Oleh:
1730912310013
Pembimbing:
Januari, 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Referat
Oleh
Alesandro Parluhutan Tonggiro
Pembimbing
.……………………….
dr. Agung Hadi Susanto, Sp.JP, FIHA
.………………………
dr. Agung Hadi Susanto, Sp.JP, FIHA
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
A. Definisi .................................................................................. 6
B. Epidemiologi ......................................................................... 6
C. Etiologi .................................................................................. 7
D. Patofisiologi .......................................................................... 7
E. Klasifikasi ............................................................................. 8
H. Diagnosis ............................................................................... 11
J. Edukasi .................................................................................. 15
K. Prognosis ............................................................................... 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
Iskemia lengan dan tungkai akut terjadi jika sumbatan arteri secara tiba-tiba
Kebutuhan metabolik pada perfusi jaringan menjadi lebih besar, sehingga dapat
Salah satu penyakit yang menyerang arteri adalah iskemia tungkai akut. Di negara
Inggris dan Wales terdapat 5000 pasien terserang iskemia tungkai akut per tahun
dengan angka kematian 20% dan kehilangan salah satu ektremitas sebanyak 40%.
Angka resiko kematian dan amputasi cukup tinggi karena mempunyai penyakit
Gambaran klinis pada pasien dengan iskemi lengan dan tungkai akut
berhubungan dengan lokasi tempat sumbatan arteri dan penurunan aliran darah. Jika
dilihat dari beratnya iskemik, pasien mungkin akan mengalami kelumpuhan dan
dapat menjadi pincang atau mengalami nyeri saat beristirahat. Nyeri dapat timbul
dalam jangka waktu yang singkat dan tampak jelas pada ekstremitas distal sampai
kepada daerah obstruksi. Nyeri yang timbul tersebut tidak terbatas pada kaki atau
jempol atau tangan ataupun daerah jari, sebagaimana yang biasa dijumpai pada
kasus iskemik lengan dan tungkai kronik. Iskemik yang terjadi bersamaan pada
4
Pada pemeriksaan fisis terkadang tidak didapatkan adanya denyut nadi di
daerah distal sampai ke daerah sumbatan, kulit yang dingin, pucat, pengisian aliran
balik kapiler yang terlambat dan pengisian vena yang lambat, ketiadaan persepsi
sensoris, dan kelemahan otot hingga lumpuh. Dengan mengenal tanda dan gejala
ALI, maka resiko kehilangan anggota gerak dapat menurun. Suatu penelitian
dari ALI dan eksplorasi (6% dalam 12 jam, 12% dalam 13 hingga 24 jam, 20%
setelah 24 jam)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Terdapat beberapa definisi dari Acute Limb Ischaemia atau Iskmia Anggota
- Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan perfusi
pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua
- Menurut IA- Khaffaf (2005) Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi
tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut
- Sedangkan menurut (TASC II) Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya
setelah akut.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan
secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah
6
terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot
skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya
setelah empat hingga enam jam setelah iskemia akut. Adanya gangguan iskemia
biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya
oklusi.
Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat
dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Acute Limb Ischemia (ALI)
2. Etiologi
kondisi iskemia yang disebabkan oleh emboli terkait dengan adanya onset
yang cepat, riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan tidak adanya riwayat PAD
Thrombosis
or Peripheral Arterial Surgery (TOPAS), sekitar 85% dari seluruh kasus. Angka
kejadian kasus emboli telah menurun sejak beberapa dekade terakhir. Pada
gerak akut pada pusat-pusat rujukan antara tahun 2000 dan 2004, 40% kasus
pada 50% kasus, dan sisanya sebsar 10% disebabkan oleh trauma, injuri iatrogenic,
vaskulitis, atau diseksi. Sebanyak 78% kasus emboli berasal dari jantung, dan
7
sebanyak 9% dari kasus emboli tidak ditemukan asalnya. Di antara seluruh kasus
thrombosis in situ, 30% terjadi pada arteri normal, sedangkan 70% terjadi pada
pembuluh darah yang mendapat intervensi (65% graft thrombosis dan 5% berupa
