Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW)


TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA
PELAJARAN IPA TENTANG SISTEM PENCERNAAN
PADA MANUSIA DI KELAS V SDK LEWOKUNG
KECAMATAN LARANTUKA

OLEH
PAULINA SOMI KUMANIRENG
NIM : 1701140082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal ini telah disetujui dan diseminarkan


Pada tanggal ………………………

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Gaspar Melo, S.Pd, M.Pd Fembriani, S.Pd, M.Pd


NIP. 19560624 198703 002 NIP. 19920213 201803 2 001

Mengetahui
Ketua Jur./Program Studi PGSD

Dr. Benediktus Kasa, M.Si


NIP. 19570614 198403 1 001

i
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah Dan Pemecahannya................................................4
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian............................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar....................................................................................8
a. Pengertian Belajar.....................................................................8
b. Hasil Belajar.............................................................................9
c. Model Pembelajaran.................................................................12
d. Ilmu Pengetahuan Alam...........................................................13
e. Sistem Pencernaan Pada Manusia............................................16
f. Model Pembelajaran Think-Talk-Write(TTW)........................22
B. Literature Map......................................................................................31
C. Kerangka Berpikir................................................................................31
D. Tindakan Hipotesis...............................................................................33
E. Penelitian Terdahulu.............................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.....................................................................................38
B. Lokasi Penelitian..................................................................................39
C. Subjek Penelitian..................................................................................39
D. Waktu Penelitian...................................................................................39
E. Prosedur Penelitian...............................................................................39
1. Tahap Perencanaan Tindakan...................................................41

ii
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan...................................................41
3. Tahap Observasi Dan Observasi...............................................41
4. Tahap Refleksi..........................................................................41
F. Teknik Pengumpulan Data...................................................................42
G. Teknik Analisis Data............................................................................42
H. Indikator Keberhasilan..........................................................................44
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................45

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam proses pendidikan terjadi proses perkembangan. Pendidikan


adalah proses membantu peserta didik agar berkembang secara optimal; yaitu
berkembang setinggi mungkin, sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang
dianutnya dalam masyarakat. Pendidikan bukanlah proses memaksakan
kehendak orang dewasa (guru) kepada peserta didik, melainkan upaya
menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan anak, yaitu kondisi
yang memberi kemudahan kepada anak untuk mengembangkan dirinya secara
optimal. Hal ini berarti bahwa di dalam proses pendidikan anak aktif
mengembangkan diri dan guru aktif membantu menciptakan kemudahan
(facilitating) untuk perkembangan yang optimal itu. Pengaruh apa yang
diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar mencapai tujuan tertentu,
bukan merupakan pilihan teknis belaka, melainkan juga merupakan pilihan
moral. Pendidik sudah pasti harus memilih apa yang “terbaik” bagi kehidupan
peserta didik kini dan masa depan. Ini berarti bahwa fokus dan tujuan
pendidikan bukan hanya aspek masa kini melainkan juga menyangkut tujuan
hidup manusia dan perkembangannya di masa depan baik sebagai pribadi,
sebagai warga masyarakat, sebagai warga negara, bahkan sebagai warga dunia
serta sebagai Makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan asumsi ‘dimana pun pendidikan akan selalu berhadapan


dengan individu manusia yang tengah berkembang’ , Sunaryo Kartadinata
(1996) mengemukakan pengertian pendidikan dalam rumusan yang cukup
sederhana tetapi penuh makna, yaitu pendidikan adalah proses membawa

1
manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Kondisi apa adanya
adalah kondisi nyata peserta didik saat ini, suatu keberadaan anak dengan
segala potensi, kemampuan, sifat, dan kebiasaan yang dimilikinya. Sedangkan
kondisi bagaimana seharusnya adalah suatu kondisi yang diharapkan terjadi
pada diri anak, berupa perubahan perilaku dalam aspek cipta, rasa, karsa dan
karya yang berlandaskan dan bermuatan nilai-nilai kemanusiaan yang
dijunjung tinggi. Sejalan dengan pandangan tersebut, Crow and Crow (1960)
mengemukakan harus diyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah
bimbingan terhadap individu dalam upaya memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga dia
memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi dan kehidupan
sosialnya.

Pendidikan dasar merupakan cikal bakal pendidkan yang akan banyak


menentukan kualitas pendidikan pada jenjang berikutnya, dan perlu
mendapatkan perhatian yang serius. Keberhasilan menangani masalah
pendidkan dasar merupakan langkah strategis untuk membenahi sistem
pendidikan nasional. Pendidikan dapat dilihat dari hubungan siswa, guru, dan
interaksi keduanya dalam usaha pendidikan. Hubungan antara siswa dengan
guru seharusnya tidak hanya bersifat satu arah, yakni dari guru kepada siswa.
Proses belajar mengajar justru lebih baik jika dilakukan secara aktif oleh guru
dan siswa agar terjadi interaksi yang seimbang antara keduanya
(Aunnurahman, 2016: 163). Namun demikian, masih kerap ditemui dalam
proses belajar mengajar mata pelajaran IPA , guru menggunakan
pembelajaran tradisonal. Pembelajaran yang lebih mengandalkan metode
ceramah sehingga siswa menjadi bosan dan kurang aktif.

Selama peneliti mengamati proses belajar mengajar IPA di SD yang


dijadikan lokasi PTK, ditemukan bahwa dalam aplikasinya pembelajaran IPA

2
cenderung menekankan aspek kognitif, dimana konsep-konsep yang diajarkan
hanya sekedar pengetahuan, kurang dihayati dan direalisasikan sebagai sikap
dan perilaku yang nyata. Disamping itu penguasaan kompetensi dinilai masih
kurang karena proses pembelajaran IPA masih berorentasi pada penguasaan
teori dan hafalan, hal ini yang menyebabkan kemampuan dan kompetensi
siswa tidak berkembang.

