Anda di halaman 1dari 804

OPTIMA PREPARATION

TRY OUT ONLINE JILID.3


| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
ILMU PENYAKIT
DALAM
1
• Perempuan usia 23 tahun keluhan lemas.
• Pasien memiliki riwayat transfusi darah tanpa
adanya perdarahan sejak kecil.
• Pada pemeriksaan rontgen didapatkan gambaran
hair-on-end appearance.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  THALASEMIA
JAWABAN:
A. THALASEMIA
• Adanya keluhan lemas dengan riwayat
transfuse darah sejak kecil dan gambaran
hair on end appearance menunjukkan
bahwa pasien mengalami thalassemia.
• Pilihan B, pada sickle cell disease akan
ditemukan gambaran anemia hemolitik dan
gambaran Hb seperti bulan sabit.
• Pilihan C, pada anemia aplastic akan didapatkan
gambaran pasitopenia tanpa organomegali.
• Pilihan D, pada leukemia akan didapatkan
peningkatan kadar leukosit.
• Pilhan E, pada multiple myeloma dapat
ditemukan nyeri pada tulang, gagal ginjal dan
peningkatana serum kalsium.
THALASSEMIA
• Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
• Diturunkan secara autosomal resesif
• Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
• Secara genotip:
– Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi)  yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
• -thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
• -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
• Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
• Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


Thalasemia
• Thalassemia is among the most common genetic disorders
worldwide.
– Approximately 4.83% of the world’s population carry globin
variants, including 1.67% of the population that are
heterozygous for alpha-thalassemia and beta-thalassemia.
• The highest concentration of alpha-thalassemia is found in
Southeast Asia and the African west coast.
– For example, the prevalence is 5% to 10% in Thailand.
– It is also common among blacks, with a prevalence of
approximately 5%.
• The worldwide prevalence of beta-thalassemia is
approximately 3%;
– in certain regions of Italy and Greece the prevalence reaches
15% to 30%.
– This high prevalence can be found in Americans of Italian or
Greek descent.
Etiologi
• Beta-thalassemia
• terjadi karena adanya point mutation.
• Rendahnya sintesis beta-globin peningkatan non
fungsional rantai alpha-globin (Heinz bodies)  sitotoksik
dan menyebabkan hemolisis intramedula dan eritropoesis
yg tidak efektif.

• Alpha-thalassemia
• duplikasi rantai α-globin pada kromosom 16 menghasilkan
4α-globin gen (αα/αα).
• α-thalassemia terjadi jika terdapat delesi pd gen tersebut.

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
 facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Manifestasi Klinis
Beta-thalassemia:
• Heterozygous beta-thalassemia (thalassemia minor): no or mild anemia, microcytosis
and hypochromia, mild hemolysis manifested by slight reticulocytosis and
splenomegaly.
• Homozygous beta-thalassemia (thalassemia major): intense hemolytic anemia;
transfusion dependency; bone deformities (skull and long bones); hepatomegaly;
splenomegaly; iron overload leading to cardiomyopathy, diabetes mellitus, and
hypogonadism; growth retardation; pigment gallstones; susceptibility to infection.
• Thalassemia intermedia caused by combination of beta- and alpha-thalassemia or
beta-thalassemia and Hb Lepore: resembles thalassemia major but is milder.

Alpha-thalassemia:
• Silent carrier: no symptoms.
• Alpha-thalassemia trait: microcytosis only.
• Hemoglobin H disease: moderately severe hemolysis with microcytosis and
splenomegaly.
• The loss of all four alpha-globin genes is incompatible with life (stillbirth of hydropic
fetus).

Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW  
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

• Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta

– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama kali • Splenektomi  jika memenuhi
jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu • Splenomegali masif
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
• Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL • Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
• Medikamentosa • Fetal hemoglobin inducer
– Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
– Kelasi besi  menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. • Terapi gen
– Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit  stress oksidatif
>>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
2
• Laki-laki usia 30 tahun keluhan lemas dan sering merasa tidak
bergairah.
• Pasien terkadang juga sering mengalami perdarahan yang sulit
berhenti.
• Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 9 mg/dL,
Leukosit 30.000 dengan myeloblast 85% dan trombosit
100.000.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  AML
JAWABAN:
D. AML 1
• Adanya keluhan lemas yang disertai dengan
perdarahan yang sulit dikonsumsi serta
pemeriksaan lab yang menunjukkan
leukositosis mengarahkan diagnosis ke arah
leukemia.
• Kemungkina leukemia yang dialami oleh
pasien adalah acute myeloblastic leukemia
karena ditemukan adanya myeloblast >
20%, penurunan Hb dan trombositopenia.
• Jenis AML yang memberikan gambaran
myeloblast adalah AML 1.
• Pilihan A,B,C, ALL biasanya terjadi pada anak-
anak dan disertai dengan peningkatan
limfoblas.
• Pilhan E, pada AML 3 biasanya ditemukan
promyelosit dominan dengan gambaran auer
rod.
AML
• Karakteristik
Mieloblast imatur yg
sangat besar dgn inti yg
banyak
Adanya Auer rod 
gumpalan bahan
granula azurophilik yang
tampak seperti jarum
yang memanjang
berukuran lebar 0,1 – 2
µ, dan panjang 3 – 6 µ
pada sitoplasma blas
leukemia.
Subtipe AML
Klasifikasi
The traditional French–American–British (FAB) classification of AML
is as follows:
• M0 - Undifferentiated leukemia  6 percent of AML
• M1 - Myeloblastic without differentiation  25 percent of AML
• M2 - Myeloblastic with differentiation  28 percent of AML
• M3 – Promyelocytic  13 percent of AML  Sekarang disebut APL
with PML-RARA
• M4 – Myelomonocytic; M4eo - Myelomonocytic with eosinophilia
• M5 - Monoblastic leukemia; M5a - Monoblastic without
differentiation; M5b - Monocytic with differentiation
• M6 - Erythroleukemia
• M7 - Megakaryoblastic leukemia
3
• Laki-laki berusia 27 tahun keluhan sering lemas dan pandangan gelap
tiba-tiba.
• Keluhan sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+/+), rhonki di
apex paru (+/+).
• Lab Hb 7 gr/dL, leukosit 4000/uL dan trombosit 250.000.
• Pasien merupakan pasien TB dan HIV yang sedang dalam pengobatan
ARV.

OBAT PENYEBAB KELUHAN…


DIAGNOSIS  KOINFEKSI TB-HIV
JAWABAN:
E. ZIDOVUDINE
• Pasien diatas adalah pasien HIV yang
sedang mendapatkan pengobatan ARV.
• Obat ARV yang mempunyai efek anemia
adalah zidovudine.
• Pilihan A, lamivudine bersifat hepatotoksik.
• Pilihan B, tenofovir bersifat nefrotoksik.
• Pilihan C, nevirapin dapat menyebabkan
hepatotoksik dan skin rash.
• Pilihan D, efavirens dapat menyebabkan
gangguan neurologis.
Terapi HIV
• NRTI/Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:
– Zidovudine, stavudine, lamivudine, emtricitabine,
entecavir.
– Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor: tenofovir,
adefovir

• NNRTI/Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor:


– efavirenz, nevirapin, delavirdin

• Panduan WHO 2013, merekomendasikan tenofovir +


lamivudin/emtricitabin + efavirenz sebagai pilihan
memulai terapi.
Efek Samping ARV
ARV Efek Samping ARV Efek Samping
Tenofovir Disfungsi tubulus renal Lamivudin Neuropati perifer (jarang)
Sindrom Fanconi Lipoatrofi atau lipodistrofi
Penurunan densitas tulang Asidosis laktat
Asidosis laktat Hepatomegali dengan steatosis
Hepatomegali dengan steatosis
Eksaserbasi hepatitis B
Zidovudin Anemia Nevirapin Hepatotoksik
Neutropenia berat Hipersensitivitas obat
Miopati
Lipoatrofi atau lipodistrofi
Intoleransi saluran cerna
Asidosis laktat
Hepatomegali dengan steatosis
Efavirenz Toksisitas SSP Stavudin, Neuropati perifer
Hepatotoksik didanosin
Kejang
Hipersensitvitas
Ginekomastia
4
• Laki-laki 65 tahun, penurunan kesadaraan sejak 1 hari SMRS.
• Sebelumnya, demam dan batuk-batuk 3 hari SMRS.
• TD: 80/60 mmHg, HR 132x/mnt, RR 32x/mnt dan suhu 39C,
CRT memanjang.
• Laboratorium  Hb 11 mg/dL, leukosit 28000 dan trombosit
200.000.
• Setelah dilakukan resusitasi dengan kristaloid, keadaan pasien
tidak membaik.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SYOK SEPSIS
JAWABAN:
C. SYOK SEPSIS
• Adanya penurunan kesadaran dengan
tanda-tanda infeksi sebelumnya
menunjukkan bahwa pasien mengalami
sepsis.
• Adanya hipotensi yang tidak membaik
dengan terapi cairan menunjukkan bahwa
pasien mengalami syok sepsis.
• Pilihan A, pada syok kardiogenik biasanya dapat
dijumpai tanda-tanda kerusakan jantung seperti
infark miokard.
• Pilihan B, pada syok hipovolemik biasanya
didapatkan riwayat hilangnya volume
intravascular.
• Pilhan E, SIRS ditandai dengan adanya
takikardia, takipneu, hipotermia/hipertermia
dan leukosit/leukopenia.
Sepsis Guideline 2016

• SOFA Criteria > 2 define as organ dysfunction


Kriteria Sepsis Lama
Sepsis 2016
Perbedaan kriteria sepsis
lama dan baru

Terminologi Sepsis Kriteria Lama Sepsis 2016


Sepsis SIRS disertai dengan Disfungsi organ akibat
infeksi fokal infeksi (SOFA > 2)
Sepsis berat Sepsis dengan disfungsi Tidak ada
organ
Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi Sepsis yang
walaupun dengan membutuhkan
pemberian cairan adekuat vasopressor untuk
mempertahankan
MAP>65 dan laktat >2
mmol/L
5
• Laki-laki usia 67 tahun mengeluhkan demam, nyeri perut, sejak
beberapa hari yang lalu.
• Keluhan disertai dengan mual muntah.
• PF : konjungtiva ikterik (+), nyeri otot gastrocnemius (+).
• Pasien mengaku sekitar 3 hari yang lalu terdapat riwayat kebanjiran (+).
• Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan
ditemukan organisme berbentuk spiral dengan saling mengait di bagian
ujungnya.

TERAPI…
DIAGNOSIS  LEPTOSPIROSIS
JAWABAN:
C. PENISILIN 1.5 JUTA IU
• Adanya demam, nyeri perut, sklera ikerik dan nyeri
gastrocnemius menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami ikterik leptospirosis/
Weil disease.
• Pada weil disease pasien harus dilakukan rawat
inap dan diberikan antibiotic berupa penisilin 1,5
juta IU.
• Pilihan jawaban lain tidak tepat.
Leptospirosis
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs

Multiplication can cause:


• Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
• Uremia & bacteriuria in the kidney
• Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
• Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Pemeriksaan Penunjang Leptospira
• Leukopenia Baku emas:
• Trombositopenia dapat • Pemeriksaan serologi IgM
terjadi antileptospira dengan
• Shift to the left metode Microscopic
• Bilirubin meningkat pada Agglutination Test (MAT)
Weil’s disease
• Pemeriksaan serologi IgM • Kultur (hasilnya seringkali
antileptospira dengan ELISA negatif)
– Hingga 10 hari penyakit,
spesimen diambil dari darah
atau LCS
– Minggu kedua sampai hari ke
30 setelah sembuh, spesimen
dari urine.
Leptospirosis
• Anicteric leptospirosis (90%), • Icteric leptospirosis or Weil's
follows a biphasic course: disease (10%), monophasic
– Initial phase (4–7 days): course:
• sudden onset of fever,
• severe general malaise, – Prominent features are renal and
liver malfunction, hemorrhage
• muscular pain (esp calves), and impaired consciousness,
conjunctival congestion,
• leptospires can be isolated from – The combination of a direct
most tissues. bilirubin < 20 mg/dL, a marked 
in CK, &  ALT & AST <200 units is
– Two days without fever follow. suggestive of the diagnosis.
– Second phase (up to 30 days): – Hepatomegaly is found in 25% of
• leptospires are still detectable in cases.
the urine.
• Circulating antibodies emerge, – Therapy is given for 7 days :
meningeal inflammation, uveitis & • Penicillin (1.5 million units
rash develop. IV or IM q6h) or
– Therapy is given for 7 days: • Ceftriaxone (1 g/d IV) or
• Doxycycline 2x100 mg (DOC) • Cefotaxime (1 g IV q6h)
• Amoxicillin 3x500 mg
• Ampicillin 3x500 mg
6
• Laki-laki 49 tahun keluhan nyeri daerah ketiak
sejak 3 hari yang lalu.
• Riwayat terdapat luka di daerah lengan atas.
• Pasien juga mengeluhkan benjolah pada ketiak
yang terasa nyeri dan panas.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  LIMFANGITIS
JAWABAN:
A. LIMFANGITIS
• Adanya gambaran kemerahan yang
berbentuk seperti alur dengan riwayat luka
pada daerah lengan atas dan
pembengkakan KGB pada aksila
menunjukkan bahwa pasien mengalami
infeksi pada saluran limfa yang disebut
dengan limfangitis.
• Pilihan B, pada limfadenitis TB akan didapatkan
pembengkakan KGB dan nekrosis perkijuan
pada hasil biopsy benjolan.
• Pilihan C, pada limfoma Hodgkin akan
didapatkan gejala BB turun keringat malam dan
gambaran reed Stenberg cell pada biopsy.
• Pilihan E, pada limfedema akan didapatkan
pembengkakan pada ekstremitas yang biasanya
unilateral.
Limfangitis
• Definisi
– Inflamasi pd saluran limfatik yg terjadi akibat infeksi pd bagian distal
dari saluran tersebut.

• Etiologi
 Penyebab tersering beta-hemolytic streptococci (GABHS)
 Staphylococcus aureusPseudomonas species
 Streptococcus pneumoniae - A relatively uncommon cause of
lymphangitis
 Pasteurella multocida - Associated with dog and cat bites; can cause
cellulitis and lymphangitis
 Gram-negative rods, gram-negative bacilli, and fungi - May cause
cellulitis and resultant lymphangitis in immunocompromised hosts
 Aeromonas hydrophila - Can contaminate wounds that occur in
freshwater
 Wuchereria bancrofti - This filarial nematode is a major cause of acute
lymphangitis worldwide; signs and symptoms of lymphangitis caused
by W bancrofti are indistinguishable from those of bacterial
lymphangitis
Limfangitis
• Manifestasi Klinis
 Riwayat trauma pd kulit
 Demam, menggigil, malaise, turun nafsu makan,
nyeri otot

• Pemeriksaan Fisik
 erythematous and irregular linear streaks
extend from the primary infection site toward
draining regional nodes. These streaks may be
tender and warm.
 The primary site may be an abscess, an
infected wound, or an area of cellulitis.
 Blistering of the affected skin may occur.
 Lymph nodes associated with the infected
lymphatic channels are often swollen and
tender.
 Patients may be febrile and tachycardic.
Limfangitis
• Pemeriksaan
 Lab  leukositosis
 Kultur

• Tatalaksana
 Penicillin possibly sufficient, but 1 wk of dicloxacillin or cephalexin
500 mg PO qid commonly used to ensure antistaphylococcal
coverage; if CA-MRSA suspected, then use oral Bactrim DS one PO
bid or clindamycin 300mg PO q6H.
 Reserve vancomycin 1 g IV every 12 hr for patients requiring IV
therapy.
If allergic to penicillin:
 1. Clindamycin 300 mg PO qid for 7 days or
 2. Erythromycin 500 mg PO qid for 7 days.
 3. Levofloxacin 500 mg PO daily or moxifloxacin 400 mg PO daily
for 7 days.
7
• Laki-laki, 58 tahun, keluhan nyeri hebat di perut hingga tembus ke
punggung.
• Pasien sudah sering mengeluhkan rasa tidak nyaman di daerah
umbilical.
• Pasien sebelumnya dikatakan memiliki riwayat penyakit pelebaran
pembuluh darah perut.
• PF : penurunan kesadaran dan konjungtiva anemis.
• Lab : Hb 9 g/dL.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  RUPTUR ANEURISMA
JAWABAN:
E. RUPTUR ANEURYSMA AORTA ABDOMINALIS
• Adanya tanda-tanda syok hemoragik
seperti penuruna kesadaran dan
konjungtiva anemis yang sebelumnya
didahului oleh nyeri hebat di perut
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami rupturnya aneurisma aorta
abodomina.
• Pilihan A, pada tromnboemboli arteri
mesenterica ditandai dengan nyeri perut,
muntah dan diare tiba-tiba.
• Pilihan B, pada thrombus vena mesenterica
jarang terjadi dan biasanya ditandai dengan
nyeri perut dan diare berdarah.
• Pilihan C, oklusi arteri renalis akan
bermanifestasi sebagai gagal ginjal akut.
• Pilhan D, diseksio aorta abdominal biasanya
jarang terjadi dan dapat ditandai dengan nyeri
abdomen.
Abdominal Aorta
Abdominal Aorta Aneurysm
(AAA)
• Risk factors:
– men older than 65 years
– peripheral atherosclerotic vascular disease.
• Usually asymptomatic until they expand or rupture.
• Expanding AAA signs and symptoms:
– severe, constant low back, flank, abdominal, or groin pain.
Syncope may be the chief complaint.
– Physical exam: pulsatile abdominal mass (fewer than half of all
cases)
• Ruptured AAA:
– shock (cyanosis, mottling, altered mental status, tachycardia,
hypotension),
– pain due to ruptured AAA.
– Patients may have normal vital signs in the presence of a
ruptured AAA as a consequence of retroperitoneal containment
of hematoma
Pemeriksaan Penunjang
• USG
– standard imaging technique for AAA
• Plain radiography
– aortic wall calcification, seen less
than half of the time
• Computed tomography (CT) and CT
angiography (CTA)
– This form of imaging is the main
modality for defining and planning
open or endovascular AAA repair;
– CT offers certain advantages over
ultrasonography in defining aortic CT demonstrates abdominal aortic
size, rostral-caudal extent, aneurysm (AAA). Aneurysm was noted
involvement of visceral arteries, and during workup for back pain, and CT was
extension into the suprarenal aorta ordered after AAA was identified on
radiography. No evidence of rupture is seen.
Pemeriksaan Penunjang
• Magnetic resonance imaging
– This permits imaging of the aorta comparable to
that obtained with CT and ultrasonography,
without subjecting the patient to dye load or
ionizing radiation
• Angiography
– With the fine resolution afforded by CTA,
conventional angiography is rarely indicated to
define the anatomy
Tatalaksana
• Surgical repair. The primary methods of AAA
repair are as follows:
– Open - This requires direct access to the aorta via
a transperitoneal or retroperitoneal approach
– Endovascular - This involves gaining access to the
lumen of the abdominal aorta, usually via small
incisions over the femoral vessels; an endograft,
typically a polyester or Gore-Tex graft with a stent
exoskeleton, is placed within the lumen of the
AAA, extending distally into the iliac arteries
Ruptured Abdominal aortic
aneurysm (RAAA)
• Ruptured AAA presents with a classical triad of pain in the
flank or back, hypotension and a
pulsatile abdominal mass; however, only about half have
the full triad. Tachycardia
develops. Shock may occur.
• The patient will complain of the pain and may feel cold,
sweaty and faint on standing.
• The following symptoms are listed with approximate
frequency of presentation
• Abdominal pain (60%)
• Back pain (70%)
• Syncope (30%)
• Vomiting (20%)
8
• Wanita keluhan nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan kiri.
• TD 150/90mmHg, HR 90x/mnt, RR 30x/mnt dan suhu 36,7.
• Lab : kolesterol total 287 mg/dl, GDS 178 mg/dl.
• Diduga pasien ada penyempitan pembuluh darah koroner.
• Dokter kemudian memberikan obat penurunan kolesterol dan
obat anti agregasi trombosit yang memberikan efek terapi
dalam beberapa hari karena merupakan pro drug.

OBAT YG DIMAKSUD…
DIAGNOSIS  PENYAKIT JANTUNG KORONER
JAWABAN:
E. KLOPIDOGREL
• Pasien diberikan obat antiagregasi
trombosit. Anti trombosit yang termasuk
pro drug adalah clopidogrel.
• Pro drug merupakan obat yang baru aktif
setelah mengalami proses metabolism
didalam tubuh.
• Pilihan A, asetosal atau aspirin adalah anti
agregasi trombosit namun bukan prodrug.
• Pilihan B, warfarin adalah antikoagulan.
• Pilihan C, cilozatazol adalah vasodilator dan anti
agregasi platelet.
• Pilhan E, enoxaparin adalah antikoagulan.
Anti Platelet
• Pro drug  a pharmacologically inactive substance
that is the modified form of a pharmacologically
active drug to which it is converted (as by
enzymatic action) in the body.
9
• Laki-laki berumur 50 tahun keluhan berdebar debar dan
dada terasa sesak.
• PF : TD 130/80 mmHg, HR 180x/mnt, RR 22x/mnt dan
suhu 37C.
• Dokter hendak meresepkan obat antiaritmia.
• Dokter mengedukasi pasien bahwa obat tersebut
mempunyai efek samping fibrosis paru.

OBAT YG DIMAKSUD…
DIAGNOSIS  TAKIARITMIA
JAWABAN:
D. AMIODARONE
• Obat antiaritmia yang dapat memberikan
komplikasi berupa fibrosis paru adalah
amiodarone.
• Pilihan A, propranolol dapat menyebabkan efek
samping beruapa bradikardia, eksaserbasi PPOK
atau Asma.
• Pilihan B, Verapamil merupakan obat golongan CCB
yang efek sampingnya adalah AV block,
hiperprolaktinemia dan konstipasi.
• Pilihan C, lidocaine dapat menyebabkan kelaianan
saraf pusat dan depresi kardiovaskular
• Pilhan E, propafenon merupakan antiaritmia kelas
1C yang dapat menyebabkan aritmia pada pasien
post infark miokard.
10
• Laki-laki berusia 60 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas saat
beraktivitas.
• Keluhan kadang dirasakan pada malam hari dan mengganggu tidur
pasien.
• Pasien juga mengeluh kedua tungkai membengkak.
• Riwayat hipertensi tidak terkontrol.
• PF : TD 140/80 mmHg, HR 82x/min, RR 32x/min, S 36.9C.
• PF : rhonki di kedua basal paru, dan pemeriksaan CTR 0,69.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  GAGAL JANTUNG
JAWABAN:
A. NT PRO BNP
• Pasien mengalami sesak nafas yang
bertambah dengan aktivitas. Adanya
othopneu dan paroksismal nocturnal
dsypneu menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami CHF.
• Pada CHF pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan NT
pro BNP.
• Pilihan B, C dan E, CKMB, troponin dan
mioglobin merupakan enzim jantung yang akan
meningkat kadarnya pada keadaan infark
miokard.
• Pilihan D, LDH merupakan enzim yang kadarnya
meningkat jika terjadi kerusakan pada sel-sel
tubuh.
Gagal Jantung
• disfungsi jantung berkurangnya aliran darah dan suplai
oksigen ke jaringan  tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh
• Pembagian:
– Gagal jantung kanan (terjadi pada hipertensi pulmonal primer,
tromboemboli), dengan gejala kongesti cairan sistemik dan
Gagal jantung kiri (akibat kelemahan ventrikel kiri) berakibat
pada penurunan perfusi sistemik.
– Low Output Heart Failure (biasanya terjadi akibat hipertensi,
kardiomiopati dilatasi, kelainan katub)dan High Output Heart
Failure (ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik, seperti hipertiroid, anemia dan kehamilan)
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
• Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
• Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
• Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan


oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang
atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan
pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah.
BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP.
• Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar
NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP
digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.
11
• Laki-laki 48 tahun keluhan nyeri dada kiri yang menjalar ke
punggung dan lengan kiri yang dirasakan sejak 1 jam yang lalu.
• Keluhan dirasakan semakin lama semakin memberat, disertai
keringat dingin dan mual muntah.
• PF : TD 170/100 mmHg, HR 90x/menit, RR 20x/menit, S: 36C.

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  PENYAKIT JANTUNG KORONER
JAWABAN:
D. ASPIRIN 320 MG
• Pasien mengalami nyeri dada kiri khas
angina yang sudah dirasakan sejak 1 jam.
• Pada tatalaksana awal angina obat yang
dapat diberikan adalah aspirin 320 mg
loading dose untuk mencegah progresi
terbentuknya sumbatan pada arteri
coroner.
• Pilihan A, aspirin yang diberikan adalah 320 mg.
• Pilihan B, nitrogliserin dapat mengurangi nyeri
dada dan diberikan setelah aspirin.
• Pilihan C, clopiidogrel dapat diberikan sebagai
tambahan.
• Pilhan E, kardioversi biasanya dilakukan jika
pasien mengalami takiaritmia yang tidak stabil.
TATALAKSANA ACS
ACS
12
• Laki-laki 51 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 1 jam yang lalu.
• Nyeri dada menjalar ke lengan kiri sampai ke punggung.
• disertai sesak napas, mual serta muntah.
• Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus, perokok aktif
sejak masih muda.
• PF : BB 90 kg, TB 165 cm, TD 180/110 mmHg, HR 96 x/mnt, RR 26
x/mnt.
• EKG ditemukan adanya ST elevasi di segmen V2-V6 dan kimia darah
CKMB 73 ng/ml (normal 0-8,8 ng/mL).
TATALAKSANA TERPENTING…
DIAGNOSIS  STEMI
JAWABAN:
B. ALTEPLASE
• Pasien kemungkinan mengalami nyeri dada
khas angina yang termasuk ke dalam STEMI
karena adanya gambaran ST elevasi pada
EKG dan peningkatan enzim jantung.
• Pada STEMI yang onset kurang dari 12 jam
maka tatalaksana yang dapat diberikan
adalah fibrinolitik atau PCI.
• Pada pilihan jawaban fiibrinolitik yang
dapat diberikan adalah alteplase
• Pilihan A, mannitol diberikan pada pasien
dengan peningkatan TIK.
• Pilihan C, D, aspirin dapat diberikan
tattalaksana awal untuk mencegah progresi
terbentuknya thrombus lebih lanjut.
• Pilhan E, klopidogrel merupakan anti agregasi
trombosit yang dapat ditambahkan setelah
pemberian aspirin.
Fibrinolitik
13
• Wanita 28 tahun mengeluhkan sensitif terhadap sinar
matahari.
• Terdapat nyeri-nyeri pada persendian.
• PF : kulit eritem disertai squama tipis di daerah malar.
• Sebelunya pasien diketahui ada riwayat mengonsumsi obat
anti aritmia.
• Penunjang didapatkan ANA (+).

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  DRUG INDUCED LUPUS ERITEMATOSUS
JAWABAN:
B. PROCAINAMID
• Adanya keluhan berupa badan pegal-pegal
yang disertai dengan malar rash (+) dan
ANA (+) serta riwayat pemberian obat
antiaritmia sebelumnya menunjukkan
bahwa pasien mengalami efek samping
dari procainamide yaitu drug induced
lupus eritematosus.
• Amiodaron merupakan obat golongan
antiaritmia yang efek sampingnya adalah
fibrosis paru, hepatotoksik dan gangguan
hormone tiroid.
• Pilihan A, lidocaine dapat menyebabkan
kelaianan saraf pusat dan depresi
kardiovaskular
• Pilihan D, diltiazem dapat menyebabkan
konstipasi, flushing, edema
• Pilhan E, ibutilid adalah antiaaritmia kelas III
dapat menyebabkan torsades de pointes.
Drug Induced Lupus
• Definisi
– Certain drugs may trigger an autoimmune response; most
often, these drugs induce autoantibodies, which may
occur in a significant number of patients, but most of
these patients do not develop signs of an autoantibody-
associated disease.
– In some patients, a clinical syndrome with features similar
to systemic lupus erythematosus (SLE) may develop, which
is termed drug-induced lupus.
Patogenesis
• Potential disease mechanisms include:
– Abnormalities in oxidative drug metabolism
– Drugs acting as haptens or agonists for drug-
specific T cells
– Cytotoxic drug metabolites causing pathology
– Drugs nonspecifically activating lymphocytes
– Drug metabolites disrupting central immune
tolerance
– Abnormalities in thymus function
Causative Drugs
• Definite – procainamide, hydralazine, minocycline,
diltiazem, penicillamine, isoniazid (INH), quinidine, anti-
tumor necrosis factor (TNF) alpha therapy (most commonly
with infliximab and etanercept), interferon-alfa,
methyldopa, chlorpromazine, and practolol.

• Probable –anticonvulsants (phenytoin, mephenytoin,


trimethadione, ethosuximide, carbamazepine), antithyroid
drugs, antimicrobial agents (sulfonamides, rifampin,
nitrofurantoin), beta blockers, lithium, paraaminosalicylate,
captopril, interferon gamma, hydrochlorothiazide,
glyburide, sulfasalazine, terbinafine, amiodarone,
ticlopidine, and docetaxel
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Lab
Diagnosis
• There are no definitive tests or criteria for the diagnosis of
drug-induced lupus; however, the diagnosis of drug-
induced lupus is highly likely in the presence of the
following:
– A history of taking one or more of the drugs known to be
associated with this condition for at least one month, and often
much longer with the development of at least one clinical
feature characteristic of SLE.
– A positive test for antinuclear antibodies (ANA).
• A positive test for antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) can
be present in patients who have been treated with certain agents.
• Anti-histone antibodies are strongly associated with some forms of
drug-induced lupus.
• Anti-dsDNA antibodies are not found in most forms of drug-induced
lupus.
– Spontaneous resolution of the clinical manifestations of the
disease, typically within several weeks but sometimes up to
several months after the offending drug has been discontinued.
Tatalaksana
• The initial step in treatment is to stop the
offending medication.
• Specific manifestations should then be treated
temporarily until they resolve using the same
approaches used in patients with idiopathic
systemic lupus erythematosus (SLE).
14
• Wanita, 16 tahun, keluhan sering tidak fokus ketika belajar di sekolah.
• Pasien juga sering mengeluhkan lemah letih lesu.
• Pasien juga merasa bersalah karena keluhannya ini pasien mendapat
nilai jelek dan takut tidak naik kelas.
• Sulit makan dan tidak suka daging karena amis.
• BB 40 TB 150.
• Konjungtiva anemis (+).
• Pada pemeriksaan apusan darah tepi tampak sel kecil warna pucat.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ADB + GIZI KURANG
JAWABAN:
B. ANEMIA DEFIZIENSI BESI DENGAN STATUS GIZI
KURANG
• Pada pasien dengan keluhan
letih lesu dan dengan
konjungtiva anemis
mengarahkan kepada anemia
• Karena pada pemeriksaan
darah tepi didapatkan sel kecil
pucat, kemungkinan adalah
pencil cell yang menandakan
anemia defisiensi besi,
diperburuk dengan kondisi
Pencil Cell
pasien yang sulit makan. Pilihan
anemia mikrositik hipokrom
tidak spesifik
• Pasien dikatakan gizi kurang
karena BMI 40/(1.5 x 1.5)
didapatkan hasil 1.778 atau
underweight karena dibawah
18.5
• Pilihan depresi tidak menjadi diagnosis utama
pada pasien ini karena ada gangguan organic
yang harus ditangani terlebih dahulu.
Klasifikasi berat badan Orang Asia
Anemia Defisiensi Besi
• Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang
berperan dalam pembentukan heme.
Anemia Defisiensi Besi (tahapan
klinis)
Etiologi
• Perdarahan saluran cerna atau menstruasi
• Kurangnya besi dalam diet
• Gangguan penyerapan besi pada pasien dengan
gastrektomi
• Phlebotomi berulang
• Meningkatnya kebutuhan besi (terutama saat
hamil)
• Hemosiderosis
• hemoglobinuria (hemolysis intravaskular)
• Infeksi cacing tambang
15
• Laki-laki, 56 tahun, keluhan nyeri dada disertai
jantung berdebar-debar.
• PF : TD 90/60. N: 156x /menit RR: 20 x/menit S:
36OC.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  TORSADES DE POINTES TIDAK STABIL
JAWABAN:
A. SEDASI DAN DEFIBRILASI
• Gambaran EKG pada kasus ini adalah VT
polimorfik torsades de pointes, yang tidak
stabil karena disertai dengan nyeri dada
dan jantung berdebar-debar
• Penanganan pada VT polimorfik tidak stabil
adalah dengan defibrilasi, bukan
kardioversi, sebesar 360 joule
• Amiodarone tidak digunakan pada kasus VT
polimorfik
• pilihan D, MgSO4 dan beta blocker dapat
digunakan pada kasus torsades yang stabil
ILMU BEDAH
16
• Laki-laki 35 tahun, dengan keluhan belum
memiliki anak setelah 5 tahun menikah.
• Dokter menemukan pembuluh darah berkelok-
kelok dan terkumpul di sekitar testis.

