Anda di halaman 1dari 14

KEPALA Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri.

Cairan serebro spinal


bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
--------------------------------------------------------------------------------------------------
RD-Collection 2002
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial..
D.Otak
Anatomi Tengkorak 1. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan
A. Kulit Kepala (SCALP)
durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu: pusat bicara.
1. Skin atau kulit
2. Connective Tissue atau jaringan penyambung 2. Serebelum
3. Aponeurosis atau galea aponeurotika  jaringan ikat berhubungan langsung
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior
dengan tengkorak
berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar  Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
3. Batang otak
5. Perikranium
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
B. Tulang Tengkorak spinalis.
Terdiri Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3 fosa :
1. Anterior  tempat lobus frontalis E. Cairan Serebrospinalis
2. Media  tempat lobus temporalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau sekitar
3. Posterior  tempat batang otak bawah dan serebelum 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus koroideus
yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel
C. Meningen lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan : serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan serebrospinal setelah
1. Durameter diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III , kemudian
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii, setelah itu melalui 2
dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen Magendie di sebelah medial
terletak antara durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui granulasi araknoidea masuk ke
yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris dalam sinus duramater kemudian masuk ke aliran vena
tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta menyebabkan Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal melebihi
perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk 2 sinus yang jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan serebrospinal
mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari
darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah transventricular
cedera 1/3 anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired
menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. meningocoeles. Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan
Arteri2 meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami temporal horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat corpus callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum, penipisan
menimbulkan perdarahan epidural. dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga fossa
pituitary (menyebabkan pituitary disfunction)
2. Arachnoid
3. Piameter F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
125
1. Supratentorial  terdiri fosa kranii anterior dan media
2. Infratentorial  berisi fosa kranii posterior

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons


dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura
tentorial. Nervus okulomotorius (NIII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan
oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik
untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis
serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan
berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik
herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama
dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.

126
 Cedera kepala berat (CKB)  GCS 3 – 8.

Glasgow Coma Score (GCS) digunakan sebagai alat bantu diagnosis untuk
menentukan tingkat kegawatan pasien cedera kepala saat datang di Rumah
Sakit. Dalam perkembangannya GCS dapat juga digunakan sebagai evaluasi
dan prediksi perkembangan pasien cedera kepala selama perawatan. Adanya
perbaikan GCS dalam kurun waktu tertentu setelah cedera kepala dapat
menilai keadaan pasien.

CEDERA KEPALA
---------------------------------------------------------------------------------------------------
RD-Collection 2002
Penilaian perbaikan GCS pasien cedera kepala dapat dikelompokkan menjadi :
Cedera kepala adalah masalah yang umum terjadi pada suatu trauma. Cedera kepala
sering terjadi pada usia muda dan produktif di masyarakat. Dalam penanganan 1. Perbaikan cepat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 24 jam
cedera kepala diperlukan evaluasi yang ketat sejak pasien ditempat kejadian sampai 2. Perbaikan sedang Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 3 hari
keluar dari Rumah Sakit. Pengelolaan yang tepat dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat cedera kepala. Glasgow Coma Score (GCS) 3. Perbaikan Lambat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS dalam 7 hari
sebagai alat bantu diagnosis cedera kepala sudah diterima dalam standar. GCS 4. Perbaikan sangat lambat Jika terjadi kenaikan 4 skor GCS lebih dari 7 hari.
juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi tingkat kesadaran dan prediksi cedera
kepala. Penilaian GCS meliputi respon membuka mata, respon bicara/verbal, dan respon
Menurut data dari National Health Interview Survey (NHIS) di Amerika pada tahun motorik. Masing-masing respon tersebut mempunyai nilai sebagai berikut:
1990 terdapat 1,97 juta lebih kasus cedera kepala, dengan 373 ribu kasus
memerlukan perawatan di Rumah Sakit dan 75 ribu kasus berakhir dengan kematian. JENIS PEMERIKSAAN SKOR
Penyebab utama cedera kepala berasal dari kecelakaan lalu-lintas (KLL) yaitu 60 –
70 %, dengan risiko tertinggi pada usia 15 – 40. Angka kejadian cedera kepala pada Respon membuka mata / E
laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 2 – 4 : 1. Spontan 4
Dengan panggilan 3
Klasifikasi Dengan rangsang nyeri 2
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan : ATLS Tidak ada respon 1
 Mekanisme
Respon motorik / M
1. Trauma tumpul (blunt)
Menurut perintah 6
Trauma tumpul dapat berasal dari trauma benturan dengan kecepatan tinggi
seperti pada kecelakaan lalu-lintas (traffic accident) dan trauma benturan Melokalisasi rangsang nyeri 5
dengan kecepatan rendah misalnya jatuh atau kasus penyerangan Menolak rangsang nyeri 4
2. Trauma Tajam (penetrating). Gerakan fleksi abnormal 3
Trauma tajam berasal dari tembakan senjata api dan benda tajam lainnya.. Gerakan ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1
 Beratnya Respon bicara/verbal /V
Berdasarkan GCS cedera kepala dikelompokkan menjadi : Orientasi penuh 5
 Cedera kepala ringan (CKR)  GCS 13 – 15 Kalimat yang membingungkan 4
 Cedera kepala sedang (CKS)  GCS 9 - 12 Kata-kata yang tidak berarti 3
127
Suara yang tidak jelas 2
Tidak ada respon 1 Pemeriksaan Verbal
Total skor: 15

Pemeriksaan Mata

 Morfologinya
Pemeriksaan penunjang adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pada pemeriksaan CT Scan
morfologi cedera kepala dapat dikelompokkan menjadi
1. Fraktur tulang kepala
Gambaran fraktur tulang kepala dapat berupa fraktur linier atau stelata,
fraktur depresi atau tidak, fraktur tertutup atau terbuka
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Klinis berupa
ekimosis periorbital(Racoon eyes sign), ekimosis retro aurikuler (Battle’s
sign) , kebocoran CSS (rhinorrhea, otorrhea0 dan paresis nervus fasialis.

