Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

Penerapan model pembelajaran inovatif dalam upaya memicu


dan memacu belajar peserta didik

Disusun oleh:

Nama : MISRA DEWI

NIM : A2M020047
 

Mata Kuliah : Landasan Tekhnologi Pendidikan

Dosen Pengampu  : Prof. Dr. Bambang Sahono, M. Pd.

  

PROGRAM STUDI PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
 KATA PENGANTAR
 
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya sehingga

penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini merupakan tugas individu dari mata kuliah Landasan Teknologi

Pendidikan yang berjudul “Penerapan model pembelajaran inovatif dalam upaya memicu

dan memacu belajar peserta didik”. Penyusunan makalah ini diselesaikan dengan berkat

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan

terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat, Prof. Dr.

Bambang Sahono, M.Pd., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Landasan Teknologi

Pendidikan yang telah berkontribusi dengan memberikan pengajaran maupun materi ajar

dan rekan-rekan semua di kelas C semester 1 Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.      

                                                                     Lahat, Februari 2021

                                                                                            

Penyusun,

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN

JUDUL ……………..………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii  

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….    iii

BAB I  PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang……………………………………………………………….  1

1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………….... 3

1.3    Tujuan ………………………………………………………………………. 3

1.4    Manfaat………………..…………………………………………………….. 3

                                                    

BAB II  PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Inovatif ………………………………………………………  4

        

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................        11
3.2 Saran................................................................................................................ 12

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sudah saatnya sekarang para pendidik/guru paud merubah pendekatan mengajarnya

dari yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi pendekatan mengajar yang berpusat

pada anak (child center) yaitu sebuah pendekatan pembelajaran yang memperhatikan

kebutuhan peserta didik. Adapun kebutuhan peserta didik adalah:

a) kebutuhan memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk berani bertindak,

menyelidiki apa yang mungkin terjadi, berbuat kesalahan dan belajar untuk

menerima konsekuensinya, serta beradaptasi di lingkungan yang baru,

b) kebutuhan untuk tahu, memberi alasan dan menyelesaikan permasalahan,

c) kebutuhan untuk menjadi kreatif dimana untuk kreatif, anak memerlukan peluang

untuk mengidentifikasi dan menyatakan perasaan emosional mereka melalui

bermain peran, berbagi cerita dengan lain anak-anak, bekerjasama dalam

kelompok; adanya orang yang mau mendengarkan dan merespon terhadap apa yang

mereka katakan,

d) kebutuhan untuk mengembangkan koordinasi fisik melalui aktivitas fisik,

berekplorasi dengan berbagai cara dan benda,

e) kebutuhan untuk berbagi pengalaman dengan lain anak-anak dan orang dewasa,

sehingga anak belajar untuk berbicara / mendengarkan ke orang lain, mengamati

dan meniru perilaku prososial, dan memahami perbedaan (Lilian Katz, 1988: 12).

Jiwa anak masih bersifat utuh bulat atau total dan belumlah disitu nampak

diferensiasi “tri sakti” manusia: pikiran, rasa dan kemauan. Pada masa pendidikan dimana

masa segala dorongan, nafsu atau instincten diperlukan untuk memenuhi segala

keinginannya. Selain adanya “insticten” (kekuatan yang ada di dalam jiwanya), anak-anak
juga mliki pancaindra yang merupakan sumber kekuatan untuk memasukkan alam luar ke

dalam jiwanya. Pada masa ini sangat membutuhkan latihan-latihan pancaindra sebagai

pekerjaan lahir untuk mendidik jiwa (pikiran, rasa, dan kemauan) kanak-kanak, dari

sifatsifatnya “kodrati atau natur” ke arah sifat-sifat “adab kemanusiaan atau kultur” (Ki

Hajar Dewantara, 2004: 275).