PEMB. DARAH YG MENGALAMI KELAINAN…


DIAGNOSIS  VARIKOKEL
JAWABAN:
A. V. PAMPINIFORMIS
• Pada soal kemungkinan diagnosis pada
pasien adalah varikokel.
• Varikokel adalah pembengkakan pembuluh
darah vena dalam skrotum (V.
pampiniformis).
• Komplikasi dari variokel antara lain adalah
mengecilnya testis dan infertilitas.
• V. Deferentis
• V. Testicularis
• A. Deferentis
• A. Testicularis

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Varikokel
17
• Perempuan 26 thn dengan keluhan nyeri perut memberat
sejak 1 jam yang lalu, disertai demam terutama sore dan
malam hari sejak 2 minggu yang lalu.
• Keluhan disertai diare sejak satu minggu terakhir ini.
• PF: didapatkan pekak hati yang menghilang. Hasil foto polos
abdomen memperlihatkan udara bebas antara hati dan
diafragma.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PERFORASI USUS
JAWABAN:
C. PERFORASI USUS
• Perempuan, 26 tahun, datang dengan akut
abdomen. Adanya riwayat demam
terutama sore dan malam hari sejak 2
minggu yang lalu dan diare sepertinya ingin
megarahkan kasus ini pada demam tifoid.
• Pemeriksaan fisik didapatkan pekak hati
yang menghilang.
• Hasil foto polos abdomen memperlihatkan
udara bebas antara hati dan diafragma
(pneumoperitoneum).
• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
perforasi usus.
• Pelvic inflammatory disease
• Appendisitis
• Abses Hepar
• Penyakit Chrons

• Pilihan jawaban lain tidak menyebabkan


adanya udara pada rongga peritoneum
PNEUMOPERITONEUM
• Udara bebas intraperitoneum atau ekstraluminer
• Causa :
- Robeknya dinding saluran cerna (trauma, iatrogenik, kelainan
di saluran cerna),
- Tidakan melalui permukaan peritoneal (transperitoneal
manipulasi, endoscopic biopsy, abdominal needle biopsy)
- Intraperitoneal ( gas forming peritonitis, perforasi usus/
gaster, ruptur abses )
Gambaran Radiologi : • Biasanya menggunakan
• Cupula sign 2 proyeksi foto :
• Foot ball sign - FPA supine
- X Torak erect atau left
• Double wall sign /Rigler lateral decubitus
sign
• Ligamentum falciforum
sign
• Umbilical sign
• Urachus sign
Falciform Ligament
Sign

Cupula sign

Cupula sign Football sign


18
• Perempuan 20 thn dengan keluhan ujung-ujung jari tangan kanan dan
kiri menjadi kebiruan sejak 1 jam lalu. Keluhan hilang timbul, dan
terutama jika cuaca dingin.
• Tidak ada riwayat penyakit jantung ataupun penyakit autoimun, dan
pasien tidak merokok.
• PF: terdapat sianosis pada ujung jari kedua tangan kanan dan kiri, tidak
terasa nyeri pada penekanan, dan tidak terdapat Iuka.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PENYAKIT RAYNAUD
JAWABAN:
B. PENYAKIT RAYNAUD
• Diagnosis Penyakit Raynaud, ditegakkan
atas dasar:
– Perempuan 20 thn dengan keluhan ujung-
ujung jari tangan kanan dan kiri menjadi
kebiruan sejak 1 jam lalu. Keluhan hilang
timbul, dan terutama jika cuaca dingin.
– Tidak ada riwayat penyakit jantung ataupun
penyakit autoimun, dan pasien tidak merokok.
– PF: terdapat sianosis pada ujung jari kedua
tangan kanan dan kiri, tidak terasa nyeri pada
penekanan, dan tidak terdapat Iuka.
• Buerger’s disease  terjadi peradangan pada arteri-arteri
distal, sehingga mengakibat terbentuknya gangrene dan ulkus
pada ujung-ujung jari kaki dan tangan, secara eksklusif terjadi
pada perokok. Raynaud phenomenon dapat terjadi pada
penderita Buerger’s Disease.
• Radang dingin (Frostbite)  kondisi dimana jaringan tubuh
membeku dan rusak akibat paparan suhu rendah.
• Aterosklerosis  Timbunan plak kolesterol di dinding arteri
yang menyebabkan terhalangnya aliran darah. Jika pecah,
gumpalan plak menyebabkan oklusi akut arteri.
• Aterosklerosis sering tidak memiliki gejala sampai plak pecah
atau penumpukannya cukup parah sehingga menghalangi
aliran darah.
• Arteritis Takayasu  merupakan penyakit sistemik yang
cukup langka, di mana kondisi ini menyebabkan peradangan
yang merusak pembuluh darah. Gangguan ini biasanya
menyasar cabang pembuluh darah besar aorta.
Raynaud’s Disease
• Raynaud’s disease (Primary): Intermittent arteriolar
vasoconstriction that results in coldness, pain, and
pallor of finger tips or toes.
• Raynauds’ phenomenon (Secondary): localized
intermittent episodes of vasoconstriction of small
arteries os the feets and hands that cause color and
temperature changes; Generally unilateral; Progressive.
• Karaktersitik tiga fase perubahan warna :
1. Memucat karena aliran darah terhambat.
2. Sianosis akibat akumulasi lokal hemoglobin terdesaturasi
3. Memerah akibat kembalinya aliran darah
1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
https://www.orthobullets.com/hand/6098/raynauds-syndrome
https://www.researchgate.net/figure/Treatment-algorithm-for-Raynauds-phenomenon_fig2_43227518
Tatalaksana
• Hindari lingkungan dingin , gunakan pakaian
hangat
• Antivasospasme : calcium channel brocker, α-
adrenergik bloker (kondisi berat)

1. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran’s pathologic basis of disease. 7 th ed.
19
• Bayi laki-laki, 7 bulan dengan muntah berulang sejak 2 hari
yang lalu. Frekuensi muntah lebih dari 6 x/hari.
• PF: tampak pucat, perut distensi dan teraba massa seperti
sosis di perut bagian bawah, disertai peristaltik meningkat
pada auskultasi.
• RT: didapati darah dan lendir pada sarung tangan.
• Px barium enema: gambaran cupping dan coiled spring.

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  INVAGINASI
JAWABAN:
A. PUASAKAN DAN PASANG NGT
• Bayi laki-laki berusia 7 bulan dengan gejala
ileus obstruktif (muntah-muntah, perut
distensi, dan gerak peristaltik usus meningkat),
adanya massa seperti sosis di abdomen, colok
dubur didapati lendir dan darah, serta
pemeriksaan barium meal ditemukan
gambaran cupping dan coiled spring.
• Dari gejala dan tanda tersebut diagnosis pada
kasus ini adalah intususepsi/ invaginasi.
• Tatalaksana awal yang tepat pada kasus ini
adalah pasien dipuasakan dan pasang NGT
untuk mengurangi distensi.
• Pasang kateter urin
• Berikan oksigen nasal
• Siapkan transfusi darah
• Tetap lanjut pemberian ASI

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


INTUSSUSEPSI
• Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
• Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
• Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
• Usia 6 - 12 bulan
• Biasanya jenis kelamin laki-laki
• lethargy/irritability
• Portio-like on DRE

TRIAD:
• vomiting
• abdominal pain
o colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking
the air, In between attacks, calm and relieved
• blood per rectum /currant jelly stool

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE
FOLDS ON
ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Radiologic Signs
• Ultrasound signs
include:
– target sign /doughnut
sign)
– pseudokidney sign
– crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
• Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
• intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring”
appearance
20
• Laki-laki 50 thn dengan keluhan nyeri pada tepi anus
yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu, suhu 38,5oC.
• PF: didapatkan nyeri tekan, dan indurasi pada area
perianal.
• RT: didapatkan penonjolan pada arah jam 9-10, nyeri
tekan, dan indurasi. Pada sarung tangan tidak
didapatkan darah, lendir, dan feses.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ABSES PERIANAL
JAWABAN:
B. ABSES PERIANAL
• Laki-laki 50 tahun, keluhan nyeri pada tepi
anus, disertai demam, suhu38,5oC.
• PF: nyeri tekan, dan indurasi pada area
perianal.
• RT: penonjolan pada arah jam 9-10, nyeri
tekan, dan indurasi. Pada sarung tangan
tidak didapatkan darah, lendir, dan feses.
• Gejala dan tanda tersebut sesuai dengan
diagnosis abses perianal.
• Abses brodie  merupakan abses piogenik
yang dikelilingi oleh daerah sklerosis dan
meningkatnya jaringan granulasi. Dapat
ditemukan pada osteomielitis subakut.
• Hemoroid interna  varices pada area anus
yang berasal dari pleksus hemorhoidales
interna yang berada di atas linea dentata.
• Hemoroid eksterna  varces/ hemorrhoid yang
berada di bawah linea dentata.
• Prolaps recti  kondisi di mana adanya bagian
dinding rektum keluar dari anus.
Abses Perianal
Abses perianal: infeksi jaringan lunak 5
yang mengelilingi anus. Sebagian besar %
bersumber dari fistula..

Etiologi & Patogenesis:


•Terdapat 4-10 kelenjar di linea dentatum
•Infeksi epitel kriptaglandular menyebabkan
obstruksi dari kelenjar
•Infeksi asending ke rongga interspinkterikum
dan rongga lainnya.
•Implikasi bakteri
•E.Coli., Enterococci, bacteroides

Penyebab lain:
•Crohn
•TB 6 5 Ischiore
•Carcinoma, Lymphoma and Leukaemia 0 % ctal 20%
%
•Trauma Intersphinc suprasphinc
teric teric
•Inflammatory pelvic conditions (appendicitis) Trans- extrasphin
sphincteric cteric
Gejala dan Tanda

Abses Gejala
Perianal •Nyeri di perianal, pus, dan demam
•Benjolan bersifat nyeri, fluktuan,
kemerahan.
Ischio- •Demam, nyeri di ischiorectal
rectal •Massa, nyeri tekan (+), indurasi (+)
Intersphinct •nyeri di rektum, demam, dan
eric terdapat pus
Supralevato
r
21
• Perempuan G3P2A0, 29 tahun dengan keluhan nyeri di betis
kanan dan kiri sejak 1 minggu yang lalu.
• Nyeri hilang timbul, menghilang jika pasien bergerak dan
bertambah parah jika pasien diam.
• PF: status lokalis cruris dextra et sinistra ditemukan alur
bentukan vena muncul di permukaan kulit disertai warna
kemerahan dan hangat pada perabaan. Pemeriksaan Homan
sign (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG..
DIAGNOSIS  DVT
JAWABAN:
B. USG DOPPLER
• Pasien wanita dengan G3P2A0, keluhan nyeri
di betis kanan dan kiri sejak 1 minggu yang
lalu. Saat kehamilan sebelumnya juga pasien
merasakan hal yang sama.
• Status lokalis cruris dextra et sinistraalur
bentukan vena muncul di permukaan kulit
disertai warna kemerahan dan hangat pada
perabaan. Pemeriksaan Homan sign (+).
• Berdasarkan keterangan yang ada
kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah
DVT.
• Pemeriksaan penunjang non-invasif yang
dapat dilakukan adalah USG Doppler.
• Venografi  jika pemeriksaan dengan USG dan
USG Doppler tidak memastikan diagnosis DVT,
maka perlu dilakukan venografi.
• Faal hemostasis  dilakukan pada pasien
dengan probabilitas DVT rendah.
• Intravenous kateter  tidak spesifik.
• Foto X-ray cruris  tidak tepat.
DVT

Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage

Crurales Vein is a common and


incorrect terminology
Superficial vein systems
• Signs and symptoms of
DVT include :
– Pain in the leg
– Tenderness in the calf (this
is one of the most
improtant signs )
– Leg tenderness
– Swelling of the leg
– Increased warmth of the
leg
– Redness in the leg
– Bluish skin discoloration
– Discomfort when the foot
is pulled upward (Homan’s)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
American College of Emergency Physicians (ACEP)
Trombosis Vena Dalam
• Skoring Wells
– Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1)
– Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1)
– Terbaring selama > 3 hari (skor 1)
– Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1)
– Seluruh kaki bengkak (skor 1)
– Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1)
– Pitting edema unilateral (skor 1)
– Vena superfisial kolateral (skor 1)
– Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2)
• Interpretasi:
– >3: risiko tinggi (75%)
– 1-2: risiko sedang (17%)
– < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
22
• Laki-laki 35 thn dengan keluhan kemaluan tegang terus
menerus sejak 6 jam yang lalu, tanpa didahului hasrat
seksual.
• Pasien mengaku minum obat kuat.
• PF: ditemukan penis tampak ereksi, keras, tampak
kebiruan, dan nyeri.
PATOMEKANISME…
DIAGNOSIS  PRIAPISMUS ISKEMIK
JAWABAN:
B. GANGGUAN MEKANISME OUTFLOW VENA (VENO
OKLUSI)
• Laki-laki, 35 tahun, dengan keluhan ereksi sejak 6 jam
tanpa didahului hasrat seksual mengarah pada
priapismus.
• Riwayat minum obat kuat, PF: penis tampak ereksi,
keras, tampak kebiruan, dan nyeri dicurigai adanya
priapismus tipe low-flow/ ischemic priapism.
• Patofisiologi :
• adanya relaksasi otot polos yang abnormal (dapat
disebabkan oleh obat perangsang, muscle relaxant, dan
beberapa penyakit seperti sickle cell disease) sehingga
menyebabkan darah masuk kedalam penis terus menerus
sehingga terjadi compartment syndrome yang
menghambat aliran vena (veno-oklusi) keluar dari penis.
• Oleh karena itu pilihan jawaban yang tepat adalah B.
Gangguan mekanisme outflow vena (veno oklusi).
• Gangguan mekanisme outflow arterial oklusi
• Adanya penurunan inflow aliran darah arteri
• Adanya penurunan inflow aliran darah vena
• Adanya peningkatan inflow aliran darah vena

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism
• Ischemic priapism (low-flow)
– a persistent erection marked by pain and rigidity of
the corpora cavernosa, with little or no cavernous
arterial inflow.
– Etiology: sickle cell disease, malignancy, drugs, etc.
– Stuttering priapism/ recurrent priapism: the term has
traditionally described recurrent prolonged and
painful erections in men with SCD (sequential
compression device).
• Nonischemic priapism (arterial, high-flow)
– a persistent erection caused by unregulated
cavernous arterial inflow.
– The corpora are tumescent but not rigid, and the
erection is not painful.
– Etiology: penile trauma.
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening

Peyronie’s disease juga dapat terjadi karena terbentuknya


jaringan fibrosa pada penis akibat injuri berulang,
terutama akibat aktivitas seksual atau aktivitas fisik lain 
penis melengkung dan nyeri saat ereksi
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
23
• Laki-laki, 24 thn, dengan keluhan nyeri bahu kiri setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu.
• Pasien terjatuh dan mendarat dengan bahu kiri.
• PF: didapatkan bahu kiri tampak lebih menonjol, ROM
terbatas, nyeri tekan (+), tidak ditemukan krepitasi.

PX PENUNJANG…
DIAGNOSIS  DISLOKASI BAHU
JAWABAN:
C. X RAY GLENOHUMERAL JOINT
• Pasien laki-laki 24 tahun keluhan nyeri bahu
kiri, PF: bahu kiri tampak lebih menonjol,
ROM terbatas, nyeri tekan (+), tidak
ditemukan krepitasi.
• Berdasarkan gejala dan tanda tersebut
diagnosis pada kasus ini mengarah pada
dislokasi bahu anterior.
• Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah
X-Ray Glenohumeral joint.
• X Ray Radio-ulnar joint
• X Ray Humero-ulnar joint
• X Ray Tibio-talar joint
• Rontgen Thorax AP

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Dislokasi Bahu (D.Glenohumeralis)
• Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis

• Etio : 99% trauma

• Pembahagian

• Dis. Anterior (98 %)

• Dis.Posterior (2 %)

• Dis. Inferior

• Mekanisme Trauma
• Puntiran sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan sendi bahu tiba-tiba

• Tarikan & puntiran tiba-tiba


Dislokasi Posterior:
Klinis
• Lengan dipegang di
depan dada
• Adduksi
• Rotasi interna
• Bahu anterio tampak
lebih datar (flat and
squared off)
Dislokasi Anterior
 Lengkung (contour) bahu berobah,

 Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

 Teraba caput humeri di bag anterior

 Prominent acromion, sulcus sign

 Back anestesi  ggn n axilaris

 Radiologis  memperjelas Diagnosis

 Rontgen Foto

 CT Scan
Sulcus Sign test
• a shoulder stability
examination to determine
if there is anterior or
multidirectional instability
observed between the
acromion and the humeral Prominent
head. acromion
• With the arm straight and
relaxed to the side of the
patient, the elbow is
grasped and traction is Sulcus
applied in an inferior Sign
direction
24
• Perempuan 20 thn dengan keluhan benjolan di
punggung pergelangan tangan kanan sejak 6 bulan
yang lalu, dan terasa pegal saat beraktivitas.
• PF: ditemukan inspeksi: benjolan berukuran sebesar
kelereng, palpasi: mobile dan tidak nyeri.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KISTA GANGLION
JAWABAN:
A. KISTA GANGLION
• Perempuan usia 20 thn keluhan benjolan di
punggung pergelangan tangan kanan,
terasa pegal saat beraktivitas. Pasien
berlatih tenis usia muda.
• inspeksi: benjolan berukuran sebesar
kelereng, palpasi: mobile dan tidak nyeri.
• Berdasarkan keterangan tersebut dapat
disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
kista ganglion.
• Lipoma  benjolan berbatas tegas, dengan
konsistensi kenyal, dan tidak disertai nyeri
• Neurofibroma  benjolan seperti daging yang
lembut, yang berasal dari jaringan saraf.
• Sarcoma  kelompok tumor yang umumnya
menyerang jaringan tubuh bagian tengah
(mesoderm), tetapi dapat juga menyerang jaringan
tubuh bagian luar (ektoderm)  tidak spesifik.
• Osteoma/ osteoid osteoma  tumor jinak
osteoblas (sel tulang) yang berukuran kecil (<1,5-2
cm) dan biasanya tumbuh paling banyak di tungkai
kaki (paha dan betis).
Kista Ganglion
• Degenerasi kistik jaringan
periartikuler, kapsul sendi,
atau pembungkus tendo
• Tumor jaringan lunak tersering
pada tangan dan Pergelangan
Tangan  60 %
• Prediposisi dorsal manus
• Menempel pada Kapsul,
tendon, atau tendon sheath
• Wanita > Pria
• 70% terjadi pada dekade 2 - 4
• Terbentuk tunggal dan pada
tempat yang amat spesifik
Informasisehat.files.wordpress.com/2010/05/ganglion-cyst
Location According to anatomy
• They can occur in numerous locations but most
commonly (70-80% of cases) occur in relation
to the hand or wrist (ganglion cysts of the hand
and wrist) in this location, notable specific sub
sites include 1:
– dorsum of wrist: ~60% of all hand ganglion cysts
– volar aspect of wrist: ~20%
– flexor tendon sheath: ~10%
– in association with the distal interphalangeal joint:
~10%

Other notable locations include:


• knee, e.g. ACL ganglion cyst
• spinoglenoid notch: spinoglenoid notch
ganglion cyst
• ankle: foot
Tanda dan Gejala Anatomi
• Ada Riwayat Trauma (10%)
• Kista utama bisa tunggal
• Bisa muncul tiba-tiba atau
berkembang dalam hitungan atau multilokul
bulan/tahun
• Tampak halus, putih, dan
• Mengecil dalam keadaan istirahat
• Membesar dengan aktifitas translusen
• Kadangkala bisa menghilang
secara spontan
• Rekurensi sangat jarang
(complete exicion)
• > 50%  eksisi tidak komplit
• Biasanya tidak nyeri, kecuali ada
penekanan pada saraf.
Lipoma Kista ateroma Kista dermoid Ganglion
• Deposisi lemak • Sumbatan muara • Kelainan embrional di • Degenerasi kistik
dibawah kulit kelenjar sebasea daerah fusi embrional jaringan periartikuler,
• Sering pada laki> 40 • Klinis: massa kistik • Klinis: massa kapsul sendi atau
thn dengan puncta, tidak konsistensi kistik, pembungkus tendon
• Klinis: mobile, massa nyeri, tidak mobile tidak mobile • Wanita> laki-laki
padat-lunak batas (menempel ke kulit (menempel ke dasar), • Klinis: massa
tegas, permukaan atas) sewarna kulit konsistensi kenyal,
licin, berkapsul • Predileksi: kulit yang • Predileksi: dahi, sudut batas tegas, tidak
• Predileksi: seluruh banyak mengandung luar mata, kepala mobile terfiksir ke
tubuh kelenjar sebasea • Tatalaksana: kapsul tendon. Massa
• Tatalaksana: • Tatalaksana • Eksisi dapat membesar
• Bedah eksisi • Eksisi dengan aktifitas,
• Ekstirpasi dapat menghilang
spontan
• Predileksi:
pergelangan tangan
(dorsal manus)
• Tatalaksana:
• Imobilisasi
• Injeksi
hialorudinase
• Diseksi
tonotome
• Aspirasi ganglion
25
• Laki-laki 15 thn dengan keluhan nyeri di perut kanan bawah sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit, disertai mual dan muntah.
• TTV: TD 110/80mmHg, nadi 104 x/menit, RR 22 x/menit, suhu 39,7°C.
• PF abdomen distensi tidak ada, defans muscular positif di bagian kanan
bawah, nyeri tekan positif di regio iliaka dekstra, teraba massa di regio
iliaka dekstra, fluktuasi positif.
• RT: didapatkan nyeri tekan arah jam 9-11.
• Lab: Hb 13 g/dl, leukosit 17.300/μL, trombosit 240.000 mm3.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  APPENDISTIS ABSES
JAWABAN:
C. APPENDISTIS ABSES
• Laki-laki berusia 15 tahun, keluhan nyeri di
perut kanan bawah sejak 6 hari , disertai mual
dan muntah, demam dengan suhu 39,7°C.
• PF: abdomen distensi tidak ada, defans
muscular positif di bagian kanan bawah, nyeri
tekan positif di regio iliaka dekstra, teraba
massa di regio iliaka dekstra, fluktuasi positif.
• RT: nyeri tekan arah jam 9-11.
• Laboratorium Hb 13 g/dl, leukosit 17.300/μL,
trombosit 240.000 mm3.
• Gejala dan tanda tersebut sesuai dengan
diagnosis appendisitis abses.
• Pielonefritis akut  nyeri umum pada area
flank
• Liver Absces  nyeri pada bagian kanan atas.
• Appendisitis Akut  disingkirkan  karena
pada soal ditemukan massa saat palpasi
abdomen.
• Kolitis infeksi  gejala diare disertai darah dan/
atau nanah.
APPENDISITIS
Sign of Appendicitis
Alvarado Score
Appendisitis Abses
• Apendisitis abses terjadi
bila massa lokal yang
terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari
sekum, retrosekal,
subsekal dan pelvikal.
• Merupakan komplikasi
dari appendisitis yang
mengalami ruptur dan
membentuk abses di
sekitarnya.
26
• Laki-laki 30 thn dengan keluhan mual muntah dan nyeri hebat
perut bawah sejak 5 jam.
• PF: didapatkan keadaan umum lemah, tekanan darah 100/70
mmHg, frekuensi nadi 100 x/menit, frekuensi napas 24
x/menit, dan suhu tubuh 37,8°C.
• PF abdomen didapatkan distensi abdomen dan metalik sound
(+). Pemeriksaan colok dubur rektum kolaps.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  ILEUS OBSTRUKTIF
JAWABAN:
A. DEKOMPRESI
• Laki-laki, 30 tahun, keluhan mual muntah
dan nyeri hebat perut bawah sejak 5 jam.
• Pemeriksaan abdomen didapatkan distensi
abdomen dan metalik sound (+).
• Pemeriksaan colok dubur rektum kolaps.
Berdasarkan gejala dan tanda tersebut
diagnosis pada kasus ini mengarah pada
ileus obstruktif.
• Tatalaksana awal yang tepat pada kasus ini
adalah dekompresi.
• Rehidrasi  jika ditemukan tanda-tanda
dehidrasi.
• Operasi  ditentukan dahulu etiologi dari ileus
obstruktif tersebut, jika memang diperlukan
bisa dilakukan operasi.
• Pasang rectal tube  rectal tube, tatalaksana
pada morbus Hirschsprung.
• Antibiotik  diberikan bila terdapat tanda-
tanda infeksi.
Ileus Obstruktif
• Ileus:
– Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
• Obstruksi:
– Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
– Obstruksi dapat parsial atau komplit
– Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Tanda panah berwarna putih menunjukan kolon yang
melebar sehingga membentuk frame seperti “pigura”.
27
• Laki-laki 5 thn dengan keluhan penis yang
tampak telah dikhitan, secara tiba-tiba ketika
bangun tidur.
• PF: tampak glans penis tampak membiru dan
nyeri, serta preputium tertarik ke corona penis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PARAFIMOSIS
JAWABAN:
B. PARAFIMOSIS
• Anak laki-laki 5 tahun, dengan keluhan
penis seperti di khitan saat bangun tidur.
• Pada pemeriksaan fisik glans penis tampak
membiru dan nyeri, serta preputium
tertarik ke corona penis.
• Dari gejala dan tanda tersebut diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah
parafimosis.
• Fimosis: preputium tidak dapat ditarik ke arah
proksimal.
• Hipospadia  OUE berada pada ventral penis.
• Mikropenis  ukuran penis lebih kecil dari
ukuran normal.
• Sirkumsisi inkompit  tidak ada terminologi ini
dalam kamus kedokteran.
PARAFIMOSIS
• Prepusium yang diretraksi Tatalaksana Parafimosis
hingga sulkus koronarius • Mengembalikan prepusium
tidak dapat dikembalikan secara manual dengan
pada posisi semula. memijat glans penis selama
3-5 menit untuk
• Retraksi prepusium ke prox mengurangi edema.
secara berlebihan  tidak • Bila tidak berhasil, perlu
dapat dikembalikan seperti dilakukan dorsum insisi.
semula  menjepit penis • Setelah edema dan reaksi
 obstruksi aliran balik inflamasi hilang 
vena superfisial  edema, sirkumsisi.
nyeri  nekrosis glans
penis.
Phimosis vs Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial  edema dan
nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
28
• Perempuan 48 thn dengan keluhan ada benjolan pada
bahu kiri kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu.
• Benjolan semakin membesar, tidak terasa nyeri dan tidak
mengganggu aktivitas.
• PF: ditemukan massa berbatas tegas, berbentuk bulat ,
konsistensi lunak, mobile, ukuran diameter 4 cm, dan
tidak terdapat nyeri tekan.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  LIPOMA
JAWABAN:
A. EKSISI EKSTIRPASI
• Seorang perempuan, usia 48 tahun,
keluhan ada benjolan pada bahu kiri
semakin lama semakin membesar.
• PF: massa berbatas tegas, berbentuk bulat ,
konsistensi lunak, mobile, ukuran diameter
4 cm, dan tidak terdapat nyeri tekan.
• Dari gejala dan tanda tersebut diagnosis
yang mungkin pada kasus ini adalah
lipoma.
• Tatalaksana yang tepat pada kasus ini
adalah eksisi ekstirpasi.
• Liposuction  Liposuction/ liposculpture,
merupakan tindakan body shaping. Indikasi utama
liposuction biasanya masalah estetika bukan untuk
menurunkan berat badan. Selain masalah estetika,
penonjolan lemak di perut juga akan mengganggu
fungsi seksual karena akan terjadi kesulitan dalam
proses penetrasi penis.
• lnsisi luas  biasa dilakukan pada kanker dengan
massa besar, untuk mengurangi massa tumor.
• Aspirasi jarum  bisa dilakukan pada kista
ganglion atau tumor lain yang berisi cairan, namun
tindakan ini tidak efektif.
• lnsisi ekstirpasi  biasa dilakukan pada tumor
dengan ukuran kecil dan berkapsul.
Lipoma
Lipoma Kista ateroma Kista dermoid Ganglion
• Deposisi lemak • Sumbatan muara • Kelainan embrional di • Degenerasi kistik
dibawah kulit kelenjar sebasea daerah fusi embrional jaringan periartikuler,
• Sering pada laki> 40 • Klinis: massa kistik • Klinis: massa kapsul sendi atau
thn dengan puncta, tidak konsistensi kistik, pembungkus tendon
• Klinis: mobile, massa nyeri, tidak mobile tidak mobile • Wanita> laki-laki
padat-lunak batas (menempel ke kulit (menempel ke dasar), • Klinis: massa
tegas, permukaan atas) sewarna kulit konsistensi kenyal,
licin, berkapsul • Predileksi: kulit yang • Predileksi: dahi, sudut batas tegas, tidak
• Predileksi: seluruh banyak mengandung luar mata, kepala mobile terfiksir ke
tubuh kelenjar sebasea • Tatalaksana: kapsul tendon. Massa
• Tatalaksana: • Tatalaksana • Eksisi dapat membesar
• Bedah eksisi • Eksisi dengan aktifitas,
• Ekstirpasi dapat menghilang
spontan
• Predileksi:
pergelangan tangan
(dorsal manus)
• Tatalaksana:
• Imobilisasi
• Injeksi
hialorudinase
• Diseksi
tonotome
• Aspirasi ganglion
ILMU PENYAKIT
MATA
29
• Pasien keluhan mata merah yang disertai pandangan kabur
sejak 5 hari yang lalu, disertai nyeri pada mata. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal.
• PF: injeksi silier pada OD, serta konjungtiva tampak hiperemis,
dan edema palpebra disertai bulu mata yang rontok.
• Terdapat defek kornea sekitar 2 mm dari tepi limbus, terdapat
bagian clear space antara limbus dan defek kornea

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MARGINAL ULCER
JAWABAN:
E. MARGINAL ULCER
• Pada pasien kasus diatas, terdapat penurunan visus
dan mata merah yang disertai nyeri, serta
ditemukanya defek pada kornea sekitar 2 mm dari
tepi limbus mengarahkan pada kondisi ukus kornea.
• Sehingga opsi C dan D disingkirkan.
• Mengingat defek kornea terletak 2 cm dari tepi
limbus, dan ada clear space antara limbus dan
defek, maka kemungkinan adalah suatu ulkus
kornea perifer yakni marginal ulcer.
• Kondisi ini disertai juga dengan tanda blefaritis
seperti edema palpebra dan bulu mata rontok,
dimana biasanya kolonisasi stafilokokus di kelopak
mata sebabkan blefaritis juga pada ulkus marginal.
• Pilihan A  Pada mooren ulcer, biasanya defek
dari arah limbus, dibagian tepi, tidak ada clear
space, namun tanpa skleritis.
• Pilihan B  Pada ring ulcer akan tampak
adanya defek berbentuk melingkar seperti
cincin.
ULKUS KORNEA
• Gejala Subjektif
• Ulkus kornea adalah hilangnya – Eritema pada kelopak mata dan
sebagian permukaan kornea konjungtiva
akibat kematian jaringan kornea – Sekret mukopurulen
– Merasa ada benda asing di mata
• Ditandai dengan adanya infiltrat – Pandangan kabur
supuratif disertai defek kornea – Mata berair
– Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi
bergaung, dan diskontinuitas ulkus
jaringan kornea yang dapat – Silau
terjadi dari epitel sampai stroma. – Nyeri
– Infiltat yang steril dapat menimbulkan
• Etiologi: Infeksi, bahan kimia, sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan
trauma, pajanan, radiasi, sindrom robekan lapisan epitel kornea.
sjorgen, defisiensi vit.A, obat-
• Gejala Objektif
obatan, reaksi hipersensitivitas, – Injeksi siliar
neurotropik – Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan
adanya infiltrat
– Hipopion
ULKUS KORNEA
• Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2: Penatalaksanaan :
1. Ulkus kornea sentral – harus segera ditangani oleh
– Ulkus kornea bakterialis spesialis mata
– Pengobatan tergantung
– Ulkus kornea fungi
penyebabnya, diberikan obat
– Ulkus kornea virus tetes mata yang mengandung
– Ulkus kornea acanthamoeba antibiotik, anti virus, anti
jamur,
2.Ulkus kornea perifer
– sikloplegik
– Ulkus marginal
– Mengurangi reaksi
– Ulkus mooren (ulkus peradangan dengan steroid.
serpinginosa kronik/ulkus – Berikan analgetik jika nyeri
roden)
– Jangan menggosok-gosok
– Ulkus cincin (ring ulcer) mata yang meradang
– Mencegah penyebaran infeksi
dengan mencuci tangan
Ulkus kornea perifer
Mooren’s ulcer Marginal ulcer
• inflammatory peripheral • Marginal ulcerations are a common
ulcerative keratopathy  occurs complication of longstanding
at the edge of the cornea staphylococcal blepharitis; they are
also commonly referred to as
• Manifestation: painful, catarrhal infiltrates and ulcers
progressive peripheral ulceration • Ulcerations are located in the
of the cornea marginal zone and separated from
the limbus by a clear corneal zone.
• Its cause is unknown 
autoimmune mechanisms are • Flourescein staining often shows
epithelial defects that are smaller
involved in the pathogenesis than the infiltrate area
• peripheral ulcerative keratitis
(PUK) with no associated scleritis
30
• Pasien, keluar benjolan di kelopak mata. Benjolan
tidak nyeri.
• Benjolan sudah dialami sejak 3 bulan terakhir.
• Tampak visus normal pada ODS.
• Pada mata didapatkan massa multiple, mobile, tidak
nyeri, sewarna kulit.