2. Lesi intracranial.
Pemeriksaan Motorik Gambaran lesi intracranial adalah
-
Fokal  subdural hematom, epidural hematom, intracerebral hematom
-
Difus  memar (concussion) dan cedera akson (diffuse axonal injury).
Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan cedera kepala pra-rumah sakit dan ruang gawat darurat
(primary survey) yaitu menjaga stabilitas airway, breathing, circulation. Setelah
pasien stabil dilanjutkan dengan secondary survey yaitu pemeriksaan evaluasi
neurologi dengan GCS dan pemeriksaan fisik secara lengkap.
Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan CT Scan.
Indikasi CT Scan antara lain:
 GCS < 14
 GCS 15 dengan riwayat pingsan, amnesia retrograde deficit neurology dan
tanda-tanda fraktur tulang kepala.

Di Negara maju untuk GCS < 13 dilakukan monitoring tekanan intracranial


(Intracranial pressure).
128
Pasien dengan cedera kepala ringan biasanya sadar namun dapat mengalami amnesia Phenytoin bermanfaat dalam mengurangi insiden terjadinya kejang dalam
serta riwayat hilangnya kesadaran. Pasien ini dapat diobservasi 12-24 jam. Pasien minggu pertama cedera namun sebaiknya dihentikan setelah minggu
dengan cedera kepala sedang dilakukan ct scan kepala dan dirawat selanjutnya ct scan pertama pasca trauma.
ulang bila baik dapat rawat jalan..
Pada cedera kepala berat penanganan secara : 5. Koreksi asam-basa,
1. Primary Survey 6. Pemberian nutrisi secara adekuat.
a. Arway
Menjaga jalan nafas dari sumbatan dengan kontrol cervical. Sumbatan bias Banyak factor yang berpengaruh terhadap perbaikan pasien dengan cedera kepala.
karena muntahan, corpal, perdarahan, lidah jatuh, spasme laring Pasien dengan keadaan klinis dan gambaran CT Scan yang berbeda, akan
Tindakan  muntah dibersihkan, gigi palsu dilepas, hiperekstensi mempunyai perbedaan dalam perjalanan penyakitnya. Glasgow Coma Score
kepala,posisi miring (GCS) yang umumnya digunakan sebagai alat diagnosis cedera kapala, dapat juga
untuk alat evaluasi dan prediksi. Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami
b. Breathing perbaikan < 24 jam umumnya tidak ditemukan lesi pada CT Scannya. Cedera
Menjaga lancarnya pernafasan/respirasi agar proses pertukaran O2 kepala sedang (CKS) yang mengalami waktu perbaikan lebih lama (prolong)
kejaringan tidak terganggu dengan skor motorik yang rendah, dan trauma ditempat lain diperlukan
c. Circulation  Mengontrol perdarahan atau keadaan hemodinamik. pengawasan yang lebih ketat. Cedera kepala sedang (CKS) yang mengalami
2. Secondar Survey waktu perbaikan lebih lama (prolong) juga umumnya disertai gambaran lesi pada
ABC tertangani  lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang CT Scannya.
serta tentukan dissability (evaluasi neurologis) berupa pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil, ukuran diameter pupil. Gerakan bola mata (Doll’seye
Phenomena, reflek okulosefalik). Herniasi lobus temporalis terjadi bila reflek
cahaya dan dilatasi pupil melambat.

Terapi Medika mentosa


Tujuan mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengalami
cedera.
1. Hiperventilasi
Hiperventilasi bekerja menurunkan PCO2 dan menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak. Penurunan volume intracranial akan menurunkan TIK
Tindakan ini tidak boleh berlangsung lama karena dapat menimbulkan iskemia
otak karena vasokonstriksi serebri berat yang akhirnya meurunkan perfusi otak.
Nilai PCO2 antara 25-30 mm

2. Cairan intravena  lar garam fisiologis atau Ringer Lactate


3. Manitol
Berfungsi untuk menurunkan tekanan intracranial biasanya dengan
konsentrasi 20%. Dosis 1 gram/kgBB diberikan secara bolus intravena dalam
waktu 20 menit, dan diulang setiap 4-6 jam. Manitol dilarang diberikan pada
hipotensi karena memperberat hipovolemi.
Indikasi : pupil dilatasi bilateral dan reaksi cahaya negatif

4. Pemberian antikoagulan, antikonvulsan, antibiotik profilaksis jika diperlukan

129
Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi bila
dibandingkan dengan yang berasal dari arteri, dan terjadi akibat adanya robekan
vena-vena di tulang kepala pada bagian yang mengalami fraktur atau berasal dari
sinus venosus mayor dura yang mengalami laserasi.
Karena tekanan vena lebih rendah dari tekanan arteri, hematom epidural yang
berasal dari vena biasanya terbentuk hanya jika terdapat fraktur depressed tulang
tengkorak yang melepaskan dura dari tulang dan meninggalkan jarak dimana
hematom dapat berkembang. Hematom ini umumnya disebabkan oleh laserasi
sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal, atau tulang sphenoid.
Lokasi hematom epidural vena adalah di fosa posterior (akibat laserasi sinus
sigmoid atau transversus), fosa media (akibat cedera sinus sfenoparietal) dan para-
sagital (akibat robekan sinus sagitalis superior). Hematom epidural yang terletak
di fosa posterior lebih sedikit (2-29%) dibandingkan dengan hematom yang
terletak di supratentorial, dan tampaknya kebanyakan berasal dari perdarahan
vena (85%) serta mempunyai prognosis yang lebih buruk.
Hematom epidural secara klasik terjadi akibat adanya tekanan di kepala yang
mengalami fraktur dan menyebabkan pasien mengalami periode tidak sadar yang
cukup lama. Setelah pasien menjadi sadar, mungkin terjadi ‘lucid interval’
dimana hanya ada gejala atau tanda minimal. Ketika hematom membesar, terjadi
kompresi hemisfer. Sesuai berjalannya waktu, bagian medial dari lobus
termporalis mengalami penekanan di dasar tentorium, yang menyebabkan
kompresi dari nervus okulomotorius dan dilatasi pupil ipsilateral. Kompresi dari
EPIDURAL HEMATOM (EDH) pedunculus serebri ipsilateral juga terjadi, menyebabkan hemiparesis
---------------------------------------------------------------------------------------------------- kontralateral, yang mungkin berkembang menjadi deserebarsi postur. Koma,
RD-Collection 2002 pupil dilatasi, dan deserebrasi adalah trias klasik dari herniasi transtentorial.
Saat ini investigasi hematom epidural ditegakkan secara akurat dengan pemeriksaan
Adalah terkumpulnya darah / bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan sken komputer tomografi otak dan sken resonansi magnet, dimana ia tampil sebagai
durameter dengan ciri berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. suatu lapisan perdarahn dengan bentuk bikonveks atau lentikuler. Mengingat bahwa
Sering terletak di area temporal atau temporoparietal. Perdarahan ini berasal dari : agiografi serebarl merupakan investgasi diagnosis yang bersifat invasive, biasanya
 Arteri / vena meningea media  paling sering hanya dilakukan bila fasilitas sken komputer tomografi otak tidak ada (menampilkan
 Sinus venosus adanya pergeseran garis tengah dan zona avaskuler).
 Arteri2 yang melekat di tulang cranii Pada EDH dapat menunjukkan LUCID INTERVAL yaitu suatu keadaan dimana
 Vena pada durameter penderita yang semula mampu bicara tiba-tiba meninggal.

