Anda di halaman 1dari 38

Penyakit Keturunan

yang Sulit Dicegah


OLEH: JEVI MILDA RAHMAWATI
HEMOFILIA
Hemofilia  Penyakit gangguan pembekuan darah yang sifatya herediter.
Jenis  Hemofilia A (Kekurangan factor VIII/ FVIII), Hemofilia B (Kekurangan factor IX/ FIX)
Jumlah insiden  Hemofilia A = 1: 5000 – 10000 kelahiran bayi laki-laki, Hemofilia B = 1 : 30000
– 50000 kelahiran bayi laki-laki.
• Pola penurunan
hemophilia bersifat
x-linked resesif atau
dibawa oleh
kromosom X.
• Gen yang mengatur
pembentukan factor
VIII dan IX terletak
pada ujung lengan
panjang (q)
kromosom X
Tipe Pembawa Sifat Hemofilia
OBLIGATE CARRIER POSSIBLE CARRIER

Semua anak perempuan dari ayah hemophilia Semua anak perempuan dari seorang ibu
pembawa sifat
Seorang ibu dari seorang anak laki-laki
hemophilia dan mempunyai anggota keluarga Seorang ibu dari anak laki-laki dengan
dengan hemophilia setidaknya satu orang hemophilia tetapi tidak mempunyai anggota
keluarga lain dengan hemophilia
Seorang ibu dengan anak laki-laki hemophilia
dan mempunyai anggota keluarga yang telah Saudara perempuan, ibu, nenek dari ibu,
diketahui sebagai pembawa sifat tante, keponakan perempuan dan sepupu
perempuan dari pembawa sifat
Seorang ibu dengan dua anak laki-laki
hemofilia
Diagnosis Hemofilia
1. Amnesis
a. Laki-laki
b. Mudah memar kebiruan tanpa penyebab yang jelas terutama pada masa bayi dan balita
c. Bengkak dan nyeri sendi
d. Riwayat pendarahan yang sulit berhenti pasca trauma atau tindakan medis tertentu seperti
cabut gigi, sirkumsisi, atau operasi
e. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama pada saudara laki-laki pasien atau audara laki-
laki dari ibu pasien
2. Pemeriksaan Fisis
a. Hemartrosis (Pendarahan pada sendi)
b. Hematoma (Pendarahan pada otot)
c. Artropati (kerusakan sendi yang ditandai dengan perubahan atau deformitas sendi, atrofi otot,
dan kontraktur)
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk pasien baru  pemeriksaan skrining hemostasis untuk mencari kemungkinan penyebab
dengan menghitung trombosit masa pendarahan (Bleeding Time = BT), masa protrombin
(Prothrombin Time = PT) dan masa tromboplastin parsial teraktivasi (Activated Partial
Thrombloplastin Time = aPTT)