Melalui pengalaman panca inderanya anak-anak akan bereksplorasi dengan

lingkungannya, melakukan penyelidikan hingga menemukan pengetahuannya sendiri. Oleh

karena itu, guru harus benar-benar memahami kebutuhan anak dengan dimulai pada

pemilihan model pembelajaran yang inovatif. Inovasi dalam pendidikan anak usia dini

adalah pembaharuan yang di maksudkan untuk memecahkan masalah-masalah dan

mengembangkan pendidikan. Bila di kaitkan dengan inovasi dibidang pendidikan anak

usia dini maka yang dimaksud adalah teori, metode, media pembelajaran, pendekatan,

model pembelajaran atau yang lainnya yang di anggap sebagai hal baru oleh seseorang

atau sekelompok orang untuk memecahkan masalah-masalah dan mengembangkan

pendidikan. Salah satu wujud model kelas belajar yang inovatif yaitu tampak pada setting

kelas dan banyaknya pilihan main pada anak, karena salah satu ciri kelas yang berpusat

pada anak adalah banyaknya pilihan main yang di setting oleh guru sehingga anak fleksibel

berpindah dari satu pilihan main ke pilihan yang lain dan yang terpenting supaya

pengalaman main anak dapat mengarah pada sifat-sifat kemanusiaan / kultur maka perlu

ditekankan start and finish dalam aturan main, yaitu ketika anak sudah menjatuhkan

pilihan mainnya maka ia harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.

Oleh karena itu, pentingnya pemahaman guru akan kebutuhan anak, serta model

pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran di sekolah agar kualitas

pendidikan anak usia dini menjadi lebih baik.


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah kajian ilmiah ini adalah:

Bagaimanakah model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan kebutuhan siswa?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan kajian ilmiah ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran inovatif

yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam rangka menciptakan kelas yang

berpusat pada anak.

1.4 Manfaat

a). Dapat menambah wawasan pengetahuan terkait dengan pengembangan model

pembelajaran inovatif di kelas pendidika

b). Bagi Guru:

(1) Meningkatkan kualitas pembelajaran yang kreatif dan inovatif sesuai dengan minat

dan kebutuhan anak.

(2) Mengubah paradigma pembelajaran dari yang berpusat ke guru menjadi

pembelajaran dan berpusat pada anak.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran Inovatif


Pembelajaran inovatif merupakan bentuk pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan

dapat memfasilitasi perkembangan dan kebutuhan anak. Bentuk pembelajaran inovatif

menggabungkan atau mengkolaborasikan beberapa aspek penting yang dapat memperkaya

isi pembelajaran menjadi suatu yang baru. Sedangkan model pembelajaran inovatif adalah

suatu desain atau rancangan yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi

lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi dalam pembelajaran yang menarik dan

menyenangkan sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga terjadi perubahan atau

perkembangan pada diri anak. Ada beberapa model pembelajaran inovatif yang sesuai

dengan kebutuhan anak usia dini yaitu: Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik

Kegiatan pendidikan menurut para ahli konstruktivis adalah memulai pelajaran dari”apa

yang diketahui peserta didik” dan guru hanya berperan sebagai ’fasilitator dan penyedia

kondisi” supaya proses belajar bisa berlangsung. (Dasim, 2002: 4).

Peserta didik membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami

apa yang terjadi disekeliling mereka dengan mensintesa pengalamanpengalaman baru

dengan apa yang mereka telah pahami sebelumnya. Menurut Richardson (1997), paling

tidak ada empat ciri kegiatan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pertama,

ialah problematik. Pada tahap ini persoalan yang dikaji diangkat dari persoalan yang

menantang dan terkait dengan keseharian anak didik. Kedua, mengembangkan proses

diskoveri dan inkuiri. Anak didik diajak untuk memecahkan persoalan melalui kegiatan

eksplorasi dan pembuktian untuk menemukan pengertian baru. Ketiga, kegiatan

pembelajaran memacu proses ”sharing” atau berbagi pendapat, ide, kegiatan dan pemikiran

baik antar individu maupun dalam kelompok. Keempat, memacu anak untuk melakukan

refleksi dan revisi terhadap struktur pengetahuan yang telah ia miliki untuk melahirkan

pengetahuan baru.
Pembelajaran Berbasis Kooperatif dalam Kelompok Prinsip belajar kooperatif

(Cooperative Learning) merupakan proses pembelajaran yang berbasis kerjasama.

