Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Seperti halnya manusia, sel-sel organisme multiseluler juga melakukan
komunikasi yang melibatkan beberapa transmisi sinyal kimia yang melintasi
ruang antara satu sel dan sel lainnya.Komunikasi antar sel dimediasi oleh
molekul sinyal ekstraseluler. Beberapa di antaranya beroperasi dalam jarak jauh,
memberi sinyal dari sel ke sel yang jauh; yang lain hanya memberi sinyal
kepada tetangga terdekat. Komunikasi sel baik pada hewan dan tumbuhan
menunjukkan bahwa mekanisme kerja antara sel satu dengan sel lainya adalah
saling terkait dan tidak terlepas satu sama lainnya.
Komunikasi antar sel merupakan hal yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup makhluk hidup karena tanpa adanya komunikasi sel
maka sistem kerja tubuh tidak dapat berjalan dengan baik. Misalnya ketika salah
satu bagian tubuh kita merasakan sakit maka dapat mengurangi aktivitas tubuh
yang lain sperti pencernaan yang membuat nafsu makan menjadi berkurang dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, mengetahui dan memahami mekanisme dari
komunikasi sel sangat diperlukan.Pada makalah ini disajikan beberapa hal
terkait komunikasi sel hingga mekanisme sinyal transduksi yang masih saling
terkait.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana prinsip umum komunikasi sel?
2. Bagaimana macam komunikasi sel?
3. Bagimana sinyal transduksi pada sel?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan pada makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui prinsip umum komunikasi sel
2. Mengetahui macam komunikasi sel
3. Mengetahui sinyal transduksi pada sel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Umum Komunikasi Sel


Jauh sebelum organisme multiseluler muncul di Bumi, organisme
uniseluler telah mengembangkan mekanisme untuk menanggapi perubahan
fisik dan kimia di lingkungan mereka. Hal ini termasuk mekanisme untuk
menanggapi kehadiran sel-sel lainnya. Bukti berasal dari penelitian masa kini
pada organisme uniselular seperti bakteri dan ragi. Meskipun sel-sel sebagian
besar mengarah pada hidup mandiri, mereka bisa berkomunikasi dan
mempengaruhi perilaku satu sama lain. Banyak bakteri, misalnya, merespon
sinyal kimia yang disekresikan oleh tetangga mereka dan peningkatan
konsentrasi sinyal kimia seiring dengan meningkatnya kepadatan populasi.
Proses ini disebut quorum sensing, memungkinkan bakteri untuk
mengkoordinasikan perilaku mereka, termasuk motilitas mereka, produksi
antibiotik, pembentukan spora, dan konyugasi seksual (Alberts, 2008).
Menurut Campbell dkk (2002:223) ada dua jenis kelamin, atau tipe
perkawinan pada Saccharomyces cerevisiae, disebut a dan α. Sel pada tipe
perkawinan a menyekresikan molekul sinyal yang disebut faktor a, yang
berikatan dengan protein reseptor spesifik pada sel α yang berdekatan. Pada
waktu yang sama, sel α menyekresikan faktor α, yang berikatan dengan
reseptor pada sel a. Tanpa perlu memasuki sel, kedua faktor perkawinan
tersebut menyebabkanperubahan-perubahan selular lain. Hasilnya adalah fusi,
atau perkawinan, kedua sel dari tipe berlainan. Sel a/α yang baru mengandung
semua gen dari kedua sel awal, kombinasi sumberdaya genetik yang
memberikan keuntungan bagi keturunan-keturunan sel tersebut, yang muncul
dari pembelahan-pembelahan sel setelahnya.
Komunikasi diantara sel-sel khamir yang kawin. Sel-sel Sacharomi
cescereviciae menggunakan pensinyalan kimiawi untuk mengidentifikasi sel-
sel daritipe perkawinan yang berbeda dan menginisiasi proses proses
perkawinan. Kedua tipe perkawinan dan molekul-molekul sinyal kimiawi atau
faktor perkawinan yang terkait, disebut a dan α tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Komunikasi diantara sel-sel khamir yang kawin. Sel-sel
Sacharomicescereviciae menggunakan pensinyalan kimiawi untuk mengidentifikasi sel-
sel dari tipeperkawinan yang berbeda dan menginisiasi proses proses perkawinan. Kedua
tipe perkawinan dan molekul-molekul sinyal kimiawi atau faktor perkawinan yang
terkait, disebut a dan α (Sumber: Campbell, 2002:223).

Pada gambar diatas (1). Pertukaran faktor perkawinan. Setiap tipe sel
menyekresikan faktor perkawinan yang berikatan dengan reseptor pada
permukaan tipe sel yang satu lagi (2). Perkawinan. Pengikatan faktor-faktor ke
reseptor akan menginduksi perubahan dalam sel yang menyebabkan keduanya
berfusi. (3). Sel a/α baru. Nukleus sel hasil fusi mencakup semua gen dari sel a
maupun α.

Molekul Sinyal Ekstraseluler Mengikat Kepada Reseptor yang Spesifik


Sel pada hewan multiseluler berkomunikasi dengan menggunakan
ratusan jenis molekul sinyal, termasuk protein, peptida, asam amino,
nukleotida, steroid, retinoid, turunan asam lemak, dan bahkan gas terlarut
seperti oksida nitrat dan lainnya. Sebagian besar molekul sinyal dilepaskan ke
ruang ekstraselular didifusi melalui membran plasma sel pensinyalan,
sedangkan yang lain tetap melekat pada membran, memberikan sinyal ke sel
lain hanya saat mereka melakukan kontak.
Dalam kebanyakan kasus, reseptor merupakan protein transmembran
pada permukaan sel target. Ketika protein mengikat molekul sinyal
ekstraseluler (ligan), mereka menjadi aktif dan menghasilkan sinyal intraseluler
yang mengubah berbagai perilaku sel. Dalam kasus lain, protein reseptor
berada di dalam sel target, dan molekul sinyal harus masuk ke dalam sel untuk
berikatan dengan mereka (reseptor): hal ini mengharuskan molekul sinyal
harus cukup kecil dan hidrofobik menyebar di seluruh membran plasma sel
target.