Kenyataan pelaksanaan pada pembelajaran IPA seperti yang


dipaparkan diatas juga ditemui di SDK Lewokung, guru belum menggunakan
metode yang kreatif dan inovatif bahkan ada juga guru yang mengajar tanpa
menggunakan sumber belajar. Dalam pembelajarannya siswa belum diarahkan
untuk belajar melalui proses belajar berfikir. Dalam pelaksanaan nya siswa
belum dilatih untuk dapat merumuskan masalah, mengumpulkan data,
membuat kesimpulan, dan guru sering mengajar apa adanya sehingga
pembelajaran seperti berpusat hanya kepada guru saja (Teacher center),
materi yang disampaikan guru sama dengan yang ada di buku yang dapat
siswa pelajari secara otodidak di rumah. Dalam pembelajaran guru belum
merancang kegiatan belajar yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan
penemuan, guru belum memberikan masukan dan motivasi pada siswa dalam
pembelajaran. Guru juga belum memanfaatkan lingkungan sebagai media
pembelajaran yang memiliki peran penting dalam sumber belajar. Hal tersebut
ditemukan permasalahan bahwa siswa belum termotivasi untuk menemukan
dan memecahkan masalah IPA secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari.
Dimana dalam proses pembelajaran IPA, siswa lebih banyak diam dan
menerima informasi dari guru serta sulit untuk mengajukan pertanyaan. Oleh
karena itu, hal ini dapat dikatakan bahwa keterlibatan siswa dalam
pembelajaran IPA di kelas masih rendah. Rendahnya keterlibatan siswa di
kelas juga sejalan dengan masih rendahnya hasil belajar siswa kelas V SD
menunjukkan perolehan nilai yang kurang optimal atau belum mencapai

3
kriteria ketuntasan minimal (KKM) terhubung dengan hal-hal tersebut diatas
diharapkan para guru harus mampu merencanakan dan menggunakan berbagai
model-model pembelajaran agar siswa bersemangat dalam belajar dan salah
satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh para guru adalah model
think-talk-write (TTW).

Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah model


pembelajaran yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman
dan komunikasi siswa. Model pembelajaran think-talk-write dikembangkan
oleh Huinker dan Laughlin (Yamin dan Ansari, 2008:84) yang dibangun
melalui berfikir, berbicara dan menulis. Alur model think-talk-write dimulai
dari keterlibatan siswa dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri
setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan
temannya kemudian menulis hasil diskusi sesuai dengan kreativitasnya. Pada
proses pembelajaran terjadi aktivitas berpikir, berkomunikasi dan
mengkonstruksi ide berdasarkan pemahaman dan pengetahuan yang
diperolehnya. Dengan strategi pembelajaran ini diharapkan siswa terlibat
secara aktif, baik secara individual maupun dalam kelompok belajar.

Melalui penggunaan model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) ini


diharapkan bahwa hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA menjadi
lebih baik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Penerapan Model Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Hasil
Belajar IPA Tentang Sistem Pencernaan Pada Manusia Di Kelas V SDK
Lewokung Kecamatan Larantuka”

B. Rumusan Masalah dan Pemecahannya

4
1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat


dirumuskan masalah penelitian ini adalah: “Apakah pembelajaran IPA
dengan model pembelajaran think-talk-write tentang sistem
pencernaan pada manusia dapat meningkatkan hasil belajar siswa di
kelas V SDK Lewokung ?“

2. Pemecahan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan terdahulu, maka


langkah selanjutnya peneliti melakukan perencanaan pemecahan
masalah penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

a) Perencanaan

Rencana meliputi: (a) menyusun silabus dan rencana


pelaksanaan pembelajaran (RPP), (b) merancang alat evaluasi,
dan (c) menganalisis hasil evaluasi.

b) Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran sesuai perencanaan


pada siklus I dan siklus II.

c) Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan belajar


mengajar selama proses pembelajaran berlangsung.

5
d) Refleksi

Menerapkan model think-talk-write dalam


pembelajaran IPA untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini


bertujuan untuk meningkatkan model pembelajaran think-talk-write
terhadap hasil belajar IPA tentang sistem pencernaan pada manusia di
SDK Lewokung.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

a) Bagi guru, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang


pembelajaran sains dengan penerapan model think-talk-write untuk
meningkatkan hasil belajar siswa serta mengembangkan model
pembelajaran TTW tersebut.
b) Bagi siswa, dari penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
membantu siswa untuk memperoleh kesempatan mengembangkan
kemampuan bekerja ilmiah serta lebih mudah memahami konsep
melalui kerja ilmiah dalam pembelajaran sains.

6
c) Bagi sekolah bermanfaat dalam peningkatan, pengawasan dan
pengkondisian suasana belajar di sekolah yang menyenangkan.
Sekolah dapat memantau secara langsung tingkat keseriusan dan
semangat siswa dalam belajar sehingga hasil belajarnya meningkat,
yang pada akhirnya citra sekolah pun baik.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Belajar

a. Pengertian belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar
memiliki arti “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini
memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk
mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai
kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai
sebelumnya. Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu,
memahami, mengerti, dapat melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu
(Fudyartanto, 2002).
Selanjutnya, menurut Hilgrad dan Bower (Fudyartanto, 2002),
belajar (to learn) memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai
pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan
demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan
penguasaan tentang sesuatu.
Berdasarkan beberapa defenisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman. Secara sederhana belajar bertujuan untuk
memperoleh perubahan yang dapat dilihat dan diukur setelah seseorang
individu terlibat dalam proses belajar. Sadirman (Rani, 2018:10)
mengemukakan bahwa tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan
pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan serta pembentukan
sikap. Selain itu, Dimyati dan Mudjiono (Rani, 2018:10)

8
mengemukakan bahwa tujuan belajar adalah memperoleh hasil belajar
dan pengalaman hidup.
Selanjutnya, Bloom (Isti’adah, 2020:16-17) mendefinisikan bahwa
terdapat tiga ranah yang digolongkan sebagai tujuan belajar yaitu:
1) Ranah kognitif
Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku yang berhubungan
dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah.
2) Ranah afektif
Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan
penyesuaian perasaan sosial meliputi kepekaan terhadap hal-hal
tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal-hal tersebut.
3) Ranah psikomotor
Ranah psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan


bahwa tujuan belajar adalah untuk memperoleh perubahan perilaku
seseorang yang berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.

b. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam


kompetensi, keterampilan, dan sikap. Kemampuan manusia untuk
belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik
bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan
untuk belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi

9
terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat,
belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya
dan pengetahuan dari generasi ke generasi (Bell-Gredler, 1986).
Menurut Morgan dan kawan-kawan (1986), yang menyatakan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi
sebagai hasil latihan atau pengalaman. Sedangkan Mansyur (1992:12)
bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
latihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap,
bahkan meliputi segenap aspek organisme atau rpibadi. Untuk itu
belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Siswa
dikatakan belajar apabila siswa tersebut berubah perilakunya setelah
mengalami proses belajar dan dapat menunjukkan hasil belajar melalui
pemahaman-pemahaman dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari.
Hasil belajar tersebut meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif,
keterampilan, dan sikap. Aspek kognitif berkaitan dengan pemahaman
konsep, aspek keterampilan berkaitan dengan pembangunan
kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak
kemampuan yang lebih tinggi dalam diri siswa, sedangkan aspek sikap
berkaitan dengan kecenderungan untuk melakukan dengan cara, metode,
pola dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-
individu maupun objek-objek tertentu.
Namun dalam penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada hasil
belajar yang dilihat dari aspek kognitif. Menurut Bloom (Susanto,
2016:6), aspek kognitif atau pemahaman konsep merupakan
kemampuan menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari.
Pemahaman menjadi tolak ukur seberapa besar kemampuan siswa dalam
menerima, menyerap dan memahami apa yang dibaca, dilihat dan

10
dialamai serta dirasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung
yang dilakukan.
Selanjutnya, untuk mengukur pemahaman konsep siswa, maka perlu
untuk dilakukan evaluasi. Hal ini sesuai dengan pandangan W. S.
Winkel (Susanto, 2016:8) sehubungan dengan evaluasi produk yang
menyatakan bahwa melalui produk dapat diselidiki apakah dan seberapa
jauh suatu tujuan instruksional telah tercapai. Evaluasi produk dapat
dapat dilakukan dengan berbagai macam tes baik secara lisan maupun
tertulis.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hakim (Kristin, 2016:92-94) menyatakan bahwa secara
garis besar keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.
1) Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
individu itu sendiri yakni faktor biologis dan faktor psikologis.
Faktor biologis berkenaan dengan kondisi fisik yang normal
serta semua anggota tubuh dapat berfungsi dengan baik serta
kondisi kesehatan fisik dimana tubuh yang sehat dan segar
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Kemudian
faktor psikologis dihubungkan dengan sikap mental yang positif,
intelegensi, kemauan, bakat, daya ingat dan daya konsentrasi.
2) Faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar
individu itu sendiri. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan faktor
waktu.
Jenis-jenis alat evaluasi yang digunakan dalam mengukur
hasil belajar yakni dengan menggunakan tes, diantaranya tes
tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Adapula yang tidak
menggunakan tes atau sering disebut non-tes, diantaranya

11
observasi, wawancara, studi kasus, skala penilaian dan check list.
Menurut Wiana Mulyana (1993:5), bahwa dalam proses belajar
mengajar, evaluasi dapat dilaksanakan dalam tiga tahap berturut-
turut seperti berikut:
1) Pretest (Tes awal)
Pretest berarti tes yang diberikan untuk memperoleh
infomasi tentang kemampuan awal peserta didik, sebelum
mereka mengikuti program pembelajaran yang telah
disiapkan. Tujuan dari pretest adalah untuk mengukur taraf
penguasaan para siswa terhadap pelajaran yang akan
diberikan itu sudah dikuasai para siswa.
2) Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis.
3) Post-test
Post-test diberikan setelah selesai mengikuti program
pembelajaran. Tes yang diberikan identik dengan yang
diberikan pada tes awal, jadi bedanya terletak pada waktu
dan fungsinya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh
mana tujuan pengajaran dapat tercapai oleh para siswa.

c. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola


yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,

12
film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992:4). Selanjutnya,
Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita
ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Adapun
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000:10) mengemukakan maksud
dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Model Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang
memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut
dengan lancar. Model pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) yang
diperkenalkan oleh Kuiner dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun
melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Model ini dikembangkan dari
keterlibatan siswa dari proses berpikir setelah membaca, selanjutnya
berbicara dan membagi ide/sharing dengan teman lain atau dalam
kelompok kemudian mengungkapkan dalam tulisan atau rangkuman
sesuai dengan kreativitasnya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka kerja yang memberikan gambaran
sistematis untuk melaksanakan pembelajaran agar membantu belajar
siswa dalam tujuan tertentu yang ingin dicapai.

d. Ilmu Pengetahuan Alam

Powler (dalam Sumantowa, 2011:3) menjelaskan tentang ilmu


pengetahuan alam merupakan ilmu yang berhubungan dengan
gejala alam dan kebendaan yang sistematis tersusun secara teratur,

13
berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen secara sistematis. Sistematis artinya pengetahuan
tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, saling berkaitan,
dan satu kesatuan yang utuh. Senada dengan pendapat Powler, IPA
merupakan ilmu pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara
teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan dan hasil observasi
dan eksperimen (Carin & Sund dalam Wisudawati dan Sulistyowati,
2014:24). Sumanto dkk (dalam Putra, 2013:40) memaparkan bahwa
sains atau ilmu pengetahuan umum merupakan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-
fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proes, penemuan, dan
memiliki sikap ilmiah.
Berdasarkan teori dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari gejala alam berupa makhluk hidup maupun benda
tidak hidup berdasarkan observasi, dan penelitian secara sistematis.
Ilmu Pengetahuan Alam memiliki empat unsur utama sebagai
berikut (Wisudawati & Eka, 2014:24).
a. Sikap : IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda,
fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat.
Persoalan IPA dapat dipecahkan dengan menggunakan
prosedur yang bersikap open ended.
b. Proses : Proses memecahkan masalah pada IPA
memungkinkan adanya prosedur yang runtut dan sistematis
melalui metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan
hipotesis, perencanaan eksperimen atau percobaan, evaluasi,
pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
c. Produk : IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip,
teori, dan hukum.

14
d. Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran IPA keempat unsur diharapkan dapat muncul
sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara
utuh dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami
fenomena alam mealui kegiatan pemecahan masalah yang
menerapkan langkah-langkah metode ilmiah (Wisudawati & Eka,
2014:24).
Adapun tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahun Alam menurut
Depdiknas (dalam Trianto, 2010:138) adalah sebagai berikut ini :
a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek
sains dan teknologi
d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup masyarakat dan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Salah satu tujuan Ilmu Pengetahuan Alam yang sesuai dalam
tahap perkembangan siswa pada pembelajaran IPA di sekolah
adalah mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai ilmiah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumanto dkk (dalam Putra, 2013 :
40) bahwa sains atau Ilmu Pengetahuan umum merupakan cara
dalam mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai
pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses
penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.