EDH adalah perdarahan yang terjadi di antara tabula interna dan dural membran dan EDH SDH
dikenal dengan hematom ekstradural. Hematom jenis ini biasanya berasal dari
perdarahan arterial akibat adanya fraktur linear yang menimbulkan laserasi langsung
atau robekan arteri-arteri meningens (a. meningea media), lebih jarang mengenai
cabang posterior daripada pembuluh meningel anterior. Kadang perdarahan dapat
terjadi dari robekan sinus venosa. Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai
pada 85%-95% kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan
robekan arteri tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas
terjadi hanya sementara).
130
 Dilatasi pupi mula-mula pada tempat cedera, dan jika hemtom tidak didrainase
maka pupil yang sebelah lagi juga akan berdilatasi
 Trias yang menunjukkan adanya herniasi: koma, dilatasi pupil, dan deserebrasi.
 Hemiplegi kontralateral tempat trauma dengan herniasi

Pemeriksaan penunjang:
 Sinar X tulang kepala AP, lateral (untuk fraktur setiap tulang kepala), gambaran
hematom(+), fraktur linear/impresi (+)
 Head CT-Scan menunjukkan lokasi, volume, efek, dengan gambaran bikonvek.
 Adanya fokal isodens atau hipodens dapat menunjukkan adanya perdarahan
aktif.

Terapi :
Evakuasi bekuan darah dapat dilakukan sebagai tindakan darurat jika penderita harus
diselamatkan karena ia dapat meninggal dalam beberapa saat. Paling baik jika
dilakukan dalam 12 jam dari saat cedera. Tempat cedera dapat ditentukan dari tanda-
Gejala klinis : tanda lokal dan dari pemeriksaan. Jika lokasi tidak dapat ditentukan dengan pasti
 Sekitar 20 % pasien menunjukkan adanya gambaran klinis lucid interval, karena maka dilakukan pengeboran multipel mulai dari lokasi yang paling memungkinkan.
cedera penderita tidak sadar untuk beberapa waktu dan timbul pembengkakan Pasca operasi: penderita disuruh tidur terlentang untuk memungkinkan ekspansi
pada tempat cedera, di atas dan di depan telinga. Setelah itu penderita pulih kembali, jika dalam beberapa waktu kesadaran masih belum pulih dan tekanan CSS
kembali, harus hati-hati karena pada saat ini darah menumpuk pada tempat cedera rendah, maka dapat disuntikkan larutan fisiologis steril secara intratekal
dan mengangkat dura dari kulit kepala, periode kesadaran penuh ini disebut lucid Biasanya pascaoperasi dipasang drainase selama 2x24 jam untuk menghindari adanya
interval. Penderita mulai bingung, mengantuk, kejang karena iritasi dan disertai pengumpulan perdarahan yang baru.
kompresi area motorik diikuti paralisis dan koma yang semakin dalam. Prognosa tentang survival dan devisit sisa tergantung dari derajat progresivitas
 Paralisis dan kejang timbul pada tempat yang berhadapan dengan tempat cedera. dekompresi intrakranial dismping juga adanya penyerta lesi intrakranial lain.
 Nyeri kepala (pusing), Muntah Mortalitasnya berkisar antara 7-15% dan cacat sisa pada 5-10% kasus (akibat cedera
penyerta pada otak lainnya
Gejala klasik hematom epidural terdiri dari trias gejala: (1) interval lusid, (2) INTRA CEREBRAL HEMATOM
hemiplegia, dan (3) anisokori pupil; disamping gejala lainnya: peninggian ----------------------------------------------------------------------------------------------------R
D-Cillection 2002
tekanan intrakranial dan epilepsy.
Diferensiasi diagnosa banding antara hematom epidural yang berasal dari Hipertensi arterial menjadi penyebab utama akan kejadian perdarahan intracerebral
perdarahan arteri atau perdarahan vena dilakukan berkaitan dengan perbedaan terapi ini. Kebanyakan hematom terjadi pada regio parietotemporal. Penemuan pada
dan prognosis. Hematom yang berasal ari perdarahan vena mempunyai bentuk yang pemeriksaan klinis secara umum meliputi; hemiparese, hemisensori sindrom, dan
lebih bervariasi dan umumnya terletak di dekat sinus dura. gangguan pada lapang pandang. Kejang terjadi pada 23 % dari pasien, dan koma
Klinis : Lucid interval (+) dan lateralisasi (+) dapat muncul pada waktu terjadi perdarahan.