Gambar 2. Pengikatan molekul sinyal ekstraselular ke reseptor sel-permukaan atau


intraselular (Sumber : Albert, 2008:881).

Pada gambar 2 dijelaskan (A) Kebanyakan molekul sinyal bersifat


hidrofilik dan karena itu tidak dapat menembus membran plasma sel target
secara langsung, melainkan mengikat reseptor pada permukaan sel, yang dalam
gilirannya menghasilkan sinyal di dalam sel target. (B) Beberapa molekul
sinyal kecil, sebaliknya, menyebar melintasi membran plasma dan mengikat
protein reseptor dalam sel sasaran baik dalam sitosol atau dalam inti (seperti
ditampilkan di sini). Banyak dari molekul sinyal kecil bersifat hidrofobik dan
hampir larut dalam larutan berair; mereka diangkut dalam aliran darah dan
cairan ekstraselular lainnya mengikat protein pembawa, dimana mereka
memisah sebelum memasuki sel target.
Gambar 3. Jalur sinyal intraseluler sederhana diaktifkan oleh molekul sinyal
ekstraselular. Molekul sinyal biasanya berikatan dengan protein reseptor y ang melekat
pada membran plasma pada sel target dan mengaktifkan satu atau lebih jalur sin yal
intraseluler yang dimediasi oleh sekelompok protein sinyal. Akhirnya, satu atau lebih
protein sinyal intraseluler merubah aktivitas protein efektor dan perilaku sel (Alberts,
2008:280).

B. Macam Komunikasi sel


Sel mempunyai kurang lebih 2 cara untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Cara pertama adalah melalui komunikasi kimiawi dan cara
kedua adalah melalui komunikasi fisik.
1. Komunikasi Kimiawi
Cara kedua yang dilakukan sel untuk berinteraksi dengan lingkungannya
adalah melalui komunikasi kimiawi. Komunikasi kimiawi dapat menjangkau
sel target dalam jarak yang pendek ataupun jauh. Komunikasi kimiawi
melibatkan aktivitas molekul sinyal ekstraseluler seperti hormon,
neurotransmitter, dan bahkan protein membran. Berikut ini penjelasan dari
macam-macam pensinyalan dalam jarak jauh dan dekat:
a) Contact-Dependent Signaling
Masih banyak molekul sinyal terikat pada permukaan sel sinyal dan
hanya mempengaruhi sel-sel yang berhubungan tersebut. Misalnya sinyal
tergantung kontak/contact-dependent signaling ini terutama penting selama
pengembangan dalam respon imun. Sinyal tergantung kontak/contact-
dependent signaling selama pengembangan kadang-kadang dapat beroperasi
dalam jarak jauh, di mana sel-sel berkomunikasi dalam proses yang panjang
untuk melakukan kontak satu sama lain.

Gambar 4. Contact-dependent signaling (Sumber: Albert, 2008: 882)


b) Paracrine signaling
Paracrine signaling bergantung pada sinyal-sinyal yang dikeluarkan ke
dalam ruang ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya suatu proses secara
lokal atas sel-sel tetangga. Pada tipe sinyal ini, molekul-molekul sinyal
disekresikan, molekul sinyal yang disekresikan mungkin dibawa jauh untuk
bertindak berdasarkan target yang jauh, atau mungkin bertindak sebagai
perantara lokal yang hanya mempengaruhi sel-sel dalam lingkungan yang
dekat dari pemberian isyarat sel.
Dalam kebanyakan kasus, sel sinyal mensekresikan molekul sinyal ke
cairan ekstraselular. Molekul-molekul disekresikan dalam jarak jauh untuk
bertindak atas sel target yang jauh, atau mereka dapat bertindak sebagai
mediator lokal, mempengaruhi sel-sel hanya di lingkungan lokal dari sel sinyal.
Proses yang terakhir disebut sinyal parakrin.
Biasanya, sel-sel sinyal dan target dalam sinyal parakrin adalah jenis sel
yang berbeda, tetapi sel-sel juga dapat menghasilkan sinyal untuk respon
mereka sendiri: ini disebut sebagai sinyal autokrin. Untuk sinyal parakrin
bertindak hanya secara lokal, molekul yang dikeluarkan tidak untuk berdifusi
terlalu jauh, sehingga mereka sering cepat diambil oleh sel target tetangga,
dihancurkan oleh enzim ekstraseluler, atau bergerak karena matriks
ekstraseluler.

Gambar 5. Sinyal paracrine tergantung pada sinyal yang dilepaskan ke ruang


ekstraselular dan bekerja secara lokal pada sel tetangga (Sumber: Albert, 2008:
882)

c) Synaptic signaling
Dilakukan dengan neuron yang meneruskan sinyal-sinyal secara elektrik
sepanjang akson dan melepaskan neurotransmiter di sinapsis, yang seringkali
berlokasi jauh sekali dari sel. Sel saraf (neuron) dimana khususnya
menyampaikan proses-proses panjang (akson) memungkinkan sel saraf untuk
kontak dengan sel target yang letaknya jauh sekali. Ketika diaktivasi oleh
sinyal-sinyal dari lingkungan atau dari sel-sel saraf lainnya, neuron
mengirimkan impuls elektrik secara cepat di sepanjang akson; ketika impuls
mencapai ujung akson, hal ini menyebabkan ujung saraf mensekresikan sinyal
kimiawi yang disebut neurotransmiter. Sinyal ini disekresikan ke cell junctions
khusus yang disebut chemical synapses.

