Disusun oleh:
NIM : A2M020047
Makalah ini merupakan tugas individu dari mata kuliah Landasan Teknologi
Pendidikan yang berjudul “Penerapan model pembelajaran inovatif dalam upaya memicu
dan memacu belajar peserta didik”. Penyusunan makalah ini diselesaikan dengan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat, Prof. Dr.
Bambang Sahono, M.Pd., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Landasan Teknologi
Pendidikan yang telah berkontribusi dengan memberikan pengajaran maupun materi ajar
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat diharapkan oleh penulis.
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL ……………..………………………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat………………..…………………………………………………….. 3
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
dari yang berpusat pada guru (teacher center) menjadi pendekatan mengajar yang berpusat
pada anak (child center) yaitu sebuah pendekatan pembelajaran yang memperhatikan
a) kebutuhan memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk berani bertindak,
menyelidiki apa yang mungkin terjadi, berbuat kesalahan dan belajar untuk
c) kebutuhan untuk menjadi kreatif dimana untuk kreatif, anak memerlukan peluang
kelompok; adanya orang yang mau mendengarkan dan merespon terhadap apa yang
mereka katakan,
e) kebutuhan untuk berbagi pengalaman dengan lain anak-anak dan orang dewasa,
dan meniru perilaku prososial, dan memahami perbedaan (Lilian Katz, 1988: 12).
Jiwa anak masih bersifat utuh bulat atau total dan belumlah disitu nampak
diferensiasi “tri sakti” manusia: pikiran, rasa dan kemauan. Pada masa pendidikan dimana
masa segala dorongan, nafsu atau instincten diperlukan untuk memenuhi segala
keinginannya. Selain adanya “insticten” (kekuatan yang ada di dalam jiwanya), anak-anak
juga mliki pancaindra yang merupakan sumber kekuatan untuk memasukkan alam luar ke
dalam jiwanya. Pada masa ini sangat membutuhkan latihan-latihan pancaindra sebagai
pekerjaan lahir untuk mendidik jiwa (pikiran, rasa, dan kemauan) kanak-kanak, dari
sifatsifatnya “kodrati atau natur” ke arah sifat-sifat “adab kemanusiaan atau kultur” (Ki
karena itu, guru harus benar-benar memahami kebutuhan anak dengan dimulai pada
pemilihan model pembelajaran yang inovatif. Inovasi dalam pendidikan anak usia dini
usia dini maka yang dimaksud adalah teori, metode, media pembelajaran, pendekatan,
model pembelajaran atau yang lainnya yang di anggap sebagai hal baru oleh seseorang
pendidikan. Salah satu wujud model kelas belajar yang inovatif yaitu tampak pada setting
kelas dan banyaknya pilihan main pada anak, karena salah satu ciri kelas yang berpusat
pada anak adalah banyaknya pilihan main yang di setting oleh guru sehingga anak fleksibel
berpindah dari satu pilihan main ke pilihan yang lain dan yang terpenting supaya
pengalaman main anak dapat mengarah pada sifat-sifat kemanusiaan / kultur maka perlu
ditekankan start and finish dalam aturan main, yaitu ketika anak sudah menjatuhkan
Oleh karena itu, pentingnya pemahaman guru akan kebutuhan anak, serta model
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah kajian ilmiah ini adalah:
1.3 Tujuan
Adapun tujuan kajian ilmiah ini adalah untuk mengetahui model pembelajaran inovatif
yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam rangka menciptakan kelas yang
1.4 Manfaat
(1) Meningkatkan kualitas pembelajaran yang kreatif dan inovatif sesuai dengan minat
BAB II
PEMBAHASAN
isi pembelajaran menjadi suatu yang baru. Sedangkan model pembelajaran inovatif adalah
suatu desain atau rancangan yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi
lingkungan yang memungkinkan anak berinteraksi dalam pembelajaran yang menarik dan
perkembangan pada diri anak. Ada beberapa model pembelajaran inovatif yang sesuai
dengan kebutuhan anak usia dini yaitu: Model Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik
Kegiatan pendidikan menurut para ahli konstruktivis adalah memulai pelajaran dari”apa
yang diketahui peserta didik” dan guru hanya berperan sebagai ’fasilitator dan penyedia
Peserta didik membangun pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami
dengan apa yang mereka telah pahami sebelumnya. Menurut Richardson (1997), paling
tidak ada empat ciri kegiatan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Pertama,
ialah problematik. Pada tahap ini persoalan yang dikaji diangkat dari persoalan yang
menantang dan terkait dengan keseharian anak didik. Kedua, mengembangkan proses
diskoveri dan inkuiri. Anak didik diajak untuk memecahkan persoalan melalui kegiatan
pembelajaran memacu proses ”sharing” atau berbagi pendapat, ide, kegiatan dan pemikiran
baik antar individu maupun dalam kelompok. Keempat, memacu anak untuk melakukan
refleksi dan revisi terhadap struktur pengetahuan yang telah ia miliki untuk melahirkan
pengetahuan baru.