Pemeriksaan : Angka kematian berkisar 32%. Ukuran hematom yang terlihat pada CT scan
dihubungkan dengan outcome : Pasien dengan hematom yang kecil akan membaik
 Cushing respon menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial ditandai selama perawatan, dan pada ukuran hematom sedang mempunyai angka kematian
dengan hipertensi, bradikardi dan bradipnea. 14 %, sedangkan pada ukuran hematom yang besar mempunyai angka kematian
 Penurunan tingkat kesadaran dalam berbagai tingkat (GCS). 60%. Setengah dari pasien yang ukuran hematomnya besar diterapi dengan
 Kontusi, laserasi atau adanya penonjolan tulang di tempat terjadinya trauma. pembedahan. Terapi pembedahan sangat dianjurkan pada hematom yang ukurannya
131
sedang dan besar, terutama bila terjadi penurunan tingkat kesadaran yang progresif, Di Negara barat kecelakaan adalah penyebab terbanyak kematian orang dewasa
atau bila ada pergeseran midline yang prominen. Lobar intracerebral hemorrhages dibawah umur 45 tahun. Jumlah cedera kepala kira – kira 70 % dari cedera yang
(ICH) terjadi pada subkortikal substansia alba dari lobus cerebral, kadang merupakan mematikan ini dan penyebab cacat terbanyak dari yang selamat dari kecelakaan
perdarahan yang kecil tetapi kadang melingkar dan oval. Meskipun frekuensi dari itu. Kebanyakan pasien datang dalam keadaan koma, walaupun demikian kira –
lobar ICH tinggi terjadi hanya pada perdarahan di putamen, perdarahan lobar kira 50 % dari pasien yang cedera kepala memerlukan tindakan emergensi bedah
memerlukan perhatian yang besar; penampakan klinis dan aspek dari CT scan telah saraf terdiri dari cedera kepala berat Galasgow Coma Scale ( GCS ) 3-8 yang
dilakukan penelitian. Meskipun demikian tidak ada kriteria klinik maupun radiologi memerlukan operasi dan dan cedera kepala sedang (GCS Score 9 – 13 & 14 –
untuk menyeleksi terapi pada pasien dengan lobar ICH yang dikembangkan. 15 ). Pasien – pasien ini lebih baik jika mendapat pertolongan medis dan
intervensi bedah dalam waktu yang tepat (sebelum terjadi penurunan
neurologis). Pada kebanyakan pasien tersebut terdapat lesi massa intracranial.
Cushing Phenomena Dari sejumlah besar pasien yang terjadi hematom intracranial memerlukan
dekompresi emergensi dan separuhnya terdapat interval lusid dimana masih
Tekanan darah meningkat dan nadi turun sehingga otak tidak mampu menahan / dapat berkomunikasi diantara waktu cedera dan penurunan kesadaran.
mengkompensasdi penambahan volume sehingga batang otak tertekan SDH adalah penumpukan darah yang terjadi akibat dari ruptur vena yang terjadi
dalam ruang subdural. Sinus-sinus dura terdiri dari sinus sagitalis superior dan
inferior, sinus sigmoidalis transversus (lateral), sinus rektus dan sinus
kavernosus. Ruang subdural, yaitu ruang antara durameter dengan arakhnoid
merupakan ruang potensial. Perdarahan diruang subdural dapat menyebar dengan
bebas, dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak
yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong oleh
karena itu mudah sekali terjadi cedera dan robek pada trauma kepala.

Klasifikasi
Berdasarkan waktu dan gambaran pada CT scan, dibagi menjadi :
 Akut : < 3 hari dan gambaran pada CT scan berupa hiperdense.
 Subakut : 3- 20 hari dengan gambaran CT scan isodense atau hipodense.
 Kronik : > 20 hari dengan gambaran CT scan hipodense.

Tetapi secara klinik dibagi menjadi :


