Anda di halaman 1dari 103

Oel.

2010

Pendahuluan

Kerangka berpikir yang akan dibentuk dalam belajar adalah membedakan :

1 Anatomi
2 Penyakit
3 Terapi

1. Anatomi

2. Penyakit

Hal-hal yang perlu diketahui pada penyakit adalah :

a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi dan patogenesis
d. Klasifikasi
e. Diagnosis
 History
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
f. Terapi

3. Terapi

a. Definisi
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Kontra indikasi
e. Persiapan operasi
f. Tekhnik operasi
g. Perawatan pasca operasi
h. Komplikasi

1
Oel. 2010

SUSUNAN PROTAP UJIAN

Masuk Ruangan

 Ketuk pintu
 Ucapkan salam
 Perkenalka diri
 Izin untuk duduk

Menghadapi Pasien

 Ucapkan salam
 Perkenalkan nama
 Izin memeriksa
o Anamnesa
o Pemeriksaan fisik
 Izin
 Gunakan alat pelindung

Inventaris Anamnesa

 Identitas
o Umur
o Jenis kelamin
o Pekerjaan
 Anamnesa penyakit
o Keadaan umum dan tanda vital
o Keluhan utama
o Sudah berapa lama
 Sejak lahir : congenital
 Setelah lahir : infeksi, neoplasma, trauma, degeneratif/autoimun
o Progresifitas
 Jinak
 Ganas
o Riwayat keluarga (keturunan atau tidak)
o Keluhan yang menyertai
o Perawatan atau tindakan sebelumnya yang pernah diperoleh

Interpretasi Gambar/Foto

“dari gambar ini tampak foto....( contoh foto mata) sehingga saya dapat mengidentifikasi beberapa hal sebagai berikut”

2
Oel. 2010

WOUND HEALING

3 fase pada penyembuhan luka


1. Fase inflamasi
 Membersihkan (remove) dari jaringan non vital
 Mencegah infeksi
2. Fase proliferasi
 Menjaga keseimbangan scar formation dan tissue regeneration
3. Fase remodeling
 Memaksimalkan kekuatan dan integritas struktur jaringan

Fase inflamasi (0-3 hari)


Pada fase ini ada 2 tahapan
1. Haemostasis
a. Vasokonstriksi
b. Koagulasi
2. Inflamasi

Tissue damage

Intrinsic Extrinsic
Pathway Pathway

Colagen Tissue Factor

FXII FXIIa FVII FVIIa

FXI FXIa

FIX FIXa

FX FXa FX

Prothrombin Thrombin

Fibrinogen Fibrin

Clot fibrin
Clot Fibrin yang terbentuk memiliki peran sebagai pro inflamasi sehingga menarik ;

- Netrofil (48 jam pertama) : sebagai fagositosis dan mencegah infeksi


- Monocit/makrofag (48-72 jam) ; berfungsi sebagai fagositosis debris dan bakteri dan memproduksi growth factor

Fase proliferasi (3-21 hari)

Makrofag berperan dalam memproduksi growth factor

 PDGF dan TGF-β1 : menginduksi fibroblast membentuk deposit extracellular matrix


 VEGF dan FGF : menginduksi endothelial cell untuk angiogenesis membantu pembentukan extracelullar matrix
Makrofag + fibroblast + endothelial cell bersama-sama membentuk jaringan granulasi sebagai extracelullar matrix. Matrix
fibrin yang terbentuk sebelumnya diganti menjadi colagen tipe III. Setelah matrix colagen mengisi wound cavity secara

3
Oel. 2010

bersamaan disertai dengan proses apoptosis sehingga pembentukan jaringan granulasi/extracelullar matrix berhenti,
keratinosit mulai menjalar dari tepi luka untuk menutupi defek. Gangguan pada tahap ini menyebabkan terjadinya hipertrofik
scar.
Fase remodeling (21 hari – 1 tahun)
Colagen remodeling tipe III menjadi tipe I, regresi pembuluh darah & jaringan granulasi berlanjut hingga terjadi wound
contraction oleh myofibroblast & terbentuk parut/skar. Skar matur hanya mengembalikan tensile strength kulit normal 70 %

Tendon Healing

Inflammatory Phase (0 - 14 Hari)


 Fibrin clot pada tendon yang diperbaiki menyebabkan migrasi leukosit dan mikrofag untuk phagocytosis di repair
site. Diikuti migrasi ke repair site sel dari proliferasi epitenon.
 Sesat setelah repair tendon, kekuatan bergantung pada jahitan dan metode menjahit
Reparative phase (2 minggu - 6 minggu)
 Produksi kolagen secara intensif dan pertumbuhan seluler dari epitenon mengisi gap pada tendon
 Neovascularization pada repair site
 2 minggu setelah repair, kekuatan pada repair site berkurang dan perlahan-lahan meningkat ddengan deposit
kolagen
 Kekuatan repair site masih berhubungan dengan kekuatan jahitan dan material jahitan
Remodeling phase (6 minggu - ...)
 Serat kolagen sudah mulus dan seragam pada repair site
 Peningkatan kekuatan di repair site

Bone Healing
Proses penyembuhan pada tulang wajah cenderung lebih cepat karena sifat tulang yang memiliki ukuran lebih kecil dan
vaskularisasi lokal yang baik. Bone healing memiliki 2 bentuk yaitu ;
1. primary (direct) ; tidak terbentuk calus
a. contact (jarak antara 2 patahan < 0.1 mm)
b. gap (jarak antara 2 patahan 0.1 – 1 mm)
2. secondary (sembuh dengan calus) ; calus terbentuk pada minggu ke-6
Fase penyembuhan sebagai berikut
 Fase inflamasi (1 – 7 hari)
o Formasi hematom
o Release sitokin
 Soft callus formation ( 2 - 3 minggu)
o Osifikasi Intramembran
o Masuk vesel ke calcified callus
o Proses osteoblas
 Hard callus formation ( 3-4 bulan)
o Osifikasi endocondral
 Remodelling

Nerve Regeneration
Syaraf yang terluka akan mengalami beberapa proses;
- Sisi proksimal ; axon akan retraksi, berhenti sejenak dan kemudian tumbuh ke distal secara “hydralike”
- Sisi distal ; axon akan mengalami degenerasi wallerian, elemen syaraf yang mengalami degradasi akan di
fagositosis
- Neurotropism ; proses maturasi dan elongasi serabut syaraf
- Formasi neuroma mulai terbentuk setelah 72 jam, dalam waktu 72 jam distal syaraf masih memberi respon
terhadap stimulus elektrik.

Klasifikasi cedera syaraf menurut Mackinnon


1. Derajat 1 (Neuropraxia)
- Hanya mengenai selubung mielin
- Dapat sembuh sempurna dalam 3 bulan
2. Derajat 2 (axonotmesis)
- Mengenai axon
- Mengalami degenerasi wallerian
- Sembuh sempurna dengan kecepatan 1 inchi/bulan (±0.8mm/hari)
3. Derajat 3
- Terjadi skar yang menutupi endoneurium dan axon
- Perineurium intak
4. Derajat 4
- Diskontinuitas seluruh lapisan syaraf yang ditutupi oleh jaringan parut

4
Oel. 2010

5. Derajat 5 (neurotmesis)
- Syaraf sudah terpotong
6. Derajat 6
- Gabungan dari derajat cedera-cedera sebelumnya

Suture
Benang Jenis Asal Lose of Absorbsi
strength
Cut gut Absorbable submucosal layer of sheep intestine 8 – 9 hari 1 bulan
Dexon Absorbable Polyglycolic acid 21 hari 90 hari
Vicryl Absorbable /braided Polyglactin 910 21 hari 90 hari
Monocryl Absorbable /monofilamen Poliglecaprone 25 21 hari 90 hari
PDS Absorbable/monofilamen Polydioxone 3 bulan 6 bulan
Ethilon Non absorbable Polyamide
Prolene Nonabsorbable Polypropelene

Dressing

5
Oel. 2010

PARUT

Definisi

Berasal dari bahasa yunani yaitu eskhara yang berarti keropeng, atau dalam pengertian sederhana merupakan cacat alami
yang ditinggalkan akibat proses penyembuhan luka atau tanda bekas luka

Epidemiologi

 Negara berkembang 100 juta/tahun


 55 juta akibat pembedahan elektif, dan 25 juta akibat pembedahan trauma
 4 juta akibat luka bakar
 15 – 20 % orang negro, hispanik dan asia menderita keloid

Patofisiologi

Luka yang terjadi hanya terbatas pada lapisan dermis cenderung tidak menimbulkan parut karena masih terdapat komponen
epitelial seperti kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel rambut. Sedangkan luka yang melewati lebih dalam dari
seluruh ketebalan kulit akan sembuh dengan parut. Gangguan pada penyembuhan luka/penyembuhan luka yang tidak normal
akan menyebabkan terjadinya parut abnormal (skar hiperrofik dan keloid)

Luka

Prolin Hidroksilase Sintesis dan akumulasi

Seimbang Tidak
Kolagen Seimbang

Parut normal Degradasi dan lisis Kolagenase Parut tidak


normal
Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya parut jelek/abnormal pasca pembedahan

 Tension
 Ras : orang kulit hitam 5-18 x kemungkinan terjadinya keloid
 Lokasi : sering muncul pada kulit yang tebal, bergerak dan teregang (deltoid, sternal,punggung atas)
 Umur : 88 % pada usia dibawah 30 tahun karena sintesis kolagen masih tinggi
 Genetik
 Hormon : estrogen berperan terhadap aktifitas fibroblas dan TGF-β1

Klasifikasi

Secara klinis dibedakan atas 2 yaitu

1. Parut normal
2. Parut abnormal : skar hipertrofik dan keloid

Diagnosis

Parut normal Parut abnormal


Warna Pucat Kemerahan/kecoklatan
Ketebalan Tipis Tebal
Konsistensi Lunak Keras
Vaskularisasi Nonvaskuler Hiper vaskularisasi
Keluhan Tidak nyeri dan tidak gatal Nyeri dan gatal

6
Oel. 2010

Penilaian parut berdasarkan Vancouver Scar Scale

Derajat Konsistensi/fleksibilitas Ketinggian/tebal Vaskularisasi Pigmentasi


0 Normal Normal Normal Normal
1 Lentur 1 – 2 mm Merah muda Hipopigmentasi
2 Lunak 3 – 4 mm Merah Campuran
3 Keras 5 – 6 mm Ungu Hiperpigmentasi
4 Padat > 6 mm

Skar Hipertrofik

Definisi

Jaringan parut yang berlebih, merupakan produk penyimpangan penyembuhan luka

Epidemiologi

 33 % pada luka yang sembuh dalam 4 – 21 hari


 71 % pada luka bakar yang sembuh lebih dari 21 hari
 Prevalensi ♀ : ♂ sama

Klasifikasi

Derajat Warna Konsistensi Ketebalan


I Agak merah muda Sangat lunak Sangat tipis
II Merah muda Lunak Tipis
III Merah Padat Agak tebal
IV Ungu Keras Tebal
V Ungu tua Sangat keras, blister Sangat tebal

Keloid

Definisi

Kelainan kulit yang terjadi akibat proliferasi abnormal didalam lapisan dermis kulit yang merupakan hasil dari respon
penyembuhan luka yang berlebihan sehingga terjadi deposisi kolagen yang berlebih pada jaringan parut

Epidemiologi

 Predileksi pada daerah bahu (21 %), telinga (5 %), punggung dan dada (7 %)
 Koonin : sering pada kulit dengan melanosit tinggi
 Kulit bewarna kecenderungan terjadinya keloid lebih besar daripada orang berkulit putih. 6 – 16 % pada orang
afrika, 4.5 – 16 % pada orang asia

Klasifikasi

1. Keloid minor
2. Keloid mayor : meninggilebih dari 0.5 cm

Skar Hipertrofik Keloid


Timbul segera/dini setelah pembedahan (beberapa minggu Timbul lebih lambat bisa sampai setahun
atau bulan)
Ada maturasi, cenderung regresi dalam perjalanan waktu Tidak ada maturasi, cenderung membesar seiring waktu
Terbatas pada daerah luka Tumbuh melewati batas luka
Ukuran parut sesuai dengan besar cedera Ukuran parut lebih besar dari luka awal
Timbul karena pergerakan Tidak tergantung gerak
Biasanya menyeberang permukaan yang bisa bertekuk Ada daerah predileksi, jarang menyeberang persendian
Ada perbaikan dengan pembedahan Pembedahan sering membuat tambah buruk
Serat kolagen lebih teratur Arah serat kolagen tidak teratur

7
Oel. 2010

Penatalaksanaan

Non Bedah

No Terapi Cara Kerja Dosis Efek Smping


1 Kortikosteroid  Mereduksi sintesis kolagen dan  Diinjeksi sampai warna  Atrofi kulit
(Triamcinolon acetonide glukosaminoglikan dengan mereduksi pucat  Depigmentasi
10-40 mg/mL) mediator inflamasi dan proliferasi fibroblas  Diinjeksi dengan interval  Telangiektasi
serta meningkatkan hipoksia 4-6 minggu sekali
 Respon : 50 – 100 %
 Rekurensi : 9 – 50 %
2 Silicone Gel Sheeting  Meningkatkan temperatur 1-20 , hal ini  Digunakan 12 jam/hari
akan meningkatkan aktivitas kolagenase selama 3 bulan kemudian
 Respon : 28 – 37.5 % dilanjutkan lagi sampai 3
bulan kemudian untuk
mempertahankan hasil
yang baik
 Bahkan ada yang
menggunakan selama 24
jam/hari 12 bulan
3 Pressure/Compression  Tekanan akan menyebabkan hipoksia Tekanan 24-30 mmhg
(elastic bandage/garment) jaringan, α-makroglobulin (menghambat menggunakan
kolagenase) sehingga mereduksi fibroblas sphygmomanometer atau
 Meningkatkan temperatur 1-20 , hal ini durometer 18-24 jam/hari
akan meningkatkan aktivitas kolagenase selama 6 – 12 bulan
 Respon : 60 – 85 %
4 Radiotherapy  Menggunakan iridiu-192 1500-2000 rad sampai 5-6  Hiperpigmentasi
 Respon : 10 – 94 % sesi pasca pembedahan  Keganasan
 Rekurensi : 50 – 100 %
5 Cryotherapy  Freezing liquid nitrogen (-195.80 C atau -  Menggunakan cotton  Nyeri
320.40 C) menyebabkan kerusakan sel dan swab selama 4 detik s.d 2  Hipopigmentasi
mikrovaskuler,nekrosis karena anoksia menit  Hiperpigmentasi
 Respon 51 – 74 %  2 sesi atau lebih  Atrofi kulit
6 Laser (CO2, Argon,Nd  Membakar jaringan abnormal dan
YAG,PDL) menghambat produksi kolagen
 Respon 57-83 %
 Rekurensi : 45 – 93 %
7 Anti Histamin  Menurunkan diameter kapiler, jumlah
PMN dan menyempitkan matriks
kolagen

8 Verapamil (Ca chanel Menghambat sintesis matriks ekstraseluler  0.5-5 ml


blocker)  Diberikan selama 2 bulan
9 Retinoic acid (topical)  Reduksi kolagen  Diberikan 2x/hari selama
 Respon 50-100 % 3 bulan
10 Imiquimod
11 Tacrolimus
12 Interferon (inj)
13 Bleomicin (intralesi)
14 5-FU
15 Anti-TGF β
16 Depigmentasi

8
Oel. 2010

SKIN

Lapisan kulit

1. Epidermis
 Ketebalan 0.04 mm pada kelopak mata dan 1.6 mm pada telapak tangan
 Dibentuk oleh 4 sel berbeda: keratinosit, melanosit, sel langerhan, sel merkel
 Berasal dari ectoderm, berkembang pertama kali pad minggu ke-3 masa embrio,. Bulan ke-6
perkembangan sudah komplit dan terdiri atas 5 lapisan :
o Stratum korneum
o Stratum lucidum
o Stratum granulosum : kontribusi untuk pembentukan keratinosit
o Stratum spinosum
o Stratum basale/germinativum
2. Dermis
 Terdiri atas kolagen, jaringan elastis
 Terdapat folikel rambutk, kelenjar keringat (ecrin)
 Berisi sel syaraf, pembuluh darah, limfatik, kelenjar kulit
 Relatif non seluler dibanding epidermis. 15-40 x lebih tebal daripada epidermis
 Terdiri atas 2 lapisan :
o Lapisan papiler
o Lapisan reticular

Sel Melanosit

 Terletak dilapisan sel basal, menghasilkan melanin


 Melanin ada 2
 Eumelanin : banyak pada kulit bewarna
 Pheomelanin : kulit terang
 Fungsi utama : melindungi kulit dari efek bahaya sinar matahari dan netralisir radikal bebas

Sel langerhans

 Terletak pada lapisan tengah epidermis


 Menyediakan sel imunitas kulit

Sel merkel

 Sel neurosensorik, mekanoreseptor

9
Oel. 2010

Garis-garis pada kulit :

1. Wrinkles line
 Biasanya sesuai dengan garis expresi pada wajah
 Muncul akibat kontraksi pada otot sehingga membentuk kerutan (tegak lurus dengan otot)
 Termasuk Relaxed Skin Tension Line
2. Contour line
 Garis perbatasan atau yang memisahkan antara 2 bagian pada tubuh
 Contoh garis kulit antara pipi dan hidung, Scalp dengan telinga
3. Lines of dependency
 Garis yang terbentuk akibat gaya gravitasi terhadap jaringan lemak dan kulit yang longgar

Line tension pada kulit pertama kali diperkenalkan oleh Dupuytren, kemudian Langer (1861) juga memperkenalkan normal
tension line yang dikenal dengan “Langer Lines”. Borges memperkenalkan garis kulit yang disebut dengan “Relaxed Skin
Tension Line”

 Langer Line : berhubungan dengan garis serat kolagen didalam dermis


 Relaxed Skin Tension Lines : berjalan tegak lurus dengan serat otot dibawahnya dan biasanya sesuai dengan
kerutan pada kulit

10
Oel. 2010

SKIN GRAFT

Definisi

Suatu tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor dan
memindahkannya ke daerah yang membutuhkan (raw surface/resipien/host bed), dimana dibutuhkan dasar (bed) luka yang
memiliki suplai darah untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut

Sejarah

 Baronio (1804) : melakukan skin graft sukses pertama kali pada domba
 J.L Reverdin (1869) : menutup jaringan granulasi dengan potongan lapisan kulit epidermis dan dermis
 G.Lawson (1870) : full thickness skin 1 cm dari lengan atas ke kelopak mata
 J.R.Wolfe (1875) : full thickness skin 2.5 x 5 cm dari lengan atas ke kelopak mata
 K.Thiersch (1874) : penggunaan pisau cukur untuk skin graft

Patofisiologi

Proses take skin graft

1. Serum imbibisi/plasmatic circulation (24-48 jam pertama)


 Saat pertama kali di tempel pada bed, graft akan oedem akibat absorbsi serum dari bed secara pasive
melalui pembuluh darah yang terpotong (massa bisa meingkat s.d 30 %)
 Metabolisme anaerob memicu peningkatan PH (6.8) sehingga kebutuhan metabolik menurun, ATP turun
s.d 70 %, glukosa turun s.d 80 %
 Proses ini akan menstimulus proses revaskularisasi
2. Inoskulasi/ blood vessel conection (hari ketiga)
Ada 3 teori yang mendasari proses ini
1. Anastomosis
Koneksi ujung pembuluh darah donor dan resipien
2. Neovaskularisasi
Pembuluh darah baru tumbuh dari resipien ke donor
3. Endothelial cell ingrowth
Sel endotel graft regresi, Proliferasi sel endotel resipien kemudian bergerak ke graft dan membentuk
vaskularisasi baru dari sisa sel lamina basalis graft
3. Revascularisasi (pada hari ke empat)
4. Maturasi
Graft mengalami kontraksi dan akhirnya maturasi komplit sekurang-kurangnya 6- 1 tahun kemudian

Syaraf
Sensasi dapat dirasakan kembali pada minggu ke 4 s.d 5 bulan dan dipertimbangkan untuk mendapat sensasi maksimal
setelah 1- 2 tahun post graft. Sensasi yang pertama kali dirasakan adalah sensasi nyeri kemudian baru diikuti dengan sensasi
sentuh, temperatur dan taktil.