TINDAKAN…
DIAGNOSIS  KALAZION
JAWABAN:
A. INSISI DAN KURETASE
• Pada kasus diatas, adanya benjolan kelopak
mata yang sudah lama dialami dan tidak
disertai nyeri dapat mengarahkan pada
kondisi kalazion.
• Pada kalazion, penanganan yang sesuai
dengan dilakukan insisi serta kuretase.
• Alternatif lainnya dapat pula dilakukan
pemberian glukokortikoid injeksi intralesi
(bukan topical).
• Pilihan E  Penggunaan antibiotik tidak tepat
mengingat kalazion adalah kindisi
granulomatosa dan bukan infeksi.
Kalazion
• Inflamasi idiopatik, steril, dan
kronik dari kelenjar Zeis atau
Meibom
• Ditandai oleh pembengkakan
yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
• Hordeolum bisa jadi kalazion
ketika infalamasi reda
• Dibedakan dari hordeolum oleh
ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
• Jika sangat besar, kalazion dapat
menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Treatment
• Small chalazia often resolve without intervention over days
to weeks.
• For larger lesions, draining can be facilitated by using warm
compresses placed on the face for about 15 minutes four
times per day.
• Antibiotics are not indicated since chalazion is a
granulomatous condition.
• Patients with persistent lesions should be referred to an
ophthalmologist for:
– Incision and curettage
– Glucocorticoid injection
– Persistent or recurring lesions, especially if unilateral, should be
assessed histopathologically for possible basal cell, sebaceous
cell, or meibomian gland carcinoma

Uptodate
31
• Pasien keluhan mata kanan merah, nyeri dan terasa
mengganjal setelah terciprat cairan pembersih WC, 30
menit yang lalu.
• Pasien sempat membilas mata dengan air keran.
• Tampak injeksi konjungtiva dan injeksi silier, penurunan
visus OD jadi 1/6 dan terasa sangat nyeri.

KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS TRAUMA KIMIA MATA
JAWABAN:
A. SIMBLEFARON
• Pasien kasus diatas dimana terdapat trauma kimia bersifat alkali
(cairan pembersih WC), maka dapat sebabkan kerusakan pada
mata mengingat cairan bersifat alkali menyebabkan denaturasi
protein tanpa presipitasi.
• Pada kejadian cedera tampak sudah mengganggu media
refraksi, dimana biasanya cedera akibat bahan kimia di mata
dapat sebabkan konjungtivitis, keratitis, bahkan ulkus kornea.
• Trauma kimia mata bisa bervariasi mulai dari hanya kerusakan
epitel kornea hingga ulserasi bahkan iskemik kornea.
Kedepannya dapat timbul komplikasi seperi simblefaron,
glaucoma sekunder, hingga pembentukan sikatriks.
• Komplikasi yang umum kemudian terjadi berupa kerusakan
pada kelopak mata dan selaput mata, salah satunya adalah
simblefaron dimana terjadi adhesi pada konjungtiva bulbar dan
palpebral.
TRAUMA KIMIA MATA
• Klasifikasi :
• Merupakan trauma yang mengenai
bola mata akibat terpaparnya bahan  Derajat 1: kornea jernih dan tidak
kimia baik yang bersifat asam atau ada iskemik limbus (prognosis
basa yang dapat merusak struktur bola sangat baik)
mata tersebut
 Derajat 2: kornea berkabut
• Keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera dengan gambaran iris yang masih
pada mata, baik ringan, berat bahkan terlihat dan terdapat kurang dari
sampai kehilangan penglihatan 1/3 iskemik limbus (prognosis
• Etiologi : 2 macam bahan yaitu yang baik)
bersifat asam (pH < 7) dan yang  Derajat 3: epitel kornea hilang
bersifat basa (pH > 7,6) total, stroma berkabut dengan
• Pemeriksaan Penunjang : gambaran iris tidak jelas dan
 Kertas Lakmus : cek pH berkala
 Slit lamp : cek bag. Anterior mata dan lokasi sudah terdapat 1/2 iskemik
luka limbus (prognosis kurang)
 Tonometri
 Derajat 4: kornea opak dan
 Funduskopi direk dan indirek
sudah terdapat iskemik lebih dari
1/2 limbus (prognosis sangat
buruk)
TRAUMA KIMIA MATA
TRAUMA BASA LEBIH BERBAHAYA DIBANDINGKAN ASAM; gejala: epifora, blefarosasme, nyeri

Trauma Asam : Trauma Basa :


• Bahan asam mengenai mata maka • Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel
akan segera terjadi koagulasi protein dan terjadi proses safonifikasi, disertai
epitel kornea yang mengakibatkan dengan dehidrasi
kekeruhan pada kornea, sehingga bila • Basa akan menembus kornea, kamera
konsentrasi tidak tinggi maka tidak okuli anterior sampai retina dengan
akan bersifat destruktif cepat, sehingga berakhir dengan
• Biasanya kerusakan hanya pada kebutaan.
bagian superfisial saja • Pada trauma basa akan terjadi
• Bahan kimia bersifat asam : asam penghancuran jaringan kolagen kornea.
sulfat, air accu, asam sulfit, asam • Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH,
hidrklorida, zat pemutih, asam amoniak, Freon/bahan pendingin lemari
asetat, asam nitrat, asam kromat, es, sabun, shampo, kapur gamping,
asam hidroflorida semen, tiner, lem, cairan pembersih
dalam rumah tangga, soda kuat.
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/trauma-kimia-pada-mata.pdf
TRAUMA KIMIA MATA -
TATALAKSANA

• Removing the offending agent


– Immediate copious irrigation
• With a sterile balanced buffered solution
normal saline solution or ringer's lactate
solution
• Until the ph (acidity) of the eye returns to
normal
– Pain relief → Topical anesthetic
• Promoting ocular surface(epithelial)healing
– artificial tears
– Ascorbate → collagen remodeling
– Placement of a therapeutic bandage contact
lens until the epithelium has regenerated
• Controlling inflammation
– Inflammatory inhibits reepithelialization
and increases the risk of corneal ulceration
and perforation
– Topical steroids
– Ascorbate (500 mg PO qid)
• Preventing infection
– Prophylactic topical antibiotics
• Controlling IOP
– In initial therapy and during the later
recovery phase, if IOP is high (>30 mm Hg)
• Control pain
– Cycloplegic agents → ciliary spasm
– Oral pain medication
Komplikasi
• Symblepharon
– partial or complete adhesion of the palpebral conjunctiva of the
eyelid to the bulbar conjunctiva of the eyeball
– can be caused by chemical burn, Stevens–Johnson syndrome
(SJS), ocular cicatricial pemphigoid, trachoma, herpes zoster,
atopic keratoconjunctivitis, scleroderma, graft versus host
disease
– Acid tends to cause less severe injury than alkali. Acid denatures
and precipitates proteins, which form a barrier to further
penetration. Alkali denatures but does not precipitate proteins,
and also saponifies fats (disrupts lipid membranes), causing
deeper penetration into ocular tissues
• Glaukoma sekunder
• Dry eyes
• Cicatrical entropion atau ektropion
32
• Pasien, penurunan tajam penglihatan dirasakan mendadak
sejak 3 hari yang lalu.
• Riwayat: hipertensi dan diabetes mellitus.
• Tekanan Darah 160/90 mmHg
• Mata tidak tampak kemerahan.
• funduskopi mata, didapatan gambaran cotton woll spot,
retinal hemorrhage, edema retina, dan dilatasi vena.

PENYEBAB KELUHAN…
DIAGNOSIS  OKLUSI VENA SENTRAL RETINA
JAWABAN:
B. HIPERTENSI
• Pada kasus diatas terdapat kondisi mata
tenang visus turun mendadak, disertai
temuan funduskopi adanya flame
haemorrhage, cotton wool spot, edema
retina, dan dilatasi vena dapat
mengarahkan pada kondisi oklusi vena
sentral retina.
• Umumnya kondisi ini sebagian besar
disebabkan oleh adanya resiko hipertensi
pada pasien (61% kejadian).
• Pilihan A  Diabetes mellitus bisa sebabkan
oklusi vena sentral retina, namun biasanya lebih
jarang (8% kejadian).
Defini dan gejala

Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS
(CENTRAL RETINA VEIN OCCLUSION)
• Kelainan retina akibat • Predisposisi :
sumbatan akut vena – Usia diatas 50 thn
retina sentral yang – Hipertensi sistemik 61%
ditandai dengan – DM 7%
penglihatan hilang – Kolestrolemia
mendadak. – TIO meningkat
– Periphlebitis (Sarcouidosis,
Behset disease)
– Sumbatan trombus vena
retina sentralis pada
daerah posterior lamina
cribrosa)
Central Retinal Vein Occlusion

• Ischemic CRVO
– Extensive hemorrhage
– Retinal edema
– Marked venous dilation
– Cotton-wool spots
– Angiogram show
• Widespread capillary nonprofusion

– Visual prognosis poor


• Only 10% have >20/400 vision

– NVI (neovascularization of iris)


• As high as 60% of eyes
• Occurs 3-5 months post occlusion
– “the three month glaucoma”
Central Retinal Vein Occlusion
• Non-ischemic CRVO
– Less dilation and vascular
tortuosity
– Dot and flame
hemorrhages in all
quadrants
– Less or no disk swelling
– Angiogram shows
• Delayed A-V transit time
• Leakage
• Minimal capillary dropout
– Neovascularization is rare
Central Retinal Vein Occlusion

• Risk Factors
– Eye Disease Case-Control
Study
• Hypertension
• Diabetes
– Unlike BRVO
• Glaucoma
– Check and treat IOP!

– CRVO in young patients


requires more extensive
workup for cause
33
• Pasien, keluhan nyeri pada mata kiri, 30 menit sebelumnya
pasien terkena lemparan penghapus papan tulis
• Keluhan disertai mata nyeri, berair dan kemerahan.
• Visus ODS 6/20. Pasien memakai kaca mata minus sejak dulu.
• Pada pemeriksaan  tampak seperti gambar (di slide
berikutnya)

SUMBER PERDARAHAN…
DIAGNOSIS  HIFEMA
JAWABAN:
B. IRIS
• Pasien dengan riwayat trauma mata dan
perdarahan pada anterior chamber di
gambar menandakan hifema
• Pada hifema, yang terjadi adalah
perdarahan akibat pembuluh darah yang
terdapat di iris, sehingga mengisi ruang di
anterior chamber
Arteri mayor pada iris

https://fpnotebook.com/
legacy/Eye/Anatomy/Vscl
rAntmyOfThEy.htm
34
• Pasien, anak 5 tahun, nyeri dan bengkak pada kedua
kelopak mata sejak 2 hari yang lalu.
• Terjadi di sekolah saat pasien bermain-main dengan
berguling-guling di tanah lapangan sekolah.
• PF: kelopak mata merah dengan sisik kering multiple dan
ulkus-ulkus berukuran milier sepanjang margo palpebra,
disertai dengan bulu mata rontok.

FAKTOR RISIKO…
DIAGNOSIS  BLEFARITIS ANTERIOR
JAWABAN:
A. HIGIENITAS
• Mata merah dengan sisik kering multiple
dan ulkus-ulkus berukuran milier sepanjang
margo palpebra menandakan blefaritis
anterior
• Faktor resiko blefaritis pada kasus ini adalah
higienitas yang jelas disebutkan di soal,
selain itu ada factor resiko kulit kering, atau
imunitas menurun seperti DM atau HIV
Blefaritis Anterior

• Masalah pada kelenjar meibom akan menghasilkan


produksi kelenjar minyak yang berlebih,
menyebabkan kelopak mata teriritasi dan bengkak.
• Blefaritis sering disebabkan oleh infeksi bakteri,
terutama pada dasar bulu mata. Pertumbuhan
jumlah bakteri yang berlebih bisa menyebabkan sisik
dan ulkus sepanjang perbatasan bulu mata
• Faktor yang bisa menyebabkan pertumbuhan
bakteri: dandruff, dry skin, acne, diabetes, etc

https://www.nhcs.com.sg/patient-care/conditions-treatments/blepharitis/causes-risk-factors
35
• Pasien, gangguan penglihatan pada kedua matanya sejak
beberapa hari yang lalu.
• Riwayat: multiple sclerosis dan sedang dalam pengobatan.
• Saat ini pasien mengeluhkan penglihatan kedua mata
menurun. Pasien sering menabrak orang atau benda.
• Gambaran perimetri: di slide berikutnya
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HEMIANOPSIA HOMONIM DEKSTRA
JAWABAN:
A. HEMIANOPSIA HOMONIM DEKSTRA
• Tidak ada istilah hemianopsia binocular
• Faktor Resiko: Multiple Sclerosis
• Pada perimetri terlihat gambaran berikut.

Ini adalah
Hemianopsia
Homonim
Dextra
OS OD
NEUROLOGI
36
• Laki-laki 23 thn, dengan keluhan kelemahan tungkai atas dan
tungkai bawah sejak 2 hari lalu.
• Awalnya kelemahan dimulai pada tungkai bawah kemudian
disusul dengan kelemahan tungkai atas.
• PF: pemeriksaan kekuatan motorik tungkai atas 3/3, kekuatan
motorik tungkai bawah 2/2, refleks patella dan refleks
patologis dalam batas normal.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  GBS
JAWABAN:
B. GANGLIOSIDE PADA SARAF TEPI DAN
LIPOPOLISAKARIDA CAMPYLOBACTER JEJUNI
• Laki-laki, 23 tahun, keluhan ascending tetraparesis
• Pemeriksaan neurologis: kekuatan motorik tungkai atas
3/3, kekuatan motorik tungkai bawah 2/2, refleks
patella dan refleks patologis dalam batas normal.
• Dengan adanya gejala dan tanda tersebut dicurigai
adanya Guillaine-Barre Syndrome (GBS).
• Patogenesis yang tepat pada kasus ini adalah adanya
reaksi silang respon imun terhadap komponen sistem
saraf perifer (mis: myelin, akson, dsb) dengan
komponen patogen yang masuk (mis: Campilobacter
jejuni, Cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, human
immunodeficiency virus (HIV), and Zika virus).
• Penyebab tersering reaksi silang terhadap
campylobacter jejuni.
• Sehingga jawaban yang tepat pada soal ini adalah B.
Ganglioside pada saraf tepi dan lipopolisakarida
campylobacter jejuni.
• Seretide pada saraf tepi dan lipopolisakarida
campylobacter jejuni
• Ganglioside pada saraf pusat dan
lipopolisakarida campylobacter jejuni
• Cerebroside pada saraf tepi dan lipopolisakarida
campylobacter jejuni
• Cerebroside pada saraf pusat dan
lipopolisakarida campylobacter jejuni

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Sindroma Guillain-Barre (GBS)
• Penyebab paralisis akut akibat neuropati dimediasi imun yang biasanya
terjadi setelah infeksi saluran napas atau saluran cerna.
• Dikenal juga dengan acute imflamatory demyelinating polyneuropathy.
• Gastroenteritis akibat infeksi Campylobacter jejuni paling banyak
berhubungan dengan GBS.
• Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode
stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati
normal
• Ciri:
– Progressive ascending weakness, symmetric (kelemahan simetris mulai dari
ekstremitas distal ke proksimal)
– Arefleksia atau reflex menurun
– Diplegia fasial
– Kelemahan bisa hingga libatkan otot pernapasan (10-30%) hingga dibutuhkan
ventilasi mekanik
– Parestesia pada tangan dan kaki
– 70% pasien bisa diserta disfungsi otonom: takikardia, hipertensi bergantian
dengan hipotensi, ileus, retensi urin
– Varian GBS Miller Fisher: Opthalmoplegia dengan Ataxia dan Arefleksia
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
Pemeriksaan Penunjang
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klini dan
pemeriksaan fisik
• Lumbal pungsi dan analisis CSF
– disosiasi albuminositologi (peningkatan protein tanpa
pleocytosis)
– Jumlah sel <10 mononuclear cell/mm3
• Pemeriksaan lain untuk singkirkan diagnosis banding:
– Lab lengkap: DPL, OT, PT, GDS, Elektrolit, Ur, Cr, antibody
glikolipid, serologi CMV/EBV/Mycoplasma, kadar kreatin
kinase
– MRI
– EMGadanya tanda demyelinisasi dari perlambatan
konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan
gelombang F, Blok konduksi atau berkurangnya respon
terhadap rangsang
Tatalaksana
• Perawatan intensif diperlukan bila terdapat
– gejala disoutonomia,
– berkurangnya Forced vital capacity (<20 mL/kg)
– Kelemahan otot bulbar
– Berkurangnya trigger napas
• Pemberian IVIG (efikasi lebih baik bila diberikan
1-2 minggu pertama onset)
– IVIG 0,4 gram/ kg BB/ hari selama 5 hari
• Plasmapheresis/ plasma exchange
• Terapi rehabilitasu untuk fisik, okupaso dan
wicara
Sumber:
Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
PPK neurologi 2017
Komplikasi
• Respiratory failure (20-30% kasus
membutuhkan intubasi).
• Autonomic dysfunction (65% kasus),
termasuk:
– aritmia, hipotensi/ hipertensi, fluctuating blood
pressure, ileus, retensio urin.
• Nyeri (85% kasus):
– back pain, radikulopati dan muskuloskeletal pain,
straight leg raise test (+).
37
• Perempuan 28 thn dengan keluhan rasa tebal dan
kesemutan di telapak tangan kanan sejak 1 bulan yang
lalu.
• PF: tangan kanan didapatkan defisit sensoris pada jari ke
1, 2 dan 3 bagian volar; Tinel Sign positif dan atrofi
musculus tenar dextra.

SARAF YG MENGALAMI KELAINAN…


DIAGNOSIS  CTS
JAWABAN:
C. NERVUS MEDIANUS
• Pasien datang dengan gejala yang memenuhi carpal
tunnel syndrome (CTS) karena ditemukan rasa
tebal dan kesemutan pada telapak tangan disertai
defisit sensoris jari 1,2,3 bagian volar, serta tinel
sign positif, dan atrofi muskulus tenar.
• Defisit sensoris jari 1-3 sesuai daerah sensoris
nervus medianus. Tinel’s sign positif patognomonis
CTS. Biasanya dapat didukung juga dengan phalen’s
test positif.
• Faktor resiko pekerjaan gerakan repetitive seperti
menggunting jangka waktu panjang bisa picu
kondisi CTS.
• Saraf yang mengalami gangguan  N. Medianus
• Nervus ulnaris  claw hand
• Nervus radialis  drop hand/ wrist drop
• Nervus axillaris  lesi pada kasus ini
menyebabkan defisit neurologis mulai dari bahu
hingga jari-jemari tangan.
• Nervus cutaneus  berperan dalam fungsi
sensorik di kulit.
CARPAL TUNNEL SYNDROME
Median Nerve Supply
• A cool pneumonic to remember the palmar
muscles that are innervated by the Median
Nerve: Meat-LOAF
– Meat – Median nerve
– L – lumbricals 1 and 2
– O – opponens pollicis
– A – abductor pollicis brevis
– F – flexor pollicis brevis
Gejala
• Nyeri, kesemutan dan perasaan geli
pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus medianus
• Nyeri memberat pada malam hari
dan dapat membangunkan pasien
dari tidur.
• Nyeri dan parastesi dapat menjalar
ke lengan bawah, siku hingga bahu
• Kekuatan menggenggam berkurang
• Atrofi otot tenar
• Untuk mengurangi gejala biasanya
pasien akan mengguncang –
guncang kan tangannya seperti saat
memegang termometer (flicktest)
Physical examination
• Phalen’s maneuver (Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala → CTS+)
• Tinel’s sign (timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus
kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi)
• Luthy's sign/bottle's sign (Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat →CTS +)
• Pemeriksaan sensibilitas/two-point discrimination (Bila penderita tidak dapat
membedakan dua titik pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus →
CTS +)

Tinel’s sign
Phalen’s maneuver
Pemeriksaan fisik
• Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS.
• Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya
atrofi otot-otot thenar.
• Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot
• Wrist extension test/ prayer test.
• Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik.
Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosis.
http://www.gponline.com/common-conditions-hand/musculoskeletal-
disorders/article/1219687
38
• Perempuan 33 thn dengan keluhan nyeri kepala sejak 1
minggu.
• Keluhan tersebut dirasakan seperti kepala terikat, tanpa
disertai muntah.
• Keluhan tidak membaik dengan istirahat. Pasien masih
dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TTH
JAWABAN:
D. NYERI KEPALA TIPE TEGANG
• Keluhan adanya nyeri kepala seperti terikat
sejak 1 minggu yang lalu tanpa disertai
muntah dan riwayat trauma sebelumnya
dapat arahkan pada kondisi tension type
headache atau nyeri kepala tipe tegang.
• Nyeri kepala kluster  biasanya nyeri pada satu
sisi hingga ke sekitar mata disertai gejala lain
seperti mata berair, rhinorea, hingga nyeri
kepala dirasakan sangat hebat.
• Migraine  umumnya nyeri kepala berdenyut
satu sisi yang bisa disertai aura maupun tidak.
• Neuragia trigeminal  neuralgia trigeminal
biasanya digambarkan nyeri tajam dan muncul
biasanya saat sikat gigi, mengunyah, atau
tersentuh.
• Nyeri kepala primer lain  tidak spesifik.
TENSION TYPE HEADACHE
• Nyeri kepala tipe tegang atau TTH adalah bentuk nyeri
kepala primer yang cukup umum dijumpai dan memiliki
karakteristik:
– Nyeri bilateral atau terasa menekan atau mengikat
– Nyeri bisa dirasakan awal pada leher bagian belakang kemudian
menjalar ke kepala bagian belakang dan depan
– Intensitas ringan-sedang
– Tidak bertambah pada aktivitas rutin
– Tidak didapatkan mual atau muntah
– Bisa ada fotofobia atau fonofobia
– Waktu berlangsung nyeri kepala selama 30 menit hingga 1
minggu penuh, terus menerus atau sesaat
• Pemeriksaan fisik umum dan neurologis umumnya dalam
batas normal
Sumber: .
PPK neurologi 2017
Etiologi
• Tension (keteganggan) dan stress.
• Tiredness (Kelelahan).
• Ansietas (kecemasan).
• Lama membaca, mengetik atau konsentrasi
(eye strain)
• Posture yang buruk.
• Jejas pada leher dan spine.
• Tekanan darah yang tinggi.
• Physical dan stress emotional

The International Classification of Headache Disorders: 2nd


edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Tension Type Headache
• Kriteria diagnosis TTH episodic infrekuen
– A: paling tidak ada 10 episode serangan dengan rata-rata <1 hari/bulan (<12
hari/tahun) dan memenuhi kriteria B-D
– B: Nyeri kepala berlangsung 30 menit sampai 7 hari
– C: Nyeri kepala terdapat 2 gejala khas: Lokasi bilateral, Menekan/Mengikat
(tidak berdenyut), Intensitas ringan-sedang, Tidak diperberat aktivitas rutin
– D: Tidak didapatkan mual/muntah, lebih dari satu keluhan fotofobia/fonofobia
• Kriteria diagnosis TTH episodik frekuen
– Sedikitnya 10 episode timbul selama 1-14 hari/bulan selama paking tidak 3
bulan
• Kriteria TTH kronik
– Nyeri kepala timbul ≥ 15 hari per bulan berlangsung >3 bulan
• Tatalaksana
– Akut: Analgetik asetaminofen, atau NSAID (ibuprofen, asam mefenamat, dll),
atau tambah kafein (analgetik ajuvan)
– Kronis: Tambahan antidepresan trisiklik (amitriptilin), antiansietas
(benzodiazepine)
Sumber: .
PPK neurologi 2017
39
• Laki laki 19 thn dengan keluhan kejang pada 30 menit yang lalu.
• Saat kejang, mata terbuka dan tertutup secara bergantian, dan
pasien menjawab ketika ditanya. Gerakan kejang berganti-ganti
antara anggota gerak kiri dan kanan. Kejang berlangsung selama
15 menit.
• Kejadian seperti ini baru pertama kali dialami.
• Tidak ada riwayat kejang demam.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PSYCHOGENIC SEIZURE
JAWABAN:
C. PSYCHOGENIC SEIZURE
• Pada pasien tampak kejang dengan durasi lama
sekitar 15 menit, kesadaran intak dan responsive
selama kejang, serta gerakan kejang yang tidak
sinkron (gerak kejang ganti ganti antara anggota
gerak kanan dan kiri, mata buka tutup secara
bergantian) mengarahkan pada psychogenic
seizures atau konvulsi disosiatif
• Pada kejang epileptik biasanya berlangsung lebih
singkat dengan gerakan sinkron.
• Sementara pada status epileptikus maka akan
ditemukan adanya kejang lebih dari 5 menit atau ≥2
kali kejang tanpa periode sadar diantaranya
• Pada kejang parsial kompleks, seharusnya meski
ditemukan adanya kejang fokal pada satu bagian
tertentu, namun disertai juga dengan gangguan
kesadaran yang tidak ditemukan pada pasien ini.
• Epileptic seizure  kejang berulang tanpa disertai
demam, biasanya dicetuskan oleh karena suatu
kondisi. Gejala kejang selalu identik saat serangan.
• Status Epilepticus  kejang yang berlangsung lebih
dari 5 menit, atau yang terjadi berulang-ulang dan
pasien tidak sadar diantara kejang.
• Partial complex seizure  kejang yang bermula
sebagian kemudian berkembang menjadi kejang
umum.
• Acute symptomatic seizure  kejang yang terjadi
akibat suatu kondisi neurologis/ gangguan
metabolik.
Membedakan kejang dengan kondisi
menyerupai kejang
Kejang Syncope Psychogenic non-epileptic
seizure
Prodromal Singkat Menit-Jam, pusing, mual, Bervariasi
nyeri dada, palpitasi,
diaforesis
Deskripsi Durasi detik-3 menit, Diaforesis, pucat, hilang Variatif, biasanya >3 menit, +/-
kejadian membuka mata, deviasi tonus postural tiba tiba, crescendo/decrescendo periods,
kepala +/-, deviasi jerking singkat dengan gerak kepala ke kiri dan kanan,
pandangan mata +/-, deviasi penurunan kesadaran +/- mata terpejam, gerakan tubuh
lidah/menggigit +/-, tidak sinkron, gerakan tidak biasa
inkontinensia urin +/-, (contoh: pelvis thrusting),
gerakan tubuh interaktif/responsif selama
sinkron/ritmik kejang
Pemicu Kurang tidur, penyakit Dehidrasi, olahraga Stressor akut +/-
sistemik, demam, berlebihan/lama di
menstruasi, alkohol, lingkungan panas, berdiri
penggunaan narkoba, stress lama, perubahan postur tiba-
meningkat, tidak patuh tiba, mengedan kuat,
konsumsi OAE hemodialisa
Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
Psychogenic Seizures
• PNES atau Psychogenic Non-Epileptic Seizures,
merupakan spells secara klinis menyerupai
kejang, namun tanpa adanya aktivitas listrik otak
yang abnormal
• Bukan malingering, melainkan gangguan
neurologis fungsional mengarah pada gangguan
konversi atau disosiatif
• Berbeda dengan kejang epileptik: biasanya PNES
berlangsung lebih lama, kejang bilateral tidak
sinkron, tetap sadar atau kontak
Sumber: Ganti L, Goldstein JN. Neurologic Emergencies. Springer 2018.
40
• Pasien 76 tahun ditemukan tidak sadarkan diri di dalam
kamar pagi hari.
• Saat tiba pasien tampak tidak membuka mata dengan
rangsang nyeri, hanya mengerang bila anda berikan
rangsang nyeri. Tampak ekstremitas ekstensi abnormal
saat diberikan rangsang nyeri.
NILAI GCS…
DIAGNOSIS  PENURUNAN KESADARAN
JAWABAN:
D. E1M2V2
Pada pasien ini ditemukan:
1. Tampak tidak membuka mata dengan
rangsang nyeri  Eye : 1
2. Mengerang bila anda berikan rangsang
nyeri  Voice : 2
3. Tampak ekstremitas ekstensi abnormal
saat diberikan rangsang nyeri (deserebrasi)
 Motor Response : 2
• E1M3V2
• E1M3V3
• E2M3V2
• E2M2V2

