai tempat tinggal

yang baik. Sementara orang yang keadaan

ekonominya berlebihan mereka akan segan belajar

karena ia terlalu banyak bersenang-senang, ia juga

selalu dimanjakan oleh orang tuanya, orang tua tidak

tahan melihat anaknya bersusah payah. Keadaan

seperti ini akan menghambat kemajuan belajar

(Dalyono, 2005: 240-241)..

b) Faktor sekolah

Sekolah merupakan sarana bagi siswa dalam

memperoleh ilmu pengetahuan, akan tetapi sekolah juga

dapat menjadi faktor penyebab dalam kesulitan belajar.

61
Berikut ini yang menjadi faktor penyebab kesulitan

belajar siswa di sekolah;

(1) Guru

Pertama, guru yang tidak berkualitas, baik

dalam pengambilan metode yang digunakan atau

dalam mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini

dapat terjadi karena guru kurang menguasai materi,

kurang persiapan dalam mengajar, cara menjelaskan

materi yang sukar dimengerti siswa. Kedua,

hubungan guru dengan siswa yang kurang baik.

Sikap guru yang kasar, suka marah, tidak pernah

senyum, tidak pandai menjelaskan, suka

membentak, menjengkelkan, pelit dalam memberi

nilai akan tidak disenangi oleh siswa, sehingga

menghambat perkembangan anak dan

mengakibatkan hubungan guru dengan murid

menjadi tidak baik. Ketiga, guru-guru yang menuntut

standar pelajaran diatas kemampuan anak.

Keempat, guru yang tidak memiliki kecakapan dalam

usaha diagnosis kesulitan belajar. Kelima, metode

mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan

belajar, seperti guru mengajar tidak menggunakan

media, metode mengajar yang membuat anak pasif,

62
metode mengajar tidak menarik, guru hanya

menggunakan satu metode dan tidak bervariasi

(Dalyono, 2005: 242-243).

(2) Alat

Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat

penyajian pelajaran yang tidak baik. Dengan adanya

alat/ media dalam pembelajaran akan menimbulkan

perubahan metode mengajar guru, dalamnya ilmu

pengetahuan pada pikiran anak, memenuhi tuntunan

dari bermacam-macam tipe anak. Tidak adanya alat/

media menimbulkan kepasifan bagi anak, sehingga

tidak mustahil timbul kesulitan belajar.

(3) Gedung

Keadaan gedung sebagai salah satu sarana

belajar anak harus memenuhi standar seperti, setiap

ruangan kelas harus berjendela, memiliki ventilasi

cukup, dapat menyinari ruangan. Lalu dinding harus

bersih, lantai tidak becek, licin dan kotor, serta

keadaan gedung jauh dari tempat keramaian,

sehingga anak mudah berkonsentrasi dalam

belajarnya (Dalyono, 2005: 244-245).

63
(4) Kurikulum

Kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak

akan membawa dalam kesuksesan belajar, akan

tetapi jika kurikulum yang kurang baik seperti, materi

pelajaran yang terlalu rumit, pembagian bahan

belajar tidak seimbang ( kelas 1 banyak pelajaran

dan kelas-kelas diatasnya sedikit pelajaran), adanya

pendataan materi, hal tersebut akan membawa

kesulitan belajar bagi siswa.

(5) Waktu sekolah dan kedisiplinan

Apabila sekolah masuk sisng, sore dan malam,

maka kondisi anak tidak lagi dalam kondisi yang

optimal untuk menerima pelajaran. Sebab energi

sudah berkurang, karena udara yang relatif panas

pada waktu siang, dapat mempercepat proses

kelelahan. Mengakibatkan siswa dapat mengalami

kesulitan dalam belajar. Di samping itu, pelaksanaan

disiplin yang kurang, misalnya siswa sering datang

terlambat, tidak mengerjakan tugas yang diberikan

guru, kewajiban yang dilalaikan dan sekolah berjalan

tanpa kendali. Hal tersebut akan berdampak pada

sulitnya siswa dalam belajar (Dalyono, 2005: 245).

64
c) Faktor masyarakat

Masyarakat juga salah satu tempat anak dalam

menemukan jati dirinya, tetapi masyarakat juga menjadi

salah satu faktor penyebab dalam kesulitan belajar

siswa, beberapa faktor penyebab kesulitan belajar dalam

lingkungan masyarakat:

(1) Teman bergaul

Teman bergaul memiliki pengaruh yang sangat

besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak.

Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang

tidak sekolah, maka ia akan menjadi malas belajar,

sebab cara hidup anak yang bersekolah berlainan

dengan dengan anak yang tidak bersekolah.

(2) Lingkungan tetangga

Apabila memiliki tetangga yang corak

kehidupannya buruk, seperti suka bermain judi, tidak

suka belajar, akan mempengaruhi anak untuk malas

belajar. Tidak ada motivasi yang bagus dalam diri

anak jika memiliki tetangga yang berdampak buruk

anak. Akan tetapi jika anak tinggal dengan

lingkungan tetangga yang baik, seperti dosen,

mahasiswa, pelajar, akan mendorong semangat

anak dalam belajar.

65
(3) Aktivitas dalam masyarakat

Menurut Dalyono (2005: 246-247) terlalu

banyak dalam berorganisasi, kursus, akan

menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai.

Orang tua harus mengawasi, agar kegiatan ekstra di

luar belajar dapat diikuti tanpa melupakan tugas

belajarnya,

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor dalam diri

(internal) anak dan faktor di luar diri (eksternal) anak.

Faktor penyebab dalam diri anak yang menyebabkan

anak kesulitan dalam belajar yakni dikarenakan

kelemahan siswa secara fisik, kelemahan siswa

secara mental, emosional dan perilaku/ kebiasaan

belajar siswa yang salah. Sedangkan faktor

penyebab dari luar yakni, karena cara pendidikan

orang tua yang salah dalam mendidik anak, faktor

guru dan kurikulum yang tidak sesuai dengan tingkat

kematangan siswa, serta kondisi masyarakat yang

kurang baik, serta terlalu banyak kegiatan di luar jam

pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler.

66
e. Cara Mengenal Murid yang Mengalami Kesulitan Belajar

Menurut Dalyono (2005: 247-248) seperti yang telah

dijelaskan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar yaitu,

siswa yang mengalami hambatan dalam belajar, sehingga

menampakkan gejala-gejala yang bisa diamati oleh orang lain.

Beberapa gejala yang sebagai pertanda adanya kesulitan

belajar. Misalnya:

1) Menunjukkan prestasi belajar yang rendah/di bawah rata-

rata yang dicapai oleh kelompok kelas

2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang

dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu

rendah

3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar. Ia selalu

tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal

4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti: acuh tak

acuh, dusta, berpura-pura, dll

5) Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti: mudah

tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, selalu

sedih dan kurang gembira.

f. Cara Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika

Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup

tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri. Menurut

67
Dali S. Naga (1980: 1) aritmatika atau berhitung adalah cabang

matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan

bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama

menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian. Secara singkat aritmatika atau berhitung adalah

pengetahuan tentang bilangan. Dalam perkembangan

selanjutnya, penggunaan bilangan sering diganti dengan abjad.

Penggunaan abjad dalam aritmatika inilah yang disebut dengan

aljabar.

Aleks Maryunis dalam buku Abdurrahman (1999: 253)

berbeda dari aritmatika dan aljabar, geometri adalah cabang

matematika yang berkenaan dengan titik dan garis. Kennedy

seperti dikutip oleh Lovit dalam buku Abdurrahman (1999: 257)

menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah

matematika, yaitu:

1) Memahami masalah

2) Merencanakan pemecahan masalah

3) Melaksanakan pemecahan masalah

4) Memeriksa kembali.

Empat pendekatan pembelajaran matematika yang telah

dikemukakan memiliki implikasi bagi anak berkesulitan belajar

matematika. Empat macam pendekatan tersebut dapat

digunakan secara gabungan untuk membantu anak

68
berkesulitan belajar matematika. Adapun implikasi dari keempat

pendekatan tersebut adalah:

1) Guru harus menyadari taraf perkembangan siswa. Anak-

anak berkesulitan belajar matematika memerlukan lebih

banyak pengalaman dengan belajar prabilangan sebagai

landasan belajar matematika.

2) Anak berkesulitan belajar matematika memerlukan

pendekatan belajar tuntas tentang berbagai konsep melalui

pembelajaran langsung yang terstruktur dan terancang

sistematis.

3) Pendekatan strategi belajar telah terbukti efektif dalam

membantu anak berkesulitan belajar matematika. Siswa

harus didorong untuk bertanya kepada diri sendiri tentang

berbagai pertanyaan agar secara kognitif mereka

memproses informasi sebagai strategi pemecahan masalah,

dan mengembangkan pendekatan mereka sendiri dalam

belajar dan berpikir tentang matematika.

4) Bagi sebagian besar anak berkesulitan belajar, pemecahan

masalah merupakan bagian yang paling sulit dalam

pelajaran matematika. Oleh karena itu, bimbingan dan

latihan yang cukup sangat diperlukan untuk belajar

mengkombinasikan berpikir dan berbahasa dengan

keterampilan menghitung dan konsep-konsep yang

69
diperlukan dalam pemecahan masalah matematika

(Abdurrahman, 1999: 258-259).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

cara mengatasi kesulitan belajar matematika dapat

menggunakan empat pendekatan yaitu, guru harus mengetahui

taraf perkembangan siswanya, menggunakan pendekatan

pembelajaran langsung yang terstruktur dan sistematis, siswa

harus didorong untuk bertanya kepada diri sendiri sebagai

strategi dalam pemecahan masalah, dan guru memberikan

bimbingan dan latihan kepada anak berkesulitan belajar

matematika.

70
B. Kerangka Berpikir

Profesionalisme guru dalam mengatasi


kesulitan belajar matematika siswa

Kesulitan belajar matematika


Profesionalisme guru
1. Siswa menunjukkan
1. Sesuai dengan karakteristik
kegagalan dalam mencapai
guru profesional
tujuan belajar
2. Memiliki dan dapat
2. Adanya gangguan dalam
menerapkan kompetensi
hubungan keruangan
guru
3. Kesulitan mengenal dan
3. Sesuai dengan kode etik
memahami simbol
keguruan
4. Kesulitan dalam
pemahaman terhadap
proses pengelompokkan

Dengan profesionalisme guru siswa yang


mengalami kesulitan belajar matematika
dapat teratasi dengan baik

71
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Grogol

Utara 04 Petang beralamat di Jalan Raya Pos Pengumben yang

terletak di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari bulan November

2017 sampai dengan Mei 2018, dengan rincian pelaksanaan

sebagai berikut :

Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

No Nama Tahun 2017 Tahun 2018


Kegiatan Nov Des Januari Februari Maret April Mei
1. Pembuatan
bab I, II, III
2. Pembuatan
instrumen
penelitian
3. Observasi
sekolah
5. Penelitian
6. Pembuatan
skripsi bab
4 dan 5

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

deskriptif. Menurut Sugiyono (2010: 15) metode penelitian kualitatif

72
72
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post

positivisme, yaitu digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dapat dilakukan secara triangulasi, analisa data

bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih

menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas

sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara

individual maupun kelompok. Sumadinata (2011: 60) menyatakan

bahwa penelitian kualitatif memiliki dua tujuan utama yaitu, pertama,

menggambarkan dan mengungkap dan kedua, menggambarkan dan

menjelaskan.

Menurut Sumadinata (2011: 72) penelitian deskriptif adalah

suatu bentuk penelitian yang paling dasar ditujukan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang

ada, baik fenomena yang bersifat alamiah, ataupun rekayasa

manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik,

perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan

fenomena lain.

Pada penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi

atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap variabel atau

merancang sesuatu yang diharapkan terjadi pada variabel, tetapi

73
semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek komponen atau variabel

berjalan sebagaimana adanya (Sukmadinata : 2011:74).

C. Desain Penelitian

Desain penelitian menurut Arikunto (2010: 90) desain penelitian

adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai

rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Jadi desain penelitian

merupakan rancangan dari suatu penelitian yang digunakan untuk

menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan.

Pada penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam

pengumpulan data dan menginterpretasikan data dengan dibimbing

pedoman observasi, dan pedoman wawancara. Desain penelitian

untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-

tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun

secara sistematis agar diperoleh data secara sistematis pula. Ada

empat tahap yang bisa dikerjakan dalam suatu penelitian, yaitu :

1. Tahap Pra-lapangan

Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan

lapangan. Ada empat langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu:

a. Menyusun Rancangan Penelitian.

Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau

proposal penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan

dosen pembimbing.

74
b. Memilih Lokasi Penelitian

Peneliti memilih SDN Grogol Utara 04 Petang, karena sebagai

lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Akses transportasi mudah

2) Keberadaan siswa yang tergolong kesulitan belajar

matematika

3) Peneliti mengenal dengan baik guru-guru yang terdapat di

SDN Grogol Utara 04 Petang

4) Pernah melakukan observasi sebelum melakukan penelitian

c. Melakukan Koordinasi dengan Kepala Sekolah dan Guru

Peneliti melakukan perizinan di SDN Grogol Utara 04 Petang

kepada kepala sekolah untuk melakukan penelitian terkait

pembelajaran di kelas dan lingkungan sekolah.

d. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian.

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu serta

kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini.

2. Tahap Lapangan

Tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu :

a. Observasi

Tahap ini peneliti mengamati kegiatan dan aktivitas yang terjadi

di sekitar lingkungan sekolah, serta mengamati kegiatan proses

pembelajaran yang ada di dalam dan di luar kelas kelas.

75
b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara terkait dengan data yang

dibutuhkan dalam penelitian, wawancara dilakukan kepada guru

kelas yang mengajar matematika di kelas III dan IV, serta siswa

yang mengalami kesulitan belajar matematika di kelas tersebut.

c. Studi dokumentasi

Pada tahap ini peneliti mempelajari dokumen-dokumen guru

kelas yang mengajar matematika di kelas III dan IV, serta

dokumen-dokumen siswa yang mengalami kesulitan belajar

matematika di kelas tersebut.

D. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2010: 188), subjek penelitian adalah subjek

yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek dalam penelitian ini

adalah Guru yang mengajar matematika di kelas III dan IV SDN

Grogol Utara 04 Petang, serta siswa yang ada di kelas III dan IV SDN

Grogol Utara 04 Petang.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2015: 308) mengemukakan bahwa teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

76
data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,

sumber, dan berbagai cara.

Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi menurut Sukmadinata (2011: 220) merupakan

suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung. Menurut Hadi yang dikutip oleh Sugiyono (2015: 203)

mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang

kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses

biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting ialah proses-

proses pengamatan dan ingatan.

Menurut Nasution yang dikutip oleh Sugiyono (2015: 310)

menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan

data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui

observasi.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

observasi adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan

terhadap kegiatan yang sedang berlangsung, dengan

mengutamakan proses pengamatan dan ingatan.

Menurut Faisal (1990) dalam buku Sugiyono (2015: 310)

mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi,

77
observasi secara terang-terangan dan tersamar dan observasi yang

tak berstruktur.

a. Observasi Partisipatif

Pada observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan

pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh

sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya (Sugiyono,

2015: 310).

b. Observasi Terus Terang atau Tersamar

Pada saat melakukan pengumpulan data peneliti

menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia

sedang melakukan penelitian. Jadi mereka yang diteliti

mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti.

Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau

tersamar dalam observasi, hal ini dilakukan untuk menghindari

kalau suatu data yang dicari merupakan data yang masih

dirahasiakan (Sugiyono, 2015: 312).

c. Observasi Tak Berstruktur

Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak

dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan

diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara

pasti tentang apa yang akan diamati (Sugiyono, 2015: 313).

78
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah

observasi partisipatif, dimana peneliti ikut mengalami dan

merasakan dalam setiap kegiatan subjek yang diteliti.

Adapun lembar observasi yang akan dilaksanakan sebagai berikut:

Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman Observasi

No Aspek-aspek Observasi Hal yang Diamati


1. Pemahaman guru terhadap 1. Perkembangan nilai matematika siswa
kesulitan belajar matematika siswa 2.Diagnosis kesulitan belajar matematika
3. Materi pelajaran matematika yang sulit
menurut siswa
2. Faktor penyebab kesulitan belajar 1. Fakto-faktor penyebab kesulitan belajar
matematika
2. Peran guru dalam mengetahui
perkembangan siswa di rumah
3. Persiapan guru sebelum mengajar
4. Tindakan guru terhadap siswa yang
nilainya tidak mencukupi
5. Penggunaan media dalam mata
pelajaran matematika
3. Kompetensi Guru 1. Penanaman pendidikan karakter di kelas
2. Cara mengatasi kelas bising
3. Metode pembelajaran
4. Pemberian penilaian
5. Lulusan pendidikan
6. Penerapan kompetensi guru
7. Cara mengatasi kesulitan belajar
matematika

2. Wawancara

Menurut Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono (2015: 317)

mendefinisikan wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui kegiatan tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut

Sukmadinata (2011: 216) wawancara atau interviu merupakan

salah satu bentuk teknik yang dilaksanakan secara lisan dalam

pertemuan tatap muka secara individual.