Pembelajaran berbasis kooperatif cocok diterapkan pada sekolah karena mampu melatih

sosial dan kemampuan bekerjsama. Dalam belajar anak melakukan kerjasama antar teman

sebaya dan antar komponenkomponen lain di sekolah (Dasim, 2002: 9). Kerjasama

antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian

bersama, contohnya pada peserta didik, belajar dalam kelompok meliputi kelompok kecil,

sedang, dan besar. Kelompok kecil biasanya terdiri atas dua anak (pair). Hal ini

dimaksudkan agar tidak terlalu sulit mengaturnya. Percobaan menanam biji, menghias

pohon, atau mendisain pesawat dari plastisin dapat menggunakan kelompok kecil.

Kelompok sedang terdiri atas empat anak, biasanya untuk tugas yang lebih kompleks,

seperti menggambar pada kertas lebar. Kegiatan kelompok besar (seluruh kelas) juga

sangat penting untuk menyatukan anak dalam kelas sebagai suatu tim. Kegiatan yang

membutuhkan banyak partisipasi anak, seperti mendirikan tenda, dapat digunakan dalam

kelompok besar. Sedangkan kerjasama antar komponen komponen lain di sekolah

termasuk kerjasama sekolah dengan orangtua siswa dan lembaga terkait, misalnya pada

saat kegiatan puncak tema ataupun field trip ke suatu lokasi yang jauh (kantor pos, kebun

kopi, bandara, dsb). Harapannya dengan kerjasama semua pihak maka akan tercipta

pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan anak.

Pembelajaran Berbasis Kontekstual Contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah

proses pendidikan yang bertujuan menolong anak didik melihat makna di dalam materi

akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjeksubjek akademik

dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan konteks keadaan

pribadi, sosial dan budaya mereka (Johnson, 2007 :67). Untuk jenjang pendidikan anak

usia dini, belajar dikemas dalam lintas bidang pengembangan/kompetensi (kognitif,


bahasa, seni, fisik motorik, dan sosial emosional) sehingga anak melihat bagaimana

pengetahun dan keterampilan berhubungan dengan kehidupan mereka (sekarang dan yang

akan datang). Sebagaimana diungkapkan John Dewey (1938), fokus pengajaran seharusnya

ditujukan terhadap minat dan kemampuan yang sekarang nyata-nyata dimiliki anak, karena

pendidikan dipandang sebagai proses sepanjang hidup, oleh karena itu, anak diajak belajar

dari persoalan yang nyata dalam konteks kehidupan seharihari.

Oleh karena itu, ketika menggunakan pendidikan kontekstual, guru harus

memperhatikan karakteristik CTL (Clifford dan Wilson, 2000), yaitu:

1) Menekankan adanya pemecahan masalah (problem solving). Pembelajaran

hendaknya berdasar pada masalah yang riil, menarik, menantang, dan bermakna

bagi siswa.

2) Pembelajaran terjadi di berbagai konteks (multiple contexts), artinya pendekatan

pembelajaran kontekstual menggunakan berbagai setting, baik tempat, persoalan,

maupun kecakapan dalam konteks yang beragam, seperti: perkebunan, sekolah,

keluarga, pasar, dll. Selain itu, Pengajar tidak selalu guru, guru dapat

memprogramkan kegiatan belajar bersama orangtua, dalam hal ini orangtua dengan

berbagai profesi yang berbeda bertugas sebagai pengajar, misalnya petani,

pedagang, pembuat roti, peternak, dokter, dll.

3) Membimbing anak untuk memonitor hasil belajarnya sehingga ia mampu belajar

secara mandiri. Program dirancang untuk membantu anak-anak menjawab

pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Saat anak mengajukan pertanyaan,

timbullah minat, motivasi dan perhatian mereka dengan sendirinya.

4) Peran guru disini adalah mencari jalan untuk jawaban yang memuaskan anak tanpa

terlalu menyederhanakan informasi atau menghujani anak dengan informasi yang

tidak dapat dipahami.


5) Pembelajaran menggunakan berbagai ragam kehidupan anak didik sebagai titik

pijak.

6) Modalitas belajar berasal dari pengetahuan awal tentang latar belakang sosial

budaya, cita-cita, dan tipologi masyarakat masingmasing anak didik.

7) Mendorong anak untuk saling belajar dengan temannya.

8) Menerapkan otentik asesmen (authentic assessment). Evaluasi tidak dilakukan

dalam bentuk ‘tes” karena tidak sesuai dengan keluguan, dan kemurnian alam

pikiran anak usia dini. Dalam konteks pembelajaran, asesmen dilakukan

menyeluruh, dalam konteks alami dan otentik (bukan rekayasa), oleh karena itu,

maka disebut asesmen otentik.

Fokus asesmen adalah memperhatikan proses yang menghasilkan produk, yaitu

proses interaksi anak dengan lingkungannya yang kondusif, serta proses perubahan yang

terjadi karena meningkatnya kemampuan anak dalam perkembangannya (profisiensi)

(Iksan Waseso, 2008: 4.12).

Oleh karena itu, teknik untuk menangkap kinerja dan proses secara terus menerus

adalah melalui:

(1) pengamatan tentang perkembangan dan belajar anak,

(2) pencatatan anekdotal yang singkat dan lengkap,

(3) cheklist untuk melihat arah perkembangan dan deskripsinya,

(4) sampel produk berupa contoh yang mewakili hasil karya anak (portofolio),

(5) sampling waktu atau peristiwa kegiatan,

(6) wawancara yang dilakukan ketika anak-anak bermain. Berdasarkan

karakteristik CTL, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual menekankan

pentingnya pengembangan kecakapan hidup (life skill).


Untuk anak usia dini, kecakapan hidup lebih difokuskan untuk kegiatan yang akan

dipakai anak sepanjang hayat (longlife skills). (Slamet Suyanto. 2003: 165-173). Dalam

menerapkan pembelajaran berbasis kontekstual, maka guru harus mengawalinya dengan

pemilihan KD yang dihubungkan dengan pengalaman hidup nyata atau riil.

Adapun dalam pemilihan KD di kelas hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai

berikut: a. Kedekatan: KD hendaknya dipilih dimulai dari tema yang terdekat dengan

kehidupan Peserta didik kepada KD yang semakin jauh dari kehidupan anak. Agar anak

didik dan guru dapat melakukan kegiatan eksplorasi kegiatan secara tuntas melalui wahana

tersebut. Rentang waktu pelaksanaan jangan terlalu singkat, rentang waktu sekitar satu

bulan (empat minggu) untuk satu KD, merupakan rentang wakttu yang cukup untuk

eksplorasi. Proses identifikasi KD menjadi indikator dapat dilakukan oleh guru dan anak

didik melalui kegiatan percakapan sehingga indikator yang akan dijadikan payung kegiatan

benar-benar diperoleh dari sudut pandang peserta didik (fokus pada minat anak) bukan dari

sudut pandang guru. Tentu saja untuk mengembangkan materi pembelajaran tersebut, guru

hendaknya mengacu pada buku-buku referensi agar dapat menyampaikan informasi yang

tepat pada anak. Ketika guru dapat mendesain pembelajaran seperti tema yang diangkat

tersebut maka anak akan mendapatkan pengalaman langsung (hands on experience) yang

erat kaitannya dengan masalah dikehidupan sehari-hari, sehingga tujuan akhir dari

pembelajaran tersebut “anak yang tadinya tidak suka ikan akan suka ikan karena kegiatan

makan bersama dengan teman. Hal ini sesuai dengan definisi pembelajaran, yaitu proses

interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar

untuk membantu membimbing anak belajar dengan baik sesuai dengan tahap

perkembangannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik.