 SDH akut : terjadi kurang dari 1 minggu
 SDH kronik : lebih dari 1 minggu.
SUBDURAL HEMATOM
--------------------------------------------------------------------------------------------------RD-
Collection 2002 SDH adalah terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara Durameter dan
Arachnoid.
Hematoma Intracranial adalah penyebab dari kematian yang diakibatkan oleh cedera  Acute Subdural Hematom (A-SDH )
kepala. Subdural Hematoma adalah tipe tersering dari hematoma intracranial Type tersering dari Hematom intracarnial traumatik yang terdapat pada 24 %
traumatik yang terjadi pada 24% dari pasien dengan coma. Delayed subdural pasien dengan koma.Type cedera kepala jenis ini sering diasosiasikan dengan
hematoma sering terjadi pada penderita cedera kepala yang berusia 50 – 60 tahun kerusakan otak yang tertunda seperti yang terlihat pada CT–Scan. Pasien–
(56%) dan > 60 tahun (7,35%). Bila kita dapat dengan cepat dan tepat mendiagnosis pasien seperti ini hasil akhir biasanya mengecewakan, angka mortalitasnya
kelainan ini maka dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat akan dapt sekitar 60 %. Trauma kepala yang cukup keras bukanlah satu – satunya
menurunkan angka kematian maupun kecacatan pada kasus-kasus cedera kepala. penyebab Hematom Subdural. SDH akut biasanya terjadi karena tumbukan
pada tengkorak dengan kecepatan tinggi yang akan menyebabkan akselerasi
132
relatif dari jaringan otak terhadap struktur dural yang terfiksasi sehingga akan
merobek pembuluh darah. Darah akan mengisi ruang subdural dan menyebar Klinis didapatkan gambaran hematom(+) dan Lucid interval(-). Bila
dengan bebas dan hanya terbatas oleh sawar falks serebrei dan tentorium. memburuk dapat terjadi subdural higroma atau hidrocephalus.
Biasanya terjadi karena cedera kepala akibat dari jatuh, kecelakaan sepeda motor Pada SDH kronik, trauma pertama akan merobek salah satu vena yang
atau karena kekerasan. ASDH lebih sering terjadi pada laki-laki dengan melewati ruangan subdural sehingga terjadi perdarahan lambat dalam
perbandingan 3:1 dan biasanya terjadi pada umur lebih dari 41 tahun. ruangan subdural. Dalam 1-3 minggu setelah perdarahan terjadi, darah
Perdarahan subdural akut biasanya disebabkan oleh 3 mekanisme: dikelilingi oleh membran fibrosa karena proliferasi dari sel dural, kemudian
1. Perdarahan akibat kerusakan arteri kortikal ( termasuk epidural hematom ) pembuluh darah akan tumbuh pada membran tersebut. Pembuluh darah yang
2. Perdarahan dari cedera parenchim dibawahnya tumbuh bersifat fragil sehingga akan mudah terjadi perdarahan dan gejala
3. Robekan dari Bridging Vein dari Kortek ke salah satu sinus vena. yang terjadi akan semakin berat. Jika dibiarkan mengikuti siklus perjalanan
ilmiahnya, unsur-unsur kandungan hematom subdural akan mengalami
Manifestasi klinik tergantung dari ukuran hematom dan derajat kerusakan perubahan-perubahan yang khas.
parenkim otak. Biasanya ditemukan : Stadium pada C-SDH terbagi :
1. Perubahan tingkat kesadaran I. Darah gelap tersebar luas di permukaan otak
2. Dilatasi pupil ipsilateral, refleks cahaya pupil ipsilateral tidak tampak bawah dura
3. Hemiparesis kontralateral II. Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal, dan gelatinosa (2-4 hari)
4. Papil oedem III. Bekuan pecah dan setelah 2 minggu warna seperti minyak pelumas
5. NVI kranial palsy unilateral atau bilateral. bensin
IV. Terjadi organisasi yang dimulai dari pembentukan membran luar yang
Akut Traumatic Subdural Hematom seringkali dihubungkan dengan cedera tebal dan keras berasal dari dura, dan membran dalam yang tipis dari
parenchim yang bermakna dan kontusio, sehingga beberapa hari berspekulasi arakhnoid. Cairannya menjadi xantokromik.
bahwa laju mortalitas yang berhubungan dengannya tidak akan mengalami V. Bekuan dapat mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi (atau dapat
perubahan walaupun ditemukan terapi baru untuk ATSDH. Pada cedera otak diserap).
primer yang berhubungan dengan SDH memegang peranan penting dalam hasil
akhir pasien. CSDH seringkali berhubungan dengan athropi serebral, bridging vein
Kebanyakan Hematom Subdural diperkirakan berasal dari robekan Bridging kortikal diperkirakan berada dibawah regangan yang besar ketika otak
vein baik yang ditemukan pada waktu pembedahan atau outopsi. Tidak semua bertambah mengkerut dari tulang tengkorak, bahkan trauma minorpun dapat
Hematom Subdural berhubungan dengan cedera parenchin difus seperti yang menyebabkan salah satu dari vena – vena tersebut robek. Perdarahan lambat
telah disebutkan diatas, banyak pasien yang bertahan hidup dari lesi ini dapat dari sistem vena tekanan rendah sering menyebabkan terbentuknya hematom
berbicara sebelum kondisinya menurun , ini tidak seperti yang terjadi pada pasien yang besar sebelum tanda klinik muncul. Subdural Hematom yang kecil
yang dapat bertahan hidup karena kerusakan parenchim difus. sering resopsi secara spontan. Pengumpulan darah di subdural sering
Persentasi kliniknya tergantung dari lokasi lesi dan kecepatan perjalan terorganisasi dan membentuk membran vascular yang mengkapsulkan
penyakitnya. Seringkali pasien datang ke Rumah Sakit dalam keadaan koma hematom subdural. Perdarahan kecil yang berulang dari pembuluh darah
beberapa dari pasien tetap sadar, yang lainnya kesadarannya menurun sesuai kecil di dalam membran tersebut dapat diperhitungkan sebagai ekspansi dari
dengan perkembangan hematom. CSDH.
 Chronic Subdural Hematom ( C-SDH ) CSDH didefinisikan sebagai hematom yang terjadi pada hari ke 21 setelah
Dapat terjadi pada usia lanjut setelah mengalami trauma kepala ringan dan cedera kepala. Subakut Subdural Hematom ( SSDH ) didifinisikan sebagai
seringkali penyebabnya tidak diketahui. Karena pada orang tua terjadi hematom yang terjadi antara hari ke 4 – 21 setelah cedera kepala . Angka –
degenerasi otak (atrofi) sehingga isi tidak penuh sehingga terjadi space di angka tersebut tidak muthlak ,tetapi akan lebih tepat bila ditambah
subdural. Sebagian kecil penyebab Hematom Subdural melibatkan kelainan berdasarkan karakteristik CT – Scan.
Koagulopati dan Ruptur Aneorisma Intracranial. Sumber perdarahan : Faktor resiko yang mempermudah terjadi SDH kronik diantaranya alkoholisme
 a. Cerebri supeficialiis (indirect trauma) kronik, epilepsi, koagulopati, kista arakhnoid, dalam terapi koagulan, penyakit
kardiovaskuler (hipertensi, arteriaklerosis), trombositopeni, dan diabetes.
 Bridging vein (Hubungan vena superficialis dengan sinus venosa) putus
133
merusak parenchim otak atau rongga subarachnoid sampai ke rongga subdural,
Pada saat subdural hematom ekspansi dalam rongga subdural akan meningkatkan sebaliknya darah yang dilepaskan dari perdarahan intraserebral akibat hipertensi
tekanan intracranial dan menekan otak. Peninggian tekanan intracranial biasanya dapat merusak ke dalam rongga subdural. Bahkan dilaporkan satu kasus terdapat
dikompensasikan oleh efluks dari serebro spinal fluit ( CSF ) terhadap aksis dan hematom subdural spontan akibat penyalahgunaan kokain. Hematom subdural
kompresi sistim vena lewat drainase vena melalui vena jubularis. Selama stadium ini juga dapat disebabkan oleh perdarahan dari tumor intrakranial.
peninggian tekanan intrakranial relatif lambat karena komplains intrakranial relatif Pengobatan hematom subdural spontan sama dengan hematom subdural yang
tinggi, sebaliknya perubahan awal dalam volume intralranial berhubungan dengan disebabkan oleh trauma, tetapi penyebab yang mendasarinya harus dicari dan
perubahan kecil pada tekanan intrakranial. Ketika hematom ( Edema dari cedera diobati.
parenchim yang berhubungan ) mengembang maka suatu batas akan terlampaui
dimana mekanisme kompensasi gagal.Komplains intrakaranial mulai berkurang Penampakan hiperdens dari perdarahan akut pada CT – Scan akan terlihat menjadi
,peningkatan sedikit dalam volume intrakranial berhubungan dengan peningkatan yang Isodence lalu Hipodence selama jangka waktu beberapa minggu. Walau
besar dari peningkatan intrakranial. Tekanan intrakaranial meningkat secara bermakana perbedaan antara subakut dan khronic sangat sedikit tetapi hal ini penting. Pada
diikuti oleh penurunan perfusi serebral dan ischemia serebral global. Pada hematomi masa sebelum adanya CT–Scan CSDH diberi nama Great Imitator karena
yang cepat berkembang keseluruhan proses ini terjadi dalam beberapa menit. bermacam macam penyebab dan persentase kliniknya. Tanpa CT–Scan CSDH
sering missed diagnostik ( 72% dari kasus ). Misdiagnosis dari CSDH sering
Pada peningkatan tekanan intrakranial, hematom menekan dan menggeser otak didukung oleh penyebabnya. Pada pasien yang bertahan dari cedera kepala, 25%
sehingga terjadi herniasi transtentorial dan subfalcine akan terjadi saat otak diantaranya memiliki interfal 1- 4 minggu sebelum terjadi gejala.25% lainnya
terdorong melewati lipatan dural dari incisura atau falx tentorial. Herniasitonsilar mengalami gejala dari 5 minggu sampai 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
melalui foramen magnum dapat terjadi ketika seluruh batang otak dipaksa turun Hanya sepertiganya yang memiliki periode yang asimptomatik. Sakit kepala
melalui incisura tentorial atau oleh tekanan supratentorial yang meningkat. merupakan 90% dari gejala,disorientasi 56% dari gejala. Dari 75% kasus sakit
Hematom subdural infratentorial lebih jarang dari hematom subdural supratentorial kepala memiliki satu diantara karakteristik berikut ini : Onset yang tiba – tiba,
tetapi dapat menyebabkan herniasi tonsiler dan kompresi batang otak. Sindrome nyeri yang sangat,mual dan muntah.Gejala lainnya seperti kelemahan,kejang dan
Herniasi yang khas dapat terjadi saat otak bergerak, dan lobus medialis temporalis inkontinensia. Hemiparesis 58% ,penurunan kesadaran 40% dari tanda tersering
herniasi melampaui tentorium maka otak akan menekan arteri serebralis posterior yang terjadi pada pasien. Hemiparesis yang terjadi adalah ipsilateral dari hematom
ipsilateral, saraf okulomorius dan pedunculus serebri. Secara klinis terjadi kelumpuhan pada 40% kasus.
saraf okulomotorius dan penenekanan pedunkulus serebri yang bermanifestasi dilatasi
pupil ubsilateral dan hemiparesis kontralateral. Dan akan terjadi stroke dari distribusi Pemeriksaan Penunjang
arteri serebrali posterior. 1. Periksa PT/APTT untuk mengetahui koagulopati
Pasien dengan CSDH aliran darah ke thalamus dan regio ganglia basal terlihat 2. CT/BT untuk disfungsi trombosit, dan AT
terpengaruh dibandingkan dengan sisa otak yang normal. Tanaka dkk berpendapat 3. Hemoglobin, elektrolit dan pemeriksaan alkohol darah  berkaitan dengan
bahwa fungsi thalamus yang tidak seimbang akan mengakibatkan depresi yang pemeriksaan neurologik.
menyebar dan membuat ketidak seimbangan berbagai regio kortikal dan menyebabkan 4. Pemeriksaan radiologik berupa CT scan dan MRI.
berbagai defisit klinis. Mereka menemukan penurunan 7% dari CBF berhubungan
dengan sakit kepala sedangkan penurunan 35% dari CBF berhubungan dengan defisit Pada SDH akut akan didapatkan gambaran hiperdens seperti bulan sabit dan
neurologis seperti hemiparesis. Setelah diketahui patofisiologi CSDH berhubungan biasanya unilateral. Pada minggu pertama pada CT scan akan terlihat hiperdens,
langsung dengan athropi serebral maka hematom subdural juga berhubungan dengan pada minggu 2-3 akan tampak isodens, dan setelah minggu 3 akan tampak
kondisi yang menyebabkan athropi serebral ( alkoholisme dan dementia ). Kebanyakan hipodens. Pada SDH kronik sering didapatkan heterogen dens dengan fluid level
CSDH akibat dari cedera kepala, penyebab lain dan faktor predisposisi termasuk antara hiperdens dan hipodens.
koagulopati ( termasuk warfarin dan aspirin ), gangguan kejang dan shunting CSF. Pemeriksaan dengan MRI dilakukan untuk mengevaluasi cedera yang
berhubungan dengan parenkim otak dan untuk memperkirakan prognosis
Hematom subdural spontan jarang terjadi. Kasus ini sering berasal dari arteri
karena hal itu biasanya berhubungan dengan patofisiologi yang sama dengan
perdarahan intraserebral atau subarachnoid.darah dari aneurisma yang ruptur dapat