thrombosis akibat pemasangan stent di iliac atau infra inguinal). 30% penyebab
iskemia anggota gerak akut dikarenakan surgical graft thrombosis. Pasien dengan
graft dapat mengalami graft thrombosis dan berkembang menjadi gejala iskemia
mekanis seperti stenosis anastomosis atau retained valves. Kompresi atau kinking
pada graft juga dapat menyebabkan thrombosis. Dengan adanya metode stent
grafting untuk penyakit aneurisma aortoiliac, maka thrombosis stent graft akut
dengan iskemia anggota gerak akut. Pada suatu review yang dilakukan pada hampir
900 pasien yang mengalami iskemia anggota gerak akut sekunder akibat thrombosis
penelitian ini, terapi trombolisis dengan dipandu kateter yang dilakukan sebelum
amputasi, akan tetapi hal ini secara signifikan akan meningkatkan patensi graft
dalam jangka panjang, diduga karena dengan melakukan tindakan ini akan
trombolisis dengan panduan kateter harus disesuaikan dengan kondisi klinis dan
8
Emboli
kejadian yang jarang terjadi karena prevalensi penyakit katup jantung rematik saat
ini telah menurun secara substansial. Fibrilasi atrium yang terkait usia dan disfungsi
oleh patent foramen ovale yang memungkinkan transit thrombus yang ada di vena
ke dalam sirkulasi arteri. Oklusi emboli akut terkait aneurisma aorta dan thrombus
Penyebab Iatrogenik
Iskemia anggota gerak akut dapat disebabkan oleh metode akses arterial
melalui arteri femoralis dan injuri pembuluh darah di lokasi akses, baik dengan
terbebasnya alat penutup vaskular ataupun dengan adanya injuri langsung pada
arteri femoralis major maupun arteri iliaca major. Demikian juga, thrombosis yang
terjadi terkait kateter dan emboli pada arteri popliteal dapat terjadi
Sebab Lain
Vasospasme yang intens, seperti akibat ergotism atau konsumsi kokain, telah
dilaporkan dapat menyebabkan oklusi pada distal aorta dan pembuluh darah iliaka
9
dimana tunika intima mengalami kompresi oleh tunika media. DVT (deep vein
dilakukan segera untuk mengembalikan aliran darah balik vena dan juga aliran
3. Patofisiologi
bifurkasio aorta, iliaca, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio brachial
femoral dan popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah mengalami bypass
arteri, rupture plak atherosclerosis, atau pada keadaan low output. Penghentian
kebocoran kalsium intrasel ke dalam miosit. Level kalsium bebas intraseluler akan
10
mikrovaskular dan membrane sel, potassium, fosfat, kreatinin kinase dan
myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi sistemik. Lebih lanjut, reperfusi
meningkatkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sel ini. Jaringan otot dan
saraf cukup rentan mengalami injuri iskemia, sehingga ada atau tidaknya deficit
neuromotor merupakan suatu poin yang sangat penting untuk menilai keparahan
iskemia anggota gerak akut. Kerusakan otot yang ireversibel akan dimulai sejak 3
jam setelah terjadi iskemia dan kerusakan ini akan total setelah mencapai 6 jam.
Selain injurin miosit, injuri pada otot skeletal akan diikuti dengan kerusakan
ikrovaskular yang progresif. Semakin parah kerusakan seluler yang terjadi, makin
besar perubahan yang dialami mikrovaskular. Pada kondisi nekrosis otot, aliran
mikrovaskular berhenti dalm waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu sekitar
6 jam untuk menyebabkan injuri fungsional yang ireversibel. Rentang waktu ini
dapat lebih lama pada kondisi ekstremitas yang memiliki aliran darah kontralateral.
Kondisi iskemik akan memicu suatu kondisi injuri reperfusim suatu proses yang
dipicu oleh pengembalian perfusi dan dimediasi oleh kompleks kaskade sitokin,
reactive oxygen species (ROS), dan neutrofil. Reactive oxygen species (cth :
oleh neutrofil teraktivasi dan xanthine oxidase, suatu enzim yang berlokasi di sel
endotel mikrovaskular pada otot skeletal dan teraktivasi pada kondisi iskemik. Di
11
xanthin oxidase membutuhkan oksigen untuk mengubah hypoxanthine menjadi
dalam otot postischemic. Peran penting oksigen elemental dan peran oksigen
darah yang memperfusi menjadi darah yang teroksigenasi selama treperfusi mirip
Demikian juga, pengenalan oksigen kembali secara bertahap di awal reperfusi akan
bebas dan menurunkan konsumsi oksigen akan menurunkan injuri pada nekrosis
postisc hemic. Neutrofil yang teraktivasi merupakan agen utama yang berperan
Leukosit juga memegang peran yang sama pentingnya dalam menyebabkan injuri
12
teroksigenasi dengan jumlah kandunga leukosit yang telah terdeplesi menggunakan
filter dapat mencegah peningkatan permeabilitas vaskular pada otot skelet canine.
