Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

ACUTE LIMB ISCHEMIA

Disusun oleh:
Louis Reinaldo Hutauruk 120100400
Septami Putri Hajati 120100328
Fitri Simanjuntak 120100214
Dhevashrii Loganathan 120100425

Pembimbing:
dr. Muhammad Ihsan, SpAn, KMN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Acute Limb Ischemia”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing, dr. Muhammad Ihsan, SpAn, KMN yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan laporan
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................ 1
1.3 Manfaat...................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
2.1.Apendiks................................................................................................. 3
2.1.1.Defenisi............................................................................ 3
2.1.2.Etiologi............................................................................ 4
2.1.3 Faktor Reisko................................................................... 4
2.1.4 Patofisiologi..................................................................... 6
2.1.5 Klasifikasi........................................................................ 8
2.1.6 Diagnosis ........................................................................ 11
2.1.7 Penatalaksanaan............................................................... 12
2.1.8 Prognosis......................................................................... 13
2.2. Teknik Anestesi................................................................ 13

BAB 3 STATUS PASIEN............................................................................. 21


BAB 4 DISKUSI KASUS............................................................................. 31
BAB 5 KESIMPULAN................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 35

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Akut limb iskemia didefinisikan sebagai penurunan perfusi ekstremitas
mendadak yang menyebabkan potensi ancaman terhadap viabilitas anggota tubuh.
Akut limb iskemia biasanya mengacu pada pasien yang mengalami gejala kurang
dari 2 minggu. Secara keseluruhan pasien akut limb iskemia datang dengan
riwayat keluhan kaki yang terasa dingin dan menjadi pucat sampai kepada pasien
yang mengalami klaudikasio jarak pendek atau pasien dengan peningkatan gejala
iskemik secara tiba tiba yang dilatar belakangi dengan penyakit arteri perifer
sebelumnya.1
Kejadian akut limb iskemia diperkirakan sekitar 1 per 6000 populasi per
tahun. yang berarti rumah sakit yang melayani populasi sekitar 500.000 orang
akan diperkirakan akan melihat 83 kasus ini setiap tahunnya. Studi kohort dari
swedia menunjukkan bahwa insiden tersebut mulai berkurang.1,2,3
Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa proporsi akut limb
iskemia yang disebabkan oleh emboli sedang menurun, karena disebabkan
penurunan kejadian penyakit jantung rematik dan perbaikan pengelolaan pada
pasien yang mengalami atrial fibrilasi.1
Dengan populasi yang semakin menua, presentasi akut pada kronik limb
iskemik lebih sering terjadi. Hal ini lebih sulit untuk didiagnosis karena tanda
klasik dari akut limb iskemik semakin sulit dinilai yang disebabkan oleh adanya
gejala pada sisi kolateralnya. Meskipun pasien awalnya datang dengan penyakit
emboli tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pasien juga mungkin dapat
disertai dengan penyakit arteri perifer yang dimana pada penilitian dijumpai 30%
pada pasien yang berusia di atas 70 tahun.4,5

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Memahami ilmu kegawatdaruratan dari primary survey dan secondary survey


sampai tatalaksana pada kasus akut limb iskemia.

1
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) di Departemen Anestesi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

1.3. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai aspek anestesi pada akut limb iskemia yang berlandaskan teori sehingga
akut limb iskemia dapat ditatalaksana sedini mungkin sesuai kompetensinya pada
tingkat pelayanan primer.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Acute Limb Ischemic
2.1.1 Definisi
Menurut Inter-Society 2007, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemic (ALI) didefinisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial
terhadap viabilitas ekstremitas.6
Acute Limb Ischemic (ALI) adalah oklusi akut dari suatu arteri pada
ekstremitas dimana terjadi penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi ke
anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas
ekstremitas.7
Pasien dengan manifestasi yang sama terjadi lebih dari dua minggu
dianggap memiliki iskemia tungkai kritis. Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan
suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-
tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu.8

2.1.2 Etiologi
Acute limb ischemic merupakan akibat dari perburukan dari aliran darah
arteri ke tungkai. Selain trauma dan iatrogenik, terdapat dua penyebab utama
terjadinya ALI, yaitu:
1. Trombosis
Trombosis adalah pembentukan bekuan darah (trombus) di dalam pembuluh
darah, menghambat aliran darah melalui sistem peredaran darah. Faktor
predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, keganasan, polisitemia,
ataupun status protrombik inheritan, trauma vaaskuler, injury iatrogenik,
trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler.
2. Emboli
Emboli merupakan bentuk jamak dari embolus yang berarti massa darah yang
membeku atau benda lain yang tebawa oleh aliran dari dari satu pembuluh darah

3
dan terdorong ke pembuluh darah yang lebih kecil sehingga menghambat
sirkulasi.
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau
miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal
emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan
penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh
darah yang sehat.6

2.1.3 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya acute limb ischemic, yaitu:
 Merokok
Nikotin mengganggu saraf simpatis, sehingga menyebabkan ketagihan merokok
dan juga merangsang pelepasan adrenalin yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan merusak arteri. Carbonmonoksida (CO) menimbulkan
desaturasi O2 sehingga suplay O2 kejaringan tubuh berkurang.
 Diabetes melitus
Semakin tinggi kadar gula dalam darah akan mempungaruhi viskositas darah,
sehingga resiko timbulnya aterosklerosis meningkat.
 Hiperlipidemia
Dengan peningkatan kadar lemak dalam darah, sehingga lemak beresiko akan
menempel pada dinding dipembuluh darah.
 Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang berlangsung secara terus menerus akan mengakibatkan
meningkatnya tekanan pada dinding arteri, sehingga akan menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah arteri.
 Usia
Proses degeneratif akan mempengaruhi struktur pembuluh darah. Semakin
bertambahnya usia elastisitas dinding pembuluh darah akan menurun disertai
adanya penumpukan plak, sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis akan
meningkat.