Gambar 6. Sinyal Synaptic dilakukan oleh neuron yang mentransmi sikan sinyal
secara elektrik di sepanjang akson dan melepaskan neurotransmitter pada sinaps
(Sumber: Albert, 2008: 882).

d) Endokrin Signaling
Sebuah strategi yang cukup berbeda untuk sinyal jarak jauh
memanfaatkan sel endokrin. Sel endokrin mengeluarkan molekul sinyal
mereka, yaitu hormon, ke aliran darah, yang membawa molekul dalam jarak
jauh dan daerah yang luas, yang memungkinkan mereka untuk bertindak atas
sel target yang mungkin terletak di mana saja di tubuh.

Gambar 7. Sinyal endokrin bergantung pada sel endokrin, yang meng eluarkan hormon
ke dalam aliran darah untuk didistribusikan ke seluruh tubuh (Sumber: Albert,
2008: 882)
Gambar di bawah ini merupakan perbandingan mekanisme yang
memungkinkan sel endokrin dan sel saraf untuk mengkoordinasikan perilaku
sel melalui jarak jauh pada hewan. Karena pensinyalan endokrin bergantung
pada difusi dan aliran darah, maka relatif lambat. Pensinyalan sinaptik,
sebaliknya, jauh lebih cepat, dan juga lebih tepat. Kecepatan respon terhadap
sinyal ekstraselular tidak hanya tergantung pada mekanisme pengiriman sinyal,
tetapi juga pada sifat dari respon sel target.

Gambar 8. Perbedaan antara strategi endokrin dan saraf untuk sinyal jarak jauh. Pada
hewan yang kompleks, sel-sel endokrin dan sel saraf bekerja sama untuk
mengkoordinasikan kegiatan sel-sel di bagian yang terpisah dalam tubuh. Sedangkan sel
endokrin yang berbeda harus menggunakan hormon yang berbeda untuk berkomunikasi
secara khusus dengan sel target mereka, sedangkan sel-sel saraf dapat menggunakan
neurotransmitter yang sama dan dapat berkomunikasi dengan cara sangat spesifik. (A)
sel endokrin mensekresikan hormon ke dalam darah, dan tindakan tersebut hanya pada
sel-sel target yang membawa reseptor sesuai: reseptor mengikat hormon tertentu,
dimanasel target "menarik" hormon daricairan ekstraselular. (B) Dalam sinyal sinaptik,
sebaliknya, spesifisitas muncul dari kontak sinaptik antar
sel saraf dan sel target tertentu yang disebut sinyal. Biasanya, hanya sel target yang dalam
komunikasi sinaptik dengan sel saraf terkena neurotransmitter yang dilepaskan dari
terminal saraf (meskipun beberapa neurotransmitter bertindak dalam model parakrin,
melayani sebagai mediator lokal yang mempengaruhi sel target di beberapa daerah)
(Sumber : Albert, 2008:883)

2. Komunikasi Fisik
Komunikasi fisik biasanya terdapat pada sel-sel yang menyusun tubuh
organisme multiseluler. Organisme multiseluler memiliki sel yang selalu berada
pada tempatnya, kecuali sel darah. Seperti sel-sel epitel penyusun lapisan epitel
pada saluran pencernaan. Setiap sel tersebut diikatkan ke sel lainnya atau ke
substratnya melalui struktur yang disebut junction. Terdapat berbagai junction
yaitu hemidesmosom, focal contact, desmosome (molecule adherens), adheren
junction, tight junction, gap junction, dan plasmodesmata.
Berdasarkan bentuk dan fungsi, komunikasi fisik berfungsi untuk (a)
melekatkan sel dengan substrat, yaitu hemidesmosom dan focal contact, (b)
melekatkan sel dengan sel yaitu adheren junction dan desmosom, (c) membatasi
ruang antar sel yaitu dengan tight junction dan (d) memfasilitasi lalu lintas materi
antar sel yaitu gap junction dan plasmodesmata.
1. Hemidesmosom
Hemidesmosom merupakan salah satu ikatan antara sel dengan substratnya
dengan difasilitasi protein integrin. Integrin adalah suatu kelompok protein
integral yang tersusun atas dua polipeptida yaitu rantai α dan β. Hemidesmosom
mengikat sel dengan substratnya yang berupa matriks ekstra sel yang berbentuk
jaringan ikat. Hemidesmosom sangat berperan penting dalam mempertahankan
ikatan antara jaringan epitel dengan membran di bawahnya atau lamina basal.
Hemidesmosom tersusun atas suatu plak protein yang berada di bagian
sitoplasmik yang dilengkapi dengan filamen-filamen dari kelompok filamen
intermediet. Salah satu filamen yang menyusun hemidesmosom yaitu keratin.
Filamen-filamen tersebut yang memberikan kekuatan pada sel untuk menahan
tekanan. Pada bagian dalam sel, filamen menjulur ke sitoplasma, sedangkan pada
bagian luar sel filamen berhubungan dengan matriks ekstrasel melalui molekul
integrin. Molekul integrin tersebut yaitu α6β4 yaitu plektin dan dystonin.
Gambar 9. Hemidesmosom terletak pada sel epitel lamina basal,
menghubungkan laminin di luar sel menuju filamen keratin yang ada di
dalamnya. b. Molekul komponen hemidesmosom. Integrin khusus (α6β4)
mencakup membran, menghubungkan filamen keratin intra seluler melalui
protein yang disebut plactin dan dystonin, dan laminin ekstrasel. Merekat
secara paralel dengan integrin, memiliki membran domain melekat
ekstraseluler collagen. Kegagalan komponen hemidesmosom dapat
menimbulkan penyakit kulit (Albert, hal. 1171)