postischemic tikus. Iskemia dan reperfusi otot skelet akan menstimulus sejumlah
Interleukin (IL)-1β dan tumor necrosis factor (TNF) – α dapat segera dideteksi
setelah reperfusi dan memicu molekul adhesi pada permukaan sel endotel,
emningkatkan kebocoran kapiler, dan menstimulasi produksi IL-6 dan IL-8, yang
endotel, dan mengaktivkan leukosit. Efek klinis dari respon seluler terhadap
reperfusi berupa pembengkakan jaringan, suatu kondisi kerusakan yang hebat pada
ruang tertutup di lengan bawah, paha, betis, dan pantat. Peningkatan tekanan
kondisi iskemia dan nekrosis yang semakin parah. Pelepasan mioglobin dapat
menyebabkan acute lung injuri, suatu proses yang telah diujikan pada hewan coba
13
aktivasi dan transmigrasi neutrofil serta hilangnya integritas endotel merupakan
hal-hal penting dalam acute lung injury pada injuri reperfusi. Sehingga, edema paru
noncardiac dapat terjadi setelah proses reperfusi pada ekstremitas bawah, suatu
proses yang dapat dicegah dengan deplesi granulosit. Sindroma reperfusi terdiri atas
intervensi pada iskemia anggota gerak tingkat lanjut dan ireversibel. Derajat respon
inflamasi yang terjadi setelah proses reperfusi bervariasi. Ketika nekrosis otot
oklusi dan efisiensi suplai darah melalui pembuluh kolateral.Besar kecilnya respon
inflamasi akan ditentukan oleh seberapa luas zona iskemik (tapi tidak sepenuhnya
nekrotik). Sehingga reperfusi pada sekelompok besar otot yang terjadi dengan injuri
iskemik tingkat lanjut dan nekrosis jaringan akan menyebabkan pelepasan sejumlah
besar mediator inflamasi toksik ke dalam sirkulasi sistemik. Efek perusak dari
proses reperfusi dapat menyebabkan pasien dengan injuri iskemik ireversibel harus
diamputasi.
4. Klasifikasi
Ad hoc commite of the Society for Vascular Surgery and the North American
14
Kelas I: Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau
tidak diperlukan.
berikut:
tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bisa dengan obat-
b) Kelas IIa: perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika berjalan
dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah
c) Kelas IIb: perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
d) Kelas III: telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
15
Akut limb iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
Onset
Severity
Gejala klasik dan temuan yang didapat pada pemeriksaan fisik pada penderita
merupakan gejala yang paling umum ditemukan dan makin meningkat seiring
keparahan iskemia. Pallor (pucat) merupakan temuan awal pada ekstremitas yang
mengalami iskemik dan hal ini disebabkan oleh pengosongan pada vasospasme
menyebabkan kerusakan kulit, yang mana kulit akan berwarna pucat ketika ditekan.
Ketika kondisi iskemik terus berlanjut, akan muncul paresthesia, dan kemudian rasa
kebas/numbness menggantikan rasa nyeri, yang mana hal ini menyebabkan pasien
dan dokter mendapatkan kepastian yang salah. Pada stadium akhir injuri iskemik,
akan terjadi paralisis, pengelupasan kulit akan terjadi, tanpa kulit menjadi pucat.
16
Kehilangan fungsi motorik dan kulit mengkilat seperti marmer memperkuat dugaan
nadi baik secara palpasi maupun dengan pemeriksaan arteri dengan Doppler.
Perubahan kulit menjadi pucat dan perubahan suhu kulit terdeteksi pada satu level
sumber iskemik yang potensial. Temuan berupa atrial fibrillation, murmur jantung
pada penyakit katub jantung, atau adanya gejala CHF dapat berimplikasi pada sebab
cardioemboli. Gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan menggigil dapat
mengacu pada endocarditis sebagai etiologi emboli jantung. Stigmata adanya PAD
situ, sedangkan nyeri dada, hipertensi, dan denyut arteri yang asimetris pada
prognosis setelah dilakukan revaskularisasi (Tabel 2.1), Klasifikasi klinis ini juga
Rutherford class I merepresentasikan ekstr emitas yang viable dan tidak terancam,
seperti pada pasi en dengan iskemia kronik dan nonkritis. Rutherford class II
17
klas IIA ditunjukkan dengan kondisi sensoris dan motoris yang intak meskipun
tidak didapatkan sinyal arterial pada Doppler. Klass IIB meliputi pasien dengan
ringan, dan tidak ada sinyal arteri Doppler. Ekstremitas pada tingkat klasifikasi ini
dengan kerusakan saraf permanen, hilangnya fungsi sensoris dan paralisis motoris,
dan hilangnya sinyal arteri dan vena pada Doppler. Revaskularisasi pada
dan pasien dengan kegagalan graft/cangkok dapat mentoleransi iskemia akut lebih
thrombosis in situ. Pasien dengan onset nyeri yang mendadak dan batas demarkasi
perubahan suhu kulit dan pengelupasan kulit yang jelas. Pasien-pasien ini biasanya
memiliki tanda dan gejala sesuai Rutherford class IIb dan III. Pasien dengan
Memiliki tanda PAD dan onset gejalanya lebih samar. Temuan dari
18
iskemik yang kurang tampak dan lebih cenderung mengalami cyanosis dibanding
pucat. Pasien ini jatuh pada kategori Rutherford class I dan IIa.
6. Diagnosis
Diagnosis Iskemia Anggota Gerak Akut dapat sulit ditegakkan, terutama pada
pasien yang juga mengalami defisit sensoris dan motoris yang menyebabkan
perhatian kita langsung terarah pada pemeriksaan secara neurologis. Tanda dan
gejala klinis pada iskemia anggota gerak akut bermanifestasi dengan variasi temuan
gejala terkait keparahan iskemia dan durasi malperfusi arterial. Diagnosis iskemia
dilakukan secara cepat dan dapat memberikan informasi mengenai lokasi oklusi dan
19
pemilihan strategi akses arteri untuk prosedur endovascular. Pemeriksaan fisik yang
sinyal arteri dan vena, biasanya cukup untuk mendapatkan informasi ini.
Pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan lokasi oklusi di arteri dan
Anamnesis
secara berbarengan.
Kemunculan penyakit
Gejala pada kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau
fungsi. Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya,
dan intensitas nyeri adalah penting dalam membuat keputusan medis. Onset tiba-
tiba dapat memiliki implikasi etiologi (seperti, emboli arteri cenderung muncul
lebih mendadak daripada arterial thrombosis), sedangkan kondisi dan lokasi nyeri
20
Riwayat penyakit dahulu
klaudikasio)
pada sirkulasi / pembuluh darah pada masa lampau (misalnya pemasangan stent
atau graft )
Sebaiknya ditanyakan tentang penyakit yang dimiliki yang dapat menjadi faktor
Pemeriksaan Penunjang
Angiografi
21
Computerized tomographic angiography
Masih jarang dipakai karena memerlukan media kontras yang banyak untuk
Duplex ultrasonography
spektrum doppler .
B-mode
- Untuk melihat dan menilai seluruh arteri dan vena pada ekstremitas bawah
- Pada kasus ALI, jika diambil gambaran short axis, maka pembuluh darah ateri
darah, apakah lumen pembuluh darah terisi penuh oleh warna pada arteri.
22
- Jika pada kasus ALI, color pada pembuluh darah arteri tidak terisi, yang
kurva spektrum doppler pada pembuluh darah arteri , pada pasien ALI
7. Tata Laksana
arteri merupakan poin penting dalam terapi. Keputusan apakah akan dilakukan
viabilitas dari ekstremitas yang terkena. Pada pasien dengan ekstremitas yang masih
bisa diselamatkan, pemilihan tipe terapi revaskularisasi juga sama pentingnya. Dua
faktor utama yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pasien dengan iskemia
anggota gerak akut terdiri atas beban komorbiditas medis dan keterlambatan dalam
mengenali dan menangani ekstremitas yang mengalami iskemik. Faktor lain terkait
dengan angka keselamatan bebas amputasi yang lebih rendah meliputi usia yang
semakin tua, ras, diabetes, dan tidak adanya tatalaksana awal berupa antikoagulasi
perioperatif yang tinggi. Dari sejumlah 3000 pasien yang dikumpulkan untuk
mendapatkan terapi pembedahan untuk iskemia anggota gerak akut pada 30 pusat
pelayanan kesehatan yang diamati antara rentang waktu 1963 dan 1978, angka
23
kematian dalam 30 hari sebesar 25%. Meskipun telah banyak perkembangan dalam
angka kematian dalam 30 hari setelah terapi pembedahan pada pasienpasien yang
Ischemia of the Lower Extremity (STILE), dan trial acak Rochester, masih sebesar
5% - 18%
operasi yang dilakukan pada populasi pasien yang menderita iskemia anggota gerak
akut mendorong untuk dilakukannya strategi terapi endovascular yang lebih tidak
endovascular dan terapi pembedahan pada pasien tertentu, terutama pasien yang
masuk dalam klasifikasi I dan IIa. Penyebab dari iskemia ekstremitas, lokasi
thrombosis graft dan Rutherford class I dan IIa mendapatkan hasil akhir yang lebih
cardioemboli biasanya memiliki gejala klas IIb Rutherford dan paling baik diterapi
24
pasien dapat diterapi dengan pendekatan endovascular sepenuhnya, dan pasien lain
anggota gerak akut juga meliputi injuri iskemia-reperfusi, yang dapat bervariasi dari
injuri ringan tanpa gangguan fungsional maupun sistemik sampai respon inflamasi
iskemia anggota gerak akut ini penting untuk meningkatkan angka survival pasien.
terapi awal adalah sama: resusitasi cairan, analgesic, dan pemberian obat-obatan
perioperatif, bahkan pada pasien dengan emboli yang berasal dari jantung, akan
dengan heparin. Unfractioned heparin (UFH) harus diberikan pada dosis tinggi
25
2.5 di atas baseline secara cepat. Pasien dengan heparin induced thrombocytopenia
(HIT) harus diterapi dengan direct thrombin inhibitors (DTI) yang diberikan secara
intravena seperti lepirudin atau argatroban. Bivalirudin, jenis lain DTI, yang sering
digunakan untuk inter vensi koroner dan endovascular, memiliki waktu paruh yang
relative pendek dan lebih familiar digunakan oleh kebanyakan spesialis. Keputusan
mendasari sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir kondisi klinis yang
Pasien yang megalami peningkatan creatinin kinase dan jumlah neutrofil memiliki
pasien dengan level enzim dan neutrofil yang normal. Temuan ini menegaskan
bahwa pasien dengan injuri iskemik tingkat lanjut pada otot skelet memiliki
prognosa yang buruk. Pada pasien yang mengalami irreversible tissue loss,
myoglobinuria. Pada beberapa kasus, penyebab iskemia anggota gerak akut sendiri
sudah merupakan suatu hal yang mengancam jiwa, seperti infark miokard (MI)
yang memiliki komplikasi thrombus ventrikel kiri dan shock kardiogenik, atau
inkompetensi katup. Pada beberapa kasus, prinsip “life over limb” dapat digunakan
26
Terapi Endovaskular pada Iskemia Anggota Gerak Akut Prinsip dasar di
balik terapi endovascular adalah untuk mengembalikan aliran arteri, baik dengan
melisiskan thrombus atau dengan mencari dan menterapi lesi yang mendasari,
untuk dilakukan sejak Tillet dan Garner menemukan komponen fibrinolitik pada
pertama streptokinase secara intravena pada volunteer sehat yang dilakukan oleh
Tillet dkk pada tahun 1955, pada tahun 1957 Clifton melaporkan adanya fungsi
Charles Dotter dkk. Pada tahun 1974. Berridge dkk juga mengkonfirmasi bahwa
27
terkini. Teknik trombolisis yang diarahkan dengan kateter dianggap sukses ketika
aliran antegrade dapat dikembalikan dan thrombus mengalami resolusi komplit atau
terutama pada kumpulan pembuluh darah arterial distal dan pada kasus embolisasi
distal. Terapi endovascular makin berkembang dan menjadi makin efektif untuk
anggota gerak akut. Percobaan Rochester mengambil 114 pasien acak dengan
iskemia yang mengancam ekstremitas yang disebabkan oleh emboli dan sumbatan
thrombosis pada pembuluh darah normal maupun cangkokan yang akan menerima
kateter memberikan hasil berupa resolusi thrombus pada 70% pasien. Setelah 1
tahun, angka kejadian amputasi identik pada kedua jenis terapi yang
diperbandingkan ini yaitu sebesar 18%, akan tetapi angka mortalitas secara
signifikan lebih tinggi pada tindakan pembedahan : 16% vs 42%, dengan mayoritas
28
kematian pada pembedahan terkait komplikasi kardiopulmonal. Terapi trombolitik
Trial STILE yang lebih besar yang melibatkan 393 pasien dengan pembuluh
darah asli atau pembuluh darah hasil cangkokan kurang dari 6 bulan secara acak
dipilih untuk mendapatkan terapi pembedahan atau terapi trombolisis. Trial ini
demikian, 70% pasien yang mendapat terapi trombolitik pada dasarnya sudah
proses klinis dalam fraksi besar pada sisi terapi dengan fibrinolitik.