4
Individu dengan faktor resiko acute limb ischemic, yaitu:
-
Usia < 50 tahun dengan diabetes dan faktor resiko aterosklerosis lain
(merokok, dislipidemia, hipertensi, atau hyperhomocysteinemia)
-
Usia 50 – 69 tahun dengan riwayat merokok dan diabetes
-
Usia > 70 tahun
-
Gejala – gejala yang timbul pada tungkai saat beraktivitas (kemungkinan
klaudikasio atau nyeri iskemik saat istirahat)
-
Abnormal denyut nadi
-
Memiliki penyakit aterosklerosis, carotis atau renal artery disease6,9

2.1.4 Patofisiologi
Penyebab dari ALI adalah trombus / embolus yang sebagian besar berasal
dari jantung kemudian menuju arteri besar selanjutnya berhenti pada pembuluh
darah yang lebih kecil dari embolus lalu menumpuk dan menutup aliran darah
pada pembuluh darah yang lebih kecil terutama pada daerah yang bercabang
seperti a. iliaka, a. femoralis, a. poplitea, a. tibialis, dan a. dorsalis pedis. Akhirnya
saluran darah ke arah distal berhenti dan dapat menimbulkan Acute Limb Ischemic
(ALI).
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan
secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan
ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut
adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan irreversibel
pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan irreversibel pada otot dan saraf
terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah iskemia akut.
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12
jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos
vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila
tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan
akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel.
Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada
ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen
menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala

5
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian
sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada
keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang
dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan
pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai
proses kronik umumnya beretiologi trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini dapat menimbulkan beberapa
masalah yang kompleks, diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa
nyaman, nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko
tinggi cedera.

Gambar 1. Patofisiologi Acute Limb Ischemic (ALI)

6
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi Acute Limb Ischemic (ALI) dapat
dikategorikan sebagai berikut:10

Gambar 2. Stage of Acute Limb Ischemic (ALI)


1. Kelas I : Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,
tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias
dengan obat – obatan pada pemeriksaan Doppler signal audible.
2. Kelas IIa : Perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah
ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika
pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus
dilakukan pemeriksaan angiography segera untuk mengetahui
lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
3. Kelas IIb :Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi ataupun embolektomy.
4. Kelas III : Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
saraf yang permanen, irreversibel, kelemahan ekstremitas,

7
kehilangan sensasi sensorik, kelainan kulit atau gangguan
penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu
amputasi.
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas, yaitu:
1. Kelas I : Non-threatened extremity, revaskularisasi elektif dapat diperlukan
atau tidak diperlukan
2. Kelas II : Threatened extremity, revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari kerusakan
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi

2.1.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama, yaitu menanyakan gejala yang
muncul pada kaki yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota
gerak dan mengkaji informasi terdahulu (seperti riwayat klaudikasio, intervensi
baru pada arteri proksimal ataupun kateterisasi diagnostic cardiac), menyinggung
etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran dari penyakit yang signifikan secara
bersamaan.
Secara umum, manifestasi klinis yang ditemukan pada kasus Acute Limb
Ischemic (ALI) merupakan tanda dan gejala yang sangat khas , dikenal dengan
“6P” yang terdiri dari :
- Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat terus – menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas dan
muncul tiba – tiba, itensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia
karena pasien yang mengalami neuropathy dimana sensasi terhadap nyeri
menurun.
- Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas)
- Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas)

8
Adanya parasthesia dan paralysis merupakan pertanda buruk dan
membutuhkan pertolongan segera
- Pallor (pucat)
Tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi kebiruan atau
ungu / mottled
- Pulseless (menurunnya / tidak adanya denyut nadi)
- Perishingly cold / poikilothermia (dingin pada ekstremitas)
Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada Acute Limb Ischemic (ALI)
yang disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1. Manifestasi klinis ALI berdasarkan etiologi
8
Emboli Thrombus
Aritmia
Tanpa aritmia
Onset cepat
Onset bisa cepat atau lambat
Tidak ada riwayat kaludikasio
Riwayat kaludikasio
Tidak ada faktor resiko aterosklerosis
Faktor resiko aterosklerosis
Pemeriksaan pulsasi kontralateral
Pemeriksaan pulsasi kontralateral
normal
abnormal
Perubahan pertumbuhan rambut yang
Tidak ada perubahan fisik pada kasus
nyata, kulit tipis, kuku yang tebal,
iskemia kronik
ulserasi
Pemeriksaan angiografi menunjukkan
Penyempitan arteri difus
oklusi berbentuk bulan sabit pada
proksimal sumbatan dengan spasme
distal
Tidak ada gambaran filling defect pada
Gambaran filling defect multipel pada
angiogram
angiogram
Batas antara arteri yang normal dengan
Ada perbedaan area arteri yang normal
yang menyempit tidak jelas
dengan yang tersumbat
Area aterosklerotik pada arteri
Sumbatan pada bifurcatio artey

2. Pemeriksaan Fisik
- Pulsasi

9
Waktu terjadinya defisit pulsasi (pulseless) baru atau lama mungkin sulit
ditentukan pada pasien tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya.
- Warna dan Suhu
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan teratur. Warna
pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya
waktu sianosis lebih sering ditemukan. Perbedaan suhu pada kedua ekstremitas
merupakan temuan yang penting.
- Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui, pasien dengan
diabetes dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya, dimana hal ini dapat
membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
- Kehilangan Fungsi Motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut,
limb-threatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa
pergerakan kaki diproduksi utamanya oleh lebih banyak otot proksimal, dimana
iskemia mungkin lebih dalam. Untuk mendeteksi kelemahan otot awal, fungsi dari
otot intrinsik kaki harus diuji. Sekali lagi, hal yang penting diingat bahwa
membandingkan hasilnya dengan kaki sebelahnya merupakan hal yang sangat
berguna.