11
Oel. 2010

Kelenjar keringat dan folikel rambut

 Dapat tumbuh kembali pada thick skin graft atau FTSG


 Rambut dapat tumbuh kembali pada bulan ke 2-3
 Kelenjar keringat kembali berfungsi saat bulan ke-3, sehingga penggunaan moisturizing dianjurkan minimal
sampai bulan ke-3

 Perlekatan graft terjadi dengan cepat selama 8 jam pertama setelah operasi dan berlanjut s.d hari ke-4 post operasi
 Graft masih pucat pada hari ke 2-3 namun pertumbuhan vaskularisasi masih berlangsung, warna berubah menjadi
kemerahan pada hari ke 3-4 setelah operasi
 Setelah hari ke 10-14 dressing sudah dapat tidak digunakan lagi dan dapat diganti dengan pemberian moisturizing
cream
 Secara umum graft harus di dressing dan immobilisasi sekurang-kurangnya 5 s.d 7 hari pasca operasi
 Hiperpigmentasi pada graft akibat stimulasi malanophore oleh hormon dan sinar ultraviolet matahari yang terlalu
cepat, sebaiknya 1 tahun baru boleh di ekspos matahari agar tidak hiperpigmentasi
 Jika terdapat seroma/hematom pada graft, insisi diatas hematom dan kemudian di evakuasi

Kontraksi graft

 Kontraksi primer
o Terjadi segera setelah harvesting
o Akibat jaringan elastin pada dermis
o Menonjol pada FTSG
 Kontraksi
o Terjadi saat proses penyembuhan
o Akibat jaringan myofibroblast
o Menonjol pada STSG

Penyimpanan graft

 Graft yang diambil dapat disimpan lagi pada donor dan bertahan selama 5 hari, setelah 5 hari graft akan melekat
dengan kuat
 Jika ingin disimpan lebih dari 5 hari, disimpan di saline solution pada suhu 4 0 ditambahkan antibiotik cara ini
dapat mempertahankan graft selama 21 hari
 Jika dtambahkan mix solution (growth factor, steroid, insulin dan adrenalin), graft dapat disimpan s.d 30 hari

Klasifikasi

1. Split thickness skin graft : epidermis + sebagian dermis

 Thin, ukurannya 8-12/1000 inci


 Intermediate, ukurannya 14-20/1000 inci
 Thick, ukurannya 22-28/1000 inci
2. Full thickness skin graft : epidermis + dermis

Penatalaksanaan

Tujuan

Menutup raw surface

Indikasi

 Apabila penutupan dengan jahit primer tidak bisa


 Paska eksisi tumor ganas dimana radikalitasnya masih diragukan
 Cara lain lebih merugikan penderita (resiko, hasil atau komplikasinya)
 Pada bed luka masih terdapat vaskularisasi
 Rekonstruksi luka bakar
 Release kontraktur
 Defisiensi kulit kongenital
 Restorasi rambut
 Vitiligo
 Rekonstruksi nipple areola complex

12
Oel. 2010

Kontra indikasi

 Absolut  Relatif
o Avaskuler bed o Pressure sore
o Luka infeksi o Luka akibat radiasi
o Luka akibat keganasan o Luka akibat vaskulitis & arteri insufisiensi
o Malnutrisi
o Luka yang secara kosmetik merupakan area sensitif
STSG FTSG
Keuntungan
Donor Sumber donor lebih banyak Skar berbentuk garis lurus
Donor dapat sembuh sendiri Tidak ada perubahan bentuk dan warna
kulit
Dapat diambil berulang kali
Resipien Memungkinkan menutup defek yang Kontraksi sekunder lebih kecil
lebih luas
Kemungkinan hidup / ”take” lebih Perubahan warna tidak sejelek STSG
besar
Permukaan kulit secara estetik lebih
baik dari STSG
Sensorik lebih baik
Kerugian
Donor Skar lebih luas Sumber donor sedikit
Warna kulit bisa berubah Luka donor harus dijahit
Tidak dapat diambil berulang kali
Resipien Kecenderungan kontraksi (sekunder) Menutup defek tidak dapat luas
lebih besar
Terjadi perubahan warna Kemungkinan take lebih kecil
dibandingkan STSG
Permukaan kulit mengkilap,estetik
kurang baik
Sensorik lebih jelek
Sukses skin graft untuk “ Take “ bergantung pada:

 General
o Keadaan umum dan kesehatan baik
o Gizi baik
o Tekhnik operasi baik
1. Bed luka/resipien
o Vascularized (peritenon, perichondrium, periosteum,fascia, otot)
o Bebas infeksi (purulent)
o Eksudate minimal (seroma)
o Bebas jaringan nekrotik
o Bebas haematom (perdarahan)
2. Graft
o Makin tipis graft kemungkinan take makin besar
o Mesh, berfungsi untuk
 Memperlebar permukaan graft
 Drainase
 Baik untuk kontur bed yang tidak rata

3. Fiksasi : untuk menghindari “shearing”


o Tie over
o Bandage
o Splint
o Jahitan graft terhadap bed

13
Oel. 2010

FLAP

Definisi

segmen jaringan tubuh yang mobile yang dibuat melalui suatu tindakan bedah dengan mempertahankan sebagian jaringan
tersebut tetap terhubung dengan vaskularisasi asalnya.

Klasifikasi

 Berdasarkan komposisi
o Cutocutaneus flap
o Fasciocutaneus flap
o Musculocutaneus flap
o Osteocutaneus flap

Fasciocutaneus flap menurut Mathes-Nahai

1. Type A: Direct cutaneous pedicle : Groin flap, Sural artery flap, Digital flap, Temporoparietal flap
2. Type B: Septocutaneous pedicle : ALT flap, Radial forearm flap, Medial dan lateral plantar flap
3. Type C: Musculocutaneous pedicle : ALT flap, Deltopectoralis flap, Median forehead flap

Musculocutaneus flap menurut Mathes-Nahai

1. Type I : Single pedicle : Tensor fascia lata, Gastrocnemius, Abductor digiti minimi (tangan)
2. Type II : Dominant pedicle(s) dengan minor pedicle(s) : Gracilis, Soleus, Trapezius
3. Type III : Dual dominant pedicles : Gluteus maximus, rectus abdominis, Serratus
4. Type IV : Segmental pedicle(s) : Sartorius, tibialis anterior, Flex/Extensor digitorum longus
5. Type V : Dominant pedicle dengan secondary segmental pedicle(s) : Latissimus dorsi, Fibula, Pectoralis mayor

 Berdasarkan lokasi
o Flap lokal : flap yang terletak berbatasan dengan defek yang akan di tutup
Berdasarkan pergerakannya dapat dikelompokkan menjadi :
 Rotational flap : transposition flap, rotation flap
 Memiliki pivot point : titik yang memiliki garis ketegangan terbesar terhadap titik
distal flap
 Contoh transposition flap : z-plasty, rhomboid flap (limberg) dufourmentel flap,
bilobed flap
 Advancement flap : single pedicle, double pedicle, VY advancement flap
 Tidak memiliki pivot point
 Pergerakan sesuai dengan axis dasar flap

14
Oel. 2010

o Regional Flap : flap yang terletak berdekatan dengan defek dan masih dalam satu regio namun tidak
langsung berbatasan dengan defek yang akan ditutup
 Interpolation flap/island flap : nasolabial flap, TRAM flap

o Distant flap : flap yang terletak berjauhan dengan defek yang akan ditutup, terkadang memerlukan
tindakan re-anastomosis pembuliuh darah (free flap)

 Berdasarkan vaskularisasinya
o Axial flap : Flap aksial adalah flap yang memiliki pembuluh darah arteri yang dominan
o Random flap : flap kulit yang hidup berdasarkan pembuluh darah acak yang terdapat di plexus dermal
atau plexus subdermal

Penatalaksanaan

Tujuan

 Menutup defek
 Mengembalikan fungsi
 Memberikan penampakan estetika yang lebih baik

Beberapa hal yang diperhatikan untuk melakukan prosedur flap

1. Penyebab/etiologi defek
2. Lokasi
3. Vaskularisasi
4. Identifikasi keadaan luka
5. Fungsi
6. Estetika (Kesesuaian jaringan donor dengan area yang akan direkonstruksii berdasarkan warna kulit, tekstur,
ketebalan, dan kerapatan rambut.

Latissimus Dorsi

Landmark

Pedikel : A.thoraco dorsalis

 Superior : tip scapula


 Medial : paravertebrae
 Inferior : crista iliaca (pertengahan SIPS dan SIAS)
 Lateral : margin anterior m.latissimus dorsi
 A.thoracodorsalis menembus otot ± 8 cm dari axilla

 Pasien terlentang diatas meja operasi dalam posisi LLD, dengan meletakkan bantalan antara bahu dan leher kontra
lateral, posisi lengan ipsilateral dibuat 900 pada sendi bahu terhadap trunkus
 A dan antisptik daerah operasi dan sekitarnya
 Dilakukan identifikasi a.thorakodorsalis (berjalan disisi medial margin lateral m.latissimus dorsi)
 Dibuat desain
 Harvesting flap latissimus dorsi
o Insisi sesuai desain, dimulai dari sisi anterior, dengan plane suprafascia. Kemudian dilakukan diseksi
sampai dengan perbatasan serabut otot latissimus dorsi-seratus anterior
o Dilanjutkan insisi posterior dengan plane suprafascia kemudian dilakukan diseksi sampai dengan batas
medial otot latissimus dorsi dan sisi bawah
o Dilakukan pemotongan otot latissimus dorsi dari sisi medial, inferior, dan lateral flap, insersio muskulus
latissimus dorsi dibebaskan. Elevasi flap ke superior
o Identifikasi a.thorakodorsalis (cabang-cabang), pembuluh darah dipreservasi dan perdarahan dikontrol

15
Oel. 2010

Antero Lateral Thigh Flap

Landmark

Pedikel : A. Femoralis Circumflexa Lateral Cabang Descendens

 Proximal : SIAS
 Distal : superolateral patella
 Skin vessel berada di mid point (diameter 3 cm)

 Pasien dalam posisi supine


 A dan antiseptik daerah operasi
 Identifikasi pedikel a. Femoralis circumflexa lateral cabang descenden
 Dibuat desain
 Harvesting flap ALT
o Insisi sesuai desain dimulai dari sisi anterior sampai subfascia
o Diseksi diperluas sampai ke septum intermuscular antara vastus lateral dan rectus femoris
o Identifikasi pedikel, pedike ditelusuri sesuai dengan panjang yang diinginkan
o Setelah pedikel dipreservasi, dilanjutkan eksisi sisi posterior flap hingga flap terangkat

Free Fibular Flap

Landmark

Pedikel : A. Peronealis

 Proximal : 7 cm melindungi N.peroneal


 Distal : 8 cm menjaga stabilitas maleolar joint
 Skin vessel muncul diperbatasan 1/3 medial dan 1/3 distal

 Pasien dalam posisi supine, extremitas inferior di fleksikan pada sendi hip dan knee kemudian sedikit endorotasi
 A dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
 Identifikasi pedikel a. peronealis
 Dibuat desain lazy s dengan skin paddle
 Dilakukan harvesting
o Insisi dimulai 2 cm anterior septum intermuscular posterior
o Insisi diperdalam dengan mengidentifikasi fascia m.peronealis, insisi dilanjutkan hingga subfascia
m.peronealis
o Dilanjutkan diseksi subfascia sampai ke septum intermuscular posterior, identifikasi perforator
A.peronealis. kemudian m.peronealis dipisahkan dengan septum intermuscular posterior hingga sisi
anterior os fibula
o Kemudian m.peronealis dipisahkan dari sisi anterior os fibula, diseksi dilanjutkan keanterior dengan
membebaskan dari m.extensor digitorum longus, m.halucis longus

16
Oel. 2010

o Identifikasi membrane interosseus, membran kemudian dibebaskan secara tajam


o Dilanjutkan dengan osteotomi sisi distal dan proximal menggunakan gigli
o Os fibula dirotasi ke lateral, m.tibialis posterior dibebaskan dengan meninggalkan otot 3 mm
o Identifikasi a.v.peronealis, preservasi pedikel
o Dilanjutkan insisi dari sisi posterior hingga subfascia m.soleus dan dilanjutkan dengan mengelevasi flap
dengan membebaskannya dari m.flexor halucis longus dan ligasi proximal/distal pedikel

Radial Forearm Flap

Landmark

Pedikel : a.radialis

 Proximal : fossa cubiti


 Distal : wrist
 Tepi : margin ulnaris dan radialis

 Tangan dalam posisi supinasi


 A dan antiseptik daerah operasi
 Dibuat desain
 Dilakukan harvesting
o Insisi dimulai dari sisi ulnar sampai subfascia forearm
o Dilanjutkan diseksi kearah radial dengan melakukan insisi sisi distal
o Identifikasi tendon flexor carpi radialis, insisi diperdalam sampai peritenon kemudian dilakukan
preservasi a.v radialis dan nervus radialis yang berada diantara m.flexor carpi radialis dan
brachioradialis.
o Pedikel dapat diperpanjang dengan melakukan diseksi a.radialis sepanjang sisi ulnar m.brachioradialis
o Ligasi pedikel dan elevasi flap

Grafik pemotongan flap menurut Hoffmeister

17
Oel. 2010

Lokal flap

Limberg/Rhomboid Dufoumentel

Rotational

Bilobed

18
Oel. 2010

CLEFT

Anatomi palatum

1. M. Tensor veli palatini


2. Aponeurosis palatini
3. Hamulus
4. M.palatopharyngeus
5. M. Levator veli palatini
6. M. Palatoglosus
7. M. Palatothyroideus
8. M. Constrictor pharyng superior

M.tensor veli palatini


Origo : Medial pterigoid plate
Insersio : Aponeurosis palatine
Inervasi : N.V

M.levator veli palatini


Origo : Eustachius tube, os temporalis
Insersio : aponeurosis palatine
Inervasi : N.X

19
Oel. 2010

CLEFT

Definisi
Cacat lahir bawaan pada bagian wajah yang memperlihatkan adanya celah dikarenakan kegagalan bibir atas dan langit-langit
mulut untuk menyatu selama perkembangan janin

Epidemiologi
 0.5 – 1 kejadian/ 1000 kelahiran hidup
 Asia : Caucasia : Afrika : 2 : 1 : 0.5
 CLP : CP : CL : 46% : 33% : 21% : 4 : 3 : 2
 Kemungkinan CP pada CL bilateral : 86 %
 Kemungkinan CP pada CL unilateral : 68 %
 CL unilateral 9 x lebih sering dibanding CL bilateral
 ♂ > ♀ pada CLP, ♀ > ♂ pada CP
 Unilateral kiri 2 x lebih sering dari pada kanan
 Paparan teratogen (phenitoin) meningkatkan kejadian CL 10 kali lipat sedangkan ibu yang merokok meningkatkan
kejadian CL 2 kali lipat

Jenjang kejadian cleft pada keturunan


1. CLP
o CLP Anak I maka anak II mengidap CLP 4 %
o CLP Anak I dan II maka anak III mengidap CLP 9 %
o CLP orang tua + Anak maka anak berikutnya mengidap CLP 17 %
2. CP
o CP Anak I maka anak II mengidap CP 2 %
o CP Anak I dan II maka anak III mengidap CP 1 %
o CLP orang tua + Anak maka anak berikutnya mengidap CLP 15 %
Etiologi
 Faktor genetik
 Teratogen (anti convulsant, alkohol, retinoic acid)
 Merokok
 Sindrom yang paling banyak berhubungan dengan kejadian sumbing adalah Van Der Woude Syndrome

Embriologi
membentuk
Minggu ke - 4 s.d 10
6 Pharingeal Arch/Branchial Arch
endoderm + mesoderm+ ectoderm

Pharingeal Arch I

+
- Lower jaw
Paired Maxillary Forebrain Paired Mandibular - Lower lip
Prominence Prominence - Lower cheek
- Chin

Frontonasal
- Upper lip Prominence Alae
Lateral
- Upper Cheek Nasi
- secondary palate
(hard & soft Palate)

Medial

- Philtrum
- Cupid‟s Bow
- Nasal Tip
- Premaxila
- Nasal Septum
20
- Primary Palate
Oel. 2010

Klasifikasi
Microform Cleft Lip  Skar atau parut melewati vermilion
 Vermilion notch
 Cacat pada white skin roll
 Pemendekan tinggi bibir
Unilateral Incomplete Cleft Lip  Nasal sill intak
 Simonart band
Unilateral Complete Cleft Lip  Disrupsi pada nasal sill, bibir dan alveous (complete primary palate)
Bilateral Complete Cleft Lip  Protruding premaxilla
 Lower lateral cartlage displacement ke lateral posterior
 Flat nasal tip
 Defisiensi columella
Cleft Lip Palate Adanya cleft palate perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut
 Gangguan makan
 Gangguan bicara
 Gangguan facial growth
Isolated Cleft Palate Waspada dengan pirre robin sequence (gangguan air way)
 Micrognathi
 Glossoptosis
 Cleft palate
Submucous Cleft Palate Trias Calnan ;
 Uvula bifida
 Zona pelucida (muscular diastasis)
 Paltum notched (posterior palate)

Diagnosis lain untuk cleft ; menurut kernahan dan Starks LAHSHAL

Diagnosis
Identifikasi kelainan yang dijumpai pada cleft lip :

1 Nasal tip o Tumpul/depresi


o Asimetri
o Displaced
2 Alae nasi o Datar
o LLC berbentuk S pada sisi cleft
o Lebih panjang pada sisi cleft
o LLC displaced pada sisi frontal dan horizontal
3 Dasar alae nasi o Displacement ke lateral, posterior, inferior dan superior
o Fistel di nasolabial
4 Nasal sill/dasar hidung o Tidak ada
o Lebih rendah pada sisi cleft
5 Columella o Sisi cleft lebih pendek
o Deviasi ke sisi cleft
o Defisiensi
6 Nostril o Lebih besar/kecil
o Retroposisi
7 Septum nasi o Deviasi/Bengkok ke arah cleft
8 Philtrum o Sisi cleft lebih pendek
o Cupid bow tidak terbentuk
o Ujung busur cupid bow tertarik keatas pada sisi cleft
9 Vermilion o White skin roll tidak menyatu
o Tuberkel tipis
o Vermilion tipis
o White skin roll tidak menyatu
o Tuberkel tipis
o Vermilion tipis
10 Maxilla o Hipoplasia
o Displace ke sisi cleft

21
Oel. 2010

Nasal deformity dapat dikelompokkan menjadi

1. Mild
o Alar base : lateral displacement dan normal kontur
o Columella : memendek
o Dome : normal
2. Moderate
o Alar base : lateral dan posterior displacement
o Columella : defisiensi
o Dome : depresi
3. Severe
o Alar base : underprojecting
o Columella : severe defisiensi
o Dome : collapse

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis cleft :

 Lebar sumbing (bibir/palatum)


 Alveolar collapse
 Nasal deformity

Tatalaksana

Persiapan pre operasi

 Informed consent (konsultasi/edukasi) kepada orangtua


o Psikologi
 Bisa terjadi pada semua orang
 Bukan penyakit berbahaya
 Konsul ke psikiater jika perlu
o Prosedur operasi dan tahapan-tahapannya, resiko/komplikasi
 Foto preoperasi

22
Oel. 2010

 Status general :
o Persiapan gizi
 Rule of Ten : Hb 10, BB 10 pound,usia 10 bulan
 Cara makan sambil duduk sudut 45 0 dan lubang botol diperbesar dan panjang
 Makan harus habis
 Jika ada masalah konsul ke dr gizi anak
o Imunisasi lengkap

Fase 0 – 3 bulan

Terapi

1. Surgical

 Frakturisasi vomer
 Reseksi vomer atau nasal septum
 Partial reseksi anterior premaksila
 Insisi fullthickness secara vertikal pada septum
 Lip adhesion

Keuntungan : retraksi premaksila

Kerugian :