2. Focal Contact
Focal Contact merupakan bentuk lain dari struktur yang mengikatkan sel
dengan substrat. Focal contact ditemukan pada sel-sel yang dipelihara dalam
kondisi in vitro. Dalam beberapa waktu setelah suspensi sel diteteskan ke cawan,
sel-sel akan mulai menempel pada permukaan cawan yang menjadi substratnya.
Penempelan selanjutnya akan membentuk juluran-juluran sel. Juluran yang
semakin panjang membuat perlekatan sel dengan substratnya menjadi semakin
kuat. Sel selanjutnya akan memipih dan melebar (spreading) di atas permukaan
substrat.
Membran sel yang melekat pada substrat banyak mengandung integrin
yaitu α5β1. Integrin tersebut mengikat substrat yang melapisi substrat dengan
sitoskeleton. Hal ini merupakan struktur focal contact. Sitoskeleton yang terlibat
dalam struktur focal contact adalah mikrofilamen atau filamen aktin. Pada saat
membran sel mulai menempel pada substrat, protein integrin dan mikrofilamen
akan menyusun diri dan membentuk focal contact di tempat membran menempel
pada substrat.
Gambar 10. Langkah-langkah proses penyebaran atau spreading sel. Proses
perlekatan sel fibroblas tikus di atas kaca penutup. Sel difiksasi setelah (a)
30 menit, (b) 60 menit, (c) 2 jam, dan (d) 24 jam setelah dikultur. (Karp, hal
242)
3. Desmosome (molecule adherens)
Desmosom menghubungkan intermediet filamen-filamen dari sel ke sel.
Desmosom (maculae adheren) ditemukan pada berbagai jaringan terutama
jaringan epitel. Desmosom juga ditemukan dalam jaringan otot dimana mereka
mengikat sel-sel otot ke sel yang lainnya. Desmosom berbentuk lingkaran
(diskus). Membran plasma dari dua sel yang berdekatan terpisah sekitar 20-35
nm, dan celah ini terisi materi ekstra sel yang kental. Pada bagian sitoplasmik
terdapat plak sebagai tempat tertanamnya filamen-filamen intermediet. Filamen-
filamen memanjang hingga mencapai plak dari desmosom sel yang
berseberangan.
Rentangan filamen intermediet memberikan kekuatan pada sel terhadap
tarikan atau rentangan. Ikatan yang terjadi pada desmosom melibatkan molekul
dari kelompok chaderin yaitu desmoglein dan desmocollin yang menghubungkan
sitoskeleton dengan materi ekstrasel. Kedua protein tersebut memiliki 4 domain
ekstraseluler dan memiliki domain pengikatan kalsium. Penyakit-penyakit
blistering (melepuh) seperti Pemphigus vulgaris dapat berkenaan dengan cacat
genetik dalam protein desmosom atau berkenaan dengan respon autoimun.
Gambar 11. Struktur komponen Desmosom. Pada permukaan sitoplasma, membran
plasma berinteraksi yaitu sebuah plakat tebal terdiri dari intaseluler protein. Filamen
keratin intermediet melekat ke permukaan pada setiap plak. Protein transmembran
dari famili cadherin mengikat plak dan berinteraksi melalui domain extracellular. b.
Molekul komponen desmosom. Desmoglein dan desmokolin termasuk cadherin dari
protein adeson. Bagian ekor smengikat plakoglobin dan plakopilin yang nantinya
mengikat desmoplakin. Desmoplakin berikatan dengan sisi filamen intermediet.
Dengan demikian desmosom berikatan dengan flamen (Albert, hal 1144)

4. Adheren Junction
Adheren junction (zonula adheren) berfungsi untuk membentuk ikatan
yang kuat antara dua sel yang bersebelahan. Adheren junction ditemukan pada
berbagai tempat di seluruh tubuh. Pada jaringan epitel usus ikatan ini membentuk
zona melingkar (belt) dibagian dekat apeks dan melekatkan sel-sel yang
bersebelahan. Membran plasma dari kedua sel yang bersebelahan dipisahkan oleh
celah selebar 20-35 nm sebagai tempat molekul-molekul chaderin berikatan
dengan bantuan ion-ion kalsium. Pada bagian sitoplasmik cadherin terdapat suatu
plak protein. Ujung sitoplasmik chaderin berikatan dengan mikrofilamen melalui
protein sistemik catenin.
Gambar 12. Skema molekul Adherens Junction. Molekul-molekul aderin yang
menghubungkan kedua membran sel yang bersebalahan berikatan melalui
jembatan kalsium. Domain sitoplasma setiap molekul cadherin terhubung ke
aktivitas filamen dari Sitoskeleton dengan menghubungkan protein, catenin,
dan mengikat berbagai aktivitas protein. Salah satu protein aktin adalah
formin, yang berpartisipasi dalam aktivitas polimerisasi filamen. (Karp, hal
252)

