Oleh
Kelompok 2
Helsa Rahmatika (180341863055)
Irani Lailatul Badria (180341863067)
Jevi Milda R. (180341863008)
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Berbagai Metode/Model Pembelajaran Inovatif untuk
Sekolah/PT Bagian I: (Direct Instruction, Inquiry, Discovery, Problem Based
Learning, Project Based Learning, Problem Solving Problem Posing dan Hasil
Modifikasi/Pengembangannya (RICOSRE)” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lupa kami sampaikan terima kasih
kepada:
1. Dr. Susriyati Mahanal, M.Pd selaku Dosen Pengampu Matakuliah
Pengembangan Desain Pembelajaran Biologi.
2. Teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sebagai manusia yang memiliki keterbatasan tentu hasil
makalah ini jauh dari sempurna. Dengan semangat amar makruf dan upaya
peningkatan ilmu pengetahuan kami senantiasa mengharap kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya, semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Direct Instruction .................................................................................... 2
B. Discovery .................................................................................................. 7
C. Inquiry...................................................................................................... 13
D. Problem Based Learning ......................................................................... 20
E. Project Based Learning ........................................................................... 30
F. Problem Solving ....................................................................................... 36
G. Problem Posing ....................................................................................... 41
H. RICOSRE ................................................................................................ 44
BAB III PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................................. 50
B. Saran ........................................................................................................ 51
DAFTAR RUJUKAN .........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada proses pembelajaran di kelas hingga saat ini masih juga ditemukan
pengajar yang memposisikan peserta didik sebagai objek belajar, bukan sebagai
individu yang harus dikembangkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat
mematikan potensi peserta didik. Dan dalam keadaan tersebut peserta didik hanya
mendengarkan pidato guru di depan kelas, sehingga mudah sekali peserta didik
merasa bosan dengan materi yang diberikan. Akibatnya, peserta didik tidak paham
dengan apa yang baru saja disampaikan oleh guru.
Pada model pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan model
pembelajaran yang lainnya, dalam model pembelajaran ini, peranan guru adalah
menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi
investigasi dan dialog. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menetapkan topik masalah yang akan dibahas, walaupun sebenarnya guru telah
menetapkan topik masalah apa yang harus dibahas. Hal yang paling utama adalah
guru menyediakan kerangka pendukung yang dapat meningkatkan kemampuan
penyelidikan dan intelegensi peserta didik dalam berpikir. Proses pembelajaran
diarahkan agar peserta didik mampu menyelesaikan masalah secara sistematis dan
logis. Model pembelajaran ini dapat terjadi jika guru dapat menciptakan
lingkungan kelas yang terbuka dan jujur, karena kelas itu sendiri merupakan
tempat pertukaran ide-ide peserta didik dalam menanggapi berbagai masalah.
Jika dilihat dari sudut pandang psikologi belajar, model pembelajaran ini
berdasarkan pada psikologi kognitif yang berakar dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Melalui model
pembelajaran ini peserta didik dapat berkembang secara utuh, artinya bukan hanya
perkembangan kognitif, tetapi peserta didik juga akan berkembang dalam bidang
affektif dan psikomotorik secara otomatis melalui masalah yang dihadapi.
Model pembelajaran berbasis penemuan dan masalah mengambil psikologi
kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokus pembelajaran pada model ini
menekankan pada apa yang peserta didik pikirkan selama mereka terlibat dalam
1
2
proses pembelajaran, bukan pada apa yang mereka kerjakan dalam proses
pembelajaran.
Menurut Tan (2003) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi
dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang
mendalam tentang apa dan bagaimana Pembelajaran Berbasis penemuan Inquiry
dan Discovery dan berbasis masalah (Problem Based Learning) ini untuk
selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran, sehingga dapat
memberi masukan, khususnya kepada para guru tentang Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) ini yang menurut Tan (2003) merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang relevan dengan tuntunan abad ke 21 dan
umumnya kepada para ahli dan praktisi pendidikan yang memusatkan
perhatiannya pada pengembangan dan inovasi dalam sistem pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana model Pembelajaran Direct Instruction?