Kegagalan dalam menembus lesi oklusi dilaporkan pada 28% pasien. Pada
pasien yang mendapatkan terapi kateterisasi yang sukses, angka patensi pada
pembuluh darah hasil cangkokan sebesar 81% sedangkan pada arteri asli sebesar
menjadi titik prediksi kesuksesan terapi, suatu kunci penting yang telah digunakan
sebagai panduan dalam terapi endovascular untuk iskemia anggota gerak akut sejak
saat itu.
(rtPA) dengan dosis 0.05 mg/kg/jam sampai 12 jam atau urokinase sampai 36 jam.
Dosis tPA yang digunakan dalam trial ini lebih besar dibandingkan dosis yang
umum dipakai di praktek klinik yaitu sebesar 1 mg/jam. Trial ini dihentikan segera
setelah terjadi kombinasi endpoint of death, amputasi mayor, dan iskemia berulang
29
terjadi pada 61,7% pasien dengan terapi lisis dan 36,1% pasien pada pasien yang
sebesar 4,0% pada sisi terapi dengan trombolisis dan 4,9% pada sisi yang
pada sisi trombolisis dan 6,3% pada sisi pembedahan (P=NS). Perbedaan angka
morbiditas sebesar 21% pada kelompok yang mendapat terapi trombolisis dan 16%
pada kelompok yang mendapat terapi pembedahan berakar pada perdarahan dan
komplikasi akses vaskular dan iskemia berulang yang diketahui pada kelompok
Analisa post hoc menyusun tingkatan pasien berdasarkan durasi gejala: di antara
pasien dengan durasi gejala kurang dari 14 hari, angka kejadian amputasi cenderung
lebih rendah pada pasien dengan terapi trombolitik dibandingkan pasien yang
dengan durasi gejala yang lebih lama, sejumlah 5,3% pasien yang mendapat terapi
t rombolisis mengalami amputasi, dan s ejumlah 2,1% pada kelompok pasien yang
angka kematian dan amputasi dalam 6 bulan sebesar 15,3% pada kelompok yang
mendapat terapi fibrinolitik dan sebesar 37,5% pada kelompok yang mendapat
terapi pembedahan (P=0,01). Studi ini secara tegas menyatakan bahwa terapi
30
memiliki durasi gejala kurang dari 14 hari. Kondisi thrombosis merupakan etiologi
utama iskemia anggota gerak akut, berperan dalam 85% kasus, dan terjadi lebih
sering pada arteri cangkokan dibanding arteri asli. Sebagai tambahan, hanya sebesar
19% dari arteri cangkokan terbuat dari pembuluh vena autolog, pengembangan
praktek modern. Fase pencarian dosis awal pada trial ini mengambil secara acak
213 pasien untuk mendapatkan infus urokinase dengan dosis yang bervariasi diikuti
infuse dosis rendah dalam jangka panjang. Trombolisis lengkap berhasil diperoleh
di 71% pasien, tanpa ada perbedaan angka keselamatan ekstremitas atau angka
kematian dalam kurun waktu 12 bulan, baik pada kelompok yang mendapat terapi
secara statistik. Pasien yang diterapi dengan urokinase memiliki angka kejadian
perdarahan intracranial yang lebih tinggi (2,1%), terutama terkait penggunaan dosis
urokinase yang lebih tinggi. Pada fase kedua trial, 542 pasien dipilih secara acak
dengan dosis yang paling aman. Rekanalisasi terjadi pada 79,7% pasien dan
trombolisis komplit terjadi pada 67,9% pasien. Setelah 1 tahun, angka keselamatan-
bebas amputasi baik pada kelompok yang mendapat terapi trombolisis maupun
kelompok yang mendapat terapi pembedahan hampir sama satu sama lain (65% vs
69,9%; P=NS) akan tetapi pada kelompok dengan terapi trombolitik memiliki
angka kejadian perdarahan intracranial yang lebih tinggi yaitu 1,6%. Perdarahan
intracranial terkait dengan pemberian infuse UFH dalam dosis terapeutik dan terjadi
pada 4,8% pasien yang mendapatkan dosis yang ditujukan untuk antikoagulasi
31
sistemik penuh, dibandingkan dengan 0,5% pasien yang menerima dosis
subterapeutik heparin.