15
e. Sistem Pencernaan Pada Manusia

a. Rongga Mulut

Bagian ini merupakan awal dari saluran pencernaan yang


mana didalamnya terdapat adanya alat-alat dan kelenjar pencernaan
seperti halnya lidah, gigi, dan kelenjar ludah.
a) Lidah
Fungsi organ tubuh manusia ini yaitu untuk mengatur
makanan pada saat kita mengunyah dan untuk mendorong
makanan supaya dapat masuk ke dalam kerongkongan. Selain
daripada itu, lidah juga memiliki fungsi untuk indera pengecap
rasa (manis, asin, pahit, masam, dan pedas) serta peka terhadap
panas, dingin, dan juga tekanan.(Haryanto dalam Ikhsan,2015)

b) Gigi
Penggolongan gigi berdasarkan pada fungsinya dapat
dikelompokkan menjadi 3 jenis, antara lain : 1) gigi seri yang
mempunyai fungsi untuk memotong makanan, 2) gigi taring
yang mempunyai fungsi untuk merobek makanan, 3) gigi

16
geraham yang mempunyai fungsi untuk menggilas dan
mengunyah makanan.
Pertumbuhan gigi yaitu pada saat bayi yang berusia sekitar 6-7
bulan hingga 26 bulan. Gigi yang terdapat pada anak-anak
dikenal juga sebagai gigi susu atau gigi sulung. Setelah anak
berusia kira-kira 6-14 tahun, maka gigi susu satu per satu akan
tanggal yang kemudian akan diganti gigi tetap.
Pada bagian mulut terdapat adanya ludah yang dikeluarkan oleh
kelenjar ludah. Letak kelenjar ludah yaitu di bawah lidah dan di
bawah telinga. Air ludah sendiri mengandung enzim ptialin atau
amilase yang mempunyai fungsi untuk memecah karbohidrat
secara kimiawi menjadi maltosa.

b. Kerongkongan
Bagian kerongkongan (esofagus) adalah saluran makanan
dari mulut menuju lambung. Adapun panjang dari kerongkongan
yaitu 20 cm. Kerongkongan bisa melakukan gerakan meremas-
remas makanan dapat terdorong dan masuk ke dalam lambung.
Gerak kerongkongan tersebut disebut dengan gerakan peristaltis.
Pada bagian kerongkongan ini tidak terjadi proses pencernaan.

17
c. Lambung
Bagian lambung (ventrikulus) mempunyai bentuk seperti
halnya kantong. Letak lambung yaitu terletak di dalam rongga
perut agak ke sebelah kiri, tepat di bawah sekat rongga badan
(diafrgma). Pada bagian lambung, makanan yang masuk
mengalami proses pencernaan yang mana dinding lambung yang
penuh dengan otot-otot akan berkontraksi dan mengaduk-aduk
makanan tersebut. Selain dari pada itu, dinding lambung akan
mengeluarkan getah dikenal dengan sebutan getah lambung, dan
getah ini mengandung pepsin, renin, lipase, dan asam klorida.
Pepsin mempunyai fungsi untuk memecah protein. Renin
memiliki fungsi untuk memecah protein susu. Sedangkan lipase
berfungsi untuk mencerna lemak. Asam klorida berfungsi untuk
mematikan mikroorganisme yang masuk bersama dengan
makanan. Lalu, makanan sedikit demi sedikit di dorong menuju
ke dalam usus halus. Proses pengosongan lambung berlangsung
sekitar 2-3 jam.

18
d. Usus Halus
Alat pencernaan usus halus (intestinum) ini merupakan
saluran pencernaan terpanjang. Bagian usus halus terdiri dari tiga
bagian, antara lain : 1) usus dua belas jari (duodenum), 2) usus
kososng (jejunum), 3) usus penyerapan (ileum). Bagian pertama
dari usus halus yaitu usus dua belas jari. Di dalam usus ini
terdapat adanya saluran yang berasal dari kantong empedu dan
pankreas. Empedu akan menghasilkan garam empedu yang
mempunyai fungsi untuk membantu mencerna lemak. Sedangkan
untuk pankreas akan menghasilkan enzim makanan, yaitu enzim
tripsin yang memiliki fungsi memecah protein menjadi asam-
asam amino serta enzim lipase yang mempunyai fungsi untuk
mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Pada usus dua
belas jari tersebut, kemudian makanan berubah bentuk menjadi
seperti halnya bubur yang lumat dan encer. Usus kosong adalah
kelanjutan dari usus dua belas jari. Mengapa disebut usus
kosong? Disebut usus kososng karena usus ini tidak
menghasilkan enzim. Pencernaan secara enzimatis masih
dilakukan pada usus kosong sebagai proses kelanjutan dari
pencernaan di dalam usus dua belas jari. Panjang dari usus
penyerapan yaitu antara 0,75 m sampai dengan 3,5 m. Pada usus
penyerapan terjadi suatu proses penyerapan sari-sari makanan.

19
Permukaan dinding di dalam usus penyerapan berjonjot oleh
karenanya sari-sari makanan akan terserap dengan baik. Hasil
akhir dari pencernaan yaitu berupa, gluktosa, fruktosa, galaktosa,
asam lemak, gliserol, dan asam-asam amino. Vitamin dan juga
mineral tidak dicerna, baik itu pencernaan dilakukan secara
mekanik maupun kimiawi/enzimatis.Gluktosa, fruktosa,
galaktosa, asam lemak, gliserol, dan juga asam amino akan
diserap oleh darah. Lalu, zat-zat tersebut akan diedarkan ke
seluruh tubuh. Asam lemak diserap oleh getah bening. Pembuluh
getah bening bermuara juga pada pembuluh darah.

e. Usus Besar
Usus besar adalah usus yang mempunyai ukuran besar. Sisa-
sisa atas proses pencernaan dari usus halus akan dilepaskan ke
usus besar. Usus besar mempunyai tambahan usus yang disebut
usus buntu (sekum). Pada ujung usus buntu terdapat adanya usus
tambahan yang disebut dengan umbai cacing (apendiks). Jika
terjadi peradangan pada usus buntu (disebut apendisitis), secara
umum apendiks tersebut lalu dipotong.