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Glasgow Coma Scale
• Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang
dipakai untuk menentukan/ menilai tingkat
kesadaran pasien, mulai dari sadar sepenuhnya
sampai keadaan koma. Teknik penilaian dengan
ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon
yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi
stimulus tertentu, yakni respon buka mata,
respon motorik terbaik, dan respon verbal. Setiap
penilaian mencakup poin-poin, di mana total poin
tertinggi bernilai 15.
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye Opening, E)
· Respon spontan (tanpa stimulus/rangsang) 4
· Respon terhadap suara (suruh buka mata) 3
· Respon terhadap nyeri (dicubit) 2
· Tida ada respon (meski dicubit) 1
Respon verbal (V)
• Berorientasi baik 5
• Berbicara mengacau (bingung) 4
• Kata-kata tidak teratur (kata-kata jelas dengan substansi tidak jelas dan 3
non-kalimat, misalnya, “aduh… bapak..”)
• Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang) 2
• Tidak ada suara 1
Respon motorik terbaik (M)
• Ikut perintah 6
• Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang 5
nyeri) 4
• Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang) 3
• Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 2
• Ekstensi abnormal (deserebrasi: tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri) 1
• Tidak ada (flasid)
41
• Wanita, 33 tahun keluhan kedua tangan dan kakinya tiba-tiba
bergerak tanpa bisa dikendalikan sejak 3 bulan yang lalu.
• Gerakan sangat cepat dan bervariasi, kadang kecil dan kadang
kuat. Keluhan juga disertai gerakan mengecap dan buka tutup
mulut berulang tanpa bisa dikendalikan.
• Pasien sudah 1 tahun konsumsi obat dari dokter untuk
mengatasi halusinasi yang dialami.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  TARDIVE DYSKINESIA
JAWABAN:
B. KELEBIHAN DOPAMINE
• Pada pasien diatas dapat dicurigai adanya kondisi
tardive dyskinesia dikarenakan adanya kondisi
gerakan involunter berulang dan ireguler pada
ekstremitas dan otot wajah serta riwayat konsumsi
obat untuk atasi halusinasi (antipsikotik) jangka
panjang.
• Umumnya penggunaan obat obatan antipsikotik,
bisa sebabkan efek samping tardive dyskinesia
akibat blokade reseptor dopamine jangka panjang
sebabkan upregulasi reseptor D2 disertai
supersensitivitas reseptor dopamine postsinaptik.
• Maka kelebihan kerja dopamine sebabkan gerakan
tubuh tidak terkontrol.
• GABA adalah transmitter inhibitorik mayor di
otak sehingga bila kelebihan GABA, maka
inhibisi berlebih justru sebabkan otak bekerja
lebih lambat bahkan hilang kesadaran.
• Sementara opsi E, bila ada aktivitas reseptor
NMDA berlebih maka bisa sebabkan kematian
neuron.
TARDIVE DYSKINESIA
• Dyskinesia merupakan gangguan gerak dikarakteristikkan dengan
munculnya gerakan ireguler, repetitive, involunter yang bisa
mempengaruhi otot wajah, mulut, atau ekstremitas dan batang
tubuh.
• Tardive dyskinesia merupakan komplikasi akibat penggunaan
dopamine blocking agents (dopaminergic antagonist) jangka
panjang
• Patofisiologi pasti belum sepenuhnya dipahami, namun ada
hipotesis terkait blockade dopamine sentral dalam pathogenesis
terjadinya dyskinesia, yakni paparan kronik neuroleptic 
upregulasi reseptor D2 disertai muncul supersensitivitas reseptor
dopamine postsinaps aktivitas dopamine meningkat 
dyskinesia
• Hipotesis lain: kerusakan atau disfungsi GABA striatal  hipofungsi
GABAergic  inhibisi kurang  dyskinesia
Sumber: .
Neurophysiology and Neurochemistry Kaplan Sadocks.
Neurosciene of Clinical Psychiatry
Medscape
Penanganan Tardive Dyskinesia

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3709416/pdf/tre-03-161-4138-1.pdf
42
• Laki-laki 50 thn dengan keluhan nyeri kepala sejak 5 hari
yang lalu.
• Muntah (+). Pasien sebelumnya memiliki riwayat keluar
cairan nanah dari telinga yang berbau, namun tidak
pernah memeriksakan ke dokter langsung dan
memperoleh penanganan.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ABSES OTAK
JAWABAN:
C. ABSES OTAK
• Kondisi nyeri kepala sejak 5 hari dirasakan
semakin memberat disertai muntah
(peningkatan TIK), serta demam (infeksi)
dapat mengarahkan pada kondisi infeksi
SSP seperti abses otak.
• Abses otak merupakan salah satu
komplikasi dari OMSK yang dicurigai dari
riwayat keluar cairan nanah berbau dari
telinga pada pasien yang tidak ditangani.
• Stroke hemoragik  biasanya nyeri kepala hebat
dapat terjadi mendadak disertai deficit neurologis
yang langsung muncul serta tidak dinyatakan pada
kasus di atas.
• Tumor intracerebri  Nyeri kepala pada tumor
intraserebri bisa dialami berkepanjangan (kronik),
namun umumnya tanpa demam dan bisa perlahan
disertai deficit neurologis tergantung letak tumor.
• Toxoplasmosis cerebri  saja sebabkan nyeri
kepala kronik, bisa ada deficit neurologis, namun
paling sering biasanya ditemukan bersama dengan
kondisi imunodefisiensi seperti HIV, yang tidak
dijelaskan pada kasus diatas.
• HIV  faktor risiko infeksi saraf pusat.
Abses Otak
• Infeksi supuratif fokal di dalam parenkim otak, diliputi oleh kapsul bervaskular
• Faktor Predisposisi :
– Otiti media dan mastoiditis
– Sinusitis paranasal
– Infeksi pyogenik di torax atau bagian tubuh lainnya
– Trauma tembus kepala atau prosedur neurosurgery
– Infeksi dental
• Etiologi :
– Immunocompetent : Streptococcus spp. [anaerobic, aerobic, and viridans (40%)],
Enterobacteriaceae [Proteus spp., E. coli sp., Klebsiella spp. (25%)], anaerobes [e.g., Bacteroides
spp., Fusobacterium spp. (30%)], and staphylococci (10%).
– Immunocompromised : HIV infection, organ transplantation, cancer, or immunosuppressive
therapy  Nocardia spp., Toxoplasma gondii, Aspergillus spp., Candida spp., and C. neoforma
Abses Otak
• Kriteria diagnosis:
– Secara klinis tidak khas.
• Manifestasi klinis abses serebri bergantung dari lokasi abses, lokasi fokus
primer dan tingginya tekanan intrakranial
– Gejala infeksi (ada demam) dan tanda peningkatan TIK (kepala
memberat dan muntah proyektil) hingga kemudian sebabkan
perubahan kesadaran dan deficit neurologis fokal ataupun kejang.
• Trias Klasik :
– Nyeri kepala : konstan, tumpul di sebelah atau seluruh kepala, makin lama
makin memberat
– Demam  muncul pada 50% pasien
– Defisit neurologis fokal  hemiparesis, aphasia, gangguan lapang pandang,
kejang
– Pemeriksaan darah rutin: leukositosis (50-60% kasus),
peningkatan LED
– Fokus infeksi lain seperti komplikasi otitis media, sinusitis,
endocarditis, pneumonia, selulitis
– CT scan kepala kontras ditemukan massa hipodens dengan
penyangatan cincin pada tepinya
Sumber: .
PPK Neurologi 2017
Tatalaksana
• Sering disebabkan penyebaran langsung dari focus supuratif
misalnya OMSK, osteomyelitis dinding posterior rongga sinus, hinga
dari mastoiditis (45-50% kasus)
• Terapi kausal:
– Terapi empirik:
• Sefalosporin generasi III intravena (Ceftriaxone 2 g/12 jam iv atau Cefotaxime
2 g/8 jam iv) ditambah
• Metronidazole 500 mg/8 jam IV
– Terapi empirik diberikan hingga didapatkan antibiotik yang sesuai
dengan hasil tes sensitivitas kuman yang diisolasi dari abses atau dari
sumber infeksi.
– Jika hasil isolasi tidak ditemukan kuman penyebab, maka terapi
empirik dapat dilanjutkan hingga 6-8 minggu.
• Antiedema: dexamethason/manitol sesuai indikasi
• Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter >2,5
cm
Sumber: .
PPK Neurologi 2017
Medscape
DD Ring enhancement
Abses otak Neuro toxoplasmosis Tuberkuloma otak

Etiologi Umumnya bakteri T. gondii M. Tuberculosis

Deskripsi Round dengan Berbentuk cincin tipis Lobulated nodul


hipodens sentral dan halus dengan peri edema
tanpa kalsifikasi parenkim dan
kalsifikasi sentral

Jumlah Umumnya single Umumnya multipel Single atau multipel

Gambaran radiologi

https://radiopaedia.org/articles/intracranial-tuberculous-granuloma
ILMU PSIKIATRI
43
• Pasien berusia 18 tahun dibawa ke dokter karena
merasa cemas dan berdebar-debar setelah
mengonsumsi ganja.
• Pasien baru pertama kali mengonsumsi ganja.
• Keluarga tidak tahu seberapa banyak ganja yang
dikonsumsi.
TATALAKSANANYA…
DIAGNOSIS  INTOKSIKASI MARIJUANA
JAWABAN:
A. DIAZEPAM
• Pasien datang dengan keluhan cemas dan
berdebar-debar setelah mengonsumsi
ganja. Pertama kali mengonsumsi ganja dan
tidak tahu seberapa banyak yang
dikonsumsi  mengarahkan pada
intoksikasi ganja (marijuana).
• Tatalaksana pada pasien ini adalah obat
golongan benzodiazepine. Seharusnya, obat
yang diberikan adalah lorazepam karena
bersifat short acting. Namun karena tidak
ada dalam pilihan, sehingga yang dipilih
adalah opsi A yaitu diazepam.
– Haloperidol  Anti Psikotik
– Fluoxetin  Anti Depresan
– Amitriptilin  Anti Depresan
– Carbamazepin  Anti Epileptik
OBAT PSIKOAKTIF
• Secara umum, sering dibagi menjadi 3
golongan utama berdasarkan gejalanya, yaitu:
– Golongan depresan
– Golongan stimulan
– Golongan halusinogen
Depressant
• Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
• Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics,
opioids, and neuroleptics.
• Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
• Contoh:
– Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid
drugs such as heroin, morphine, and methadone.
– Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
• Effects:
– Relief of tension, mental stress and anxiety
– Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well
as physical distress
– Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious
individual
– Relief from pain
Stimulants
• Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
• Memiliki berbagai efek fisiologis
– Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak berkeringat,
mual dan muntah.
– Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
• Gejala psikotik dapat timbul akibat berlebihnya kadar dopamin dan
serotonin. Gejala halusinogenik terutama akibat efek agonis terhadap
reseptor 5HT-2a (serotonin).
• Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian dan
perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah curiga
• Contoh:
– Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
• Effects:
– feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria, elevation of
mood
– increased alertness, energy and motor activity
– postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
Marijuana Intoxication in
Adolescents and Adults Therapy
• Mild intoxication — Mild intoxication with dysphoria is a common
presentation in either naïve or chronic marijuana users after ingestion or
inhalation of a high-potency product such as an edible or concentrate.
– Most patients can be managed with a dimly lit room, reassurance, and
decreased stimulation.
– Short-acting benzodiazepines (eg, lorazepam) can be helpful in controlling
symptoms of anxiety and have a low side effect profile
• Severe intoxication — Severe physiologic effects are rare after cannabis
use and their presence should prompt the clinician to consider coingestion
of other recreational drugs, including cocaine, amphetamines, and
phencyclidine, or coexisting mental illness.
– Marked agitation or combativeness not responsive to reassurance and
benzodiazepines may necessitate the use of other medications, depending
upon the cause, and is rarely encountered with intoxication from cannabis
alone.
44
• Pasien berusia 25 tahun datang ke dokter karena merasa nyeri
dada.
• Pasien juga terlihat cemas dan berkeringat.
• Baru habis pesta narkoba 4 jam yang lalu.
• Pada pemeriksaan fisik pasien tampak gelisah, TD 150/90, HR
135 bpm, RR 26x/menit, Suhu 39 derajat Celcius.
• Pupil dilatasi dan ada peningkatan gerak saluran cerna.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  INTOKSIKASI STIMULAN
JAWABAN:
A. INTOKSIKASI AMFETAMIN
• Pada pasien didapatkan gejala peningkatan
seluruh tanda vital disertai dengan gelisah,
dilatasi pupil dan peningkatan motilitas
usus, kemungkinan pada pasien terjadi
intoksikasi stimulan
• Stimulan yang dimaksud dapat berupa
amfetamin atau kokain.
• Lebih dipilih amfetamin karena memiliki
waktu paruh yang panjang (12 jam),
dibandingkan kokain (1 jam), pasien minum
obat 4 jam yang lalu, sehingga dipilih
amfetamin.
• Pada gejala withdrawal stimulan (kokain dan
amfetamin) akan didapatkan mood disforik,
fatigue, nyeri dada dan gangguan tidur yang
mirip satu sama lain sehingga sulit dibedakan.
• Membedakan intoksikasi kedua zat ini hanya
bisa dengan waktu parunya
• Pada intoksikasi alkohol akan ditemukan gejala
seperti slurred speech, gangguan koordinasi dan
gerakan berjalan, nystagmus
Intoksikasi Amfetamin
• Methamphetamine (METH) dan derivatnya, 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA), adalah obat yang
sering disalahgunakan
• Gangguannya meliputi
– peningkatan alertness
– Hyperthermia
– penurunan nafsu makan, dan
– euphoria.
• Hal ini dapat diseretai dengan:
– gejala psikotik dengan halusinasi dan waham, serta
– deficit neurologis berupa kejang.
• Amphetamines meningkatkan neurotransmission of dopamine
(DA), serotonin (5-HT), dan norepinephrine (NE) melalui 5-HT
and DA.
• MDMA memiliki afinitas lebih untuk 5-HT transporters yang
menyebabkan peningkatan serotonin/5-HT.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470276/
Kokain vs Amfetamin
Cocaine Amphetamine
Stimulate the CNS, thereby causing a feeling of Stimulate the CNS, thereby causing a feeling of
elation or euphoria. elation or euphoria.

Illegal drug. For medical reasons, it is used for the


therapeutic management of ADHD, narcolepsy
and severe cases of prolonged fatigue.

Cocaine has greater efficacy than Lower efficacy


amphetamine

Half life of only an hour Half life lasts from 12 to 13 hours.

Route of administration: topically, PO, Routes of administration: PO (oral), IV


insufflation and intravenously. (intravenous), vaporization, rectal, sub-lingual
(below the tongue) and also insufflation.
Other sign &
Toxidrome Mental status Pupils Vital signs Examples of toxic agents
Symptoms
Hyperthermia, Cocaine, amphetamines,
Hyperalert, Diaphoresis,
SYMPATHO tachycardia, ephedrine,
agitation, tremors,
-MIMETIC/ Mydriasis hypertension, widened pseudoephedrine,
hallucinations, hyperreflexia,
STIMULANT pulse pressure, phenylpropanolamine,
paranoia seizures
tachypnea, hyperpnea theophylline, caffeine

Hallucinations,
Phencyclidine, LSD,
perceptual
Hyperthermia, mescaline, psilocybin,
HALLUCINO distortions, Mydriasis Nystagmus,
tachycardia, designer amphetamines
GENIC depersonaliza- (usually) dry mouth
hypertension, tachypnea (eg, MDMA ["Ecstasy"],
tion, synesthesia,
MDEA)
agitation

Bradypnea, apnea Hyporeflexia, Opioids (eg, heroin,


CNS depression, characteristic; may pulmonary morphine, methadone,
OPIOID Miosis
coma develop: hypothermia, edema, needle oxycodone,
bradycardia, hypotension marks hydromorphone),
Often normal, but may
CNS depression, develop: hypothermia, Benzodiazepines,
SEDATIVE-
confusion, Variable bradycardia, Hyporeflexia barbiturates, alcohols,
HYPNOTIC
stupor, coma hypotension, apnea, zolpidem
bradypnea
45
• Pasien berusia 25 tahun takut ditinggal di rumah.
• Hal ini dikarenakan pasien pernah beberapa kali merasakan rasa takut
hebat, jantung berdebar-debar, sesak nafas, berkeringat banyak, mual,
dan nyeri dada.
• Dikatakan pasien tidak memiliki penyakit fisik.
• Kejadian ini sudah dialami >3 kali dalam 1 bulan terakhir.
• Pasien mengalami kekhawatiran akan mengalami gejala tersebut secara
tiba-tiba.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  GANGGUAN PANIK TANPA AGORAPHOBIA
JAWABAN:
A. GANGGUAN PANIK TANPA AGORAPHOBIA
• Pasien wanita berusia 45 tahun pernah beberapa kali
(>3 kali dalam 1 bulan terakhir) merasakan rasa takut
hebat, jantung berdebar-debar, sesak nafas,
berkeringat banyak, mual, dan nyeri dada tetapi
dikatakan pasien tidak memiliki penyakit fisik 
karakteristik gangguan panik
• bisa melakukan aktivitas sehari-hari jika tidak sedang
dalam serangan, tetapi pasien mengalami kekhawatiran
akan mengalami gejala tersebut secara tiba-tiba 
anticipatory anxiety pada gangguan panik
• Tidak disertai dengan gejala agoraphobia  gangguan
panik tanpa agoraphobia (gangguan panik dengan dan
tanpa agorafobia terdapat di DSM IV, sedangkan pada
DSM V sudah tidak ada lagi)
• Agoraphobia merupakan gangguan panik yang
muncul pada suasana keramaian, yang tidak
disebutkan di soal
• Fobia social adalah seseorang yang takut akan
penilaian orang lain
• Pada ganggua ncemas menyeluruh akan
didapatkan kecemasan yang bersifat mengambang
dengan berbagai hal yang dicemaskan
• Gangguan penyesuaian adalah gangguan berupa
ansietas akibat sebuah stressor ringan-sedang
ANSIETAS
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
GANGGUAN PANIK
• Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
• Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
• Tanda fisis:
– Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
– Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
• Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
PPDGJ
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
GANGGUAN PANIK DAN AGORAFOBIA

• DSM-IV mengklasifikasikan gangguan panik menjadi:


– Gangguan panik dengan agorafobia
– Gangguan panik tanpa agoraphobia

• Kriteria diagnosis gangguan panik dengan ataupun


tanpa agoraphobia sama dengan gangguan panik pada
umumnya, hanya terdapat kriteria tambahan
ada/tidaknya agoraphobia.

• Secara epidemiologis, sebagian besar gangguan panik


disertai dengan agorafobia.
Agoraphobia (DSM-V SM-5
300.22 (F40.00))
• Marked and disproportionate fear when confronted with at
least two different situations, such as open spaces, public
transport or crowded areas
• An immediate anxiety response such as a panic attack
when exposed to the phobic stimulus
• Recognition of the fear as disproportionate
• Avoidance behaviors, distress or anticipatory anxiety that
significantly disrupts normal routine, relationships,
occupational or social activities
• Symptoms recorded for at least six months across all age
groups
• No other underlying condition that may explain the
symptoms
46
• Pasien berusia 25 tahun dibawa ke dokter karena saat ini
selalu merasa sedih, murung, dan putus asa selama 1
minggu terakhir. Tidak ada pikiran bunuh diri.
• Sering sulit tidur
• Berulang beberapa kali selama 2 tahun terakhir,
• Pasien masih mampu memenuhi tugas pekerjaannya

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  SIKLOTIMIA
JAWABAN:
A. GANGGUAN SIKLOTIMIA
• Pada pasien kondisi diatas dengan sedih,
murung, dan putus asa dialami 1 minggu
terakhir tanpa adanya pikiran bunuh diri,
serta riwayat kondisi hipomanik (tidak bisa
tidur dan bicara tidak berhenti), dengan
keluhan serupa berulang ulang selama 2
tahun terakhir dapat mengarahkan pada
kondisi gangguan siklotimia.
• Saat ini kondisi pasien tidak memenuhi
diagnosis depresi mayor dimana setidaknya
harus ada mood depresif atau anhedonia
selama 2 minggu hingga pikiran berulang terkait
kematian atau bunuh diri.
• Pada distimia biasanya akan ada mood depresif
selama 2 tahun tidak memenuhi kriteria depresi
mayor.
• Kondisi pasien juga tidak memenuhi skizoafektif
maupun skizofrenia mengingat tidak ada
keterangan gejala psikotik pada pasien.
Siklotimia
Kriteria diagnosis (DSM 5)
• Gejala hipomanik berulang selama minimal 2 tahun
yang tidak memenuhi kriteria diagnosis hipomanik dan
gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria episode
depresi mayor.
• Selama periode 2 tahun, gejala hipomanik dan depresif
timbul selama sedikitnya 1 tahun
• Tidak memenuhi kriteria diagnosis depresi mayor,
manik, atau hipomanik
• Bukan merupakan bagian dari skizoafektif, skizofrenia,
gangguan waham, atau kelianan lainnya.
Diagnosis Banding

http://www.psychiatrictimes.com/dysthymia/depression-0
MANIA &
HIPOMANIA

• Pada prinsipnya, gejala


mania dan hipomania
serupa.
• Namun pada mania,
gejala mengganggu
fungsi sosialnya dan
bisa terdapat gejala
psikotik.
• Pada hipomania,
umumnya lingkungan
sekitar tidak terganggu
dan tidak ada gejala
psikotik.
Persistent Depressive Disorder
(Dysthimia)
Kriteria diagnostik (DSM 5)
• Afek depresi sepanjang hari selama minimal 2 tahun.
• Adanya 2 atau lebih gejala berikut pada periode afek depresi:
– Nafsu makan berkurang atau makan berlebih
– Insomnia atau hipersomnia
– Tidak berenergi atau kelelahan
– Percaya diri rendah
– Gangguan konsentrasi atau pengambilan keputusan
– Merasa putus asa
• Selama 2 tahun individu tidak pernah bebas dari gejala
• Dapat memenuhi kriteria gangguan depresi mayor selama 2 tahun
• Tidak pernah ada episode manik atau hipomanik, tidak memenuhi kriteria
gangguan siklotimia
• Bukan merupakan gangguan skizoafektif, skizofrenia, atau gangguan waham
• Bukan efek fisiologis dari obat-obatan atau kondisi medis lainnya
• Gejala menimbulkan gangguan pada aspek sosial, pekerjaan, atau aspek
fungsional lainnya
47
• Seorang laki-laki berusia 34 tahun dibawa ke dokter oleh istrinya karena
suka marah-marah dan cemburu menuduh istri selingkuh.
• Kondisi ini mulai muncul sejak 3 tahun yg lalu ketika istri naik pangkat
dari kerjaannya.
• Istri mengatakan terganggu oleh suaminya karena sangat sering
menelepon kegiatan istrinya sehari hingga mengganggu aktivitas.
• Tidak ditemukan adanya halusinasi visual maupun auditorik pada
pasien.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  GANGGUAN WAHAM MENETAP
JAWABAN:
D. GANGGUAN WAHAM MENETAP
• Pasien dibawa ke dokter karena marah-
marah dan cemburu menuduh istri
selingkuh. Muncul sejak 3 tahun lalu istri
naik pangkat. Pasien masih mampu
melakukan aktivitas sehari-hari dan hanya
curiga ke istri saja  mengarahkan pada
gangguan waham menetap.
• Tidak ada halusinasi  menyingkirkan
kemungkinan pilihan A, B, dan C.
• Pada gangguan penyesuaian tidak ada
waham/delusi
Gangguan Waham Menetap (DSM-IV)
Jenis Gangguan Waham
Menetap (DSM-IV)
48
• Laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke dokter karena sejak
sebulan terakhir selalu tampak murung dan tidak bersemangat
dalam melakukan aktivitas.
• Pasien adalah mahasiswa yang sedang ujian akhir serta baru
putus dengan pacar. Pasien juga cenderung tidak nafsu makan,
sulit tidur, susah berkonsentrasi saat kuliah.
• Satu minggu terakhir, pasien meyakini bahwa ada yang akan
membunuhnya serta mendengar suara yang mengejeknya.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  DEPRESI + PSIKOTIK
JAWABAN:
C. GANGGUAN DEPRESI DENGAN PSIKOTIK
• Pasien datang dengan keluhan selalu
tampak murung, tidak bersemangat dalam
melakukan aktivitas, tidak nafsu makan,
sulit tidur, susah berkonsentrasi  ada
gejala mayor dan minor depresi.
• Satu minggu terakhir pasien mendengar
suara yang mengejeknya (halusinasi
auditorik) dan meyakini ada yang akan
membunuhnya  gejala psikotik
• Dengan demikian pasien pada soal
mengalami gangguan depresi dengan
psikotik.
• Pada pasien ini merupakan gangguan depresi
yang disertai gejala psikotik jadi dipilih C
• Pada gangguan penyesuaian, tidak ada gejala
yang memenuhi hingga 2 kriteria mayor depresi
dan pasien masih bisa beraktivitas
DEPRESI
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
2. hilang minat & berkurang,
kegembiraan, 3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Terjadi selama minimal 2 minggu.
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
49
• Pasien wanita berusia 21 tahun mengatakan sulit
mengendalikan makan selama seminggu terakhir. Hal ini sudah
terjadi beberapa kali.
• Pasien paham bahwa perilaku tidak baik untuk kesehatan.
Namun pasien juga ingin kurus, takut gemuk sehingga pasien
olahraga terus-terusan serta berlebihan, dan selalu mengukur
lingkar pinggang.
• Pasien juga mengonsumsi obat pencahar agar kurus.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  BULIMIA NERVOSA
JAWABAN:
A. BULIMIA NERVOSA
• Pasien datang dengan episode-episode
sulit mengendalikan makan (periode binge
eating) selama seminggu terakhir, disertai
dengan perilaku kompensasi untuk
melawan efek kegemukan berupa olahraga
berlebihan, dan minum obat pencahar agar
kurus  sesuai untuk bulimia nervosa.
• Anorexia nervosa  biasanya underweight,
membatasi jumlah kalori yang masuk
• Obsessive Compulsive Disorder  Terdapat
obsesi disertai dengan sifat kompulsif yang
sesuai dengan obsesi tersebut, pada kasus
bulimia dan anoreksia tidak termasuk pada OCD
• Body Dysmorphic Disorder  Preokupasi pada
cacat tubuh yang sifatnya minor, seperti bentuk
hidung yang kurang mancung, etc
• Gangguan Cemas Menyeluruh  Cemas akan
berbagai hal yang sifatnya mengambang
GANGGUAN MAKAN
ANOREKSIA NERVOSA (PPDGJ III)
• Menolak mempertahankan berat badan pada atau diatas berat badan normal minimal
menurut usia dan tinggi badan (misalnya, menurunkan berat badan untuk mempertahankan
berat badan kurang dari 85% yang diharapkan; atau kegagalan untuk menaikan berat badan
yang diharapkan selama periode pertumbuhan, menyebabkan berat badan kurang dari 85%
dari yang diharapkan).

• Ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, walaupun
sesungguhnya memiliki berat badan kurang.

• Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri; berat badan atau
bentuk badan yang tidak pantas atas dasar pemeriksaan sendiri, atau menyangkal keseriusan
berat badannya yang rendah.

• Pada wanita pascamenarki, amenore yaitu tidak ada sekurangnya tiga siklus menstruasi
berturut-turut (seorang wanita dianggap mengalami amenore jika periodenya timbul hanya
setelah pemberian hormon, misalnya, estrogen)
BULIMIA NERVOSA (PPDGJ III)
1. Terdapat perokupasi yang menetap untuk makan dan ketagihan (craving)
terhadap makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak berdaya terhadap
datangnya episode makan berlebihan, dimana makanan dalam jumlah yang
besar dimakan dalam waktu singkat.

2. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salahs atu cara atau lebih
seperti merangsang muntah sendiri, menggunakan pencahar secara
berlebihan, puasa berkala, memakai obat-obatan penekan nafsu makan,
sediaan tiroid atau diuretik. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka
akan mengabaikan pengobatan insulinnya.