3. Pemeriksaan penunjang
- ABI (Ankle Brachial Index)
Merupakan test non invasif untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki
dengan tekanan darah sistolik lengan. ABI merupakan gold standard pengukuran
non invasif peripheral artery disease, memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang
tinggi. (Esther)
Walaupun masih dijumpai beberapa kontroversi yang memperdebatkan batas nilai
ABI yang dapat digunakan untuk mendiagnosa PAD, namun nilai ABI ≤ 0,9
terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas > 90% untuk mendiagnosa PAD

10
dibandingkan dengan angiografi sehingga direkomendasikan oleh American
Heart Association (AHA)
untuk mendeteksi proses atherosklerosis pada pembuluh darah sistemik ( Michael
dkk, 2012).

Gambar 3. Interpretasi nilai ABI

- Doppler Ultrasonography
Merupakan prosedur pemeriksaan diagnostik atau terapi yang bersifat non invasif
untuk menilai struktur dan fungsi pembuluh darah.
- Angiography
Berfungsi untuk menentukan lokasi obstruksi, gambaran cabang arteri dan bagian
distal yang dialiri dan untuk mendiagnosa adanya emboli sehingga dapat
dilakukan tindakan intervensi selanjutnya.
- MSCT
Merupakan alat penunjang diagnostik yang bertujuan untuk mengevaluasi
pembuluh darah secara non invasif, melihat lokasi dan penyebab kelainan, adanya
diseksi terutama pada diseksi aorta.
- Electrocardiography
Mengidentifikasi gangguan irama jantung penyebab ALI, misalnya pada atrial
fibrilasi.
- Echocardiography

11
Untuk mengetahui adanya sumber emboli.7

2.1.7 Penatalaksanaan
Akut Limb Iskemik (ALI) merupakan keadaan yang darurat yang
memerlukan tatalaksana (revaskularisasi) segera, meminimalisir waktu
revaskularisasi penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang
terpenting karena dapat mengurangi resiko kehilangan anggota gerak meningkat
dengan durasi dari iskemik akut. Pada suatu penelitian, angka amputasi ditemukan
meningkat terhadap interval antara onset dari ALI dan eksplorasi yaitu 6% dalam
12 jam, 12% dalam 13-24 jam, dan 20% setelah 24 jam.
1. Terapi Non Operatif
 Preoperatif antikoagulan
Dengan heparin sistemik untuk menghindari resiko penambahan
bekuan darah, mencegah trombosis mikrovaskular pada pembuluh darah
distal, dan mencegah pembentukan fokus fokus baru emboli. Pre intervensi
antikoagulan dengan kadar teraupetik heparin juga mengurangi morbiditas
dan mortalitas.

Dosis pemeliharaan berdasarkan berat badan diberikan sebanyak 100


U/kgBB diberikan secara bolus dan diikuti dengan pemberian sebanyak
1000U/jam secara intravena. Bila operasi tidak segera dilakukan, dosis
heparin harus dititrasi untuk mempertahankan activated partial
thromboplastine time (APTT) diantara 60 dan 100 detik atau 2 – 3 kali dari
nilai normal.
 Analgesik yang tepat, hidrasi intravena, dan oksigen tambahan
 Pemantauan sederhana untuk meningkatkan perfusi yang masih
ada yaitu hindari penekanan berlebihan pada area yang sakit dan hindari
suhu yang ekstrim
 Hipotensi terutama pada diseksi aorta
 Terapi trombolitik
Terapi trombolitik dapat dilakukan pada oklusi akut tanpa ditemukan
tanda iskemi anggota gerak. Diberikan secara PIAT (Peripheral Intra Arterial
Trombolitik) bila tidak ada kontraindikasi. Obat trombolitik yang sering
dipakai :

12
- Urokinase : drip 4000 IU/menit selama 2 jam dilanjutkan 2000 IU /menit
selama 2 jam dilanjutkan 1000 IU selama 24 – 27 jam
- r TPA : Drip 0.5 – 2.0 mg /jam selama 12 – 24 jam
- Streptokinase : Drip 5000 IU /jam selama 48 jam
Monitoring trombolitik :
- Bila fibrinogen < 150 mg / dl kadar fibrinogen dinilai ulang dalam 24
jam nilai normal fibrinogen 180-350 mg/dl
- Bila fibrinogen < 100 mg / dl trombolitik harus dihentikan
- Trombolitik juga dihentikan bila :
1. Rekanalisasi berhasil pada dosis yang diharapkan
2. Rekanalisasi tidak berhasil pada dosis yang diharapkan
3. Perdarahan
Kontraindikasi penggunaan trombolitik :6
- Absolute
1. Gangguan perdarahan aktif
2. Perdarahan gastrointestinal dalam 10 hari terakhir
3. Gangguan serebrovaskular dalam 6 bulan terakhir
4. Pembedahan intracranial atau pembedahan spinal dalam 3 bulan
terakhir
5. Cedera kepala dalam 3 bulan terakhir
- Relatif
1. Pembedahan besar atau trauma dalam 10 hari terakhir
2. Hipertensi ( sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 110 mmHg )
3. Resusitasi kardiopulmoner dalam 10 hari terakhir
4. Tumor intrakranial
5. Kehamilan
6. Kerusakan hati
7. Bakterial endokarditis

2. Terapi Operatif
a. Revaskularisasi endovaskular
Tujuan pengobatan adalah mengembalikan vaskularisasi pada tungkai yang
terkena sesegera mungkin baik dengan menggunakan obat obatan, peralatan medis
ataupun dua duanya. Pasien dengan iskemia yang lebih dari 24 jam, tungkai mati,
pintasan dengan graft terinfeksi atau kontra indikasi untuk trombolisis tidak
dianjurkan untuk menjalani revaskularisasi dengan cara intervensi. Sebelum
revaskularisasi dilakukan pemeriksaan angiografi diagnostik untuk menentukan