20
Fungsi utama usus besar yaitu untuk mengatur kadar air
dalam sisa pencernaan. Jika berlebihan, maka iar dalam sisa
pencernaan tersebut akan diserap oleh usus besar. Demikian juga
dengan kondisi sebaliknya. Di dalam usus besar terdapat adanya
bakteri koli (Escherichia coli) yang mempunyai peran
membusukkan atas sisa pencernaan menjadi kotoran. Oleh sebab
itu, kotoran menjadi lunak dan mudah dikeluarkan. Bagian akhir
dari usus besar yang panjangnya kira-kira 15 cm yaitu dikenal
dengan sebutan rektum atau lubang pelepasan. Rektum bermuara
pada anus. Proses pengeluaran kotoran disebut dengan defekasi.

Gambar 2.3 Organ Pencernaan pada Manusia

21
f. Model Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)
a. Pengertian Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)
Think Talk Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi
latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan
lancar. Strategi yang diperkenalkan pertama kali oleh Kuiner dan
Laughlin (dalam Huda, 2014:218) ini didasarkan pada pemahaman
bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Strategi Think Talk
Write (TTW) mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan
kemudian menuliskan suatu topik tertentu. Strategi ini digunakan
untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa
sebelum dituliskan.
Model Think Talk Write (TTW) memperkenankan siswa
untuk memengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum
menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ia juga membantu siswa
dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui
percakapan terstruktur, (Winarti, 2018:234).
Sebagaimana namanya, strategi ini memiliki sintak yang
sesuai dengan urutan didalamnya, yakni think (berpikir), talk
(berbicara), dan write (menulis).
Tahap 1 : Think (berpikir)
Siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai
dengan soal yang dihubungkan dengan permasalahan sehari-hari atau
kontekstual). Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan
kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil
tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan dan hal-hal yang tidak
dipahami dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Tahap 2 : Talk (berbicara)
Siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya
pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun,

22
serta menguji negosisasi, sharing ide-ide dalam kegiatan diskusi
kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya
dalam berdiskusi, baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun
refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain.
Tahap 3 : Write (menulis)
Pada tahap ini, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dan
kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan
konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya,
strategi penyelesaian, dan solusi yang diperoleh.
Menurut Silver dan Smith (Huda, 2014:219) peranan dan
tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi Think
Talk Write (TTW) adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang
memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan
menyimak ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis
dengan hati-hati, mempertimbangkan dan memberi informasi
terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor,
menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif.
Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu siswa
bekerja secara aktif, seperti soal-soal yang memiliki jawaban open
ended.
Menurut Siregar dan Nara, model pembelajaran Think Talk
Write (TTW) adalah model pembelajaran yang dimulai dari alur
berpikir, melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan
alternatif solusi) selanjutnya berbicara dengan melakukan diskusi,
presentasi, dan terakhis menulis dengan membuat laporan hasil
diskusi maupun presentasi, (Khusna, dkk, 2017:138).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memulai belajar

23
dengan memahami permasalahan terlebih dahulu. Siswa kemudian
terlibat secara aktif dalam diskusi kelompok, dan akhirnya
menuliskan dengan bahasa sendiri hasil belajar yang diperolehnya.
Model pembelajaran TTW merupakan perencanaan tindakan yang
cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu melalui kegiatan
berpikir (think), berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat (talk) dan
menulis hasil diskusi (write) agar kompetensi yang diharapkan
tercapai.
b. Manfaat Think Talk Write (TTW) dalam Pembelajaran
Menurut Hamdayama (2015 : 21) manfaat Think Talk Write
(TTW) adalah sebagai berikut :
1. Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat membantu
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga
pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik. Siswa dapat
mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan
temannya sehingga siswa saling membantu dan bertukar
pikiran. Hal ini dapat membantu siswa dalam memahami
materi yang diajarkan.
2. Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) dapat melatih
siswa untuk menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan
secara sistematis sehingga siswa akan lebih memahami materi
dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya
dalam bentuk tulisan.
Manfaat model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
sangat memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran
karena siswa dituntut lebih aktif dan melaksanakan tiga
aktivitas yaitu think artinya berpikir, talk artinya berbicara dan
write artinya menulis sehingga hal ini dapat membantu
memahami materi yang diajarkan.

24
c. Peran dan Tugas Guru dalam usaha Mengefektifkan Think Talk Write
(TTW)
Peranan dan tugas guru dalam mengefektifkan penggunaan strategi
TTW ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Silver dan Smith
(Yamin, 2008) adalah :
1. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan
keterlibatan, menantang setiap siswa berpikir.
2. Mendengar secara hati-hati ide siswa.
3. Menyuruh siswa mengemukakan ide secara lisan dan tulisan.
4. Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi
5. Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi
persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan
membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan.
6. Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi, dan
memutuskan kapan dan bagaimana mendorong siswa untuk
berpartisipasi.

d. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)


Menurut Siswanto dan Ariani (2016 : 108) langkah-langkah
think talk write yaitu :
1) Guru membagi lembar kerja siswa (LKS) yang berisi masalah
yang harus diselesaikan oleh siswa. Jika diperlukan berikan
sedikit petunjuk.
2) Siswa membaca masalah yang ada dalam LKS dan membuat
catatan kecil secara individu tentang apa yang mereka ketahui
dalam masalah tersebut. Ketika peserta didik membuat catatan
kecil inilah yang akan terjadi proses berpikir (Think) pada
siswa. Setelah itu siswa berusaha untuk menyelesaikan
masalah tersebut secara individu. Kegiatan ini agar siswa

25
dapat membedakan atau menyatukan ide-ide yang terdapat
pada bacaan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
sendiri.
3) Siswa berdiskusi dengan teman kelompok untuk membahas
isi catatan yang dibuatnya dan penyelesaian masalah
dikerjakan secara individu (Talk). Dalam kegiatan ini mereka
menggunakan bahasa dan kata-kata mereka sendiri untuk
menyampaikan ide-ide yang dihasilkan dalam diskusi. Model
TTW akan efektif jika terdiri dari 2-6 siswa yang bekerja
untuk menjelaskan, meringkas, atau merefleksikan.
4) Dari hasil diskusi siswa secara individu merumuskan
pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan
keterkaitan konsep metode dan solusi) dalam bentuk tulisan
(Write) dengan bahasa sendiri. Pada tulisan itu siswa
menghubungkan ide-ide yang telah diperolehnya melalui
diskusi.
5) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok
sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.
6) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan
kesimpulan atas materi yang dipelajari. Selain tiu, siswa
diwajibkan untuk menerapkan materi yang diperoleh dalam
cerita yang ditulis.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan
model TTW ini menurut Hamdayana (2014 : 219) adalah sebagai
berikut :
1) Guru membagikan LKS yang memuat soal yang harus
dikerjakan oleh siswa serta petunjuk pelaksanaannya.