3. Gejala psikopatologi terdiri atas ketakutan yang luar biasa akan kegemukan
dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang berat
badannya sangat di bawah berat badan sebelum sakit yang dianggap berat
badan sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat episode
anoreksia nervosa sebelumnya, interval antara kedua gangguan tersebut
berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Episode sebelumnya
ini dapat terungkap atau dalam bentuk ringan yang tersembunyi dengan
kehilangan berat badan yang sedang dan/ atau suatu fase sementara dari
amenore.
Anorexia
vs
Bulimia
KULIT & PARASIT
50
• Perempuan 24 tahun, keluhan ruam merah pada
punggung
• Ruam muncul saat kembali dari liburan di pantai
• Tinggal di daerah pegunungan yang dingin

LETAK KELAINAN PADA LAPISAN KULIT …


DIAGNOSIS  SUNBURN
JAWABAN:
D. STRATUM SPINOSUM
• Perempuan 24 tahun  keluhan ruam
merah pada punggung + ruam muncul saat
kembali dari liburan di pantai  diagnosis
paling mungkin adalah sunburn akibat
paparan sinar matahari
• Sunburn  kerusakan khas pada stratum
spinosum  “sun burn cells” (opsi D)
Sunburn
• Etiologi: sinar UV B

• Gejala dan tanda:


– Kulit merah, hangat, nyeri, dan gatal,
berlangsung selama +1 minggu dapat
disertai dengan gejala demam, mual,
nyeri kepala, dan rasa lemah

• Pencegahan: menggunakan sunblock


dan berteduh

• Terapi: kompres dingin, cream


penyejuk, analgetik, hidrasi, hindari
paparan sinar matahari

• Komplikasi: penuaan dini, kerutan, lesi


pigmentasi, keganasan kulit

http://www.emedicinehealth.com/sunburn/page12_em.htm
Sun burn
• Apoptotic
keratinocytes, “sunburn
cells,” arranged singly or
in clusters or bands in
the outer stratum
spinosum, are a
characteristic
microscopic feature of
acute sun-induced
epithelial damage Montagna, W., Kirchner, S., & Carlisle, K.
(1989). Histology of sun-damaged human
skin. Journal of the American Academy of
Dermatology, 21(5), 907–918
51
• Perempuan 25 tahun, keluhan gatal pada daerah
kemaluan
• Suami juga memiliki keluhan yang sama
• Bercak kehitaman pada celana dalam dan
didapatkan kutu pada rambut kemaluan
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  PEDIKULOSIS PUBIS
JAWABAN:
E. MALATION 0.5%
• Perempuan 25 tahun  keluhan gatal pada
daerah kemaluan + pasangan alami keluhan
serupa  infeksi menular
• Bercak kehitaman pada celana dalam (black
dot) + didapatkan kutu pada rambut
kemaluan  pediculosis pubis
• Tatalaksana  permethrin 1% atau
malathion 0,5% (opsi E)
• Permetrin 5%  untuk infeksi parasite di kulit
seperti scabies (bentuk krim)
• Sulfur presipitatum  infeksi parasite misalnya
pada scabies
• Ketokonazole  untuk infeksi jamur pada kulit
• Acyclovir  untuk infeksi virus misalnya pada
herpes simplex hingga varicella (bentuk oral)
Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Nits

• Merupakan telur dari


parasite
• Lebih banyak ditaruh
oleh ibu kutu di
basis/pangkal rambut
sehingga sering sulit
dibedakan dengan
ketombe
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana Pedikulosis Pubis
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
52
• Perempuan usia 40 tahun keluhan gatal pada punggung
• Dialami sejak pindah ke rumah baru
• Gatal terutama pagi hari saat bangun tidur
• Punggung dan lengan kanan urtika linier multipel disertai
papul dengan punctum

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  INSECT BITE
JAWABAN:
B. INSECT BITE
• Perempuan 40 tahun  keluhan gatal pada
punggung  punggung dan lengan kanan
urtika linier multipel disertai papul dengan
punctum  urtikaria papular curiga akibat
insect bites
• Faktor resiko: pindah kerumah baru (belum
bersih dan banyak serangga)
• Diagnosis: insect bites
• Urtikaria  diagnosis umum dan pemicu bisa
banyak hal, pada pasien ada disertai punctum pada
lesi (bisa bekas gigitan serangga)
• Prurigo nodularis  adanya nodul multiple yang
sangat gatal, predileksi di ekstensor ektremitas,
simetri bilateral, penyebab masih belum diketahui
• Dermatitis seboroik  biasanya akan disertai
skuama kekuningan tampak berminyak
• Psoriasis guttata  efloresensi berupa plak kecil
seperti tetesan air (tanpa urtikaria) dengan
predileksi trunkus dan ekstremitas proksimal
Mekanisme Alergi Gigitan Serangga
• Mencakup reaksi alergi kulit akibat gigitan, sengatan, dan kontak
dengan bagian tubuh serangga
• Disebut juga urtikaria papular
• Bentuk reaksi
– Eritema, nodus, bula, edema, prurigo, urtikaria papular, urtika,
angoedema, hingga selulitis
• Kontak langsung: misal kupu-kupu (leptodopterisme)atau ulat
(erusisme)
– Dermatitis disertai panas dan gatal
– Penanggulangan: kulit segera dicuci atau direndam air dan diolesi
salap kortikosteroid, antihistamin oral
• Sengatan: misal lebah, kalajengking
– Edema, nekrosis, urtikaria, syok
– Penanggulangan: bagian proksimal sengatan dipasang tourniket,
dibersihkan tanpa ditekan, sengat lebah yang tertinggal diambil,
kompres es, anestesi lokal, tatalaksana syok bila ada

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Mekanisme Alergi Gigitan Serangga
• Gigitan: misal oleh kelabang, laba2,
semut api, nyamuk

• Penanggulangan MILLIIPEDE

– Anti histamin sistemik, bila berat


ditambah kortikosteroid
– Kortikosteroid topikal
CENTIPEDE

• Penyakit akibat arthropoda: skabies,


pedikulosis, phthiriasis pubis dan
capitis  penanggulangan sesuai
tatalaksana baku
KUTU BUSUK (cimex)
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Alergi Gigitan Serangga: Urtikaria Papular
• Banyak dijumpai pada anak usia 2-10 tahun

• Diagnosis Klinis
– Papul yang dipuncaknya terdapat punktum hemoragik, papul
dikelilingi urtika dan zona eritematosa yang muncul simultan
ditempat gigitan  papul dan vesikel/bula  memecah: krusta
– Lesi sangat gatal/nyeri  garukan dapat menyebabkan infeksi
sekunder dan bercak pigmentasi

• Umumnya hipersensitivitas tipe I

• Tatalaksana
– Simptomatik: kortikosteroid topikal, analgesik, antihistamin PO
– Membasmi seranga
– Menggunakan lotion anti serangga dan pakaian yang menutupi
badan
Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit dan Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
53
• Laki-laki 18 tahun keluhan benjolan pada lipat paha dan ketiak
sejak 2 bulan, awalnya kecil dan makin lama makin membesar
• KU sakit sedang, gizi kurang, regio axilla dextra dan inguinal
dextra didapatkan nodul soliter dengan konsistensi lunak,
konfluens dan melekat dengan jaringan sekitar dan teraba
mobile
• Pada pemeriksaan tes tuberkulin PPD-STU positif kuat

KRITERIA PENYEMBUHAN…
DIAGNOSIS  SKROFULODERMA
JAWABAN:
A. FISTEL DAN ULKUS MENUTUP
• Keluhan benjolan pada lipat paha dan ketiak sejak 2
bulan  awalnya kecil dan makin lama makin
membesar + regio axilla dextra dan inguinal dextra
nodul soliter dengan konsistensi lunak, konfluens dan
melekat dengan jaringan sekitar dan teraba mobile 
curiga skrofuloderma
• Pemeriksaan tes tuberkulin PPD-STU positif kuat 
infeksi TB  skrofuloderma
• Kriteria penyembuhan: fistel dan ulkus menutup (opsi
A)
• Kriteria lainnya: (tidak ada di opsi lain)
– Kelenjar getah bening mengecil, berdiameter kurang dari 1
cm, dan konsistensi keras
– Sikatriks eritematosa menjadi tidak merah lagi
– Laju endap darah menurun dan normal kembali.
Tuberkulosis kutis
• Penyebaran infeksi tuberkulosis ke kulit
• Etiologi utama Mycobacterium tuberculosis (91,5%)
• TB kutis diklasifikasikan berdasarkan 2 kriteria:
- Rute infeksi: eksogen, endogen, limfogen, dan heamtogen
- Banyaknya BTA: multibasiler dan pausibasiler

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Inokulasi • Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB sebelumnya  inokulasi
Primer langsung melalui lesi mikro kulit
(Tuberculous • Lokasi: wajah, tangan, kaki, ulkus gusi (primary gingivitis)
chancre) • Lesi awal: papul/nodul  ulkus dlm 2-3 minggu: keras, dangkal, tidak nyeri,
dasar granulasi + limfadenopati non nyeri (kompleks Ghon/primer)
Skrofuloderma • Penyebaran infeksi pada struktur bawah kulit: kel. Limfe (tersering), sendi,
tulang, maupun epididimis
• Predileksi: daerah dengan banyak kel. Limfe superfisial (leher dari , ketiak, lipat
paha)
• Lesi awal: kel. Limfe mbesar & berkonfluensi  perlunakan (abses dingin) 
pecah: fistel  ulkus memanjang dan tidak teratur, kulit sekitar merah kebiuran,
dasar jar. Granulasi, dinding bergaung, jembatan jaringan
Tuberkulosis • TB kutis yang terjadi di sekitar orifisium
Orifisialis • Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya akibat kontak langsung dengan sputum.
Anus (kontak dengan feses) dan OUE (kontak dgn urin terinfeksi
• Terutama pada pasien dengan imun rendah
• Karakteristik ulkus: nyeri, tepi tak rata (punched out), dasar tertutup
pseudomembran fibrin dan mudah berdarah, ukosa sekitar edem dan inflamasi

Tuberkulosis • Pada anak & dewasa dengan TB paru yang menyebar ke seluruh tubuh sampai
Miliaris Akut meningen
• Lokasi paling sering: badan
• Lesi: makula eritema dan papul multipel, ukuran kecil (< 5mm), meninggalkan
sikatriks. Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Gumosa • Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif
• Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen

TB Verukosa • Infeksi eksogen pada individu yang pernah terinfeksi


Kutis • Terjadi pada tempat yang mudah mengalami trauma
• Plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri
• Meluas secara perlahan
• Permukaan kulit mengalami fisura dengan eksudat & krusta
• Bagian tepi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus Vulgaris • TB kutis paling sering


• Hematogen atau limfogen
• Papul/plak merah kecoklatan, batas tegas atau
• Ulkus/nodul hiperkeratosis
• Diaskopi: Aplle jelly colour
• Kronis: skar, deformitas, KSS

Tuberkulid • Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri


• Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberkulin (+)
• Varian: eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid
papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)
• Lokasi
– Leher: dari tonsil atau paru
– Ketiak: dari apeks pleura
– Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral
• Perjalanan Penyakit
– Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)
– Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
– Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah
– Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen  sikatrik  skin bridge
• Diagnosis Banding
– Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan histopatologik jaringan kulit (biopsy)
– Skrofuloderma: bagian tengah lesi tampak nekrosis masif dan gambaran tepi
abses/dermis terdiri atas granuloma tuberkuloid
– TB kutis verukosa: hiperplasia pseudoepiteliomatosa, dengan infiltrat
inflamasi neutrofil dan limfosit serta sel datia Langhans
– Lupus vulgaris: granuloma tuberkuloid berupa sel epiteloid, sel datia
Langhans, dan sebukan limfosit.
– TB chancre: reaksi inflamasi neutrofilik akut dan area nekrosis. Setelah 3-6
minggu ditemukan gambaran granuloma dengan giant cells danpenurunan
jumlah BTA.
– TB milier kutis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi dengan
banyak ditemukan basil BTA
– TB kutis orifisialis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi
dengan banyak ditemukan BTA
• Pemeriksaan bakterologik (identifikasi mikobakterium melalui
pewarnaan Ziehl Nielsen, kultur, PCR dari dasar ulkus atau jaringan kulit)
• Tambahan:
– pemeriksaan darah tepi dan LED meningkat
– Tes tuberculin: PPD-5TU positif >10 mm
Skrofuloderma
Perjalanan Penyakit

Limfadenitis TB Periadenitis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
TATALAKSANA

Cold Abses Fistel Sikatrik → skin bridge


Kriteria Penyembuhan:
• Semua fistel dan ulkus sudah menutup
• Seluruh KGB mengecil (<1 cm dan konsistensi keras)
• Sikatriks tidak eritematous
• LED menurun

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
54
• Wanita 22 tahun keluhan luka pada bibir kemaluan sejak 1
minggu lalu
• Awal bintil-bintil berisi cairan, yang lalu pecah dan terasa nyeri
• Sudah menikah
• Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan adanya ulkus
dangkal, multiple bergerombol, ditutupi jangan nekrotik

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HERPES GENITAL
JAWABAN:
C. HERPES GENITAL
• Wanita 22 tahun  keluhan luka pada bibir
kemaluan sejak 1 minggu lalu + sudah
menikah (sudah hubungan seksual) 
curiga infeksi menular seksual
• Awal bintil-bintil berisi cairan (vesikel) yang
lalu pecah dan terasa nyeri + ulkus dangkal,
multiple bergerombol, ditutupi jangan
nekrotik  sesuai dengan herpes genital
(umumnya akibat HSV tipe 2)
• Ulkus durum  infeksi sifilis, biasanya ulkus tidak
nyeri (pada pasien nyeri) dan soliter
• Ulkus mole  chancroid, biasanya ulkus ada nyeri
tekan, dasar kotor dan mudah berdarah, tidak
diawali vesikel seperti pada kasus
• Herpes simplex  tidak dipilih karena tidak spesifik
dan bisa ada di berbagai lokasi selain genital
(misalnya pada HSV tipe 1 bisa di mukosa oral)
• Fixed drug eruption  umumnya ada riwayat
penggunaan obat-obatan
Herpes Simpleks
DEFINISI MANIFESTASI KLINIS
• Infeksi virus herpes simpleks • Infeksi primer  Vesikel
(HSV) pada kulit yang berkelompok yang terasa perih
dan panas, bisa dengan gejala
bermanifestasikan erupsi dan sistemik
vesikel berkelompok pada kulit • Fase laten  setelah sembuh
• Jenis-jenis HSV : gejala mereda (tidak
ditemukan gejala klinis)
1. HSV tipe 1
• Infeksi rekuren  kejadian 30-
(keratokonjungtivitis, herpes 40%. keluhan tiba-tiba
labialis dan gingivostomatitis) kambuh, kulit terasa terbakar
2. HSV tipe 2 (Genitalis dan dan nyeri 1-2 hari sebelum
muncul lesi
neonatal)
• Memiliki faktor pencetus
(stres, menstruasi, alkohol,
senggama berlebihan)

PPKPERDOSKI2017
Herpes SimplekS
DIAGNOSIS TATALAKSANA
1. Dilakukan pemeriksaan Tzanck tes 1. Lesi episode pertama primer
untuk mencari sel datia berinti banyak • Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari
dan badan inklusi intranuklea • asiklovir: 3x400 mg/hari selama 7-10 hari
• Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-
2. Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 10 hari
67-70% bila sediaan diambil dari • Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
vesikel, 32% bila sediaan pustul, dan 2. Lesi rekuren :
hanya positif sebesar 17% bila sediaan  Lesi ringan: terapi simtomatik
diambil dari krusta  Lesi berat:
– asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari
3. Deteksi antigen (dengan enzyme – asiklovir: 3x400 mg/hari selama 5 hari
immunoassay atau fluorescent – asiklovir 3x800 mg/hari selama 2 hari
antibody), atau PCR DNA HSV – Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
– Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
4. Serologi IgM da nIgG anti-HSV 1
 Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi
terapi supresif
– Asiklovir 2x400 mg/hari
PPKPERDOSKI2017 – Valasiklovir 1x500 mg/hari
https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lancet/PIIS01406736 – Famsiklovir 2x250 mg/hari
00046389.pdf
Multinucleate giant cells
55
• Laki-laki 65 tahun keluhan bintil berair di dada hingga
punggung kanan sejak 4 hari disertai rasa nyeri
• Dua hari sebelumnya badan lemas, demam, dan nyeri di
tempat muncul bintil berair
• Regio toraks anterior dekstra didapatkan vesikel
bergerombol di atas makula eritematosa
KOMPLIKASI YG SERING…
DIAGNOSIS  HERPES ZOSTER
JAWABAN:
C. NEURALGIA PASKA HERPETIKA
• Laki-laki 65 tahun  regio toraks anterior
dekstra didapatkan vesikel bergerombol di
atas makula eritematosa sejak 4 hari
disertai rasa nyeri  herpes zoster
• Dua hari sebelumnya badan lemas, demam,
dan nyeri di tempat muncul bintil berair 
gejala prodromal herpes zoster
• Komplikasi sering: neuralgia pasca herpes
Herpes Zoster
• Penemuan utama dari PF: kemerahan
yang terdistribusi unilateral sesuai
dermatom
• Rash dapat berupa eritematosa,
makulopapular, vesikular, pustular, atau
krusta tergantung tahapan penyakit
• Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID
topikal/Lidocaine topikal
• Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah
onset, atau pada
manula/imunokompromais)
– Acyclovir (5x800mg selama 7-10 hari)
– Valacyclovir 3x1 g/hari selama 7 hari
– Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7 hari
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
http://www.merckmanuals.com/professional/infectious-diseases/herpesviruses/herpes-zoster
Herpes zoster
• Gejala
– Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia,
gatal, pegal)
– Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan
dasar eritematosa & edema  pustul & krusta; Lokasi unilateral dan
bersifat dermatomal sesuai tempat persarafan
– Pembesaran KGB regional
– Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
– Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis/ N. VII (bisa juga disertai
dengan gangguan N. VIII)
– Komplikasi: Neuralgia pasca herpes (NPH) didefinisikan sebagai
nyeri menetap pada dermatom yang terkena setelah erupsi
herpes zoster (HZ) menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri
yang menetap hingga 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tatalaksana Herpes Zoster
 Terapi sistemik
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada:
- Usia >50 tahun
- Dengan risiko terjadinya NPH
- HZO/sindrom Ramsay Hunt/HZ servikal/HZ sakral
- Imunokompromais, diseminata/generalisata, dengan komplikasi
- Anak-anak, usia <50 tahun dan ibu hamil diberikan terapi anti-virus bila disertai
NPH, sindrom Ramsay Hunt (HZO), imunokompromais, diseminata/generalisata,
dengan komplikasi
 Pilihan antivirus
- Asiklovir oral 5x800 mg/hari selama 7-10 hari.
- Dosis asiklovir anak <12 tahun 30 mg/kgBB/hari selama 7 hari, anak >12 tahun 60
mg/kgBB/hari selama 7 hari.
- Valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari.
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7 hari.
 Simptomatik
- Nyeri ringan: parasetamol 3x500 mg/hari atau NSAID.
- Nyeri sedang-berat: kombinasi dengan tramadol atau opioid ringan.
PPK PERDOSKI 2017
Terapi Farmakologik Neuralgia
Pasca Herpetika
• Lini pertama: masuk dalam kategori efektivitas sedang-tinggi berbasis
bukti yang kuat dan dengan efek samping rendah.
• Lini pertama:
– Antidepresan trisiklik 10 mg setiap malam (ditingkatkan 20 mg setiap 7 hari
menjadi 50 mg, kemudian menjadi 100 mg dan 150 mg tiap malam)
– Gabapentin 3x100 mg (100-300 mg ditingkatkan setiap 5 hari hingga dosis
1800-3600 mg/hari)
– Pregabalin 2x75 mg (ditingkatkan hingga 2x150 mg/hari dalam 1 minggu)
– Lidokain topical (lidokain gel 5%,lidokain transdermal 5%)
• Lini kedua:
– Tramadol 1x50 mg (tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari hingga dosis 100- 400
mg/hari dalam dosis terbagi)

PPK PERDOSKI 2017


56
• Laki-laki 40 tahun demam disertai penurunan kesadaran sejak 1 jam
yang lalu
• Sekitar 2 bulan yang lalu pasien berkunjung ke daerah Sumba NTT
• Suhu 39,4°C dan sklera ikterik, GCS 11, penurunan tonus otot dan
refleks tendon
• Pemeriksaan sedian apusan darah tebal didapatkan banyak bentuk
cincin dan gametosit (+)

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  MALARIA BERAT
JAWABAN:
C. INJEKSI ARTESUNAT DOSIS TERBAGI INTRAVENA
• Laki-laki 40 tahun  demam (suhu 39,4) disertai
penurunan kesadaran (GCS 11) sejak 1 jam yang lalu
+ sklera ikterik + penurunan tonus otot dan refleks
tendon  faktor resiko pulang dari daerah Sumba
(endemis malaria)  curiga infeksi malaria 
malaria berat
• Pemeriksaan sedian apusan darah tebal didapatkan
gametosit (+)  menegakkan diagnosis malaria
berat
• Tatalaksana malaria berat  injeksi artesunate
dosis terbagi intravena (opsi C)  dosis 2,4
mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24
selanjutnya setiap 24 jam
• Kina  obat alternative bila tidak bisa diberikan
artesunate, kina diberikan melalui infus
(intravena)
• DHP dan primakuin  digunakan pada
pengobatan malaria falciparum, knowlesi dan
vivax, namun tidak ppada malaria berat,
sediaan peroral
Malaria Berat pada P. falciparum
• Malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau
didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2015):
– Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
– Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
– Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
– Distres pernafasan
– Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan
sistolik <80 mm Hg (pada anak: <70 mmHg)
– Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
– Hemoglobinuria
– Perdarahan spontan abnormal
– Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%
Malaria Berat
Kriteria laboratorium malaria berat:
• Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
• Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
• Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa, Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
• Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit
/μl di daerah endemis tinggi) 5
• Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
• Hemoglobinuria
• Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Malaria Cerebral
• Malaria cerebral (WHO)
– Sindroma klinis yang dicirikan dengan koma yang berlangsung
minimal 1 jam setelah terjadinya kejang atau hipoglikemia,
ditemukan bentuk aseksual plasmodium falciparum di darah
tepi dan tidak ditemukan penyebab koma lainnya

• Koma pada infeksi plasmodium falciparum terjadi akibat


beberapa mekanisme kerusakan otak antara lain :
– Sequestrasi parasit di mikrovaskulatur otak. Sekuestrasi terjadi
akibat sitoadherensi eristrosit ke sel endotel  hipoperfusi dan
hipoksia otak  koma
– Ketidakseimbangan sitokin pro dan antiinflamasi
– Kerusakan endotel, apoptosis dan disfungsi BBB meningkatkan
hipertensi intrakranial
Hapusan Darah Tebal P. Falciparum
http://www.ijmm.org

Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit bentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa
bentuk lain yang dewasa (star in the sky)
Microscopic examination of thick blood smear showed predominantly trophozoites (ring stages; inset
black arrows) of Plasmodium falciparum. Parasitic count 800,000/μL of blood (Giemsa stain [5%]; ×100)
Tatalaksana malaria berat di faskes
primer nonperawatan
• Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat
inap langsung dirujuk
• Sebelum dirujuk berikan terapi awal artesunat
intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb).
Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat
• Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika
tidak tersedia dapat diberikan kina drip.
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60
mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam
ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
• Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan
Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat
diberikan secara bolus perlahan-lahan.
• Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb
intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya
diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari
sampai penderita mampu minum obat.
ILMU KESEHATAN
ANAK
57
• Anak laki-laki usia 5 tahun bertubuh pendek
• Keluarga riwayat kondisi serupa
• Didiagnosis dengan Achondroplasia, kelainan
pembentukan tulang akibat mutasi genetic penyebab
Dwarfisme Disporportional
CIRI PASIEN DENGAN KELAINAN DIATAS…
DIAGNOSIS  ACHONDROPLASIA
JAWABAN:
D. POSTUR PENDEK; KEPALA BESAR, TANGAN DAN KAKI
PENDEK, DAN DAHI LEBAR
• Anak 5 tahun bertubuh pendek dan riwayat
serupa di keluarga  akondroplasia
• Ciri fisik akondroplasia:
– Postur pendek
– Kepala besar
– Lengan tangan dan kaki pendek
– Trident hand
– Dahi lebar (Frontal bossing)
• Dari pilihan jawaban  pilihan D sesuai
(Postur pendek; kepala besar, tangan dan kaki
pendek, dan dahi lebar)
• Pilihan A salah  harusnya tidak ada polidaktili,
tangan dan kaki harusnya pendek, bukan
panjang
• Pilihan B salah  tangan harusnya pendek dan
berbentuk trident bukan melebar
• Pilihan C salah  harusnya dahi lebar, bukan
normal
• Pilihan E salah  kepala harusnya besar, bukan
kecil, tangan dan kaki pendek, bukan normal;
dahi harusnya besar, bukan normal.
Dwarfism
◼ There are many causes of dwarfism
◼ Two disorders, Achondroplasia and growth hormone
deficiency (also known as pituitary dwarfism), are
responsible for the majority of dwarfism cases.
◼ Classified into 2 major types
◼ Proportionate dwarfism: the person is proportionately
small all over
◼ Disproportionate dwarfism: some shorter/smaller parts
of the body mixed with average sized parts of the body
Disproportionate Dwarfism: Achondroplasia

◼ most common type of


dwarfism (70%)
◼ autosomal dominant
◼ mutation on chromosome 4
 recurrent mutation on
the transmembrane domain
of the fibroblast growth
factor receptor 3 (FGFR3)
gene
◼ caused by a gene mutation
that affects long bone
growth
Achondroplasia
◼ Born normal size but skeleton takes on different shapes
when growing up
• Head is bigger than average
• Torso is average
• Limbs are shorter
◼ Fibula (outer leg bone) grows longer than Tibia (inner
leg bone)
• Causes legs to bend outward
• Causes distinctive walking of waddling and shorter steps
• Requires more energy to walk
Clinical Manifestation
• distinctive craniofacial features: • kyphoscoliosis and accentuated
macrocephaly, frontal bossing, lumbar lordosis.
and midface retrusion, saddle • The chest is often narrow.
nose deformity • The elbows may have
• disproportionate short stature limitations, primarily affecting
with rhizomelic shortening of extension and supination.
the arms and the leg • Joint laxity is common.
• The hands show short fingers • Genu varus
with a trident appearance of
the hands secondary to short • slow motor development (result
metacarpal bones of a combination of joint laxity
and a large head to support)
• brachydactyly (shortening of
the fingers and toes)
Patient with achondroplasia soon after
ambulation started. Notice lumbar lordosis and
residual thoracic kyphosis. There is shortening
visible in the arms and legs, more so in the
proximal segments. The child also exhibits
macrocephaly.

Brachydactyly and short hand evident by a


single transverse palmar crease.
58
• Bayi laki-laki 7 bulan, keluhan sesak nafas 4 hari disertai
batuk dan demam, rewel dan tidak mau menyusu
• Nadi 120 x/menit, napas 56x/menit, suhu 38,6oC, retraksi
dada dan nafas cuping hidung serta suara wheezing

DIAGNOSIS …
DIAGNOSIS  BRONKIOLITIS
JAWABAN:
A. BRONKIOLITIS
• Bayi 7 bulan  gejala infeksi saluran napas
(batuk dan demam) hingga mengalami
sesak napas + retraksi, napas cuping
hidung, dan wheezing  sesuai dengan
gambaran bronkiolitis
• Pada asma bisa ada wheezing, namun
umumnya ada riwayat berulang serta
jarang didiagnosis pada anak <2 tahun
• Bronkopneumonia  salah satu jenis pneumonia yang
juga disebut pneumonia lobularis, akan ditemukan rhonki
kasar yang menyebar si seluruh lapang paru. Ro
didapatkan bercak infiltrat yang tersebar
• Pneumonia  infeksi dari parenkim paru, bisa berupa
pneumonia lobaris (rhonki pada lobus yang terinfeksi).Ro
berupa konsolidasi lobus yang mengalami peradangan
• Bronkitis  inflamasi pada bronkus, biasanya
memberikan gejala batuk berdahak, tidak ada gejala
spesifik
• Asma  gejala obstruktif dan sesak berulang dengan
pencetus, bersifat reversibel. Jarang didiagnosis pada anak
< 2 tahun
Bronkiolitis

• Infeksi pada bronchioli akibat


infeksi virus yang menyerang
anak di bawah usia 2 tahun,
terutama usia 2-6 bulan.
• Etiologi:
– Respiratory syncytial virus
(RSV)  tersering
– Virus influenza
– Virus parainfluenza
– Adenovirus
• Difficult to differentiate with
pneumonia and asthma
Bronkiolitis
Bronkiolitis
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The


Pneumonia opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
lobaris there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent


lobularis/ patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response
bronko to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or
pneumonia reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
Asthma
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
bronkiolitis Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
59
• Anak laki-laki 7 tahun keluhan kencing kemerahan sejak 2
hari yang lalu
• Nyeri kepala dan muntah
• Tensi 150/100 mmHg, terdapat edema palpebral
• Laboratorium hematuria makroskopis dan protein +2

KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS  SINDROM NEFRITIK
JAWABAN:
A. HIPERTENSI ENSEFALOPATI
• Pasien anak  edema palpebra + gross
hematuria + hipertensi  trias sindrom
nefritik  kemungkinan disebabkan oleh
glomerulonefritis
• Komplikasi glomerulonefritis akut 
ensefalopati hipertensi, kelainan elektrolit,
dan gagal ginjal
• Nyeri kepala dan muntah  dicurigai
sebagai gejala hipertensi ensefalopati
Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi
inflamasi pada glomerulus
• Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang
memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi
• Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk
tersering dari glomerulonefritis akut
• Gejala klinis:
 Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola
 Oliguria
 Edema
 Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi
 Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi
 Hipertensi

Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Komplikasi Glomerulonefritis pada
Anak
• Gagal ginjal akut (termasuk kelainan asam
basa dan kelainan elektrolit)
• Ensefalopati hipertensi
• Gagal jantung
• Edema paru
60
• Anak perempuan 3 tahun muncul bercak merah pada
belakang telinga yang menyebar ke badan hingga lengan
dan tungkai
• Didahului dengan demam sejak 3 hari, batuk dan pilek
• Suhu 39oC, ruam kemerahan di area leher, dadan dan
keempat ekstrimitas, konjungtiva hiperemis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MORBILI
JAWABAN:
A. MORBILI
• Anak 3 tahun  demam + konjungtivitis
(konjungtiva hiperemis) + batuk pilek
(coryzae) curiga infeksi virus
• Gejala disertai + muncul exanthema pola
pada belakang telinga yang menyebar ke
badan hingga lengan dan tungkai 
gambaran mengarahkan pada morbili
• Varicella  biasanya ada lesi vesikel, mulai dari
badan menyebar sentrifugal
• Herpes simpleks  biasanya ada lesi vesikel,
bisa di sekitar mulut (HSV tipe 1) pada anak
• Herpes zoster  biasanya ada lesi vesikel,
tersebar dermatomal, didahului nyeri, ada
riwayat infeksi varicella sebelumnya
• Impetigo bulosa  eflorosensi berupa bula
hipopion
Morbili
Species: Measles morbillivirus
• Masa infeksius: 1-2 hari
Genus: Morbillivirus
Family: Paramyxoviridae sblm prodromal s.d. 4 hari
Order: Mononegavirales setelah muncul ruam
Single-stranded, negative-sense, enveloped
(non-segmented) RNA virus • Prodromal
– Hari 7-11 setelah eksposure
• Kel yg rentan:
– Demam, batuk,
– Anak usia prasekolah yg blm konjungtivitis,sekret hidung.
divaksinasi (cough, coryza, conjunctivitis
– Anak usia sekolah yang gagal  3C)
imunisasi
• Enanthem  ruam
• Musin: akhir musim dingin/ kemerahan
musim semi
• Koplik’s spots muncul 2 hari
• Inkubasi: 8-12 hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.
Morbili/Rubeola/Campak
• Pre-eruptive Stage
– Demam
– Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
– Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
– Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
– Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
– Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
61
• Anak perempuan 2 tahun keluhan BAB cair berlendir
tanpa darah sejak 2 minggu yang lalu, disertai nyeri perut,
perut kembung dan terdapat ruam kemerahan pada
bokong dan pipi
• Pasien mendapatkan ASI selama 2 tahun dan baru
mendapatkan susu formula
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ALERGI SUSU SAPI
JAWABAN:
A. ALERGI SUSU SAPI
• Anak perempuan 2 tahun  keluhan:
– Gejala gastrointestinal: BAB cair berlendir
tanpa darah sejak 2 minggu yang lalu + nyeri
perut, perut kembung
– Gejala kutaneus: ruam kemerahan pada
bokong dan pipi
• Riwayat baru mendapatkan susu formula 
muncul gejala  curiga pada kondisi alergi
susu sapi pada pasien
• Intoleransi laktosa  biasanya hanya berupa gejala
gastrointestinal, tanpa melibatkan sistem organ lain
• Protein losing enteropathy  menggambarkan kondisi
dimana hilangnya serum protein melalui saluran cerna
sehingga menyebabkan edema, efusi,
hipoproteinemia. Bisa disebabkan oleh berbagai
macam hal, seperti erosi mukosa pada IBD, infeksi
gastrointestinal, dsb
• Gastroenteritis karena virus  biasanya disertai
dengan gejala infeksi seperti demam, menghasilkan
diare
• Fat intolerance  istilah yang jarang dipakai; yang ada
adalah fat malabsorption
Food Allergy
• Hipersensitivitas terhadap protein di dalam makanan (cth kasein & whey dari
produk sapi)
• Mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran cerna belum sempurna,
antigen masuk lewat saluran cerna  hipersensitivitas
• Hipersensitivitas bisa diperantarai IgE atau Tidak diperantarai IgE
• The prevalence of food allergies has been estimated to be 5-6% in infants and
children younger than 3 years and 3.7 % in adults
• Gejala:
– Anafilaktik
– Kulit: dermatitis atopik, urtikaria, angioedema
– Saluran nafas: asma, rinitis alergi
– Saluran cerna: oral allergy syndrome, esofagitis eosinofilik, gastritis eosinofilik, gastroenteritis
eosinofilik, konstipasi kronik, dll.
• Pemeriksaan: skin test, IgE serum, eliminasi diet, food challenge
• Tata laksana:
– Eliminasi makanan yang diduga mengandung alergen
– Breastfeeding, ibu ikut eliminasi produk susu sapi dalam dietnya
– Susu terhidrolisat sempurna bila susah untuk breastfeeding
Nocerino A. Protein intolerance. http://emedicine.medscape.com/article/931548-overview
Protein intolerance
• Beberapa makanan dapat menjadi antigen bagi manusia, terutama
produk-produk protein
• Beberapa contoh paling sering berdasarkan usia:
1. Masa bayi: susu, soy bean
2. Masa kanak-kanak: protein telur
• Sebagian besar bersifat IgE mediated, dan ada juga yang non-IgE
mediated
• Gejalanya antara lain:
1. Saluran cerna (50%-80%): mual, muntah, nyeri perut, mencret.
Spesifik: oral allergy syndrome, esofagitis eosinofilik, gastritis
eosinofilik, gastroenteritis eosinofilik, konstipasi kronik
2. Cutaneous (20%-40%): urtikaria, dermatitis atopi
3. Respiratori (4%-25%): asma dan rinitis
4. Anafilaksis
Intoleransi Laktosa VS Milk Allergy
INTOLERANSI LAKTOSA MILK ALLERGY
o reaksi hipersensitivitas terhadap
o Ketidakmampuan tubuh untuk
protein susu sapi. Dapat melalui 2
mencerna “gula susu/laktosa”
Definisi mekanisme : 1). Diperantarai IgE ; 2).
akibat defisiensi enzim laktase.
Non IgE (rx hipersensitivitas tipe IV)
o reaksi non – imunologis

o mual, keram perut, kembung,


Manifestasi tidak hanya pada sal. cerna,
nyeri perut, flatus dan diare
Manifestasi tetapi juga pada mukosa, kulit, hingga
o gejala muncul dalam waktu 15
klinis saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
o Double blind placebo controlled food
o Analisis tinja :
challenge (DBPCFC)  gold standar
• Metode klini test
 lebih banyak untuk riset
• Kromatografi tinja
o pemeriksaan lain yang resiko lebih
Pemeriksaan • pH tinja  tinja bersifat asam
rendah namun memiliki efikasi yg
Klinis o Pemeriksaan radiologis lactosa-
sama
barium meal
• skin prick test, pengukuran
o Ekskresi galaktos pada urin
antibodi IgE spesifik terhadap
o Uji hidrogen napas
protein susu sapi, patch test
62
• Anak 13 tahun keluhan batuk dan sesak nafas sejak 1 hari yang
lalu
• Berulang 1-2 kali pada malam hari seminggu
• Ibu rinitis alergi, ayah seorang perokok
• Pernafasan cuping hidung dan wheezing
• Gambaran radiologis tampak hiperlusen dan peningkatan
corakan bronkovaskular

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ASMA BRONKIAL
JAWABAN:
D. ASMA BRONKIAL
• Anak 13 tahun  batuk dan sesak nafas
sejak 1 hari yang lalu + pernapasan cuping
hidung dan wheezing  curiga ada asma
bronkial
• Berulang 1-2 kali pada malam hari
seminggu  gambaran kronik residif +
riwayat atopi keluarga  khas pada asma
• Gambaran radiologis tampak hiperlusen
dan peningkatan corakan bronkovaskular 
mendukung diagnosis asma bronkial
• PPOK  penyakit obstruktif kronik irreversibel
yang biasanya menyerang dewasa, bisa dialami
pada pasien perokok
• Bronkitis  peradangan pada bronkus yang
sifatnya nonspesifik
• Bronkiolitis  peradangan bronkiolus,
gambaran seperti obstruktif, pada anak < 2
tahun
• Bronkiektasis  batuk produktif 3 lapis,
gambaran Rokistik/ honeycomb
Asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016

• Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi


kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat
bervariasi.
• Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk,
wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul
secara kronik dan atau berulang, reversibel,
cenderung memberat pada malam atau dini hari,
dan biasanya timbul jika ada pencetus
• Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang,
BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu
diagnosis asma
Asma pada anak
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan


pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan
faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator
– Riwayat Atopi (Rhinitis Alergi)

• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.


2004
Asma pada anak
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
• Wheezing baik (audible • Uji fungsi paru spirometri 
wheesze) atau dengan uji reversibilitas dan
stetoskop variabilitas (apabila tidak
ada menggunakan peak
• Tanda alergi : Allergic shiner flow meter)
atau geographic tongue • Uji cukit kulit (skin prick
test), eosinofil total darah,
pemeriksaan Ig E spesifik
• Uji inflamasi : FeNO
(Fractional Exhaled Nitric
Oxide), eosinofil sputum

Pedoman nasional Asma Anak. IDAI. 2016


Kriteria diagnosis asma pada anak
Based on Pedoman Nasional Anak 2016
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The


Pneumonia opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
lobaris there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent


lobularis/ patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response
bronko to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or
pneumonia reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
Asthma
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
bronkiolitis Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
63
• Anak 3 tahun keluhan BAB cair >5x dengan warna
BAB seperti air cucian beras
• Lemas, kulit mukosa bibir dan lidah kering
• TD 84/60 mmHg, nadi 112x/menit
• Dalam satu RT tempat tinggal pasien, terdapat 10
orang dengan keluhan yang sama

TERAPI ANTIBIOTIK…
DIAGNOSIS  KOLERA
JAWABAN:
C. ERITROMISIN 40-50 MG/KGBB/HARI/4 DOSIS SELAMA
3 HARI
• Anak 3 tahun  keluhan BAB cair >5x dengan
warna BAB seperti air cucian beras + menular
(10 orang alami keluhan serupa)  gambaran
diagnosis kolera
• Lemas, kulit mukosa bibir dan lidah kering + TD
84/60 mmHg, nadi 112x/menit  anak alami
dehidrasi karena kolera
• Antibiotik kolera untuk anak < 8 tahun 
golongan makrolid seperti eritromisin atau
azitromisin  eritromisin 40-50
mg/kgbb/hari/4 dosis selama 3 hari
Kolera
• Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
– Bakteri anaerobik fakultatif,
– batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
– tidak membentuk spora
– Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):
– Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
– Muntah  tidak selalu ada
– Dehidrasi  berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
– Abdominal cramps

Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview


Ta t a l a k s a n a
– Tatalaksana utama: REHIDRASI
– Pemberian zinc
– Tatalaksana adjunctive: antibiotik (antibiotik diberikan untuk
memperpendek masa sakit)
– Antibiotik, diindikasikan pada pasien dengan dehidrasi berat di
atas 2 tahun
• Catatan: Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak direkomedasikan <8 thn
• Fluoroquinolon pada anak sebaiknya dihindari kecuali tidak ada pilihan
lain
Class Antibiotic Typical pediatric dose* Adult dose
Doxycycline 4-6 mg/kg (single dose) 300 mg (single dose)
Tetracyclines 50 mg/kg/day in four equally divided doses, for 500 mg four times per day for
Tetracycline
three days three days

Azithromycin 20 mg/kg (single dose) 1 g (single dose)


Macrolides 40 mg/kg/day in four equally divided doses, for 500 mg four times per day for
Erythromycin
three days three days

Fluoroquinolones Ciprofloxacin 20 mg/kg (single dose) 1 g (single dose)


Antibiotics Summary for Cholera
(Uptodate)
Typical pediatric
Class Antibiotic Adult dose Comment(s)
dose*
4-6 mg/kg (single Antibiotic resistance to all tetracyclines is
Doxycycline 300 mg (single dose)
dose) common[1]. Empiric use is appropriate in
epidemics caused by documented
Tetracyclines 50 mg/kg/day in 500 mg four times susceptible isolates. Not
Tetracycline four equally divided per day for three recommended for pregnant women
doses, for three days days
and children less than 8 years.
20 mg/kg (single
Azithromycin 1 g (single dose)
dose)
Single dose azithromycin is preferred
Macrolides 40 mg/kg/day in 500 mg four times therapy[2]. Rare reports of macrolide
Erythromycin four equally divided per day for three resistance.
doses, for three days days

Reduced susceptibility to
fluoroquinolones has been reported in
Fluoroquinolo 20 mg/kg (single Asia and Africa[2,3]. Not
Ciprofloxacin 1 g (single dose)
nes dose)
recommended for pregnant women
and children less than 18 years.
64
• Bayi laki-laki 3 hari keluhan benjolan di leher
sejak lahir
• Benjolan tampaknya tidak nyeri ketika disentuh,
transluminasi +, batas tegas, bulat, tak ada
saluran fistula ataupun punkta
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KISTA HIGROMA
JAWABAN:
B. KISTA HIGROMA
• Bayi laki-laki 3 hari  benjolan di leher
sejak lahir (gambar area posterolateral
leher) + tidak nyeri ketika disentuh,
transluminasi positif, batas tegas, bulat, tak
ada saluran fistula ataupun puncta 
sesuai dengan kista hygroma
• Kista hygroma  daerah posterior triangle
leher
• Kista brankial  biasanya ada di anterior SCM
• Kista duktus tiroglosus  biasanya lebih di area
medial leher
• Hemangioma  bisa letak dimana saja, tumor
jinak pembuluh darah
• Abses coli  umumnya ada tanda inflamasi,
berisi pus
Cystic Hygroma
• Cystic hygroma (CH) is a cystic lymphatic lesion that
can affect any anatomic subsite in the human body.
• More commonly referred to as a lymphatic
malformation (LM).
• Also known as LMs usually affects the head and neck
(~75%), with a predilection for the left side.
• Within the neck, the posterior triangle tends to be
most frequently affected.
• Approximately 20% of LMs occur in the axilla; less
common subsites include the mediastinum, groin, and
retroperitoneum.
Patophysiology
• combination of the following:
– Failure of lymphatics to connect to the venous
system
– Abnormal budding of lymphatic tissue
– Sequestered lymphatic rests that retain their
embryonic growth potential
Anatomy
Posterior Triangle of The Neck /
Trigonum coli posterior
Examination
• On physical examination, the typical LM is a soft,
painless, compressible (doughy) mass that
usually transilluminates.
• In children who present with LM of the neck,
closely evaluate for tracheal deviation or other
evidence of impending airway obstruction.
• Closely inspect the tongue, oral cavity,
hypopharynx, and larynx; any involvement of
these structures may lead to airway obstruction.
DD: Kista Branchial (Branchial Cleft Cyst)
• Tanda dan gejala klinis
– Massa soliter
– Tidak nyeri
– Riwayat bengkak intermiten
terutama berhubungan
dengan infeksi saluran napas.
– Karakteristik massa:
permukaan licin, kenyal,
fluktuasi (+)
– Lokasi: sepertiga bawah batas
anteromedial m.
sternocleidomastoideus.
– Bila terinfeksi, dapat tampak
sinus, pus (+)
DD/ Thyroglossal Duct Cyst
• TDCs are the most • It is a cystic remnant along
frequently encountered the course of the
neck mass in children, with thyroglossal duct between
50% presenting by 10 years the foramen cecum of the
of age. tongue base and the
• It occurs as a result of thyroid bed in the visceral
anomalous development space of the infrahyoid
and migration of the thyroid neck.
gland during the fourth • TDC typically presents in
through eighth weeks of children and young
gestation. patients, with an average
age at presentation of 6
years.
65
• Anak 13 tahun keluhan kuning pada mata sejak 3 hari, disertai
panas badan, tidak ada nafsu makan, mual, muntah dan
kencing berwarna seperti teh, buang air besar dempul
• Pasien sering jajan sembarangan
• Suhu tubuh 38,5oC, ikterus, hepatomegali dan nyeri tekan pada
hepar

PROGNOSIS KASUS…
DIAGNOSIS  HEPATITIS A DD/ HEPATITIS E
JAWABAN:
B. DAPAT SEMBUH SEMPURNA
• Anak keluhan demam + gejala pencernaan
(mual, muntah, tidak nafsu makan) + ikterik +
BAK teh  hepatitis
• BAB seperti dempul akibat penurunan sekresi
bilirubin karena kolestasis intrahepatik
• Adanya riwayat jajan sembarangan 
transmisi fekal oral  hepatitis A atau E
• HAV maupun HEV  tidak memiliki bentuk
kronik, dapat sembuh sempurna (opsi B)
• Kanker hati dan sirosis hepatis  infeksi
hepatitis B, C, atau D
Hepatitis
• Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab.
• Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus, alkohol,
dan lain-lain.
• Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan
menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan oleh
virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E).
• Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4
weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12
weeks), for hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks), and for
hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).
Hepatitis A
• Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
• Kebanyakan kasus pada usia
<5 tahun asimtomatik atau
gejala nonspesifik
• Rute penyebaran: fekal oral;
transmisi dari orang-orang
dengan memakan makanan
atau
minumanterkontaminasi,
kontak langsung.
• Inkubasi: 2-6 minggu (rata-
rata 28 hari)

Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


Hepatitis A
• Self limited disease dan • Diagnosis
tidak menjadi infeksi kronis – Deteksi antibodi IgM di darah
• Gejala: – Peningkatan ALT (enzim hati
– Fatique Alanine Transferase)
– Demam • Pencegahan:
– Mual – Vaksinasi
– Nafsu makan hilang – Kebersihan yang baik
– Jaundice  karena – Sanitasi yang baik
hiperbilirubin • Tatalaksana:
– Bile keluar dari peredaran – Simptomatik
darah dan dieksresikan ke
urin  warna urin gelap – Istirahat, hindari makanan
berlemak dan alkohol
– Feses warna dempul (clay-
coloured) – Hidrasi yang baik
– Diet
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
66
• Anak 5 tahun keluhan mimisan sejak 1 hari yang lalu, demam
selama 4 hari, serta nyeri pada sendi-sendi di badan dan juga
lemas
• Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 100x/menit, napas
22/menit, suhu 38.5oC
• Rontgen thoraks ditemukan efusi pleura
• Leukosit 2000/mm3, trombosit 81.000/mm3, Ht 48%

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DEMAM BERDARAH DENGUE
JAWABAN:
C. DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT II
• Pertama tentukan Demam Dengue atau Demam
Berdarah Dengue?  DBD ada plasma leakage
– Anak 5 tahun  demam 4 hari dan nyeri sendi serta
lemas + ada hemokonsentrasi (Ht 48%, normal anak 5
tahun 31-37%, kira-kira Ht naik >20%) +
trombositopenia + tanda plasma leakage (efusi pleura)
 Demam Berdarah Dengue
• Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 100x/menit,
napas 22/menit, suhu 38.5oC  tidak ada tanda
syok
• Manifestasi perdarahan spontan (mimisan) + tanpa
tanda syok  DBD derajat II
• DHF grade III dan IV sudah ada gangguan sirkulasi
DENGUE FEVER (DF) & DENGUE
HEMORRHAGIC FEVER (DHF)
• Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1, DEN-
2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau aedes
albopictus
• DEN-2 merupakan serotipe yang paling tinggi risiko infeksi
DHF
• Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
– Nyeri kepala
– Nyeri retroorbita
– Myalgia/arthralgia
– Ruam
– Manifestasi perdarahan
– Leukopenia
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)

Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
67
• Anak 10 tahun keluhan demam sejak 2 hari yang lalu,
nyeri sendi dan nyeri kepala
• Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 110/70 mmHg,
nadi 88x/menit, napas 21x/menit, suhu 38oC
• Petechie pada kedua ekstremitas. Rumple Leed test (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  INFEKSI DENGUE
JAWABAN:
B. NS-1
• Anak 10 tahun  demam sejak 2 hari yang
lalu, nyeri sendi dan nyeri kepala + petekie
dan rumple leed positif  mengarahkan
pada diagnosis infeksi dengue
• Pemeriksaan penunjang  karena masih
hari ke-2 demam  NS-1
• IgG dan IgM dengue biasanya pada hari ke-
5 demam atau lebih
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue
• NS1:
– antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
– Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
– Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
– Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
– IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial
illness,  by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 2–3 months. lifelong period.
• IgG: detectable at low level by the end of the • IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
68
• Bayi laki-laki baru lahir keluhan ikterik dan pucat
• Pasien merupakan anak ke dua
• Saat lahir APGAR pasien pada menit pertama 4, di menit
ke 5 APGAR 9
• Didapatkan Hb 6 g/dl, retikulosit 12%, bilirubin total 16
mg/dl
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ERITROBLASTOSIS FETALIS
JAWABAN:
A. ERITROBLASTOSIS FETALIS
• Bayi laki-laki baru lahir  ikterik dan pucat + Hb 6 g/dl +
bilirubin total 16 mg/dl  anemia hemolitik
(peningkatan kadar bilirubin disertai penurunan Hb) 
curiga inkompatibilitas  inkompatibilitas rhesus atau
ABO
• Anemia hemolitik pada neonatus akibat inkompatibilitas
golongan darah  erythroblastosis fetalis / Hemolytic
Disease of the Fetus & Newborn (HDFN)
• Hamil pertama  belum ada antibodi  anak lahir baik
 hamil kedua sudah ada antibody terhadap antigen
permukaan eritrosit  melewati sawar plasenta  lisis
eritrosit janin  erythroblastosis fetalis, derajat
keparahan meningkat dianak setelahnya, sering pada
pasien inkompatibilitas rhesus
• Sepsis  ikterik bisa menjadi salah satu tanda
sepsis, tepai biasanya disertai dengan gejala
dan tanda lain seperti bayi tampak sakit,
letargis, demam, peningkatan leukosit, dll
• Atresia bilier  yang meningkat ialah bilirubin
direk
• Anemia sideroblastic  ditegakkan dengan
temuan adanya siderosit pada SADT
• Anemia G6PD  muncul lebih belakangan> 2
hari, biasanya terdapat pencetus
Ikterus Neonatorum
• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
– Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia
48 jam
– Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.
Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas
Erythroblastosis Fetalis / Hemolytic Disease of the
Fetus & Newborn (HDFN)
P E N YA K I T KETERANGAN

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap


Inkompatibilitas aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi
ABO antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A
atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak


memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu
dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak
Inkompatibilitas (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu
Rh terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum
banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi
yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis
I N K O M PAT I B I L I TA S A B O I N K O M PAT I B I L I TA S R H
Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH +
oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi.
terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih
anak 1
Inkompatibilitas ABO jarang sekali
Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan
dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO,
biasanya tidak separah
bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan meningkat
seiring dengan kehamilan janin Rh (+)
Risiko dan derajat keparahan tidak berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan
meningkat di anak selanjutnya bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan


gambaran banyak spherocyte dan eritoblas dan sedikit spherocyte
sedikit erythroblasts
Inkompatibilitas Rhesus

• Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan eritrosit


• Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita dengan
rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+), sehingga
membentuk IgG maternal terhadap antigen Rh janin
yang bisa melewati plasenta sehingga menyebabkan lisis
eritrosit janin
– Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian aborsi,
trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran normal
– Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah Rh (+)
 

• Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut  fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
• Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
• 90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran  o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan
Inkompatibilitas Rhesus
• Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua
menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero
• Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
– Volume perdarahan transplansental
– Tingkat respons imun maternal
– Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
• Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
 karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO
menghancurkan eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan
sempat terjadi
• Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan
sekuele yang parah
http://emedicine.medscape.com/article/797150
69
• Bayi usia 10 hari keluhan kuning di kepala dan di badan sejak usia 3 hari
• Asi eksklusif tetapi tidak bisa menyusui lama-lama karena puting susu
terasa perih
• Bilirubin total 10 mg/dL, bilirubin indirek 9,5 mg/dl
• Bayi tampak sehat dan aktif, Konjungtiva anemis (-/-).

RENCANA YANG HARUS DILAKUKAN…


DIAGNOSIS  BREAST FEEDING JAUNDICE
JAWABAN:
E. TERAPI CRACKED NIPPLE & EDUKASI IBU CARA
MEMBERIKAN ASI YG TEPAT SPY ASI MENINGKAT
SEHINGGA MEMPERBAIKI KONDISI BFJ
• Neonatus usia 10 hari  ikterik sejak hari ke-3 + peningkatan
bilirubin indirek + menyusui tidak bisa lama  ikterus
neonatorum  curiga terkait pemberian ASI  breastfeeding
jaundice
• Cara menyusui tidak tepat  cracked nipple dan nyeri 
pemberian ASI yang jumlahnya kurang  breast feeding
jaundice/ lactation failure jaundice akibat lambatnya eliminasi
bilirubin dan meningkatnya sirkulasi enterohepatik
• BFJ  biasa pada minggu pertama saat ASI masih kurang
• Yang harus dilakukan  memberikan terapi cracked nipple dan
edukasi ke ibu cara memberikan ASI yang tepat  harapan
produksi ASI meningkat sehingga memperbaiki kondisi BFJ
• Pilihan A pada Atresia bilier disingkirkan karena
harusnya yang meningkat adalah bilirubin direk
• Pilihan B salah karena pasien mengalami BFJ,
bukan BMJ. Jika ASI dihentikan, maka ikterik
malah akan bertambah berat
• Pilihan C salah karena kadar bilirubin total
belum memenuhi indikasi transfusi tukar
• Pilihan D salah karena tidak terdapat gejala
gangguan hemolisis, anak tidak anemis 
peningkatan bilitubin indirek bukan akibat
hemolisis
Ikterus yang Berhubungan dengan ASI
(Fisiologis)
Breast Feeding Jaundice (BFJ) Breast Milk Jaundice (BMJ)
• Disebabkan oleh kurangnya asupan • Berhubungan dengan pemberian
ASI sehingga sirkulasi enterohepatik ASI dari ibu tertentu dan
meningkat (pada hari ke-2 atau 3 saat bergantung pada kemampuan
ASI belum banyak)
bayi mengkonjugasi bilirubin
indirek
• Timbul pada hari ke-2 atau ke-3 • Kadar bilirubin meningkat pada
• Penyebab: asupan ASI kurang  hari 4-7
cairan & kalori kurang  penurunan • Dapat berlangsung 3-12 minggu
frekuensi gerakan usus  ekskresi tanpa penyabab ikterus lainnya
bilirubin menurun • Penyebab: 3 hipotesis
– Inhibisi glukuronil transferase oleh
hasil metabolisme progesteron
yang ada dalam ASI
– Inhibisi glukuronil transferase oleh
asam lemak bebas
– Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Indikator BFJ BMJ
Awitan Usia 2-5 hari Usia 5-10 hari
Lama 10 hari >30 hari
Volume ASI asupan ASI kurang  cairan & Tidak tergantung dari volume ASI
kalori kurang  penurunan
frekuensi gerakan usus 
ekskresi bilirubin menurun
BAB Tertunda atau jarang Normal
Kadar Bilirubin Tertinggi 15 mg/dl Bisa mencapai >20 mg/dl
Pengobatan Tidak ada, sangat jarang Fototerapi, Hentikan ASI jika kadar
fototerapi Teruskan ASI disertai bilirubin > 16 mg/dl selama lebih dari
monitor dan evaluasi 24 jam (untuk diagnostik)
pemberian ASI AAP merekomendasikan pemberian ASI
terus menerus dan tidak menghentikan
Gartner & Auerbach
merekomendasikan penghentian ASI
pada sebagian kasus
Tatalaksana breastfeeding jaundice
• Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah mencukupi atau
belum
• Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari
• Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak
diperlukan
• Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil
dan buang air besar
• Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan
penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan
melakukan pemerasan payudara.
• Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia
menetap >6 hari, kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi
breastfeeding jaundice pada anak sebelumnya.
• For healthy term infants with breast milk or breastfeeding
jaundice and with bilirubin levels of 12 mg/dL to 17 mg/dL, the
following options are acceptable: Increase breastfeeding to 8-12
times per day and recheck the serum bilirubin level in 12-24
hours.
• Temporary interruption of breastfeeding is rarely needed and is
not recommended unless serum bilirubin levels reach 20 mg/dL.
• For infants with serum bilirubin levels from 17-25 mg/dL, add
phototherapy to any of the previously stated treatment options.
• The most rapid way to reduce the bilirubin level is to interrupt
breastfeeding for 24 hours, feed with formula, and use
phototherapy; however, in most infants, interrupting
breastfeeding is not necessary or advisable

Breast Milk Jaundice Treatment & Management. Medscape.com


ILMU OBSTETRI &
GINEKOLOGI
70
HINTS

• Pasien G1P0A0 hamil 39 minggu, nyeri perut yang


tembus ke punggung sejak 6 jam yang lalu.
• Ada darah dan lendir keluar dari jalan lahir.
• TFU 30 cm, letak kepala, his 3x/10menit selama 50”,
divergen, pembukaan serviks 5 cm, station +3.

FASE PERSALINAN…
DIAGNOSIS  G1P0A0 HAMIL 39 MINGGU KALA I FASE
AKTIF
JAWABAN:
D. FASE AKTIF
• Pasien G1P1A0 hamil aterm, nyeri perut
tembus ke punggung sejak 6 jam, darah dan
lendir keluar dari jalan lahir, his 3x10 menit
selama 50 detik, divergen, pembukaan
serviks 5 cm, station +3  inpartu, kala I
fase aktif.
• BUKAN kala 1 fase aktif memanjang
karena tidak ditemukan kriteria lambatnya
pembukaan (<1,2 cm/jam) atau penurunan
kepala (<1 cm/jam)
Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 • PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR “P” UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 “P” lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
• Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
• Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


• Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 “). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
• Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
• Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
• Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
• Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
• Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
• Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
71
HINTS

• Pasien P1A0 keluhan nyeri di payudara setiap


menyusui bayinya, baru keluar ASI setelah 3 hari
post partum.
• Lokalis: payudara kanan bengkak, putting eritem
dan luka (+).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CRACKED NIPPLE
JAWABAN:
A. CRACKED NIPPLE
• Pasien post partum datang dengan keluhan
rasa nyeri tiap menyusui bayinya, payudara
kanan bengkak, puting eritem, serta luka
mengarahkan pada cracked nipple.
• Payudara yang bengkak pada pasien akibat
bendungan payudara akibat retensi/stasis
ASI yang tidak dikeluarkan
• Pilihan B  Mastitis  tidak dipilih karena pada pasien tidak
terdapat tanda peradangan pada payudara, dan pasien tidak
demam. Bengkak pada payudara pasien menandakan adanya
bendungan payudara akibat ASI yang tidak dikeluarkan
• Pilihan C  Abses payudara  gejala menyerupai mastitis
ditambah fluktuasi (+)
• Pilihan D  Abses sub areola  abses yang terjadi pada wanita
tidak menyusui, ditandai dengan bengkaknya area areolar
disertai tanda peradangan, faktor risiko: tindik payudara
(piercing)
• Pilihan E  Fistula sub areola  adanya fistula atau saluran di
area areolar, dapat terjadi akibat tindik payudara. Bila terinfeksi
dapat menjadi abses subareolar.
Cracked Nipple
• Perawatan puting payudara
– Jangan digosok terlalu keras atau menggunakan sabun 
meningkatkan kekeringan dan iritasi
– Apabila basah/terlalu lembab  diangin-anginkan

• Tatalaksana
– Gunakan ASI/lanolin/krim untuk melembabkan
– Tetap susui bayi
– Gunakan nipple shield sebagai alternatif terakhir  karena
dapat mengurangi produksi ASI
72
HINTS

• Pasien, G1P0A0 hamil 12 minggu datang dengan keluhan badan lemas.


• Sebelumnya pasien muntah-muntah >5x per hari disertai penurunan
nafsu makan.
• Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kg. Bibir pasien
tampak kering.
• Pemeriksaan fisik TD 80/60 mmHg, N 110 x/menit lemah, ketonuria (+).

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  HIPEREMESIS GRAVIDARUM
JAWABAN:
A. INFUS NACL 0.9%
• Pasien hamil 12 minggu, datang dengan
keluhan badan lemas, muntah >5x per hari,
penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan 2 kg dalam 2 minggu, bibir tampak
kering  hiperemesis gravidarum.
• Hipotensi, takikardia (+ lemah), Ketonuria
(+)  HEG grade 2.
• Tatalaksana awal yang tepat adalah
rehidrasi dengan infus NaCl 0.9%.
• Tidak diberikan infus D5% sebagai cairan
rehidrasi awal pada hyperemesis
gravidarum dengan hypovolemia karena
dikhawatirkan bisa menyebabkan
ensefalopati Wernicke
Hiperemesis Gravidarum
Definisi
• Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
• Kondisi pada kehamilan yang ditandari dengan mual muntah yang
berat, menurunnya berat badan, dan gangguan elektrolit
• Terjadi pada trimester 1: Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya
akan membaik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
• Hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan hCG, hCG
yang meningkat dapat menyebabkan hipertiroidisme intermiten
karena meningkatkan reseptor hormone TSH

Komplikasi
• Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang,
hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Faktor Resiko
• Faktor resikonya adalah keadaan apapun yang
menyebabkan hCG meningkat, seperti:
– Obesitas
– Kehamilan gemeli
– Nuliparitas
– Mola hidatidosa
– Riwayat kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi <5 x/hari
• 70% pasien: Mulai dari minggu ke-4 dan 7
• 60% : membaik setelah 12 minggu
• 99% : Membaik setelah 20 minggu

Hyperemesis gravidarum
• Mual muntah pada kehamilan dengan komplikasi
– dehidrasi
– Hiperkloremik alkalosis,
– ketosis
Grade 1 Penurunan nafsu makan, nyeri epigastrium, peningkatan nadi
>100x/menit, tekanan darah menurun, dehidrasi
Grade 2 Apatis, nadi meningkat dan lemah, ikterik, oliguria, hemokonsentrasi,
nafas bau aseton
Grade 3 Syok hipovolemik, Somnolen-Koma, Ensefalopati Wernicke
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Diagnosis

• Pasien dengan trias


klinis hyperemesis
gravidarum perlu
dilakukan pengecekan
terutama keton
urin/dipstick,
hematocrit, elektrolit,
transaminase darah dan
marker thyroid
Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A
1821–6
Asesmen Hiperemesis Gravidarum –
PUQE Score
• Klasifikasi ini dipakai untuk penentuan penanganan hyperemesis
gravidarum pada pasien selanjutnya
RCOG. The Management of Nausea and
Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis
Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum:
Tatalaksana
Hiperemesis Gravidarum:
Tatalaksana

Buku saku Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Kementerian Kesehatan RI
Terapi Cairan Pada Hiperemesis
Gravidarum Dengan Hipovolemia
• Correct hypovolemia with up to 2 L intravenous Ringer's lactate infused over
three to five hours, supplemented with appropriate electrolytes and vitamins.
• Isotonic saline is used to treat hyponatremia in hypovolemic patients with
minimal or no symptoms and serum sodium levels >120 mEq/L who are at low
risk of complications from untreated hyponatremia or from excessive rapid
correction of hyponatremia such as osmotic demyelination syndrome (cerebral
edema and neurologic symptoms).
• After initial replacement fluid therapy with Ringer's lactate, we administer
dextrose 5 percent in 0.45 percent saline with 20 mEq potassium chloride at 150
mL/hour to patients with normal potassium levels (hypokalemia is discussed
below).
– It is prudent to avoid use of dextrose in the initial replacement fluid because of the
theoretical concern of inducing Wernicke's encephalopathy from dextrose infusion in
a thiamine-deficient state
https://www.uptodate.com/contents/treatment-and-outcome-of-nausea-and-vomiting-of-
pregnancy?search=hyperemesis%20gravidarum&source=search_result&selectedTitle=1~137&usage_type=default&display_rank=1
#H21389638
73
HINTS

• Pasien, P1A0, kontrol post partum 3 hari, masih


keluar darah banyak.
• Pemeriksaan vagina: robekan mukosa vagina
tetapi mukosa perineum serta sfingter ani masih
intak.