13
inflow dan outflow serta panjangnya segmen yang terkena. Operator menyeberang
lesi dengan menggunakan wire dan kateter yang memiliki beberapa lobang yang
memungkinkan pelepasan obat trombolitik melalui lobang kateter. Selama
prosedur dilakukan pemeriksaan angiografi untuk menentukan kemajuan
pengobatan. Selama prosedur dilakukan pemeriksaan hemostasis darah secara
regular. Setelah prosedur selesai dilakukan pemeriksaan angiografi untuk mencari
lesi yang mungkin menjadi penyebab seperti stenosis.
Tersedia bermacam macam trombolitik. Sebagian besar bekerja dengan
merubah plasminogen menjadi plasmin yang pada akhirnya akan menghancurkan
fibrin. Obat yang pertama kali digunakan untuk intraarterial trombolisis adalah
streptokinase yang merupakan aktivator plasminogen tidak langsung. Tetapi
sekarang penggunaannya sudah dilarang di amerika serikat karena efeknya
sedikit dan efek samping perdarahan besar dan resiko alergi juga besar.
Pada sebagian besar kasus kateter dapat menyeberang lesi dan keberhasilan
pada sebagian besar kasus mencapai 75 sampai 90%. Sering timbul sisa trombus
pada distal dari lesi yang biasanya menghilang pada saat diberikan trombolisis.
Perdarahan sering timbul pada tempat masuknya kateter, tetapi juga dapat
timbul pada tempat lain. Resiko perdarahan timbul pada 6 – 9% kasus dan resiko
perdarahan intra kranial biasanya mencapai 3%. Resiko makin tinggi sebanding
dengan lama dan dosis trombolisis, hipertensi, usia lebih dari 80 tahun dan jumlah
trombosit rendah.6,8
b. Revaskularisasi bedah
Pendekatan pembedahan dengan menggunakan balon kateter, pintasan dan
terapi tambahan seperti endarterektomi, patching angioplasty dan intraoperative
trombolisis ataupun kombinasinya. Sumbatan oleh karena trombosis biasanya
terjadi pada penderita dengan gangguan kronik pada pembuluh darah. Terapi
terbaik pada penderita dengan emboli adalah tromboembolektomi dengan
menggunakan kateter dan sesudah tindakan dilakukan angiografi untuk
mengkonfirmasi hasil tindakan. Pada penderita dengan trombosis yang
diakibatkan kelainan kronik pada pembuluh darah angka amputasi biasanya tinggi

14
akibat kegagalan revaskularisasi, ini karena segmen yang mengalami trombosis
sudah mengalami aterosklerosis berat demikian juga segmen disekitarnya.6,8
c. Catheter directed thromboliysis
 Akut Limb Iskemik (ALI) class I , IIa
 Recent acute thrombosis

 Kontraindikasi tombolitik

Gambar 4. Alur Diagnosis dan Tatalaksana ALI


Penatalaksanaan ALI berdasarkan klasifikasi, yaitu:6,8
1. Kelas I
Pada kelas I, dapat hanya memerlukan terapi antikoagulan. Revaskularisasi,
bila diperlukan, dapat dilakukan secara elektif dan terdiri dari trombolitik atau
intervensi pembedahan. Pemilihan terapi bergantung pada durasi, lokasi, dan
penyebab oklusi, ada atau tidaknya penyakit aterosklerosis oklusif yang
menyertai, dan kondisi pasien secara keseluruhan.

15
2. Kelas II
Pada kelas II memerlukan pendekatan yang fleksibel pada intervensi. Seluruh
pasien dengan ALI kelas II memerlukan revaskularisasi untuk melindungi
fungsi integritas ektremitas yang terlibat. Pada kelas IIa, revaskularisasi segera
tidak diperlukan. Dengan demikian, pilihan endovaskular atau pembedahan
dapat dipertimbangkan. Dalam mempertimbangkan pengobatan, durasi dari
gejala yang timbul merupakan hal yang penting. Pilihan percutaneous
endovascular lebih efektif pada pasien dengan iskemik yang terjadi kurang dari
2 minggu, sedangkan iskemik yang terjadi lebih dari 2 minggu lebih baik
ditatalaksana dengan revaskularisasi bedah. Pada kelas IIb yang lebih parah,
manifestasi berupa defisit motorik dan sensorik memerlukan tindakan segera.
Karena durasi/ waktu terjadinya merupakan faktor penting, revaskularisasi
bedah lebih diutamakan. Bagaimanapun, pemberian catheter-based
thrombolytic dan thrombectomy mekanik perkuntan telah memperpendek
waktu untuk referfusi. Dengan demikian, teknik ini dapat dijadikan terapi lini
pertama pada pasien ALI kelas IIb.
3. Kelas III
Pada pasien ini, tindakan revaskularisasi biasanya tidak memiliki manfaat dan
amputasi harus dipertimbangkan.

2.1.8 Prognosis
Beratnya ALI dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis dan prognosa
sesuai Standard Society for Vascular Surgery10
Tabel 2. Kategori Acute Limb Ischemic
Stadium Deskripsi Hilang Kelemahan Doppler Doppler
Sensorik Otot Arteri Vena
I Tungkai viabel, Tidak ada Tidak ada Terdengar Terdengar
belum terancam
II Tungkai terancam Minimal Tidak ada Terdengar Terdengar
IIA Tungkai terancam, Minimal Tidak ada Sering Terdengar
dapat atau tidak Terdengar
diselamatkan ada
dengan

16
pengobatan yang
tepat
IIB Terancam, dapat Lebih dari Ringan Biasanya Terdengar
diselamatkan satu jari, atau tak
dengan nyeri moderat terdengar
revaskularisasi istirahat
segera
III Kehilangan Anestetik Ada Tidak Tidak
jaringan dalam terdengar terdengar
jumlah yang besar
dan kerusakan
saraf permanen
yang tidak dapat
dihindari