5. Tight Junctions (Persimpangan Ketat)


Para ahli biologi telah mengetahui selama beberapa dekade bahwa ketika
beberapa jenis epitel, seperti kulit katak atau dinding kandung kemih, dipasang di
antara dua kompartemen yang mengandung konsentrasi zat terlarut yang
berbeda, sangat sedikit difusi ion atau zat terlarut yang diamati di dinding epitel
dari satu kompartemen ke yang lain. Mengingat permeabilitas membran plasma,
tidak mengherankan bahwa zat terlarut tidak dapat berdifusi secara bebas melalui
sel-sel lapisan epitel. Tetapi mengapa mereka tidak dapat lewat di antara sel
melalui jalur paraseluler, hal ini dikarenakan terdapat persimpangan ketat (Tight
Junction) antara sel epitel (Karp et.al, 2010). Tight junction terletak di ujung sel
apikal antara sel-sel epitel yang berdekatan (Gambar 13).
Gambar 13. Berbagai sambungan sel yang ditemukan dalam sel epitel vertebrata

Membran yang berdekatan membuat kontak pada titik intermiten, daripada


menyatu di atas area permukaan yang luas. Seperti yang ditunjukkan pada gambar
14, sebuah model persimpangan ketat yang menunjukkan titik-titik intermiten
antara protein integral dari dua selaput penutur. Masing-masing bagian site ini
meluas sebagai deretan protein berpasangan di dalam membran, membentuk
penghalang yang memblokir zat terlarut yang akan menembus ruang antar sel
(Albert et.al, )

Gambar 14. Tight Junction

Tight junction berfungsi sebagai penghalang bagi difusi air dan zat terlarut
bebas dari kompartemen ekstraseluler pada satu sisi lembaran epitel pada sisi
yang lain. Persimpangan ketat juga berfungsi sebagai "pagar" yang membantu
mempertahankan karakter polarisasi sel epitel. Proses ini dengan menghalangi
difusi protein integral antara domain apikal dari membran plasma dan domain
lateral dan basalnya (Gambar 15).

Gambar 15. Peran Tight Junction dalam transpor transeluler

Persimpangan ketat (tight junction) memiliki fungsi sebagai penutup yang


ditunjukkan secara eksperimental sebagai pelacak dari berat molekul (Gambar
16). Namun, fungsi penutup ini tidak mutlak. Meskipun semua persimpangan
ketat (tight junction) kedap terhadap makromolekul, permeabilitasnya terhadap
molekul kecil bervariasi. Persimpangan ketat (tight junction) di epitel yang
melapisi usus kecil, misalnya, adalah 10.000 kali lebih permeabel untuk ion
anorganik, seperti Na+, daripada persimpangan ketat (tight junction) di epitel
yang melapisi kandung kemih. Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan perbedaan
protein pembentuknya (Albert et.al, ).
Gambar 16. Peran Tight Junction yang berfungsi sebagai penutup

Setiap sambungan yang ketat menyegel untai terdiri dari barisan panjang
protein adhesi transmembran yang tertanam di masing-masing dari dua membran
plasma yang saling berinteraksi. Domain ekstraseluler dari protein ini melekat
langsung satu sama lain untuk menutup ruang antarseluler (Gambar 17).

Gambar 17. Model thight junction. (A) Sealing strand mengunci membran plasma yang
berdekatan secara bersamaan. (B) Komposisi molekuler dari sealing strand.

Claudin adalah komponen fungsional utama, namun peran okludin tidak


pasti. Protein utama transmembran yang membentuk untaian ini adalah claudin,
yang berfungsi untuk pembentukan sambungan yang ketat. Sebagai contoh tikus
yang tidak memiliki claudin-1gene, gagal membuat persimpangan ketat (tight
junction) antara sel-sel di lapisan epidermal kulit, sehingga bayi tikus kehilangan
air dengan cepat oleh penguapan melalui kulit dan mati dalam sehari setelah lahir.
Sebaliknya, jika sel-sel non-epitel seperti fibroblas secara artifisial yang berfungsi
untuk mengekspresikan gen-gen claudin, mereka akan membentuk koneksi yang
ketat satu sama lain. Protein transmembran kedua disebut okludin, dimana fungsi
protein ini juga tidak pasti, dan tampaknya tidak sama pentingnya dengan claudin
(Albert et.al, ).

6. Gap Junctions
Tipe lain dari struktur persimpangan yang memiliki fungsi yang sangat
berbeda dari tipe persimpangan sebelumnya yaitu menghubungkan sitoplasma
pada dua sel yang berdekatan. Pada sel hewan disebut gap junction, dan pada sel
tanaman disebut plasmodesmata. Namun kedua tipe penyimpangan ini memiliki
fungsi serupa, yaitu memfasilitasi pertukaran materi antar sel. Pertukaran materi
antar sel ini dilakukan dengan car mengikatkan dua membrane sel tang berdekatan
melalui ikatan subunit connexin. Saluran yang terbentuk oleh protein gap junction
memungkinkan ion anorganik dan molekul kecil yang larut dalam air untuk
langsung melewati sitoplasma dari satu sel ke sel yang lain (Albert et.al, 2008 ).
Dari percobaan dengan molekul dye yang disuntikkan dengan ukuran yang
berbeda, Ketika molekul fluorescent berbagai ukuran disuntikkan ke salah satu
dari dua sel yang bergandengan, molekul dengan massa kurang dari sekitar 1.000
dalton dapat masuk ke sel lain, tetapi molekul yang lebih besar tidak bisa masuk.
Dengan demikian, sel-sel yang berdekatan akan berbagi jenis mikromolekul
seperti ion anorganik, gula, asam amino, nukleotida, vitamin, mediator intraseluler
AMP siklik dan inositol trisphosphate, bukan jenis makromolekul seperti protein,
asam nukleat, dan polisakarida (Gambar 18).

Gambar 18. Ukuran molekul yang dapat melewati gap-junction


Connexins adalah protein transmembran penyusun connexon. Enam
connexin yang berikatan akan membentuk hemichannel yang disebut connexon.
Ketika connexon dalam membran plasma dari dua sel berikatan, maka akan
membentuk saluran yang menghubungkan antar dua sel interior yang disebut gap
junction (Gambar 19). Gap junction terdiri dari banyak pasangan connexon yang
paralel, membentuk semacam saringan molekuler.

Gambar 19. Gab Juntions (A) Interaksi membran plasma dari dua sel yang berdekatan yang
dihubungkan oleh gap junction. Kumpulan protein disebut connexons (hijau), yang terdiri
dari enam connexins subunit, yang menembus bilayer lipid (merah). (B) Connexin, connexon
dan saluran interseluler. Connexon dapat homomer atau heteromer, dan saluran interseluler
dapat homotypic atau heterotypic

Gap junction di jaringan yang berbeda dapat memiliki sifat yang berbeda
karena mereka terbentuk dari kombinasi connexins yang berbeda. Kebanyakan
tipe sel mengekspresikan lebih dari satu jenis connexin, dan dua protein connexin
berkumpul menjadi connexon baik heteromerik atau homomerik, dengan sifat
yang berbeda. Selain itu, sel-sel yang berdekatan mengekspresikan connexon
yang berbeda dapat membentuk saluran interseluler dengan tipe yang bisa juga
berbeda. Setiap gap junction adalah struktur dyramic yang dapat dengan mudah
dirakit, dibongkar, atau digantikan, dan dapat berisi beberapa hingga ribuan
connexon. Studi dengan connexin berlabel fluorescently di sel-sel hidup
menunjukkan bahwa connexon baru terus ditambahkan di sekitar pinggiran gap
junction, sementara connexon tua akan digantikan dan hancur. Pergantian ini
berlangsung dengan cepat. Mekanisme penghilangan connexon lama berawal dari
tengah plak tidak diketahui kapan terjadinya, tetapi connexon baru ketika
menempel pada pinggiran gap junction terlihat jelas. Connexon baru akan masuk
ke dalam membran plasma dengan eksositosis, seperti protein membran integral
lainnya, kemudian menyebar di bidang membran hingga mereka menabrak
pinggiran gap junction (Albert et.al, 2008 ).

7. Plasmodesmata
Jaringan tumbuhan berada di dalam dinding sel yang keras yang terdiri
dari matriks ekstraseluler kaya selulosa dan polisakarida lainnya. Dengan
demikian, sel tumbuhan hanya memiliki satu saluran interseluler, yaitu
plasmodesmata. Seperti gap junction, plamodesmata secara langsung
menghubungkan sitoplasma antar sel yang berdekatan. Plasmodesmata dilapisi
oleh membran plasma dan biasanya mengandung struktur sentral padat,
desmotubule, berasal dari retikulum endoplasma halus dari dua sel (Karp et.al,
1984). Diantara bagian luar desmotubule dan dan bagian dalam terdapat saluran
silinder yang dibentuk oleh membran plasma yang merupakan anulus sitosol,
yang merupakan tepat molekul kecil dapat berpindah dari sel ke sel yang lain
(Gambar 20).

Gambar 20. Plasmodesmata

Diperkirakan selama bertahun-tahun bahwa plasmodesmata kedap


terhadap molekul lebih besar dari sekitar 1000 dalton (1 kDa). Kesimpulan ini
didasarkan pada penelitian di mana pewarna fluorescent berukuran berbeda
disuntikkan ke dalam sel. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa plasmodesmata
memungkinkan molekul yang lebih besar (hingga 50 kDa) untuk melewati sel,
karena fakta bahwa plasmodesmata memiliki pori yang mampu mengalami
pelebaran (Karp et.al, 1984)
C. Sinyal Transduksi
Protein reseptor nukleus terkadang berada di permukaan sel, reseptor
permukaan sel mengubah sinyal ekstraseluler menjadi sinyal intraseluler proses
yang disebut transduksi sinyal. Berbeda dengan molekul sinyal hidrofobik kecil
yang baru saja dibahas yang mengikatpada reseptor intraseluler, sebagian besar
molekul sinyal ekstraseluler berikatan dengan protein reseptor spesifik pada
permukaan sel target yang mereka pengaruhi dan tidak memasuki sitosol atau
nukleus. Reseptor permukaan sel ini bertindak sebagai transduser sinyal dengan
mengubah ligan ekstraseluler yang mengikat bahkan menjadi sinyal intraseluler
yang mengubah perilaku sel target (Albert et all, 2008).
Suatu kombinasi dari sinyal-sinyal sinyal molekul intraseluler kecil dan
besar yang diterima di permukaan sel oleh reseptor G-protein-coupled atauenzim-
coupled ke dalam sel interior. Rantai yang dihasilkan dari peristiwapensinyalan
intraseluler akhirnya mengubah protein efektor yang bertanggungjawab untuk
memodifikasi perilaku sel. Molekul sinyal intraseluler kecildisebut mediator
intraseluler kecil, atau second massenger. Mereka dihasilkan dalam jumlah besar
sebagai respons terhadap aktivasi reseptor dan seringmenyebar menjauh dari
sumbernya, menyebarkan sinyal ke bagian lain darisel. Beberapa, seperti siklik
AMP dan Ca2+, larut dalam air dan menyebar disitosol, sementara yang lain,
seperti diacylglycerol, larut dalam lemak danmenyebar di bidang membran
plasma. Dalam kedua kasus, mereka melewatisinyal dengan mengikat dan
mengubah konformasi dan perilaku protein pemberi sinyal yang dipilih atau
protein efektor. Terdapat tiga kelas protein reseptor permukaan sel dan sinyal
transduksi yaitu (Albert et all, 2008).
1. Ion-channel-coupled receptors
Reseptor ion channel coupled juga disebut sebagai transmitter-gated ion
channel. Reseptor ini terlibat dalam sinaptik yang cepat antara sel-sel saraf dan
sel target yang dieksitasi secara elektrik seperti sel saraf dan otot. Jenis sinyal
ini dimediasi oleh sejumlah kecil neurotransmiter yang secara transien
membuka atau menutup saluran ion yang dibentuk oleh protein yang mereka
ikat, secara singkat dapat mengubah permeabilitas ion membran plasma dan
dengan demikian rangsangan sel target postsynaptic.
Gambar 21. Ion-channel-coupled receptors (Albert et all, 2008)

2. G-protein-coupled receptors
Reseptor ini bertindak secara tidak langsung karena bekerja dengan bantuan
protein G.

Gambar 22. G-protein-coupled receptors (Albert et all, 2008)

Gambar 23. Aktivitas G protein pada GPCRs (Albert et all, 2008)


Gambar 23 menjelaskan bahwa pengikatan sinyal ekstraseluler ke
GPCR mengubah konformasi reseptor, yang pada gilirannya mengubah
konformasi protein G. Perubahan dari subunit protein G memungkinkannya untuk
menukar GDPnya dengan GTP, mengaktifkan baik subunit dan bg kompleks,
yang keduanya dapat mengatur aktivitas protein target dalam membran plasma.
Reseptor tetap aktif sementara molekul sinyal eksternal terikat padanya, dan oleh
karena itu dapat mengkatalisasi aktivasi banyak molekul protein G, yang
memisahkan dari reseptor yang pernah diaktifkan (tidak ditampilkan). Dalam
beberapa kasus, subunit dan bg kompleks berdisosiasi satu sama lain ketika G-
protein diaktifkan. ketika tidak ada stimulus maka reseptor dan protein G inaktif
dan terpisah. Ketika signal ekstraseluler terikat dengan reseptor terjadi perubahan
konformasi pada reseptor sehingga protein G terikat reseptor. Perubahan pada α-
subunit menyebabkan GDP digantikan oleh GTP yang selanjutnya menyebabkan
α-subunit terpisah dari βy-subunit (Albert et all, 2008).

Gambar 24. Mekanime transduksi sinyal diperantai oleh cAMP

Gambar 24 menjelaskan pengikatan molekul sinyal ekstraseluler ke GPCR


yang mengaktifkan adenylyl cyclase melalui Gs dan dengan demikian
meningkatkan konsentrasi AMP siklik di sitosol. Kenaikan konsentrasi AMP
siklik mengaktifkan PKA, dan subunit katalitik yang dirilis dari PKA kemudian
dapat memasuki nukleus, di mana mereka memfosforilasi protein pengatur gen
CREB. Setelah terfosforilasi, CREB merekrut coactivator CBP, yang
menstimulasi transkripsi gen. Dalam beberapa kasus, paling tidak, protein CREB
yang tidak aktif terikat pada elemen respons AMP siklik (CRE) dalam DNA
sebelum difosforilasi (tidak ditampilkan). Jalur pensinyalan ini mengontrol
banyak proses dalam sel, mulai dari sintesis hormon dalam sel endokrin hingga
produksi protein yang diperlukan untuk induksi memori jangka panjang di otak.
CREB juga dapat diaktifkan oleh beberapa jalur pensinyalan lain, tidak
bergantung pada cAMP (Albert et all, 2008).

Gambar 25. Mekanisme transduksi sinyal diperantarai oleh Inositol Fosfolipid

Gambar 25 menjelaskan GPCR yang diaktifkan menstimulasi PLCb


plasmamembran-boundphospholipase melalui protein G. Bergantung pada
isoform PLCb, ia dapat diaktifkan oleh subunit dari Gq seperti yang ditunjukkan,
oleh subunit bg dari protein G lain, atau oleh keduanya. Dua molekul utusan
intraseluler kecil diproduksi ketika PI (4,5) P2 dihidrolisis oleh PLCb diaktifkan.
Inositol 1,4,5-trisphosphate (IP3) berdifusi melalui sitosol dan melepaskan Ca2+
dari ER dengan mengikat dan membuka IP3-gated Ca2+ selease channels
(reseptor IP3) di membran ER. Gradien elektrokimia besar untuk Ca2+ melintasi
membran ini menyebabkan Ca2+ melarikan diri ke sitosol ketika saluran rilis
terbuka. Diasilgliserol tetap berada dalam membran plasma dan, bersama dengan
fosfatidilserin (tidak diperlihatkan) dan Ca2 +, membantu mengaktifkan protein
kinase C (PKC), yang direkrut dari sitosol ke permukaan sitosol dari membran
plasma. Dari 10 atau lebih isoform khas PKC pada manusia, setidaknya 4
diaktifkan oleh diasilgliserol (Albert et all, 2008).