DERAJAT ROBEKAN…
DIAGNOSIS  RUPTUR PERINEUM
JAWABAN:
A. GRADE I
• Pasien post partum 3 hari, masih
mengalami perdarahan. Pada pemeriskaan
ditemukan robekan mukosa vagina, mukosa
perineum dan sfingter ani masih intak 
sesuai dengan ruptur perineum grade I.
I Luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura
posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik

II Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa


vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot
perineum. Jahit menggunakan teknik penjahitan laserasi
perineum.

III Robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura


posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot
sfingter ani.

IV Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit


perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan
rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga
atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
74
HINTS

• Pasien, P6A0, perdarahan pasca melahirkan akibat plasenta yang


tidak kunjung keluar >1 jam setelah bayi lahir.
• Persalinan sebelumnya ditolong oleh bidan.
• Pasien sudah dua kali suntikan oksitosin.
• PF: TD 100/70 mmHg
• Lab: Hb 8.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  PERDARAHAN POST PARTUM EC
RETENSIO PLASENTA
JAWABAN:
E. MANUAL PLASENTA
• Pasien post partum datang dengan
perdarahan karena plasenta tidak kunjung
keluar >1 jam setelah bayi lahir, dan sudah
diberikan oksitosin dua kali, dan
pemeriksaan menunjukkan Hb 8 (anemia)
 HPP ec retensio plasenta.
• Tatalaksana yang tepat untuk kondisi ini
adalah manual plasenta.
• Pilihan A  Rehidrasi cairan tidak dipilih karena
tanda vital pada pasien ini masih dalam batas
normal, belum terdapat penurunan tekanan
darah dan peningkatan nadi yang merupakan
tanda syok.
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
• Terapi: stabilisasi tanda vital
dan manual plasenta
75
HINTS

• Pasien, P1A0 post partum 4 hari, keluhan buang air besar


berdarah menetes di akhir BAB.
• Sudah terjadi sejak kehamilan trimester ketiga
• Nyeri perut disangkal, diare serta mual dan muntah juga
disangkal
• Saat ini pasien sedang menyusui bayinya.

PENYEBAB KONDISI INI…


DIAGNOSIS  P1A0 POST PARTUM DENGAN BAB
BERDARAH EC HEMOROID
JAWABAN:
C. HEMOROID
• Pasien post partum 4 hari, buang air besar berdarah
menetes di akhir BAB, tanpa keluhan nyeri perut, mual
dan muntah  perdarahan saluran cerna bagian
bawah
• Sudah terjadi sejak kehamilan trimester 3 
kemungkinan terkait perubahan/ adaptasi maternal
dari sistem gastrointestinal selama kehamilan
• Pada kehamilan dan postpartum, sebagian ibu akan
mengalami hemoroid yang disebabkan karena
penekanan venous return akibat pembesaran uterus
dan perubahan hormonal
• Varises esophagus, ulkus peptikum, dan Mallory
Weiss tear (robekan mukosa esophagus akibat
retching, batuk, mual-muntah) tidak sesuai karena
termasuk ke dalam perdarahan saluran cerna bagian
atas dengan manifestasi hematemesis atau melena
• Kolitis ulseratif bisa menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian bawah. Gejala UC selama hamil bisa
semakin memberat (flare). Tapi tidak dipikirkan
jawaban ini karena UC biasanya besifat kronik (jadi
kemungkinan besar sudah ada gejalanya sebelum
hamil); selain itu pada UC terdapat nyeri perut dan
diare, sedangkan di soal tidak ada.
Hemorrhoid in pregnancy
• The prevalence of symptomatic hemorrhoidal disease is 25 to 35
percent during pregnancy, and it is particularly frequent in the last
trimester of pregnancy and immediately postpartum
• Symptoms range from mild (eg, pruritus, discomfort) to severe (eg,
intractable bleeding)
• Since symptoms generally improve after delivery, the treatment
during pregnancy is primarily conservative :
– dietary and lifestyle modification,
– Kegel exercises,
– lying on the left side, and
– the use of mild laxatives and stool softeners to avoid constipation.
• Topical medications and oral phlebotonics should be used with
caution in pregnant patients, because data on long-term efficacy
and safety are lacking.
• Surgical treatment (eg, hemorrhoidectomy) is rarely required and is
only performed for strangulated or extensively thrombosed
hemorrhoids or for intractable bleeding
Hemoroid
76
HINTS

• Pasien, hamil dua bulan, perdarahan pervaginam


sejak beberapa hari yang lalu. Plano test (+).
• USG Abdomen: snow storm appearance.
• Hasil PA menunjukkan vili membesar, cysterna
vili, dan hypertrofi trofoblas.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  MOLA HIDATIDOSA
JAWABAN:
B. MOLA HIDATIDOSA
• Pasien mengalami perdarahan per vaginam
sejak beberapa hari, hamil 2 bulan, plano
test (+), USG abdomen menunjukkan snow
storm appearance  mengarahkan pada
kehamilan mola.
• Pemeriksaan PA menunjukkan villi
membesar, cysterna villi, dan hipertrofi
trofoblas  mengarahkan pada mola
hidatidosa.
• Pilihan A  Mola invasif tidak dipilih karena pada
temuan patologi akan terdapat infiltrasi vili hingga ke
miometrium.
• Pilihan C  Koriokarsinoma  ditandai dengan adanya
anaplastik sitotrofoblas dan syncytiotrophoblast tanpa
vili korionik.
• Pilihan E  Placental site nodule  merupakan sisa
implantasi plasenta dari kehamilan yang lalu, ditandai
dengan adanya trofoblas non-neoplastik jenis
intermediate trofoblas yang biasanya berlokasi di area
endoserviks atau endometrium (histologi nodul berbatas
tegas dikelilingi sel inflamasi kronik)
Mola Hidatidosa

• Definisi
– Latin: Hidatid  tetesan air, Mola  Bintik

– Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan


pertumbuhan abnormal dari vili korionik
(membesar, edem, dan vili vesikular dengan
banyak trofoblas proliferatif)
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

• Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


• Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
• Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
• Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Trofoblastik Gesatasional Maligna
MOLA INVASIF Plasental-Site
(DESTRUENS) KORIOKARSINOMA Trophoblastic Tumor
• Jaringan mola menembus • Perbedaan dengan mola • Tumbuh dari trofoblas
miometrium  dapat destruens: tidak ada vili ditempat implantasi
menyebabkan perforasi korionik, tumbuh dalam plasenta
uterus dan perdarahan pola bifasik (sinsitio dan
intraabdominal sitotrofoblas) • Diferensiasi terutama
sitotrofoblas, sedikit
sinsitiotrofoblas 
• Metastasis • Tumbuh cepat dan kadar HCG lebih
– Daerah pelvis atau jauh bermetastasis dalam rendah dari
waktu singkat koriokarsinoma

GEJALA DAN TANDA


• Kadar HCG serum menetap atau meningkat • Nyeri abdominal  metastasis hati/ GI
pada pasien observasi setelah mola • Hemoperitoneum
hidatidosa • Perdarahan hingga syok hematologik
• Defisit neurologis: letargi-koma  metastasis otak
• Metastasis ke saluran genital bawah: papul
• Jaundice  bila metastasis menyebabakn
ungu kehitaman atau nodul, sangat vaskular obstruksi bilier
dan dapat berdarah hebat saat biopsi
http://emedicine.medscape.com/article/279116-overview
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

T I P E KO M P L I T T I P E PA R S I A L
• Perdarahan pervaginam setelah • Seperti tipe komplit hanya lebih
amenorea
ringan
• Uterus membesar secara abnormal dan
menjadi lunak • Biasanya didiagnosis sebagai
• Hipertiroidism aborsi inkomplit/ missed abortion
• Kista ovarium lutein • Uterus kecil atau sesuai usia
• Hiperemesis dan pregnancy induced kehamilan
hypertension
• Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL • Tanpa kista lutein

Karakteristik Mola Komplit Mola Parsial


Jaringan Embrionik/ Fetal Tidak ditemukan Ditemukan, tidak sempurna

Pembengkakan hidatidiform vili korionik Difus Fokal


Hiperplasi tropoblas Difus Fokal
Scalloping vili korionik Tidak ditemukan Ditemukan
Inklusi stroma tropoblas Tidak ditemukan Ditemukan
Mola Hidatidosa: Diagnosis
• Pemeriksaan kadar hCG  sangat
tinggi, tidak sesuai usia kehamilan
(mola komplit)
• Pemeriksaan USG 
• Komplit: ditemukan adanya gambaran
vesikuler atau badai salju yang merupakan
karakteristik pembengkakan vili korionik
yang difus dan vesikuler  snow storm/
honeycomb
• Partial: terdapat bakal janin dan plasenta.
swiss cheese pattern dan plasenta yang
membesar. Gambaran swiss cheese
pattern menandakan adanya ruang-ruang
kistik yang ditemukan pada pemeriksaan
USG. Selain pada mola parsial, gambaran
swiss cheese juga dapat ditemukan pada
kasus lain, seperti plasenta akreta.
• Pemeriksaan Doppler  tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin
Tatalaksana
Mola Hidatidosa
• Kuretase dengan kuret suction/
tumpul dilakukan
pemeriksaan PA pada seluruh
jaringan kerokan
• 7-10 hari setelah kuret tumpul
dilakukan kuretase tajam untuk
memastikan uterus benar-
benar kosong dan memeriksa
tingkat proliferasi sisa-sisa
trofoblas yang dapat ditemukan
77
HINTS

• Pasien, G1P0A0 hamil 38 minggu, 20 jam lalu


belum partus.
• Pemeriksaan dalam: pembukaan lengkap, UUK
arah jam 3 hodge III. Ditemukan vulva bengkak
dan hiperemis.

TINDAKAN…
DIAGNOSIS  G1P0A0 HAMIL 38 MINGGU KALA 2 LAMA
JAWABAN:
C. SECTIO CAESARIA
• Pasien hamil 38 minggu, belum partus
setelah 20 jam di bidan, pemeriksaan:
pembukaan lengkap, UUK arah jam 3 hodge
III, vulva bengkak dan hiperemis.
• Pasien mengalami kala 2 dengan ganguan
passage (jalan lahir bengkak dan
hiperemis)  tatalaksana yang tepatuntuk
kondisi tersebut adalah sectio caesaria.
• Pilihan A dan B tidak tepat karena sudah
terdapat edema vulva dan hiperemis, dapat
memperburuk perdarahan jalan lahir bila
dilakukan persalinan per vaginam.
Sectio Caesarea
• Prosedur bedah untuk kelahiran janin dengan insisi melalui abdomen
dan uterus, disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim

• Indikasi
– Plasenta Previa sentralis dan lateralis(posterior)
– Panggul Sempit(Panggul dengan CV 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan pervaginam, 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan,
baru setelah gagal dilakukan seksio caesaria sekunder
– Disproporsi sefalo-pelvik(ketidak seimbangan antara ukuran kepala dan
panggul)
– Ruptura uteri mengancam
– Partus Lama
– Partus Lama(prolonged labor)
– Partus Tak Maju
– Distosia servik
– Pre-eklampsia dan hipertensi
Sectio Caesarea: Indikasi

• Malpresentasi janin:
– Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
– Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:
• Panggul sempit
• Primigravida
• Janin besar dan Berharga
• Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
• Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
• Gemelli
Sectio Caesarea: Kontra Indikasi
Kontra Indikasi Absolut Kontra Indikasi Relatif
1. Pasien menolak 1. Infeksi sisitemik (sepsis,
2. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
3. Hipovolemia berat, syok 2. Infeksi sekitar suntikan
4. Koagulapati atau mendapat 3. Kelainan neurologis
terapi antikagulan
4. Kelainan psikis
5. TIK meninggi
5. Bedah lama
6. Fasilitas resusitasi minimal
6. Penyakit jantung
7. Kurang pengalaman/ tanpa
didampingi konsultan 7. Hipovolemia ringan
anesthesia. 8. Nyeri punggung kronis
78
HINTS

• Pasien, G1P0A0, usia kehamilan 18 minggu.


• Pasien mengalami luka di bibir vagina dan
dilakukan pemeriksaan laboratorium VDRL (+).
• Pemeriksaan USG: hidrops fetalis.

PENGOBATAN MENCEGAH KELAINAN KONGENITAL…


DIAGNOSIS  SIFILIS DALAM KEHAMILAN
JAWABAN:
A. BENZATIN PENISILIN, 2.4 JUTA UNIT, IM, SINGLE DOSE
• Pasien hamil 18 minggu, dengan luka di
bibir vagina dan pemeriksaan VDRL (+) 
sifilis dalam kehamilan, kemungkinan sifilis
primer.
• Pengobatan untuk mencegah kelainan
kongenital adalah benzatin penisilin 2,4
juta unit, IM, dosis tunggal.
• Pilihan B merupakan tatalaksana untuk sifilis
latent lambat (late latent syphilis).
Sifilis Pada Kehamilan
• Gejala dan tanda seperti sifilis pada umumnya

• Diobati sedini mungkin  sebelum hamil atau pada triwulan I


untuk mencegah penularan terhadap janin

• Risiko infeksi janin antepartum atau sifilis kongenital


berhubungan dengan stadium  paling tinggi pada stadium
primer dan sekunder, namun fase aten dan titer rendah masih
dapat menginfeksi

• Titer VDRL > 1:8 menunjukkan infeksi awal dan bakteremia

• Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi


wassermann dan VDRL, bila perlu diobati

http://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis-pregnancy.htm
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana
Sifilis Pada Kehamilan: Tatalaksana

https://www.uptodate.com/contents/syphilis-in-pregnancy#H1972014971
79
HINTS

• Pasien, G3P2A0 hamil 37 minggu, dengan


keluhan nyeri perut, mulas-mulas, sejak sehari
yang lalu.
• Pemeriksaan dalam: pembukaan lengkap, portio
melesap, bagian terbawah janin teraba lunak.
PERASAT YANG BERGANTUNG PD KEKUATAN MENERAN…
DIAGNOSIS  G3P2A0 HAMIL 37 MINGGU PRESENTASI
BOKONG
JAWABAN:
A. BRACHT
• Pasien hamil 37 minggu, in partu, bagian
terbawah janin teraba lunak  presentasi
bokong.
• Perasat yang menggunakan kekuatan ibu
untuk meneran adalah perasat Bracht.
• Pilihan B  Daventer  perasat untuk
melahirkan bahu dan lengan posterior
• Pilihan C  Muller  perasat untuk melahirkan
bahu dan lengan anterior
• Pilihan D  Mc robert  Manuver yang
dilakukan pada distosia bahu
• Pilihan E  Woods  rotasi bahu belakang
pada tatalaksana distosia bahu.
Perasat Bracht
• Bokong janin dipegang hingga kedua ibu jari penolong
ada pada bagian belakang pangkal paha & empat jari-
jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
• Ibu meneran  arahkan punggung anak ke perut ibu
(hiperlordosis )sampai kedua kaki lahir pegangan
dirubah sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin (gambar 2)
• Dengan pegangan tersebut  gerakan hiperlordosis
dilanjutkan sedikit kearah kiri/kanan sesuai dengan
posisi punggung anak  dilakukan sampai lahir mulut-
hidung-dahi & seluruh kepala anak
• Saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin sehingga
kepala dapat dilahirkan dalam posisi ekstensi penuh
secara spontan
Perasat Muller
Perasat Klasik/ Deventer
Vaginal Breech delivery
• When the buttocks or feet of the fetus enter
the maternal pelvis before the head, the
presentation is termed a breech presentation.
• Incidence
– Breech presentation affects 3% to 4% of all
pregnant women reaching term; the earlier the
gestation the higher the percentage of breech
fetuses
Technique for vaginal breech delivery

1. Explain the necessity of effective pushing in the second


stage of labour.
2. Ensure adequate analgesia.
3. Spontaneous descent and expulsion to the umbilicus
should occur with maternal pushing only . . . DO NOT
PULL ON THE BREECH!
4. Rotation to the sacrum anterior position is desired and
may be facilitated.
5. Episiotomy may be considered once the anterior buttock
and anus are “crowning.”
6. If the legs do not deliver spontaneously, perform the
Pinard manoeuvre. Do not attempt to extract the legs
until the popliteal fossae are visible.
9. Support the baby to maintain the head in a flexed position. Suprapubic
pressure may help. Maternal expulsive efforts should be encouraged.
Manuver Lainnya
• Teknik bracht dilakukan untuk membantu
kelahiran kepala bayi pada kelahiran sungsang
– Teknik ini sudah jarang digunakan oleh ahli, dan
saat ini untuk melahirkan kepala lebih dipakai
teknik Mauriceau-Smellie-Veit.
• Manuver Klasik dan Muller merupakan
manuver lain untuk melahirkan bahu dan
lengan
80
HINTS

• Pasien G1P0A0 nyeri perut kanan atas sejak dua


hari yang lalu.
• Demam (+), mual (+), muntah (+) dan nyeri
pinggang.
• S 380C. Nyeri ketok CVA (+).

PENGOBATAN…
DIAGNOSIS  PIELONEFRITIS DALAM KEHAMILAN
JAWABAN:
A. CEFTRIAKSON
• Pasien hamil dengan keluhan nyeri perut
kanan atas sejak dua hari an glalu, demam
(+), mual (+), muntah (+), nyeri pinggang
(+). Nyeri ketok CVA (+)  mengarahkan
pada pielonefritis dalam kehamilan.
• Antibiotik untuk pielonefritis akut yang
dapat digunakan selama kehamilan adalah
golongan Sefalosporin, sehingga jawaban
yang tepat adalah A. Seftriakson.
• Tidak dipilih B, karena pada pasien ini tidak jelas
usia kehamilannya, sedangkan Kotrimoksazol
sebaiknya dihindari pada trrimester pertama dan
ketiga
• Lefofloxacin merupakan golorang fluoroquinolone
yang sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan
• Mefloquin merupakan obat untuk profilaksis
malaria dalam kehamilan
• Metronidazole merupakan obat utk infeksi parasite
seperti amubiasis dan trikomoniasis; serta infeksi
BV
Urinary tract infection in Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.
81
HINTS

• Pasien, G1P0A0 hamil 38 minggu, perdarahan pasca persalinan.


• Sebelumnya pasien ke bidan, persalinan berlangsung 3 jam
hingga bayi lahir.
• Bayi lahir dengan berat lahir 4000 gram.
• PF: laserasi vulva sampai ke otot perineum namun tidak sampai
ke sfingter ani. Plasenta lahir lengkap. Uterus sudah mengecil.

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  HPP EC RUPTUR PERINEUM
JAWABAN:
C. PRIMIGRAVIDA DAN MAKROSOMIA
• Perdarahan post partum umumnya disebabkan oleh
robekan jalan lahir (tear), sisa plasenta (tissue), gangguan
pembekuan darah (thrombin), kontraksi uterus yang
lemah (tone), dan inversio uteri.
• Pada soal, plasenta sudah lahir lengkap, uterus sudah
mengecil, dengan laserasi perineum hingga ke otot
perineum. Berdasarkan keterangan pada soal
kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah perdarahan
post partum ec rupture perineum grade 3.
• Ruptur perineum pada pasien ini disebabkan oleh berat
janin yang besar yaitu 4000 gram (makrosomia) sehingga
menyebabkan robekan pada jalan lahir.
• Primigravida penggunaan alat bantu persalinan (vakum
dan forsep) juga bisa menjadi faktor risiko rupture
perineum
• Pada soal tidak dipilih piliha E Primigravida dan
Persalinan dengan alat bantu karena pada
uraian tidak ada keterangan jika pasien dibantu
dengan forcep atau vakum
• Preterm, BBLR, dan aterm bukan merupakan
faktor risiko robekan perineum
Perineal laceration
• What causes maternal injuries from childbirth?
• These injuries happen when the baby's head or
shoulders tear the perineum during birth. The
tears are more likely to happen if:
– The baby is very large
– The mother is giving birth for the first time
– The doctor or midwife helps pull the baby out with a
device that holds onto the baby's head (eg. using
vacuum or forcep). This might be done if the baby gets
partly stuck in the birth canal.
Penatalaksanaan laserasi jalan lahir
• Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan
sampai dasar panggul didahului oleh kepala janin
dengan cepat.
• Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau
kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan
otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama.
• Penatalaksanaan farmakologis:
– Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat
diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk
ruptur perineum yang berat).
Manajemen Ruptur Perineum
• Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko
perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum
untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :
– a. Derajat I
• Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit
ruptur derajat I yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat dengan baik.
• Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan
memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau
dengan cara angka delapan (figure of eight).
– b. Derajat II
• Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara
mengklem masing-masing sisi kanan dan kirinya lalu dilakukan pengguntingan
untuk meratakannya.
• Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
– c. Derajat III dan IV
• Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis
obstetric dan ginekologi.
82
HINTS

• Pasien G2P0A1 hamil 34 minggu keluhan keluar darah


dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu, Darah yang keluar
berwarna merah segar, awalnya sedikit tetapi tidak
berhenti, tidak merasa nyeri perut.
• Riwayat keguguran setahun lalu
• Pasien merupakan perokok berat.

PX PENUNJANG UTK MENEGAKKAN DIAGNOSIS…


DIAGNOSIS  PLASENTA PREVIA
JAWABAN:
B. USG
• Diagnosis plasenta previa dipikirkan atas dasar
pasien hamil 34 minggu dengan keluhan keluar
darah sejak 5 jam sebelumnya, darah merah
segar, sedikit tetapi tidak berhenti, dan tanpa
disertai nyeri perut.
• Adanya riwayat kuret dan perokok meningkatkan
risiko terjadinya plasenta previa. Riwayat merokok
selama kehamilan merupakan prediktor untuk
plasenta previa.
• Pemeriksaan penunjang yang berguna utk
menegakkan diagnosis plasenta previa ialah USG
untuk menenlukan lokasi implantasi plasenta di
uterus
• Pilihan D  Abortus  tidak sesuai karena
terjadi pada usia kehamilan <20 minggu
• Pilihan E  Ketuban pecah dini  tidak dipilih
karena keluhannya berupa keluar cairan dari
jalan lahir dengan atau tanpa kontraksi, dan
pada pemeriksaan nitrazin hasil (+).
• Darah lengkap  pada kasus plasenta previa
berguna untuk evaluasi status HB dan anemia
akibat perdarahan, tapi bukan untuk menentukan
diagnosis plasenta previa.
• Nitrazin  untuk membantu diagnosis ketuban
pecah dini
• VT  tidak dilakukan pada kasus plasenta previa
• Palpasi abdomen  bukan px yang bisa
menegakkan diagnosis plasenta previa, tetapi bisa
membantu menyingkirkan dugaan solusi plasenta
(biasanya pada palpasi sol-plas, abdomen tegang)
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi dan Faktor Risiko


– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Faktor risiko: ibu usia lanjut,
multiparitas, riwayat sectio
caesaria, riwayat abortus,
perokok.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27936997
https://elearning.rcog.org.uk/sites/default/files/Fetal%20growth%20re
striction/bjog_2008_quinton_etal_iugr_smoking.pdf
Plasenta Previa
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Plasenta Previa
Plasenta Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan kelainan
letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)

• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-20
minggu  gambaran moth-eaten atau
swiss cheese = plasenta akreta

http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12820840
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27936997
https://elearning.rcog.org.uk/sites/default/files/Fetal%20growth%20restriction/bjog_200
8_quinton_etal_iugr_smoking.pdf
Antepartum Hemorrhage Clinical
Assesment
1. The primary survey should follow the structured approach of
airway (A), breathing (B) and circulation (C).
– Following initial assessment and resuscitation, causes for haemorrhage
or collapse should be sought.
– All women presenting with APH should have their pulse and blood
pressure recorded.
2. Abdominal palpation
– The woman should be assessed for tenderness or signs of an acute
abdomen.
• The tense or ‘woody’ feel to the uterus on abdominal palpation indicates a
significant abruption.
• Abdominal palpation may also reveal uterine contractions.
• A soft, non-tender uterus may suggest a lower genital tract cause or bleeding
from placenta or vasa praevia.
Antepartum Hemorrhage Clinical
Assesment
3. Speculum examination
– A speculum examination can be useful to identify cervical
dilatation or visualise a lower genital tract cause for the APH.
4. Digital vaginal examination
– If placenta praevia is a possible diagnosis (for example, a
previous scan shows a low placenta, there is a high presenting
part on abdominal examination or the bleed has been painless),
digital vaginal examination should not be performed until an
ultrasound has excluded placenta praevia.
– Digital vaginal examination can provide information on cervical
dilatation if APH is associated with pain or uterine activity.
Antepartum Haemorrhage. 2011. Royal College of Obstretricians and gynaecologists
Blood Tests in Antepartum
Hemorrhage
• In cases of major or massive haemorrhage, blood should be analysed for
full blood count and coagulation screen and 4 units of blood cross-
matched.
• Urea, electrolytes and liver function tests should be assayed.
• The initial haemoglobin may not reflect the amount of blood lost and
therefore clinical judgement should be used when initiating and calculating
the blood transfusion required.
• In such circumstances a point of care test (‘bedside test’) to assess
haemoglobin may be useful.
• The platelet count, if low, may indicate a consumptive process seen in
relation to significant abruption; this may be associated with a
coagulopathy.
• In minor haemorrhage, a full blood count and group and save should be
performed. A coagulation screen is not indicated unless the platelet count
is abnormal.
• In all women who are RhD-negative, a Kleihauer test should be performed
to quantify FMH to gauge the dose of anti-D Ig required.
Ultrasound in Antepartum
Hemorrhage
• Women presenting with APH should have an
ultrasound scan performed to confirm or
exclude placenta praevia if the placental site
is not already known.
• Ultrasound scanning is well established in
determining placental location and in the
diagnosis of placenta praevia.
• The sensitivity of ultrasound for the detection
of retroplacental clot (abruption) is poor.
FetalI nvestigation in Antepartum
Hemorrhage
• An assessment of the fetal heart rate should be performed,
usually with a cardiotocograph (CTG) in women presenting
with APH once the mother is stable or resuscitation has
commenced, to aid decision making on the mode of
delivery.
• Whenever possible, CTG monitoring should be performed
where knowledge of fetal condition will influence the
timing and mode of delivery.
• APH, particularly major haemorrhage and that associated
with placental abruption, can result in fetal hypoxia and
abnormalities of the fetal heart rate pattern.
– If the fetal heart rate cannot be heard on auscultation, then an
ultrasound scan should be performed to exclude an intrauterine
fetal death.
Plasenta Previa:Previa:
Plasenta Tatalaksana
Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama  rawat jalan
usia kehamilan  kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana Plasenta Previa
Tatalaksana Umum
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
• Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
• Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
Terapi Konservatif
• Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
• Syarat terapi ekspektatif:
– Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau
tanpa pengobatan tokolitik
– Belum ada tanda inpartu
– Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
– Janin masih hidup dan kondisi janin baik
• Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
• Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
• Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
– MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari
– Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IM dosis
tunggalselama 2 hari untuk pematangan paru janin
• Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan.
• Pastikan tersedianya sarana transfusi.
• Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Terapi aktif
• Rencanakan terminasi kehamilan jika:
– Usia kehamilan cukup bulan
– Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
– Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan
– Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih
dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea
• Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan
u

dari tempat plasenta:


– Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
– Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit
– Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai,
seperti ligasi arteri dan histerektomi
ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS & FORENSIK
83
• Seorang anak mengalami luka robek di dahi akibat jatuh di bawa ibunya
ke dokter klinik. Tetapi peralatan di klinik untuk menjahit tidak lengkap.
• Sehingga dokter klinik merujuk anak tersebut ke rumah sakit untuk di
jahit. Di RS, anak tersebut dijahit oleh dokter klinik yg tadi yg memang
bekerja di RS tsb.
• Anak tersebut mendapat penanganan tanpa mendaftar administrasi.

SIKAP DOKTER TERSEBUT…


DIAGNOSIS  PELANGGARAN PERATURAN INSTITUSI
JAWABAN:
A. MELANGGAR PERATURAN INSTITUSI TEMPAT BEKERJA
• Anak 2 tahun dibawa ke klinik karena mengalami
luka robek di dahi. Peralatan di klinik tidak lengkap
sehingga dokter klinik merujuk ke RS. Di RS, anak
tersebut dijahit oleh dokter klinik tadi yg memang
bekerja di RS tsb tanpa melakukan pendaftaran
administrasi
• Namun, pasien ini di rawat di RS tanpa melakukan
pendaftaran administrasi, hal ini kemungkinan
melanggar institusi tempat bekerja, dimana
biasanya setiap RS mewajibkan semua pasien yang
masuk, mendaftar terlebih dahulu
• Pada soal ini tidak didapatkan pelanggaran
dalam kodeki, dan pasien tdk cedera krn
pelayanan dokter sehingga tidak ada
malpraktek  Pilihan B dan C salah
• Pasien ini tetap dilakukan pelayanan dengan
baik  dilakukan penjahitan sesuai prosedur
pada luka robek, maka pilihan D dan E juga
salah
Pelanggaran Pelayanan Kedokteran
• Pelanggaran dalam pelayanan kedokteran dapat
berupa:
1. Etik: KODEKI – berisikan kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, diri sendiri, dan teman sejawat
2. Disiplin: standar profesi dokter
3. Hukum (pidana dan perdata): hukum publik
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman
sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di institusi


pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat

• Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan, peringatan


tertulis, pembinaan perilaku,reschooling (pendidikan/pelatihan
ulang), atau pemecatan sementara sebagai anggota IDI yang diikuti
dengan mengajukan saran tertulis kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk mencabut izin praktek sementara.