79
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden dengan lebih

mendalam dan jumlah respondennya kecil/ sedikit.

Hal yang dilakukan pada saat wawancara, selain harus

membawa instrumen sebagai pedoman untuk wawancara, peneliti

juga harus membawa alat bantu seperti tape recorder, gambar,

brosur dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan

wawancara menjadi lancar (Sugiyono, 2015: 194).

Menurut Esterberg yang dikutip oleh Sugiyono

mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara

terstruktuk, semiterstruktur dan tidak terstruktur:

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik

pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah

mengetahui dengan pasti tentang apa yang akan diperoleh.

Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data

telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-

pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah

disiapkan (Sugiyono, 2015: 319).

b. Wawancara semiterstruktur

80
Jenis wawancara ini termasuk dalam kategori in-depth

interview (wawancara mendalam), di mana dalam

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak

yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya

(Sugiyono, 2015: 320).

c. Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang

bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap

untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang

digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang

akan ditanyakan (Sugiyono, 2015: 320).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara semiterstruktur (in-depth interview), peneliti

menggunakan pedoman wawancara akan tetapi peneliti juga

menanyakan hal-hal yang lebih mendalam agar menemukan

permasalahan sampai pada akarnya. Wawancara

semiterstruktur (in-depth interview) di mana peneliti melakukan

wawancara untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya.

81
Adapun pihak-pihak yang akan diwawancarai sebanyak

12 orang yang terdiri dari :

1) 2 orang guru kelas/ wali kelas yang mengajar matematika di

kelas tersebut.

2) 10 orang siswa ( 5 orang dari kelas III dan 5 orang dari

kelas IV ). Penentuan siswa yang diwawancarai dilakukan

dengan mempertimbangkan :

a) Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa

b) Hasil studi dokumentasi, yakni berdasarkan hasil nilai

harian, tugas dan hasil UTS siswa

Agar pengamatan berjalan dengan lancar maka dibuatlah

kisi-kisi instrumen pedoman wawancara guru dan siswa terdapat

pada tabel 3.3.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Peneliti mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penelitian seperti, foto kegiatan pembelajaran, hasil belajar

siswa atau nilai, biodata guru dan siswa serta riwayat pendidikan

guru dan orang tua siswa.

Tabel 3.3
Kisi-kisi Pedoman Wawancara

No Variabel Aspek Indikator No Butir Jumlah

82
Soal Butir
Soal
1. Strategi Guru Pemahaman 1. Pemahaman 1-3 3
guru terhadap
terhadap kesulitan siswa
kesulitan dalam
belajar memahami
matematika materi
siswa 2. Hasil belajar
rendah
Faktor 1. Fisik 4-5 2
internal 2. Psikologis
penyebab
kesulitan
belajar
Faktor 1. Keluarga 6-8 3
eksternal 2. Sekolah
penyebab 3. Masyarakat
kesulitan
belajar
Guru 1. Kompetensi 9-15 7
profesional kepribadian
2. Kompetensi
sosial
3. Kompetensi
pedagogik
4. Kompetensi
profesional
2. Kesulitan Kesulitan 1. Pemahaman 1-2 2
Belajar belajar materi
Matematika matematika 2. Hasil belajar
Siswa siswa rendah
Faktor 1. Fisik 3-4 2
Internal 2. Psikologis
penyebab
kesulitan
belajar
Faktor 1. Keluarga 5-10 6
eksternal 2. Sekolah
penyebab 3. Masyarakat
kesulitan
belajar

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian kualitatif, analisis data kualitatif Menurut

Bogdan yang dikutip oleh Sugiyono (2015: 334) adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga

83
dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,

menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

1. Reduksi Data

Sugiyono (2015: 339) mengemukakan bahwa reduksi data

merupakan proses berfikir yang memerlukan kecerdasan dan

keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang

masih baru, dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan

pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu,

maka wawasan peneliti akan berkembang.

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah

dikemukakan, makin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data

akan makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-

hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang

tidak perlu. Demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila

diperlukan (Sugiyono, 2015: 338).

84
Hal yang dilakukan dalam mereduksi data, setiap peneliti

akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari

penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau

peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu

yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru

itulah yang harus dijadikan perhatian dalam melakukan reduksi

data (Sugiyono, 2015: 339).

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart

dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) yang

dikutip oleh Sugiyono (2015: 341) menyatakan bahwa yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif

adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Miles dan Huberman (1984) yang dikutip oleh Sugiyono

(2015: 341) dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Selanjutnya

disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan teks

yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring

kerja) dan chart.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

85
Menurut Miles dan Huberman penarikan kesimpulan dan

verifikasi, pada kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan

adalah merupakan temuan yang baru yang sebelumnya belum

pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi datau gambaran suatu

objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan

kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2015: 345).

86
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Gambaran Ringkas Lokasi Penelitian

a. Identitas Sekolah

SDN Grogol Utara 04 Petang merupakan sekolah dasar

negeri yang dibangun sejak jaman penjajahan belanda, dahulu

sekolah ini bernama sekolah rakyat. Pada tahun 1980 sekolah

ini berganti nama menjadi SDN Grogol Utara 04. Pada masa itu

hanya 2 waktu jam belajar saja, yakni sekolah pagi dan siang.

Sekolah Dasar ini terletak di kawasan Pos Pengumben,

Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

Sekolah ini merupakan 1 tempat dari 4 Sekolah Dasar,

yaitu SDN Grogol Utara 03 Pagi, SDN Grogol Utara 04 Petang,

SDN Grogol Utara 12 Pagi dan SDN Grogol Utara 15 Petang.

Sekolah ini pun berbatasan juga dengan Jakarta Barat dan

Jakarta Selatan. Sekolah ini memiliki luas tanah 1090 m2 yang

dibangun untuk bangunan sekolah, musholah, kantin dan

lapangan sekolah.

SDN Grogol Utara 04 Petang berakreditasi A, sehingga

dapat dikatakan bahwa sekolah ini memiliki kualitas yang bagus

dalam penyelenggaraan pembelajaran. Fasilitas yang terdapat

di SDN Grogol Utara 04 Petang diantaranya yaitu: 1 musholah

87
87
sebagai kegiatan keagamaan, 2 toilet guru dan 2 toilet siswa, 7

ruang kelas sebagai sarana pembelajaran siswa, 1 ruang guru,

1 ruang kepala sekolah, 1 kantor tata usaha, 1 ruang

perpustakaan, 1 ruang pramuka, dan lapangan sekolah sebagai

tempat kegiatan siswa.

b. Visi dan Misi dan Tujuan Sekolah

1) Visi

Terwujudnya peserta didik yang unggul dalam prestasi,

mandiri, berbudi luhur dan peduli lingkungan sosial dalam

keberagaman.

2) Misi

a) Mewujudkan pengamalan ajaran Agama yang dianut dan

menjunjung tinggi nilai budaya bangsa yang menjadi

sumber kearifan dalam bertindak.

b) Mewujudkan pembelajaran dan bimbingan secara efektif

efisien, sehingga siswa dapat berkembang secara optimal

sesuai dengan potensi yang dimiliki.

c) Mewujudkan semangat kompetitif secara

berkesinambungan kepada seluruh warga sekolah.

d) Membantu setiap siswa untuk mengenali dirinya, sehingga

potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal.

e) Mewujudkan manajemen partisipatif dengan melibatkan

seluruh warga sekolah dengan dukungan komite sekolah.

88
3) Tujuan Sekolah

a) Mengembangkan budaya sekolah yang religius melalui

kegiatan keagamaan.

b) Semua kelas melaksanakan pendekatan pembelajaran aktif

berbasis pendidikan karakter.

c) Menyelenggarakan berbagai kegiatan di bidang IPTEK,

bahasa, olahraga dan seni budaya sesuai dengan bakat,

minat dan potensi.

d) Menyelenggarakan kegiatan kemandirian melalui

pembiasaan dan pengembangan diri.

e) Menyelenggarakan kegiatan yang menumbuhkan

kesadaran warga sekolah sebagai bahan masyarakat

global.

c. Data Observasi dan Studi Dokumentasi

Penulis melakukan kegiatan observasi di dua kelas

berbeda, yakni kelas III dan IV. Penulis mengamati segala

aktivitas dan kejadian yang terdapat di SDN Grogol Utara 04

Petang. Penulis juga melakukan studi dokumentasi berupa

hasil belajar matematika siswa dengan hasil dan rentang nilai.

Berikut merupakan Rentang nilai matematika kelas IV dapat

dilihat pada tabel 4.1 berikut :

89
Tabel 4.1
Rentang Nilai Matematika Kelas IV

Nilai Skala
10-50 60-70 80-100
Ulangan Harian 1 12 13 7
Ulangan Harian 2 11 14 7
Ulangan Harian 3 9 14 9
Tugas Harian 1 10 17 5
Tugas Harian 2 9 15 8
Tugas Harian 3 7 15 10

Berikut merupakan Rentang nilai matematika kelas III dapat dilihat

pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2
Rentang Nilai Matematika Kelas III

Nilai Skala
10-50 60-70 80-100
UTS Semester 1 3 12 4
UTS Semester 2 - 5 14
Ulangan Harian 1 5 5 19
Ulangan Harian 2 - 2 17
Ulangan Harian 3 - 1 18

d. Data Wawancara

Adapun pihak-pihak yang diwawancarai sebanyak 12

orang yang terdiri dari :

1) 2 guru kelas yang mengajar matematika di kelas tersebut.

2) 10 siswa terdiri dari 5 orang dari kelas III dan 5 orang dari

kelas IV. Penentuan siswa yang diwawancarai dilakukan

dengan mempertimbangkan :

90
a) Kesulitan belajar yang dialami oleh siswa

b) Hasil studi dokumentasi, yakni berdasarkan hasil nilai

harian, tugas dan hasil UTS siswa. Berdasarkan hasil

observasi dan studi dokumentasi, penulis memilih siswa

yang diwawancarai berdasarkan rentang nilai matematika

yang paling rendah yaitu siswa kelas III, Galang, Jazlin,

Sharon, Bilal dan Rafa. Siswa kelas IV, Kholifah, Sisca,

Safira, Ravi Ridho, dan Agil.

Hasil wawancara dilakukan dengan menggunakan alat

berupa rekaman video, rekaman suara. Berikut adalah nama-

nama narasumber wawancara yang dilakukan oleh peneliti

dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.3
Daftar Nama Informan

No Nama Keterangan
1. AWB Wali kelas IV
2. M Wali kelas III
3. RA Siswa kelas III
4. SN Siswa kelas III
5. GR Siswa kelas III
6. BM Siswa kelas III
7. JDZ Siswa kelas III
8. SDA Siswa kelas IV
9. KAR Siswa kelas IV
10. RRH Siswa kelas IV
11. SO Siswa kelas IV
12. AS Siswa kelas IV

91
B. Hasil Analisa Data

1. Pemahaman Guru terhadap Kesulitan Belajar Matematika

Siswa

a. Observasi

Siswa yang terdapat di SDN Grogol Utara 04 Petang

berjumlah. 178 siswa, waktu jam belajar mulai dari pukul 12.30

WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Kurikulum yang

digunakan yaitu, kelas II,III,V dan VI menggunakan kurikulum

KTSP, sedangkan untuk kelas I dan IV menggunakan kurikulum

2013. Penulis melakukan penelitian di dua kelas yang berbeda

yaitu, kelas III dan IV, siswa yang terdapat di kelas III berjumlah

19 orang dan kelas IV berjumlah 32 orang. Observasi dilakukan

di kedua kelas secara bergantian. Peneliti melakukan

pengamatan situasi pembelajaran di kelas IV dan III, berikut

merupakan paparan hasil observasi.

Guru yang mengajar di sekolah ini berjumlah 10 orang 7

diantaranya ialah guru kelas, dan 3 orang lainnya mengajar

bidang studi SBK, Agama dan Bahasa Inggris. Penampilan guru

dalam mengajar terlihat rapi, sopan dan dapat menjadi tauladan

bagi siswanya. Pada proses pembelajaran interaksi yang terjalin

di dalam kelas antar guru dan siswa berlangsung komunikatif,

menggunakan bahasa/ tutur kata yang mudah dipahami oleh

siswa.

92
Persiapan guru sebelum memulai pembelajaran yakni,

guru menyiapkan perlengkapan untuk mengajar, pada saat itu

guru hanya memanfaatkan papan tulis saja, karena materi yang

diberikan berkaitan dengan pengolahan data. Pada proses

menjelaskan materi, terlihat dari cara menyampaikan materi

dapat dipahami dengan baik oleh siswa, walaupun terkadang

masih ada siswa yang memang lamban dalam menerima

materi, akan tetapi guru tetap menjelaskan kembali materi

tersebut.

Pada prosesnya guru sangat berperan aktif dalam

pembelajaran, metode yang sering digunakan di dalam kelas

menggunkan metode tanya jawab, penugasan serta ceramah.

Melalui metode penugasan siswa dilatih untuk terbiasa

menghitung pemecahan masalah dalam matematika, metode

tanya jawab dilakukan guru untuk mengetahui pemahaman

siswa terkait materi matematika yang telah dipelajari siswa.

Saat siswa bertanya materi tentang Penyajian Data, guru

menjawabnya dengan metode yang mudah dipahami oleh

siswa sehingga siswa dapat memahami apa yang telah

dijelaskan oleh guru. Guru juga membuat kelompok yang

berisikan 5-6 orang perkelompoknya. Setiap kelompok yang

dibuat guru memilih satu siswa yang bertugas untuk menjadi

ketua yang bertanggung jawab, lebih cepat dalam menerima

93
materi, memiliki empati dan jiwa sosial yang tinggi terhadapat

temannya. Hal ini dilakukan agar siswa tersebut dapat

membantu temannya yang mengalami kesulitan jika tidak

mengerti dengan materi yang di jelaskan oleh gurunya.

Guru sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang

memang ditunjukkan untuk mengetahui seberapa besar

pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan, kegiatan ini

dilakukan agar guru dapat mengidentifikasi kesulitan-kesulitan

belajar yang dialami oleh siswa dalam mata pelajaran

matematika. Materi yang membuat siswa kelas IV merasa sulit

dalam pelajaran matematika yaitu, cara berhitung perkalian

menurun, pembagian kurung, serta pecahan.

Peneliti melakukan penelitian pembelajaran matematika di

kelas III, pembelajaran diawali dengan berdoa dan salam lalu

guru mengulas materi yang telah dipelajari tentang menghitung

keliling dan luas persegi. Guru menanyakan kepada siswa

apakah siswa sudah paham dengan materi tersebut, siswapun

ada yang menjawab bisa dan tidak bisa. Guru tersebut akhirnya

menjelaskan kembali materi tentang menghitung keliling dan

luas persegi, setelah menjelaskan siswa yang belum paham

diperintahkan oleh guru untuk maju dan mengerjakan soal di

papan tulis yang diberikan oleh guru. Penggunaan waktu yang

digunakan guru dalam menjelaskan selama 30 menit dan sisa

94
waktu pembelajaran matematika diberikan siswa untuk latihan

mengerjakan soal yang berkaitan dengan materi.

Pembelajaran terjadi 2 arah, guru berinteraksi dengan

siswa dan siswa berinteraksi dengan siswa pula. Penampilan

guru dalam mengajar terlihat rapi, sopan dan bersih. Pada

proses menjelaskan materi guru menggunakan bahasa yang

mudah dipahami oleh siswanya. Guru juga memahami materi

yang diajarkan kepada siswanya.