 Skar
 Potensial untuk terjadinya dehisence
 Collapse arch dental
 Mucosa flap lokal berkurang
 Gangguan pertumbuhan tulang

2. Non surgical/Presurgical Orthopaedic

 Aktif : latham
 Pasif : Naso Alveolar Molding (NAM)

Kegunaan NAM pada unilateral cleft

 Alignement dan aproksimasi alveolar


 Koreksi malposisi kartilago nasal dan alar base
 Memposisikan philtrum dan columella ke posisi ideal
 Tindakan operasi lebih mudah dilakukan saat tujuan diatas tercapai

Kegunaan NAM pada bilateral cleft

 Memperpanjang columella
 Memperpanjang prelabium
 Reposisi kartilago nasal terhadap tip
 Alignement alveolar arch dan premaxilla
 Mencegah protrusi premaxilla

Kerugian NAM

 Biaya
 Iatrogenic maloclusion
 Midface retrusion

Pemakaian NAM dapat dilakukan pada minggu ke 1-2 sampai dengan minggu ke 6 karena kadar estrogen yang berasal dari
ibu masih tinggi sehingga kadar hyaluronic acid juga tinggi yang menyebabkan plasticity tulang rawan lebih baik

23
Oel. 2010

Fase 3 Bulan

Tujuan

 General
 Pasien
o Memperbaiki gizi
o Mengatasi masalah psikologi
o Pertumbuhan menjadi lebih baik (wajah dan tubuh)
 Keluarga
o Mengatasi masalah psikologi orang tua (membesarkan hati orang tua, sumbing bisa diatasi dengan baik)
 Lokal
 Estetika
o Simetris
 Menyamakan titik-titik pada sumbing ; titik puncak cupid bow
 Cupid bow tidak datar
 White skin roll tidak diskontinuitas
 Philtrum panjang sama dan sejajar
 Tebal vermilion sama, serasi antara atas dan bawah
 Tuberkel tebal
o Skar baik : halus, tersembunyi/tersamarkan
o Pertumbuhan hard dan soft tissue lebih baik

 Fungsi
o Makan, minum dan mengisap lebih baik
o Bicara lebih baik (b,p,m)
o Mengambil makanan dengan mulut
o Tenang dan percaya diri

Terapi

 Labioplasty

 Rhinoplasty primer

Tajima

24
Oel. 2010

Cara rekonstruksi lubang hidung yang baik

1. Rekonstruksi rangka tulang rawan


2. Mengatur bentuk dengan jahitan bolster
3. Pemakaian nasal retainer pasca bedah (dipasangnya setelah 3 minggu)

 Ginggivoperiosteoplasty
- Ginggivoperiosteoplasty (primary alveolar bone graft) dilakukan pada saat ini jika alignment alveolar segment
baik dan gap alveolar < 2 mm, prosedur ini ditunda jika gap lebar dan alveolar collapse
- Lip adhesion dapat digunakan sebelumnya jika target penggunaan presurgical orthopaedic tidak tercapai

Perawatan Setelah Operasi

 Tangan dapat direstrain selama 2 minggu


 Penggunaan obat anti nyeri
 Pembersihan luka dengan salep
 Jahitan dibuka pada hari ke 5 s.d 7
 Setelah jahitan dibuka, luka dapat dirawat dengan micropore/silocone scar gel
 Pengaturan diet

Fase 12 bulan

Tujuan

 Estetik/penampakan lebih baik


 Fungsi
o Memperbaiki gangguan makan
o Memperbaiki gangguan bicara (velopharigeal valve)

Terapi
 von Langenbeck palatoplasty

 Veau-Wardill-Kilner/VY pushback palatoplasty

 Two-flap palatoplasty

 Furlow double opposing Z-palatoplasty

25
Oel. 2010

Fase 3- 4 tahun

Tujuan
Kontraksi otot pharyngeal menghasilkan fungsi velopharyngeal valve yang baik (competen) untuk menutup ke lateral dan
posterior faring sehingga memperbaiki velopharyngeal insufficiency

Patofisiologi

Etiologi
- Cleft of secondary
- Submucous cleft palate
- Abnormalitas neuromuscular
- Pharyngomegali
- Adenoidectomy
- Congenital VPI (unknown etiology)

- Pemendekan palatal length


- Mobilitas terbatas
- Palatum gampang lelah

Menyebabkan ketidakmampuan menutup veloparingeal port selama berbicara hubungan abnormal


antara cavitas oral dan nasal

- Hypernasality
- Nasal emission
- Pengucapan konsonan tidak tepat
- Pengurangan intensitas vocal
- Phrase memendek

Diagnosis

 Pemeriksaan klinis : pemeriksaan wicara


 Radiologi : Static radiographs videofluoroscopy and nasopharyngoscopy

Terapi

1. Nonsurgical
 Speech therapy
 Prosthetic (speech bulb, palatal lift appliances)
 Posterior pharyngeal injections atau implants
2. Surgical
 Velar surgical : Secondary palate lengthening/Furlow palatoplasty
 Non velar surgical : Pharyngeal surgery
o Pharyngeal flap
 Superiorly based
 Inferiorly based.
o Sphincter pharyngoplasty

Pharyngeal Flap
Tekhnik
- Insisi longitudinal melalui mukosa dan otot sampai ke fascia prevertebrae di masing masing sisi dinding posterior
faring
- superiorly based flap ; insisi transfer pada sisi bawah dan di angkat sampai level daiatas palatal plane (1- 2 cm
diatas ( tubercle of the atlas)
- Inferiorly based : flap diinsisi dibawah
- Kemudian flap dijahitkan ke uvula

26
Oel. 2010

Sphincter pharyngoplasty

Fase Pre School


Tujuan
Memperbaiki masalah psikologi dan fungsi pasien

Terapi
 Secondary Repair Cleft Lip Dan Nose
Masalah yang ditemui biasanya karena primary repair yang kurang baik sehingga menyebabkan disproporsional jaringan.
Gangguan baru kelihatan setelah beberapa bulan hingga tahun kemudian. Gannguan pada fase ini antara lain:
1. unilateral cleft lip
- Asimetri
- Defisiensi tuberkel, dapat diatasi dengan ;
o V-Y advancement labial mukosa
o Autogenous lip augmentation (dermal fat graft)

27
Oel. 2010

- Ireguleritas dan defisiensi vermilion, masalah yang paling sering muncul adalah notching dan whistle deformity
(thin central vermilion) akibat aproksimasi m.orbicularis yang tidak adekuat, dapat diatasi dengan ;
o Z-plasty
o V-Y advancement flap
o Bilateral opposing advancment flap
- Upper lip pendek, dapat diatasi dengan ;
o Z-plasty
o V-Y/forkeed flap
o Rotation advancement
o Abbe flap
- Upper lip panjang, dapat diatasi dengan ;
o Eksisi jaringan di bawah alar base
- Unfavorable scars, dapat diatasi dengan
o Eksisi skar

2. bilateral cleft lip


Penting untuk memperbaiki projecting premaxilla sebelum melakukan perbaikan pada hidung dan bibir.
Tujaan repair pada sumbing bilateral antara lain
- Mempersempit philtrum
- Membentuk cupid‟s bow
- Memperbaiki protrusio premaxillary, dapat diperbaiki dengan ;
o Osteotomi
o Orthodonthist
- Memperbaiki tebal tuberkel, Memperbaiki tebal tuberkel dapat dilakukan dengan :
o Bilateral mucosal advancement flap
o Dermal fat grafting
o V-Y advancement flap
- Short columella; dapat diperbaiki dengan forked flap

Kelebihan prosedur millard dibanding manchester


- Komponen central/tuberkel lebih tebal (memanfaatkan segment lateral bibir)
- Simetrisasi lebih baik

Fase 7-9 tahun (Mixed Dentition)


Tujuan
Memperbaiki alveolar cleft
Terapi
Dapat dilakukan dengan cara
1. Early alveolar bone grafting pada tahun pertama menggunakan autogenous Rib Cortical Graft
2. NAM dan dilanjutkan dengan GGP pada saat primary lip repair
3. Secondary alveolar bone grafting dengan illiac crest cancelous graft

Terapi ideal untuk alveolar cleft


- Intervensi surgical minimal dan tidak memperburuk keadaan esthetik
- Donor site morbidity minimal
- Tidak mengganggu facial growth dan erupsi gigi

Fase Post Alveolar Graft/Pubertas


Keinginan untuk melakukan rhinoplasty definitif sebaiknya ditunda setelah melakukan operasi orthognathic

28
Oel. 2010

GENITALIA EXTERNA

Anatomi

fascia dartos
fascia buck,s

29
Oel. 2010

HIPOSPADIA

Definisi
1. Lubang OUE tidak ditempatnya
2. Penis curvature akibat chordae
 Chordae : rudimenter dari corpus spongiosum, dartos dan albuginea sehingga seperti fibrotic tissue
 2 jenis chordae :
o Superficial : distal dari lubang hipospadia
o Deep : proximal dari lubang hipospadia
3. Skin excess daerah dorsal (hooding)

Epidemiologi
 0.3-0.8 % dari kelaianan genetila externa, 1 : 300 kelahiran hidup
 Riwayat hipospadi pada ayah (8%) /saudara laki-laki (14%)

Etiologi

1. Faktor genetik
2. Faktor endokrin
3. Faktor lingkungan

Embriologi
Gangguan fusi dari ventral urethral plate, dorsal growth dan medial urethral plate minggu ke 6-7s.d ke 11
Ukuran penis : 3 - 4 cm dgn pertumbuhan 1 mm/bulan dan tumbuh cepat pada 3 bulan pertama, diameter 1.1 cm

Patofisiologi
Ingat 5 α reduktase dan defisiensi androgen
DHT (dehidrotestosteron)
Produksi enzim 5 reduktase
+
Testis Testosteron berikatan dengan reseptor Maskulinisasi
androgen pada urethral
plate

30
Oel. 2010

Klasifikasi
Ducket
1. Distal 3. Proximal
 Glanular  Penoscrotal
 Coronal  Scrotal
 Subcoronal  Perineum
2. Middle
 Proximal
 Midshaft
 Distal

Diagnosis
Anamnesis
• Keluhan
- Urin tidak keluar dari puncak penis
- Pancaran urin sulit diarahkan saat berdiri
- Penis „bengkok‟ ke arah ventral
• Faktor Risiko
- Riwayat hipospadi pada ayah (8%) /saudara laki-laki (14%)
- Pengobatan hormonal selama kehamilan
Pemeriksaan fisik
- Kurvatura penis abnormal. Derajat kurvatura dapat dinilai dengan manipulasi ereksi intraoperatif
- Prepusium sisi dorsal berlebihan dan panjang (Hoodlike-appearance)
- Meatus uretra terletak lebih proksimal, seringkali tampak stenotik
- Pemeriksaan kedua testis (undescended testis?)
- Mengukur panjang penis (mikropenis)
Pemeriksaan penunjang
• Kariotyping dan USG traktus urinarius beserta organ genitalia interna diindikasikan bila terdapat ambiguitas
genital:
- Hipospadia dengan kedua testis tidak teraba
- Hipospadia dengan mikropenis dan satu/kedua testis tidak teraba
Kelainan Penyerta
1. Mikropenis
2. Undescencus testis (8-10 % s.d 32 %)
3. Hernia inguinalis (15 %)
4. Scrotum bifida
5. Short urethra (4-10 %)

Tatalaksana
Tujuan
1. Secara estetika penampilan penis baik
2. Kencing lurus tidak berpendar/fungsi berkemih baik
3. Fungsi ereksi baik dengan penis yang lurus
4. OUE letak di tips glans penis

6 Prinsip Operasi Hipospadia


1. Orthoplasty : Penis Lurus
2. Urethroplasty : Memperbaiki Urethra Dengan Urethral Plate
3. Glanuloplasty : Memperbaiki Glan Dengan Oue Di Tip
4. Meatoplasty : Memperbaiki Kencing
5. Skin Coverage
6. Scrotum Position

Waktu operasi
Menurut american pediatric association usia 6 bulan menimbang masalah psikologi dan phisiolofi
Usia 3 bulan
 Jaringan sudah cukup
 Anestesi sudah dapat dilakukan
 Parut baik
 Jika ingin dioperasi lagi waktu >>>
Denis browne 18 bln – 3 thn
 Masa ereksi yang optimal untuk tidak menggangu ereksi
 Jaringan gampang di handle
 Jika mau operasi ke-2 dapat dilakukan sebelum usia sekolah

31
Oel. 2010

Persiapan Preoperasi
1. Informed consent : resiko/komplikasi, keuntungan, prosedur operasi, keadaan psikologi
2. Foto preoperasi
3. Status generalis
a. Riwayat alergi
b. Usia penderita (sebaiknya rekonstruksi dilakukan sebelum usia sekolah)
c. Kelainan lain yang menyertai
d. Prosedur operasi lain yang pernah dilakukan
4. Status lokalis
a. Lokasi OUE
b. Keberadaan chordae
c. Ukuran penis
d. Keberadaan testis dan sex chromosome
5. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnyasebagai persiapan operasi
6. Menjaga kebersihan tempat yang akan dioperasi (mandi)

Tekhnik operasi
1 tahap : Snodgrass
2 tahap : Sidiq – Chaula Procedur
Tahap I
 Release chordae
 Tunelling
Tahap II
 Urethroplasty (membuat urethra menutup neo-urethra)
Komplikasi
Early :
Late
 Hematom
 Fistel
 Perdarahan
 Penis tidak anatomis  Stricture
 Twist ke lateral  Cripple
 Glans tegak  Megalourethra
 Dehiscence  Residual curvature
 Infeksi  Diverticle
Pencegahan Penyulit

 Hemostasis yang cermat


 Memakai kateter silikon dengan fiksasi baik dan sistostomi untuk diversi urin (jika perlu)
 Membuat neo uretra yang cukup longgar terhadap diameter kateter dan menjahitnya secra inverted
 Jahitan neouretra dan kulit tidak interfacing
 Dressing yang cukup tebal dan fiksasi yang baik

PROSEDUR OPERASI SATU TAHAP (TIP-U)

 Foto preoperasi
 A dan antispetik lapangan operasi
 Dipasang tegel
 Desain operasi (ABC + tube)
 Incisi mediana dari titik A – sampai OUE
 Incisi dari C melingkar U ke titik C sisi lain
 Dilanjutkan incisi titik C – B
 Degloving batang penis dengan melakukan incisi melingkar 1-2 mm dibawah sulcus coronarius
 Dipasang catheter
 Urethroplasty dengan menjahit pangkal TIP-U (interupted), dilanjutkan dengan jahitan kontinu subkutikuler- non
interlocking pada suburethral plate dengan vicryl 6.0
 Tes patensi dengan abbocath 24
 Tes ereksi ( Baskin < 5th, Nesbit > 5 th)
 Patching jahitan urethroplasty dengan tunica dartos
 Sirkumsisi
 Packing kulit
 Fiksasi kateter ke abdomen dengan plester
 Foto post operasi

32
Oel. 2010

PROSEDUR OPERASI 2 TAHAP

Tahap I

Tahap II

33
Oel. 2010

TELINGA

Anatomi

Vaskularisasi

Antropometri telinga
• Helical rim 1 - 2cm dari kulit mastoid
• Auriculomastoid angle between 15° to 30° ( normally < 45° )

34
Oel. 2010

MIKROTIA

Definisi
Cacat lahir bawaan dimana telinga luar sangat kecil dan tidak berkembang, yang dapat meyebabkan kesulitan pendengaran
dan distorsi suara pada satu atau dua telinga

Epidemiologi
 1 dari 6000 kelahiran
 >> pada etnis asia
 ♀:♂ : 1:2
 right : left : 2 : 1
 microtia bilateral terjadi 10% - 20% dari pasien microtia.
 Bukan penyakit keturunan kecuali pada Treacher Collins syndrome yang sering disertai dengan microtia bilateral
dan bersifat autosomal dominant.

Etiologi
 In utero menyebabkan microtia :
o Obliterasi arteri stapedial
o Haemorrage pada jaringan lokal
 Rubella
 Thalidomide
 Isotretinoin (1st semester)
 Cloiphene citrate
 Retinoic acid

Embriologi
 Telinga tengah dan luar berasal dari branchial arch 1 (mandibula) dan 2 (hyoid)
 Telinga luar dibentuk oleh 6 hillock, 3 pertama (1,2,3) dari branchial arch 1 dan 3 lainnya berasal dari branchial
arch 2
 Pembentukan telinga luar dimulai saat minggu ke 6
 Perkembangan telinga mencapai 85 persen saat usia 3 tahun
 Saat usia 6 tahun, telinga tumbuh dengan ukuran rata-rat orang dewasa : 6.5 x 3.5 cm
 Secara embriologi telinga dalam berbeda dengan telinga tengah/luar dan biasanya selalu normal saat terjadi
mikrotia
 Gangguan pendengaran pada microtia, gangguan konduktif bukan gangguan persepsi

Klasifikasi ( Nagata Classification)


■ Lobule type.
Sisa telinga, malposisi lobule tidak memiliki concha, acoustic meatus,or tragus
■ Concha type.
Sisa telinga, malposisi lobule memiliki concha tragus, and antitragus with an incisura intertragica (tanpa atau dengan
acoustic meatus)
■ Small concha type.
Sisa telinga, malposisi lobule, concha kecil
■ Anotia.
Sisa telinga yang sedikit atau tidak ada sama sekali
■ Atypical microtia.
Kelaianan yang bukan salah satu dari kategori diatas

Tatalaksana
Sejarah
 Gillies
 Tanzer
 Brent
 Nagata

35
Oel. 2010

Waktu Operasi
 Psikologis : Sebelum 4/5 tahun
 Perkembangan telinga : 6 tahun, telinga sudah mencapai ukuran telinga orang dewasa
 Perkembangan iga : 10 tahun atau lebih tua dengan lingkar dada 60 cm di level xyphoid

3 pilihan untuk melakukan rekonstruksi microtia :


1. Autogenous reconstruction.
2. Composite autogenous/alloplastic reconstruction using an alloplastic ear framework.
3. Prosthetic reconstruction

Autogenous Reconstruction.
Poin framework yang diperhatikan :
1. Base framework
2. Helix dan crus helix
3. Anti helix dan crus antihelix
4. Incisura intertragica dan tragus unit

Tehnik Brent (contralateral):


1. Membentuk dan menempatkan framework dari kartilago iga
2. Rotasi malposisi ear lobule ke posisi yang benar
3. Elevasi auricula dan membentuk sulcus retroauricular sulcus
4. Deepening concha dan membentuk tragus

 Iga 6 – 7
o Base frame work
o Crus anti helix
o Anti helix
 Iga 8
o Helix
o Crus anti helix

The Nagata technique (ipsilateral)


1.Membentuk framework, membentuk tragus dan rotasi lobule ke posisi yang benar ( kombinasi tahapan 1,2,4 tehnik brent)
2. Elevasi auricula dan membentuk sulcus retroauricular sulcus

 Iga 7 – 8
o Base frame
o Antihelix
o Crus anti helix
o Incisura intertragica
o Tragus unit
 Iga 9
o Helix
o Crus helix

36
Oel. 2010

Perawatan Post Operasi


 Obat : antibiotik, analgetik
 Posisi : Tidur dengan posisi tidak tertekan/terhimpit
 Perawatan lokal :
o Bulky dan non compressive dressing dalam beberapa hari
o Memakai headband selama 6 minggu saat malam hari setelah dressing di lepas
o Drain dapat dicabut pada saat 4-5 hari post operasi (jika ada)

Komplikasi
Early
 Hematom
 Infeksi

Late
 Asimetris
 Bentuk tidak natural

37
Oel. 2010

VASCULAR ANOMALY

Virchow
 Angiomas (simplex, cavernosum, and racemosum) and lymphangiomas (simplex, cavernosum, cystoids)
 Capillary malformation (CM) : port-wine stain, nevus flammus, capillary hemangioma

Mulliken and Glowacki


 Hemangiomas
 vascular malformations

Jackson et al
 Hemangiomas
 Vascular malformations
Lymphatic malformations (LMs).