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
84
• Pasien dipukul dengan payung
• Terdapat luka 3 x 2 cm pada kepala korban yang
perlu penjahitan

KASUS INI MELANGGAR PASAL…


DIAGNOSIS  PENGANIAYAAN
JAWABAN:
A. PASAL 351 KUHP
• Luka robek ukuran 4x2 cm merupakan luka
yang membutuhkan perawatan khusus
yaitu penjahitan sehingga termasuk dalam
pasal penganiayaan  karena ada
perawatan tidak bisa masuk penganiayaan
ringan, juga tidak termasuk yang berat
karena tidak mengancam nyawa
• Pasal tentang penganiayaan adalah pasal
351 KUHP.
• 352 KUHP  penganiayaan ringan, berupa luka
tidak perlu perawatan
• 351 dan 352 KUHAP  kitab hukum acara
pidana, tentang tata cara peradilan
• 90 KUHP  penganiayaan berat, menyebabkan
meninggal atau mengancam nyawa, atau
menggugurkan bayi dalam kandungan
Klasifikasi Luka menurut KUHP
• Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
– Luka ringan (penganiayaan ringan) pasal 352 KUHP
= luka derajat satu
– Luka sedang (penganiayaan) pasal 351 (1) atau
353 (1) = luka derajat dua
– Luka berat pasal 90 KUHP
Luka Ringan dan Luka Sedang
• Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka
tersebut TIDAK menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.

• Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP)  pasal


tentang penganiayaan.
Luka Ringan vs Luka Sedang
• Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan pengujian
dengan beberapa kriteria sbb:
– Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti penjahitan luka,
pemberian infus dsb
– Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan fungsi
(fungsiolesa)?
– Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher, skrotum?
– Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?

• Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis, menyebabkan


gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan jumlah lukanya banyak,
maka lukanya pada umumnya merupakan luka derajat dua. Jika tidak ada
satupun hal tersebut yang terpenuhi maka derajat lukanya adalah satu.
Pembedaan luka derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal yang
sulit, sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya kadang
berbeda.
Luka Berat
• Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
– Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau
– Yang menimbulkan bahaya maut
– Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan
atau pekerjaan pencarian
– Kehilangan salah satu pancaindera
– Mendapat cacat berat
– Menderita sakit lumpuh
– Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
– Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
– Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut tidak
memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk derajat
satu atau dua.
85
• Mayat wanita ditemukan meninggal 2 hari
dengan keluar busa dari mulut
• Korban diduga diracuni oleh suami korban

PEMERIKSAAN FORENSIK YANG DILAKUKAN…


DIAGNOSIS  INTOKSIKASI
JAWABAN:
A. PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI
• Pemeriksaan lanjutan untuk kecurigaan
pemberian racun adalah pemeriksaan
toksikologi.
• Pemeriksaan lain yang ada pada pilihan
jawaban tidak dapat memberi keterangan
tentang ada/tidaknya racun.
Pemeriksaan Toksikologi
• Bertujuan untuk menentukan peran
suatu/beberapa obat dalam terjadinya
gangguan kesehatan atau kematian.
• Pemeriksaan meliputi:
– Kuantitas obat tersebut dalam tubuh
– Kondisi tubuh lainnya yang dianggap perlu untuk
menunjang efek obat tersebut terhadap terjadinya
penyakit atau kematian.
Pemeriksaan Toksikologi
• Spesimen dapat diambil dari berbagai jaringan tubuh,
antara lain:
– Darah dan urin
– Rambut
– Vitreous humour
– Liver
– Gaster
• Penarikan kesimpulan harus berdasarkan berbagai info
seperti riwayat penggunaan obat, penyakit dasar yang
diderita korban, pertimbangan adanya polimorfisme
genetik, dan lain-lain.
86
• Seorang pasien datang ke IGD diantar penyidik kesadaran
menurun dengan GCS 7 terdapat luka terbuka di bagian kepala.
Polisi mengatakan pasien sehabis kecelakaan tertabrak bus.
• Setelah diperiksa, dokter memutuskan harus segera melakukan
operasi untuk menghentikan perdarahan.
• Saat ini sedang dicoba untuk menghubungi keluarga pasien
namun masih belum tersambung.

INFORM CONSENT DENGAN…


DIAGNOSIS  INFORM CONSENT
JAWABAN:
D. TIDAK INFORMED CONSENT
• Pada kasus kegawat daruratan, apabila
tidak memungkinkan untuk meminta
persetujuan, dokter dapat melakukan
tindakan demi menyelamatkan nyawa
pasien. Hal ini dinamakan presumed
consent
• Jadi jawabannya pada kasus ini adalah tidak
inform consent
INFORMED CONSENT
• Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

• Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
• Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
– Suami/ istri
– Orang tua (pada pasien anak)
– Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
– Saudara kandung
Good Samaritan dalam Kasus
Kegawatdaruratan
• Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam
peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh
negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan
dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang
secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam
keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien
dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain
untuk kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus


dipenuhi adalah:
– Kesukarelaan pihak penolong.
– Itikad baik pihak penolong.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
87
• Seorang Dokter Muda menderita goodpasture syndrome
• Temannya yang juga sesame koas memfoto lalu menshare
tentang penyakit temannya itu ke grup angkatan.
• Namun Dokter muda yang sakit itu tidak setuju atas
perbuatan tersebut.

ASAS YANG DILANGGAR ADALAH…


DIAGNOSIS  KAIDAH DASAR MORAL
JAWABAN:
B. OTONOMI
• Pada kasus ini yang dilanggar adalah hak
pasien agar orang lain tidak mengetahui
penyakit yang diderita dirinya, hal ini
sesuai dengan kaidah bioetik Otonomi.
• Beneficience  Yang terbaik bagi pasien
• Non Maleficience  Tidak membahayakan
Pasien
• Justice  Semua pasien sama di mata seorang
dokter
• Prima Facie adalah keputusan pengambilan
kaidah bioetik yang terbaik apabila terdapat
dilemma dari 2 kaidah bioetik yang saling
bertentangan, contohnya pemberian Lovenox
pada kasus DVT tapi pasien tidak mau karena
Lovenox terbuat dari serum babi
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Autonomy
Autonomy
• Pandangan Kant
– Otonomi kehendak = otonomi moral, yaitu kebesan
bertindak, memutuskan atau memilih dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan, atau campur
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia
• Tell the truth
– Hormatilah hak privasi orang lain, lindungi formasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.

• Prima facie: dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang


dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-
”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah.

• Contoh keadaan yang membutuhkan prinsip prima facie:


pasien dengan Hb 5 g/dl. Dokter menyatakan bahwa pasien
harus transfusi darah segera. Tetapi pasien menganut
kepercayaan bahwa tidak boleh menerima bagian tubuh
dari manusia lain sama sekali.
88
• Nyona Akiko Takizawa, memiliki seorang bayi premature, dengan
depresi nafas menggunakan ventilator karena didiagnosis encephalitis.
Anak pasien dirawat dengan tanggungan BPJS.
• Tiba-tiba ada konsul dari IGD bahwa ada bayi dengan pneumonia dan
gagal nafas dan membutuhkan ventilator juga sedangkan disana masih
dipakai untuk bayi tersebut dan tidak ada yang lain.
• Orang tua dengan bayi pneumonia bersedia membayar secara umum
bahkan lebih untuk anaknya.

TINDAKAN DOKTER YANG TEPAT…


DIAGNOSIS  KAIDAH DASAR MORAL
JAWABAN:
A. MENGATAKAN BAHWA NICU TIDAK ADA VENTILATOR
DAN MEMINTA PASIEN ITU DIRUJUK
• Pada soal kedua pasien sama-sama
membutuhkan ventilator di NICU.
• Sesuai dengan kaidah bioetik Justice,
artinya semua pasien sama dan harus
ditangani sesuai dengan urutan, tidak
memandang status, jumlah uang ataupun
jaminan penanggung pasien, oleh karena
itu pilihan E salah, jadi pilihan paling tepat
adalah B
• Gagal nafas dan depresi nafas karena ensefalitis
tidak dapat dibandingkan mana yang lebih
darurat, jika 2-2nya membutuhkan ventilator
maka pasien ditangani sesuai urutan
kedatangan, maka pilihan A,C dan D salah
Kaidah Dasar Moral dan Turunannya
Core biomedical moral principles Core behavioral norms
Autonomy: the norms of respecting and Veracity: to provide accurate, timely, objective, and
supporting individual autonomous comprehensive transmission of information, ensure
decisions patient’s understanding
Privacy: to respect the right that individuals and
families have to keep personal information,
decisions, spaces, activities, and relationships under
their own control
Confidentiality: to prevent the re-disclosure of
private information to anyone else without patient’s
authorization
Beneficence: prioritize relieving, Fidelity: obligation of a professional to faithfully
lessening, or preventing harm, actions carry out an activity that benefits the patient, abstain
that provide benefits to others from an activity that would/could cause harm
Non maleficence: avoiding actions that
would cause harm to others
Justice: fair distribution of benefits, -
risks, and costs among patients
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Justice
• Justice (Keadilan)
• Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness), yaitu:
– Memberi sumbangan dan menuntut pengorbanan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur
dari kebutuhan dan kemampuan pasien
• Jenis keadilan:
– Komparatif (perbandingan antarkebutuhan penerima)
– Distributif (membagi sumber): sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani ;
secara material kepada:
• Setiap orang andil yang sama
• Setiap orang sesuai kebutuhannya
• Setiap orang sesuai upayanya
• Setiap orang sesuai jasanya
– Sosial: kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama
• Utilitarian: memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi sosial dan
memaksimalkan nikmat/ keuntungan bagi pasien
• Libertarian: menekankan hak kemerdekaan sosial-ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil
substansif atau materiil)
• Komunitarian: mementingkan tradisi komunitas tertentu
• Egalitarian: kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu
rasional (sering menerapkan kriteria material kebutuhan bersama)
– Hukum (umum)
• Tukar-menukar: kebajikan memberkan atau mengembalikan hak-hak kepada yang berhak
• Pembagian sesuai denan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai
kesejahteraan umum
89
• Tuan Shigeru Kawada, 50 tahun datang ke keluarga karena
sesak napas. Setelah di suntik Ceftriaxone IV disuatu klinik oleh
seorang dokter setelah sebelumnya melakukan skin test,
pasien megap-megap dan sesak nafas.
• Dokter klinik tersebut langsung menangani dengan adrenalin
dan fluid challenge, dan pasien terselamatkan, akan tetapi
keluarga pasien tidak senang akan hal tersebut.

DOKTER DAPAT DITUNTUT PIDANA JIKA…


DIAGNOSIS  SUSPEK PELANGGARAN HUKUM
JAWABAN:
A. JIKA DOKTER TERSEBUT PRAKTEK TIDAK DENGAN SIP
• Pada kasus ini merupakan sebuah syok
anafilaktik yang merupakan sebuah
unforeseeable adverse event. Jadi kasus syok
anafilaktik tidak dapat dituntut sebagai sebuah
malpraktek karena tidak dapat dicegah,
apalagi tidak ada keterangan bahwa pasien
alergi obat itu sebelumnya, jadi pilihan E salah
• Pada kasus ini dokter jaga tidak dapat
dituntut karena sudah sesuai prosedur
dengan melakukan skin test (Pilihan D salah),
kecuali jika praktek tanpa SIP yaitu pilihan A.
• Pilihan B tidak tepat karena pelanggaran kodeki
merupakan pelanggaran etik, yang ditangani
oleh MKEK; sedangkan tindak pidana
merupakan pelanggaran hukum
• Apabila kasus ini merupakan malpraktek maka
merupakan sebuah pelanggaran disiplin; bukan
hanya etik.
• Ceftriaxone dapat disuntikkan secara IM
maupun IV jadi pilihan C juga salah
INSIDENS KESELAMATAN PASIEN
Pasien tidak
cedera
NEAR MISS

Medical
Error
PREVENTABLE
• Kesalahan nakes
Pasien cedera ADVERSE MALPRAKTIK
• Dapat dicegah
• Karena berbuat (commission) EVENT
• Karena tdk berbuat
(ommision)
Acceptable
Risk

Process of UNPREVENTABLE Unforseeable


care Pasien cedera Risk
(Non error) ADVERSE EVENT
Complication
of Disease
Adverse Event
Unpreventable Adverse Event
• Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko
yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari.
Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi

• Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga


sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien
minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat sebelumnya.

• Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan


bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh:
Pasien luka bakar dalam perawatan mengalami sepsis.
MALPRAKTEK/ KELALAIAN MEDIS
• Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu
praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Dapat berupa pelanggaran terhadap standar


kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.

• Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan


kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.
Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam Malpraktek
• Duty of care
– Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak (dokter,
pasien, RS).
• Breach of duty
– Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
• Injury
– Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang timbul
dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya kesempatan
mendapat penghasilan.
• Proximated cause
– Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas antara
tindakan dokter dengan kerugian yang dialami pasien.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
90
• Saat dipanggil ke ruangan, pasien langsung
berbaring dimeja pemeriksaan dan dokter
langsung melakukan pemeriksaan.

CONSENT PASIEN ADALAH…


DIAGNOSIS  IMPLIED CONSENT
JAWABAN:
A. IMPLIED CONSENT
• Pada soal didapatkan seorang ibu yang
langsung berbaring di meja pemeriksaan
yang menandakan implied consent
• Tidak ada involuntary consent, semua consent
bersifat voluntary
• Presumed bila dalam keadaan gawat darurat,
seorang pasien dianggap setuju bila tidak sadar
apabila seorang dokter melakukan tindakan
penyelamatan terhadap nyawanya
• Ekspressed bila consent diucapkan lewat
perkataan
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
• Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
91
• Seorang mayat perempuan tergantung di dalam kamar yang
terkunci.
• Pada pemeriksaan didapatkan luka tekan geser di leher
berbentuk V dari depan ke belakang dengan bentuk meninggi,
wajah keunguan karena bendungan darah, ditemukan bercak
kemerahan di balik kelopak mata, sianosis (+) pada bibir dan
ujung jari.
• Tidak ditemukan tanda kekerasan berupa memar atau bekas
kuku di leher.

KEMUNGKINAN SEBAB KEMATIAN KORBAN…


DIAGNOSIS  ASFIKSIA
JAWABAN:
A. MENINGGAL KARENA GANTUNG DIRI
• Pada soal ini didapatkan adanya cyanosis
dengan warna keunguan pada bibir dan jari,
tardieu spot di mata yang menandakan tanda
asfiksia
• Pada korban didapatkan jejas leher berbentuk
V, dari depan ke belakang, kemungkinan
korban digantung
• Untuk membedakan korban meninggal karena
digantung atau gantung diri bisa dilihat dari
tanda kekerasan dan perlawanan seperti
bekas kuku di leher, karena tidak ada, korban
kemungkinan gantung diri
• Dibunuh lalu digantung  Pada korban
ditemukan tanda asfiksia berupa tardieu spot di
mata, jadi statemen ini tidak benar
• Digantung setelah disiksa  Jika ini benar
seharusnya terdapat tanda-tanda kekerasan
• Bunuh diri karena depresi  Tidak bisa
dibuktikan dari keterangan di soal
ASFIKSIA
• Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Kematian akibat asfiksia
• Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan  oksigen darah
berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea)  kematian
• Penyebab:
– Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran
napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan
choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling,
gantung/hanging, penekanan dinding dada)
– Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri,
fibrosis paru
– Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat
napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen
sianida

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
92
• Seorang Mayat ditemukan di danau.
• Tidak ada tanda-tanda pembusukan, jari tangan
dan kaki masih bisa digerakkan, namun terlihat
keriput, kulit merah

PERKIRAAN WAKTU KEMATIAN…


DIAGNOSIS  TANATOLOGI
JAWABAN:
A. < 12 JAM
• Pada soal dikatakan tangan kaki masih
dapat digerakkan, dan kulit berwarna
merah, tidak ada tampak kebiruan yang
menandakan lebam mayat yang
menandakan kurang dari 6 jam dari waktu
kematian
• Pada kasus ini dipikirkan mayat masih baru,
atau meninggal tepatnya kurang dari 2 jam
karena kaku mayat dimulai dari otot yang
kecil seperti kaki dan tangan, sehingga
paling tepat dari pilihannya adalah < 12 jam
• Jika lebih dari 12 jam seharusnya kaku mayat
sudah mulai terlihat terutama bagian tangan
dan kaki
• Jika 24 jam atau lebih dari itu seharusnya sudah
mulai tampak tanda-tanda pembusukan
terutama dimulai dari daerah caecum
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK

• Livor mortis atau lebam mayat


– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor Mortis Atau Kaku Mayat

• terjadi akibat hilangnya ATP.


• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
93
• Sebuah mayat perempuan muda ditemukan di sekitar pinggiran
pembuangan sampah.
• Setelah dilakukan pemeriksaan kepada mayat, didapatkan kemungkinan
korban tersengat listrik akibat menyentuh kabel yang masih
tersambung ke aliran listrik di sekitar area pembuangan tersebut.
• Hasil pemeriksaan didapatkan hasil terdapat luka bakar di bagian
telunjuk dan ibu jari tangan pasien.

MEKANISME KEMATIANNYA…
DIAGNOSIS  TRAUMA LISTRIK
JAWABAN:
B. ARITMIA KORDIS
• Listrik dengan daya besar dapat
menyebabkan kematian karena luka bakar
secara luas merusak jaringan tubuh
• Akan tetapi pada soal luka bakar bersifat
kecil karena hanya pada tangan korban, jadi
lebih dipilih kemungkinan terjadi aritmia
jantung berupa fibrilasi ventrikel yang
membuat korban meninggal
LUKA LISTRIK
Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan
luka listrik yaitu :
• Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
• Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Pemeriksaan Luar Luka Listrik
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo).
• Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk
parels terdiri dari kalsium fosfat.
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam dan hangus terbakar
• Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan
tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang .
Electrocution
• Daya listrik yang besar dapat membuat
kerusakan jaringan berupa luka bakar,
namun yang paling sering terjadi adalah
fibrilasi jantung dan henti jantung.
• Efek listrik ke saraf berupa neuropati perifer,
pada pasien yang tidak tewas tersengat
listrik, dapat terjadi neuropati terutama
pada area masuknya listrik
Leslie Alexander Geddes, Rebecca A. Roeder, Handbook of Electrical Hazards and
Accidents Lawyers & Judges Publishing Company, 2006
94
• Seorang pasien anak dirawat di rumah sakit karena batuk dan
demam.
• Orang tua pasien merasa dokter yang merawat kurang ramah
dan tidak memberikan informasi tentang diagnosis anak
mereka.
• Mereka ingin berpindah rumah sakit dan meminta data medis
dari dokter untuk pindah ke rumah sakit lain.

HAK INFORMASI PASIEN…


DIAGNOSIS  REKAM MEDIS
JAWABAN:
B. RESUME REKAM MEDIS
• Berkas Rekam medis adalah milik rumah
sakit dan isinya merupakan milik pasien
jadi berkasnya tidak dapat dibawa ke luar
dari rumah sakit.
• Hak yang dimiliki oleh keluarga untuk
informasi perawatan pasien selama dirawat
di RS berupa resume medis yang dibuat
oleh dokter yang merawat
• Tidak ada pemfotokopian rekam medis secara
keseluruhan, yang difotokopi biasanya hanya
berupa hasil laboratorium
Kepemilikan Rekam Medis
• Permenkes No.269 tahun 2008: isi Rekam Medis
adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam
Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau
institusi kesehatan.

• Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa


berkas rekam medis itu merupakan milik sarana
pelayanan kesehatan, yang harus disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun
terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat.
Kepemilikan Rekam Medis
• Aplikasi: Karena isi Rekam Medis merupakan milik
pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika
dokter atau petugas medis menolak memberitahu
tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali pada
keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk
bertindak sebaliknya.

• Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik


institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien
meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi
jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
95
• Tuan Momochi Fukuoka, 34 tahun datang ke IGD
RS karena luka pada lengan atas tangan
kanannya
• Pada pemeriksaan didapatkan gambar sebagai
berikut (Slide Berikut)

ARAH LUKA TERSEBUT…


DIAGNOSIS  LUKA LECET GESER
JAWABAN:
D. DARI PROXIMAL KE DISTAL
• Dari gambar tersebut
terlihat luka lecet
geser yang menggesek
kulit luar (warna
putih) dari puncak
tangan ke arah telapak
tangan jadi yang benar
adalah dari proksimal
ke distal berdasarkan
posisi anatomi tubuh
Posisi Anatomi
Perlukaan akibat kekerasan
Pelbagai jenis kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
• Kekerasan tumpul
• Kekerasan tajam
• Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


• Luka akibat api
• Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


• Luka akibat asam keras
• Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
– Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
– Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
ILMU THT-KL
96
• Laki-laki, berusia 42 tahun, mengeluhkan keluar
darah dari hidung.
• Keluhan ini tidak disertai nyeri, namun pasien
merasa ada yang bergerak-gerak di dalam
hidungnya.
• PF : rinoskopi anterior ditemukan benda asing bulat,
berwarna merah kehitaman.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  BENDA ASING DI HIDUNG
JAWABAN:
E. EKSTRAKSI BENDA ASING DENGAN PENGAIT
• Diagnosis pasien  Benda Asing pada hidung
karena pada rinoskopi anterior ditemukan
benda asing bulat, berwarna merah
kehitaman.
• Karena bentuknya yang bulat sehingga pasien
merasa benda tersebut bisa bergerak-gerak.
• Pada benda asing di hidung yang berbentuk
bulat, maka alat yang dapat dipakai untuk
ekstraksi adalah hooked probe (pengait) dan
balloon catheter
• Dari pilihan jawaban yang ada, maka dipilih E.
Ekstraksi benda asing dengan pengait
• Forsep alligator dan Pinset dapat digunakan
untuk benda yang tidak bulat
Benda Asing di Hidung
• Benda asing yang sering:
– Penghapus, pil, baterai, cincin, ssedotan, kelereng
• Gejala:
– Rinore unilateral dengan caira kental dan berbau
– Hidung tersumbat
– Kadang kadang menimbulkan nyeri, epistaksis, demam
– Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii
• Diagnosis: rinoskopi anterior
• Tata laksana:
– Bila benda dapat terlihat dan terjangkau dengan mudah
• Instrumen  Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe
– Benda yang kecil dan bulatsulit untuk dijepit
• Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F
• Hooked probebenda dengan permukaan rata dan licin, yang sulit dijepit
• Benda bulat: jangan menggunakan pinset
– Benda yang besar dan menyumbat total
• Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena
– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat
• Suction
– Binatang hidup: matikan dulu dengan minyak/ parafin - alkohol
– Antibiotik
– Tetes hidung
Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. | Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Jika objeknya tidak tervisualisasi atau bulat, maka menggunakan balloon-
catheter adalah metode yang dapat digunakan
• Jika objeknya memiliki permukaan rata/licin dan sulit dijepitPengait/hook
probe

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Jika objeknya dapat tervisualisasi dan berbentuk
tidak bulat, maka instrument langsung dapat
digunakan, seperti alligator forsep

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Penatalaksanaan Benda Asing Hidung
• Untuk Benda asing yang besar dan oklusif
dapat digunakan tekanan positif untuk
mendorong benda keluar

Brown L, Denmark TK, Wittlake WA, Vargas EJ, Watson T, Crabb JW. Procedural sedation use in the ED: management
of pediatric ear and nose foreign bodies. Am J Emerg Med. 2004 Jul. 22(4):310-4
Komplikasi akibat benda asing hidung
Epistaxis adalah komplikasi yang paling sering, namun
dapat menghilang hanya dengan kompresi.
Benda asing dapat menyebabkan peradangan, kerusakan
mukosa yang menyebar ke struktur di sekitarnya.
Komplikasi dapat muncul berupa:
• Sinusitis
• Perforasi Septum

Benda asing organic lebih mungkin untuk membengkak


dan menimbulkan gejala lebih daripada inorganic.

Kiger JR, Brenkert TE, Losek JD. Nasal foreign body removal in children. Pediatr Emerg Care. 2008
Nov. 24(11):785-92; quiz 790-2.
97
• Laki-laki, 35 tahun, keluhan nyeri pada leher sejak 2 hari
yang lalu.
• Keluhan disertai nyeri menelan sehingga pasien tidak
dapat makan dan minum, mulut tidak bisa terbuka dan
demam.
• Pemeriksaan fisik didapatkan tonsil t1-t4, hiperemis dan
edema, peritonsil hiperemis dan edema, uvula ke arah
kanan, faring tidak dapat di evaluasi.

KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS  ABSES PERITONSIL
JAWABAN:
D. ABSES PARAFARING
• Diagnosis  abses peritonsil atau disebut juga
abses Quinsy karena terdapat gejala tonsillitis
(nyeri menelan, tonsil t1-t4, hiperemis dan
edema), disertai dengan gejala nyeri pada leher,
trismus (mulut tidak bisa terbuka ), demam, dan
PF didapatkan RR: 24x/m. Pemeriksaan fisik
didapatkan tonsil t1-t4, hiperemis dan edema,
peritonsil hiperemis dan edema, uvula ke arah
kanan
• Secara epidemiologis, komplikasi tersering dari
abses peritonsil  abses parafaring
• Maka dipilih jawaban D. Abses parafaring
98
• Anak perempuan, usia 8 tahun, keluhan penurunan
pendengaran telinga kanan sejak beberapa hari terakhir
ini.
• Pada pemeriksaan didapatkan adanya cerumen.
• Hasil pemeriksaan garpu tala didapatkan rinne (+) kanan,
Weber lateralisasi ke kanan, swabach memanjang.

JENIS KETULIAN…
DIAGNOSIS  TULI KONDUKSI
JAWABAN:
A. TULI KONDUKSI
• Jenis ketulian yang dialami pasien  tuli konduktif
karena terdapat keluhan penurunan pendengaran
telinga kanan sejak beberapa hari terakhir ini, ada
cerumen dan hasil pemeriksaan garpu tala didapatkan
rinne (+) kanan, Weber lateralisasi ke kanan, swabach
memanjang.
• Tuli konduktif dibawah 30 dB, dapat memberikan hasil
Rinne (+)
• Tuli konduktif pada pasien ini kemungkinan karena
adanya serumen
• Tidak dipilih Tuli campuran karena Tuli campuran tidak
dapat didiagnosis dengan uji penala
• Maka jawaban yang tepat adalah A. Tuli konduktif
• Pilihan B  biasanya dapat diperiksa dari
pemeriksaan audiogram.
• Pilihan C  didapatkan weber lateralisasi ke
telinga yang sehat.
• Pilihan D  adanya faktor risiko berupa
paparan bising.
• Pilihan E  didapatkan ketulian sejak lahir.
Uji Penala
• Cara Pemeriksaan :
– Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus
mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga
• Positif (+) bila masih terdengar
• Negatif (-) bila tidak terdengar
– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis
tengah kepala
– Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada
prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan
pada prosesus mastoid pemeriksa.
• Memendek bila pemeriksa masih mendengar
• Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid
pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera
dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat
mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
99
• Laki-laki, 40 tahun, keluhan penurunan pendengaran
terutama telinga kiri.
• Pasien merupakan pekerja pabrik dan tidak pernah memakai
APD karena tidak disediakan.
• Pasien telah bekerja selama kurang lebih 10 tahun.
• Saat ini pasien kesulitan mendengar, terutama pada suasana
ramai.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  NIHL
JAWABAN:
C. RINNE (+), SCHAWABACH MEMENDEK, WEBBER
LATERALISASI KANAN
• Diagnosis pasien adalah Tuli akibat Bising
(NIHL)  keluhan penurunan pendengaran
terutama telinga kiri, pekerja pabrik yang
tidak pernah memakai APD, telah bekerja
selama 10 tahun + cocktail party deafness
(kesulitan mendengar, terutama pada
suasana ramai)
• NIHL termasuk dalam tuli sensorineural,
maka hasil penala yang benar adalah Rinne
(+), Schawabach memendek, Webber
lateralisasi kanan  Pilihan Jawaban C
• Pilihan A  hasil pemeriksaan penala pada tuli
konduktif.
Tuli akibat bising (NIHL = Noise
Induced Hearing Loss)
• Kerusakan bagian organ Corti : membran, stereosilia, sel rambut,
• Klinis:
– pendengaran terganggu biasanya bilateral
– Telinga berdenging
– Riwayat terpajan bising dalam jangka waktu lama
– Bising > 85 dB >8 jam perhari atau 40 jam perminggu
– Pada gangguan pendengaran cukup berat, sukar menangkap percakapan
– Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik
(tuli sensorineural)
– Audiogram : tuli sensorineural, penurunan pada frek 3000- 6000Hz, terdapat
takik pd frek 4000Hz (“Kahart Notch”)
– Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
• Pencegahan NIHL  Hearing Conversation Program:
– Pemeriksaan berkala audiometri tiap 6 bulan pada populasi berisiko
– Penggunaan hearing protection (ear plug, ear muff)
Audiogram
100
• Wanita, berusia 20 tahun, keluhan nyeri telinga
kanan sejak 4 hari.
• Pada pemeriksaan daerah telinga didapatkan
vesikel dengan dasar eritem multipel di sekitar
aurikula, terasa nyeri.
KOMPLIKASI…
DIAGNOSIS  HERPES ZOSTER OTIKUS
JAWABAN:
D. PARESE N VII
• Diagnosis pasien  Herpes zoster otikus
karena terdapat keluhan nyeri telinga kanan
dan ditemukan vesikel dengan dasar eritem
multipel di sekitar aurikula yang terasa
nyeri.
• Komplikasi yang terjadi pada herpes zoster
otikus adalah sindrom Ramsay hunt, tapi
tidak ada dipilihan jawaban
• Pada sindrom Ramsay hunt, salah satu
gejala yang terjadi adalah parese N. VII,
sehingga dipilih jawaban D. Parese N. VII
• Pilihan A  paralisis ipsilateral N. VII, sering
bersifat idiopatik, atau terkait virus herpes
simplex (bukan akibat herpes zoster otikus)
• Pilihan B komplikasi dari infeksi kulit akibat
virus herpes zoster
Herpes Zoster Otikus
• Etiologi
 Reaktivasi infeksi virus
varicella zoster pada
telinga dalam, telinga
tengah atau telinga luar.
• Manifestasi klinis
 Otalgia berat
 Erupsi vesikular pada
kanalis eksternus dan
pinna
• Komplikasi
 Ramsay Hunt syndrome
Ramsay Hunt Syndrome
• Definisi
 Infeksi virus herpes terlokalisasi yg
melibatkan nervus VII dan ganglia
genikulatum sehingga menyebabkan
hilangnya pendengaran, vertigo dan
paralisis nervus fasialis.
• Manifestasi klinis
 Adanya vesikel pada
Pinna
Canalis auditorius eksternus
Distribusi nervus fasialis
 Paralisis wajah pd sisi yg terkena
 Gejala auditori dpt berupa tinnitus, tuli, vertigo
dan nystagmus.
Ramsay Hunt Syndrome
Tatalaksana akut Tatalaksana Kronis
 Acyclovir (800 mg PO five times  Duloxetine and amitriptyline are
qd for 10 days), famciclovir (500 effective in postherpetic pain.
mg tid for 7 days), or  Other agents for postherpetic
 valacyclovir (1 g q8h for 7 days) pain include gabapentin and
may hasten pregabalin.
 healing.  Narcotic analgesics may
 Use of prednisone (60 mg PO qd occasionally be necessary.
for 7 days or on a tapering
regimen, 40 mg PO for 2 days, 30
mg for 7 days, followed by
tapering course) is
recommended by some authors
but its use remains controversial.
 Analgesics should be used as
indicated.
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai