2010
Pendahuluan
1 Anatomi
2 Penyakit
3 Terapi
1. Anatomi
2. Penyakit
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Etiologi dan patogenesis
d. Klasifikasi
e. Diagnosis
History
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
f. Terapi
3. Terapi
a. Definisi
b. Tujuan
c. Indikasi
d. Kontra indikasi
e. Persiapan operasi
f. Tekhnik operasi
g. Perawatan pasca operasi
h. Komplikasi
1
Oel. 2010
Masuk Ruangan
Ketuk pintu
Ucapkan salam
Perkenalka diri
Izin untuk duduk
Menghadapi Pasien
Ucapkan salam
Perkenalkan nama
Izin memeriksa
o Anamnesa
o Pemeriksaan fisik
Izin
Gunakan alat pelindung
Inventaris Anamnesa
Identitas
o Umur
o Jenis kelamin
o Pekerjaan
Anamnesa penyakit
o Keadaan umum dan tanda vital
o Keluhan utama
o Sudah berapa lama
Sejak lahir : congenital
Setelah lahir : infeksi, neoplasma, trauma, degeneratif/autoimun
o Progresifitas
Jinak
Ganas
o Riwayat keluarga (keturunan atau tidak)
o Keluhan yang menyertai
o Perawatan atau tindakan sebelumnya yang pernah diperoleh
Interpretasi Gambar/Foto
“dari gambar ini tampak foto....( contoh foto mata) sehingga saya dapat mengidentifikasi beberapa hal sebagai berikut”
2
Oel. 2010
WOUND HEALING
Tissue damage
Intrinsic Extrinsic
Pathway Pathway
FXI FXIa
FIX FIXa
FX FXa FX
Prothrombin Thrombin
Fibrinogen Fibrin
Clot fibrin
Clot Fibrin yang terbentuk memiliki peran sebagai pro inflamasi sehingga menarik ;
3
Oel. 2010
bersamaan disertai dengan proses apoptosis sehingga pembentukan jaringan granulasi/extracelullar matrix berhenti,
keratinosit mulai menjalar dari tepi luka untuk menutupi defek. Gangguan pada tahap ini menyebabkan terjadinya hipertrofik
scar.
Fase remodeling (21 hari – 1 tahun)
Colagen remodeling tipe III menjadi tipe I, regresi pembuluh darah & jaringan granulasi berlanjut hingga terjadi wound
contraction oleh myofibroblast & terbentuk parut/skar. Skar matur hanya mengembalikan tensile strength kulit normal 70 %
Tendon Healing
Bone Healing
Proses penyembuhan pada tulang wajah cenderung lebih cepat karena sifat tulang yang memiliki ukuran lebih kecil dan
vaskularisasi lokal yang baik. Bone healing memiliki 2 bentuk yaitu ;
1. primary (direct) ; tidak terbentuk calus
a. contact (jarak antara 2 patahan < 0.1 mm)
b. gap (jarak antara 2 patahan 0.1 – 1 mm)
2. secondary (sembuh dengan calus) ; calus terbentuk pada minggu ke-6
Fase penyembuhan sebagai berikut
Fase inflamasi (1 – 7 hari)
o Formasi hematom
o Release sitokin
Soft callus formation ( 2 - 3 minggu)
o Osifikasi Intramembran
o Masuk vesel ke calcified callus
o Proses osteoblas
Hard callus formation ( 3-4 bulan)
o Osifikasi endocondral
Remodelling
Nerve Regeneration
Syaraf yang terluka akan mengalami beberapa proses;
- Sisi proksimal ; axon akan retraksi, berhenti sejenak dan kemudian tumbuh ke distal secara “hydralike”
- Sisi distal ; axon akan mengalami degenerasi wallerian, elemen syaraf yang mengalami degradasi akan di
fagositosis
- Neurotropism ; proses maturasi dan elongasi serabut syaraf
- Formasi neuroma mulai terbentuk setelah 72 jam, dalam waktu 72 jam distal syaraf masih memberi respon
terhadap stimulus elektrik.