134
Cedera Kepala dan
Penanganannya
-------------------------------------------------------------------------------------------------
--- dr. Endro Basuki

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab perlukaan dan kematian yang
tinggi. Di negara-negara berkembang dimana transportasi sangat padat dengan
regulasi yang belum tertata baik; maka cedera kepala karena kecelakaan lalu lintas
menjadi kasus yang tinggi angka kejadiannya. Selain itu kasus perkelahian; jatuh
dan perlukaan senjata tajam dan senjata api juga semakin menonjol. Kecelakaan
kerja dan cedera olah raga juga merupakan penyebab cedera kepala. Karena resiko
yang tinggi tersebut, maka dokter-dokter atau paramedis yang menangani kasus-
kasus tersebut secara awal, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penanganan cedera kepala semaksimal mungkin, karena ahli bedah saraf belum
dapat diharapkan keberadaannya segera. Oxygenasi yang adekuat dan
mempertahankan, tekanan darah yang cukup untuk perfasi ke otak dan
menghindari kerusakan otak sekunder merupakan hal yang amat menentukan
outcome pasien cedera kepala.
Konsultasi kepada ahli bedah saraf pada awal-awal kejadian akan sangat
membantu terutama bila pasien coma dan kemungkinan adanya lesi intracranial,
karena keterlambatan akan berakibat buruk pada outcome. Pada konsultasi
kepada ahli bedah saraf; dibutuhkan informasi mengenai :
- Umur pasien, waktu dan mekanisme cedera
- Respirasi dan status cardiovaskuler
- Keadaan kesadarannya (GCS), pupil
- Adanya cedera lain
- Hasil-hasil pemeriksaan yang sudah ada, terutama hasil CT Scan (kalau ada).