Selama proses mengerjakan ada siswa yang bertanya

kembali tentang penggunaan rumus, apakah menggunakan

K=s+s+s+s atau K=4xs. Guru membolehkan siswa untuk

memilih rumus yang menurut siswa lebih mudah, setelah siswa

mengajukan pertanyaan, guru mengontrol setiap siswanya

dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

Kesulitan belajar matematika yang dialami oleh siswa

kelas III yaitu, perkalian dengan cara menyusun ke bawah dan

pembagian kurung.

b. Wawancara Guru

1) Perkembangan Nilai Matematika Siswa

Perkembangan nilai siswa kelas III dan kelas IV sudah

mengalami perubahan hal ini dilakukan dengan cara guru

kelas selalu memberikan arahan serta latihan kepada siswa

sehingga siswa terbiasa dengan mata pelajaran matematika.

95
Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV,

wawancara 10 April 2018), menurut bapak AWB

perkembangan nilai matematika sudah mengalami progres,

hal ini dilihat dari kegiatan proses belajar dan mengajar di

kelas, serta tugas dan PR siswa dari 8 siswa yang nilainya

masih di bawah KKM kini hanya sekitar 4 orang yang nilainya

masih di bawah KKM. Selain itu hal serupa disampaikan oleh

ibu M (Guru kelas III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu

M perkembangan nilai di kelas III sudah mengalami kenaikan

yang signifikan ada 6 orang yang nilainya masih di bawah

KKM dan kini tinggal 4 orang yang nilainya di bawah KKM,

nilai tersebut dilihat dari tugas, latihan siswa di kelas.

2) Diagnosis Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar Mata

Pelajaran Matematika

Diagnosis kesulitan belajar matematika siswa dapat

dilakukan dengan cara, pertama melakukan penelitian

tindakan kelas, kedua memberikan pertanyaan kepada siswa

yang sifatnya mudah, sedang dan sulit, ketiga memberikan

latihan, ulangan dan PR dengan hal tersebut dapat terlihat

kesulitan-kesulitan belajar matematika siswa. Hal ini sejalan

dengan pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara

10 April 2018), menurut bapak AWB cara mendiagnosis

kesulitan belajar siswa yaitu dengan, melakukan tindakan

96
kelas untuk memperbaiki kesulitan dan hasil belajar siswa,

memberikan pendampingan belajar berupa PR dengan materi

sesuai yang diajarkan, pemberian tugas dan ulangan sebagai

pelengkap. Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru

kelas III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu M cara

mendiagnosis kesulitan belajar siswa dilakukan dengan cara

melakukan kegiatan tanya jawab, serta memberikan tugas dan

latihan agar siswa bisa memahami materi matematika dengan

baik.

3) Materi yang Membuat Siswa Merasa Sulit dalam Pelajaran

Matematika

Materi yang membuat siswa sulit dalam mata

pelajaran matematika ialah perkalian menurun, pembagian

kurung, pecahan, mengubah pecahan menjadi bilangan

desimal, mengubah menjadi pecahan campuran dan

pengolahan data. Hal ini terjadi karena pemahaman konsep

yang kurang mendalam pada diri siswa. Hal ini sesuai dengan

pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April

2018), menurut bapak AWB materi mata pelajaran matematika

yang sulit bagi siswa yaitu, operasi hitung pecahan, perkalian

pecahan desimal, serta pembagian, karena siswa merasa sulit

dalam pengerjaannya. Hal serupa juga disampaikan oleh ibu

M (Guru kelas III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu M

97
materi mata pelajaran matematika yang menurut siswa sulit

ialah, perkalian menyusun ke bawah, pembagian kurung.

Materi-materi yang sulit ini harus diberikan penjelasan yang

rinci agar siswa tidak mengalami miskonsepsi.

c. Wawancara siswa

1) Tingkat Kesulitan Pelajaran Matematika

Siswa merasa sulit dalam pelajaran matematika

sehingga hasil belajar yang di dapat menjadi tidak maksimal.

Tingkat kesulitan siswa dalam pelajaran matematika terletak

pada siswa sulit dalam memahami dan mengelola informasi

materi dalam mata pelajaran matematika atau siswa tidak bisa

dalam cara menghitung dalam matematika. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ

(siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018) menurut siswa

matematika merupakan mata pelajaran yang sulit, siswa

merasa sulit dalam memahami dan mengelola informasi,

siswa tidak paham dengan penjelasan guru dan cara

menghitung tahapan-tahapan dalam materi matematika. Hal

serupa juga disampaikan oleh SDA, KAR, RRH, SO dan AS

(siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6 April 2018) menurut siswa

ada materi yang menurut mereka sulit dan ada pula materi

matematika yang mudah, tingkat kesulitan siswa terletak pada

proses menghitung matematika, siswa tidak memahami

98
sepenuhnya tentang konsep penghitungan sehingga siswa

mengalami kesulitan dalam belajarnya. Dan ada pula materi

yang mudah dikarenakan siswa memahami konsep

perhitungan dalam matematika.

2) Nilai Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika

Nilai siswa dalam mata pelajaran matematika masih

terdapat nilai yang dibawah KKM, hal ini disebabkan oleh

siswa yang kurang mampu dalam cara menghitung

matematika. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

RN, SN, GR, BM, dan JDZ (siswa kelas III, wawancara 2 dan

6 April 2018) menurut siswa nilai yang sering di dapat oleh

mereka masih dibawah 60 untuk mata pelajaran matematika.

Hal serupa juga disampaikan oleh SDA, KAR, RRH, SO dan

AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6 April 2018) menurut

siswa nilai mata pelajaran matematika adalah nilai yang paling

sering didapatkan di bawah KKM, siswa menyebutkan nilai

yang sering di dapat kisaran 40-60.

d. Dokumentasi

Gambar 4.1 Gambar 4.2


Nilai Matematika Siswa Diagnosis Kesulitan Belajar

99
Gambar 4.3 Gambar 4.4
Materi Matematika Menurut Siswa Sulit Guru memberikan Latihan

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi sesuai dengan aspek pemahaman guru terhadap

kesulitan belajar matematika siswa, hasilnya yaitu guru memahami

setiap perkembangan dan kesulitan belajar yang dialami siswa. Hal

ini terlihat dari hasil belajar siswa yang sudah mencapai kriteria

ketuntasan minimum (KKM), ketika mendiagnosis guru memberikan

pertanyaan kepada siswa yang sifatnya mudah, sedang dan sulit,

selain itu guru juga memberikan latihan, ulangan dan PR dengan

hal tersebut dapat terlihat kesulitan-kesulitan belajar matematika

siswa. Kesulitan belajar siswa diantaranya yaitu, materi perkalian,

pembagian, pecahan dan menghitung data.

2. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

a. Observasi

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru

agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan,

100
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran

adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan

baik. Akan tetapi, di dalam pembelajaran tentu saja terdapat

hambatan-hambatan sehingga dengan adanya hambatan

tersebut siswa tidak dapat mencapai hasil belajar yang

maksimal. Hambatan-hambatan dalam belajar terjadi karena ada

beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami

hambatan/ kesulitan belajar, berdasarkan hasil observasi di kelas

IV salah satu yang menyebabkan siswa kesulitan belajar yaitu,

siswa malu bertanya ketika guru menanyakan adakah siswa

yang belum memahami materi matematika, siswa yang ada di

kelas hanya diam saja, guru paham akan hal itu sehingga guru

menjelaskan kembali materi yang sedang dipelajari pada hari itu.

Kondisi lingkungan sekolah yang terletak di pinggir jalan

raya sehingga suara bising kendaraan menggangu proses

belajar dan mengajar di kelas. Kurangnya penggunaan media

pembelajaran juga dapat menyebabkan siswa mengalami

kesulitan belajar dalam mata pelajaran matematika. Guru hanya

menggunakan media pada materi tertentu saja. Adanya siswa

yang merasa kesulitan dalam belajarnya guru memberikan

remedial bagi siswa yang nilainya tidak mencapai nilai KKM,

101
biasanya remedial ini dilakukan dengan cara guru memberikan

tugas tambahan kepada siswa.

b. Wawancara Guru

4) Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Matematika Siswa

Faktor penyebab kesulitan belajar siswa yaitu, pertama

faktor siswa, motivasi dalam diri siswa sangat berpengaruh

dalam kegiatan belajar jika dalam diri siswa tidak berminat

belajar, malu bertanya maka ia akan malas-malasan dalam

belajar tetapi jika siswa berminat dalam belajar maka ia akan

semangat dalam belajarnya. Kedua faktor orang tua, peran

serta orang tua dalam membimbing anak menjadi salah satu

faktor penyebab kesulitan belajar siswa, orang tua yang sibuk

dalam urusannya sendiri membuat siswa merasa sulit dalam

mengerjakan tugas di rumah, hubungan orang tua yang tidak

harmonis, pendidikan orang tua yang minim membuat siswa

sulit dalam mengerjakan tugasnya. Ketiga faktor sekolah,

materi yang tidak diajarkan sehingga materi tersebut tidak

dikuasai dengan baik dan tidak bisa mengerjakan tugas

dengan baik, waktu sekolah pada siang hari sangat

berpengaruh, karena kondisi siswa yang sudah lelah menjadi

salah satu faktor penyebab kesulitan belajar siswa, lingkungan

sekolah yang bising sehingga siswa tidak berkonsentrasi

dalam belajarnya.

102
Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak AWB (Guru

kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut bapak AWB

faktor penyebab kesulitan belajar siswa yaitu pertama, faktor

siswa yang sekolah pada siang hari membuat tingkat

semangat dalam belajarnya sedikit menurun, karena siswa

yang sekolah siang fikirannya menjadi tidak fokus,sehingga

ketika belajar siswa menjadi mudah lelah dan mengantuk,

kedua faktor orang tua atau keluarga peran serta orang tua

dalam mendidik anak menjadi salah satu faktor penentu

keberhasilan siswa, orang tua yang sibuk bekerja, pendidikan

rendah, orang tua kurang merespon kebutuhan belajarnya

menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya,

ketiga faktor guru atau sekolah, materi yang tidak diajarkan,

sehingga materi tersebut tidak dikuasai dengan baik, waktu

belajar pada siang hari menyebabkan siswa merasa mudah

lelah dan mengantuk, penggunaan media yang minim

sehingga proses penyerapan ilmu yang diterima siswa tidak

terserap sepenuhnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III,

wawancara 10 April 2018), menurut ibu M faktor penyebab

kesulitan belajar siswa yaitu, pertama faktor orang tua

masalah orang tua di rumah karena hubungan kedua orang

tua yang kurang harmonis sehingga siswa kurang dalam

103
bimbingan orang tuanya, pendidikan orang tua yang rendah

menyulitkan siswa untuk belajar bersama orang tuanya, kedua

faktor siswa itu sendiri ketika siswa malu bertanya ketika tidak

paham materi siswa akan mengalami kesulitan terus-menerus,

kondisi fisik yang tidak sehat sehingga siswa merasa

kelelahan dalam belajarnya.

5) Peran Guru dalam Mengetahui Perkembangan Siswa di

Rumah

Peran guru dalam memahami perkembangan siswa

dilakukan dengan cara pemanggilan orang tua ke sekolah,

serta melakukan komunikasi dengan menggunakan

handphone. Hal tersebut dilakukan untuk melihat peran serta

orang tua dan guru dalam melihat dan memahami

perkembangan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan

pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April

2018), menurut bapak AWB peran guru dalam mengetahui

perkembangan siswa di rumah dilakukan dengan cara

berkomunikasi dengan teknologi, hal yang diperhatikan adalah

kegiatan siswa di rumah, apakah kegiatan yang dilakukan oleh

siswa termasuk dalam kegiatan positif atau negatif, kegiatan

belajar di rumah apakah didampingi oleh orang tua atau siswa

belajar secara mandiri.

104
Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III,

wawancara 10 April 2018), menurut ibu M peran guru dalam

mengetahui perkembangan siswa di rumah dilakukan dengan

cara melakukan pemanggilan orang tua ke sekolah yang

diadakan 2 bulan sekali hal ini dilakukan agar hubungan

antara guru dan orang tua terjalin dengan baik, melalui

pemanggilan orang tua segala kesulitan siswa dalam belajar

dapat mencarikan solusi secara bersama-sama, guru dan

orang tua dapat mengetahui kondisi belajar siswa di rumah,

serta mengetahui hubungan antara orang tua dan siswa ketika

di rumah.

6) Persiapan Guru Sebelum Mengajar

Persiapan guru dalam mengajar, yang dilakukan guru

sebelum mengajar yaitu, guru membaca dan menyiapkan

materi, menyiapkan RPP, membuat media pembelajaran serta

memilih metode yang sesuai dengan mata pelajaran yang

akan diajarkan. Guru merupakan sosok yang digugu

perkataannya serta ditiru perbuatannya, oleh sebab itu

diperlukan persiapan yang matang sebelum proses

pembelajaran dimulai. Hal ini sesuai dengan pernyataan

bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018),

menurut bapak AWB hal yang perlu dipersiapkan guru

sebelum mengajar yaitu, mempelajari materi yang akan

105
dipelajari, menyiapkan RPP, media pembelajaran disesuaikan

dengan kebutuhan. Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M

(Guru kelas III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu M hal

yang perlu dipersiapkan sembelum mengajar ialah,

pempersiapkan dan membaca materi yang akan dipelajari,

menyiapkan RPP dan silabus yang akan dilaksanakan dalam

pembelajaran.

7) Tindakan Guru Terhadap Siswa yang Nilainya Tidak

Mencukupi

Tindak lanjut yang dilakukan guru dalam mengatasi

nilai siswa yang tidak mencukupi yaitu dilakukan dengan cara

remedial, serta tugas tambahan agar siswa yang nilainya

kurang dapat memperbaiki nilainya tersebut dan siswa yang

mengalami kesulitan dalam belajar dapat teratasi dengan baik.

Hal ini sesuai dengan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara

10 April 2018), menurut bapak AWB tindak lanjut bagi siswa

yang memiliki nilai yang tidak mencukupi dilakukan dengan

cara melakukan remedial, serta memberikan tugas tambahan.

Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III,

wawancara 10 April 2018), menurut ibu M untuk menindak

lanjuti siswa yang memiliki nilai yang tidak mencukupi

dilakukan dengan cara melakukan remedial dan memberikan

106
tugas tambahan kepada siswa yang nilainya masih di bawah

rata-rata.

8) Penggunaan Media dalam Mata Pelajaran Matematika

Pada proses pembelajaran mata pelajaran matematika

guru tidak selalu membawa media, hanya materi tertentu saja

yang mengharuskan guru menggunakan media, media yang

dipakai dengan mengambil benda-benda yang ada di sekitar

kelasnya. Melalui penggunaan media siswa dapat menerima

materi dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak

AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut

bapak AWB media pembelajaran yang digunakan pada saat

tertentu saja atau ketika keadaan yang memang

mengharuskan guru menggunakan media, media yang biasa

di pakai menggunakan proyektor dan power point/

menampilkan gambar-gambar terkait materi yang dipelajari,

karena bagaimanapun juga dengan menggunakan media

siswa dapat siswa dapat menerima materi dengan baik. Hal

serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III,

wawancara 10 April 2018), menurut ibu M penggunaan media

pembelajaran yang digunakan pada saat tertentu saja, media

yang biasa digunakan ialah media yang mudah ditemui dalam

lingkungan sekitar atau ruang lingkup kelasnya. Siswa dapat

mengamati langsung bentuk, serta ukurannya dengan benda-

107
benda yang nyata tersebut. Dengan menggunakan media

tersebut siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya.

c. Wawancara Siswa

3) Konsentrasi Belajar dengan Keadaan Tubuh yang Kurang

Sehat

Pada saat pelaksanaan pembelajaran keadaan fisik

menjadi salah satu faktor yang membuat siswa bersemangat

dalam belajar, kondisi badan yang kurang sehat membuat

siswa menjadi tidak konsentrasi dalam belajar, serta siswa

merasa lelah, dan mengantuk sehingga materi pelajaran yang

dijelaskan oleh guru tidak sampai pada pemahaman siswa.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR,

BM, dan JDZ (siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018)

menurut siswa jika tubuh dalam keadaan kurang sehat

mereka menjadi tidak konsentrasi, sehingga siswa mengalami

pusing, lelah dan mudah mengantuk. Hal serupa juga

disampaikan oleh SDA, KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas

IV, wawancara 5 dan 6 April 2018) menurut siswa belajar

dalam keadaan kurang sehat membuat siswa tidak

konsentrasi, mudah lelah dan mengantuk ketika guru

menjelaskan materi. Menyebabkan siswa tidak dapat

memahami materi yang diajarkan oleh guru dengan baik.

108
4) Rasa Semangat dan Tidak Semangat Siswa dalam

Pelajaran Matematika

Siswa merasa semangat karena ada materi matematika

tertentu yang menurutnya mudah, dan siswa merasa tidak

semangat ketika siswa sulit dalam menghitung materi dalam

mata pelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ (siswa kelas III,

wawancara 2 dan 6 April 2018) dan menurut SDA, KAR, RRH,

SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6 April 2018)

menurut siswa yang membuat siswa merasa semangat dalam

belajar matematika adalah ketika ada materi yang menurut

siswa mudah, serta adanya penggunaan media dalam belajar

matematika. Siswa merasa tidak semangat dalam matematika

ketika siswa tidak mengerti cara mengerjakan dan menghitung

dalam matematika.

d. Dokumentasi

Gambar 4.5 Gambar 4.6


Penggunaan Media Pembelajaran Siswa Malu Bertanya

109
Gambar 4.7 Gambar 4.8
Pengulangan Materi Bahan Ajar

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi sesuai dengan aspek faktor penyebab kesulitan

belajar, hasilnya yaitu ketika pada proses pembelajaran siswa

kurang bersemangat terhadap materi, malu untuk bertanya kepada

gurunya, karena takut jika gurunya marah karena bertanya terus-

menerus. Faktor lainnya yaitu karena hubungan antara orang tua

dan anak yang kurang komunikatif, selain itu penggunaan media

yang kurang variatif menjadi faktor penyebab kesulitan belajar

siswa. Persiapan yang dilakukan guru sebelum mengajar yaitu,

guru membaca dan menyiapkan materi, menyiapkan RPP,

membuat media pembelajaran serta memilih metode yang sesuai

dengan mata pelajaran yang akan diajarkan Tindakan yang

dilakukan guru yaitu, mengadakan remedial, pengayaan dan belajar

tambahan.

110
3. Kompetensi Guru

a. Observasi

Guru sangat berperan penting dalam suksesnya sebuah

pembelajaran, hal ini terkait dengan kemampuan guru dalam

pelaksanaan pekerjaan, baik berupa kegiatan, perilaku, dan hasil

yang ditunjukkan melalui proses pembelajaran. Empat

kompetensi guru sangat berperan penting sebagai acuan

seorang guru, diantaranya yaitu, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi

profesional. Penerapan kompetensi kepribadian yaitu, guru

memberikan teladan dan melakukan pembiasaan kepada siswa

untuk selalu tertib dan berdoa. Kompetensi sosial, guru dapat

berkomunikasi dengan baik dengan siswa, sesama guru, orang

tua, maupun lingkungan masyarakat sekolah.

Kompetensi pedagogik, guru memahami peserta didik

dengan baik, guru mengetahui karakter setiap siswanya,

sehingga ketika siswa mengalami kesulitan guru mengatasinya

dengan cara tersendiri. Kompetensi profesional, guru yang

profesional guru yang menguasai bidang studi, baik dari sisi

keilmuan maupun kependidikan, penerapan guru di kelas guru

memahami materi yang diajarkan dengan baik, pembelajaran di

kelas juga mengajarkan agar siswa untuk selalu bertanggung

jawab dan disiplin terhadap hal-hal yang dilakukan.

111
b. Wawancara Guru

9) Menanamkan Pendidikan Karakter Kepada Siswa

Menanamkan pendidikan karakter upaya yang guru

lakukan ialah memberikan motivasi, berdoa secara bersama,

membiasakan hidup tertib, teratur dan bertanggung jawab

dengan sistem belajar kelompok. Dengan hal-hal demikian

siswa dapat terbiasa dalam kehidupan sehari-hari untuk

melakukan kegiatan positif tersebut. Hal ini sesuai dengan

pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April

2018), menurut bapak AWB memberikan pembiasaan untuk

berdoa, tertib ketika memasuki kelas, bertanggung jawab atas

tugas dan kelompoknya, peduli antar sesama dan selalu

memberikan motivasi agar siswa semangat dalam belajar. Hal

serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III,

wawancara 10 April 2018), menurut ibu M menanamkan

pendidikan karakter kepada siswa dilakukan dengan cara

memberikan motivasi agar siswa giat dalam belajar, berdoa,

dan melaksanakan sholat secara berjamaah. Dengan hal-hal

demikian siswa dapat terbiasa dalam kehidupan sehari-hari

untuk melakukan kegiatan positif tersebut dan dapat terlihat

pula karakter setiap siswa.

112
10) Cara Guru dalam Mengatasi Kelas yang Bising

Cara guru dalam mengatasi kelas yang bising guru

menggunakan metode tersendiri, menegur, penggunaan yel-

yel agar siswa lebih semangat. Dengan hal tersebut siswa

akan diam dan mengerjakan tugas dengan baik. Hal ini sesuai

dengan pernyataan bapak AWB (Guru kelas IV, wawancara

10 April 2018), menurut bapak AWB hal yang dilakukan dalam

mengatasi kelas yang bising yaitu dengan menegur siswa,

memberikan pengertian bahwa ketika siswa berisik maka akan

mengganggu kelas lain, lalu memberikan tugas dengan

pemberian tugas siswa akan tenang dan mengerjakan soal

tersebut. Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas

III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu M cara mengatasi

siswa yang bising dilakukan dengan cara memberikan

teguran, menyanyikan yel-yel atau nyanyian sehingga

membuat siswa semangat, siswa akan diam dan fokus

kembali kepada pelajarannya.

11) Metode Pembelajaran dalam Mata Pelajaran Matematika

Metode merupakan cara guru dalam menyampaikan

sebuah materi, metode yang digunakan sesuai dengan tingkat

kebutuhan siswa ketika di kelas, dalam mata pelajaran

matematika metode yang sering digunakan ialah, metode

demonstrasi, tanya jawab, pemberian tugas serta catatan

113
materi matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak

AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut

bapak AWB metode yang sering digunakan dalam mata

pelajaran matematika ialah, metode demonstrasi siswa

membuat produk dan melihatkan hasilnya kepada teman-

temannya di depan kelas, tanya jawab, pemberian tugas dan

catatan dengan metode ini guru mengetahui sejauh mana

pemahaman siswa terhadap materi matematika. Hal serupa

juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III, wawancara 10

April 2018), menurut ibu M metode yang digunakan dalam

mata pelajaran matematika ialah, metode demonstrasi, tanya

jawab dan memberikan contoh benda-benda yang ada di

sekitar kelas,lalu siswa menceritakan benda tersebut di depan

kelas.

12) Pemberian Penilaian terhadap Siswa

Pemberian penilaian guru tidak hanya menekankan dan

menilai hanya pada satu aspek saja, akan tetapi guru

memberikan penilaian berdasarkan aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik (keterampilan). Dalam pembelajaran di kelas hal

ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh bapak AWB (Guru

kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut bapak AWB

dalam memberikan penilaian guru melihat aspek-aspek

spiritual, pengetahuan, sosial dan keterampilan. Kurikulum

114
2013 menekankan penilaian berdasarkan keempat aspek

tersebut karena yang lebih diutamakan adalah pendidikan

karakter. Hal serupa juga disampaikan oleh ibu M (Guru kelas

III, wawancara 10 April 2018), menurut ibu M dalam

memberikan penilaian guru melihat dari aspek pengetahuan

atau kognitif (tugas, PR, ulangan), afektif (sikap, keagamaan,

moral), psikomotorik (praktik dan keterampilan). Sehingga

dalam melakukan penilaian dengan melihat secara

keseluruhan potensi siswa.

13) Lulusan Pendidikan

Lulusan yang sesuai dalam bidangnya dan memliki

sertifikat pendidikan profesi guru merupakan salah satu syarat

sebagai seorang guru yang profesional, karena pekerjaan

yang dikerjakan sesuai dengan bidang yang ditempuh dapat

terlaksana dengan baik, baik dalam mengajar, mendidik,

membimbing. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak AWB

(Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018) dan ibu M (Guru

kelas III, wawancara 10 April 2018) menurut bapak AWB dan

ibu M pendidikan yang ditempuh sudah sejalan dengan tugas

yang diemban untuk program studi bidang sekolah dasar, guru

sudah linear yakni jurusan PGSD.

115
14) Kompetensi Guru

Kompetensi guru diartikan sebagai konsep yang harus

dimiliki guru terkait dengan bidangnya, serta kemampuan guru

dalam mengembangkan metode mengajar, kemampuan

mendidik siswa, memberikan tauladan yang baik, serta dapat

mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan dengan

baik. Kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru

yaitu, kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan

sosial. Guru yang memiliki kompetensi tersebut merupakan

guru yang kompeten dalam bidangnya.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh bapak

AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut

bapak AWB kompetensi berarti suatu konsep yang harus

dimiliki guru terkait dengan bidangnya. Hal ini berarti bahwa

semua hal yang harus dimiliki, dan dipenuhi oleh guru yang

berkaitan dengan kegiatan belajar dan mengajar demi

perkembangan peserta didik. Hal serupa juga disampaikan

oleh ibu M (Guru kelas III, wawancara 10 April 2018), menurut

ibu M kompetensi ialah kemampuan guru dalam

mengembangkan metode mengajar, teknologi dan ilmu

pengetahuan dengan baik.

116
15) Cara Mengatasi Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar

Matematika

Cara guru dalam mengatasi siswa yang mengalami

kesulitan belajar setiap guru memiliki cara tersendiri dalam

menangani siswanya yang mengalami kesulitan belajar. Cara

guru profesional dalam mengatasi kesulitan belajar

matematika siswa yaitu, memberikan motivasi kepada siswa,

melakukan pemanggilan orang tua dan memecahkan

permasalahan secara bersama-sama, menerapkan konsep

jarimatika, cara berhitung cepat, melakukan pendalaman

materi yang lebih kepada siswa.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh bapak

AWB (Guru kelas IV, wawancara 10 April 2018), menurut

bapak AWB cara mengatasi kesulitan belajar matematika

siswa yaitu, dengan memberikan penguatan motivasi kepada

siswa, agar siswa bisa menjadi lebih baik, pihak sekolah

melakukan pemanggilan orang tua, melakukan konsultasi dan

memberikan saran agar siswa diberikan pendampingan

belajar terkait siswa yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini

dilakukan agar siswa bisa menjadi lebih baik lagi belajarnya,

menerapkan konsep jarimatika agar siswa bisa berhitung

dengan baik, cara berhitung cepat. Hal serupa juga

disampaikan oleh ibu M (Guru kelas III, wawancara 10 April

117
2018), menurut ibu M cara guru dalam mengatasi kesulitan

belajar yaitu, dengan melakukan pendalaman materi yang

lebih kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar

matematika, memanggil orang tuanya dan berkonsultasi

mengenai kesulitan belajarnya kepada orang tua.

c. Wawancara Siswa

5) Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Materi Pelajaran di

Rumah

Peran orang tua dalam mengajarkan materi pelajaran di

rumah masih kurang, karena orang tua siswa yang sibuk

bekerja, pendidikan dari orang tua yang rendah, sehingga

dalam mengerjakan tugas siswa mengerjakannya secara

mandiri dan terkadang diajarkan oleh saudaranya. Kurangnya

peran orang tua dalam pendidikan anaknya, membuat siswa

merasa kurang diperhatikan. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ (siswa kelas III,

wawancara 2 dan 6 April 2018) menurut siswa orang tua di

rumah terlalu sibuk dengan pekerjaan, hubungan orang tua

yang tidak harmonis, sehingga waktu yang dihabiskan siswa

dengan keluarga menjadi kurang efektif, siswa sering belajar

bersama kaka dan tetangganya, bahkan siswa belajar secara

mandiri. Tanpa pantauan orang tua segala kesulitan yang

dialami siswa menjadi tidak teratasi karena kesibukan orang

118
tuanya. Hal serupa juga disampaikan oleh SDA, KAR, RRH,

SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6 April 2018)

menurut siswa orang tua yang bekerja, tidak tahu terhadap

materi karena pendidikan yang rendah, sehingga materi-

materi yang siswa kurang pahami tidak dapat diajarkan oleh

orang tua.

6) Kondisi Pembelajaran pada Siang Hari

Pelaksanaan jam belajar sekolah pada siang hari

menyebabkan siswa merasa terganggu, siswa mudah lelah

dan selain itu suara berisik kendaraan dan teman membuat

siswa menjadi kurang fokus dalam belajarnya. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ

(siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018) dan menurut

SDA, KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5

dan 6 April 2018) menurut siswa belajar pada siang hari

membuat siswa tidak fokus dalam belajarnya, teman yang

suka mengganggu di kelas, serta suara bising jalan raya yang

terletak di sekitar area sekolah menyebabkan siswa merasa

terganggu sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif dan

efisien.

7) Materi Mata Pelajaran Matematika Sulit Menurut Siswa

Materi yang menurut siswa sulit dalam mata pelajaran

matematika terdapat pada materi perkalian, pembagian,

119
menghitung luas dan keliling bangun datar, serta kekeliruan

dalam penghitungan perkalian dan pembagian. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ

(siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018) menurut siswa

materi mata pelajaran yang sulit ialah, materi pembagian,

perkalian menurun dan terkadang kesalahan konsep dalam

menghitung perkalian, siswa sering kali menghitung dengan

cara menjumlahkannya bukan mengalikannya, selain itu

mengukur sudut pada bangun datar, menghitung luas dan

keliling bangun datar. Hal serupa juga disampaikan oleh SDA,

KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6

April 2018) menurut siswa materi mata pelajaran yang sulit

menurut siswa yaitu, perkalian, cara mengubah bilangan

desimal, diagram lingkaran, dan pembagian siswa masih

merasa bingung dalam cara menghitungnya.

8) Keberanian Siswa dalam Bertanya kepada Guru

Keberanian siswa dalam bertanya kepada guru hanya

sebagian siswa saja, ketika siswa merasa kesulitan ada siswa

yang berani bertanya ada pula siswa yang tidak berani

bertanya, dikarenakan siswa malu untuk bertanya kepada

gurunya, serta takut bertanya ketika tidak paham lagi, akan

tetapi guru paham akan karakter siswanya sehingga guru

menjelaskan kembali materi yang menurut siswa sulit. Hal ini

120
sesuai dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan

JDZ (siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018) dan SDA,

KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6

April 2018) menurut siswa ketika siswa merasa sulit akan

bertanya kepada guru, setelah siswa bertanya respon yang

diberikan oleh guru ialah menjawab, menjelaskan kembali

materi yang menurut siswa sulit, guru juga memberikan siswa

kesempatan untuk maju dan mengisi soal yang guru berikan

agar siswa memahami materi dengan baik.

9) Media Pembelajaran yang digunakan Guru

Pada saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran guru

jarang menggunakan media, hanya materi tertentu guru

menggunakan media pembelajaran. Kurangnya media

pembelajaran membuat siswa mengalami kesulitan dalam

belajar, karena dengan menggunakan media pembelajaran

siswa dapat memahami materi dengan baik. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ

(siswa kelas III, wawancara 2 dan 6 April 2018) dan SDA,

KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara 5 dan 6

April 2018) menurut siswa guru tidak selalu menggunakan

media dalam pembelajaran, hanya materi tertentu saja media

yang digunakan guru, media yang biasa digunakan guru

berdasarkan benda-benda yang ada di sekitar kelas, selain itu

121
penggunaan proyektor, dan benda-benda bangun ruang dan

bangun datar.

10) Aktivitas Siswa Bersama Teman-Teman di Rumah

Lingkungan merupakan sarana bagi siswa dalam

bersosialisasi, siswa di rumah pasti memiliki teman bermain

akan tetapi ada teman yang membawa dampak positif ada

pula yang membawa dampak negatif, akan tetapi siswa

diharapkan dapat menyesuaikan diri terhadap kondisi

lingkungan yang ada rumahnya. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh RN, SN, GR, BM, dan JDZ (siswa kelas III,

wawancara 2 dan 6 April 2018) menurut siswa teman-teman

yang ada di sekitar rumahnya lebih sering mengajar untuk

bermain, akan tetapi bermain yang masih dalam batas wajar,

kadang kala siswa juga belajar dengan teman sebayanya.

Selama masih membawa dampak positif itu tidak masalah,

karena anak sekolah dasar memang masanya untuk bermain,

berbagi cerita dan bercanda. Hal serupa juga disampaikan

oleh SDA, KAR, RRH, SO dan AS (siswa kelas IV, wawancara

5 dan 6 April 2018) menurut siswa aktivitas siswa yang sering

dilakukan bersama teman-teman di rumah ialah bermain,

karena bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan

bagi siswa dengan bermain segala beban yang ada dapat

122
terlepaskan, akan tetapi terkadang siswa juga belajar bersama

teman yang ada di rumahnya.

d. Dokumentasi

Gambar 4.9 Gambar 4.10


Pembiasaan Tertib Masuk Kelas Belajar Kelompok

Gambar 4.11 Gambar 4.12


Sertifikat Pendidik Ijazah Guru

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi sesuai dengan aspek kompetensi guru hasilnya

yaitu, guru membiasakan siswa untuk hidup disiplin dengan

membiasakan siswa untuk berbaris tertib sebelum masuk ke

dalam kelas, ketika di dalam kelas jika ada siswa yang berisik

akan mendapat teguran dan sanksi tersendiri. Metode yang

sering digunakan guru dalam pembelajaran ialah ceramah, tanya

123
jawab, dsikusi dan belajar kelompok. Dengan metode tersebut

guru dapat menilai aspek sikap melalui kerjasama dalam

kelompok, disiplin, tanggung jawab dll. Aspek pengetahuan

dinilai melalui tugas, latihan dan ulangan harian. Guru kelas ini

sudah memiliki sertifikat pendidik yang diperoleh melalui

pendidikan profesi guru dengan jurusan pendidikan yang sudah

linear. Cara guru mengatasi kesulitan belajar matematika

memberikan motivasi kepada siswa, melakukan pemanggilan

orang tua dan memecahkan permasalahan secara bersama-

sama, menerapkan konsep jarimatika, cara berhitung cepat,

melakukan pendalaman materi yang lebih kepada siswa.

C. Interpretasi Hasil Penelitian

Interpretasi data yang dimaksud adalah hasil akhir dari

analisis data yang didapatkan selama penulis melakukan penelitian di

lapangan, kemudian data tersebut ditafsirkan dengan interprestasi

data, implementasi profesionalisme guru dalam mengatasi kesulitan

belajar siswa dilakukan dengan cara guru mengetahui dan memahami

kesulitan belajar matematika siswa, guru melakukan diagnosis

kesulitan belajar pada mata pelajaran matematika siswa, guru

mengetahui faktor penyebab yang dialami siswa dalam belajar

matematika. Berdasarkan hasil penelitian guru mengetahui dan

124
memahami kesulitan belajar matematika siswa, hal ini dilakukan guru

dengan cara melihat nilai, latihan, tugas rumah, dan ulangan harian.

Penerimaan informasi kemampuan masing-masing siswa

dalam belajar memang berbeda-beda. Terdapat siswa yang mudah

dalam menangkap dan memahami materi pembelajaran, namun tak

sedikit pula siswa yang membutuhkan waktu ataupun usaha ekstra

agar dapat mengerti dengan baik dan mampu mengingat apa yang

sedang ataupun telah dipelajari. Hal ini dapat terjadi karena

kemampuan intelektual masing-masing siswa yang berbeda-beda,

bukan hanya antar siswa saja bahkan kemampuan intelektual seorang

siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran berbeda dengan

kemampuan mempelajari materi atau mata pelajaran lainnya. Dengan

perbedaan dan keterbatasan kemampuan intelektual siswa dalam

belajar tentu dapat menghambat proses belajar mengajar yang

dilakukan.

1. Hambatan dalam Belajar

Hambatan serta keterbatasan kemampuan intelektual siswa

ini dapat mengakibatkan siswa kesulitan dalam belajar.

Keterbatasan dan hambatan yang terkait kemampuan intelektual

peserta didik atau siswa ini merupakan aspek alami atau natural

yang tidak dapat dihindari. Siswa kesulitan dalam pemahaman

terhadap proses pengelompokan bilangan. Hal tersebut sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Reid dalam buku Jamaris

125
(2014) menurut Reid karakteristik anak yang mengalami kesulitan

belajar matematika ditandai oleh ketidakmampuannya dalam

memecahkan masalah yang berkaitan dengan aspek-aspek

berikut ini: 1. Mengalami kesulitan dalam pemahaman terhadap

proses pengelompokan. 2. Mengalami kesulitan dalam

menempatkan satuan, puluhan, ratusan, ribuan, dalam operasi

hitung (menambah dan mengurang). 3. Kesulitan dalam persepsi

visual dan persepsi auditori.

2. Kekeliruan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika

Selain itu dalam mata pelajaran matematika banyak terjadi

kekeliruan siswa dalam perhitungan matematika, siswa dalam

menghitung perkalian secara menurun terkadang menghitungnya

dengan cara dijumlahkan, dan menulis hasil dari perkalian dengan

satu baris yang sama. Materi pembagian kurung pun sama siswa

mengalami kesulitan dalam menghitung pembagian, siswa

menuliskan hasil pembagain pada baris yang berada di bawah

angka yang dibagi bukan menuliskan di atas baris yang sudah

disiapkan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Lerner yang dikutip oleh Abdurrahman (1999), menurut

pendapatnya tersebut Beberapa kekeliruan umum menurut

Lerner dalam buku Abdurrahman (1999) yaitu: 1. Kekurangan

Pemahaman Terhadap Simbol, Nilai Tempat, 2. Ada anak yang

belum memahami nilai tempat seperti, satuan, puluhan, ratusan,

126
ribuan dan seterusnya. Ketidakpahaman tentang nilai tempat akan

semakin mempersulit anak jika kepada mereka dihadapkan pada

lambang bilangan basis bukan sepuluh, 3. Penggunaan Proses

yang Keliru, 4. Kekeliruan dalam penggunaan proses

penghitungan dapat dilihat pada contoh berikut ini: a.

Mempertukarkan simbol-simbol, b. jumlah satuan dan puluhan

ditulis tanpa memperhatikan nilai tempat, c. semua digit

ditambahkan bersama (alogaritma yang keliru dan tidak

memperhatikan nilai tempat), d. digit ditambahkan dari kiri ke

kanan tidak memperhatikan nilai tempat, e. dalam menjumlahkan

puluhan digabungkan dengan satuan, f. bilangan yang besar

dikurangi bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat,

g. bilangan yang telah dipinjam nilainya tetap.

3. Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa

Guru melakukan diagnosis siswa dalam belajar kegiatan

mendiagnosis guru melakukan tes-tes berupa tanya jawab materi

yang berkaitan matematika, kegiatan latihan soal-soal

matematika. Berdasarkan hasil tes tersebut terlihat bahwa siswa

yang mendapatkan nilai dibawah KKM tidak dapat memahami

dengan baik materi yang diajarkan gurunya, siswa yang selalu

berisik dan mengganggu teman ketika belajar lalu dilihat hasil

nilainya masih dibawah rata-rata, siswa tidak bisa mengerjakan

materi matematika dengan baik dikarenakan siswa tidak

127
memahami materi dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadinya penyimpangan siswa dalam belajar, siswa tidak

mencapai ukuran tingkat keberhasilan dan penguasaan minimal

dalam pelajaran matematika. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut, berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Burton dalam

buku Makmum (2009) menurut teori tersebut seorang siswa dapat

diduga mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan

menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan

belajarnya. Kegagalan dalam belajar didefinisikan oleh Burton

sebagai berikut: 1. siswa dikatakan gagal apabila dalam batas

waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat

keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam pelajaran

tertentu, 2. siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak

dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya

(berdasarkan tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat), 3. siswa

dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat

mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian

sosial sesuai dengan pola organismiknya pada perkembangan

fase tertentu, 4. siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan

tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan

sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran

berikutnya.

128
4. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Siswa yang mengalami kesulitan belajar khususnya dalam

mata pelajaran matematika disebabkan oleh banyak faktor.

Berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan bahwa dalam

kegiatan pembelajaran, proses yang dicapai oleh siswa terkadang

tidak selalu berjalan mulus sesuai yang diharapkan oleh guru.

Dalam pelajaran matematika siswa banyak mengalami kesulitan

dalam menerima, memahami dan mengelola informasi tentang

matematika, hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor,

diantaranya yaitu:

a. Faktor siswa meliputi intelektual, intelektual siswa dalam

menerima informasi memang berbeda-beda, kemampuan

intelektual rendah mengakibatkan siswa sulit dalam menerima

pelajaran yang ada di sekolah khususnya matematika, dan

sebaliknya jika kemampuan intelektual siswa tinggi siswa akan

mudah menerima pelajaran yang ada di sekolah, kondisi dan

kesehatan tubuh siswa, siswa yang dalam keadaan tubuh

kurang sehat akan merasakan lelah dan mudah mengantuk

sehingga pembelajaran menjadi tidak maksimal, minat dan

motivasi siswa terhadap pelajaran matematika menjadi faktor

yang sangat berpengaruh dalam belajar, siswa yang kurang

berminat dalam matematika akan mudah menyerah ketika ia

sulit dalam mengerjakan persoalan matematika.

129
b. Faktor keluarga merupakan bimbingan pendidikan yang paling

utama di rumah, di dalam keluarga pembentukan karakter

siswa ditanamkan, baik dalam bersikap, dan berprilaku. Akan

tetapi faktor keluarga juga dapat menyebabkan siswa

mengalami kesulitan dalam belajarnya. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan, penulis mendapatkan hasil bahwa

orang tua siswa yang sibuk bekerja mengakibatkan belajar

siswa menjadi tidak terkontrol, sehingga segala kesulitan

materi pelajaran orang tua tidak dapat membantu siswa

dengan baik. Hubungan antara ayah dan ibu yang tidak

harmonis membuat siswa merasa terbebani, sehingga ketika

di sekolah siswa menjadi anak yang introvert, murung dan

merasa kesepian mengakibatkan pembelajaran di kelas tidak

dapat memahami dengan baik. Kurangnya komunikasi antara

orang tua dan siswa, sehingga siswa tidak dapat

menceritakan segala kesulitan yang dialami kepada orang

tuanya.

c. Faktor masyarakat, masyarakat merupakan lingkup pergaulan

siswa di rumah. Masyarakat menjadi salah satu penyebab

siswa sulit dalam belajar. Keadaan masyarakat yang baik

akan memberikan rasa aman dan nyaman ketika siswa di

rumah, akan tetapi lingkungan yang tidak baik, brutal dan

membawa dampak negatif membuat siswa merasa tidak aman

130
dan nyaman, sehingga siswa akan mengalami tekanan dan

sulit untuk mengerjakan segala sesuatunya. Selain itu teman

bergaul, teman yang selalu mengejek, melakukan bullying

mengakibatkan siswa merasa kecil hati dan minder, sehingga

dalam belajar pun tidak fokus.

d. Faktor sekolah, sekolah merupakan sarana pendidikan formal

siswa untuk menimba ilmu, melatih keterampilan serta bakat

siswa dibawah pengawasan guru. Akan tetapi sekolah juga

menjadi faktor penyebab kesulitan siswa dalam belajar.

Kesulitan belajar yang dialami siswa dari faktor waktu belajar

sekolah pada siang hari, membuat siswa mudah lelah,

mengantuk dan kurang konsentrasinya, media pembelajaran

kurang memadai sehingga pemahaman siswa akan materi

pelajaran rendah, metode guru dalam mengajar sangat

mempengaruhi siswa dalam belajar.

Hal tersebut sesuai dengan teori dalam buku Dalyono

(2005) dalam teori tersebut mengelompokkan faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar digolongkan ke dalam dua

golongan yaitu: 1. Faktor internal, terdiri atas faktor fisik, faktor

fisik meliputi keadaan dan kesehatan tubuh dan psikologis

siswa, meliputi intelegensi, bakat, minat, motivasi, dan tipe-

tipe belajar siswa 2. Faktor Eksternal, terdiri atas keluarga,

sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga meliputi, cara

131
mendidik anak, hubungan orang tua dan anak, suasana

rumah/ keluarga, keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah

meliputi, guru, alat, gedung, kurikulum, waktu sekolah dan

kedisiplinan. Faktor masyarakat meliputi, teman bergaul,

lingkungan tetangga, aktivitas dalam masyarakat.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa implementasi

profesionalisme guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa

dapat teratasi dengan baik melalui kegiatan diagnosis, dan

mengetahui faktor penyebab kesulitan belajar. Selain itu guru

juga melakukan pendalaman materi kepada siswa yang hasil

belajarnya rendah, memberikan latihan-latihan dan tugas

tambahan, memberikan motivasi kepada siswa, agar siswa

bersemangat dalam belajarnya. Guru menerapkan metode

pembelajaran demonstrasi dan latihan, metode ini dilakukan

agar siswa dapat memahami materi yang diberikan guru

dengan baik. Guru juga melakukan kegiatan bimbingan

dengan orang tua siswa, agar terjalinnya komunikasi dan bisa

bekerja sama mendidik siswa, agar siswa menjadi lebih baik

dalam segi intelektual, afektif dan keterampilan siswa.

132
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan analisis data yang

dilakukan mengenai strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar

matematika siswa di SDN Grogol Utara 04 Petang, Jakarta Selatan.

Hal yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan belajar

matematika yang dialami siswa yaitu dengan: Guru mengetahui dan

melakukan diagnosis kesulitan belajar pada mata pelajaran

matematika siswa, mengetahui dan menganalisis faktor penyebab

kesulitan belajar siswa, dan melakukan pendampingan belajar

tambahan dalam pelajaran matematika. Kegiatan mendiagnosis guru

melakukan tes-tes berupa tanya jawab materi yang berkaitan

matematika, kegiatan latihan soal-soal matematika, dan praktik

matematika berdasarkan apa yang ia lihat dan rasakan dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan tes tersebut guru dapat

mengetahui tingkat kesulitan serta materi-materi yang kurang

dipahami oleh siswa. Berdasarkan hasil diagnosis yang dilaksanakan,

kesulitan belajar yang dialami siswa dalam mata pelajaran matematika

terletak pada materi pokok perkalian, pembagian, dan pecahan.

Guru melakukan analisis faktor penyebab dari kesulitan

belajar siswa. Faktor penyebab yang dialami siswa terletak pada

ruang lingkup keluarga, masyarakat, dan sekolah. Faktor keluarga,

133
133
orang tua yang sibuk bekerja, menyebabkan kurangnya komunikasi

antara siswa dan orang tuanya sehingga siswa merasa tidak

diperhatikan oleh orang tuanya, pendidikan orang tua yang rendah,

akibatnya jika siswa mengalami kesulitan belajar orang tua tidak dapat

membantu dalam mengerjakan tugasnya, hubungan yang kurang

harmonis antara ibu dan ayahnya di rumah (broken home) hal ini

menyebabkan keresahan dan menjadi beban pikiran siswa yang

berakibat pada hasil belajar siswa yang menjadi tidak maksimal.

Faktor masyarakat, lingkungan masyarakan menjadi salah satu faktor

penyebab siswa merasa sulit dalam belajar, teman yang membawa

dampak negatif seperti suka bullying, mengejek membuat siswa

merasa down dan tidak semangat dalam belajarnya, selain itu kondisi

lingkungan tetangga yang kurang baik membuat siswa merasa tidak

nyaman.

Faktor sekolah, sekolah pada siang hari mengakibatkan

siswa merasa lelah dan mudah mengantuk ketika belajar, sehingga

materi yang disampaikan oleh guru tidak sepenuhnya masuk ke dalam

otak, kurangnya media pembelajaran, faktor teman sebaya yang

selalu mengganggu dan berisik ketika di kelas sehingga siswa tidak

dapat bekonsentrasi dengan baik. Strategi yang dilakukan guru dalam

mengatasi kesulitan belajar matematika dan faktor-faktor

penyebabnya ialah guru melakukan pendalaman materi atau

pendampingan belajar tambahan kepada siswa yang hasil belajarnya

134
rendah, memberikan latihan-latihan dan tugas tambahan, memberikan

motivasi kepada siswa, menerapkan metode pembelajaran

demonstrasi, serta melakukan kegiatan pertemuan dengan orang tua.

Dengan hal demikian siswa yang mengalami kesulitan belajar

matematika dapat teratasi dengan baik.

B. Saran

Pada saat pelaksanaan pembelajaran pasti terdapat kekurangan dan

kelebihannya. Maka dari itu peneliti mengemukakan hal-hal yang

dapat dilakukan pihak sekolah, guru, serta siswa agar pembelajaran di

sekolah dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang

diharapkan.

1. Bagi sekolah

Pada proses pembelajaran, sarana prasarana sangat

dibutuhkan. Oleh karena itu sekolah harus mengetahui dan

memfasilitasi kebutuhan yang dibutuhkan guru dan siswa sebagai

pendukung pembelajaran.

2. Bagi guru

Sudah seharusnya dalam pembelajaran, guru harus

mempersiapkan RPP agar lebih terlihat kesiapan mengajarnya,

guru harus lebih bisa menarik siswa agar minat belajar siswa tinggi,

caranya dengan memperhatikan metode, media dan sumber

pembelajaran yang variatif. Guru harus lebih tegas dalam

135
menghadapi siswa yang mengganggu proses pembelajaran, guru

hendaknya memperhatikan kondisi dan perkembangan kesehatan

fisik dan mental siswa, membantu pengembangan sifat-sifat positif

pada diri siswa seperti rasa percaya diri dan saling menghormati,

memperbaiki kondisi dan terus menerus memberikan motivasi pada

siswa, menciptakan kesempatan belajar yang lebih baik bagi siswa,

memberikan pendalaman materi sebanyak mungkin. Selain itu guru

dapat memilih solusi yang baik dan sesuai kebutuhan dalam

mengatasi kemampuan intelektual siswa, dalam belajar guru harus

mampu meningkatkan kemampuan intelektual siswa dalam belajar

sehingga siswa dapat belajar dengan cepat. Akan lebih baik lagi

jika dapat meningkatkan kemampuan intelektual peserta didik

secara keseluruhan sehingga tidak ada siswa tertinggal dari siswa

lainnya dalam hal memahami materi pembelajaran.

3. Bagi siswa

Siswa harus lebih menghargai apapun yang disampaikan dan cara

guru menyampaikan materi dengan cara memperhatikan dan

melaksanakan apa yang ditugaskan guru, siswa harus lebih aktif

dalam bertanya, sehingga segala kesulitan/ hambatan dapat

diselesaikan dengan baik, siswa mengulas kembali materi yang

telah diajarkan oleh guru di rumah dengan bimbingan orang tua.

136
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

____________________ 2012. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Akhyak, 2005. Profil Pendidikan Sukses. Surabaya: Elkaf.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dalyono. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Daradjat, Zakiah. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Surabaya: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Heruman. 2016. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Irham, Muhammad dan Novan Ardy Wiyani. 2015. Psikologi Pendidikan


Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar
Ruzz Media.

Jamaris, Martini. 2014. Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen dan Cara


Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia.

Jihad, Asep dan Suyanto. 2013. Menjadi Guru Profesional. Jakarta:


Esensi Erlangga Group.

Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lamatenggo, Nina dan Hamzah. 2016: Tugas Guru dalam Pembelajaran


Aspek yang Mempengaruhi. Jakarta: Bumi Aksara.

Makmum, Abin Syamsuddin. 2012. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT.


Remaja Rosda Karya.

Mulyasa. 2013. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran


Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

137
137
_________ 2007. Standar Kompetensi Guru dan Sertifikasi Guru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Priansa, Donni Juni. 2014. Kinerja dan Profesionalisme Guru. Bandung:


Alfabeta.

Ramayulis. 2013. Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

_________ 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2011. Metode Penelitian Pendidikan.


Bandung: Anggota Ikapi.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Guru Profesional Pedoman Kinerja,


Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenada Media Group.

Usman, Moch Uzer. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

138
Lampiran 1

Permohonan Pembimbing

139
Lampiran 2

Kartu Menyaksikan Ujian Skripsi

140
Lampiran 3

Surat Keterangan Komprehensif

141
Lampiran 4

Kartu Bimbingan Skripsi

142
Lampiran 5

143
Surat Permohonan Penelitian

144
ampiran 6

Surat Keterangan Penelitian

145
Lampiran 7

Rekap Nilai Kelas III

146
Lampiran 8

Rekap Nilai Kelas IV

147
148
149
150
Lampiran 9

Profil Sekolah

151
152
ampiran 10

Data Statistika Guru

153
154
Lampiran 11

Data Statistika Siswa

155
Lampiran 12

Foto Kegiatan Pembelajaran

Gambar 1.1 Siswa baris di depan kelas Gambar 1.2 Guru kelas IV menuliskan materi
sebelum memulai pelajaran yang akan dipelajari

Gambar 1.3 Guru kelas IV menjelaskan materi Gambar 1.4 Siswa mengerjakan soal yang
diberikan guru
Lampiran 13

Gambar 1.5 Guru kelas III menjelaskan materi Gambar 1.6 Siswa mengerjakan soal yang
diberikan guru
156
Foto Kegiatan Wawancara

Gambar 1.7 Wawancara guru kelas III Gambar 1.8 Wawancara guru kelas IV

Gambar 1.9 Wawancara siswa kelas III Gambar 2.0 Wawancara siswa kelas III

Gambar 2.1 Wawancara siswa kelas III Gambar 2.2 Wawancara siswa kelas III

157
Gambar 2.3 Wawancara siswa kelas III Gambar 2.4 Wawancara siswa kelas IV

Gambar 2.5 Wawancara siswa kelas IV Gambar 2.6 Wawancara siswa kelas IV

Gambar 2.7 Wawancara siswa kelas IV Gambar 2.8 Wawancara siswa kelas IV

158
Lampiran 14

Biodata Guru

159
Lampiran 15

160
Biodata Siswa

161
Lampiran 16

Catatan Lapangan

Catatan Lapangan I

Hari/ tanggal : Selasa, 6 Maret 2018

Waktu : 12.30-17.00

Tempat : SDN Grogol Utara 04 Petang

Obyek Pengamatan : Suasana Lingkungan Sekolah

Penulis melakukan pengamatan lingkungan sekolah

serta pembelajaran yang ada di dalam kelas. Keadaan lingkungan

sekolah bersih dan teratur. Kegiatan yang terjadi di lingkungan

sekolah, ada orang tua dari siswa yang menunggu siswanya, para

orang tua menunggu di tempat yang telah disediakan. Ada siswa

yang melakukan olah raga di lapangan. Ada pula siswa yang

membeli jajan di kantin yang terletak di pinggir gerbang dan di

area belakang sekolah. Interaksi yang terjalin antara siswa

dengan siswa berjalan dengan baik, walapun ada siswa yang

berlarian dan bercanda dengan teman-temannya. Pembelajaran

dimulai pada pukul 12.30 WIB, siswa memasuki kelas masing-

masing, lalu berdo’a untuk memulai kegiatan pembelajaran. Pada

hari itu dilaksanakan kegiatan PTS (Penilaian Tengah Semester).

Keadaan sekolah tenang dan tertib, karena siswa sedang

melaksanakan PTS, hanya saja sekolah ini terletak di pinggir jalan

162
raya sehingga menimbulkan suara-suara bising yang dapat

mengganggu konsentrasi belajar siswa.

Penulis melihat kondisi kelas pada kelas 4, siswa

mengikuti PTS dengan tenang, PTS yang dilaksanakan pada hari

itu ialah tema 7 yaitu tentang Indahnya Keragaman di Negriku dan

matematika tema 7 tentang KPK dan FPB. Siswa dapat

mengerjakan dengan baik karena mereka sudah

mempersiapkannya dengan belajar di rumah.

Penulis juga mengobservasi kelas 3, PTS yang

dilaksanakan ialah mata pelajaran bahasa Inggris. Ketika PTS

berlangsung ada dua orang siswa laki-laki bertanya kepada

temannya yang lain mengenai arti kosa kata yang tidak

dimengerti, lalu guru menegur kedua siswa tersebut dan

memintanya untuk mengerjakan secara individu. Setelah ditegur

siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing, lalu

mengerjakan dengan tenang. PTS jam pertama selesai

dilaksanakan, siswa dan guru beristirahat, sholat dan makan.

Penulis melihat kegiatan yang dilakukan di area lingkungan

sekolah. Penulis melihat ke musholah, untuk kegiatan sholat

hanya beberapa guru dan siswa melakukan shalat secara

berjamaah, sedang yang lainnya shalat secara individu. Ada pula

siswa yang bermain bola di lapangan sekolah dan ada pula siswa

yang membeli jajanan di kantin sekolah.

163
Catatan Lapangan II

Hari/ tanggal : Kamis, 15 Maret 2018

Waktu : 12.30-17.00

Tempat : SDN Grogol Utara 04 Petang

Obyek Pengamatan : Observasi Pembelajaran Kelas 3

Penulis melakukan observasi di kelas 3 mata pelajaran

matematika, penulis mengamati proses pembelajaran yang

dilakukan di kelas 3, pada saat itu penulis melakukan tes

diagnostik dengan memberikan soal latihan berupa tes perkalian,

tes ini dilakukan dengan cara siswa maju satu per satu menulis di

papan tulis dan mengerjakan soal yang sudah penulis berikan.

Tujuan dilakukan tes diagnostik adalah untuk mengetahui sejauh

mana pemahaman siswa tentang konsep perhitungan dalam

matematika.

Penulis melihat masih banyak siswa yang belum

mengerti dengan konsep perkalian, fakta yang ada di lapangan

membuktikan ada sekitar lima siswa yang masih keliru dalam tata

cara perhitungan perkalian dalam matematika. Siswa masih

menggabungkan konsep penjumlahan dan perkalian dan

menuliskan hasilnya dalam satu baris yang sama. Hal seperti ini

akan mengakibatkan siswa mengalami miskonsepsi dalam

pelajaran matematika dan nantinya akan berlanjut sampai ke

tahap yang lebih tinggi, jika tidak diberikan pemahaman yang

164
mendalam siswa akan merasa kesulitan. Demikian harus

diperbaiki dan diberikan pendalaman materi yang lebih mendalam

dan jelas agar siswa tidak mengalami miskonsepsi. Peran guru

kelas dalam mengatasi kesalahpahaman ini dilakukan dengan

cara memberikan siswa latihan-latihan dan menghafalkan

perkalian dari 1-10.

165
Catatan Lapangan III

Hari/ tanggal : Jumat, 16 Maret 2018

Waktu : 12.30-17.00

Tempat : SDN Grogol Utara 04 Petang

Obyek Pengamatan : Observasi Pembelajaran Kelas IV

Penulis melakukan pengamatan tempat atau ruang

kelas, kondisi siswa, kondisi guru serta pembelajaran di dalam

kelas 4, bentuk ruangan kelas persegi yang memiliki ukuran

panjang 4 meter dan lebar 4 meter. Tempat duduk siswa disusun

membentuk persegi, terdapat 4 meja di tengah-tengah dan siswa

duduk disisi meja berdasarkan kelompoknya, setiap kelompok

terdiri atas 5 dan 6 orang. Kondisi ruangan kelas, baik dan layak

untuk melakukan kegiatan proses pembelajaran. Fasilitas yang

ada di dalam kelas yaitu, terdapat gambar-gambar pahlawan, foto

presiden dan wakil presiden, terdapat jam dinding yang dipasang

di depan kelas, hasil karya siswa yang dipajang pada dinding-

dinding kelas, kipas angin agar siswa merasa nyaman dalam

belajarnya, serta terdapat sudut bacaan terdapat buku-buku yang

dapat dibaca oleh siswa.

Jam pembelajaran dimulai pada pukul 13.00 sampai

17.00. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan selama 4 jam secara

efektif. Pada saat penulis melakukan observasi, pukul 13.00 guru

menerangkan materi matematika tentang pengolahan data.

166
Setelah menjelaskan materi selama 30 menit, siswa diberikan soal

latihan yang didikte oleh gurunya, lalu siswa mengerjakan soal

matematika tentang pengolahan data.

Jumlah siswa yang terdapat di kelas 4 32 orang, dengan

jumlah siswa laki-laki 16 orang dan perempuan 16 orang.

Seragam yang digunakan bervariasi, yakni ada siswa yang

memakai baju putih hitam dan ada pula yang memakai pakaian

seragam hijau toska sesuai dengan seragam yang disediakan di

sekolah. Siswa yang memakai baju putih hitam beralasan bahwa

baju yang sesuai seragam sekolah sudah terlalu kecil, sehingga

sudah tidak dipakai lagi. Interaksi yang terjadi antara siswa

dengan siswa dalam proses pembelajaran yaitu siswa berdiskusi

dengan teman sekelompoknya, ada siswa yang tidak mengetahui

cara menghitung persentase, ia kemudian bertanya kepada teman

sekelompoknya.

167
Lampiran 17

Instrumen Wawancara

Pedoman Wawancara Guru


Strategi Guru
No Pertanyaan Wawancara Topik Pertanyaan Informan
1. Bagaimana perkembangan nilai Pemahaman guru Guru
matematika siswa ? terhadap
kesulitan belajar
matematika siswa
2. Bagaimana cara bapak/ibu
mendiagnosis siswa yang
mengalami kesulitan belajar mata
pelajaran matematika ?
3. Materi apa yang membuat siswa
sulit dalam pelajaran matematika ?
4. Menurut bapak/ibu apa saja faktor Faktor penyebab
penyebab kesulitan belajar kesulitan belajar
matematika siswa ?
5. Apakah bapak/ibu menanyakan
perkembangan siswa kepada orang
tua siswa ?
6. Apa yang bapak/ibu siapkan
sebelum mengajar ?
7. Bagaimana tindakan Bapak/Ibu jika
ada siswa yang nilainya tidak
mencukupi ?
8. Apakah setiap mata pelajaran
matematika bapak/ibu membawa
media pembelajaran ?
9. Bagaimana menanamkan Guru profesional
pendidikan karakter kepada siswa?
10. Bagaimana cara Bapak/Ibu
mengatasi kelas yang bising ?
11. Metode pembelajaran apa yang
Bapak/Ibu gunakan dalam
pelajaran matematika ?
12. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam
memberikan penilaian terhadap
siswa ?
13. Apa lulusan pendidikan Bapak/Ibu
?
14. Apa yang Bapak/Ibu ketahui
tentang kompetensi guru ?
15. Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam

168
mengatasi siswa yang mengalami
kesulitan belajar matematika ?

Pedoman Wawancara Siswa


Kesulitan Belajar Matematika Siswa

No Pertanyaan Wawancara Topik Pertanyaan Informan


Menurut kamu sulit/tidak pelajaran Kesulitan belajar
1. Siswa
matematika ? matematika siswa
Apa yang membuat kamu
2. mendapatkan nilai yang kecil
dalam pelajaran matematika ?
Apakah kamu berkonsentrasi Faktor penyebab
3. belajar jika dalam keadaan tubuh kesulitan belajar
yang kurang sehat ? siswa
Apa yang membuatmu semangat/
4. tidak semangat dalam pelajaran
matematika ?
Apakah orang tuamu selalu
5. mengajarkan PR, tugas dan materi
pelajaran di rumah ?
Apakah kamu merasa terganggu
6. dengan jam belajar sekolah pada
siang hari ?
Dalam mata pelajaran matematika,
7. materi apa yang menurut kamu
sulit ?
Apakah kamu bertanya kepada
8. guru ketika kamu merasa sulit atau
tidak paham ?
Dalam mata pelajaran matematika,
9. apakah guru kamu membawa alat
peraga dalam menjelaskan ?
Apa yang kamu lakukan ketika di
10. rumah bersama teman-teman
kamu ?

169
Lampiran 18

Transkrip Hasil Wawancara Guru

Hari/Tanggal : Selasa, 10 April 2018

Waktu : 15.00-17.00

Tempat : SDN Grogol Utara 04 Petang

Narasumber : Bapak Arif dan Ibu Muzalipah

Status : Guru Kelas III dan IV

Catatan : Sebelum melakukan wawancara, peneliti

mengemukakan maksud dan tujuan kepada

narasumber.

1) Bagaimana perkembangan nilai matematika siswa ?

Jawaban Bapak AWB :


Untuk nilai matematika kelas 4, sudah ada progres. Dari
32 siswa ada sekitar 8 anak yang masih kurang dalam nilai
matematikanya. Kelas 4 ini pernah mengalami pergantian guru
sampai 2 kali pada semester genap. Guru awalnya Ibu R, karena
di mutasi lalu digantikan dengan Ibu D, dan Ibu D ini di
pindahkan lagi ke sekolah asalnya karena alasan tertentu, dan
lalu digantikan oleh Bapak AWB hingga sekarang. Hal ini
menyebabkan masalah besar bagi siswa, karena setiap guru
memiliki teknik yang berbeda dalam menyampaikan materi.
Dalam menerima materi pun ada siswa yang cepat menerimanya
dan adapula yang lamban dalam menerima materi. Selama satu
bulan saya masuk masih beradaptasi dengan siswa, lalu bulan
berikutnya siswa kelas 4 sudah ada peningkatan dalam
pencapaian nilai walaupun belum maksimal.
Ada siswa yang nilainya masih di bawah KKM sekitar 8
siswa, dari 8 siswa, 4 siswa yang memang perlu perhatian
khusus dalam penanganan nilai matematika.

Jawaban Ibu M :
Selama saya mengajar di kelas 3 ini, Alhamdulillah siswa-
siswa dari semester 1 dan semester 2 sudah mengalami
kenaikan yang signifikan, walaupun ada juga siswa yang nilainya

170
masih dibawah rata-rata. Dari semester 1 ada 6 siswa yang
masih mendapatkan nilai dibawah KKM, untuk semester 2 ini
mengalami kenaikan yang cukup baik, ada sekitar 4 siswa yang
masih mendapatkan nilai dibawah KKM.

2) Bagaimana cara Bapak/Ibu mendiagnosis siswa yang

mengalami kesulitan belajar mata pelajaran matematika ?

Jawaban Bapak AWB :


Cara awal mendiagnosis kesulitan belajar siswa, konsep
tindakan kelas yang dilakukan untuk memperbaiki kesulitan dan
hasil belajar siswa. Saya biasanya melontarkan pertanyaan-
pertanyaan pembuka, dimulai dari skalanya yang mudah, sedang
dan sulit. Ketika memulai pembelajaran lalu saya melihat anak
yang aktif (suka bercanda, jalan-jalan) saya memberikan soal
yang skalanya mudah, tetapi dia tidak bisa menjawabnya. Lalu
ketika saya memberikan pertanyaan yang skalanya sulit kepada
siswa yang tenang duduk diam dan tidak bercanda, dia bisa
menjawab soal yang sulit tersebut.
Diagnosa kedua, selain memberikan pertanyaan saya
memberikan pendampingan belajar berupa PR yang materinya
sesuai dengan materi yang diajarkan. PR yang saya berikan
terdapat dua kategori, yaitu PR yang sifatnya mudah dan sulit.
Diagnosis yang ketiga yaitu, melalui pemberian tugas dan
ulangan itu sifatnya melengkapi, karena nilai itu tolak ukurnya
adalah, seberapa sering ia mau membuka buku, membaca dan
mengulang lagi materi yang sudah dipelajari. Jika ia malas maka
ia tidak akan mengetahui hal tersebut.

Jawaban Ibu M :
Saya biasanya melakukan tanya jawab kepada siswa jika
ada materi yang tidak dipahami oleh siswa, dan untuk 4 siswa ini
biasanya mereka tidak berani bertanya. Lalu saya juga
memberikan tugas/latihan kepada siswa agar bisa memahami
materi matematika dengan baik.

3) Materi apa yang membuat siswa merasa sulit dalam

pelajaran matematika ?

Jawaban Bapak AWB :


Materi yang menurut mereka sulit sejauh yang saya lihat
dengan materi yang saya berikan, yaitu materi pecahan, siswa
masih merasa sulit dalam menghitung pecahan, perkalian

171
pecahan desimal dan pembagian dalam merubah pecahan
desimal. Karena di kelas 4 ini baru dalam menggunakan
kurikulum 2013 buku yang disediakan masih terbatas.
Keterbatasan buku untuk mata pelajaran matematika
menyebabkan siswa agak ketinggalan materi dalam belajarnya.

Jawaban Ibu M :
Materi yang membuat siswa merasa sulit dalam
matematika yaitu, materi perkalian menyusun ke bawah dan
pembagian kurung. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya yang
saya lakukan ialah menugasakan kepada siswa untuk
menghafalkan perkalian 1-10 karena jika ia sudah menguasai
perkalian, untuk materi pembagian pun akan bisa juga.

4) Menurut Bapak/Ibu apa saja faktor penyebab kesulitan

belajar matematika siswa ?

Jawaban Bapak AWB :


Faktor penyebabnya ialah, pertama faktor dalam diri anak
itu sendiri, karena sekolah ini kan masuk siang anak yang
sekolah siang akan berbeda dengan anak yang sekolah pagi,
karena sekolah siang ketika ia bangun tidur pikirannya sudah
tercampur untuk bermain, urusan di rumah, dan urusan keluarga
yang otomatis akan mempengaruhi motivasi ia belajar. Faktor
kedua, peran serta orang tua, orang tua jaman sekarang dengan
orang tua jaman dulu itu berbeda. Orang tua jaman dahulu lebih
sering merespon kebutuhan belajar anaknya, sedangkan orang
tua jaman sekarang, jika saya lihat dan perhatikan banyak orang
tua disana kurang merespon jika anaknya ada PR orang tuanya
malah sibuk menonton sinetron, problem ini dialami oleh siswa
saya di kelas, jika saya memberikan tugas katanya tidak ada
yang mengajarkan, dan orang tua sibuk bekerja.
Faktor ketiga, guru itu sendiri, materi yang tidak diajarkan
sehingga materi tersebut tidak dikuasai dengan baik dan tidak
bisa mengerjakan tugas dengan baik. Pastinya problem anak
yang sekolah siang lebih kompleks dibandikan dengan anak
yang sekolah pagi. Jadi pikiran siswa sekolah siang menjadi
tidak fresh. Bahkan ada satu atau dua anak yang merasa
ngantuk dan mudah lelah ketika belajar di siang hari.

Jawaban Ibu M :
Faktornya bermacam-macam, dari faktor orang tua siswa,
masalah orang tuanya di rumah karena hubungan orang tua nya
yang sudah tidak harmonis sehingga mereka kurang dalam
bimbingan di rumahnya, pendidikan dari orang tua juga sangat

172
berpengaruh, pendidikan orang tua yang rendah menyulitkan
siswa untuk belajar bersama orang tuanya. Faktor dari siswanya
sendiri pun mempengaruhi, ketika ia malu untuk bertanya
sehingga tidak bisa memahami materi dan mengerjakan tugas
dengan baik.

5) Apakah Bapak/Ibu menanyakan perkembangan siswa

kepada orang tua siswa ?

Jawaban Bapak AWB :


Sejauh ini saya belum melakukan tindakan untuk bertemu/
menanyakan perkembangan siswa kepada orang tua, karena
saya baru satu bulan setengah memegang kelas 4 ini, karena
saya juga ada kesibukan dari diri saya sendiri yang
memungkinkan belum adanya waktu melakukan pertemuan
dengan orang tua murid. Untuk latar belakang pendidikan setiap
orang tua siswa saya melihatnya dari kartu keluarga dan akta
kelahiran siswa yang di kumpulkan kepada saya dan bertanya
kepada siswa, data ini diperlukan untuk kebutuhan siswa di kelas
5 dan 6, yang nantinya akan bisa ditindak lanjuti oleh guru di
kelas 5.
Untuk masalah tugas, setiap tugas atau PR yang saya
berikan saya melihat peran serta orang tua untuk pekerjaan
rumah, orang tua bisa terlibat dalam membantu siswa belajar
dan mengajarkan apa yang menurut siswa sulit sehingga bisa
menjadi partner belajar siswa. Ada orang tua yang perduli
dengan anak-anaknya sehingga mereka bisa menjadi partner
belajar yang bagus. Untuk hasil yang dicapai bisa bagus atau
kurang bagus itu tidak masalah, karena belajar itu kan proses
pasti ada kekurangannya. Untuk setiap PR pun saya melarang
siswa untuk mengerjakan PR dituliskan oleh orang tuanya.

Jawaban Ibu M :
Selalu menanyakan, saya pun memanggil orang tua siswa
yang mengalami kesulitan belajar selama 2 bulan sekali
sehingga hubungan antara guru dan orang tua bisa terjalin
dengan baik, serta segala kesulitan siswa dalam belajar bisa
teratasi dengan baik dengan mencari solusi secara bersama-
sama dalam menangani siswa yang masih kurang dalam
nilainya.
Keadaan orang tua siswa pun beragam ada orang tuanya
yang mengalami broken home sehingga anak tersebut dalam
belajar pun kadang terlihat murung. Pendidikan orang tuanya
siswa ada yang SD tidak tamat sehingga siswa belajar di
rumahnya menjadi tidak maksimal.

173
Setiap tugas pun saya konsultasikan dengan orang tua
dan siswa selau mengerjakan, walaupun adapula siswa yang
lupa membawa PR tersebut, tetapi esok harinya dikumpulkan.
Dalam mengerjakan tugas di rumah (PR) orang tua juga
membantu dan mendampingi siswa dalam mengerjakan PR
tersebut.

6) Apa saja yang Bapak/Ibu siapkan sebelum mengajar ?

Jawaban Bapak AWB :


Menyiapkan materi yang akan dipelajari, walaupun tidak
terlalu sering. Saya tidak menafikan bahwa saya menguasai
seluruh materi, karena saya juga baru dalam memegang
kurikulum 2013 dan biasanya saya terbiasa dengan KTSP. Oleh
karena itu saya pun harus belajar karena teknik dan metodenya
pun berbeda, begitupula saya belum dibekali dengan pelatihan
kurikulum 2013 tetapi yang saya ketahui kurikulum 2013 itu
mengkombinasi beberapa materi pelajaran tanpa menyebutkan
materi pelajarannya, akan tetapi anak-anak juga langsung
memahami mata pelajaran apa yang dipelajari. Walaupun
biasanya saya selalu memegang kelas 6 akan tetapi ada pula
materi baru yang harus saya pelajari, maka dari itu saya juga
harus belajar lagi.
Selain itu saya juga menyiapkan RPP, walaupun RPP
tersebut saya dapatkan dari hasil download (pemerintah) saya
tetap berpatokan RPP tersebut dan mengkombinasi dengan
rencana pembelajaran yang akan saya lakukan di kelas
nantinya. Karena sejujurnya jika saya membuat RPP dahulu
akan menyita waktu untuk kegiatan lainnya.

Jawaban Ibu M :
Yang saya persiapkan sebelum mengajar ialah
mempersiapkan dan membaca materi yang akan dipelajari pada
hari itu, menyiapkan RPP dan silabus yang akan dilaksanakan
dalam pembelajaran walaupun RPP tersebut tidak saya buat
sendiri, saya tetap mengembangkan pembelajaran di kelas
berdasarkan RPP yang saya dapat dari pemerintah.

7) Bagaimana tindakan Bapak/Ibu jika ada siswa yang nilainya

tidak mencukupi ?

Jawaban Bapak AWB :


Saya biasanya melakukan remedial jika ada anak yang
nilainya tidak mencukupi, peraturan saya dua kali remedial siswa
melakukan remedial karena kita ini kan dikejar limit, misalnya

174
ada 5 siswa yang nilainya kurang dan 27 siswa nilainya cukup
maka 5 siswa ini saya berikan remedial lalu 27 siswa lainnya
saya berikan pengayaan dan kesempatan remedialnya hanya
dua kali, jika nilainya masih kurang maka nilai itu yang akan ia
dapat. Biasanya dalam remedial ini saya hanya mengganti angka
dan kata-katanya saja.

Jawaban Ibu M :
Saya melakukan remedial jika ada nilai yang tidak
mencukupi, selain itu saya juga memberikan tugas tambahan
kepada siswa yang nilainya masih dibawah rata-rata.

8) Apakah setiap mata pelajaran matematika bapak/ibu

membawa media pembelajaran ?

Jawaban Bapak AWB :


Kadang-kadang saja saya membawa media
pembelajaran, kalau setiap pembelajaran saya tidak selalu
membawa media pembelajaran, jika keadaan urgent (darurat)
saja saya membawa media pembelajaran. Karena faktor waktu
juga yang tidak memungkinkan sekolah siang ini selalu
menggunakan media, contohnya jika saya menggunakan laptop
dan proyektor waktu belajar siswa menjadi lebih singkat. Paling
saya hanya menggunakan benda-benda di sekitar kelas sebagai
media. Karena bagaimana pun juga dengan menggunakan
media pasti siswa dapat menerima materi dengan baik.
Dalam sistem kurikulum 2013 ini pun siswa bekerja sama
dengan kelompoknya, selain dengan menggunakan media
diskusi dengan teman sekelompok juga dapat membantu siswa
yang merasa sulit menjadi lebih paham dengan penjelasan
teman sebayanya. Kurikulum 2013 ini mengajarkan agar siswa
lebih mandiri, kritis, kreatif, serta tanggung jawab.

Jawaban Ibu M :
Membawa alat peraga, walaupun tidak setiap saat.
Contohnya saat materi bangun datar saya membawa alat-alat
peraga yang bentuk nya seperti bangun datar, serta melihat
benda-benda sekitar kelas yang bentuknya seperti bangun datar.
Untuk menghitung sudutnya siswa membawa busur untuk
menghitung besar sudut pada bangun datar tersebut.
Dengan menggunakan media tersebut siswa dapat
memahami dengan baik materi yang pelajarinya. Siswa di kelas
pun diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan teman
kelompoknya.

175
9) Bagaimana menanamkan pendidikan karakter kepada

siswa?

Jawaban Bapak AWB :


Menanamkan pendidikan karakter bagi siswa agak sulit,
biasanya saya selalu membuat siswa nyaman dulu sebelum ia
memulai pembelajaran, Kurikulum 2013 ini memiliki sistem yang
selalu berdiskusi dengan teman sekelompoknya, salah satu cara
yang saya lakukan dengan memilih ketua kelompok yang
memiliki empati, jiwa sosial, dan bisa membimbing teman
kelompoknya. Saya menugaskan setiap ketua kelompok untuk
mencatat anak yang aktif dalam kelompok dan anak yang pasif
dalam kelompok. Hal ini dapat membantu saya mengenal
karakter setiap siswa melalui sistem belajar kelompok. Hal lain
yang biasa saya lakukan ialah memberikan pembiasaan sebelum
masuk kelas untuk tertib berbaris dan berdoa, lalu memberikan
motivasi kepada siswa.

Jawaban Ibu M :
Saya membiasakan sebelum memulai pelajaran dengan
memberikan motivasi agar belajar dengan giat serta motivasi
tentang orang tua, berdoa, melaksanakan sholat secara
berjamaah.

10) Bagaimana cara Bapak/Ibu mengatasi kelas yang bising ?

Jawaban Bapak AWB :


Menegurnya, terkadang salah satu cara yang saya
lakukan yaitu dengan memberikan tugas kepada siswa, karena
dengan hal tersebut siswa akan tenang dan mengerjakan soal
tersebut. Memberikan motivasi bahwa jika mereka berisik akan
mengganggu kelas lainnya. Memberikan penegasan kepada
ketua kelas untuk mencatat anak yang bergerak dari ruang
tempat duduknya, terkecuali anak yang ingin ke toilet. Jika anak
tersebut melanggar akan diberikan hukuman berupa hafalan.

Jawaban Ibu M :
Menegurnya dan mengucapkan “Anak sholeh” anak-anak
pun akan langsung diam dan fokus kembali kepada gurunya.

11) Metode pembelajaran apa yang Bapak/Ibu gunakan dalam

pelajaran matematika ?

Jawaban Bapak AWB :

176
Metode demonstrasi, metode tanya jawab serta
pemberian tugas dan catatan yang saya sering gunakan dalam
pelajaran matematika. Jika masih ada siswa yang belum paham
saya menjelaskan kembali dengan menggunakan metode
ceramah.

Jawaban Ibu M :
Metode demonstrasi, tanya jawab dan memberikan contoh
benda-benda yang ada di sekitar kelas contoh materi bangun
datar, saya memperkenalkan kepada siswa contoh bangun datar
yang ada di sekitar kelas, lalu siswa menceritakan benda bangun
datar yang ada di kelas serta dapat membedakan setiap bangun
datar tersebut.

12) Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam memberikan penilaian

terhadap siswa ?

Jawaban Bapak AWB :


Penilaian dengan melihat aspek-aspek spiritual,
pengetahuan, sosial dan keterampilan. Aspek tersebut dinilai
dengan melihat kegiatan sehari-hari siswa di kelas dan penilaian
dilakukan setiap hari setelah pembelajaran selesai, dilakukan
dengan cara mendeskripsikan kegiatan siswa.

Jawaban Ibu M :
Mengambil nilai dengan melihat kegiatan harian siswa,
tugas, PR, ulangan, praktik, sikap serta nilai keagamaan (tata
krama dan kegiatan shalat) lalu saya rekap setiap bulannya.
Saya mengambil nilai harian karena saya ingin menilai nyata
berdasarkan hasil siswa itu sendiri.

13) Apa lulusan pendidikan Bapak/Ibu ?

Jawaban Bapak AWB :


Saya lulusan S1 umum plus akta 4 di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, lalu lulus PNS dan sudah menempuh
pendidikan PGSD di Universitas Terbuka.

Jawaban Ibu M :
Lulusan S1 pendidikan matematika STKIP Kusuma
Negara, lalu ambil pendidikan PGSD Universitas Terbuka, dan
belum PNS. Mengajar di SD sudah 14 tahun.

14) Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang kompetensi guru ?

177
Jawaban Bapak AWB :
Kompetensi guru, kompetensi berarti suatu konsep yang
harus dimiliki guru terkait dengan bidangnya. Hal ini berarti
bahwa semua hal yang harus dimiliki, dan dipenuhi oleh guru
yang berkaitan dengan kegiatan belajar dan mengajar demi
perkembangan peserta didik.