Pembelajaran Berbasis Kooperatif dalam Kelompok Prinsip belajar kooperatif
Pembelajaran berbasis kooperatif cocok diterapkan pada sekolah karena mampu melatih
sosial dan kemampuan bekerjsama. Dalam belajar anak melakukan kerjasama antar teman
sebaya dan antar komponenkomponen lain di sekolah (Dasim, 2002: 9). Kerjasama
antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian
bersama, contohnya pada peserta didik, belajar dalam kelompok meliputi kelompok kecil,
sedang, dan besar. Kelompok kecil biasanya terdiri atas dua anak (pair). Hal ini
dimaksudkan agar tidak terlalu sulit mengaturnya. Percobaan menanam biji, menghias
pohon, atau mendisain pesawat dari plastisin dapat menggunakan kelompok kecil.
Kelompok sedang terdiri atas empat anak, biasanya untuk tugas yang lebih kompleks,
seperti menggambar pada kertas lebar. Kegiatan kelompok besar (seluruh kelas) juga
sangat penting untuk menyatukan anak dalam kelas sebagai suatu tim. Kegiatan yang
membutuhkan banyak partisipasi anak, seperti mendirikan tenda, dapat digunakan dalam
termasuk kerjasama sekolah dengan orangtua siswa dan lembaga terkait, misalnya pada
saat kegiatan puncak tema ataupun field trip ke suatu lokasi yang jauh (kantor pos, kebun
kopi, bandara, dsb). Harapannya dengan kerjasama semua pihak maka akan tercipta
Pembelajaran Berbasis Kontekstual Contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah
proses pendidikan yang bertujuan menolong anak didik melihat makna di dalam materi
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial dan budaya mereka (Johnson, 2007 :67). Untuk jenjang pendidikan anak
pengetahun dan keterampilan berhubungan dengan kehidupan mereka (sekarang dan yang
akan datang). Sebagaimana diungkapkan John Dewey (1938), fokus pengajaran seharusnya
ditujukan terhadap minat dan kemampuan yang sekarang nyata-nyata dimiliki anak, karena
pendidikan dipandang sebagai proses sepanjang hidup, oleh karena itu, anak diajak belajar
hendaknya berdasar pada masalah yang riil, menarik, menantang, dan bermakna
bagi siswa.
keluarga, pasar, dll. Selain itu, Pengajar tidak selalu guru, guru dapat
memprogramkan kegiatan belajar bersama orangtua, dalam hal ini orangtua dengan
4) Peran guru disini adalah mencari jalan untuk jawaban yang memuaskan anak tanpa
pijak.
6) Modalitas belajar berasal dari pengetahuan awal tentang latar belakang sosial
dalam bentuk ‘tes” karena tidak sesuai dengan keluguan, dan kemurnian alam
menyeluruh, dalam konteks alami dan otentik (bukan rekayasa), oleh karena itu,
proses interaksi anak dengan lingkungannya yang kondusif, serta proses perubahan yang
Oleh karena itu, teknik untuk menangkap kinerja dan proses secara terus menerus
adalah melalui:
(4) sampel produk berupa contoh yang mewakili hasil karya anak (portofolio),
dipakai anak sepanjang hayat (longlife skills). (Slamet Suyanto. 2003: 165-173). Dalam
berikut: a. Kedekatan: KD hendaknya dipilih dimulai dari tema yang terdekat dengan
kehidupan Peserta didik kepada KD yang semakin jauh dari kehidupan anak. Agar anak
didik dan guru dapat melakukan kegiatan eksplorasi kegiatan secara tuntas melalui wahana
tersebut. Rentang waktu pelaksanaan jangan terlalu singkat, rentang waktu sekitar satu
bulan (empat minggu) untuk satu KD, merupakan rentang wakttu yang cukup untuk
eksplorasi. Proses identifikasi KD menjadi indikator dapat dilakukan oleh guru dan anak
didik melalui kegiatan percakapan sehingga indikator yang akan dijadikan payung kegiatan
benar-benar diperoleh dari sudut pandang peserta didik (fokus pada minat anak) bukan dari
sudut pandang guru. Tentu saja untuk mengembangkan materi pembelajaran tersebut, guru
hendaknya mengacu pada buku-buku referensi agar dapat menyampaikan informasi yang
tepat pada anak. Ketika guru dapat mendesain pembelajaran seperti tema yang diangkat
tersebut maka anak akan mendapatkan pengalaman langsung (hands on experience) yang
erat kaitannya dengan masalah dikehidupan sehari-hari, sehingga tujuan akhir dari
pembelajaran tersebut “anak yang tadinya tidak suka ikan akan suka ikan karena kegiatan
makan bersama dengan teman. Hal ini sesuai dengan definisi pembelajaran, yaitu proses
interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
untuk membantu membimbing anak belajar dengan baik sesuai dengan tahap
sebagai berikut:
a) bermain sambil belajar,
i) demokratis,
j) bermakna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran inovatif dirancang dalam rangka menciptakan kelas yang
berpusat pada anak. Ada beberapa model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan
kebutuhan anak usia dini, antara lain: model pembelajaran inovatif berbasis
konstruktivistik, guru hendaknya memulai pembelajaran dengan apa yang diketahui anak.
Ada empat ciri pembelajaran ini yaitu: problematik; mengembangkan proses diskoveri dan
inkuiri; kegiatan pembelajaran memacu proses ”sharing” atau berbagi pendapat, ide,
kegiatan dan pemikiran baik antar individu maupun dalam kelompok; dan memacu anak
untuk melakukan refleksi dan revisi terhadap struktur pengetahuan yang telah ia miliki
melakukan kerjasama antar teman sebaya dan antar komponen-komponen lain di sekolah.
Kerjasama antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk
bahan kajian bersama, belajar dalam kelompok meliputi kelompok kecil, sedang, dan
besar. Selain itu, dalam model pembelajaran kontekstual, anak diajak belajar dari persoalan
yang nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru harus mengawali
pembelajaran dengan pemilihan tema yang dihubungkan dengan pengalaman hidup nyata
atau riil anak usia dini. Dalam mengembangkan tema, guru sebaiknya mengacu pada
referensi yang tepat agar konsep yang dikenalkan pada anak tepat pula.
3.2 Saran
dengan menggali tema-tema pembelajaran yang sesuai minat anak dan berbasis problem
sesuai konteks kehidupan sehari-hari. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang disajikan
hendaknya mengembangkan proses discoveri dan inkuiri, kerjasama antar teman sebaya,
Daftar Pustaka
Children’s Resources International. 1997. Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak.
Jakarta: CRI Inc.-USAID Depdiknas, 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Early Childhood Education: What Research Tell Us. Canada: Phi Delta Kappa Educational
Association.
Santrock, John W. 2002. Life - Span Development, 5 E. Terjemahan: Achmad Chusairi &
Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.
Tu’u, Tulus, S.Th, 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta:
Grasindo