2. Tindakan Anestesi
2.1 Pra Operasi

Morbiditas dan mortalitas pada pasien yang menjalani PVR akan


meningkat pada pasien yang memiliki riwayat penyakit arteri coroner. Sebagian
besar pasien PAD dengan gejala klinis mengalami gangguan mobilitas yang
signifikan akibat nyeri klaudikasi, yang membatasi kemampuan mereka untuk
melakukan aktivitas sehari-hari sehingga gejala kardiorespirasi sering ditutupi.
Mengidentifikasi pasien yang beresiko tinggi mengalami kejadian miokard sangat
penting. Penilaian klinis yang menyeluruh perlu dilakukan untuk mendapatkan
gejala kardiorespirasi, kapasitasi fungsional dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi. Semua pasien harus memeriksa darah lengkap, ureum, elektrolit,
glukosa, Hba1c jika diindikasikan dan EKG sebelum operasi.11

Pasien sering memiliki banyak komorbiditas dan perlu di optimalkan


secara medis untuk mengurangi resiko perioperative dan jangka panjang, namun
hal ini perlu diimbangi dengan bahaya CLI yang akan dating. Pembedahan
seharusnya hanya dapat diundur jika komorbid dapat diperbaiki atau distabilkan.

17
Empat sampai enam minggu dianggap sebagai waktu yang tepat untuk
memungkinkan pengoptimalan dan modifikasi resiko yang efektif, Namun
penundaan operasi seharusnya tidak dilakukan karena dapat menyebabkan
iskemia pada ekstremitas seumur hidup.12

2.2 Teknik Anestesi

Baik anestesi umum maupun anestesi regional dapat digunakan sebagai


pilihan pada peripheral vascular revascularization (PVR). Untuk saat ini tidak
ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa teknik yang satu lebih baik dari pada
teknik yang satunya lagi, karena tidak ada signifikan secara klinis dalam
kelangsungan hidup jangka panjang dengan teknik yang sama. Anestesi regional
memiliki keuntungan untuk mengurangi morbiditas pernapasan dan disfungsi
kognitif pasca operasi (POCD) serta memberikan kualitas hasil yang lebih baik
pada pasca operasi. Namun anestesi regional mungkin tidak sesuai untuk pasien
yang tidak dapat berbaring, misalanya pada pasien yang terkena panyakit di
jantung, pernapasan atau musculoskeletal dan yang membutuhkan prosedur yang
lama. Regional anestesi juga dikontraindikasikan kepada pasien yang mengalami
koagulopati dan resiko dibandingkan dengan manfaat anestesi harus
dipertimbangkan dengan cermat untuk pasien dengan terapi kombinasi anti-
platelet. Anestesi regional untuk PVR yang digunakan adalah spinal anestesi atau
teknik gabungan spinal-epidural (CSE). Teknik CSE berguna untuk tindakan yang
butuh waktu lama dan analgesi epidural memberikan hasil yang lebih baik pada
pasca operasi. Opioid intratekal akan memberikan durasi analgesia yang panjang
pada pasca operasi namun penggunaannya harus terus dipantau untuk menghinari
terjadinya depresi pernapasan.13

Anestesi umum berdasarkan teori memberikan manfaat yang lebih baik


pada pasien yang memiliki factor resiko tinggi. Pasien yang menjalani prosedur di
bawah anestesi umum harus menjalani intubasi trakea dan ventilasinyanya
dikendalikan dengan ventilasi tekanan positif. Pemeliharaan anestesi dapat dengan
agen volatile atau total i.v anestesi dengan menggunakn infus target-controlled

18
(TCI) propofol atau remifentanil. TCI remifentanil memberikan analgesi
intraoperatif lebih baik, meminimalkan takikardia dan mempertahankan stabilitas
hemodinamik dengan meminimalkan respons simatik terhadap laringoskopi pada
induksi dan selamaberlangsungnya operasi. Cairan dan infus vasopressor selama
intraoperative bertujuan untuk menjaga stabilitas hemodinamik. Anestesi umum
dengan menggunakan desfluran dan remifentanil TCI untuk pemeliharaan anestesi
dengan infus metaraminol bertujuan untuk menstabilisasi kardiovaskular.14

Selama Operasi pemantauan mencakup EKG 5 lead, pemantauan tekanan


arteri, oksimeter nadi, analisis gas dan pemantauan suhu. Pemantauan tekanan
arteri invasive di indikasikan untuk pasien beresiko tinggi dan prosedur yang
berkepanjangan. Pemantauan curah jantung dapat berguna untuk memandu
manajemen cairan dan memantau fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan resiko
komplikasi jantung yang tinggi selama perioperatif. Kateter vena sentral jarang
dibutuhkan kecuali obat-obatan inotropik diperlukan. Semua pasien juga harus
dipasang kateter urin untuk memantau pengeluaran urin.14

2.3 Pasca operasi

Sebagian pasien yang menjalani PVR dapat dikelola di bangsal vascular


dengan tingkat pemantauan dan asuhan keperawatan yang sesuai. Pasien dengan
peningkatan resiko komplikasi kardiorespirasi harus ditangani di tempat yang
lebih baik untuk dapat mendeteksi lebih dini dan penanganan komplikasi pasca
operasi. Miokard infark adalah penyebab paling umum kematian setelah operasi
vascular dan kebocoran troponin yang terkait dengan peningkatan mortalitas 30
hari. Komplikasi pernapasan juga merupakan penyebab morbiditas yang
signifikan dan hal ini berkaitan dengan pasien lansia, merokok, dan penyakit paru
kronis. Pengontrolan nyeri, suhu, terapi oksigen dan pengobatan takikardia yang
baik dapat mengurangi resiko komplikasi pasca operasi. Analgesia pasca operasi
diberikan dengan menggunakan analgesic sederhana biasa dan i.v atau opioid oral.
Pasien dengan nyeri yang lebih kompleks memerlukan teknik analgesia