Anatomi
A. SCALP
Merupakan 5 lapisan yang menutupi tulang kepala, meliputi :
1). Skin (kulit)
2). Connective tissue (jaringan pengikat)
3). Aponeurosis atau galea aponeurotica
4). Loase areolar tissue (jaringan areolar longgar).
5). Pericoanium

Jaringan areolar longgar memisahkan galea dari pericranium dan merupakan


lokasi terjadinya subgaleal hematoma. Karena kaya pembuluh darah, maka

135
perlukan pada scalp dapat menyebabkan kehilangan darah yang hebat, terutama memori. Lobus occipital relative kecil dan berfungsi sebagai pusat
pada anak-anak. penglihatan

B. SKULL / Tulang kepala 2. Cerebellum


1. Calvarium (cranial vault) Cerebellum berfungsi untuk koordinasi dan keseimbangan dengan
2. Basis cranii. membentuk koneksi dengan medulla spinalis, batang otak dan hemipherius
cerebri
Calvarium tipis pada daerah temporal, tapi tertutup oleh otot-otot temporal.
Basis cranii permukaannya irreguler, sehingga sangat terpengaruh pada cedera
otak dengan adanya akselerasi dan deselerasi. Terdapat fossa anterior (tempat 3.Batang otak
lobus frontalis), fossa media (lobus temporal, dan fossa posterior) tempat Batang otak (brainstem) terdiri dari midbrain, pons dan medulla. Mid brain
cerebellum dan batang otak bagian bawah. dan upper pons terdiri dari reticuler activating system yang bertanggung
jawab terhadap kesadaran. Pusat cardiorespirator terdapat pada medulla
C. Meninges – Selaput Otak yang kemudian lanjut ke medulla spinalis. Walaupun cedera kecil pada
1. Durameter batang otak, dapat menimbulkan defisit neurologis yang berat.
Durameter merupakan membran fibrous, dan kuat; melekat pada permukaan .
dalam cranium. Terdapat arteria meningea yang dapat dilihat pada X-ray E. CAIRAN CEREBROSPINAL / LCS
kepala berupa alur-alur pada permukaan dalam cranium. Laserasi pada LCS diproduksi oleh plexus choroideus; 30 cc per jam, yang terletak
arteria ini dapat menyebabkan perdarahan epidural terutama dari a. terutama pada ventrikel lateralis dan melalui foramen Monroe ke ventrikel
meningea media yang terletak pada fossa temporalis. III. LCS mengalir melalui for Monroe ke Ventrikel III, melalui aquaductus
Durameter akan membentuk sinus-sinus venosus, seperti sinus sagitalis sylvius ke ventrikel IV yang lalu masuk ke subarachnoid space ke seluruh
superior, sinus transversus, sinus signoideus. Sinus sagitalis superior otak dan medulla spinalis LCS diresorbsi ke sirkulasi vena melalui
menerima darah dari bridging vein dan pada 1/3 bagian depan dapat granulatio arachnoidalis pada sinus sagitalis superior. Darah pada LCS akan
dilakukan ligasi tanpa resiko yang berarti, tapi pada 2/3 bagian belakang menghambat granulatio arachnoidalis dalam menyerap LCS dan
akan berakibat fatal karena intracranial hypertension akan terjadi. menyebabkan hydrocephalus communicans.

2. Arachnoid  merupakan membrane tipis yang transparan F. TENTORIUM


3. Pia meter. Tentorium cerebelli membagi kepala kepada 2 compartemen, yaitu
Piameter merupakan selaput yang melekat erat pada otak LCS terletak supratentorial (td fossa anterior & fossa media) dan infratentorial (td. Fossa
antara arachnoid dan piameter pada subarachnoid space. Perdarahan pada posterior). Mid brain menghubungkan cerebral hemisphere dengan pons dan
ruang ini merupakan akibat dari rupture aneuryema atau pembuluh- medulla oblongota, bangunan ini melalui suatu celah yang disebut incisura
pembuluh darah cortical karena trauma. tentorii. N III berjalan melalui tepi dari incisura ini dan bisa tertekan kalau
ada herniasi cerebri yang merupakan akibat dari adanya massa supratentorial
D. OTAK atau oedema. Akibatnya, serabut para sympatis akan lumpuh dan
1. Cerebrum menyebabkan dilatasi pupil. Bila penekanan semakin hebat, terjadi paralyse
Cerebrum mempunyai hemisphere kanan dan kiri, yang dipisahkan oleh falc total N III dengan gejala mata akan deviasi ke bawah dan lateral (down and
cerebri yang merupakan kepanjangan dura dari bagian bawah sinus sagitalis out). Bagian lobus temporalis yang biasanya mengalami herniasi adalah
superior. Hemisphere kiri memiliki pusat bahasa/bicara pada orang-orang uncus. Uncal herniation menyebabkan terjadinya penekanan pada traktus
dengan kebiasaan, tangan kanan dan > 85% untuk left handed, disebut corticospinalis pada mid brain; yang menimbulkan kelumpuhan pada
sebagai hemisphere dominan. kontralateral.
Lobus frontalis adalah tempat emosi, fungsi motor dan pada tempat Tapi ada kalanya, suatu massa/lesi menekan mid brain yang kontralateral
dominant merupakan motor speech area. Lobus parietalis berfungsi sebagai kepada tepi tentorial sehingga terjadi kelumpuhan dan dilatasi pupil pada
pusat sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur fungsi-fungsi ipsilateral lesi (Kernohan’s notch syndrome).

136
Fisiologi
A. TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
ICP intracranial pressure
Proses-proses pathologis yang mengenai otak bisa menyebabkan kenaikan
tekanan intrakranial dimana selanjutnya hipertensi intrakranial akan
mempengaruhi fungsi otak dan outcome. TIK yang normal pada keadaan
istirahat adalah 10 mm Hg (136 mm air). TIK > 20 mm Hg dikatakan tidak
normal dan TIK > 40 mm Hg dikategorikan kenaikan hebat / berat.