P=0.005). Pada waktu KRS, kematian terjadi pada 5,9% pasien yang mendapat
terapi pembedahan dan 8,8% pada pasien yang diterapi dengan urokinase (P=NS).
kejadian komplikasi perdarahan, akan tetapi terapi ini secara efektif menurunkan
trombotik dibanding pasien dengan sebab emboli. Review Cochrane yang meliputi
lima trial penggunaan trombolisis dengan panduan kateter melibatkan 1283 pasien
dan melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kedua jenis strategi
kurun waktu 30 hari atau satu tahun. Pasien yang menjalani terapi trombolisis
3,3 %; 95% confidence interval [CI] : 1,7-4,6) dan stroke (1,3% vs 0 %; 95%
diberikan oleh National Audit of Thrombolysis for Acute Leg Ischemia (NATALI)
yang mencatat 1133 pasien yang diterapi dengan obat-obatan trombolisis antara
tahun 1990 dan 1999. Studi ini menunjukkan angka keselamatan-bebas amputasi
32
sebesar 12% pada 30 hari pertama, dan angka kejadian perdarahan mayor sebesar
7,8%. Belum jelas apakah pencatatan tipe seperti yang disebutkan di atas
pasien dengan diabetes cenderung kurang sukses dalam mendapat terapi ini.
yang intens tentang regimen dosis dan agen yang optimal dalam upaya yang
dalam trombolisis arteri adalah streptokinase, urokinase, dan rtPA. Urokinase telah
diketahui mampu menghasilkan efek trombolisis lebih cepat dan lebih sedikit
platelet, dan angka kejadian perdarahan yang lebih besra dibandingkan agen -agen
generasi terbaru. Urokinase telah ditarik dari produksi pada tahun 1999 setelah
itu, agen rtPA telah menjadi fibrinolitik yang dominan digunakan dalam praktek
33
klinik. Tiga agen yang tersedia dalam kelas ini : alteplase, reteplase, dan
tenecteplase.
yang mana kurang spesifik fibrin. Penurunan kemampuan mengikat fibrin pada
sehingga menhasilkan efek lisis yang lebih besar dibandingkan tPA. Alteplase
lebih baik dalam resolusi thrombus tapi memiliki resiko lebih tinggi terjadinya
hematoma di lokasi akses. Pada trial STILE, meskipun begitu, tidak ada perbedaan
antara urokinase dan alteplase. Suatu review dari berbagai studi yang mengevaluasi
infuse dan dosis keseluruhan, tapi tidak berbeda dari komplikasi yang diperoleh
waktu paruh yang lebih panjang sekitar 13-16 menit dan telah dengan sukses
diujikan pada sejumlah kecil pasien dengan iskemia anggota gerak akut.
langsung antar macam macam agen litik menjadi makin sulit, akan tetapi, tidak ada
34
bukti bahwa satu jenis thrombolitik rtPA lebih superior dibanding jenis agen yang
diujikan dalam suatu trial kecil pemberian trombolisis dengan reteplase. Hasil studi
Clinical Status and Exercise Capacity in Diastolic Heart Failure [RELAX]). Pada
studi ini, 74 pasien dengan oklusi akut menerima berbagai dosis reteplase yang
diberikan tunggal atau reteplase yang digabung dengan infus abciximab. Pada 90
hari, hasil akhir yang didapatkan pada pasien dengan terapi rtPA dosis 1 mg/jam
tidak berbeda, baik yang menerima placebo ataupun kelompok yang menerima
dua kelompok ini. Agen ajuvan tidak disetujui untuk digunakan sebagai terapi
infuse pada kelompok yang mendapat terapi kateter untuk memperoleh angka PTT
sekitar 40-50. Analisa s ubgroup pada trial STILE menunjukkan bahwa pemberian
amputasi, morbiditas mayor, dan iskemia berulang. Lebih penting lagi, infuse
heparin yang ditambahkan pada baik kelompok urokinase atau alteplase tidak
35
untuk diberikan heparin dengan dosis 400-600 unit/jam, beberapa penulis
merekomendasikan dosis yang lebih rendah yaitu sebesar 100 unit/jam. Resiko
peningkatan durasi infuse, dari 4% pada pemberian infus selama 8 jam menjadi
34% pada pemberian infuse selama 40 jam. Durasi optimal pemberian infuse
trombolitik masih belum bisa ditentukan dengan tegas. Telah terjadi penurunan
bertahap durasi terapi yang diberikan, dari 48 jam infuse pada percobaan-percobaan
awal menjadi 6-18 jam durasi infuse yang diberikan pada era teknik adjunctive.
ditekankan. Level fibrinogen dicek secara berkala selama pemberian infuse, dan
jika level fibrinogen menunjukkan angka di bawah 100-150 mg/dL maka hal
obat atau bahkan penghentian seluruh terapi infuse. Level fibrinogen yang lebih
rendah terkait dengan kejadian perdarahan pada trial STILE, akan tetapi masih
belum jelas apakah level fibrinogen merupakan predictor yang dapat dipercaya
terapi ini tidak cocok untuk pasien yang membutuhkan revaskularisasi segera,
sehingga terapi pembedahan menjadi pilihan strategi terapi untuk pasien dengan
36
gejala yang masuk dalam klasifikasi IIb Rutherford. Dorongan untuk mengatasi
yakni : seluruh segmen oklusi harus terlewati, dan infuse dengan multiple side holes
obat trombolitik ke dalam thrombus. Kedua hal ini harus terpenuhi. Rekombinan
Suction Embolectomy
Pembedahan
37
Prognosis
Pasien dengan iskemik lengan dan tungkai akut biasanya memiliki faktor
suatu iskemik. Populasi ini memiliki prognosis jangka Panjang yang buruk. Angka
kelangsungan hidup rata-rata dalam lima tahun pada iskemik lengan dan tungkai
akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah sekitar 45%, dan jika disertai dengan
emboli, akan berkurang menjadi sekitar 20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata
pada 1 bulan penderita yang berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai dan
lengan akut adalah sekitar 40%. Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung
kepada beratnya iskemik dan lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan
revaskularisasi dilakukan.
dan kemampuan dari anggota gerak untuk tetap bertahan, sejalan dan berhubungan
kardiovaskuler. Anggota gerak yang masih berfungsi dan dapat bertahan, pada
kategori 1, yaitu yang tidak bersifat mengancam dengan seketika, begitu pula
dengan kelainan fungsi sensori maupun motorik, dan adanya aliran darah yang
suatu iskemik yang akan menyebabkan kehilangan anggota gerak kecuali suplai
38
Kategori tersebut terbagi lagi secara garis besar yaitu yang bersifat perlahan
mengancam anggota gerak dan yang bersifat seketika, yang ditandai dengan adanya
rasa nyeri, berkurangnya rasa sensoris, dan kelemahan otot. Pemeriksan Doppler
tidak dapat mendeteksi aliran darah arteri. Iskemik lengan dan tungkai yang tidak
amputasi, kategori III, ditandai dengan hilangnya sensasi, kelumpuhan, dan tidak
terdeteksinya aliran darah pada pemeriksaan Doppler pada arteri dan vena distal
39
BAB III
PENUTUP
terjadi <14 hari yang mengancam jiwa dan/atau tungkai. Penegakan diagnosis
Iskemia tungkai akut dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
ekstremitas. Beberapa usaha dapat dilakukan antara lain dengan memodifikasi faktor
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et
al. Harrison’s principles of internal medicine 17th Edition. United States of
America:McGraw-Hill; 2008.
2. Stephen JM, Maxine AP.Current medical diagnosis and treatment.49th
ed.The McGraw Hill Companies;2010.
3. Antono D. Hamonangan R., Penyakit Arteri Perifer. Dalam Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi VII. Editor : Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru W. Sudoyo,
Marcellus S.K, Bambang S, Ari Fahrial S. Interna Publishing. 2014: 1516-26.
4. Francis GS, Gassler JP. Pathophysiology and diagnosis of heart failure. The
heart 10th Edition. 2005;1:655-68.
5. Callum Ken, Bradburry Andrew Acute Limb Ischemia. US National Library
of National Institutes of Medicine. 2000;320:746-767
41