• Jika ditemukan hasil pemanjangan pada


aPTT maka perlu dilakukan mixing studies
(LoE 4)  Prosedurnya plasma pasien
dicampurkan dengan plasma normal
dengan perbandingan 1:1
• Jika tidak dijumpai perbaikan pembekuan
maka perlu uji lanjut
Uji Lanjut
Buta Warna
Buta warna  Keadaan seorang individu tidak dapat membedakan wara.
Penyebab  Faktor genetic sex-linked yang dibawa oleh kromosom X.
Klasifikasi Buta Warna
1. Trikromatik  Keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan.
Pasien buta warna ini dapat melihat berbagi warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal.
Jenisnya:
a. Deuteranomali  Defek penglihatan pada warna hijau atau kelemahan fotopigmen M cone atau
absorpsi M cone bergeser kearah gelombang yang lebih panjang sehingga diperlukan lebih banyak
hijau untuk menjadi kuning baku.
b. Protanomali  kelemahan fotopigmen L cone atau absorpsi L cone kearah gelombang yang lebih
rendah, diperlukan lebih banyak meraah untuk menggabung menjadi kuning baku pada
anomaloskop. Protanomali dan deuteronomali terkait kromosom X.
c. Tritanomali  defek penglihatan pada warna biru atau fotopigmen S cone atau absorpsi S cone
bergeser kearah gelombang yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat autosomal dominan pada 0,1%
pasien.
2. Dikromatik  Pasien mempunyai 2 pigmen kerucut akibatnya sulit membedakan warna
tertentu.
Jenisnya:
a. Protanopia  Defek penglihatan pada warna merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah
kerucut (hilangnya fotopigmen L cone) karena tidak berjalannya mekanisme red-green
opponent.
b. Deuteranopia  Kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone) sehingga
tidak dapat membedakan warna kemerahan dan kehijauan karena kurang berjalannya
mekanisme red-green opponent.
c. Tritanopia (tidak kenal biru)  kesulitan membedakan warna biru dan kuning karena hilangnya
fotopigmen S cone.
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total)  hanya punya satu jenis pigmen sel
kerucut karena dua pigmen lainnya rusak. Pasien hanya mampu membedakan warna hitam dan
putih.
Jenisnya:
a. Monokromatisme sel batang (rod monochromatism)  seluruh komponen pigmen warna
kerucut tidak normal
b. Monokromatisme sel kerucut (cone monochromatism)  Hanya ada satu pigmen sel kerucut
yang efektif. Biasanya disebabkan monokromasi biru, terkait kromosom X resesif.
Cara Diagnosis Buta Warna
Uji Farnsworth  ada 4 chips yang harus disusun sesuai dengan progression of hue. Orang dengan
defisiensi penglihatan beberapa warna akan membuat kesalahan menyusun chips pada lokasi
disekitar hue circle.
Uji Ishihara  Uji memakai seri titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar
pseudokromatik) sehingga keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan pasien dengan
kelainan warna. Pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan selama 10
detik.
Nagel anomaloskop  test plate yang bagian bawahnya berwarna kuning yang dapat disesuaikan
kontrasnya. Pasien berusaha mencocokan bagian atas sampai berwarna kuning dengan mencampur
warna merah dan hijau. Orang dengan buta warna hijau akan menggunakan banyak warna hijau dan
begitu juga dengaan buta warna merah.
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM)  Penyakit meningkatnya kadar glukosa darah (>200 mg/dL) yang
disebabkan akibat kelainan yang terjadi pada organ pancreas.
DM dibedakan menjadi 2:
1. DMT1  Penyakit keturunan berupa pancreas tidak mampu menghasilkan insulin .
2. DMT 2  Penyakit tingginya kadar glukosa darah akibat resistensi insulin.
Cara Kerja Insulin
Sumber: Silverthorn, 2010
Diagnosis DMT1
Mengalami hiperglikemi dengan kadar plasma glukosa ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Kadar plasma glukosa puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Kadar glukosa 2 jam postprandial ≥ 200 mg/dL dengan uji toleransi glukosa oral. Uji toleransi
glukosa oral dilakukan dengan pemberian beban glukosa setara dengan 75 g anhydrous glukosa
dilarutkan dalam air atau 1,75 /kgBB dengan maksimum 75 g
HbA1c >6,5%
Hal yang perlu diperhatikan oleh
penderita DMT1
Pengaturan Makanan
1. Menghitung asupan dalam bentuk kalori
2. Memperhatikan asupan gram karbohidrat
3. Dianjurkan memilih jenis arbohidrat dengan indeks glikemik yang rendah
Olahraga:
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh anak dan remaja DMT1 saat melakukan olahraga:
1. Diskusikan jumlah pengurangan dosis insulin sebelum olahraga dengan dokter
2. Jika olahraga akan dilakukan pada saat puncak kerja insulin maka dosis insulin harus diturunkan
secara bermakna
3. Pompa insulin harus dilepas atau insulin basal terakhir paling tidak diberikan 90 menit sebelum
mulai latihan
4. Jangan suntik insulin pada bagian tubuh yang banyak digunakan untuk latihan
Jika glukosa darah tinggi, glukosa darah >250mg/dL (14 mmol/L) dengan ketonuria/ketonemia (>0,5
mmol/L):
1. Olahraga atau latihan fisik harus dihindari
2. Berikan insulin kerja cepat (rapid acting) sekitar 0,05 U/kg atau 5% dari dosis total harian
3. Tunda aktivitas fisik sampai keton sudah negative
Konsumsi 1,0 1,5 g karbohidrat per kg massa tubuh per jam untuk olahraga yang lebih lama atau
lebih berat jika kadar insulin yang bersirkulasi tinggi atau insulin sebelum latihan tidak dikurangi