Tabel 1. Trimeric G Proteins

(Sumber: Albert et all, 2008)

3. Sinyal melalui enzyme-coupled receptors


Reseptor ini berfungsi secara langsung sebagai enzim atau secara langsung
berhubungan dengan enzim yang mereka aktifkan.Reseptor ini biasanya adalah
protein transmembran singlepass yang memiliki situs pengikatan ligannya di
luar sel dan situs pengikat katalitik atau enzim di dalamnya.Reseptor enzyme-
coupled memiliki struktur yang heterogen dibandingkan dengan dua kelas
lainnya. Sebagian besar, baik protein kinase atau asosiasi dengan protein
kinase, yang memfosforilasi set protein tertentu dalam sel target ketika
diaktifkan. Terdapat enam jenis enzyme-coupled receptors yaitu (Albert et all,
2008).
a. Receptor tyrosine kinases langsung memfosforilasi tirosin spesifik diri
mereka sendiri dan pada sekelompok kecil protein sinyal intraseluler.
Gambar 26 Aktifasi dan Inaktifasi RTKs dengan dimerisasi

Gambar 26 menjelaskan (A) Reseptor normal dimerize sebagai respons


terhadap pengikatan ligan. Dua domain kinase saling silangkan satu sama
lain, meningkatkan aktivitas domain kinase, yang sekarang memfosforilasi
situs lain pada reseptor. (B) Reseptor mutan dengan domain kinase yang tidak
aktif dapat dimerisasi secara normal, tetapi tidak dapat mensirkulasikan
reseptor normal dalam dimer. Untuk alasan ini, reseptor mutan, jika ada
berlebihan, akan memblokir sinyal oleh reseptor normal - sebuah proses yang
disebut regulasi dominan-negatif. Para ahli biologi sel sering menggunakan
strategi ini untuk menghambat jenis RTK tertentu dalam sel untuk
menentukan fungsi normalnya. Pendekatan serupa dapat digunakan untuk
menghambat fungsi berbagai jenis reseptor dan protein pensinyalan
intraseluler yang berfungsi sebagai dimer atau oligomer yang lebih besar.
b. Tyrosine-kinase-associated receptors tidak memiliki aktivitas enzim
intrinsik tetapi langsung merekrut tirosin kinase sitoplasma untuk
menyampaikan sinyal.
c. Receptor serine/threonine kinases langsung memfosforilasi serin spesifik
dan treonin pada diri mereka sendiri dan pada protein regulasi gen laten
yang terkait dengannya.
Gambar 27. Receptor serine/threonine kinases (Albert et all, 2008)

Gambar 27 menjelaskan jalur signaling Smad-dependent diaktifkan oleh


TGFb. Perhatikan bahwa TGFb adalah dimer dan Smads terbuka untuk
mengekspos permukaan dimerisasi ketika mereka terfosforilasi. Beberapa
fitur dari jalan telah dihilangkan untuk kesederhanaan, termasuk yang berikut.
(1) Protein reseptor tipe-I dan tipe-II keduanya dianggap sebagai homodimer.
(2) Reseptor tipe-I biasanya terkait dengan protein penghambatan, yang
berdisosiasi ketika reseptor tipe I terfosforilasi oleh reseptor tipe II. (3) Smads
individu dianggap sebagai pemangkas. (4) Suatu protein penahan yang
disebut SARA membantu merekrut Smad2 atau Smad3 ke reseptor tipe I
yang aktif, terutama dalam endosom
d. Histidine-kinase-associated receptors mengaktifkan pensinyalan dua
komponen jalur di mana kinase memfosforilasi sendiri pada histidin dan
kemudian segera mentransfer gugus fosforil ke protein pensinyalan
intraseluler
e. Receptor guanylyl cyclases langsung mengkatalisis produksi GMP siklik di
sitosol, yang bertindak sebagai mediator intraseluler kecil dalam banyak
cara yang sama seperti AMP siklik.
f. Receptor like tyrosine phosphatases menghilangkan gugus fosfat dari
tirosin protein sinyal intraseluler spesifik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Setiap organisme selalu berinteraksi dengan lingkungan hidupnya.
Lingkungan dapat berupa abiotik maupun biotik. Pada organisme multiseluler
interaksi dengan lingkungan terjadi hingga di tingkat sel. Lingkungan sel bisa
berupa substrat tempat sel itu melekat atau sel lain.
2. Macam komunikasi sel dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi kimiawi dan
komunikasi fisik. Komunikasi kimiawi dibedakan menjadi contact dependent
signaling, paracrine signaling, sypnatic signaling, dan endokrin signaling
sedangkan komunikasi fisik dibedakan menjadi hemidesmosom, focal contact,
desmosome (molecule adherens), adheren junction, tight junction, gap
junction, dan plasmodesmata.
3. Sinyal tranduksi merupakan proses reseptor permukaan sel mengubah sinyal
ekstraseluler menjadi sinyal intraseluler. Berdasarkan kelas protein reseptor
permukaan sel dan sinyal transduksi dibedakan menjadi ion chanel coupled
receptor, G-protein receptor, dan sinyal melalui enzyme coupled receptor.

B. Saran
Beberapa saran dan rekomendasi kepada:
1. Penulis
Makalah ini diharapkan untuk diperbaiki lagi agar lebih berguna dan
bermanfaat bagi pembaca.
2. Mahasiswa dan Siswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi
mahasiswa dan siswa, sumber infromasi, dan dapat digunakan sebagai referensi
DAFTAR RUJUKAN

Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Morgan, D., Raff, M., Roberts, K., & Walter,
P. 2008. Molecular Biology of the Cell (5thEdition). New York: Garland
Science, Taylor & Francis Group.
Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchel, L.G. 2008. Biologi. Edisi Kedelapan
Jilid I.. Jakarta : Erlangga.
Karp, G. 1984. Cell Biology. McGraw Hill: New York.

Anda mungkin juga menyukai