26
2) Peserta didik membawa masalah yang ada dalam LKS dan
membuat catatan kecil secara individu tentang apa yang ia
ketahui dan tidak ketahui dalam masalah tersebut.
3) Guru membagi siswa dalam kelompok kecil (3-5 siswa).
4) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu
kelompoknya untuk membahas isi catatan dari hasil catatan
(talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa dan
kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide
dalam diskusi. Diskusi diharapkan dapat menghasilkan
solusi atas soal yang diberikan.
5) Dari hasil diskusi, peserta didik secara individu merumuskan
pengetahuan berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan
keterkaitan konsep, metode, dan solusi) dalam bentul tulisan
(write) dengan bahasa nya sendiri. Pada tulisan itu, peserta
didik menghubungkan ide-ide yang diperolehnya melalui
diskusi.
6) Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi kelompok.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti mengambil
kesimpulan untuk menerapkan langkah-langkah pembelajaran
TTW adalah sebagai berikut :
1) Penjelasan dari guru tentang model pembelajaran TTW
2) Penyampaian materi oleh guru
3) Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 2-6 orang
siswa
4) Guru membagikan LKS kepada tiap siswa, siswa membaca
LKS dan membuat catatan kecil atas jawabannya secara
individu
5) Siswa berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk
membahas catatan dari hasil catatan indiividu (isi LKS)

27
6) Siswa merumuskan pengetahuan yang didapatkan dari hasil
diskusi dan dituangkan dalam bentuk tulisan dengan
menggunakan bahasanya sendiri
7) Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, guru
meminta kelompok lain untuk menanggapi jawaban
kelompok yang sedang presentasi

e. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Think Talk Write


(TTW)
Menurut Siswanto dan Ariani (2016 : 108) terdapat
keunggulan dan kelemahan Think Talk Write (TTW) :
1) Keunggulan Think Talk Write (TTW) yaitu :
a) Mempertajam seluruh keterampilan berpikir kritis
b) Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka
memahami materi ajar
c) Dengan memberikan soal dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa
d) Dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan
melibatkan siswa secara aktif dalam belajar
e) Membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan
teman, guru, dan bahkan dengan diri mereka sendiri
f) Memberikan pembelajaran ketergantungan secara positif
g) Suasana menjadi rileks sehingga terjalinnya hubungan
persahabatan antara siswa dan guru
h) Adanya keterampilan menjalin hubungan interpersonal yang
berupa keterampilan sosial berupa: tenggang rasa, bersikap
sopan terhadap teman, mengkritik ide orang lain secara benar,
berani mempertahankan pikiran dengan logis, dan

28
keterampilan lain yang bermanfaat untuk menjalin hubungan
antarindividu.
2) Kelemahan Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) yaitu :
a) Ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan
kemampuan dan kepercayaan, karena didominasi oleh siswa
yang mampu.
b) Guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan
matang agar dalam menerapkan model pembelajaran Think
Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan.
c) Dengan keleluasaan pembelajaran maka apabila keleluasaan
itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak
dapat tercapai
d) Apabila guru kurang jeli, dalam memberikan penilaian
individu akan sulit
e) Dibutuhkan fasilitas yang cukup memadai untuk
pelaksanaannya.

Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan Think


Talk Write (TTW) yaitu model pembelajaran yang dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, siswa mampu
berinteraksi dengan siswa yang lain sehingga ada komunikasi satu
dengan yang lainnya. Kekurangan Think Talk Write (TTW) adalah
siswa bisa kehilangan kemampuan karena didominasi oleh siswa
yang mampu dan guru harus menyiapkan secara matang persiapan
pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai.

29
B. Literature Map

Hasil penelitian sebelumnya dapat dibuat bagan sebagai berikut :

Hasil
Model Pembelajaran
belajar
TTW

S Safira (2019) P Astutik, Esri


P Vina Pebri (2021) Winarti,A (2018)
Think Talk Write Mujiwati & Keka Putri
Think Talk Write Think Talk Write
(TTW) – Hasil (2020)
(TTW) – Prestasi (TTW) – Prestasi
Belajar (TTW) - Hasil Belajar
Belajar Belajar

Yang Akan Diteliti :


Model Pembelajaran TTW – Hasil Belajar

Literature Map

C. Kerangka Berpikir

Proses belajar mengajar di sekolah dasar dimana peran guru sangat


penting untuk kelancaran proses belajar mengajar tersebut, karena ciri-ciri
dari siswa sekolah dasar yang unik dan masih belum mandiri sehingga
memerlukan peran guru untuk mencerdaskan siswa dari pendidikan yang
dipelajarinya. Di samping itu, siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar

30
mempunyai kemampuan-kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus
dipandang sebagai stimulus bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) akan memberikan peluang
pelibatan proses mental secara optimal, seperti mengamati,
mengklasifikasikan, dan mengkomunikasikan setiap ide-ide yang ditemui oleh
siswa mereka sendiri.
Pembelajaran TTW dimulai dengan bagaimana siswa memikirkan
penyelesaian suatu tugas atau masalah, kemudian diikuti dengan
mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui forum diskusi, dan akhirnya
melalui forum diskusi tersebut siswa dapat menuliskan kembali hasil
pemikirannya. Aktivitas berpikir, berbicara, dan menulis adalah salah satu
bentuk aktivitas belajar-mengajar sains yang memberikan peluang kepada
siswa untuk berpartisipasi aktif. Melalui aktivitas tersebut siswa dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa secara tepat, terutama saat
menyampaikan ide-ide sains.
Pembelajaran sains dengan model pembelajaran TTW ini diharapkan
siswa dapat mengembangkan keingintahuannya dengan cara berpikir melalui
bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan
hasil presentasi. Untuk lebih jelas, peneliti menggambarkan kerangka berpikir
sebagai berikut :

Pembelajaran
Hasil Belajar Hasil Belajar
menggunakan
Meningkat
langkah-langkah

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir

31
D. Tindakan Hipotesis

Dalam penelitian ini bahwa tindakan hipotesis merupakan asumsi-


asumsi peneliti terhadap masalah penelitian dan tujuan penelitian sebagai
berikut: “jika dalam pembelajaran tentang sistem pencernaan pada manusia
menggunakan model think talk write (TTW) maka hasil belajar siswa kelas V
SDK Lewokung Kecamatan Larantuka akan meningkat”.

E. Penelitian Terdahulu

No Nama/Instansi/Tahun Judul Metode Hasil


1 I Wayan Gunawan Penerapan Model Jenis Hasil Penelitian
UNDIKSHA 2016 Think Talk Write Penelitian Ini Tersebut
Untuk Meningkatkan Adalah Disimpulkan
Kemampuan Berpikir Penelitian Bahwa Penerapan
Kritis Dan Hasil Tindakan Model
Belajar Ipa Kelas IV Kelas. Subjek Pembelajaran
SD Penelitian Kooperatif Tipe
Adalah Siswa Think Talk Write
Kelas IV Di (Ttw) Dalam
SD Negeri 6 Pembelajaran Ipa
Kawan Tahun Di Kelas IV SD
Pelajaran Negeri 6 Kawan
2015/2016 Tahun Pelajaran
Yang 2015/2016 Dapat
Berjumlah 21 Meningkatkan
Orang. Data Kemampuan
Hasil Belajar Berpikir Kritis

32
Dikumpulkan Dan Hasil Belajar
Dengan Siswa.
Instrumen Peningkatan
Tes Pilihan Terjadi Karena
Ganda Siswa Termotivasi
Berjumlah 20 Untuk Belajar
Butir, Dengan Adanya
Sedangkan Diskusi Kelompok
Data Yang Berisikan
Kemampuan Kegiatan Berpikri
Berpikir (Think), Berbicara
Kritis (Talk), Dan
Dikumpulkan Menulis (Write)
Dengan
Instrumen
Tes Uraian
Berjumlah 10
Butir. Data
Yang
Terkumpul
Selanjutnya
Dianalisis
Menggunakan
Metode
Analisis
Statistik
Deskriptif
2 Asih Winarti, Riset Model Pembelajaran Penelitian Ini Hasil Penelitian
dan Konseptual Think Talk Write Merupakan Diperoleh, Pada

33
(2018) Meningkatkan Penelitian Akhir Siklus I
Prestasi Belajar Mata Tindakan Siswa Tuntas
Pelajaran Ipa Kelas V Kelas Dalam Mencapai 22
Sdn 3 Ngadirejo Dua Siklus Siswa (85%). Pada
(Perencanaan, Siklus Ii Siswa
Pelaksanaan Tuntas Mencapai
Tindakan, 24 Siswa (92%).
Observasi, Kenaikan Atau
Dan Peningkatan
Refleksi). Ketuntasan
Penelitian Ini Belajar Dari
Mengambil Siklus I Ke Siklus
Populasi Ii Pertemuan
Seluruh Kelas Sebanyak 7%.
V Sdn 3 Nilai Rata-Rata
Ngadirejo. Kelas Yang
Subjek Yang Diperoleh Pada
Diteliti Siklus I Adalah
Berjumlah 26 80. Pada Siklus Ii
Siswa Yang Sebesar 84.
Terdiri Dari Terjadi
Siswa Laki- Peningkatan
Laki 15 Dan Sebesar 4 Poin
Siswa
Perempuan
11 Siswa.
3 Siti Niswatun Azizah Penerapan Model Jenis Hasil penelitian
& Wahyudi (2018) TTW Berbasis penelitian ini menunjukkan
Saintifik Untuk merupakan adanya

34
Meningkatkan Hasil penelitian peningkatan hasil
Belajar Tema tindakan belajar siswa
Kebersamaan Siswa kelas yang karena adanya
Kelas II menggunakan aktivitas belajar
bentuk spiral siswa. Persentase
dari model hasil belajar siklus
Kemmis dan 1 muatan Bahasa
Mc Taggart Indonesia sebesar
untuk tahapan 78,95% dan pada
acting dan siklus II sebesar
observating 100%. Sedangkan
disatukan persentase
dalam satu ketuntasan pada
kolom. matetamtika
Subjek dalam siklus I
penelitian ini sebesar 81,6% dan
adalah siswa siklus II sebesar
kelas II SDN 92%. Berdasarkan
Salatiga 05. hasil tersebut,
Peneliti penelitian dengan
menggunakan model TTW
teknik berbasis saintifick
analisis data dapat
deskriptif meningkatkan
kuantitatif hasil belajar siswa.
dan kualitatif. Sehingga dapat
digunakan dalam
pembelajaran

35
untuk
meningkatkan
hasil belajar.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu jenis penelitian
yang dilakukan oleh guru untuk memecahkan masalah pembelajaran dalam
kelasnya. Menurut Suharsismi (Daryanto, 2018:3), PTK merupakan paparan
gabungan defenisi dari tiga kata, yaitu penelitian, tindakan dan kelas.
Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan
metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat
bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan
kualitas di berbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang
sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya
berbentuk rangkaian periode atau siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah
sekolompok siswa yang dalam waktu dan tempat yang sama menerima
pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama.
Menurut Jhon Elliot (Daryanto, 2018:3), bahwa PTK adalah tentang
situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan
didalamnya. Seluruh prosesnya meliputi telaah, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengaruh yang menciptakan hubungan antara
evaluasi diri dengan perkembangan profesional. Selanjutnya menurut Carr dan
Kemmis menyatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang
dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi
sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran
dari : (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b)
pengertian mengenai praktik-praktik tersebut, (c) situasi-situasi (lembaga-
lembaga) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan.

xxxvii
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu jenis
penelitian yang dilakukan oleh oleh guru di dalam kelasnya sebagai bentuk
refleksi diri dengan tujuan memperbaiki kualitas dan hasil pembelajaran.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDK Lewokung Kecamatan Larantuka.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDK Lewokung
yang berjumlah 30 orang siswa dengan rincian 11 orang laki-laki dan 19 orang
perempuan.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II (genap) Tahun Ajaran


2021/2022.