4
Oel. 2010
5. Derajat 5 (neurotmesis)
- Syaraf sudah terpotong
6. Derajat 6
- Gabungan dari derajat cedera-cedera sebelumnya
Suture
Benang Jenis Asal Lose of Absorbsi
strength
Cut gut Absorbable submucosal layer of sheep intestine 8 – 9 hari 1 bulan
Dexon Absorbable Polyglycolic acid 21 hari 90 hari
Vicryl Absorbable /braided Polyglactin 910 21 hari 90 hari
Monocryl Absorbable /monofilamen Poliglecaprone 25 21 hari 90 hari
PDS Absorbable/monofilamen Polydioxone 3 bulan 6 bulan
Ethilon Non absorbable Polyamide
Prolene Nonabsorbable Polypropelene
Dressing
5
Oel. 2010
PARUT
Definisi
Berasal dari bahasa yunani yaitu eskhara yang berarti keropeng, atau dalam pengertian sederhana merupakan cacat alami
yang ditinggalkan akibat proses penyembuhan luka atau tanda bekas luka
Epidemiologi
Patofisiologi
Luka yang terjadi hanya terbatas pada lapisan dermis cenderung tidak menimbulkan parut karena masih terdapat komponen
epitelial seperti kelenjar keringat, kelenjar minyak dan folikel rambut. Sedangkan luka yang melewati lebih dalam dari
seluruh ketebalan kulit akan sembuh dengan parut. Gangguan pada penyembuhan luka/penyembuhan luka yang tidak normal
akan menyebabkan terjadinya parut abnormal (skar hiperrofik dan keloid)
Luka
Seimbang Tidak
Kolagen Seimbang
Tension
Ras : orang kulit hitam 5-18 x kemungkinan terjadinya keloid
Lokasi : sering muncul pada kulit yang tebal, bergerak dan teregang (deltoid, sternal,punggung atas)
Umur : 88 % pada usia dibawah 30 tahun karena sintesis kolagen masih tinggi
Genetik
Hormon : estrogen berperan terhadap aktifitas fibroblas dan TGF-β1
Klasifikasi
1. Parut normal
2. Parut abnormal : skar hipertrofik dan keloid
Diagnosis
6
Oel. 2010
Skar Hipertrofik
Definisi
Epidemiologi
Klasifikasi
Keloid
Definisi
Kelainan kulit yang terjadi akibat proliferasi abnormal didalam lapisan dermis kulit yang merupakan hasil dari respon
penyembuhan luka yang berlebihan sehingga terjadi deposisi kolagen yang berlebih pada jaringan parut
Epidemiologi
Predileksi pada daerah bahu (21 %), telinga (5 %), punggung dan dada (7 %)
Koonin : sering pada kulit dengan melanosit tinggi
Kulit bewarna kecenderungan terjadinya keloid lebih besar daripada orang berkulit putih. 6 – 16 % pada orang
afrika, 4.5 – 16 % pada orang asia
Klasifikasi
1. Keloid minor
2. Keloid mayor : meninggilebih dari 0.5 cm
7
Oel. 2010
Penatalaksanaan
Non Bedah
8
Oel. 2010
SKIN
Lapisan kulit
1. Epidermis
Ketebalan 0.04 mm pada kelopak mata dan 1.6 mm pada telapak tangan
Dibentuk oleh 4 sel berbeda: keratinosit, melanosit, sel langerhan, sel merkel
Berasal dari ectoderm, berkembang pertama kali pad minggu ke-3 masa embrio,. Bulan ke-6
perkembangan sudah komplit dan terdiri atas 5 lapisan :
o Stratum korneum
o Stratum lucidum
o Stratum granulosum : kontribusi untuk pembentukan keratinosit
o Stratum spinosum
o Stratum basale/germinativum
2. Dermis
Terdiri atas kolagen, jaringan elastis
Terdapat folikel rambutk, kelenjar keringat (ecrin)
Berisi sel syaraf, pembuluh darah, limfatik, kelenjar kulit
Relatif non seluler dibanding epidermis. 15-40 x lebih tebal daripada epidermis
Terdiri atas 2 lapisan :
o Lapisan papiler
o Lapisan reticular
Sel Melanosit
Sel langerhans
Sel merkel
9
Oel. 2010
1. Wrinkles line
Biasanya sesuai dengan garis expresi pada wajah
Muncul akibat kontraksi pada otot sehingga membentuk kerutan (tegak lurus dengan otot)
Termasuk Relaxed Skin Tension Line
2. Contour line
Garis perbatasan atau yang memisahkan antara 2 bagian pada tubuh
Contoh garis kulit antara pipi dan hidung, Scalp dengan telinga
3. Lines of dependency
Garis yang terbentuk akibat gaya gravitasi terhadap jaringan lemak dan kulit yang longgar
Line tension pada kulit pertama kali diperkenalkan oleh Dupuytren, kemudian Langer (1861) juga memperkenalkan normal
tension line yang dikenal dengan “Langer Lines”. Borges memperkenalkan garis kulit yang disebut dengan “Relaxed Skin
Tension Line”
10
Oel. 2010
SKIN GRAFT
Definisi
Suatu tindakan transplantasi kulit dengan melepaskan sebagian atau seluruh tebal kulit dari daerah donor dan
memindahkannya ke daerah yang membutuhkan (raw surface/resipien/host bed), dimana dibutuhkan dasar (bed) luka yang
memiliki suplai darah untuk menjamin kehidupan kulit yang dipindahkan tersebut
Sejarah
Baronio (1804) : melakukan skin graft sukses pertama kali pada domba
J.L Reverdin (1869) : menutup jaringan granulasi dengan potongan lapisan kulit epidermis dan dermis
G.Lawson (1870) : full thickness skin 1 cm dari lengan atas ke kelopak mata
J.R.Wolfe (1875) : full thickness skin 2.5 x 5 cm dari lengan atas ke kelopak mata
K.Thiersch (1874) : penggunaan pisau cukur untuk skin graft
Patofisiologi
Syaraf
Sensasi dapat dirasakan kembali pada minggu ke 4 s.d 5 bulan dan dipertimbangkan untuk mendapat sensasi maksimal
setelah 1- 2 tahun post graft. Sensasi yang pertama kali dirasakan adalah sensasi nyeri kemudian baru diikuti dengan sensasi
sentuh, temperatur dan taktil.