2. Bagaimana model Pembelajaran Discovery?
3. Bagaimana model Pembelajaran Inquiry?
4. Bagaimana model Problem Based Learning?
5. Bagaimana model Project Based Learning?
6. Bagaimana model Problem Solving?
7. Bagaimana model Problem Poising?
8. Bagaimana model RICOSRE?
C. Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui model Pembelajaran Direct Instruction
2. Untuk mengetahui model Pembelajaran Discovery
2
3
4
5
Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang kadang-kadang
disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk
memberikan umpan balik kepada siswa.
e. Memberikan kesempatan latihan mandiri
Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir
pelajaran pada pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah
atau berlatih secara mandiri, merupakan kesempatan bagi siswa untuk
menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri (Jogiyanto,
2006)
B. Discovery Learning
1. Konsep Model Pembelajaran Discovery
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan
pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri.
Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “ Discovery Learning can be defined as
the learning that takes place when the student is not presented with subject matter
in the final form, but rather is required to organize it him self” (Bahri, 2014).
Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus
berperan aktif dalam belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, di mana
murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Bahri,
2014). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Bahri
2014). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses
mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan
melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the
mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Bahri, 2014).
8
C. Inquiry Learning
1. Definisi Model Pembelajaran Inquiry
Menurut Sund & Trow Gride dalam Trianto (2014) model pembelajaran
inquiry merupakan proses menemukan dan menyelidiki masalah, menyusun
hipotesa, merencanakan eksperimen, mengumpulkan data, dan menarik
kesimpulan hasil pemecahan masalah. Menurut W. Gelly dalam Trianto (2014)
suatu kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
siswa untuk mencari dan meyelidiki secara sistematik, kritis, logis, dan analisis
sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya
diri, dan menurut Oemar Hamdik dalam Trianto (2014) suatu strategi yang
berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa ke dalam suatu persoalan
atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur
dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
meyelidiki suatu persoalan dengan suatu prosedur dan struktur kelompok yang
digariskan secara jelas.
mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari “sesuatu” yang harus ditemukan
oleh peserta didik melalui proses berfikir adalah sesuatu yang dapat ditemukan,
bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu, setiap gagasan yang harus
dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
b. Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa
dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan
guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau
pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar peserta
didik dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya melalui interaksi mereka.
Kemampuan guru untuk mengatur interaksi memang bukan pekerjaan yang
mudah. Sering guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses
interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi berlangsung antar peserta didik yang
mempunyai kemampuan berbicara saja walaupun pada kenyataanya pemahaman
peserta didik tentang substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang atau
guru justru menanggalkan peran sebagai pengatur interaksi.
c. Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah
guru sebagai “penanya”, sebab kemampuan peserta didik untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berfikir. Oleh
sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat
diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru,
apakah bertanya itu hanya sekadar untuk meminta perhatian peserta didik,
melacak, mengembangkan kemampuan, atau bertanya untuk menguji dan untuk
tujuan-tujuan yang lain.
d. Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan seluruh
otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya
cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa peserta didik
15
untuk berpikir logis dan rasional, membuat peserta didik dalam posisi “kering dan
hampa” oleh karena itu belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh
pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukan unsur-unsur yang dapat
memengaruhi emosi, yaitu unsur estetika, melalui proses belajar yang
menyenangkan dan menggairahkan.
e. Keterbukaan
Belajar adalah proses mencoba berbagai kemungkinan, segala sesuatu
mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, peserta didik perlu diberikan kebebasan
untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakaan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenaranya. Tugas guru
adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukan.
1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh
peserta didik
2) Menjelaskan pokok-pkok kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik
untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta
tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan
merumuskan kesimpulan.
3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan hipotesis merupakan langkah yang membawa siswa pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Masalah hendaknya dirumuskan
sendiri oleh peserta didik. Peserta didik akan memiliki motivasi belajar yang
tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.
Dengan demikian, guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah
pembelajaran, guru hanya memberikan topik yang akan dipelajari, sedangkan
bagaimana rumusan masalah yang sesuai dengan topik yang telah ditentukan
sebaiknya diserahkan kepada peserta didik. Masalah yang dikaji adalah masalah
yang mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya, guru perlu
mendorong agar peserta didik dapat merumuskan masalah yang menurut guru
jawaban sebenarnya sudah ada, peserta didik tinggal mencari dan mendapatkan
jawaban secara pasti.
Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui
terlebih dahulu oleh peserta didik. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh
melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa peserta didik sudah
memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.
Jangan harapkan peserta didik dapat melakukan tahapan inkuiri selanjutnya,
manakala ia belum paham konsep-konsep yang terkandung dalam rumusan
masalah.
c. Mengajukan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenaranya.
Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki
17
sejak individu itu lahir. Potensi berpikir dimulai dari kemampuan setiap individu
untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan.
Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, ia akan sampai pada isi yang
bisa mendorong untuk berpikir lebih lanjut. Oleh sebab itu potensi untuk
mengembangkan kemampuan menebak pada setiap individu harus dibina.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan
menebak (berhipotesis) setiap peserta didik adalah dengan mengajukan berbagai
pertanyaan dengan guru hendaknya dapat mendorong peserta didik untuk dapat
merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai kemungkinan
perkiraan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. Perkiraan sebagai
hipotesis bukan sembarang perkiraan, melainkan harus memiliki landasan berpikir
yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman
wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap
individu yang kurang memiliki wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis
yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam setiap strategi pembelajaran
inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran
guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mendorong peserta didik untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
Sering terjadi kemacetan berinkuiri manakala peserta didik tidak apresiatif
terhadap pokok permasalahan. Hal itu biasanya ditunjukan oleh gejala-gejala
ketidak bergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala
semacam ini, maka guru hendaknya secara terus menerus memberikan dorongan
kepada pesera didik untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan
secara merata kepada seluruh peserta didik sehingga mereka terangsang untuk
berpikir.
18
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari
tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Disamping itu,
menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, melainkan harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggung jawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran yang terjadi. Oleh karena
banyaknya data yang diperoleh, kesimpulan yang dirumuskan tidak focus
terhadap masalah yang hendak dipecahkan, karena itu, untuk mencapai
kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukan kepada peserta didik
data mana yang relevan.
b. Inkuiri dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sendiri
dengan cara belajar mereka.
c. Inkuiri merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan
peserta didik yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, peserta didik
yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta
didik yang lemah dalam belajar (Trianto, 2007).
Kelemahan Model Pembelajaran Inquiry
Selain mempunyai kelebihan, model pembelajaran inquiry juga memiliki
beberapa kelemahan, sebagai berikut.
a. Jika inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka guru akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.
b. Perencanaan pembelajaran dengan strategi ini sulit karena terbentur dengan
kebiasaan peserta didik dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplikasikanya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik
dalam menguasai materi pelajaran, SPI akan sulit diimplementasikan oleh guru
(Trianto, 2007).
tradisional. Hal ini dapat dimengerti bahwa para dokter yang nanti bertugas pada
kenyataannya selalu dihadapkan pada masalah pasiennya sehingga harus mampu
menyelesaikannya. Walaupun pertama dikembangkan dalam pembelajaran di
sekolah kedokteran tetapi pada perkembangan selanjutnya diterapkan dalan
pembelajaran secara umum.
Model Problem Based Learning (PBL) dikembangkan berdasarkan
konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar
penemuan atau discovery learning. Konsep tersebut memberikan dukungan
teoritis terhadap pengembangan model PBL yang berorientasi pada kecakapan
memproses informasi. Menurut Kemendikbud (2014: 27) PBL merupakan suatu
model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”
bekerja bersama kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan nyata siswa.
Model Problem Based learning adalah model pembelajaran yang menuntut
siswa mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual, menumbuhkan kemampuan kerja sama, dan
mengembangkan sikap sosial (Hamruni, 2011). Dalam model Problem Based
learning dirancang masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan
yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki
strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim
(Ahmadi, 2011). Menurut Kurniasih (2014) PBL merupakan sebuah model
pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan
sehari-hari siswa (bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk belajar.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa Model
Problem Based Learning adalah sebuah model pebelajaran yang dirancang
menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa
(bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk belajar.
Landasan teori Problem Based Learning adalah kolaborativisme, suatu
pandangan yang berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan
degan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimlikinya
dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesame
individu. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa proses pembelajaran berpindah
dari transfer informasi fasilitator mahasiswa ke prose konstruksi pengetahuan
22
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun
pengetahuan secara kolaborative, maka PBM dilaksakan dalam kelompok
kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan
penetapan tujuan yang jelas.
5) Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun,
walaupun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa
dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai.
Sedangkan karakteristik model PBL yang diungkapkan Gijbelc (dalam
Yamin, 2013); Rusman (2014) karakteristik model PBL yaitu.
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (Multiple Perspective).
4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan
belajar dan bidang baru dalam belajar.
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
9) Sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar.
Thomas (2000) dalam Vena (2014) menyebutkan lima prinsip project based
learning yang menjadi pembeda dengan model pembelajaran lainnya sebagai
berikut:
1) Terpusat (Centrality)
Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran terpusat pada siswa
sehingga guru harus terampil dalam menjadi fasilitator. Menegaskan bahwa
kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat
dari strategi pembelajar, di mana siswa belajar konsep utama dari suatu
pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan
merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang
dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas.
2) Dikendalikan Pertanyaan (Driving Question)
Pembelajaran berbasis proyek memfokuskan pertanyaan atau permasalahan
yang memicu siswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep,
prinsip, serta ilmu pengetahuan yang sesuai.
3) Investigasi Kostruktif (Constructive Investigations)
Proyek harus disesuaikan dengan kemampuan siswa dan proyek yang
dilakukan harus memberikan kemampuan dan pengetahuan baru. Proses yang
mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri,
pembangunan konsep dan resolusi. Penentuan jenis proyek haruslah dapat
mendorong siswa untuk mengonstruksi pengatahuan sendiri untuk
memecahkan persoalan yang dihadapinya.
4) Otonom (Autonomy)
Aktifitas siswa sangat penting, karena bertindak sebagai pemberi keputusan
dan berperan sebagai pencari solusi. Pembelajaran berbasis peroyek dapat
diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses
pemelajaran, yaitu bebas menentukan pilihan sendiri, bekerja dengan minimal
supervise, dan bertanggung jawab.
5) Realitis/Nyata (Realism)
Kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi nyata.
Proyek merupakan sesuatu yang nyata, bukan seperti disekolah.
Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan nyata yang berfokus
33
Tahap Langkah
Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start Mengambil topik yang sesuai dengan
with essensial question) realitas dunia nyata dan dimulai dengan
suatu investigasi mendalam. Pertanyaan
essenial diajukan untuk memancing
pengetauan, tanggapan, kritik dan ide
peserta didik mengenai tema proyek
yang akan diangkat.
Mendesain perencanaan proyek (Design Perencanaan berisi tentang aturan
a plan for the project) main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab
pertanyaan essensial, dengan
mengintegrasikan berbagai subjek yang
35
Tahap Langkah
mungkin, serta mengetahui sesuatu
yang dibutuhkan untuk membantu
penyelesaian produk.
Menyusun jadwal (Creat a schedule) Guru dan siswa secara kaloboratif
menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Jadwal ini di-
susun untuk mengetahui berapa lama
waktu yang dibutuhkan dalam
pengerjaan proyek.
Memonitor siswa dan kemajuan proyek Guru bertanggung jawab untuk
(Monitor the student and the progress melakukan monitor terhadap aktivitas
of the project) peserta didik selama menyelesaikan
proyek. Monitoring dilakukan dengan
cara memfasilitasi siswa pada setiap
proses.
Menguji hasil (Asses the outcome) Penilaian dilakukan untuk membantu
pendidik dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi
kemajuan masing-masing siswa, mem-
beri umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai siswa,
membantu guru dalam menyusun
strategi pembelajaran selanjutnya.
Mengevaluasi pengalaman (Evaluate Evaluasi dilakukan guna memberikan
the experience) kesempatan kepada siswa untuk
melakukan relfeksi terhadap kegiatan
yang telah dilakukan, baik secara
individu maupun kelompok. Pada
langkah ini siswa diharapkan dapat
menceritakan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek, mendiskusikan
36
Tahap Langkah
apa yang sukses, mendiskusikan yang
gagal, dan berbagai ide untuk mengarah
pada inkuiri baru.
Sumber: Al-Tabany (2017)
utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema
yang harus dibuktikan kebenarannya.
b. Rekonstruksi
Permasalahan yang dihasilkan dengan memodifikasi masalah awal dan
pada saat memodifikasinya yaitu dengan mengubah sifat masalah.
Dengan demikian masalah yang diajukan berhubungan tetapi isinya
berbeda. Ada modifikasi dengan mengubah sifat masalah. Dengan
demikian, pengajuan masalah berhubungan dan dengan maksud yang
sama tetapi isinya berbeda.
c. Imitasi
Masalah yang diajukan ada penambahan struktur masalah untuk tujuan
pemeahan masalah selajutnya. Masalah diperluas dengan mengubah
tujuan baru atau mengikatnya dengan materi lain atau dengan
mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Imitasi ukup sulit dilakukan
oleh siswa.
2. Langkah Model Pembelajaran Problem Posing
a. Guru memberikan apersepsi untuk mengingatkan kembali materi
sebelumnya yang relevan
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi
dasar dan pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran.
c. Guru menyajikan materi pembelajaran.
d. Guru memberikan cotoh membuat masalah dengan menyediakan
situasi atau informasi
e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-
hal yang dirasa belum jelas
f. Guru membagikan Lembar Tugas Pengajuan Masalah (LPTM) pada
tiap siswa dan meminta siswa untuk membuat maslah beraitan dengan
informasi yang diberikan
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan maslah
yang dibuatnya sendiri
h. Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari materi yang
sudah dipelajari.
44
(1988) dan Stephen Krulik and Jesse Rudnick (1996), dan Program of Actions
and Methods (PAM). Teori belajar yang mendasari model pembelajaran Ricosre
misalnya Teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, Teori Perkembangan
mental Vigotsky, pembelajaran demokratis oleh John Dewey, dan Discovery
Learning dari Jerome Buruner. Ricosre dikembangkan oleh Mahanal dan
Zubaidah (2017). Sintaks pembelajaran Ricosre yaitu Reading, Identifying
Problem, Constructing solution, Solving Problem, Reviewing and Extending
Problem Solution.
Tabel Proses Desain Sintaks Model Pembelajaran RICOSRE
Tahap Model Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah
John Dewey, 1933 George Polya Stephen Krulik Sintaks Prototype
(Carson, 2007) *) (1988) **) and Jesse Rudnick Model
(1988) ***) Pembelajaran
RICOSRE
2
Mengidentifikasi ) Memahami Membaca Read ***)
masalah utama masalah 2)
Menganalisis Menyusun Menjelajahi Identifying the
3
masalah utama rencana ) problem *) **)
Mengumpulkan Melaksanakan Memilih strategi Construction the
3
data yang rencana tersebut ) Solution **) ***)
4
diperlukan )
Mencari alternatif Memeriksa solusi Menyelesaikan Solving the
solusi untuk yang diperoleh masalah 4) Problem
memecahkan
masalah 4)
Mempertimbangkan Memverifikasi Reviewing the
manfaat kerugian jawaban dan problem Solving
dari beberapa mencari alternatif and Extending the
alternatif solusi lain dalam bentuk Problem
pemecahan Solution***)
masalah masalah
5
)
Sumber: Mahanal dan Zubaidah (2017)
50
51
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam
proses pembelajaran di sekolah guru lebih kreatif dan inovatif dalam
menggunakan model pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak monoton
hanya ceramah saja tetapi proses belajar lebih aktif sehingga siswa menjadi aktif
dan juga kreatif.
DAFTAR RUJUKAN
52
53
Materi Laju Reaksi Kelas XI IPA 5 SMA Negeri Boyolali Tahun Pelajaran
2012/2013. Jurnal Pendidikan Kimia. 2(02).
Stoyanova, E. Problem Posing Strategies used by years 8 and 9 students.
Susanto, Ahmad. 2014. Pengembangan Pembelajaran IPS. Prenadamedia Group:
Jakarta.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Pustaka.
Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
Remaja
Tan, Oon-Seng. 2003. Problem Based Learning Innovation: Using Problems to
Power Learning in the 21st Century. Thomson
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta:
Kencana.
Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:
Kencana.
Trianto. 2014. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Vena, Made. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi
Aksara.
Waters, R and McCracken, M. Tanpa Tahun. Assessment and Evaluation In
Problem Based Learning. Georgia Intitute of Technoloy : Georgia. (online).
https://wikifuse.pbworks.com/f/Waters+McCracken.pdf
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kotemporer. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Yamin, M. 2013. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP
Press Group.