International Society for the Study of Vascular Anomalies (ISSVA)


Grabb and Smith’s 6

Grabb and Smith’s 7

38
Oel. 2010

HEMANGIOMA

Definisi
Tumor infancy yang menunjukkan pertumbuhan cepat postnatal dan regresi lambat pada masa kanak-kanak, nama lain yang
lebih tepat adalah infantile hemangioma

Epidemiologi
 ♀ : ♂ 3-5:1
 10% - 12% bayi kulit putih, frekuensi menurun pada bayi kulit hitam, 23% preterm infant dengan berat <1,000 g
Etiologi
 GLUT1 (+)
 Embolisasi sel plasenta
 Primitive cells
 Mutasi sel endotelial

Patofisiologi
1. Proliferating Phase
 Upregulated angiogenesis : Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan basic Fibroblast Growth Factor
(bFGF).
 Glucose Transporter Protein-1 (GLUT1) : immunopositive
 Tumbuh cepat saat usia 6-8 bulan pertama
 Fase proliferasi mencapai puncaknya sebelum usia 1 tahun
 Tumor bewarna merah dan menonjol jika berada di superfisial dermis. Dan bewarna kebiruan jika tumbuh di
bawah dermis
2. Involuting Phase/Regression
 Aktiitas endotelial dan ukuran lumen berkurang
 Degenerasi sel endotel
 apoptosis dimulai sebelum usia 1 tahun dan mencapai puncaknya saat usia 2 tahun.
 Munculnya Tissue Inhibitor Of Metalloproteinase (TIMP)-1 ; supresor pembentukan pembuluh darah baru
 Tanda terjadinya fase involusi ; warna merah memudar hingga keunguan, kulit pucat, turgor tumor berkurang
 Fase berlanjut sampai usia 5-10 tahun.
3. Involuted Phase
 fibrofatty tissue
 regresi komplit 50% saat usia 5 tahun, 70% saat usia 7 tahun sampai usia 10- 12 tahun
 50 % kembali seperti kulit normal

Klasifikasi
Berdasarkan letaknya :
1. Superficial (strawbery) ; red
2. Deep (cavernous) ; blue
3. Combined
4. Segmental : biasanya congenital

Berdasarkan awal terjadinya


1. Hemangioma infantile (70 %)
2. Hemangioma kongenital (30 %)
 2 jenis : rapidly involuting congenital hemangioma (RICH) dan noninvoluting congenital hemangioma
(NICH).
 Memiliki kesamaan dalam bentuk, lokasi, ukuran, rasio jenis kelamin, radiologi dan histologi
 GLUT1 (-)
RICH
 Benjolan soliter
 gray or violaceous tumor, ectasia, radial veins, central telangiectasias, pale
 surrounding halo.
 Benjolan nyata dalam beberapa minggu setelah kelahiran dan regresi komplit saat usia 6 - 14 bulan

NICH
 a well-circumscribed
 plaquelike tumor pink, blue, purple hue, central coarse telangiectasia, pale rim
 tumbuh seiring dengan pertambahan usia anak

39
Oel. 2010

Diagnosis
Anamnesa
 Muncul saat masa neonatal, biasanya 2 minggu pertama setelah kelahiran
 Kira-kira 30% sampai 40% timbul saat lahir
 Terdapat fase proliferasi, statik dan regresi

Pemeriksaan fisik
 cutaneous mark, pale area, telangiectatic, macular red stain, ecchymotic spot
 80% soliter; 20% multifokal

Histologi

 Sel endotel immature

Diagnosis diferensial

 Lymphatic malformation : A deep (subcutaneous) hemangioma


 Infantile hemangioma : capillary malformation (port-wine stain)
 RICH and NICH : arteriovenous malformation
 Pyogenic granuloma
 Kaposiform hemangioendothelioma
 Tufted angioma (“angioblastoma of Nakagawa”)

Kasabach-Merritt Phenomenon
 Infvasif pada tumor jenis kaposiform hemangioendothelioma, kurang invasif pada jenis tufted angioma
 Thrombocytopenia < 10,000/mm3
 Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) normal atau sedikit meningkat

Tatalaksana

Non Surgical
1. Observasi
 Dibawah pengawasan spesialis anak
 Penjelasan penyakit kepada keluarga
 Fotografi
 Follow up ketat

2. Terapi farmakologi
2.1 Kortikosteroid
a. Intralesional
 <2.5 cm diameter
 Triamcinolone (25 mg/mL) injeksi secara lambat dengan tekanan yang kecil(3-mL syringe, 30-gauge needle)
 Diberikan tidak lebih dari 3 - 5 mg/kg per prosedur
 Dibutuhkan 3- 5 kali suntikan
 Interval pemberian 6-8 minggu

b. Kortikosteroid sistemik
 Lesi besar, endangering, or life-threatening hemangioma
 Oral prednisolone 2 to 3 mg/kg/day
 Diberikan sekali sehari selama 4 - 6 minggu
 Dosis di tapering dalam beberapa bulan dan dihentikan sebelum usia 10 – 11 bulan
 Ingat cushing syndrom

40
Oel. 2010

Cara kerja
 Respon kortikosteroid 85%
 Kerja kortikosteroid menghambat angiogenesis dengan mengurangi transkripsi growth factors

2.2 Propanolol
 Dosis permulaan 1 mg/kg/day ( 2 x sehari) kemudian dinaikkan 2 mg/kg/day (2 x sehari)
 Tidak ada batasan waktu pemberian, bisa sampai 3.5- 14 bulan
 Terapi dilanjutkan sampai perbaikan klinis atau dihentikan jika respon terapi gagal
Cara kerja
 Vasoconstriction
 Inhibition of angiogenesis
 Induction apoptosis

Efek samping
 Bradikardi
 Hipotensi
 Hipoglikemi
 Seizure
 Rash
 Bronkospasme

2.3 Interferon α
 Dosis 2 to 3 mU/m2, injected subcutaneously daily. (titrated as the infant gains weight)
 Terapi selama 6 - 10 bulan
 Efektif buat Kasabach-Merritt phenomenon
 Biasanya diawali dengan gejala demam 1-2 minggu pertama, sehinnga dianjurkan untuk diberi acetaminophen 1 -
2 jam sebelum pemberian terapi
 Reaksi jangka panjang ; spastic diplegia, diperlukan perawatan oleh ahli syaraf
Cara kerja
 Menghambat angiogenesis
 Respon >80%

2.4 Chemotherapy : vincristine and cyclophophamide

3. Terapi Laser
 CO2
 Argon
 Copper vapor
 Nd-YAG
 Pulsed Dye Laser
Cara kerja
 Menginduksi oklusi endovaskular akibat panas yang dihasilkan, tergantung kepada panjang gelombang, warna
kulit, kedalaman dan diameter pembuluh darah

Surgical
Indikasi
1. Infancy (Proliferating Phase)
 Gangguan fungsi
 Deformitas
 Perdarahan
 Ulserasi tidak respon terhadap terapi medikamentosa
 Predictable scar or hair loss
2. Early Childhood (Involuting Phase)
 Scar (length, easily hidden)
 Kepentingan tahapan trekonstruksi
3. Late Childhood (Involuted Phase).
 Damaged skin
 Abnormal contour (fibrofatty residum)
 Distortion or destruction of an anatomic structure
 Kepentingan tahapan rekonstruksi

41
Oel. 2010

VASCULAR MALFORMATIONS

Definisi
Anomali vaskuler yang disebabkan oleh gangguan pada fase akhir angiogenesis yang berakibat persistennya anastomosis
arteri-vena. Kelainan ini dapat terjadi pada pembuluh kapiler, limfatik, vena, arteri dan campuran.

Epidemiologi
 Lebih banyak pada laki-laki

Etiologi
Distimulasi oleh faktor trauma dan hormonal

Patofisiologi
Proses abnormal terhadap regulasi proliferation, apoptosis, differentiation, maturation, dan adhesion sel vaskuler
(endothelium cells, smooth muscle cells, and pericytes)

Klasifikasi
Slow-Flow Fast-Flow
 Capillary (CM) and telangiectasias  Arterial
 Lymphatic (LM)  Arteriovenous
 Venous (VM)

Diagnosis
Anamnesa
 Saat lahir sudah muncul (kongenital)
 Tidak mengalami regresi spontan, tumbuh sesuai dengan pertumbuhan usia

Pemeriksaan fisik
 Compresible test (Membedakan fast dan slow flow)

Pemeriksaan penunjang
Histologi : sel endotel matur

Pemeriksaan Radiologi
USG
 Kelebihan
o Mudah, murah
o Dapat membedakan anomali slow-flow dan fast-flow
o Dapat membedakan massa tumor dari anomalous channels of a vascular malformation
 Kekurangan
o Tergantung skill operator
o Terbatas dalam menjelaskan ukuran anomali dan hubungannya dengan jaringan sekitar

MRI/MRI with contrast (gadolinium)


 Lebih informatif dalam menjelaskan abnormalitas channels, karakteristik flow, luasnya jaringan yang terlibat
 CM tidak tampak pada pemeriksaanMRI, except as minor cutaneous thickening.

Contrast-enhanced computed tomography (CT)


 Akurat untuk lymphatic, venous, and lymphaticovenous malformations
 Phleboliths lebih tampak jelas dengan CT daripada MRI
 A primary place in evaluation of intraosseous vascular malformations and secondary bony changes

Tatalaksana
Non surgical
1. Scleroterapy (Polidecanol/Ethanol)
 Dose : max 1 mg/kg injection during single session
Cara kerja
Direct toxic terhadap endothelium sehingga mengaktifkan sistem koagulasi dan menyebabkan microagregasi sel darah
merah.
2. Laser (flashlamp pulsed-dye laser)

Surgical
1. Resection

42
Oel. 2010

Capillary Malformation
o Treatment : flashlamp pulsed-dye laser
Lymphatic malformations
o Treatment : Sclerotherapy, surgical resection
Venous malformations
o Treatment : sclerotherapy
Arteriovenous malformations
o Treatment : embolizations dan reseksi

Haemangioma Malformasi vaskuler


Jenis Tumor Non tumor
Muncul Beberapa waktu setelah lahir Sudah ada sejak lahir (kongenital)
Perkembangan Ada fase proliferasi/statik/regresi Tumbuh sesuai dengan pertambahan usia
Regresi jaringan Mengalami refresi Tidak mengalami regresi
Histopatologi Sel endotel immatur Sel endotel matur

43
Oel. 2010

DEGLOVING

Definisi
Suatu cedera dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas (terelevasi) secara paksa dari dasar (fascia) oleh kekuatan
dengan tekanan yang keras dan mendadak (shearing force), biasanya terjadi karena tungkai terjebak di bawah ban kendaraan

Etiologi
Trauma

Patofisiologi

Mekanisme dasar terjadinya degloving karena tungkai tertekan roda, akibat gesekan antara roda dengan jalan akan terjadi
gaya puntir dari kulit di sekitar poros tengah tungkai. Kulit dapat terputus kontinuitasnya, biasanya pada sebagian kulit
masih melekat seperti flap. Selain itu juga mengakibatkan pembuluh darah perforator yang mensuplai kulit terputus sehingga
membahayakan vitalitas jaringan

1. Terputusnya suplai pembuluh darah


 kerusakan intima sehingga menyebabkan thrombosis vena dan arteri (insufisiensi arteri dan kongesti
vena) akhirnya menyebabkan nekrosis jaringan
2. Efek toksik devaskularisasi lemak
 Melepas metabolik toksik yang berakibat nekrosis jaringan

Klasifikasi

1. Degloving tertutup
 Dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya tetapi permukaan kulit masih intak.
2. Degloving terbuka
 Dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya disertai dengan terputusnya
kontinuitas permukaan kulit.
Diagnosis
Anamnesis
 Mekanisme trauma
 Riwayat penyakit terdahulu
 Operasi yang pernah dilakukan
 Riwayat alergi obat juga penting untuk penatalaksanaan.
Pemeriksaan fisik
 Jejas ban kendaraan atau luka bakar akibat gesekan
 Kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya (fascia)
 Disertai atau tidak disertai terputusnya kontinuitas permukaan kulit
 Fluktuasi di subkutis
 Suhu dingin
 Pemeriksaan vitalitas kulit
o Tes tekan (bila ditekan pucat dan kembali dalam 4 detik)
o Tes fluorescen (dimasukkan cairan fluorescen intravenous dengan dosis 15 mg/kg dalam 200 ml NaCl
0,9% selama 10 menit, dilihat dibawah lampu ultraviolet dalam ruang gelap).
Pemeriksaan penunjang
 Foto polos X-ray dengan proyeksi AP dan Lateral, untuk mengetahui adanya fraktur atau kelianan tulang lain yang
menyertai degloving.

44
Oel. 2010

Penatalaksanaan

Indikasi
 Degloving tertutup dengan jaringan non vital
 Degloving terbuka
Kontra indikasi
 Degloving tertutup dengan jaringan vital

Prosedur terapi

Komplikasi
 Nekrosis flap kulit
 Infeksi
 Graft lisis

45
Oel. 2010

PRESSURE SORE

Definisi
Luka dekubitus adalah kerusakan jaringan lokal pada bagian tubuh dengan permukaan tulang yang menonjol akibat tekanan,
pergesekan atau pergeseran. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia.

Epidemiologi
 9% dari semua pasien yang dirawat
 96% terjadi dibawah umbilikus
 Sampai 75% seluruh pressure sore berlokasi di pelvic

Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
b. Gesekan dan pergeseran
c. Kelembaban
2. Fase Intrinsik
a. Usia
b. Hilangnya sensasi
c. Penurunan kesadaran
d. Imobilitas
e. Malnutrisi
f. Dehidrasi
g. Anemia
h. Infeksi
i. Gangguan vaskuler : perokok, diabet

Patofisiologi
Tekanan normal kapiler adalah 32 mmHg, bila mendapat tekanan lebih besar dari 50 mmHg pada daerah permukaan tulang
yang menonjol secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan jaringan (dinsdale). Penekanan
pada jaringan lunak akan menyebabkan iskemi bila proses penekan terus berlanjut akan timbul nekrosis dan ulcerasi.

Klasifikasi
National Pressure Sore Advisory Panel Consensus Development Conference (1989)
Stage I : persisten eritema 1 jam setelah bebas tekanan
Stage II : cedera pada level dermis
Stage III : cedera pada level subkutan
Stage IV : melibatkan kulit, lemak, otot serta tulang
unstageable

Diagnosis
Anamnesis
- Riwayat imobilisasi lama/gangguan gerak
- Gangguan kesadaran
- Underlying disease

Pemeriksaan fisik
- Identifikasi luka (cone shape)
Tata laksana
Tujuan :
1. Mencegah luka bertambah besar
2. Mencegah luka tempat lain
3. Mencegah komplikasi (invasif infeksi)
4. Penutupan luka jika memungkinkan

46
Oel. 2010

Penatalaksanaan pressure sore :


General
 Memperbaiki keadaan umum (underlying disease) dan nutrisi
 Rehabilitasi medik dan exercise
 Mengurangi spasme dan kontraktur
 Psikologi pasien
 Kontrol inkontinensi
 Edukasi untuk keluarga tentang perawatan
 Faktor financial
Lokal
 Non operatif
o Preparasi luka : debridement jaringan nekrotik (mekanikal, autolitik, biological, enzimatik), cegah
infeksi, mengendalikan eksudat, inflamasi dan oedem
o Mengurangi tekanan, gesekan, pergeseran dengan kasur anti dekubitus, miring kiri-kanan setiap 2
jam, menggunakan pelembab kulit
 Operatif
Prosedur operatif sebagai berikut :
1. Debridement jaringan non vital
2. eksisi bursa
3. ostektomi tulang yang non vital
4. hemostasis yang baik
5. memilih flap yang sesuai
6. hindari jahitan yang tegang
7. hindari dead space dengan mengisi jaringan

Penutupan Defek
 Defek ischium
Gluteal fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap, posterior hamstring musculocutaneous V-Y advancement
flap, posterior thigh flap (fasciocutaneous), tensor fascia lata flap.
 Defek Sacrum
Lumbosacral flap (fasciocutaneous), unilateral / bilateral gluteal fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap,
unilateral / bilateral gluteal musculocutaneous V-Y flap
 Defek Trochanter : tensor fascia lata flap

Perawatan Post Operasi :


 Hindari penekanan selama 2--3 minggu
 Pengawasan faktor lokal dan general

47
Oel. 2010

NOMA

Definisi
Cancrum oris (NOMA) describe by TOURDES (1848)
Merupakan ganggren pada mulut khususnya terjadi pada anak-anak dengan penyakit serius yang diawali dengan ruam,
bengkak dan melibatkan jaringan lunak dan keras pada mulut

Epidemiologi
 7 kasus dalam 1000 anak
 Biasanya pada anak usia 3-12 tahun

Etiologi
 Malnutrisi
 Oral hygiene buruk
 Debilitazing disease : malaria fever,measless,bronkopneumonia

Patofisiologi
Malnutrition
Poor oral hygiene
Immune suppresion
disease infection

Local viral multiplication in the mouth


Impaired oral mucosa imunity
Altered structural of oral mucosa

Acute Necrotizing Ginggivitis


Other mucosal ulcers

Fusobacterium Necropharum Borellia vincenti


Prevotella Intermedia fusiformis fusiformis

NOMA

Klasifikasi
Noma terdiri atas 2 fase
1. Acute inflamatory with ulceration (acute noma)
2. Healed phase which ulcer healed, leaving behind varying size orofacial defect (chronic noma)

Tatalaksana
Protokol terapi pada NOMA ;
1. Investigasi umum : screening laboratorium
2. Manajemen lokal ulkus : debridement >> penutupan defek
3. Terapi obat : antibiotik, multivitamin
4. Diet dan suplemen
5. Terapi komplikasi: ankylossing of temporomandibular

Protokol manajemen TMJ


1. Agresif reseksi
2. Ipsilateral coronoidektomi
3. Kontralateral coroneidektomi jika perlu
4. Lining of TMJ dengan fascia temporalis/cartilage
5. Rekonstruksi ramus dengan costocondral graft
6. Rigid fiksasi
7. Early mobilisasi dan fisioterapi agresif

48
Oel. 2010

FIBROUS DYSPLASIA

Definisi
lesi jinak pada tulang akibat struktur normal pada tulang diganti dengan fibro osseous tissue

Epidemiologi
 Craniomaxillofacial : 25% monostotic, 50% polyostotic
 Sering pada tulang maxilla kemudian diikuti tulang frontal. Semua tulang craniomaxillofacial dapat terlibat
 Degenerasi malignant : 0.5% monostotic, hingga 4% pada kasus mccune-albright syndrome
 5–7% kejadian dari seluruh tumor jinak tulang
 Mayoritas lesi terdeteksi sebelum usia 30 tahun.
 Biasanya muncul pada usia 10 tahun dan mengalami progresifitas sampai usia remaja dan kemudian dapat berhenti
setelah usia remaja

Patofisiologi
Mutasi protein G
Elevasi
 Cyclic adenosine monophosphate (camp)
 Proliferation of abnormal osteoblastic cells
 Interleukin-6
Stimulasi
 Pertumbuhan beberapa jaringan gonads, thyroid, adrenal cortex, and melanocytes, yang menyebakan
endocrinopathies dan skin pigmentation
 Aktifasi osteoclas
leading to
 Resorbsi tulang tampak pada tulang yang diamati sebagai fibrous dysplasia

Klasifikasi
3 kategori utama :
1. Monostotic (70% to 80%)
2. Polyostotic (20 % to 30 %)
3. McCune-Albright syndrome. (3% of polyostotic)
triad :
 polyostotic fibrous dysplasia
 precocious puberty
 skin pigmentation (caf´e-au-lait)
disertai dengan endocrine disorders (autonomous hormonal overproduction) :
 pituitary adenomas secreting growth hormone
 hyperthyroid goiters
 adrenal hyperplasia

Diagnosis
Keluhan utama : expansive growth leading
Anamnesis :
 Usia kejadian late childhood atau remaja
 Tidak nyeri
 Massa tulang membesar
Pemeriksaan fisik
 Deformitas wajah/asimetri
 Defek pada tulang wajah (Hard Tissue)
 Gangguan pendengaran
 Maloklusi
 Orbital : gangguan penglihatan, proptosis, dystopia
 Sphenoid : kebutaan
Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi
o X-ray : lebih radiopaque, Ground-Glass Appearance
o CT scan : ukuran tumor, lokasi, invasi lokal atau kompresi