11
Oel. 2010
Perlekatan graft terjadi dengan cepat selama 8 jam pertama setelah operasi dan berlanjut s.d hari ke-4 post operasi
Graft masih pucat pada hari ke 2-3 namun pertumbuhan vaskularisasi masih berlangsung, warna berubah menjadi
kemerahan pada hari ke 3-4 setelah operasi
Setelah hari ke 10-14 dressing sudah dapat tidak digunakan lagi dan dapat diganti dengan pemberian moisturizing
cream
Secara umum graft harus di dressing dan immobilisasi sekurang-kurangnya 5 s.d 7 hari pasca operasi
Hiperpigmentasi pada graft akibat stimulasi malanophore oleh hormon dan sinar ultraviolet matahari yang terlalu
cepat, sebaiknya 1 tahun baru boleh di ekspos matahari agar tidak hiperpigmentasi
Jika terdapat seroma/hematom pada graft, insisi diatas hematom dan kemudian di evakuasi
Kontraksi graft
Kontraksi primer
o Terjadi segera setelah harvesting
o Akibat jaringan elastin pada dermis
o Menonjol pada FTSG
Kontraksi
o Terjadi saat proses penyembuhan
o Akibat jaringan myofibroblast
o Menonjol pada STSG
Penyimpanan graft
Graft yang diambil dapat disimpan lagi pada donor dan bertahan selama 5 hari, setelah 5 hari graft akan melekat
dengan kuat
Jika ingin disimpan lebih dari 5 hari, disimpan di saline solution pada suhu 4 0 ditambahkan antibiotik cara ini
dapat mempertahankan graft selama 21 hari
Jika dtambahkan mix solution (growth factor, steroid, insulin dan adrenalin), graft dapat disimpan s.d 30 hari
Klasifikasi
Penatalaksanaan
Tujuan
Indikasi
12
Oel. 2010
Kontra indikasi
Absolut Relatif
o Avaskuler bed o Pressure sore
o Luka infeksi o Luka akibat radiasi
o Luka akibat keganasan o Luka akibat vaskulitis & arteri insufisiensi
o Malnutrisi
o Luka yang secara kosmetik merupakan area sensitif
STSG FTSG
Keuntungan
Donor Sumber donor lebih banyak Skar berbentuk garis lurus
Donor dapat sembuh sendiri Tidak ada perubahan bentuk dan warna
kulit
Dapat diambil berulang kali
Resipien Memungkinkan menutup defek yang Kontraksi sekunder lebih kecil
lebih luas
Kemungkinan hidup / ”take” lebih Perubahan warna tidak sejelek STSG
besar
Permukaan kulit secara estetik lebih
baik dari STSG
Sensorik lebih baik
Kerugian
Donor Skar lebih luas Sumber donor sedikit
Warna kulit bisa berubah Luka donor harus dijahit
Tidak dapat diambil berulang kali
Resipien Kecenderungan kontraksi (sekunder) Menutup defek tidak dapat luas
lebih besar
Terjadi perubahan warna Kemungkinan take lebih kecil
dibandingkan STSG
Permukaan kulit mengkilap,estetik
kurang baik
Sensorik lebih jelek
Sukses skin graft untuk “ Take “ bergantung pada:
General
o Keadaan umum dan kesehatan baik
o Gizi baik
o Tekhnik operasi baik
1. Bed luka/resipien
o Vascularized (peritenon, perichondrium, periosteum,fascia, otot)
o Bebas infeksi (purulent)
o Eksudate minimal (seroma)
o Bebas jaringan nekrotik
o Bebas haematom (perdarahan)
2. Graft
o Makin tipis graft kemungkinan take makin besar
o Mesh, berfungsi untuk
Memperlebar permukaan graft
Drainase
Baik untuk kontur bed yang tidak rata
13
Oel. 2010
FLAP
Definisi
segmen jaringan tubuh yang mobile yang dibuat melalui suatu tindakan bedah dengan mempertahankan sebagian jaringan
tersebut tetap terhubung dengan vaskularisasi asalnya.
Klasifikasi
Berdasarkan komposisi
o Cutocutaneus flap
o Fasciocutaneus flap
o Musculocutaneus flap
o Osteocutaneus flap
1. Type A: Direct cutaneous pedicle : Groin flap, Sural artery flap, Digital flap, Temporoparietal flap
2. Type B: Septocutaneous pedicle : ALT flap, Radial forearm flap, Medial dan lateral plantar flap
3. Type C: Musculocutaneous pedicle : ALT flap, Deltopectoralis flap, Median forehead flap
1. Type I : Single pedicle : Tensor fascia lata, Gastrocnemius, Abductor digiti minimi (tangan)
2. Type II : Dominant pedicle(s) dengan minor pedicle(s) : Gracilis, Soleus, Trapezius
3. Type III : Dual dominant pedicles : Gluteus maximus, rectus abdominis, Serratus
4. Type IV : Segmental pedicle(s) : Sartorius, tibialis anterior, Flex/Extensor digitorum longus
5. Type V : Dominant pedicle dengan secondary segmental pedicle(s) : Latissimus dorsi, Fibula, Pectoralis mayor
Berdasarkan lokasi
o Flap lokal : flap yang terletak berbatasan dengan defek yang akan di tutup
Berdasarkan pergerakannya dapat dikelompokkan menjadi :
Rotational flap : transposition flap, rotation flap
Memiliki pivot point : titik yang memiliki garis ketegangan terbesar terhadap titik
distal flap
Contoh transposition flap : z-plasty, rhomboid flap (limberg) dufourmentel flap,
bilobed flap
Advancement flap : single pedicle, double pedicle, VY advancement flap
Tidak memiliki pivot point
Pergerakan sesuai dengan axis dasar flap
14
Oel. 2010
o Regional Flap : flap yang terletak berdekatan dengan defek dan masih dalam satu regio namun tidak
langsung berbatasan dengan defek yang akan ditutup
Interpolation flap/island flap : nasolabial flap, TRAM flap
o Distant flap : flap yang terletak berjauhan dengan defek yang akan ditutup, terkadang memerlukan
tindakan re-anastomosis pembuliuh darah (free flap)
Berdasarkan vaskularisasinya
o Axial flap : Flap aksial adalah flap yang memiliki pembuluh darah arteri yang dominan
o Random flap : flap kulit yang hidup berdasarkan pembuluh darah acak yang terdapat di plexus dermal
atau plexus subdermal
Penatalaksanaan
Tujuan
Menutup defek
Mengembalikan fungsi
Memberikan penampakan estetika yang lebih baik
1. Penyebab/etiologi defek
2. Lokasi
3. Vaskularisasi
4. Identifikasi keadaan luka
5. Fungsi
6. Estetika (Kesesuaian jaringan donor dengan area yang akan direkonstruksii berdasarkan warna kulit, tekstur,
ketebalan, dan kerapatan rambut.
Latissimus Dorsi
Landmark
Pasien terlentang diatas meja operasi dalam posisi LLD, dengan meletakkan bantalan antara bahu dan leher kontra
lateral, posisi lengan ipsilateral dibuat 900 pada sendi bahu terhadap trunkus
A dan antisptik daerah operasi dan sekitarnya
Dilakukan identifikasi a.thorakodorsalis (berjalan disisi medial margin lateral m.latissimus dorsi)
Dibuat desain
Harvesting flap latissimus dorsi
o Insisi sesuai desain, dimulai dari sisi anterior, dengan plane suprafascia. Kemudian dilakukan diseksi
sampai dengan perbatasan serabut otot latissimus dorsi-seratus anterior
o Dilanjutkan insisi posterior dengan plane suprafascia kemudian dilakukan diseksi sampai dengan batas
medial otot latissimus dorsi dan sisi bawah
o Dilakukan pemotongan otot latissimus dorsi dari sisi medial, inferior, dan lateral flap, insersio muskulus
latissimus dorsi dibebaskan. Elevasi flap ke superior
o Identifikasi a.thorakodorsalis (cabang-cabang), pembuluh darah dipreservasi dan perdarahan dikontrol
15
Oel. 2010
Landmark
Proximal : SIAS
Distal : superolateral patella
Skin vessel berada di mid point (diameter 3 cm)
Landmark
Pedikel : A. Peronealis
Pasien dalam posisi supine, extremitas inferior di fleksikan pada sendi hip dan knee kemudian sedikit endorotasi
A dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya
Identifikasi pedikel a. peronealis
Dibuat desain lazy s dengan skin paddle
Dilakukan harvesting
o Insisi dimulai 2 cm anterior septum intermuscular posterior
o Insisi diperdalam dengan mengidentifikasi fascia m.peronealis, insisi dilanjutkan hingga subfascia
m.peronealis
o Dilanjutkan diseksi subfascia sampai ke septum intermuscular posterior, identifikasi perforator
A.peronealis. kemudian m.peronealis dipisahkan dengan septum intermuscular posterior hingga sisi
anterior os fibula
o Kemudian m.peronealis dipisahkan dari sisi anterior os fibula, diseksi dilanjutkan keanterior dengan
membebaskan dari m.extensor digitorum longus, m.halucis longus
16
Oel. 2010
Landmark
Pedikel : a.radialis
17
Oel. 2010
Lokal flap
Limberg/Rhomboid Dufoumentel
Rotational
Bilobed
18
Oel. 2010
CLEFT
Anatomi palatum
19
Oel. 2010
CLEFT
Definisi
Cacat lahir bawaan pada bagian wajah yang memperlihatkan adanya celah dikarenakan kegagalan bibir atas dan langit-langit
mulut untuk menyatu selama perkembangan janin
Epidemiologi
0.5 – 1 kejadian/ 1000 kelahiran hidup
Asia : Caucasia : Afrika : 2 : 1 : 0.5
CLP : CP : CL : 46% : 33% : 21% : 4 : 3 : 2
Kemungkinan CP pada CL bilateral : 86 %
Kemungkinan CP pada CL unilateral : 68 %
CL unilateral 9 x lebih sering dibanding CL bilateral
♂ > ♀ pada CLP, ♀ > ♂ pada CP
Unilateral kiri 2 x lebih sering dari pada kanan
Paparan teratogen (phenitoin) meningkatkan kejadian CL 10 kali lipat sedangkan ibu yang merokok meningkatkan
kejadian CL 2 kali lipat
Embriologi
membentuk
Minggu ke - 4 s.d 10
6 Pharingeal Arch/Branchial Arch
endoderm + mesoderm+ ectoderm
Pharingeal Arch I
+
- Lower jaw
Paired Maxillary Forebrain Paired Mandibular - Lower lip
Prominence Prominence - Lower cheek
- Chin
Frontonasal
- Upper lip Prominence Alae
Lateral
- Upper Cheek Nasi
- secondary palate
(hard & soft Palate)
Medial
- Philtrum
- Cupid‟s Bow
- Nasal Tip
- Premaxila
- Nasal Septum
20
- Primary Palate
Oel. 2010
Klasifikasi
Microform Cleft Lip Skar atau parut melewati vermilion
Vermilion notch
Cacat pada white skin roll
Pemendekan tinggi bibir
Unilateral Incomplete Cleft Lip Nasal sill intak
Simonart band
Unilateral Complete Cleft Lip Disrupsi pada nasal sill, bibir dan alveous (complete primary palate)
Bilateral Complete Cleft Lip Protruding premaxilla
Lower lateral cartlage displacement ke lateral posterior
Flat nasal tip
Defisiensi columella
Cleft Lip Palate Adanya cleft palate perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut
Gangguan makan
Gangguan bicara
Gangguan facial growth
Isolated Cleft Palate Waspada dengan pirre robin sequence (gangguan air way)
Micrognathi
Glossoptosis
Cleft palate
Submucous Cleft Palate Trias Calnan ;
Uvula bifida
Zona pelucida (muscular diastasis)
Paltum notched (posterior palate)
Diagnosis
Identifikasi kelainan yang dijumpai pada cleft lip :
21
Oel. 2010
1. Mild
o Alar base : lateral displacement dan normal kontur
o Columella : memendek
o Dome : normal
2. Moderate
o Alar base : lateral dan posterior displacement
o Columella : defisiensi
o Dome : depresi
3. Severe
o Alar base : underprojecting
o Columella : severe defisiensi
o Dome : collapse
Tatalaksana
22
Oel. 2010
Status general :
o Persiapan gizi
Rule of Ten : Hb 10, BB 10 pound,usia 10 bulan
Cara makan sambil duduk sudut 45 0 dan lubang botol diperbesar dan panjang
Makan harus habis
Jika ada masalah konsul ke dr gizi anak
o Imunisasi lengkap
Fase 0 – 3 bulan
Terapi
1. Surgical
Frakturisasi vomer
Reseksi vomer atau nasal septum
Partial reseksi anterior premaksila
Insisi fullthickness secara vertikal pada septum
Lip adhesion
Kerugian :
Skar
Potensial untuk terjadinya dehisence
Collapse arch dental
Mucosa flap lokal berkurang
Gangguan pertumbuhan tulang
Aktif : latham
Pasif : Naso Alveolar Molding (NAM)
Memperpanjang columella
Memperpanjang prelabium
Reposisi kartilago nasal terhadap tip
Alignement alveolar arch dan premaxilla
Mencegah protrusi premaxilla
Kerugian NAM
Biaya
Iatrogenic maloclusion
Midface retrusion
Pemakaian NAM dapat dilakukan pada minggu ke 1-2 sampai dengan minggu ke 6 karena kadar estrogen yang berasal dari
ibu masih tinggi sehingga kadar hyaluronic acid juga tinggi yang menyebabkan plasticity tulang rawan lebih baik
23
Oel. 2010
Fase 3 Bulan
Tujuan
General
Pasien
o Memperbaiki gizi
o Mengatasi masalah psikologi
o Pertumbuhan menjadi lebih baik (wajah dan tubuh)
Keluarga
o Mengatasi masalah psikologi orang tua (membesarkan hati orang tua, sumbing bisa diatasi dengan baik)
Lokal
Estetika
o Simetris
Menyamakan titik-titik pada sumbing ; titik puncak cupid bow
Cupid bow tidak datar
White skin roll tidak diskontinuitas
Philtrum panjang sama dan sejajar
Tebal vermilion sama, serasi antara atas dan bawah
Tuberkel tebal
o Skar baik : halus, tersembunyi/tersamarkan
o Pertumbuhan hard dan soft tissue lebih baik
Fungsi
o Makan, minum dan mengisap lebih baik
o Bicara lebih baik (b,p,m)
o Mengambil makanan dengan mulut
o Tenang dan percaya diri
Terapi
Labioplasty
Rhinoplasty primer
Tajima
24
Oel. 2010
Ginggivoperiosteoplasty
- Ginggivoperiosteoplasty (primary alveolar bone graft) dilakukan pada saat ini jika alignment alveolar segment
baik dan gap alveolar < 2 mm, prosedur ini ditunda jika gap lebar dan alveolar collapse
- Lip adhesion dapat digunakan sebelumnya jika target penggunaan presurgical orthopaedic tidak tercapai
Fase 12 bulan
Tujuan
Terapi
von Langenbeck palatoplasty
Two-flap palatoplasty
25
Oel. 2010
Fase 3- 4 tahun
Tujuan
Kontraksi otot pharyngeal menghasilkan fungsi velopharyngeal valve yang baik (competen) untuk menutup ke lateral dan
posterior faring sehingga memperbaiki velopharyngeal insufficiency
Patofisiologi
Etiologi
- Cleft of secondary
- Submucous cleft palate
- Abnormalitas neuromuscular
- Pharyngomegali
- Adenoidectomy
- Congenital VPI (unknown etiology)
- Hypernasality
- Nasal emission
- Pengucapan konsonan tidak tepat
- Pengurangan intensitas vocal
- Phrase memendek
Diagnosis
Terapi
1. Nonsurgical
Speech therapy
Prosthetic (speech bulb, palatal lift appliances)
Posterior pharyngeal injections atau implants
2. Surgical
Velar surgical : Secondary palate lengthening/Furlow palatoplasty
Non velar surgical : Pharyngeal surgery
o Pharyngeal flap
Superiorly based
Inferiorly based.
o Sphincter pharyngoplasty
Pharyngeal Flap
Tekhnik
- Insisi longitudinal melalui mukosa dan otot sampai ke fascia prevertebrae di masing masing sisi dinding posterior
faring
- superiorly based flap ; insisi transfer pada sisi bawah dan di angkat sampai level daiatas palatal plane (1- 2 cm
diatas ( tubercle of the atlas)
- Inferiorly based : flap diinsisi dibawah
- Kemudian flap dijahitkan ke uvula
26
Oel. 2010
Sphincter pharyngoplasty
Terapi
Secondary Repair Cleft Lip Dan Nose
Masalah yang ditemui biasanya karena primary repair yang kurang baik sehingga menyebabkan disproporsional jaringan.
Gangguan baru kelihatan setelah beberapa bulan hingga tahun kemudian. Gannguan pada fase ini antara lain:
1. unilateral cleft lip
- Asimetri
- Defisiensi tuberkel, dapat diatasi dengan ;
o V-Y advancement labial mukosa
o Autogenous lip augmentation (dermal fat graft)
27
Oel. 2010
- Ireguleritas dan defisiensi vermilion, masalah yang paling sering muncul adalah notching dan whistle deformity
(thin central vermilion) akibat aproksimasi m.orbicularis yang tidak adekuat, dapat diatasi dengan ;
o Z-plasty
o V-Y advancement flap
o Bilateral opposing advancment flap
- Upper lip pendek, dapat diatasi dengan ;
o Z-plasty
o V-Y/forkeed flap
o Rotation advancement
o Abbe flap
- Upper lip panjang, dapat diatasi dengan ;
o Eksisi jaringan di bawah alar base
- Unfavorable scars, dapat diatasi dengan
o Eksisi skar
28
Oel. 2010
GENITALIA EXTERNA
Anatomi
fascia dartos
fascia buck,s
29
Oel. 2010
HIPOSPADIA
Definisi
1. Lubang OUE tidak ditempatnya
2. Penis curvature akibat chordae
Chordae : rudimenter dari corpus spongiosum, dartos dan albuginea sehingga seperti fibrotic tissue
2 jenis chordae :
o Superficial : distal dari lubang hipospadia
o Deep : proximal dari lubang hipospadia
3. Skin excess daerah dorsal (hooding)
Epidemiologi
0.3-0.8 % dari kelaianan genetila externa, 1 : 300 kelahiran hidup
Riwayat hipospadi pada ayah (8%) /saudara laki-laki (14%)
Etiologi
1. Faktor genetik
2. Faktor endokrin
3. Faktor lingkungan
Embriologi
Gangguan fusi dari ventral urethral plate, dorsal growth dan medial urethral plate minggu ke 6-7s.d ke 11
Ukuran penis : 3 - 4 cm dgn pertumbuhan 1 mm/bulan dan tumbuh cepat pada 3 bulan pertama, diameter 1.1 cm
Patofisiologi
Ingat 5 α reduktase dan defisiensi androgen
DHT (dehidrotestosteron)
Produksi enzim 5 reduktase
+
Testis Testosteron berikatan dengan reseptor Maskulinisasi
androgen pada urethral
plate
30
Oel. 2010
Klasifikasi
Ducket
1. Distal 3. Proximal
Glanular Penoscrotal
Coronal Scrotal
Subcoronal Perineum
2. Middle
Proximal
Midshaft
Distal
Diagnosis
Anamnesis
• Keluhan
- Urin tidak keluar dari puncak penis
- Pancaran urin sulit diarahkan saat berdiri
- Penis „bengkok‟ ke arah ventral
• Faktor Risiko
- Riwayat hipospadi pada ayah (8%) /saudara laki-laki (14%)
- Pengobatan hormonal selama kehamilan
Pemeriksaan fisik
- Kurvatura penis abnormal. Derajat kurvatura dapat dinilai dengan manipulasi ereksi intraoperatif
- Prepusium sisi dorsal berlebihan dan panjang (Hoodlike-appearance)
- Meatus uretra terletak lebih proksimal, seringkali tampak stenotik
- Pemeriksaan kedua testis (undescended testis?)
- Mengukur panjang penis (mikropenis)
Pemeriksaan penunjang
• Kariotyping dan USG traktus urinarius beserta organ genitalia interna diindikasikan bila terdapat ambiguitas
genital:
- Hipospadia dengan kedua testis tidak teraba
- Hipospadia dengan mikropenis dan satu/kedua testis tidak teraba
Kelainan Penyerta
1. Mikropenis
2. Undescencus testis (8-10 % s.d 32 %)
3. Hernia inguinalis (15 %)
4. Scrotum bifida
5. Short urethra (4-10 %)
Tatalaksana
Tujuan
1. Secara estetika penampilan penis baik
2. Kencing lurus tidak berpendar/fungsi berkemih baik
3. Fungsi ereksi baik dengan penis yang lurus
4. OUE letak di tips glans penis
Waktu operasi
Menurut american pediatric association usia 6 bulan menimbang masalah psikologi dan phisiolofi
Usia 3 bulan
Jaringan sudah cukup
Anestesi sudah dapat dilakukan
Parut baik
Jika ingin dioperasi lagi waktu >>>
Denis browne 18 bln – 3 thn
Masa ereksi yang optimal untuk tidak menggangu ereksi
Jaringan gampang di handle
Jika mau operasi ke-2 dapat dilakukan sebelum usia sekolah
31
Oel. 2010
Persiapan Preoperasi
1. Informed consent : resiko/komplikasi, keuntungan, prosedur operasi, keadaan psikologi
2. Foto preoperasi
3. Status generalis
a. Riwayat alergi
b. Usia penderita (sebaiknya rekonstruksi dilakukan sebelum usia sekolah)
c. Kelainan lain yang menyertai
d. Prosedur operasi lain yang pernah dilakukan
4. Status lokalis
a. Lokasi OUE
b. Keberadaan chordae
c. Ukuran penis
d. Keberadaan testis dan sex chromosome
5. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnyasebagai persiapan operasi
6. Menjaga kebersihan tempat yang akan dioperasi (mandi)
Tekhnik operasi
1 tahap : Snodgrass
2 tahap : Sidiq – Chaula Procedur
Tahap I
Release chordae
Tunelling
Tahap II
Urethroplasty (membuat urethra menutup neo-urethra)
Komplikasi
Early :
Late
Hematom
Fistel
Perdarahan
Penis tidak anatomis Stricture
Twist ke lateral Cripple
Glans tegak Megalourethra
Dehiscence Residual curvature
Infeksi Diverticle
Pencegahan Penyulit
Foto preoperasi
A dan antispetik lapangan operasi
Dipasang tegel
Desain operasi (ABC + tube)
Incisi mediana dari titik A – sampai OUE
Incisi dari C melingkar U ke titik C sisi lain
Dilanjutkan incisi titik C – B
Degloving batang penis dengan melakukan incisi melingkar 1-2 mm dibawah sulcus coronarius
Dipasang catheter
Urethroplasty dengan menjahit pangkal TIP-U (interupted), dilanjutkan dengan jahitan kontinu subkutikuler- non
interlocking pada suburethral plate dengan vicryl 6.0
Tes patensi dengan abbocath 24
Tes ereksi ( Baskin < 5th, Nesbit > 5 th)
Patching jahitan urethroplasty dengan tunica dartos
Sirkumsisi
Packing kulit
Fiksasi kateter ke abdomen dengan plester
Foto post operasi
32
Oel. 2010
Tahap I
Tahap II
33
Oel. 2010
TELINGA
Anatomi
Vaskularisasi
Antropometri telinga
• Helical rim 1 - 2cm dari kulit mastoid
• Auriculomastoid angle between 15° to 30° ( normally < 45° )
34
Oel. 2010
MIKROTIA
Definisi
Cacat lahir bawaan dimana telinga luar sangat kecil dan tidak berkembang, yang dapat meyebabkan kesulitan pendengaran
dan distorsi suara pada satu atau dua telinga
Epidemiologi
1 dari 6000 kelahiran
>> pada etnis asia
♀:♂ : 1:2
right : left : 2 : 1
microtia bilateral terjadi 10% - 20% dari pasien microtia.