19
multimodal termasuk opioid dosis tinggi, obat neuropatik ( misalnya gabapentin,
amitriptilin).Semua pasien harus mengalami pengobatan jantung rutin. Terapi
oksigen diindikasikan selama 24 jam setelah operasi sampai 72-96 jam untuk
pasien beresiko tinggi. Pasien yang menjalani PVR sering mengalami
hiperkoagulasi dan harus menerima tindakan anti trombotik.15

20
BAB 3
STATUS PASIEN

3.1 Identitas Pasien


Nama : SS
Umur : 43 tahun
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Huta Panombeaian, Simalungun
Tanggal Masuk : 14 Oktober 2017
Berat Badan : 75 kg

3.2 Anamnesis
KU : kaki kiri nyeri dan menghitam
Telaah :
Nyeri di kaki kiri dialami os ± 1 minggu sebelum masuk RSHAM. Nyeri
dirasakan sangat hebat berlangsung terus-menerus dan tidak berkurang dengan
obat penghilang nyeri. Riwayat kaki pucat dialami ± 10 hari SMRS kemudian
berubah menjadi kebiruan dan lama-kelaman menghitam. Pasien juga
mengeluhkan kaki kebas sejaki ± 10 hari SMRS, riwayat hilang sensasi raba
dijumpai ± 1 minggu SMRS. Riwayat merokok dijumpai sejak 20 tahun yang lalu,
2 bungkus per hari.
RPT : tidak jelas
RPO : tidak jelas

3.3 Time Sequences

Tanggal 14 Oktober Tanggal 15 Oktober Tanggal 15 Oktober


2017
Pukul 03.25 WIB Pukul 07.00 WIB
Pukul 18.40 WIB 21
Pasien dikonsulkan Tindakan
Pasien masuk ke untuk tindakan Tromboembolektomi
line merah IGD anastesi di KBE
danDebridement

Gambar 3.1. Time Sequences

3.4 Primary Survey di IGD RSUP HAM (14 Oktober 2017)


A (Airway)
 clear
 Snoring (-) / Gargling (-) / Crowing (-)
 C-Spine stabil

B (Breathing)
 Inspeksi
Nafas spontan, pergerakan thoraks kiri dan kanan simetris, tidak
terlihat ketinggalan bernafas, retraksi (-)
 Palpasi
Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi
sonor pada kedua lapangan paru
 Auskultasi
SP: vesikukerl; ST: -/-, wheezing : -/-
RR: 22 x/menit
SaO2: 98-99%

C (Circulation)
 TD: 130/80 mmHg
 HR: 120 x/menit, reguler, t/v: cukup
 Akral ekst sup. dan eks (D)inf hangat/merah/kering, CRT < 2 detik,
ekss.inf. (S) : Dingin/pucat/kering, CRT >2 detik
 Perdarahan: tidak ada

D (Disability)
 Kesadaran: Compos mentis
 AVPU: alert
 Pupil:isokor, Ø: 3 mm / 3 mm, RC (+/+)

E (Exposure)
 Temperatur: 37ºC
 Fraktur (-)
 Edema (-)

22
3.5 Secondary Survey di IGD RSUP HAM (14 Oktober 2017)
B1 (Breath) : Airway clear; RR: 22 x/menit; SP: vesikuler/vesikuler;
ST: -/-; S/G/C: -/-/-; SaO2: 99%
B2 (Blood) : • Akral ekst sup. dan eks inf(D)
hangat/merah/kering, CRT < 2 detik, eks.inf. (S) :
Dingin/pucat/kering, CRT >2 detik; TD: 130/80 mmHg;
HR: 108x/menit, reguler, t/v: cukup/kuat; CRT < 2 detik;
Temperatur: 37°C
B3 (Brain) : Sensorium: compos mentis; pupil: isokor; Ø: ± 3 mm / 3
mm; RC +/+
B4 (Bladder) : UOP (+); kateter urin terpasang
B5 (Bowel) : Abdomen: simetris (+); soepel; peristaltik (+) normal
B6 (Bone) : Fraktur (-); edema (-)

3.6. Riwayat
Allergies : Tidak ada
Medication : Tidak jelas
Past Illness : Tidak jelas
Last Meal : Tidak jelas
Event : Nyeri hebat di ekstremitas inferior sinistra

3.7. Penilaian Nyeri


P (Provokes / Palliates) : Ketika menggerakkan kaki/berjalan
Q (Quality) : Nyeri seperti ditusuk
R (Regio) : Di kaki kiri
S (Severity) : Numeric Scale 5
T (Time) : pada saat berjalan

3.8 Tatalaksana di IGD


Tata Laksana di IGD
• Nacl 0.9 % 20 gtt/i
• Heparin 1 cc (5000 IU) bolus iv
• Heparin 4 cc Drip dalam 500 cc Nacl 0.9 % habis dalam 24 jam

23
• Ambil darah untuk pemeriksaan lab (DL, KGD, Elektrolit, HST), Foto
tungkai, EKG.