 Histologi
o Chinese writing type : Tulang panjang
o Pagetoid type : Nongnathic craniofacial bones
o Hypercellular : Gnathic Bones

49
Oel. 2010

Terapi
Indikasi :
 Gangguan fungsi
 Gangguan estetik
 Menghilangkan gejala
 Kecurigaan terhadap malignansi
Kontraindikasi
 Tidak dapat dilakukan prosedur anestesi dan pembedahan
 Pasien tidak menginginkan operasi
 Tidak dapat memenuhi ekspekstasi pasien

Waktu operasi
Ditunda sampai remaja
 Rekurensi minimal
 Facial growth sudah komplit
Usia muda
 Berhubungan dengan masalah fungsi dan estetik

Terapi non bedah


Bisphosphonates (pamidronate) : menghambat osteoclasts
 Mengurangi nyeri
 Meningkatkan gambaran radiologi
 Pamidronate 60 mg/day (iv), selama 3 hari setiap 6 bulan untuk 18 bulan
Vitamin D
Calcium supplement
Terapi bedah
 Reduksi dan countouring
 Resection and replacement
Surgical approach
 Zone 1 : Regio fronto-orbital, zygomatic, upper maxillary
Complete resection dianjurkan untuk meminimalkan kemungkinan rekurensi. Rekonstruksi dilakukan segera biasanya
dengan bone grafts
 Zone 2 : Hair-bearing cranium
Secara umum diobati dengan cara konserfatif. Contoh : shaving, untuk memperbaiki kontur tulang mendekati normal
 Zone 3 : Central cranial base, petrous mastoid, pterygoid bones
Intervensi pembedahan sebisa mungkin dihindari. Kecuali jika memberikan keluhan seperti gangguan penglihatan
sekunder, kompresi nervus optikus
 Zone 4 : Teeth-bearing bones, Maxillary alveolus dan mandibula
Pendekatan konservatif lebih disukai, terutama pada fase awal

50
Oel. 2010

NEUROFIBROMATOSIS

Definisi
Gangguan pertumbuhan multiple cutaneous dan subcutaneous nodular tumor yang melibatkan sistem syaraf central dan
perifer

Epidemiologi
 Di USA 100,000 kasus setiap tahunnya
 Kejadian lesi Plexiform 16% s.d 40% (NF-1), di badan 43% s.d 44%, ekstremitas 15% s.d 38%, kepala leher 18% s.d
42%
 NF-1 Menjadi malignansi sebesar 13% (neurosarcoma)/Malignancy Peripheral Neural Sheth Tumor (MPNST)
terutama pada plexiform neurofibroma di ekstremitas yang disertai dengan nyeri
 NF-1 10 kali lipat lebih sering dibandingkan NF-2
 Individu dengan neurofibromatosis 50%, memiliki anak neurofibromatosis

Patofisiologi
 Autosom dominan, NF-1 : Chromosome 17, NF-2 : Chromosome 22.
 Neurofibromin sebagai supresor soft tissue terhambat.
 Sering melibatkan N.V ( V.2 dan V.3)

Klasifikasi
National Institutes of Health Consensus Statement (1987)
1. peripheral neurofibromatosis, (neurofibromatosis-1)
2. central neurofibromatosis (neurofibromatosis-2)

Neurofibromatosis-1
Kriteria diganosis, didapatkan 2/lebih dari kriteria dibawah :
1. Caf´e-au-lait spots (didapatkan 6/lebih lesi ukuran lebih dari 5 mm usia prepubertas dan lesi ukuran lebih dari 15
mm pada usia post pubertas) : 99 % kasus pada NF
2. 2/lebih neurofibromas tipe apapun atau 1 neurofibroma plexiform
3. Freckling pada regio axillary/inguinal (80 persen kasus pada NF)
4. Optic glioma
5. 2/lebih Lisch nodules (hamartomas of the iris)
6. Lesi tulang seperti pada sphenoid wing dysplasia atau penipisan kortek tulang panjang dengan atau tanpa
pseudoarthrosis (scletal abnormalities)
7. A first-degree relative (orang tua, saudara kandung atau anak cucu) dengan neurofibromatosis-1
Neurofibromatosis-2
Kriteria diagnosis sebagai berikut :
1. Bilateral eighth nerve masses seen with appropriate imaging techniques
2. A first-degree relative with neurofibromatosis-2 and either:
 Unilateral eighth nerve mass, or
 Two or more of the following
 Neurofibroma
 Meningioma
 Glioma
 Schwannoma
 Juvenile posterior subcapsular lenticular opacity

Tipe Neurofibromas :
1. localized cutaneous neurofibromas
2. diffuse cutaneous neurofibromas
3. localized intraneural neurofibromas
4. massive soft-tissue neurofibroma
5. plexiform neurofibromas (hipertrofi,hiperpigmentasi,hipertrichosis skin)

Tatalaksana
Hal –hal yang perlu diperhatikan ;
1. Terapi hanya pada defek dengan menyisakan underlying process of neurofibromatosis. Angka rekurensi >>
2. Waktu dan luas area yang dioperasi
3. Perdarahan
4. Menjaga keseeimbangan antara estetik dan fungsi

2 pendekatan prosedur terapi


1. Gangguan cranioorbital
2. Neurofibroma plexiform wajah

51
Oel. 2010

Nagata Approach
1. Initial debulking of the brow, temporal region, nose and submandibular region
2. debulking of the brow, eyelid, nose and submandibular area with superior transposition of the commissure
3. improved nasal airway and orientation of her oral commissure.The medial canthal ligament was reconstructed
4. At the fourth stage operation the right upper eyelid was realigned using a bi-lobed forehead flap The orbit was
exposed, along with the herniated brain. Split orbital rim osteotomies allowed supero-medial translocation
5. upper and lower tarsal plates were reconstructed using auricular cartilage and at the fifth stage, costal cartilage
graft was used to reconstruct the zygoma. Better symmetry of the upper eyelid was achieved with full-thickness
skin grafts and a temporary ocular prosthesis was inserted
6. debulking of the mandibular area and reduction of the macrotia was performed

52
Oel. 2010

LYMPHEDEMA

Definisi

Akumulasi cairan kaya protein kedalam ruang interstitial yang disebabkan oleh karena lymphatic dysfunction

Epidemiologi
 ♀ :♂ : 3:1
 Ekstremitas kiri lebih sering daripada kanan

Patofisiologi
Ekstravasasi cairan protein menyebabkan oedem pada ruang interstitial hal ini akan berakibat ;
 Tekanan oksigen rendah
 Penurunan fungsi makrofag
 Peningkatan cairan tinggi protein
Menyebabkan inflamasi kronik dan pada akhirnya menyebabkan fibrosis
Terdapat 2 fase
1. Fase awal
 Soft
 Pitting oedema
 Mulai dari distal kemudian ascending
 Swelling
Semakin banyak akumulasi protein tinggi merupakan media yang cocok untuik pertumbuhan kuman sehingga menyebabkan
limfangitis (semakin sering semakin cepat fibrosis)
2. Fase fibrosis
 Jaringan ikat pada subkutan diganti jaringan fibrosis
 Kulit tebal, hiperkeratosis
 Non pitting oedema
 Bisa menjadi keganasan : limfangiosarcoma

Klasifikasi
1. Primer : etiologi tidak diketahui atau akibat lymphatic dysfunction congenital
 Birth (Milroy disease)
 Puberty (lymphedema praecox) : 80 %
 Midlife (lymphedema tarda)

2. Secondary lymphedema : biasanya disebabkan oleh karena


 Infection (Wuchereria bancrofti/Brugia malayi)
 Surgical ablation
 Radiation, tumor
 Invasion

Klasifikasi menurut the international society of lympologi


 Stage 0 : laten, sudah ada gangguan tapi klinis belum muncul
 Stage I : early accumulation, pitting oedem, sembuh dengan pressure garment
 Stage II : non-pitting oedem, deposisi fibrofatty tissue
 Stage III : Lymphostatic elephatiasis, severe swelling, fibrosis, adiposity,skin change, irreversible

Menurut Campisi
 Stage 1 : initial, ireguler edema
 Stage 2 : persistent lymphedema
 Stage 3 : persistent + lymfangitis
 Stage 4 : fibrolymphedema
 Stage 5 : elefantiasis

Diagnosis
Anamnesa
• Keluarga
• Area endemik

Pemeriksaan fisik
• Bengkak diawali dari sisi distal ke proksimal dalam beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun
• Diawali dengan edema yang bersifat pitting kemudia secara perlahan menjadi nonpitting oleh karena jaringan
mengalami fibrosis dan pengerasan (indurated)

53
Oel. 2010

- Perubahan kulit
- Ulserasi
- Ekstremitas sering terasa fatigue atau pressure namun jarang sekali nyeri.

Radiologi
- Lymphoscintigraphy : memberikan gambaran anatomi saluran limfe dan aliran cairan limfe
- Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) : menyingkirkan malignansi
- Lymphangiography

Tatalaksana
Tujuan
 Mengurangi bengkak
 Mencegah komplikasi
 Memperbaiki penampilan
 Memperbaiki fungsi
 Mencegah infeksi

Terapi
Medical
 Skin care (low PH,water based lotion)
 Elevasi (4 – 6 inchi)
 Compresive garment/pneumatic compressive machines
 Cegah berdiri terlalu lama
 Medicine Treatment
o Anti infection (bacteria/fungi) : carbamazine
o Diuretics
o Benzopyrenes, coumarin, stimulate macrophage proteolysis
o Antihistamine and/or anti-inflammatory agents (control the allergic reactions to the dying parasite)

Surgical
Indikasi
 Medical management gagal
 Sudah terdapat gangguan fungsi
 Indikasi kosmetik terutama pasien perempuan muda
 Terjadi recurent lymphangitis
1. Fisiologi
Bertujuan untuk memperbaiki drainase saluran limfe
Syarat :
- Lokal
- Edema Belum Lama Terjadi (Not Long-Standing Duration)
- Belum Mengalami Fibrosis

Prosedur
- lymphangioplasty
- lymphovenous anastomosis
- lympholymphatic anastomosis
- Omental transposition
- Enteromesenteric bridge
- Free lymph node transfer

2. Eksisional
Bertujuan untuk debulking dengan cara membuang jaringan kulit dan subkutaneus
Syarat
- Oedem berat
- Perubahan kulit
Preoperative care
- Bedrest
- Elevasi ekstremitas 3 hari sebelum operasi
- Compression
- Pemasangan kateter urin
- Antibiotik preoperative
Prosedur
2.1 Total skin and subcutaneous excision (Charles procedure)
Merupakan prosedur yang membuang seluruh jaringan kulit, subkutan hingga fascia. Kemudian dilakukan tindakan skin
graft diatas fascia

54
Oel. 2010

2.2 Subcutaneous excision beneath flaps (modified Homans procedure)


- Pertama kali dilakukan reseksi pada sisi medial karena banyaknya jaringan yang bisa dibuang dibandingkan
sisi lateral
- Reseksi sisi lateral dilakukan 3 bulan setelah operasi pertama
- Exsanguinated dan pneumatic tourniquet saat operasi
Prosedur
- Insisi dimulai dari 1 cm dibelakang maleolus dandi teruskan hingga ke sisi proksimal
- Dilakukan diseksi flap dengan ketebalan 1.5 cm ke arah anterio dan posterior menuju midsagittal plane
- Jaringan subkutan dan deep fascia dibuang hingga meninggalkan otot dengan mempreservasi nervus sural
- Kelebihan flap dibuang dan kemudian ditangkupkan dengan single layer suture

2.3 Buried dermal flap (Thompson procedure)


Prosedur ini dikerjakan dengan cara melakukan deepitelisasi kulit dan kemudian menyisipkannya ke dalam otot

2.4 Sistrunk
Wedge excision kemudian ditutup primer

Perawatan Post Operasi


 Immobilisasi ekstremitas dengan splint posterior
 Bed rest dengan ekstremitas terelevasi
 Drain dicabut pada hari ke 5
 Jahitan di angkat 9 hari pasca operasi
 Compressive stocking dapat digunakan sampai 3 minggu untuk kepentingan mencegah seroma, optimalisasi
penyembuhan dan countouring

Komplikasi
Early
 Perdarahan
 Infeksi
 Flap/skin graft gagal
 Seroma
Late
 Recurrent lymphangitis
 Selulitis
 Fibrosis jaringan subcutan
 Gangguan fungsi
 Perubahan kulit
 Lymphangiosarcoma (0.07% and 0.45%)

55
Oel. 2010

MOEBIUS SYNDROME

Definisi
Paralisis syaraf ke-6 dan ke-7 sehingga meyebabkan terbentuknya “masklike facies”, incapable of animation, inability to
laterally deviate the eyes (abducens palsy)

Epidemiology
- 1 in 550,000

Etiologi dan Patofisiologi


 Jarang merupakan transmisi genetik
 Sporadis
biasanya disebabkan oleh karena :
1. Aplasia/hypoplasia of the cranial nerve nuclei
2. Destruction of the cranial nerve nuclei
3. Peripheral nerve abnormalities
4. Primary myopathy

Diagnosis
1. Mata
 Ptosis
 Nystagmus
 Strabismus
 Epicanthal folds
2. Hidung
 High
 Broad bridge
 Breadth extends to the nasal tip
3. Mulut
 Opening small
 Hypoplasia of the tongue
 Poor palatal mobility
 Poor suck
 Inefficient swallowing
 Drooling
4. Wajah
 Mandible tends to be hypoplastic
 Facial paralysis and masklike facies
 Retardasi Mental

Penatalaksanaan
Waktu
 Berhubungan dengan masalah psikologi pasien terhadap kehidupan sosial

Terapi
 Facial reanimation surgery
 Microvascular free tissue transfer of the gracilis muscle to the face
o initially used the hypoglossal or accessory nerve
o refined technique to use the branch of the trigeminal nerve to the masseter muscle as the motor nerve of
choice

56
Oel. 2010

ROMBERG DISEASE
(PROGRESSIVE HEMIFACIAL ATROPHY)

Definisi
Gangguan perkembangan wajah yang melibatkan jaringan lunak maupun jaringan keras sehingga
menyebabkan atrofi hemifasial yang progresif

Epidemiologi
 dapat terjadi pada semua ras
 lebih sering pada wanita
 95% kasus unilateral

Etiologi
 Infeksi (irirtasi syaraf akibat agen infeksi : viruses,mad cow disease)
 Trigeminal-peripheral neuritis (terdapat episode nyeri di area yang terkena sebelum fase involusi)
 Sympathetic (association of Horner syndrome, pilomotor reflex changes, unilateral mydriasis,
vasomotor disorders, unilateral migraine, and perspiration disorders)

Diagnosis
Anamnesa
 Bukan kelaianan kongenital
 Onset dimulai pada usia dekade pertama atau kedua
 “active phase”/involution tahun ke 2 sampai 10
 Early age of onset (during facial growth), kemungkinan terlibatnya hard tissue lebih besar
 Onset kejadian sering dihubungkan dengan kejadian infeksi atau trauma

Pemeriksaan fisik
 Penipisan otot wajah tetapi masih memiliki kekuatan untuk membentuk mimik wajah
 diawali dengan perubahan pigmen kulit / hipopigmentasi (brownish or bluish discoloration)
 Depresi garis vertikal pada forehead/ dari alismata sampai ke frontal hairline (coup de sabre) merupakan
pathognomonic untuk Romberg Disease
 Linear scleroderma
 Soft and hard tissue atrofi/hypoplasia

Penatalaksanaan
Waktu
Lebih baik jika ditunda sampe penyakit melewati fase aktif atau telah mencapai fase plateau

Terapi
Mild asymmetry/atrophy
- Injection of collagen and hyaluronic acid derivatives
- Fat injection
- Dermal grafts, fat grafts, or dermal-fascial-fat graft
- Overcorrection
Severe asimetry/atropy
 Microvascular free tissue transfer (gold standard)
 Distortion of the orbit and the zygomaticomaxillary complex, can be corrected either through corrective
osteotomies

57
Oel. 2010

TREACHER COLLINS SYNDROME

Definisi
Kelainan genetik langka yang dicirikan dengan perubahan bentuk wajah

Epidemiologi
 1 : 25.000 – 50.000 kelahiran

Etiologi
 autosomal dominant disorder
 mutasi gen

Klasifikasi
Kaban-Mulliken classification.
Type I : Normal architecture but smaller dimensional size of mandible and TMJ
type IIA : Moderate hypoplasia of mandible with hypoplasia of ramus and condyle but some
TMJ development adequately positioned for symmetrical opening of the joint
type IIB : Moderate to severe hypoplasia of ramus, condyle, and TMJ joint that is malpositioned
inferiorly, medially, and anteriorly
type III : Total absence of mandibular ramus behind dentition making it unsuitable for bone
distraction.

Diagnosis
Anamnesa
 kelaianan sejak lahir

Pemeriksaan fisik
 Downslanting palpebral fissures (antimongoloid slant)
 Coloboma pada lower lid
 Bilateral and symmetrical hypoplasia/aplasia bilateral dan simetris pada tulang zygoma dan mandibular
 Deformitas telinga tengah dan luar
 Cleft palatum

Penatalaksanaan
Waktu
 Posnick : Rekonstruksi zygoma pada tahun ke 5 – 7
 Rekonstruksi mandibula pada tahun ke 6-10

1. Koreksi defisiensi lower eyelid


 Laterally based banner flap consisting of skin and orbicularis oculi muscle
 Repositioning of the lateral canthus
2. Koreksi defisiensi zygomatic
 Cranial bone grafts
 Vascularized calvarial grafts based on a temporalis muscle pedicle
 Rib grafts
3. Koreksi defisiensi soft-tissue
 Dermal fat grafts

4. Koreksi deformitas telinga


5. Rekonstruksi mandibula

58
Oel. 2010

CRANIOFACIAL CLEFT

Definisi
Distorsi anatomi wajah dan tulang kranial yang disertai dengan defisiensi atau kelebihan jaringan dalam satu garis

Epidemiologi

 Dapat terjadi di kedua sisi wajah dengan klasifikasi yang berbeda


 Facial cleft no 3 paling sering
 Facial cleft no 5 dan 9 sangat jarang
 Treacher Collins syndrome berhubungan dengan facial cleft 6, 7,8

Klasifikasi

Tessier mengklasifikasikan berdasar klinis dan neuroembriologi

Secara umum dibagi menjadi 2 : facial dan cranial cleft yang dipisahkan oleh orbita dan mempunyai hubungan yang selalu
berjumlah 14. Contoh : facial cleft no 1 dengan cranial cleft 13

Diagnosis

Anamnesa

 Kelainan kongenital (sejak lahir)

Pemeriksaan fisik

Perlu diperhatikan batas- batas jaringan untuk menentukan klasifikasi facial cleft

Soft Tissue
 Bawah
o Didalam Cupid bow ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Cupid bow - Comissura oris ( Cleft no 4 s.d 7 )
 Tengah
o Didalam alae nasi ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Diluar alae nasi ( Cleft no 4 s.d 7 )
 Atas
o Medial canthus media ( Cleft no 0 s.d 2 )
o Canthus media - punctum lacrimal ( Cleft no 3 )
o Punctum lacrimal – cathus lateral ( Cleft 4 s.d 6 )

59
Oel. 2010

Hard Tissue
 Bawah
o Antara Incisivus 1 ( Cleft no 0 )
o Antara Incisivus 1 -2 ( Cleft no 1 )
o Antara Incisivus 2 – Caninus ( Cleft no 2 s.d 4 )
o Lateral caninus ( Cleft no 5 s.d 7 )
 Tengah
o Medial apertura piriformis ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Lateral apertura piriformis ( Cleft no 4 s.d 7 )
 Atas
o Keterlibatan procesus frontal os maxilla ( Cleft no 1 s.d 3 )
o Procesus frontal os maxilla - foramen infra orbita ( Cleft no 4 )
o Lateral foramen infra orbita ( Cleft no 5 s.d 7 )