B. DOKTRIN MONRO – KELLIE


Pada prinsipnya bahwa volume total untuk intrakranial akan selalu tetap / sama.
Bila ada massa yang menyebabkan keluarnya darah vena dan LCS yang Cedera Kepala
seimbang, maka TIK akan bertahan normal, sampai suatu keadaan dimana -------------------------------------------------------------------------------------------------
penambahan massa ini tidak terkompensasi. Jadi kita harus selalu menjaga ---- dr. Arie Ibrahim
keadaan kompensasi ini agar tidak terjadi decompensasi.
Cedera kepala saat ini masih merupakan salah satu penyebab kematian
C. CPP : Cerebral Perfusion Pressure terbanyak baik di negara berkembang maupun negara maju. Di Amerika Serikat
CPP : Mean Arterial Blood Pressure – ICP dari 500.000 kasus cedera kepala setiap tahunnya. Kurang lebih 18 - 30%
Pada keadaan normal : meninggal dalam 4 jam pertama ( golden hour ) sebelum sampai ke rumah
sakit ( Reinfurt et al, 1978, Trunkey ,1993 ) . Lebih dari 100.000 pasien cedera
CPP = M B P – ICP = 90 – 10 = 80 kepala setiap tahunnya mengalami cacat mental maupun fisik ringan sampai berat
( ATLS 1997 ). Cedera kepala terutama pada kecelakaan lalu lintas biasanya
berupa multiple system disorders, sehingga penanganannya harus secara holistic (
Adam Cowley, 1984 )
CPP dibawah 70 mm Hg umumnya berhubungan dengan prognose buruk pada
Angka kematian dan angka kesakitan kasus cedera kepala ini tentunya membawa
cedera kepala. Pada kenaikan TIK / ICP, adalah lebih penting bila tekanan darah
dampak yang besar pada program kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Oleh
dipertahankan pada level normal. Mempertahankan cerebral perfusion
sebab itu penanganan awal yang adekwat ( initial care ) harus dapat dikerjakan
merupakan prioritas yang sangat penting dalam management cedera kepala.
baik oleh dokter non bedah saraf atau paramedis dengan selalu menggunakan azas
“ do no further harm “ sampai mendapat terapi definitif oleh dokter bedah saraf.
D. Cerebral Blood Flow (CBF).
Sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010 , dimana salah satu misinya adalah
CBF normal ± 50 ml / 100 gr otak/menit Pada CBF < 20 – 25 ml/100 gr/menit,
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
aktivitas EEG akan menghilang secara graduil dan bila < 5 ml/100 gr/menit akan
terjangkau. Sistem rujukan secara medis maupun administratif, merupakan hal
terjadi kematian sel atau kerusakan irrevertible. Pada pasien-pasien non injured,
penting yang perlu diketahui baik oleh dokter pengirim maupun oleh dokter bedah
autoregulation akan mempertahankan CBF
saraf penerima.
Penanganan definitif cedera kepala harus dilakukan oleh neurosurgeon ( spesialis
bedah saraf ) dengan keberadaan kamar operasi yang memadai dan sangat
direkomendasikan keberadaan ICU ( ACS Trauma Department, 633 St Clair
Chicago, IL, 60611 ). Apabila keadaan tersebut tidak ada , maka sebaiknya pasien
dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas itu. Sampai saat ini jumlah dokter
spesialis bedah saraf Indonesia kurang lebih 90 orang dengan lebih dari separuh
137
nya berada di pulau Jawa dimana harus melayani populasi 238 juta penduduk leher sekaligus kepala. Bila ada cedera tulang belakang torakal atau lumbal harus
yang tersebar di 30 Propinsi. Dengan ratio 1 : 2.644.400 , sangat sulit bagi dilakukan immobilisasi .
seorang dokter spesialis bedah saraf untuk dapat memberikan pelayanan yang
optimal. 6. Pemeriksaan diagnostic penunjang yang diperlukan harus dikerjakan tanpa
memperlambat proses transfer pasien. Foto polos vertebrae cervical harus selalu
KRITERIA RUJUKAN dilakukan , pemeriksaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit, pemeriksaan tipe
a. Kasus cedera kepala dengan : golongan darah dan cross-match serta analisa gas darah adalah hal – hal yang
- Vulnus penetrans dan atau kompresi fraktur tulang kepala penting dikerjakan. Dilakukan pemeriksaan EKG dan pengukuran saturasi O2
- Luka terbuka dengan atau tanpa kebocoran cairan cerebro spinal Hemoglobin dengan pulse oxymetri, bila peralatannya ada.
- GCS ( Glassgow Coma Scale ) ≤ 14 atau perburukan GCS
- Tanda- tanda lateralisasi 7. Luka harus dirawat dan perdarahan harus dikontrol. Diberikan Tetanus
profilaksis. Pemberian antibiotik ,bila ada indikasi. Bila ada kejang , berikan
b. Trauma medulla spinalis atau trauma tulang belakang Diazepam 0.2 ml/kgBB i.v pelan pelan , dapat diulang tiap 5 menit sampai 3 kali
pemberian. Pada pasen dengan fraktur tulang panjang dilakukan splinting dan
PROTOKOL PENGIRIMAN PASIEN traksi yang adekwat.
1. Dokter pengirim sebaiknya berbicara langsung pada dokter bedah saraf
penerima dan menerangkan secara ringkas tentang data – data pasien, kejadian 8. Penanganan pasien dengan multiple trauma , tetap mengacu pada stabilisasi
sebelum initial care, diagnosa kerja dan terapi yang sudah diberikan serta respons ABCDE ( standar Advance Trauma Life Support ).
terhadap terapi.
2. Pencatatan dan pelaporan tentang kondisi pasien pada saat transfer, temuan
pemeriksaan fisik , masalah yang dihadapi dan terapi yang diberikan. Sebaiknya
ada formulir khusus untuk pasien pasien yang akan dirujuk.

3. Pengantar pasien harus diberi informasi tentang kondisi pasien dan kebutuhan
pada saat transfer yaitu : pemeliharaan jalan nafas, pengaturan volume cairan,
tindakan khusus yang mungkin diperlukan dan menilai kembali Trauma Score dan
GCS, tindakan resusitasi serta setiap perubahan yang terjadi saat pengiriman.

4. Sebelum dilakukan transfer , kondisi pasien harus sudah stabil .


A. Jalan nafas baik atau bila perlu dipasang orofaring atau nasofaring tube.
Bersihkan lendir, benda asing atau dengan chin lift dan jawthrust .
B. Terpasang oksigen yang adekwat . Kalau perlu dilakukan pernafasan mekanik
dengan ambu bag. Pada sumbatan nafas akut kalau perlu dilakukan
krikotirotomi atau trakeostomi
C. Terpasang infus cairan isotonis dengan jarum kaliber besar. Terpasang kateter
untuk memantau pengeluaran urine. Terpasang monitor jantung, bila ada.

5. Pada pasien tidak sadar dengan pernafasan yang tidak adekwat perlu dibantu
pernafasannya secara manual dengan ambu bag , atau dipasang endotrakeal tube
dan penyedotan lendir secara teratur.
Diberikan Manitol 20% dengan dosis 5 ml/ kg berat badan bolus , dilanjutkan 2 ml
/ kgb bolus dalam 20 menit setiap 6 jam. Dipasang neck collar untuk immobilisasi

138

Anda mungkin juga menyukai