Makanan yang mengandung tinggi karbohidrat harus dikonsumsi segera setelah latihan untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia pasca latihan fisik
Pasien dengan retinopati atau nefropati harus menghindari olahraga yang bersig=fat anaerobic atau
yang membutuhkan ketahanan fisik karena dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
Thalasemia
Thalasemia  Penyakit hemolitik herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin
didalam sel darah merah.
Jenis Thalasemia:
1. Thalasemia mayor  Gen penyandi hemoglobin pada 2 alel kromosom (autosom dominan)
mengalami kelainan. Pasien membutuhkan transfuse darah sejak tahun pertama
pertumbuhan pada rentang usia 6-24 bulan dan kontinyu sampai seumur hidup.
2. Thalasemia intermedia  2 gen kromosom penyandi hemoglobin mengalami mutan berat
dan ringan. Penyakit ini terdiagnosa pada umur belasan tahun atau dewasa.
3. Thalasemia minor  Merupakan penderita karier yang tidak menunjukkan gejala selama
hidupnya.
Gejala Thalasemia
Mengalami anemia atau kadar hemoglobin rendah mencapai <7g/dL
Tampak pucat
Lemah
Lesu
Pembesaran perut yang disebabkan oleh pembesaran limpa dan hati
Terlambat tumbuh
Hipotrofi otot
Perubahan tulang terutama pada tulang panjang
Hipertrofi maxillae yang cenderung mengekspos gigi atas (tonggos)
Penderita thalassemia intermedia dan mayor memerlukan transfuse darah secara rutin untuk
mencegah komplikasi
Khusus untuk penderita thalassemia mayor juga perlu konsumsi obat khusus yang berfungsi untuk
membantu mengeluarkan zat besi yang berlebihan dalam tubuh akibat transfuse darah rutin
Thalasemia dapat dicegah dengan melakukan skrining pemeriksaan darah
Kebotakan (Alopesia Androgenik)
Kebotakan spesifik yang ditandai dengan hilangnya rambut terminal tebal dan berpigmen secara
progresif diganti dengan rambut velus yang halus dan mengandung sedikit pigmen sebagai
respon terhadap hormone androgen dalam sirkulasi
Penyakit herediter akibat factor genetic autosomal dominan
Faktor resiko lain yang menyebabkan kebotakan:
1. Malnutrisi terutama malnutrisi protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral
2. Vaskularisasi folikel rambut
3. Proses penuaan: folikel rambut akan atrofi, fase pertumbuhan rambut makin singkat dan
densitas rambut berkurang
4. Faktor patologis penyakit yang diderita serta obat-obatan yang dikonsumsi
Klasifikasi Alopesia Androgenik
Tipe I  Rambut masih tampak penuh
Tipe II  Pengurangan rambut pada sepanjang garis fronto-temporal berbentuk segitiga dan
simetris
Tipe IIa  Garis batas rambut 2 cm anterior dari garis korona diantara kedua daun telinga
Tipe III  Border line, Pengurangan rambut area fronto-temporal pada tipe II yang semakin jelas
terlihat, simetris, dan dibatasi oleh rambut diarea frontal
Tipe IIIa  Garis batas tepat dipertemuan garis korona dan diantara kedua daun telinga
Tipe III vertex  Kebotakan dominan terjadi pada area vertex dengan pengurangan rambut yang
minimal pada daerah fronto-temporal
Tipe IV  Pengurangan rambut daerah fronto-temporal lebih berat dibandingkan tipe III dan
sangat sedikit rambut atau bahkan tidak ada lagi rambut di area vertex. Kedua area ini dipisahkan
oleh jembatan rambut yang telah menipis dan kedua ujungnya menyatu dengan rambut
dibagian temporal
Tipe Iva  Garis batas rambut melewati garis korona di antara kedua daun telinga tetapi belum
mencapai vertex
Tipe V  Kebotakan pada area vertex masih terpisah dengan area fronto-temporal, namun
jaraknya semakin sempit dikarenakan area kebotakan yang meluas dan jembatan rambut di antara
keduanya semakin menipis
Tipe Va  Garis batas rambut sudah mencapai vertex
Tipe VI  Kebotakan di area vertex dan fronto-temporal telah menjadi satu dan area
kebotakan semakin meluas
Tipe VII  Tipe kebotakan paling berat, rambut yang tersisa di tepi sisi kanan dan kiri dan oksipital
dengan pola menyerupai tapal kuda. Rambut di area tersebut tampak tipis dan densitasnya
menurun
Klasifikasi Alopesia Androgenik
pada Perempuan
Tipe I  Mulai terjadi pengurangan rambut pada bagian frontal dan vertex
Tipe II  Mulai tampak pengurangan rambut yang signifikan, rambut terlihat semakin tipis
Tipe III  Kebotakan rambut jelas terlihat, tetapi rambut pada bagian frontal masih ada
Albino
Abnormalitas genetic berupa penurunan biosintesis melanin atau tidak ada sama sekali
Jenis-jenis Albino
Oculocutaneous albinism  Albino pada mata dan kulit, kehilangan pigmen pada mata, kulit dan
rambut. Tubuh penderita secara total tidak bias memproduksi pigmen melanin.
Ocular albinism  Kehilangan pigmen hanya pada mata
Ciri Albino
Photophobia  Hipersensitivitas pada cahaya terang
Strabismus  Mata cenderung suka menutup seperti orang mengantuk
Amblyopia  Tidak jelas dalam melihat sesuatu karena buruknya transmisi sinyal ke otak
Albino disebabkan oleh mutasi kromosom
Pegobatan Albino
Albino tidak dapat disembuhkan, Untuk memperbaiki kualitas hidup penderita albino dapat
dilakukan dengan:
1. Pembedahan  Dilakukan untuk mengatasi beberapa kelainan pada mata. Pembedahan
dilakukan pada otot yang menurunkan nystagmus, strabismus, dan kesalahan refraksi
seperti astigmatisma.
2. Bantuan Daya lihat menggunakan kacamata lensa bifocals
3. Perlidungan dari sinar matahari menggunakan sunscreen dan sunblock, baju pelindung dari
sinar matahari

Anda mungkin juga menyukai