Dalam melaksanakan pembelajaran di kelas perlu memperhatikan prinsip-prinsip

sebagai berikut:
a) bermain sambil belajar,

b) berorientasi pada prinsipprinsip perkembangan anak,

c) berorientasi pada kebutuhan anak,

d) kreatif dan inovatif,

e) didukung oleh lingkungan yang kondusif,

f) menggunakan pendekatan tematik,

g) mengembangkan keterampilan hidup,

h) berpusat pada anak,

i) demokratis,

j) bermakna.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran inovatif dirancang dalam rangka menciptakan kelas yang

berpusat pada anak. Ada beberapa model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan

kebutuhan anak usia dini, antara lain: model pembelajaran inovatif berbasis

konstruktivistik, kooperatif dan kelompok, serta kontekstual. Dalam pembelajaran berbasis

konstruktivistik, guru hendaknya memulai pembelajaran dengan apa yang diketahui anak.

Ada empat ciri pembelajaran ini yaitu: problematik; mengembangkan proses diskoveri dan

inkuiri; kegiatan pembelajaran memacu proses ”sharing” atau berbagi pendapat, ide,

kegiatan dan pemikiran baik antar individu maupun dalam kelompok; dan memacu anak

untuk melakukan refleksi dan revisi terhadap struktur pengetahuan yang telah ia miliki

untuk melahirkan pengetahuan baru. Pembelajaran berbasis kooperatif, anak belajar

melakukan kerjasama antar teman sebaya dan antar komponen-komponen lain di sekolah.

Kerjasama antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk

bahan kajian bersama, belajar dalam kelompok meliputi kelompok kecil, sedang, dan

besar. Selain itu, dalam model pembelajaran kontekstual, anak diajak belajar dari persoalan

yang nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru harus mengawali

pembelajaran dengan pemilihan tema yang dihubungkan dengan pengalaman hidup nyata

atau riil anak usia dini. Dalam mengembangkan tema, guru sebaiknya mengacu pada

referensi yang tepat agar konsep yang dikenalkan pada anak tepat pula.

3.2 Saran

Dalam merancang model pembelajaran inovatif hendaknya guru mengawalinya

dengan menggali tema-tema pembelajaran yang sesuai minat anak dan berbasis problem

sesuai konteks kehidupan sehari-hari. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang disajikan
hendaknya mengembangkan proses discoveri dan inkuiri, kerjasama antar teman sebaya,

memacu proses berbagi ide dan refleksi.

Daftar Pustaka

Bredekamp, Sue. 1992. Developmentaaly Appropriate Practice in Early Childhood


Programs Serving Children from birth through Age 8. Washington DC.
Budimansyah, Dasim. 2002. ModelModel Pembelajaran dan Penilaian Berbasis
Portofolio. Bandung: Genesindo.

Children’s Resources International. 1997. Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak.
Jakarta: CRI Inc.-USAID Depdiknas, 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional,
Jakarta.

Dewantara, Ki Hajar. 2004. Bagian Pertama: Pendidikan (Cetakan Ketiga). Yogyakarta:


Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan


Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Terjemahan: Chaedar Alwasilah.
Bandung: Mizan Media UtamaKatz, Lilian. 1988.

Early Childhood Education: What Research Tell Us. Canada: Phi Delta Kappa Educational
Association.

Santrock, John W. 2002. Life - Span Development, 5 E. Terjemahan: Achmad Chusairi &
Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.

Tu’u, Tulus, S.Th, 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:
Grasindo

Anda mungkin juga menyukai