3.9 Pemeriksaan Penunjang


3.9.1 Laboratorium IGD (14/10/2017)

Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 16,6 g/dL 13 – 18
Leukosit (WBC) 21.680/µL 4,0 - 11,0x103
Hematokrit 50% 39 - 54%
Trombosit (PLT) 216.000/µL 150 - 450x103
Hitung Jenis
Neutrofil 80,20% 50,00-70,00 %
Limfosit 7,90% 20,00-40,00 %
Monosit 10,70 % 2,00-8,00 %
Eosinofil 1,00% 1,00-3,00 %
Basofil 0.20% 0.00 – 1.00 %
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 130 mEq/L 135–155 mEq/L
Kalium (K) 4,0 mEq/L 3,6–5,5 mEq/L
Klorida (Cl) 102 mEq/L 96–106 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 120 mg/dL <200 mg/dL
FUNGSI GINJAL
Blood Urea Nitrogen 14 mg/dl 9-21 mg/dl
Ureum 30 mg/dl 19-44 mg/dl
Kreatinin 0,99 mg/dl 0.7-1.3mg/dl
HST
Protrombin Time 13,8(13,90)
APTT 29,5(34)

24
Trombin Time 15,5(19,7)

3.9.2. Pemeriksaan Radiologi

Foto thorax:

Kesimpulan: tidak ada kelainan

Foto Cruris

25
Kesimpulan: tidak ada kelainan

26
3.9.3. EKG

Kesimpulan: Atrial fibrilasi + Iskemia relatif di inferolateral

3.10 Diagnosis
Diagnosa : Acute Limb Ischemic (L) Leg
Tindakan : Tromboembolektomi
PS ASA :2
Anestesi : Spinal
Posisi : Supine

3.11 Rencana
Troboembolektomi di Kamar Bedah Emergensi IGD

3.12 Teknik Anestesi


• Posisi terlentang
• O2 3 lpm via nasal canul
• Daerah pemasangan : L3-L4
• Premedikasi dengan deksametason
• Obat: Marcain spinal 0.5%

27
3.13 Durante Operasi
 Lama Op: 1 jam 15 menit
 HR: 70-80 x/mnt
 SpO2: 98 - 99 %
 TDS: 100-130 mmHg
 TDD: 70-80 mmHg
 Durante op : RL 150 cc

3.14 Pemeriksaan Fisik di KBE IGD pukul 09.00 WIB (15/10/2017)


• B1 : Airway clear, suport 02 2-3 lpm via nasal canul, RR: 22-24 x/i, SP:
vesicular ka=ki, ronkhi -/-, Spo2 96-99%
• B2: Akral : H/M/K, HR: 110-125 x/menit, reg, t/v: kuat/cukup, TD
100/60 mmHg
• B3: Sens: cm, pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+
• B4: BAK (+) terpasang foley cath
• B5 :Abdomen soepel, peristaltik (+) N, mual muntah
• B6: Oedem (-), fraktur (-)

3.15 Terapi Post Operasi


 Bed rest
 Suport O2 2-3 lpm
 IVFD Asering 20 gtt/I, mikro
 Inj. Ceftriaxone 500 mg/12 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
 Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
 Inj. Heparin 1 cc (500 IU) bolus iv
 Drips Heparin 4 cc dalam 500 cc Nacl 0.9 % habis dalam 24 jam

28
3.16 Follow Up Pasien
15 – 18 Oktober 2017
S Nyeri pada kaki kiri
O  Airway clear , S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler (+/+), ST: (-/-)
 TD: 120/80 mmHg, HR: 100x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K,
CRT < 2”
 Sensorium compos mentis
 UOP (+) 250 cc, warna kuning, kateter (+)
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N
 Luka post-op tertutup verband

A Post Tromboelektomi
P Bed rest
Diet MB
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

20 Oktober 2017
S Nyeri pada kaki kiri
O  Airway clear , S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler (+/+), ST: (-/-)
 TD: 120/80 mmHg, HR: 110x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K,
CRT < 2”
 Sensorium compos mentis
 UOP (+) 200 cc, warna kuning, kateter terpasang
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N
 Luka post-op tertutup verband
A Post tromboembolektomi ALI
P Tindakan: fasciotomi + debridement di COT
Bed rest
Diet MB
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
21- 25 Oktober 2017
S Nyeri kaki kiri
O  Airway clear , S/G/C: -/-/-, SP: vesikuler (+/+), ST: (-/-)
 TD: 130/80 mmHg, HR: 98x/i reguler t/v: kuat/cukup, akral H/M/K,
CRT < 2”
 Sensorium compos mentis
 UOP (+) 150 cc, warna kuning, kateter terpasang
 Abdomen soepel, peristaltik (+)N

29
 Luka post-op tertutup verband
A Post Fasciotomi + Debridement
P Bed rest
IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
Diet MB
Inj. Ceftriaxon 1 g/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV
Drip Paracetamol 1000 mg/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

30
BAB 4
DISKUSI KASUS

No Teori Kasus
1. Acute Limb Ischemic (ALI) Keluhan Utama : Kaki kiri nyeri dan
menghitam
merupakan suatu kondisi dimana
Telaah : Nyeri di kaki kiri dialami os
terjadi penurunan aliran darah ke
± 1 minggu sebelum masuk
ekstremitas secara tiba-tiba yang
RSHAM. Nyeri dirasakan sangat hebat
menyebabkan gangguan pada
berlangsung terus-menerus dan tidak
kemampuan pergerakan, rasa nyeri
berkurang dengan obat penghilang
atau tanda-tanda iskemik berat
nyeri. Riwayat kaki pucat dialami ±
dalam jangka waktu dua minggu
10 hari SMRS kemudian berubah
menjadi kebiruan dan lama-kelaman
menghitam. Pasien juga mengeluhkan
kaki kebas sejaki ± 10 hari SMRS,
riwayat hilang sensasi raba dijumpai ±
1 minggu SMRS. Riwayat merokok
dijumpai sejak 20 tahun yang lalu, 2
bungkus per hari.

RPT : Tidak jelas


RPO : Tidak jelas

2. Faktor Resiko Riwayat merokok dijumpai sejak 20


 Merokok tahun yang lalu, 2 bungkus per hari.
 Diabetes Melitus
 Hiperlipidemia
 Hipertensi
 Usia

3. Etiologi
Terdapat dua penyebab utama
terjadinya ALI, yaitu:
1) Trombosis

31
2) Emboli

Sekitar 80% emboli timbul dari


atrium kiri, akibat atrial fibrilasi
atau miokard infark.