Pemeriksan penunjang
 CT scan 3D

Penatalaksanaan
 Tidak ada terapi standar karena bervariasinya cleft craniofacial dan derajat keparahan
 Pedoman :
o Jika malformasi berat dan mengganggu fungsi seperti expose pada mata maka tindakan operasi
dilakukan lebih awal
o Jika malformasi ringan prosedur operasi dapat ditunda
 3 - 12 bulan
o Dilakukan koreksi defek kranial dan cleft soft tissue
o Menggunakan Z-plasty,flap lokal dll
 6 – 9 tahun
o Rekonstruksi midface dan bone grafting
 14 tahun keatas
o Prosedur Orthognathic (dilakukan hingga maturitas tulang)

60
Oel. 2010

NON SYNDROMIC CRANIOSYNOSTOSIS

Definisi
Kondisi patologi akibat fusi prematur dari cranial suture

Epidemiologi
 0.4 – 1 setiap 1000 kelahiran hidup
 Trigonocephaly : kejadian kurang dari 10 %
 Scaphocephaly : jenis terbanyak, ♂ : ♀ : 4 : 1
 Plagiocephaly : paling jarang

Patofisiologi
Cranial base yang abnormal menyebabkan gannguan pada dural sehingga menyebabkan fusi prematur dari cranial suture

Klasifikasi
Berdasarkan jumlah sutura yang terlibat
1. Soliter/single suture
2. Multiple suture

Berdasarkan ada tidaknya syndrome


1. Syndromic
2. Non syndromic

Berdasarkan sutura yang terlibat :


1. Trigonocephaly : Sutura metopic
2. Brachycephaly
 Anterior : Sutura coronal bilateral
 Posterior : Sutura lambdoid bilateral
3. Plagiocephaly
 Anterior : Ssutura coronal lateral
 Posterior : Sutura lambdoid lateral
4. Schapocephaly : Sutura sagital

Diagnosis
Anamnesis
 Kelainan sejak lahir (kongenital)
Aspek yang terganggu
1. Peningkatan tekanan intra kranial
Tekanan intra kranial meningkat lebih besar pada craniosinostosis multiple (42%) dibandingkan dengan single
craniosinostosis (13%)
2. Hidrosefalus
3. Retardasi mental
4. Gangguan visual
Tampak adanya optik atrofi dan papiledema akibat peningkatan tekan intra kranial

Trigonocephaly
 Perkembangan otak biasanya tidak terganggu
 Hipotelorism
 Keel shape deformity
Scaphochepaly
 Boatlike shape
Brachicephaly
 Tower shape/harlequin
Plagiocephaly

Penatalaksanaan
Pertimbangan preoperatif
1. Multi disiplin ilmu
2. Inform consent tentang penyakit termasuk konseling genetik
3. Fotografi

61
Oel. 2010

Waktu operasi
Disesuaikan dengan keaadan pasien, jika terdapat peningkatan intrakranial maka opersi dilakukan lebih awal. Ada konsesus
yang menganjurkan untuk melakukan operasi sebelum pasien berusia 1 tahun karena defek kraniotomi lebih kecil dan
kemampuan osifikasi

Prosedur operasi
- Barel stave osteotomi
- Distraksi osteogenesis
Komplikasi
Early
- Perdarahan
- Emboli
- Kebocoran LCS
- Infeksi
Late
- Penyembuhan tulang abnormal
- Gangguan pertumbuhan tulang

62
Oel. 2010

CRANIOSYNOSTOSIS SYNDROMES

Apert Syndrome Crouzon Syndrome Saethre-Chotzen Pfeiffer Syndrome Carpenter Syndrome


(Acrocephalosyndactyly (Acrocephalosyndactyly Syndrome (Acrocephalosyndactyly
Type I) Type II (Acrocephalosyndactyly Type V)
Type III)
1 1:160.000 kelahiran 1 : 25.000 kelahiran
2 Craniosynostosis, Craniosynostosis, Craniosynostosis, Craniosynostosis, Craniosynostosis,
brachycephalic brachycephalic paling brachycephalic brachycephalic brachycephalic
sering
3 Exorbitism Exorbitism Low set frontal hairline Exorbitism Low set ear
4 Hypertelorism Hypertelorism Ptosis Hypertelorism lateral displacement of
the inner canthi
5 Hipoplasia midface Hipoplasia midface Facial asymetry, Hipoplasia midface
hipoplasia midface
6 Symmetric syndactyly of Syndactyly (-) Partial syndactily -Broad thumbs, broad Partial syndactily
both hands and feet involving 2nd-3rd digits great toes involving 2nd-3rd digits
fusion of the second, -Partial syndactyly of
third, and fourth fingers the hands
usually involves digits 2
and 3
7 Intelligence Intelligence normal Intelligence normal Intelligence normal Mental retardation
normal/delayed mental
development

kelainan yang sering menyertai :


1. Tekanan intra cranial meningkat
2. Gangguan penglihatan
3. Hydrocephalus

Penatalaksanaan
1. Conventional : Osteotomi advancement
2. Distraksi osteogenesis

Prosedur Operasi
1. 4 – 12 months
 Craniectomi
 Fronto-orbital advancement
2. 4 – 12 years
 Koreksi midface

3. 14 – 18 years
 Jaw surgery ( orthognathic )

Distraksi osteogenesis
Keuntungan
1. Perdarahan minimal waktu lebih cepat
2. Advancement lebih jauh (20 mm) dibandingkan dengan tekhnik advancement standar (6-10mm)
3. Tidak membutuhkan bone graft
4. Resiko infeksi rendah
5. Kejadian relapse sedikit
Kerugian
1. Membutuhkan waktu yang lama untuk distraksi
2. Butuh prosedur tambahan untuk melepas alat distraksi
3. Membutuhkan peralatan tambahan untuk waktu yang lebih lama

63
Oel. 2010

TRAUMA WAJAH

Evaluasi Pasien
Primery survey
1. Airway + Stabilitas cervical
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability (Kesadaran menurut GCS)
Pengenalan kasus emergency
1. Sumbatan jalan nafas
 Lidah terjatuh kebelakang akibat fraktur mandibula, penurunan kesadaran, gumpalan darah, benda asing
ataupun gigi yang terlepas
2. Perdarahan
 Paling sering berasal dari cabang a.carotis externa
 Dapat dihentikan dengan penekanan, klem, ligasi, angiography embolisasi
3. Aspirasi
4. Cedera sistem syaraf pusat

Anamnesis
 Riwayat trauma (mekanisme trauma,waktu, lokasi, arah serta berat-ringannya cedera)
 Status mental dan kesadaran (untuk mengetahui adanya cedera intrakranial)
 Gangguan fungsi (gangguan pada jalan napas, penglihatan, pendengaran, fungsi oklusi, dan gangguan saraf
cranial)

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
1. Deformitas wajah (1/3 atas,tengah,bawah)/keadaan simetris
2. Haematom (periorbita, preaurikula)
3. Oedem
4. Identifikasi luka (vulnus laserasi,ekskoriasi) : jumlah, ukuran, tepi luka, dasar luka
5. Perdarahan aktif (mulut,hidung,telinga). LCS bocor
6. Depresi malar iminens (worm view)

Palpasi
1. Diskontinuitas tulang (step up/down) : frontal, rima orbita, nasal, zygoma, maxilla, mandibula
2. Gliding TMJ
a. Berdiri didepan pasien
b. Kedua jari telunjuk masuk ke lubang telinga kanan-kiri
c. Kedua ibu jari diletakkan didepan tragus
d. Pasien diminta membuka dan menutup mulut
e. Normal : gerakan TMJ (+), abnormal gerakan TMJ berkurang hingga (-)
3. Nyeri tekan
4. Fungsi motorik (N.VII) dan sensorik (N.V)
5. Fungsi mata
a. Hematom palpebra, echimosis periorbita
b. Perdarahan subconjungtiva, hifema
c. Reflek pupil
d. Visus
o Membaca : dimulai dari jarak 6 meter (6/6)
o Menghitung jari (6/60)
o Melambai tangan (1/300)
o Penyinaran (1/tidak terhingga)
o Tidak dapat melihat berarti visus 0
e. Dystopia : dilihat secara objektif kedudukan kedua pupil
f. Diplopia
o Binokular (gangguan diluar bola mata)
 Berdiri didepan pasien
 Tangan kiri memegang kening pasien sebagai fiksasi
 Meminta pasien untuk mengikuti gerakan jari tangan kanan ke atas-bawah-kanan-
kiri
 Penglihatan double/tidak
o Monookular (kelainan pada bola mata)
 Sama dengan prosedur diatas, hanya satu mata ditutup saat diperiksa

64
Oel. 2010

g. Gerakan bola mata : prosedur sama dengan pemeriksaan diplopia


 Jika pasien tidak sadar dapat dilakukan dengan pemeriksaan forced duction test
o Anestesi lokal pada bola mata
o Menggunakan 2 buah pinset conjungtiva bulbi dicubit 1-2 mm diluar limbus

Intraoral
1. Vulnus pada bibir
2. Avulsi gigi
3. Fraktur dentoalveolar
4. Step off deformity : diagnosis terhadap fraktur mandibula
5. Floating maxilla : Prosedur untuk mendiagnosis fraktur Le Fort
 Satu tangan berada di extra oral sebagai fiksasi dan penunjuk titik fraktur, tangan lainnya berada di
intraoral (menggoyangkan alveolaris maxilla dengan jari telunjuk dan ibu jari keatas dan kebawah)
6. Oklusi/lengkung gigi dan gusi
 Oklusi dinilai dari hubungan antara mesiobucal cuspid Molar I sisi maxilla dengan buccal groove Molar
I sisi mandibula
 Penilaian oklusi dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif
 Subyektif : menanyakan keadaan/perubahan gigitan gigi saat ini dengan sebelum trauma
 Obyektif :
Klasifikasi menurut Angle

7. Haematom sublingual
8. Vulnus lidah
9. Haematom/fraktur palatum

65
Oel. 2010

Pemeriksaan Radiologis
 Foto rontgen x-ray
Hal hal yang diperhatikan adalah :
1. Kelayakan foto
a. Identitas (lengkap dan tidak memotong tulang)
b. Marker
c. Posisi pasien
d. Densitas/kekerasan foto : daapat dibedakan hard dan soft tissue
e. Seluruh bagian tulang kelihatan dan tidak terpotong
2. Dimulai dari dalam keluar
a. Alignment
b. Diskontinuitas tulang
o Cranium (tabula externa, diploe, tabula interna)
o Tulang wajah
c. Sinus (tampak perkabutan didalam sinus)
d. Kedalaman akar gigi

Beberapa foto rontgen yang sering digunakan untuk diagnosis


1. Foto kepala AP/Lateral : melihat cranium juga dapat melihat fraktur pada tulang wajah lain
2. Foto Waters
 Posisi pasien : duduk/berdiri atau prone position
 Arah sinar : posterior anterior
 Film : depan wajah

Dapat memberikan gambaran sinus maxilla, tulang


maxilla, malar bone,arc zygoma, orbita rim, orbital rim
dan os nasal

3. Foto Reverse Waters


 Posisi pasien : tidur atau supine position
 Arah sinar : antero posterio
 Film : belakang wajah

Dapat memberikan gambaran sinus maxilla, tulang


maxilla, malar bone,arc zygoma, orbita rim, orbital rim
dan os nasal

4. Foto Panoramic/ (OPG : orthopatomogram)


 Memberikan gambaran tulang mandibula dalam satu bidang termasuk keadaan gigi-giginya. Foto ini
memberikan akurasi diagnostik untuk mandibula sampai 92 persen kebenarannya
 Identifikasi fraktur simfisis sering jadi tersamarkan

66
Oel. 2010

 CT-Scan

Hal –hal yang diperhatikan adalah


1. Identitas
2. Potongan
a. Axial/Coronal/Sagital
b. Dengan kontras/tidak dengan kontras
3. Soft tissue swealing
4. Bone window (ingat dari luar ke dalam)
a. Deformitas/diskontinuitas
5. Korteks dan medula
6. Batas white & grey
7. Sulcus dan gyrus
8. Lesi hipedens/hipodens
9. Cysterna ventrikel (menyempit/melebar)
10. Midline shift
11. Herniasi
12. Sinus paranasal

Indikasi tindakan CITO pada mata


1. Nyeri
2. Gangguan penglihatan
3. Ruptur bola mata
4. Hifema
5. Perdarahan retrobulbar

67
Oel. 2010

NOE FRACTURE

Anatomi

1. Os Frontal
2. Os Nasal
3. Procesus Frontalis Os Maxilla
4. Os Lacrimalis
5. Os Ethmoidalis
6. Os Sphenoidalis
Dacrion : titik antara os lacrimal dan proc os frontalis
yang digunakan sebagai titik penentuan hiperteloris

Medial Canthus Tendon


Perlekatan anterior/superficial component : anterior lacrimal crest
Perlekatan posterior/deep component : posterior lacrimal crest
- Komponen posterior berhubungan dengan kejadian slip of orbicularis oculi atau Horner’s muscle; Saat
Horner‟s muscle berkontraksi, akan menyebabkan air mata mengalir ke lacrimal system
- Berhubungan dengan peningkatan intercanthal distance/telecanthus (widening of the canthal-bearing bones,
MCT detachment)

Intercanthal Distance
- Normal : Sama dengan lebar palpebral aperture atau 1/2 interpupillary distance
- ♀ : 29 to 34 mm, ♂ : 29 to 36 mm
- Intercanthal distance lebih dari 40 mm berhubungan dengan cedera NOE dan memerlukan tindakan
pembedahan
- Pengukuran masing-masing kantus terhadap facial midline membantu untuk mendiagnosa cedera unilateral
- Nasal projection and telecanthus are inversely related: adequate projection of the nasal dorsum can mask
telecanthus, whereas inadequate dorsal projection actually enhances the appearance of telecanthus. This
phenomenon is called Pseudo-Telecanthus

Definisi
Fraktu wajah yang minimal memenuhi 4 lokasi fraktur yaitu:

 Fraktur nasal
 Fraktur junction antara prosesus frontal maksila dengan os frontalis
 Fraktur medial orbita (area etmoidalis)
 Fraktur rima orbita inferior yang meluas meliputi aperture piriformis dan dasar orbita

Etiologi
 Trauma dengan high-energy pada intercanthal area.
 Sering berhubungan dengan cedera cervical, ocular dan intracranial

68
Oel. 2010

Klasifikasi
“Markowitz” mengklasifikasikan fraktur NOE berdasarkan perlekatan MCT terhadap tulang dan pola fraktur
 Type I : Fraktur NOE yang paling sederhana, tidak ada kominutif, melibatkan hanya bagian medial orbit yang
berisi MCT. Fraktur dapat bilateral, komplit atau terdislokasi.
 Type II : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus
 Type III : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus

Diagnosis
Anamnesis
 Riwayat cedera dengan energi besar pada mid face

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Telecanthus
 Depresi nasal radix dan dorsum
 Vertically shortened nose
 Upturned nasal tip (pig snout)
 Perdarahan hidung
Cairan dari hidung harus dicurigai adanya kemungkinan kebocoran cairan serebrospinal (CSS). Jika mungkin,
cairan tersebut ditampung dan dianalisis untuk beta2-transferrin, indikator cairan serebrospinal.

Palpasi
 Mobility
 Crepitus
 Depressibility

MCT attachment

 Bowstring Test
Canthus lateral ditarik ke lateral dengan jari telunjuk sedangkan jari tangan lain menahan canthus medial. Hal ini
sulit dilakukan jika jaringan oedem

 Bimanual test
Menempatkan instrumen dibawah tulang tempat perlekatan MCT secara bersamaan diraba regio disekitar MCT
dari sisi luar
Pemeriksaan mata lengkap
 Visus, respon pupil dan pergerakan ektraokular
 Pemeriksaan seksama kelopak mata bawah  fisura palpebra media berbentuk bulat; kekenduran kelopak mata.
 Epifora
Fungsi lakrimal  diperiksa lebih akurat dengan memasang irigasi dan probing bersamaan dengan Jones dye tes

Penatalaksanaan
Tujuan
 Memperbaiki nasal projection yang berubah
 Memperbaiki intercanthal distance meningkat (telecanthus)
 Memperbaiki nasofrontal atau lacrimal drainage terganggu
 Estetika

69
Oel. 2010

Indikasi
Gangguan fungsi dan estetika
Kontraindikasi
 Cedera-cedera lain yang mengancam jiwa.
 Cedera nervus optikus, trauma bola mata (hifema, ruptur, laserasi) karena meambah kerusakan mata

Penanganan fraktur naso-orbita-ethmoid (NOE)


Prinsip Umum
 Plate yang digunakan untuk fiksasi internal fraktur NOE
- Plate dari set midface 1.0 (micro) dan 1.3/1.5 (miniplates)
- Microplates juga dapat digunakan utnuk menghubungkan fragmen sentral yang besar ke os frontalis
- Miniplates diindikasikan bila diperlukan stabilitas mekanik yang lebih besar. Karena relative tebal, miniplates
jangan dipasang di anterior krista lakrimal.
Exposure/Approach
Ekstraoral
 Insisi koronal
 Subsiliar
Intra oral
 Sulkus ginggivo bucal atas
Manajemen Fragmen Sentral
Fraktur NOE tipe I
- micro (1.0) dan miniplate (1.3/2.0)
o Microplate : prosesus nasal os frontalis untuk menghindari malrotasi yang dipasang di rima infraorbita
dan apertura piriformis akan menstabilkan fragmen.
o plate 1.3 mm di rima orbita inferior untuk stabilisasi fiksasi
o plate 2.0 mm di apertura piriformis untuk stabilisasi fiksasi

Fraktur NOE tipe II


- Transnasal wire
Dua wire transnasal 0.3 mm (28-gauge) dimasukkan ke lubang yang sudah dibor di fragmen sentral. Wire
harus dipasang posterior dan superior terhadap fossa lakrimalis. Wire ini bertujuan mengamankan posisi
rotasional yang tepat dan mempertahankan jarak interkantus yang benar.
- Miniplates, plate 1.3 atau microplates
untuk menstabilkan fragmen-fragmen kecil yang multiple dari hidung. Atau dapat juga menggunakan
interfragmental wires.

70
Oel. 2010

Fraktur NOE tipe III


 Canthopexy
o Dalam tatalaksana fraktur tipe ini diperlukan canthopexy transnasal direk setelah rekonstruksi tulang.
o Awalnya ligament kantus dilepas seluruhnya dari perlekatannya pada tulang
 plate 1.3 atau microplate

Canthopexy Transnasal
Dua langkah penting dalam canthopexy
1. mengidentifikasi ligamen
2. ditransfiksi dengan jahitan
Pada kasus tertentu, tulang yang rapuh di area ini hancur (kominutif). Titik insersi wire transnasal harus direkonstruksi. Hal
ini dicapai dengan bone graft yang difiksasi dengan miniplate dan yang sepanjang dinding medial orbita. Wire kemudian
dilewatkan menembus bone graft, atau lewat salah satu lubang di miniplate. Bone graft harus diposisikan dengan miniplate
agar stabil.
Rekonstruksi Nasal
- Tulang nasal direduksi dan distabilkan dengan miniplates atau microplates atau wires
- Open rhinoplasty
Perawatan Post Operasi
 Obat : antibiotik analgetik
 Posisi : head up 300
 Perawatan lokal :
o Tidak memanipulasi lokasi operasi
o pemasangan nasal splint dressing di atas dorsum nasal
 untuk reposisi
 untuk proteksi
 untuk awareness
 Pantau pasien selama 24 jam untuk kemungkinan adanya peningkatan tekanan intraorbita. Pada hari pertama pasca
operasi, dilakukan pemeriksaan mata serial.
Komplikasi
Early

71
Oel. 2010

 Hematom
 Infeksi
 Perdarahan
 Gangguan visus
 Cedera sistem lakrimal
 Komplikasi soft tissue
Late
 Telekantus persisten
 Ektropion kelopak mata bawah
 Cedera saraf
Superior Orbita Fissure Syndrome

 Dikenalkan oleh Hierscfield 1858


 Nervus yang terlibat : N III, N IV, NVI,N Frontalis dan Lacrimalis
 Syndrom terdiri atas :
o Ptosis kelopak mata atas : gangguan pada N.III
o Proptosis bola mata :gangguan pada syaraf extraoccular yang secara normal berfungsi sebagai retraktor
o Ophthalmoplegia : gannguan pada N.III,IV,VI
o Pupil dilatasi : gangguan pada syaraf parasimpatis yang berjalan bersama N.III
o Anesthesia regio frontal dan kelopak mata : gangguan pada syaraf lacrimal dan frontal

Jika disertai dengan gangguan N.II disebut “orbital Apex Syndrome” dengan gejala terjadi perubahan visus atau kebutaan

72
Oel. 2010

FRAKTUR MAXILLA

Anatomi

Memiliki 4 procesus
1. Procesus frontalis
2. Procesus zygomaticus
3. Procesus alveolaris
4. Procesus palatine
Terdapat sinus maxilaris yang bermuara ke meatus media rongga hidung
Sistem buttres pada os maxilla :

1. Medial/ Naso-Maxillary
2. Lateral/Zygomatic-Maxillary
3. Posterior/Pterygo-Maxillary

Epidemiologi
Fraktur maksila meliputi sekitar 6 – 25 % dari seluruh fraktur wajah.