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut IGAK


Wardhani (2008:14), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang
dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa menjadi meningkat. Menurut Suharsimi Arikunto (2009:16) PTK terdiri
atas empat tahapan dalam tiap langkah (perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi). Langkah pertama, kedua dan seterusnya sistem
spiral yang saling terkait perlu diperhatikan oleh peneliti. Komponen tindakan
dan observasi menjadi satu komponen karena kedua kegiatan ini dilakukan
secara simultan. Dari siklus pertama bila peneliti menilai masih ada
kekurangan maka dapat diperbaiki pada siklus berikutnya dengan

xxxviii
memperbaiki atau mengembangkan sesuai dengan kebutuhan. Siklus dalam
spiral ini baru berhenti apabila tindakan yang dilakukan telah berhasil dan di
evaluasi dengan baik. Adapun keempat tahapan PTK tersebut adalah sebagai
berikut :

Perencanaan Pelaksanaan
Tindakan Tindakan
SIKLUS 1

Refleks Observasi dan

i Evaluasi

Perencanaan Pelaksanaan
Tindakan - II Tindakan - II
SIKLUS II

Gambar
Refleks Observasi dan
i - II Evaluasi - II

5. Siklus Kegiatan PTK

xxxix
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Tahap ini guru merencanakan apa yang akan dilakukan dalam
penelitian siklus I, merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

2. Tahap pelaksanaan tindakan


Tahap ini guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan langkah-
langkah yang ada pada RPP; dimana RPP yang digunakan yakni RPP
tema 3 subtema 1 pembelajaran 5 di kelas V Sekolah Dasar

3. Tahap Observasi dan Evaluasi


Observasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.
Pelaksanaan observasi dilakukan semua tim peneliti (observer) dan
dilaksanakan secara bersamaan dengan pelaksanaan tindakan dalam
rangka pengumpulan data. Untuk mengetahui keberhasilan dan
hambatan dari proses belajar mengajar dengan menggunakan tiga tahap
model TTW tersebut. Sedangkan evaluasi, dilakukan terhadap hasil tes
pemahaman konsep awal dilanjutkan dengan evaluasi analisis data yang
berdasarkan format observasi. Untuk mengetahui keberhasilan dan
hambatan dari proses belajar mengajar dengan menggunakan tiga tahap
model TTW tersebut.

4. Tahap Refleksi
Tahap ini peneliti bersama observer melakukan refleksi guna mencatat
segala temuan pada setiap siklus baik itu kelemahan maupun kelebihan
dari guru maupun siswa. Untuk dijadikan bahan acuan ke pembelajaran
siklus berikutnya.

xl
F. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini yakni data yang
berkaitan dengan aktivitas belajar setiap siklus dan data hasil belajar siswa per
siklus.
Untuk itu peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Teknik Tes Hasil Belajar
Teknik merupakan teknik yang memungkinkan peneliti memperoleh
data tentang hasil belajar siswa melalui evaluasi hasil belajar. Dalam
kaitan dengan penelitian ini maka peneliti menggunakan 2 (dua) tes
hasil belajar yakni tes awal (pre-test) dan tes akhir (post test).
2. Teknik Observasi
Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka
mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari
adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi
yang disengaja atau sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan
gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat
(Mardalis,2008:63). Berkaitan dengan penelitian ini, maka teknik ini
diperuntukkan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas belajar
siswa setiap siklus dengan panduan instrumen yang telah dirancang.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Hasil Observasi


Data observasi dianalisis dengan mendeskripsikan aktivitas
siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung dengan rentangan
skor 1-4 dimana 1 adalah skor terendah dan 4 adalah skor tertinggi
dengan rumus :

xli
Jumlah skor yang diperoleh
N= X 100
Jumlah skor maksimal
(Sudjana, 2008:133)

2. Analisis Data Hasil Tes


a. Nilai Ketuntasan Individual
Penilaian yang digunakan adalah skor mentah yang didapat siswa
dibagi dengan skor maksimum ideal dari tes tersebut kemudian
dikali 100.
⅀ Skor mentah siswa
N= X 100
Skor maksimum
(Purwanto,2010:102)
b. Nilai Rata-Rata Kelas
⅀x
x́ =
⅀n

Keterangan : x́ = Nilai rata-rata


⅀ x=Jumlah nilai seluruh siswa
⅀ n=Jumlah siswa
c. Nilai Presentase Ketentuan Belajar

⅀ Siswa Yang Tuntas


P= X 100 %
⅀ siswa
Keterangan :
P = Presentase Ketuntasan
(Daryanto, 2011 : 192)
Nilai yang diperoleh melalui perhitungan tersebut akan
digunakan untuk menetapkan kualitas hasil belajar siswa dalam
proses kegiatan belajar mengajar.

xlii
H. Indikator Keberhasilan

Indikator yang dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam


penelitian tindakan kelas ini yakni :
1. Siswa dikatakan berhasil dalam penilaian pembelajaran ini jika
jumlah siswa mencapai taraf penguasaan materi sekurang-kurangnya
75% sesuai dengan KKM yang berlaku di SDK Lewokung yaitu
untuk mata pelajaran IPA harus mencapai nilai 65.
2. Skor yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan kriteria yang telah
ditentukan sebagai parameter penelitian dimana terdapat 4 kriteria
keberhasilan yaitu :
a. 83 – 100 : Baik Sekali
b. 65 – 82 : Baik
c. 47 – 64 : Cukup
d. < 47 : Kurang

xliii
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Deni, & Wahyudin Dinn. 2018. Model Pembelajaran Di Sekolah.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Baharuddin, H, & Wahyuni, Esa Nur. 2010. Teori Belajar Dan Pembelajaran.
Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Agus, Hera, Puji. 2012. Pendidikan Anak Di Sekolah Dasar. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Jufri, Wahab. 2017. Belajar Dan Pembelajaran SAINS (Modal Dasar Menjadi Guru
Profesional). Bandung: Pustaka Reka Cipta.
Anggoro, Toha, Dkk. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tim Penulis FKIP. 2012. Panduan Tugas Akhir Program Sarjana FKIP. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Aqib, Zainal, & Amrullah, Ahmad. 2018. PTK Penelitian Tindakan Kelas – Teori
dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.
M.T, Amirono, & Daryanto.2016. Evaluasi dan Penilaian Pembelajaran Kurikulum
2013. Yogyakarta: Gava Media.
Kunandar. 2013. PENILAIAN AUTENTIK (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis Disertai dengan Contoh.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yanto, Medi. 2013. Jadi Guru yang Jago Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
C.V Andi Offset.
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif
dalam Kelas. Jakarta: Hasil PT. Stara.
Sudjana, Nana. 1984. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.

xliv
Tukiran Tanaredja., Efi Miftah Farida dan Sri Harmianto. 2011. Model-Model
Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Halimah, Leli. 2017. KETERAMPILAN MENGAJAR sebagai inspirasi untuk menjadi
guru yang excellent di adad ke-21. Bandung: PT Refika Aditama.
Mulyasa. 2015. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

xlv
xlvi

Anda mungkin juga menyukai