Kesimpulan: Atrial fibrilasi + Iskemia


relatif di inferolateral
4 Diagnosis - Pain : KU: Nyeri pada kaki kiri
- Pallor: Kaki pucat dialami 10 hari
- Manifestasi Klinis (6P’s)
-Pain SMRS
-Paresthesia - Paresthesia : Kaki kebas sejaki ±
-Paralysis
10 hari SMRS
-Pallor
-Pulseless
-Poikilothermia

5. Klasifikasi  Pasien mengeluhkan kaki


Kelas IIb :Perfusi jaringan tidak kebas sejaki ± 10 hari SMRS,
memadai, ada kelemahan otot riwayat hilang sensasi raba
ekstremitas dan kehilangan sensasi dijumpai ± 1 minggu SMRS.
pada ekstremitas. Harus dilakukan
intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi ataupun
embolektomy.

6 Penatalaksanaan
Akut Limb Iskemik (ALI)
merupakan keadaan yang darurat
yang memerlukan tatalaksana
(revaskularisasi) segera

Terapi Non Operatif

-Preoperatif antikoagulan -Heparin 1 cc (5000 IU) bolus iv


Dengan heparin sistemik untuk -Heparin 4 cc Drip dalam 500 cc Nacl
menghindari resiko penambahan 0.9 % habis dalam 24 jam
bekuan darah, mencegah
trombosis mikrovaskular pada

32
pembuluh darah distal, dan
mencegah pembentukan fokus
fokus baru emboli.

2. Terapi Operatif
- Revaskularisasi endovascular Diagnosa : Acute Limb Ischemic
- Revaskularisasi bedah (L) Leg
Tindakan : Tromboembolektomi

7 Baik anestesi umum maupun Anestesi : Spinal


Posisi : Supine
anestesi regional dapat digunakan
Teknik Anestesi
sebagai pilihan pada peripheral Posisi terlentang
O2 3 lpm via nasal canul
vascular revascularization (PVR).
Daerah pemasangan : L3-L4
Anestesi regional memiliki Premedikasi dengan deksametason
Obat: Marcain spinal 0.5%
keuntungan untuk mengurangi
morbiditas pernapasan dan
disfungsi kognitif pasca operasi
(POCD) serta memberikan kualitas
hasil yang lebih baik pada pasca
operasi.

BAB 5

KESIMPULAN

Tn SS, Laki-laki, 43 tahun, datang ke RSUP HAM dengan keluhan nyeri


paada kaki kiri dan menghitam dari pemeriksaan fisik pasien didiagnosa dengan
Aute Limb Ischemia (L) Leg . Berdasarkan diagnosa tersebut dilakukan tindakan
Troboembolektomi dengan anasthesia spinal pada tanggal 15 Oktober 2017.
Setelah dilakukan operasi keluhan menghilang pasien masih dirawat di RSUP
HAM pada hari ini.

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Norgren L, Hiatt W, Dormandy JA, Nehler M, Harris K, Fowkes F. Inter-
Society Consensus for the Management of Peripheral Arterial Disease
(TASC II). Eur J Vasc Endovasc Surg 2007; 33(Suppl 1):S1-S75.
2. Davies B, Braithwaite B, Birch P, Poskitt K, Heather BP, Earnshaw JJ.
Acute leg ischaemia in Gloucestershire. Br J Surg 1997; 84(4):504-508.
3. Jivegard L, Wingren U. Management of Acute Limb Ischaemia Over Two
Decades: The Swedish Experience. Eur J Vasc Endovasc Surg 1999;
18:93-95.
4. Fowkes F, Housley E, Cawood E, Macintyre C, Ruckley C, Prescott R.
Edinburgh Artery Study: prevalence of asymptomatic and symptomatic
peripheral arterial disease in the general population. Int J Epidemiol 1991;
20(2):384-39.
5. Hirsch A, Criqui M, Treat-Jacobson D, Regensteiner J, Creager M, Olin J.
Peripheral arterial disease detection, awareness, and treatment in primary
care. JAMA 2001; 286(11):1317-1324.
6. Kwolek, Christopher J., Shuja, Fahat. Acute Ischemia: Treatment
7. Earnshaw, Jonothan J. Acute Ischemia: Evaluation and Decision Making.
8. The European Society of Cardiology. 2011. ESC Guidelines on the
Diagnosis and Treatment of Peripheral Artery Diseases.
9. American Heart Association. 2011. Management of Patients With
Peripheral Artery Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric, and
Abdominal Aortic).
10. Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, Johnston KW, Porter JM, Ahn S, Jones
DN. Recommended standards for reports dealing with lower extremity
ischemia: revised version.J Vasc Surg 1997;26:517 –538.
11. Fleisher LA Beckman JA Brown KA et al. ACC/AHA 2007 guideline on
perioperative cardiovascular evaluation and care for noncardiac surgery:
executive summary:a report of the American college of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Writing committee to Revise the 2002 Guidelines on Perioperative
Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery).Circulation
2007;116:1971-96.
12. Devereaux PJ Yang H Guyatt GH et al.Rationale, design, and organization
of the Perioperative ischemic Evaluation (POISE) trial: a randomized
controlled trial of metoprolol versus placebo in patients undergoing
noncardiac surgery.AM Heart J 2006;152:223-3021.Ghanami RJ Hurie J
Andrews JS Robert N Harrington RN.Anesthesia-based evaluation of
outcomes of lower-extremity vascular bypass procedures.Ann vasc surg
2013;27:199-207

34
13. Walsh M Devereaux PJ Garg AX et al. Relationship between
intraoperative mean arterial pressure and clinical outcomes after
noncardiac surgery: toward an empirical definition of
hypotension.Anesthesiology 2013;119:507-15
14. Redfern G Rodseth RN Biccard BM. Outcomes in vascular surgical
patients with isolated postoperative troponin leak: a meta-analysis.
Anaesthesia 2011;66:604-10

35

Anda mungkin juga menyukai