Etiologi
Fraktur maksila sering terjadi akibat cedera tumpul dengan energi tinggi yang mengenai tulang-tulang wajah. Mekanisme
trauma meliputi kecelakaan kendaraan bermotor, altercation, dan jatuh dari ketinggian tertentu

Klasifikasi
Fraktur maxilla menurut Le Fort
1. Le Fort I/Transverse/Guerin (30 %)
 Akibat gaya yang ditujukan pada tepi alveolar maksila dengan arah ke bawah.
 Melalui lantai rongga sinus maksila diatas apical gigi; memisahkan prosesus alveolaris, palatum dan
prosesus pterigoid dari struktur tengkorak wajah di atasnya

73
Oel. 2010

2. Le Fort II/pyramidal (42 %)

 Akibat cedera pada maksila bagian tengah dan bawah

 Dimulai nasal, procesus frontalis os maxilla, os lacrimal, rima orbita inferior, lantai orbita, sutura
zygomaticomaxilla/ dinding lateral maxilla, os pterygoid
3. Le Fort III/Craniofacial Disjunction (28 %)
 Akibat cedera pada nasal bridge atau maksila bagian atas.

 Garis fraktur melewati sutura zigomatikofrontalis, berlanjut melewati dasar orbita dan melalui sutura
nasofrontalis. Tulang-tulang orbita terpisah melalui dinding lateral, medial dan dasar orbita.

Fraktur palatum menurut Hendrickson


1. Dentoalveolar
2. Sagittal
3. Parasagittal
4. Para-alveolar
5. Complex ( multiple fractures)
6. Transverse

Diagnosis
Anamnesis
 Riwayat trauma mengenai midface
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Soft tissue swealing/oedem midface
 Perdarahan dari hidung
 Hematom/ekimosis periorbita, conjungtiva
 Flattened face
 Donkey like face
 Maloklusi / Open bite deformity

Palpasi

 Diskontinuitas tulang, step-offs, krepitasi


 Gangguan sensorik.
 Mobilitas midface/ floating maxilla
Intraoral

 Darah segar atau darah lama


 Hematoma/robekan palatum

74
Oel. 2010

Penatalaksanaan

Tujuan

1. Mengembalikan tinggi vertikal midfasial


2. Mengembalikan fragmen fraktur ketempat semula/proyeksi restorasi sesuai aslinya
3. Mengembalikan oklusi
Indikasi
Terkait dengan sekuele estetis dan fungsional yang signifikan

Kontraindikasi

 Pasien tidak stabilkan dari cedera lain yang life-threatening.


 Hambatan jalan napas

Prinsip penatalaksanaan fraktur midface


Prinsip umum
1. Manajemen airway
2. Mengendalikan perdarahan
3. Reduksi
4. Oklusi
5. Fiksasi
6. Imobilisasi
Exposure/Approach
Ekstraoral
 Insisi koronal
 Subsiliar
Intraoral
 Sulkus ginggivo bukal atas
Pilihan terapi
1. ORIF miniplate dan screw +MMF
2. Suspension wire +MMF
3. Wiring +MMF
Perawatan Post Operasi
 Antibiotik dan analgetik
 Head up 300
 Perawatan lokal
o Oral higiene (kumur antiseptik, sikat gigi, bilas air putih setiap habis makan)
o Rigiditas fiksasi, persiapkan gunting wire antisipasi terhadap muntah
o Oklusi
o Perawatan luka
 Diet
 Fisioterapi/open mouth
Komplikasi
Early
 Oedem
 Hematom
 Perdarahan
 Gangguan sensasi
 Dehisence
Late
 Skar
 Ektropion
 Malunion
 Non union
 Non viable teeth
 Osteomielitis
 Maloklusi

75
Oel. 2010

FRAKTUR ZYGOMA

Anatomi

Perlekatan tulang pada os zygoma (Tetrapod)


1. Os frontalis
2. Os maxilla
3. Os temporalis
4. Os sphenoid

Definisi
Fraktur zygoma meliputi cedera apapun yang menyebabkan terputusnya 5 hubungan antara zygoma dengan tulang-tulang
kraniofasial didekatnya yaitu : sutura zigomatikofrontal, rima infraorbita, buttress zygomatikomaksila, arkus zygoma dan
sutura zygomaticosphenoid

Etiologi
Fraktur zygoma sering disebabkan perkelahian, terutama tinju yang mengarah ke pipi. Sering pula disebabkan jatuh dan
menimpa benda keras. Akhir-akhir ini banyak ditemukan akibat shattering force seperti kecelakaan kendaraan bermotor dan
luka tembak

Klasifikasi
Knight dan North (1961) klasifikasi erdasarkan arah dan pola pergeseran anatomis fragmen tulang
1. Group I (6%)
 Tidak ada displacement yang signifikan; fraktur terlihat pada foto rontgen namun fragmen tetap segaris
2. Group II (10%)

 Fraktur arkus zygoma, dengan arkus melesak kedalam tanpa keterlibatan orbita atau bagian anterior

3. Group III (33%)


 Fraktur korpus; bergeser ke bawah dan kedalam, namun tidak ada rotasi
4. Group IV (11%)
 Fraktur korpus dengan rotasi ke medial; bergeser ke bawah, ke dalam dan ke belakang dengan rotasi
medial
5. Group V (22%)
 Fraktur korpus dengan rotasi ke lateral; bergeser ke bawah, belakang dan medial dengan rotasi zygoma
ke lateral
6. Group VI (18 %)
 Semua kasus dengan garis fraktur tambahan melewati fragmen utama

I II III

IV V VI

76
Oel. 2010

Diagnosis
Anamnesis
 Riwayat trauma pada regio malar

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Ekimosis periorbita, edema
 Retraksi kelopak mata bawah unilateral pada sisi yang terkena karena depresi zygoma
 Mata anti mongoloid karena canthus lateral turun kebawah akibat fraktur
 Lekukan palpebra superior yang dalam (sunken eye)
 Depresi malar iminens
 Epistaksis unilateral sisi yang terkena
 Maloklusi atau kesulitan menggerakkan rahang bawah, lateral open bite
o Disebabkan edema disekitar prosesus koronoid mandibula, bergesernya arkus zygoma ke medial atau
bergesernya eminensia malar ke posterior
 Eksoftalmus
o Fraktur malar dengan displacement ke medial dapat membuat volume orbita menjadi sempit sehingga
terjadi eksoftalmus. Hal ini disebut blow-in fractures, pertama kali diperkenalkan oleh Antonyshyn,
Gruss dan Stanley
o Globe prominence
 Normal : 15-17 mm dari rima orbital lateral
 Enophthalmus : kurang dari 15 mm dari rima orbital lateral
 Exophthalmus : lebih dari 15 mm dari rima orbital lateral

Palpasi
 Diskontinuitas pada tulang zygoma

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur zygoma
1. Alignment zygoma harus ditetapkan pada setidaknya 3 area dan difiksasi di setidaknya 2 area
2. Buttress zygomatikomaksila adalah determinan yang paling baik untuk reduksi, diikuti rima infraorbita, sedangkan
sutura zygomatikofrontal adalah determinan yang paling kurang baik.
3. Arkus zygoma bila direduksi akan mengembalikan lebar midface dan, dalam waktu bersamaan, proyeksi eminensia
malar.

Nilai Kekuatan Lokasi Fraktur Sebagai Points Of Kekuatan Fiksasi Sebagai


Alignment
Suture Sites
(↑ : makin kuat)
(↑ : makin kuat)

Arkus zygoma – orbita (greater wing sphenoid) Sutura Z-F

Rima orbita inferior Buttress Z-M

Buttress Z-M Arkus zygoma

Sutura Z-F Rima inferior

Exposure/Approach
Ekstra oral
 Dingman incision
 Coronal
 Subciliar
Intra oral
 Sulcus ginggivo bucal atas

Pilihan terapi
1. Mini plate dan screw
2. Wiring

Closed reduction arcus zygoma


Extra oral: Gillis
 Hear bearing ( 2 cm posterior batas rambut)
 Di sub deep fascia temporalis
Intra oral : Keen

77
Oel. 2010

Perawatan Post Operasi


 Antibiotik dan analgetik
 Head up 300
 Perawatan lokal
o Oral higiene (kumur antiseptik, sikat gigi, bilas air putih setiap habis makan)
o Rigiditas fiksasi, persiapkan gunting wire antisipasi terhadap muntah
o Oklusi
o Perawatan luka
 Diet
 Fisioterapi/open mouth
Komplikasi
Early
 Oedem
 Hematom
 Perdarahan
 Gangguan sensasi
 Dehisence
 Gangguan fungsi otot ekstraokular
 Kebutaan

Late
 Skar
 Malunion/Non union
 Non viable teeth
 Osteomielitis
 Maloklusi berulang
 Komplikasi plate
 Komplikasi orbita
o Penglihatan ganda
o Visual loss
o Enoftalmos/eksoftalmos
o Ektropion sementara

Fraktur zygoma

 Stromeyer hook : kaya cakil, stab incisi diatas zygoma


 Carool girard : screw ditanam sampai zygoma terus ditarik

78
Oel. 2010

FRAKTUR MANDIBULA

Anatomi

Titik lemah :

 Condyle
 Angulus
 Tulang dibawah gigi taring

Otot – otot pada mandibula


No Nama Origo Insertio Fungsi
ANTERIOR
1 M. Genioglossus Spina mentalis mandibula Inferior lidah Depresi lidah
2 M. Geniohyoid Spina mentalis mandibula Os hyoid Depresi dan retraksi
mandibula
3 M. Mylohioid Sisi medial mandibula Sisi medial mandibula Elevasi lidah
4 M. Digastricus Fossa digastric mandibula Os hyoid Depresi dan retraksi
mandibula
POSTERIOR
1 M. Masseter Arcus zygoma Ramus mandibula (inferior Retraksi dan elevasi
lateral) mandibula
2 M. Pterygoid Medial Pterygoid plate lateral Ramus mandibula (inferior Elevasi mandibula
medial)
3 M. Pterygoid Lateral Pterygoid plate lateral Condyle Protrusi mandibula
4 M. Temporalis Temporal crest Prosesus coronoid Retraksi mandibula

79
Oel. 2010

Epidemiologi

36%
2%

3%

20%
3%

21%
14%

Midline (kurang dari 1 %)

Klasifikasi
berdsarkan keadaan gigi
Kelas I : fraktur diantara 2 gigi
Kelas II : fraktur tidak diapit 2 gigi
Kelas III : fraktur edentulous

Berdasarkan lokasi
1. Simfisis : antara incisivus 1
2. Parasimfisis : antara incisivus 1 dan caninus
3. Corpus : antara caninus dan molar 2
4. Angulus : di molar 3
5. Ramus : antara angulus dan condyle/coronoid
6. Coronoid : pada prosesus coronoid
7. Condyle : pada condyle (head, neck,subcondyle)

Berdasarkan arah garis fraktur


A. Horizontal unfavorable
B. Horizontal favorable
C. Vertikal unfavorable
D. Vertikal favorable

Berdasarkan tipe fragment


1. Fraktur simple : fraktur dengan 1 garis patahan dan menghasikan 2 fragmen tulang
2. Fraktur komplek : fraktur dengan minimal 2 garis patah menghasilkan 3 atau lebih fragmen tulang
a. Basal triangle : fraktur dengan patahan segitiga pada inferior border
b. Segmental : 2 garis fraktur komplit (garis fraktur tidak bertemu) dalam 1 segmen
c. Comminuted : banyak garis fraktur dalam satu segmen menghasilkan banyak fragmen tulang
d. Defek : kehilangan jaringan tulang pada fraktur mandibula

Diagnosis
Anamnesa
 Riwayat trauma pada regio rahang bawah
 Nyeri terutama saat buka mulut
 Hipersalivasi

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
 Oedem
 Haematom

80
Oel. 2010

Palpasi
 Diskontinuitas tulang
 Nyeri

Intraoral
 Mukosa ginggiva robek
 Fraktur dentoalveolar
 Step off deformity
 Haematom sublingual
 Maloklusi
Penatalaksanaan
Tujuan
Memperbaiki mandibular arch dan oklusi seperti sebelum trauma

Prinsip penatalaksanaan fraktur mandibula


1. Pemilihan fiksasi fraktur
a. Load bearing ( rigid fixation) : kekuatan fiksasi 100 % berada di plate
b. Load sharing (functionally stable fixation) :kekuatan fiksasi dibagi 2 antara plate dan tulang

Pemilihan fiksasi bergantung kepada :


 Pola fraktur (contoh : fraktur komplek comminutif, segmental dll)
 Stabilitas intrinsik
o Fraktur displaced (severe) Rigid fixation/load bearing
o Fraktur multiple
 Poor healing
 Infeksi

 Isolated fracture
 Uncomplicated Rigid fixation/load sharing
 Uneventfully

2. Fiksasi pada garis champy‟s line : garis ideal untuk melakukan osteosintesis

Exposure/approach
Tergantung pada
 Letak garis fraktur
 Ada tidaknya luka
 Kepentingan estetika
 Extra oral
o Submandibular (Risdon)
o Retromandibular
o Rhytidectomi
o Preaurikula

Intra oral
 Sulcus ginggivo bucal bawah

81
Oel. 2010

FRAKTUR CONDYLE

Anatomi

HEAD

NECK

SUBCONDYLE

Epidemiologi
 26-57 % dari seluruh fraktur mandibula.
 ♂:♀ :2-3:1
 48 dan 66 % pasien fraktur kondilus juga mengalami patah di bagian korpus atau angulus
 Kira-kira 30 % berasal dari fraktur indirek sisi anterior mandibula

Etiologi

 Direct trauma
 Non direct trauma

Klasifikasi
Fraktur condyle dapat dibedakan menjadi : Kalau menurut Menurut Kohler :
1. Intra capsular
 Lateral pole
 Medial pole
 Head condyle
2. Ekstracapsular
 Neck condyle
 Subcondyle

Diagnosis
Anamnesis

 Riwayat trauma pada rahang bawah (direk/non direk)


 Nyeri terutama saat buka mulut/trismus

Pemeriksaan fisik
Inspeksi

 Deformitas/asimetri
 Oedem/hematom preaurikula
 Wajah memanjang

Palpasi

 Nyeri preaurikula
 Gliding TMJ berkurang atau (-)
Intra oral

 Maloklusi
 Open bite deformity

82
Oel. 2010

Penatalaksanaan
Tujuan

 Dapat membuka mulut tanpa merasa nyeri dengan distansia inter-incisal lebih dari 40 mm
 Pergerakan rahang yang baik ke segala arah
 Restorasi oklusi seperti sebelum cedera
 Sendi TMJ yang stabil
 Simetri rahang dan wajah yang baik

Operatif
Indikasi

Absolute

 Dislokasi condyle ke fossa cranium medial


 Tidak dapat membuka mulut atau oklusi tidak tercapai setelah terapi konservatif dilakukan
 Benda asing atau kontaminasi berat
 Dislokasi ekstracapsuler ke lateral

Relatif

 Fraktur bilateral pada edentulous


 Fraktur bilateral dengan fraktur comminutif midfacial
 Fraktur bilateral yang berhubungan dengan gangguan gnathologic
 Fraktur bilateral dengan masalah kesehatan/MMF dikontraindikasikan karena alasan medis (gangguan kesadaran,
alkoholism dll)

Non Operatif/konservatif
Indikasi

 Fraktur kondilus pada anak < 12 tahun


 Fraktur condyle letak tinggi tanpa dislokasi
 Fraktur condyle intrakapsular
 Resiko tinggi untuk anestesi
Exposure/approach
Extra oral : Preauricular dan submandibular (Risdon)

Perawatan Post Operasi


 Antibiotik dan analgetik
 Head up 300
 Perawatan lokal
o Oral higiene (kumur antiseptik, sikat gigi, bilas air putih setiap habis makan)
o Rigiditas fiksasi, persiapkan gunting wire antisipasi terhadap muntah
o Oklusi
o Perawatan luka
 Diet (non chewable diet s.d 6 minggu)
 Fisioterapi/open mouth ( 4 cm )
 MMF dipertahankan hingga 4 – 6 minggu
Komplikasi
Early Late
 Oedem  Skar
 Hematom  Malunion/Non union
 Perdarahan  Non viable teeth
 Gangguan sensasi  Nekrosis avaskuler
 Dehisence  Osteomielitis/infeksi
 Obstruksi jalan napas  Maloklusi berulang
 Ankylosis TMJ
 Komplikasi plate (longgar, exposed)

83
Oel. 2010

PANFASIAL FRAKTUR

Anatomi
Dalam penatalaksanaan, penting diingat mengenai buttress wajah, baik yang horizontal maupun vertikal, seperti gambar
berikut :

Definisi
Secara konseptual, fraktur panfasial mencakup 3 area wajah : tulang frontal, midface dan mandibula. Dalam prakteknya, jika
terdapat fraktur di dua area namun cedera yang terjadi cukup ekstensif, juga disebut fraktur panfasial

Etiologi
Cedera tumpul dengan energi tinggi yang mengenai tulang-tulang wajah. Mekanisme trauma meliputi kecelakaan kendaraan
bermotor, dan shattering forces seperti luka tembak

Diagnosis
Anamnesa
 Riwayat trauma (mekanisme trauma,waktu, lokasi, arah serta berat-ringannya cedera)
 Status mental dan kesadaran (untuk mengetahui adanya cedera intrakranial)
 Gangguan fungsi (gangguan pada jalan napas, penglihatan, pendengaran, fungsi oklusi, dan gangguan saraf
cranial)

Pemeriksan fisik

 Disesuaikan dengan fraktur yang terjadi


 Biasanya tampak elongasi dan dish face/flattening

Penatalaksanaan
Prinsip utama yang harus diketahui adalah
1. Urutan yang tepat dalam memperbaiki fraktur panfasial tidak sepenting membuat rencana untuk memposisikan
berbagai fragmen yang patah secara anatomis dan akurat
2. Tiga hal yang penting diingat adalah exposure, identifikasi fraktur dan fiksasi ke buttress wajah
3. Menjadikan tulang yang stabil sebagai patokan

Prosedur operasi

I. 2 approach klasik untuk managemen panfacial fraktur (Textbook of Peterson‟s principles of Oral & Maxillofacial
Surgery, Second edition)
- Bottom up inside out
- Top down & outside in

84
Oel. 2010

II. Menurut Manson et al adalah Zone-Type Approach


1. Membagi wajah menjadi 2 bagian yang dipisahkan oleh batas Le Fort I
a. Wajah bagian bawah (Lower Face)

i. Unit oklusal (gigi-geligi, palatum, prosesus alveolaris maksila dan prosesus alveolaris
mandibula)
ii. Unit lower basal (ramus vertical mandibula dan korpus mandibula bagian basal).
b. Wajah bagian atas (Upper Face)
i. Unit frontal (tulang frontal dan temporal bagian atas, rima supraorbita, atap orbita dan sinus
frontal)
ii. Unit midfasial atas (zygoma di bagian lateral, area nasoethmoid di bagian sentral, dan bagian
dalam orbit bilateral)
2. Membagi wajah menjadi zona sentral dan lateral
3. Rekonstruksi mula-mula dilakukan di bagian sentral untuk menetapkan facial width bagian tengah
a. lebar midface di bagian superior ditentukan oleh area NOE

b. lebar midface bagian bawah ditentukan oleh arkus maksila dan palatum
c. lebar wajah inferior ditentukan oleh arkus mandibula.
4. Kemudian zona lateral dihubungkan dan distabilkan ke area sentral yang telah direkonstruksi.
a. Zona lateral ditentukan oleh frontal bar, arkus zygoma, eminensia malar dan angulus mandibula.
b. Tinggi wajah ditentukan oleh midface dan buttress os frontalis, buttress nasomaksilaris, arkus zygoma
dan mandibula mulai dari angulus sampai simfisis.

Urutan operasi Manson et all


1. Bagian inferior zona sentral

 Perbaiki unit oklusal

 Perbaiki fraktur palatum jika ada

 Pasang MMF setelah oklusi tercapai (dapat menggunakan dental model/wafer jika ada)

2. Bagian inferior zona lateral

 Perbaiki condylus

 Perbaiki bagian anterior mandibula


3. Rekonstruksi upper face subunit frontalis

 Memperbaiki frontal bar (sinus frontal dan rima supraorbita)

4. Repair midface

 Dimulai dari bagian orbita dan NOE

 Dilanjutkan rekonstruksi zygoma dan seluruh midface atas


5. Menyambungkan Upper face dan Lower face

Perawatan Post Op

 Antibiotik dan analgetik


 Head up 300
 Perawatan lokal
o Oral higiene (kumur antiseptik, sikat gigi, bilas air putih setiap habis makan)
o Rigiditas fiksasi, persiapkan gunting wire antisipasi terhadap muntah
o Oklusi
o Perawatan luka

85
Oel. 2010

 Diet
 Fisioterapi/open mouth
Komplikasi
Early

 Oedem

 Hematom

 Perdarahan

 Dehiscence

 Gangguan sensasi

 Hambatan jalan napas

Late

 Defisit neurologis

 Berkurangnya tinggi posterior wajah

 Anterior open bite (apertognathia)

 Wajah melebar

 Berkurangnya proyeksi antero-posterior wajah

 Telekantus traumatik

 Maloklusi

 Obstruksi hidung dan deformitas hidung

 Kebocoran LCS

 Anosmia

 Kebutaan

Plate Dan Screw


Compresion plate
Keuntungan :
 Meningkatkan kontak tulang pada fraktur
 Stabilisasi lebih rigid

 Penyembuhan tulang lebih baik

86
Oel. 2010

REKONSTRUKSI

Rekontruksi Bibir

 Bibir bawah

 Bibir Atas

87
Oel. 2010

Karapandzic Flap

Estlander Flap

Abbe Flap

Bernard Burrow Flap

88
Oel. 2010

Rekonstruksi Kelopak Mata

89
Oel. 2010

Fricke Transposition Flap Tripier Flap

Semicircular Flap (Tenzel Flap) + Periosteum Flap

Hughes Flap

Cutler-Beard Advancement Flap.

90
Oel. 2010

Rekonstruksi Hidung

Defek hidung

Kecil Kecil
(Kurang dari 1.5 cm) (Kurang dari 1.5 cm)

 Flap lokal  Regional flap


 Skin graft o Forehead
o Cheek
Bilobed Flap

Dorsal Nasal Flap Nasolabial Flap

Paramedian Forehead
Flap

91
Oel. 2010

Rekonstruksi SCALP

Defek SCALP

< 3 cm 3 – 6 cm 6 – 9 cm >9 cm

Primary closure Full Thickness Scalp  Multiple flap for  Regional pedicled
Rotation- flap reconstruction flap (Trapezius,LD)
Advancement Flap (Orticochae)
(Local Flap)  Free flap
 Tissue expander

Orticochae Flap

92
Oel. 2010

LESI KULIT

No Ket KSB KSS MM

1 Sumber Sel basal Keratinosit suprabasal Melanosit

2 Epidemiologi  75 % kanker kulit  25 % kanker kulit  Kanker no 6. 4 % dari semua


 500.000/tahun  100.000/tahun jenis kanker
 ♂:♀:4:1  ♂:♀:3:1  60.000/tahun
 >> caucasian ras  >> caucasian ras  ♂ : ♀ : 1.5 : 1
 >> 80 % dikepala  Wajah,punggung,dorsum  Pada semua ras sama
 Usia 50 tahun manus  ♂ : trunkus ♀ : kaki
 Metastasis : 0.05 %  Usia > 40 tahun  Precancer : displasia nevus
 Rekurensi  Precancer : eritroplakia  Bisa metastasis jauh karena
Tahun I : 1/3  Metastasis : 0.5-10 % asalnya dari sel melanosit
Tahun II : 1/2 (neural crest)
Tahun III : 1/3  Paling banyak ke kulit-limph-
hati-tulang
 Mengenai kromosom 9
 Rekurensi : sesuai ketebalan
tumor
 < 0.75 : 3 %,meta 3 %
 0.76-1.5 : 25 %, meta 8 %
 1.5-4 : 50%,meta 15 %
 >4 : 60 %,meta 72 %
3 Faktor resiko Luar Luar Nevus menjadi melanoma
Uv β, zat kimia arsenik,ozon rusak, x- Uv β, hidrokarbon, parafin, tar, maligna punya 3 gejala
ray minyak kulit, pengawet, radiasi
Dalam Dalam 1. Perubahan warna
2. Perubahan ukuran
 Gaya hidup : diet (tinggi lemak  Gangguan sistem imunitas 3. Peninggian lesi
dan rendah vitamin) dan busana  Perubahan lokal pada kulit
 Keluarga riwayat kanker (luka bakar, ulserasi kronis
 Kulit putih Faktor resiko
 Penyakit : albinisme, xeroderma Ksb menjadi kss 6 % dalam 3 tahun
pigmentosa,sindr bazex,bcc kedepan  Tipe kulit
nevoid syndrome(garlin‟s  Usia
syndroma)  Gender
 Fritzpatrick test :1-6  Riwayat melanoma
1: scandinavia 2: amerika 3 : cina 4:  Paparan sinar matahari
indonesia 5: india 6 : afrika  Riwayat keluarga
 Genetik
 Benign nevi
4 Histopatologi 1. Nodular 1. Adenoid 1. Nodular melanoma
 60 % 2. Clear cell No 2 sering 10-20 % (infiltrasi
 Nodul bulat 3. Spindle cell kedalam)
 Pearly 4.Signet ring cell 2.Superficial spreading
 Telangiektasis 5.Basaloid squamous paling sering 70 %. Slowly
 Ulkus roden 6.Verrucous progress (radial)
2.Cystic 7. Keratocanthoma 3.lentigo maligna
Gambaran cystic kebiruan 8.Papillary kurang 10 persen,orang tua,
3.Pigmented expose matahari
Beberapa area tidak ada pigmen 4.acral lentigo
4.Morpheoform/sclerosis orang berpigmen
Menyerupai skar 5. desmoplastik : orang
5.Superfisial tua,indurasi plaque yang tebal
Seperti plak eritematous
6.Micronodular
7. Tipe lain
(Infiltratif,Aggresive,Metatypical,
Diffrentiated)
5 Diagnosis Keluhan utama : Keluhan utama : 3 gejala mayor :

1. Tahi lalat membesar Lesi kulit menonjol 1.perubahan ukuran


2.perubahan warna

93
Oel. 2010

2. Borok tidak sembuh Gambaran klinis : 3.tepi ireguler

Gambaran klinis : 1. Kauliflower 4 gejala minor :


2. Mudah berdarah
1. Ulkus roden 3. Bau khas 1.inflamasi
2. Telangiektasis 4. Tumbuh progresif 2.ukuran > 7 mm
3. Pertumbuhan lambat 5. Invasif subkutan,syaraf 3.mudah berdarah
4. Invasif lokal (perineural) 4. Perubahan sensasi kulit sekitar
5. Jarang metastasis 6. Metastasis 2-3 %
A : asimetri b:border ireguler
c:colour d:diameter e:elevasi

Evaluasi kelenjar getah bening

6 Diagnosis 1. Nodular 1. Melanoma maligna 1. Pigmented bcc


banding fibrous papulae,sebaceus 2.Leiomyosarcoma 2. Atypical nevi
hiperplasia,nevus,seborrhoic 3. Keratocanthoma 3. Acquired melanocytic nevi
keratosis,amelanotic 4. Atypical fibroxanthoma 4. Benign nevi
melanoma,adnexal neoplassm 5. Hemangioma
6. Keratosis sebaroik
2. Pigmented
melanoma meligna,pigmented
sebhorroic,angiokeratoma,traumatize
d nevus
3. Superfisial : psoriasis,paget disease
4. Morpheoform : scar,scleroderma

7 Tatalaksana  Destruction terapi : cauter,radiasi,imiquimod,5-FU,interferon


 Pembedahan :
Eksisi
 KSB : batas sayatan 0.5-1 cm diluar indurasi
 KSS : batas sayatan 1-2 cm diluar indurasivdiseksi kgb jika ada metastasis
 MM : batas sayatan 3-5cm diluar indurasi, ada yang mengatakan sesuai dengan ketebalan tumor sbb;
< 1mm : 1 cm
1-2 mm : 1- 2 cm
2-4 mm : 2 cm
> 4 mm : 2 cm

Bila dicurigai melanoma harus langsung di eksisi


Kedalaman berdasarkan clark (lapisan kulit) dan breslow (0.75/0.75-1.5/1.5-3/>3)
Terapi : primer,evaluasi nn, adjuvant, treatment metastasis,manajemen metastasis

94
Oel. 2010

HAND ANATOMY

A. Permukaan Tangan

B. Gerakan tangan

95
Oel. 2010

C. Tulang

TTCH : Trapezium - Trapezoid - Capitate - Hamate


SLTP : Scaphoid - Lunate - Triquetrum – Pisiformis

I. Otot

1. Otot ekstrinsik ; origo berasal dari regio forearm dan insersio dari regio tangan
Dibagi menjadi 2 :
o Otot flexor
o Otot extensor
2. Otot intrinsik ; memiliki origo dan insersio di regio tangan
Dibagi menjadi :
o Kelompok thenar
o Kelompok hipothenar
o Adductor pollicis
o Lumbrical
o Interosseus muscle

1. Otot Ekstrinsik

1.1 Flexor

No Otot Insersio Fungsi


1 Flexor pollicis longus Phalang distal ibu jari Fleksi ujung ibu jari
2 Flexor digitorum profundus Proksimal phalang distal Fleksi DIP jari 2-5
3 Flexor digitorum superficial Proksimal phalang media Fleksi PIP jari 2-5
4 Flexor carpi ulnaris Os pisiform Flexi wrist
5 Flexor carpi radialis Index metacarpal Flexi wrist
6 Palmaris longus Fascia palmar Flexi wrist

1.2 Extensor

Kompartemen Otot Insersio Fungsi


Kompartemen I Abductor pollicis longus (APL) Base metacarpal I Abduksi ibu jari
Extensor pollicis brevis (EPB) Base proximal phalang I
Kompartemen II Extensor carpi radialis longus Base metacarpal II Extensi wrist
Extensor carpi radialis brevis Base metacarpal III
Kompartemen III Extensor pollicis longus Base distal phalang I Retroposisi ibu jari
Kompartemen IV Extensor digitorum communis Dorsal base jari 2- 5 Straighten fingers
Extensor indicis propius Dorsal base jari 2 Extensi jari 2
Kompartemen V Extensor digiti minimi Dorsal base jai 5 Extensi jari 5
Kompartemen VI Extensor carpi ulnaris Base metacarpal V Ulnar deviation

96
Oel. 2010

2. Otot Intrinsik

 Kelompok thenar
 Abductor pollicis brevis
 Opponens pollicis
 Flexor pollicis brevis
Fungsi : pronasi, thumb anteposition, thumb palmar abduction
 Adductor polilicis
Fungsi : adduksi ibu jari
 Interosseus dan lumbrical
Fungsi : fleksi MCP joint, extensi IP joint, abduksi dan adduksi jari
 Kelompok hipothenar
 Abductor digiti minimi
 Flexor digiti minimi
 Opponens digiti minimi
Fungsi : abduksi jari 5

Zona tangan

97
Oel. 2010

RUPTUR TENDON

TENDON FLEXOR

Repair tendon

Fisioterapi
1. Immobilization program
2. Passive motion program (Kleinert dan Duran)
3. Early active motion program

98
Oel. 2010

TENDON EXTENSOR

Repair Tendon

 Zona I,II,III : jika ruptur lebih dari 50 % dilakukan repair tendon dengan running suture
 Zona IV keatas : bisa dengan core suture karena tendon sudah tebal

Fisioterapi

 Zona 1 dan 2 karena tidak bisa pake core suture jadi rehabilitasi statik selama 6 – 8 minggu
 Sisanya bisa dinamic splint

 Swan Neck Deformity


o Disrupsi pada PIP joint volar plate, subluksasi lateral band dorsal sehingga menyebabkan hiperekstensi
PIP dan fleksi pada DIP
 Boutonniere Deformity
o Subluksasi lateral band volar sehingga menyebabkan DIP hiperekstensi dan PIP fleksi

99
Oel. 2010

SYNDACTILY

Definisi
Kelainan bawaan berupa perlekatan antara dua jari atau lebih

Epidemiologi

 Terjadi akibat kegagalan separasi hand plate pada minggu ke 6-8


 Terjadi pada 1 dari 2000 kelahiran
 Sering pada sisi ulnar (postaxially) dari pada radial (preaxially)
 Sering terjadi pada web ke-3
 Sering berhubungan dengan apert‟s syndrome dan poland‟s syndrome

Etiologi
 Disebabkan oleh karena kegagalan mengalami diferensiasi hand plate
 Perbedaan Acrosyndactili dengan syndactili
o Terminal interconnection
o Bukan hasil dari kegagalan diferensiasi tetapi segmen jari yang rusak kemudian mengalami terminal
fusion
 Web normal jika tidak lebih dari setengah jarak antara head metacarpal dan head phalang proximal

Klasifikasi
Syndactily dapat dikelompokkan menjadi
 Simple : perlekatan melibatkan soft tissue
 Complex : perlekatan melibatkan soft tissue dan hard tissue
 Complete : perlekatan sampai ke ujung jari
 Incomplete : perlekatan tidak sampai ke ujung jari
 Complicated : disertai dengan kelainan lain seperti clinodactily, camptodactily

Penatalaksanaan
Waktu operasi
 Fungsi tangan sempurna antara bulan ke-6 sampai bulan ke-24
 Semakin komplek sebaiknya semakin cepat juga operasi dilakukan,karena masih memerlukan prosedur-prosedur
operasi lainnya.
 Sebaiknya dilakukan sebelum usia 2 tahun
 Pengaruh terhadap anestesi menjadi pertimbangan juga

Indikasi operasi lebih awal


 Panjang tulang tidak sama pada jari
 Distal bone fusion
 Complex/complicated terutama pada ibu jari

Prosedur operasi
Prinsip
 Reverse zig-zag
 Web ditutup dengan flap
 Raw surface tutup dengan skingraft

Perawatan Pasca Operasi


 Awasi sirkulasi ke distal
 Dressing/bandage kekencangan

100
Oel. 2010

 Bandage ; pada anak sebaiknya dilakukan bandage sehingga dapat mencegah digunakannya tangan oleh anak
untuk memegang objek sehingga dapat menimbulkan kegagalan tindakan operasi.dipertahankan 2 s.d 4 minggu
 Setelah bandage dilepas dapat dilanjutkan dengan pemasangan sarung tangan
 Penggunaan K-wire dapat dilepas pada minggu ke -3
 Memisahkan interdigiti web

Komplikasi

 Defisit sirkulasi
 Loss of digit
 Infeksi
 Graft dan flap gagal
 Skar
 Web terbentuk kembali
 Cedera syaraf dan tendon
 Stiffness

POLYDACTYLY

Menurut Temtamy dan Mc Kusick polydactyly dapat dikelompokkan menjadi

1. Post axial polydactyly (polydactyly of the little finger)


2. Pre axial Polydactyly
a. Polydactyly thumb (tipe I)
b. Polydactyly triphalangeal thumb (tipe II)
c. Polydactyly index finger (tipe III)
d. Polysindactyly/central polydactyly (tipe IV)

Klasifikasi Polydactyly thumb menurut wassel

 I : Distal bifid
 II : Distal duplicated
 III : Proximal bifid
 IV : Proximal duplicated
 V : Metacarpal bifid
 VI : Metacarpal duplicated
 VII : Triphalangeal

101
Oel. 2010

REPLANTASI TANGAN

Definisi

Perbedaan replantasi dan revaskularisasi ; istilah replantasi digunakan pada cedera dimana telah terjadi completely
amputated part sedangkan istilah revaskularisasi digunakan pada cedera incompletely amputated part. Kedua prosedur diatas
sama-sama dilakukan anastomosis terhadap pembuluh darah (arteri dan vena)

Klasifikasi

Klasifikasi ring avulsi menurut Urbaniak

I Sirkulasi adekuat – tidak ada cedera pada tulang


IIa Sirkulasi arteri tidak adekuat – tidak ada cedera pada tulang
IIv Sirkulasi vena tidak adekuat – tidak ada cedera pada tulang
IIIa Sirkulasi arteri tidak adekuat – cedera pada tulang dan sendi
IIIv Sirkulasi vena tidak adekuat – cedera pada tulang dan sendi
IV Amputasi komplit

Indikasi

1. Sharp/clean cut
2. Thumb
3. Multiple digits
4. Hand,wrist,forearm dengan kontaminasi yang minimal
5. Single - digit pada anak

Kontra indikasi

Absolut

1. Ada cedera lain yang mengancam nyawa


2. Multiple injury dalam satu segmen/bagian amputasi
3. Adanya penyakit sistemik

Relatif

1. Usia tua
2. Disertai avulsi pada jari
3. Prolonged warm ischaemia time
4. Kontaminasi masif
5. Gangguan psikologi
6. Single - digit amputation

Perawatan Pre Operasi

Preservasi amputae : amputae dibungkus kassa steril lembab dengan ringer lactat, kemudian dibungkus dalam kantong
plastik dan ditempatkan dalam kontainer/bungkus yang berisi air es (suhu 4 0 C)

Ischemia Time

Melibatkan otot Tidak melibatkan otot (tendon)


Warm ischemia 6 jam 12 jam
Cold ischemia 12 jam 24 jam
Catatan :
 beberapa referensi mengatakan bahwa cold ischemia biasanya 6 kali lebih panjang dari pada warm ischemia
 suatu kasus dengan amputasi jari berhasil di replantasi dengan warm ischemia 33 jam dan cold ischemia 94 jam
 amputasi tangan bahkan berhasil dilakukan dengan cold ischemia 54 jam
 makin ke proksimal waktu iskemik semakin mengecil karena melibatkan otot
 otot yang mengalami iskemik selama 6 jam pada suhu ruang akan bersifat irreversible

102
Oel. 2010

Pedoman umum waktu iskemik kritis jaringan


 Otot : 4 – 6 jam
 Syaraf : 8 jam
 Lemak : 13 jam
 Kulit : 24 jam
 Tulang : 4 hari

Penatalaksanaan

Tehnik replantasi : BEFANVS (Grabb and Smith‟s), ururtan ini tidak mutlak sesuai dengan preferensi ahli bedah

1. Bone
2. Extensor tendon
3. Flexor tendon
4. Arterial anastomoses
5. Nerve repair
6. Vein anastomoses
7. Skin

Perawatan post operasi


Penilaian setelah dilakukannya replantasi
1. Turgor distal pulp
2. Warna distal pulp
3. Capilary refill
4. Pulse oximetry

Komplikasi
1. Malunion non union
2. Joint stiffness
3. Tendon adhesi
4. Kontraktur otot
5. Sensibilitas jelek

Klasifikasi Finger Tip Injury

103

Anda mungkin juga menyukai