Jawaban Ibu M :
Kompetensi guru yang saya pahami ialah kemampuan
guru dalam mengembangkan metode mengajar, teknologi dan
ilmu pengetahuan dengan baik. Selama ini pula pemerintah
sudah melaksanakan program diklat dan pelatihan untuk
menunjang kualitas guru dalam mengajar. Sekarang pun sudah
jamannya teknologi, sehingga guru-guru pun dapat
mengembangkan teknologi dengan baik melalui diklat tersebut.

15) Bagaimana cara Bapak/Ibu dalam mengatasi siswa yang

mengalami kesulitan belajar matematika ?

Jawaban Bapak AWB :


Hal yang saya lakukan ialah memberikan penguatan
motivasi kepada siswa, agar siswa bisa menjadi lebih baik. Beri
kepercayaan bahwa ia bisa seperti teman-teman yang lainnya.
Karena anak jaman sekarang tidak bisa dipaksakan untuk
melakukan hal-hal yang bisa menekan dia, beda dengan jaman
dahulu yang guru diberikan hak atas siswa sepenuhnya. Jika
siswa tersebut masih kurang dalam pelajarannya, pihak sekolah
melakukan pemanggilan orang tua, melakukan konsultasi dan
memberikan saran agar siswa diberikan pendampingan belajar
terkait siswa yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini dilakukan
agar siswa bisa menjadi lebih baik lagi belajarnya.
Dalam mengatasi kesulitan belajar matematika saya
juga menerapkan konsep jarimatika agar siswa bisa berhitung
dengan baik, cara berhitung cepat, karena saya juga suka
browsing jadi saya menerapkan hal tersebut dalam pembelajaran
matematika.

Jawaban Ibu M :
Memanggil orang tuanya dan berkonsultasi mengenai
kesulitan belajarnya kepada orang tua. Biasanya jika mereka
tidak memahami materi saya memberikan saran kepada orang
tua agar memberikan bimbingan belajar tambahan di rumahnya.
Saya pun melakukan pendalaman materi yang lebih kepada
siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika.

178
Lampiran 19

Transkrip Hasil Wawancara Siswa

Hari/Tanggal : Senin-Jumat, 2-6 April 2018

Waktu : 15.00-17.00

Tempat : SDN Grogol Utara 04 Petang

Narasumber : Siswa kelas 3 Rafa, Sharon, Galang, Bilal, dan

Jazlin Siswa kelas 4 Sisca, Kholifah, Rafi

Ridho, Safira O dan Agil S.

Status : Siswa Kelas III dan IV

Catatan : Sebelum melakukan wawancara, peneliti

mengemukakan maksud dan tujuan kepada

narasumber.

1) Menurut kamu sulit atau tidak pelajaran matematika ?

Jawaban RA :
Sulit, jadinya nilai matematika ada yang bagus ada yang jelek.

Jawaban SN :
Ada yang sulit ada yang engga, nilai matematika aku juga
kadang-kadang kecil kadang-kadang ada yang besar.

Jawaban GR :
Ada yang susah ada yang gampang, nilai matematika aku
kadang dapet 50, 60 pernah juga dapat 100.

Jawaban BM :
Agak-agak susah, nilai matematika aku paling sering dapet nilai
60.

Jawaban JDZ :

179
Susah banget, nilai matematika aku kadang-kadang 60, 70 dan
80.

Jawaban SDA :
Susah, nilai matematika aku selalu dapet nilai yang kecil.

Jawaban KAR :
Sedang, kadang susah kadang gampang. Nilai matematika aku
kadang-kadang dapet nilai kecil.

Jawaban RRH :
Lumayan sulit, nilai matematika kadang-kadang 40, 70 pernah
juga 100.

Jawaban SO :
Sulit, nilai aku juga kadang dapet nilai yang kecil.

Jawaban AS :
Kadang susah kadang engga, nilai matematika aku pernah dapet
10 pernah juga dapet 60.

2) Apa yang membuat kamu mendapatkan nilai yang kecil

dalam pelajaran matematika ?

Jawaban RA :
Karena gak bisa jawab, kadang-kadang jawabnya salah soalnya
ada temen yang gangguin terus berisik.

Jawaban SN :
Karena aku belum bisa menghitungnya.

Jawaban GR :
Karena aku tidak bisa menghitungnya.

Jawaban BM :
Karena aku merasa susah, susahnya menghitung di pembagian,
jadi aku bingung cara membaginya.

Jawaban JDZ :
Karena bingung saking banyaknya angka-angka, jadi aku males
dan gak mau ngerjain.

Jawaban SDA :
Karena tidak bisa menghitungnya.

180
Jawaban KAR :
Soalnya aku tidak bisa menghitungnya kadang suka bingung.

Jawaban RRH :
Aku gak tau cara menghitungnya gimana.

Jawaban SO :
Karena susah cara menghitungnya.

Jawaban AS :
Karena aku tidak bisa menghitungnya.

3) Apakah kamu berkonsentrasi belajar jika dalam keadaan

tubuh yang kurang sehat ?

Jawaban RA :
Engga, tapi aku masuk sekolah paling kalau aku Diare tidak
masuk sekolah.

Jawaban SN :
Engga, kalo pusing paling aku tiduran gitu di kelas.

Jawaban GR :
Konsen, paling aku gak konsen kalau ada temen yang berisik di
kelas.

Jawaban BM :
Iya, aku pernah sakit pusing masuk sekolah kalo gak kuat bilang
ke bu guru nanti baru pulang. Belajarnya InsyaAllah masuk ke
otak.

Jawaban JDZ :
Engga konsen, aku ngerasa ngantuk, pusing dan gak konsen
gitu trus tidur-tiduran di kelas

Jawaban SDA :
Engga, paling aku tiduran di kelas.

Jawaban KAR :
Engga, pernah pusing jadi aku lemes, terus ngantuk di kelas.

Jawaban RRH :

181
Tidak konsen, soalnya kalau lagi pusing aku diem aja di kelas

Jawaban SO :
Engga, diem aja jadinya aku di kelas trus kalo dijelasin jadinya
tidak paham

Jawaban AS :
Engga konsen, jadi diem aja di kelas

4) Apa yang membuat kamu semangat dan tidak semangat

dalam pelajaran matematika ?

Jawaban RA :
Suka dan semangat kalau ada materi penjumlahan dan
perkalian.

Jawaban SN :
Tidak terlalu semangat karena matematika susah.

Jawaban GR :
Tidak semangat karena tidak bisa menghitungnya.

Jawaban BM :
Aku suka dan semangat belajar matematika kalau belajar
penjumlahan dan pengurangan.

Jawaban JDZ :
Kadang-kadang semangat, kalo ada materi yang menurut aku
gampang

Jawaban SDA :
Engga semangat karena aku susah banget menghitungnya.

Jawaban KAR :
Kadang-kadang semangat, soalnya aku paling suka menghitung
persen.

Jawaban RRH :
Semangat pas menghitung kubus sama menghitung drajat pakai
busur.

Jawaban SO :
Tidak semangat karena tidak bisa menghitungnya.

Jawaban AS :

182
Semangat, karena ada materi perkalian.

5) Apa orang tua kamu selalu mengajarkan materi pelajaran di

rumah ?

Jawaban RA :
Nanyain tapi aku belajar sendiri, soalnya di rumah ada perkalian,
pembagian yang ditempelkan di dinding. Kalau mudah aku
ngerjain sendiri tapi kalau susah aku baru tanya. Soalnya mama
lagi banyak urusan jadi aku belajar sendiri aja.

Jawaban SN :
Kadang-kadang ngajarin, kadang-kadang engga. Soalnya
mamah sibuk kerja di restoran kadang pulangnya seminggu
sekali, soalnya aku tinggalnya sama nenek, papah kerja terus
pulangnya 5 tahun sekali soalnya bapak kerja di Papua sebagai
nelayan. Pulangnya ke apartemen paling aku yang yang
nyamperin sama mama ke apartemen, papah gak pulang ke
rumah. Terakhir ketemu pas kelas 1 doang.

Jawaban GR :
Aku biasanya yang ngajarin kaka, soalnya mama sibuk kerja,
kerjanya ngurut, bapak jadi RT jadi kadang suka nulis gitu.
Paling mamah ngajarin kalau tidak ada yang ngurut.

Jawaban BM :
Kadang-kadang diajarin, soalnya ibu juga kerja dan ayah kerja
kalau berangkat pagi terus pulangnya jam 10 malem, aku udah
tidur.

Jawaban JDZ :
Nanyain PR, diajarin tapi jarang, kadang-kadang diajarin
tetangga, kadang aku ngerjain sendiri soalnya kata mamah
pelajarannya susah dan udah lupa, tapi diperiksa lagi si PR aku
kalau aku udah tidur.

Jawaban SDA :
Engga, paling kalau ada PR aku kerjain sendiri kadang sama
tetangga. Soalnya mama aku sibuk ngurusin abang aku yang
gak bisa naik kelas jadinya mama aku ngurusin abang aku les.

Jawaban KAR :
Engga, sama kaka diajarinnya soalnya bunda sibuk ngurusin
adek.

183
Jawaban RRH :
Iya, kadang-kadang, kadang diajarin di tempat les.

Jawaban SO :
Iya, kadang diajarin sama mamah dan kaka

Jawaban AS :
Iya, kadang-kadang diajarin juga sama kaka, mama gak ngajarin
karena capek kerja dan setiap malem aku baca buku sendiri.

6) Apakah kamu merasa terganggu dengan jam belajar sekolah

pada siang hari ?

Jawaban RA :
Engga, paling kalau ada temen yang berisik aku jadinya gak
konsen.

Jawaban SN :
Engga, paling kalo berisik ada kendaraan sama temen di kelas
jadi aku terganggu. Kadang kan aku belom selesai mereka udah
selesai jadinya aku merasa terganggu. Tapi aku diem aja
jadinya.

Jawaban GR :
Iya terganggu, apalagi kalau ada yang berisik sama suara
kendaraan aku jadi gak konsen

Jawaban BM :
Engga, karena kalau belajar siang aku tidur dulu paginya di
rumah jadi gak ngantuk di kelas.

Jawaban JDZ :
Iya, apalagi kalau ada temen yang berisik di kelas jadinya aku
gak fokus.

Jawaban SDA :
Terganggu, karena suara kendaraan.

Jawaban KAR :
Iya, ada temen yang berisik sama suara kendaraan.

Jawaban RRH :
Iya, soalnya kadang pada berisik sama bercanda jadi terganggu.

184
Jawaban SO :
Iya, aku terganggu karena suara kendaraan lewat dan suara
berisik teman.

Jawaban AS :
Iya, soalnya kadang teman-teman suka berisik.

7) Dalam mata pelajaran matematika, materi apa yang menurut

kamu sulit ?

Jawaban RA :
Pembagian, sudut-sudut, sisi-sisi dan pengurangan.

Jawaban SN :
Menghitung sudut pada bangun datar, perkalian yang menurun
aku gak bisa dan pembagian.

Jawaban GR :
Pembagian yang ratusan, sama perkalian kadang-kadang malah
aku jumlahin, rumus keliling persegi dan persegi panjang.

Jawaban BM :
Pembagian, sama perkalian pas ngitung bukannya dikali malah
ditambah, terus disuruh benerin sama bu guru.

Jawaban JDZ :
Perkalian puluhan dengan cara menurun, menghitung luas dan
keliling bangun datar.

Jawaban SDA :
Pembagian dan pengurangan.

Jawaban KAR :
Perkalian puluhan, pembagian dan menghitung keliling dan luas
bangun datar.

Jawaban RRH :
Perkalian yang puluhan, persen, sama pembagian, pernah juga
salah ngitung perkalian malah aku jumlahkan.

Jawaban SO :
Pembagian suka keliru kadang aku kurangi hasilnya dan
perkalian puluhan.

Jawaban AS :

185
Diagram lingkaran, bilangan desimal dan cara merubahnya,
sama pembagian.

8) Apakah kamu bertanya kepada guru ketika kamu merasa

sulit atau tidak paham ?

Jawaban RA :
Iya, terus bu guru nyuruh maju ke depan buat ngisi soal, kadang
aku suka keliru kalau menghitung perkalian, malah aku jumlahin

Jawaban SN :
Iya, terus bu guru jelasin lagi baru aku paham dan aku maju ke
depan kelas ngisi soal.

Jawaban GR :
Iya terus diajarin lagi caranya.

Jawaban BM :
Bertanya, lalu guru menjelaskan lagi materi tersebut.

Jawaban JDZ :
Jarang tanya, keseringan nanya sama temen tapi disuruh maju
ke depan kelas ngisi soal tapi aku masih bingung.

Jawaban SDA :
Kadang-kadang aja aku nanya.

Jawaban KAR :
Nanya, terus diajarin lagi.

Jawaban RRH :
Nanya, dijelasin lagi sama pak guru terus disuruh maju ke
depan.

Jawaban SO :
Kadang nanya kadang engga, pak guru jelasin lagi setelah aku
nanya

Jawaban AS :
Kadang-kadang doang, tapi pas aku nanya langsung dijelasin
lagi.

9) Dalam mata pelajaran matematika, apakah guru kamu

membawa alat peraga dalam menjelaskan ?

186
Jawaban RA :
Bawa, tapi kadang-kadang.

Jawaban SN :
Pernah, tapi jarang.

Jawaban GR :
Iya pernah, bawa gambar segitiga, busur. Pakai alat itu aku
jadinya paham.

Jawaban BM :
Pernah, persegi panjang terus ngitung luasnya, aku jadi paham.

Jawaban JDZ :
Pernah, bu guru menyuruh aku sama temen-temen membawa
benda yang berbentuk segitiga, jadi paham.

Jawaban SDA :
Pernah, tapi jarang-jarang.

Jawaban KAR :
Pernah, bawa balok jadinya aku paham.

Jawaban RRH :
Kadang-kadang aja bawanya.

Jawaban SO :
Pernah, kaya pake layar (proyektor) kalau pakai itu aku jadi
paham.

Jawaban AS :
Pernah, bawa bangun balok.

10) Apa yang kamu lakukan ketika di rumah bersama teman-

teman kamu?

Jawaban RA :
Selalu ngajak main, kadang-kadang mainnya menghitung
penjumlahan, main sepeda sama petak umpet.

Jawaban SN :
Belajar, sama temen belajar bahasa Inggris sama matematika
kadang-kadang.

Jawaban GR :

187
Bermain, aku biasanya main mobile legend setiap malem. Tapi
abis itu aku belajar.

Jawaban BM :
Belajar, ngaji terus main. Kalau belajar IPA sama matematika,
ngajinya sampe iqro 5, kalau main biasanya main bola.

Jawaban JDZ :
Bermain, tapi sekarang udah jarang main tapi biasanya main
kotak pos, kadang main hp.

Jawaban SDA :
Bermain, paling jalan-jalan di sekitar rumah.

Jawaban KAR :
Bermain, main bola sama temen-temen tapi pernah belajar
bareng juga.

Jawaban RRH :
Setiap malem belajar, kalau paginya main sama temen biasanya
main bola sama bulu tangkis.

Jawaban SO :
Belajar, kaya main guru-guruan gitu.

Jawaban AS :
Palingan gak boleh keluar bolehnya di rumah main sama sodara,
ada satu temen pernah main bola sama ngerjain PR bareng, tapi
keseringan gak boleh keluar soalnya takut berantem sama
temen, temen deket rumah suka ngerokok jadinya aku gak
dibolehin keluar.

188
Lampiran 20

Kartu Bimbingan Pasca Sidang

189
Lampiran 21

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Ulfa Nadyathul Fazriah


Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 20 Desember 1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Nurul Ikhsan 3, RT 05 RW 013 No.74,
Paninggilan Ciledug-Tangerang 15153
No. Telepon : 08990813867

Riwayat Keluarga
1. Orang Tua : a. Ayah : Dani, S.Pd
b. Ibu : Mariamah
2. Anak ke : 3 (Tiga)
3. Kakak : a. Indra Budiarsyah
b. Nurfahmi Hidayat
4. Adik : a. Wardhatul Jannah Azzahra
b. Nisrina Fatin Ubay Hatuzziah

Riwayat Pendidikan
1. SDN Kebayoran Lama Utara 09 Pagi Jakarta, tamat tahun 2008
2. MTs Nur As-Sholihat, tamat tahun 2011
3. MAN 10 Jakarta, tamat tahun 2014

190
4. Diterima di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Jakarta, tahun 2014

191

Anda mungkin juga menyukai