Bukan penyakit keturunan kecuali pada Treacher Collins syndrome yang sering disertai dengan microtia bilateral
dan bersifat autosomal dominant.
Etiologi
In utero menyebabkan microtia :
o Obliterasi arteri stapedial
o Haemorrage pada jaringan lokal
Rubella
Thalidomide
Isotretinoin (1st semester)
Cloiphene citrate
Retinoic acid
Embriologi
Telinga tengah dan luar berasal dari branchial arch 1 (mandibula) dan 2 (hyoid)
Telinga luar dibentuk oleh 6 hillock, 3 pertama (1,2,3) dari branchial arch 1 dan 3 lainnya berasal dari branchial
arch 2
Pembentukan telinga luar dimulai saat minggu ke 6
Perkembangan telinga mencapai 85 persen saat usia 3 tahun
Saat usia 6 tahun, telinga tumbuh dengan ukuran rata-rat orang dewasa : 6.5 x 3.5 cm
Secara embriologi telinga dalam berbeda dengan telinga tengah/luar dan biasanya selalu normal saat terjadi
mikrotia
Gangguan pendengaran pada microtia, gangguan konduktif bukan gangguan persepsi
Tatalaksana
Sejarah
Gillies
Tanzer
Brent
Nagata
35
Oel. 2010
Waktu Operasi
Psikologis : Sebelum 4/5 tahun
Perkembangan telinga : 6 tahun, telinga sudah mencapai ukuran telinga orang dewasa
Perkembangan iga : 10 tahun atau lebih tua dengan lingkar dada 60 cm di level xyphoid
Autogenous Reconstruction.
Poin framework yang diperhatikan :
1. Base framework
2. Helix dan crus helix
3. Anti helix dan crus antihelix
4. Incisura intertragica dan tragus unit
Iga 6 – 7
o Base frame work
o Crus anti helix
o Anti helix
Iga 8
o Helix
o Crus anti helix
Iga 7 – 8
o Base frame
o Antihelix
o Crus anti helix
o Incisura intertragica
o Tragus unit
Iga 9
o Helix
o Crus helix
36
Oel. 2010
Komplikasi
Early
Hematom
Infeksi
Late
Asimetris
Bentuk tidak natural
37
Oel. 2010
VASCULAR ANOMALY
Virchow
Angiomas (simplex, cavernosum, and racemosum) and lymphangiomas (simplex, cavernosum, cystoids)
Capillary malformation (CM) : port-wine stain, nevus flammus, capillary hemangioma
Jackson et al
Hemangiomas
Vascular malformations
Lymphatic malformations (LMs).
38
Oel. 2010
HEMANGIOMA
Definisi
Tumor infancy yang menunjukkan pertumbuhan cepat postnatal dan regresi lambat pada masa kanak-kanak, nama lain yang
lebih tepat adalah infantile hemangioma
Epidemiologi
♀ : ♂ 3-5:1
10% - 12% bayi kulit putih, frekuensi menurun pada bayi kulit hitam, 23% preterm infant dengan berat <1,000 g
Etiologi
GLUT1 (+)
Embolisasi sel plasenta
Primitive cells
Mutasi sel endotelial
Patofisiologi
1. Proliferating Phase
Upregulated angiogenesis : Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan basic Fibroblast Growth Factor
(bFGF).
Glucose Transporter Protein-1 (GLUT1) : immunopositive
Tumbuh cepat saat usia 6-8 bulan pertama
Fase proliferasi mencapai puncaknya sebelum usia 1 tahun
Tumor bewarna merah dan menonjol jika berada di superfisial dermis. Dan bewarna kebiruan jika tumbuh di
bawah dermis
2. Involuting Phase/Regression
Aktiitas endotelial dan ukuran lumen berkurang
Degenerasi sel endotel
apoptosis dimulai sebelum usia 1 tahun dan mencapai puncaknya saat usia 2 tahun.
Munculnya Tissue Inhibitor Of Metalloproteinase (TIMP)-1 ; supresor pembentukan pembuluh darah baru
Tanda terjadinya fase involusi ; warna merah memudar hingga keunguan, kulit pucat, turgor tumor berkurang
Fase berlanjut sampai usia 5-10 tahun.
3. Involuted Phase
fibrofatty tissue
regresi komplit 50% saat usia 5 tahun, 70% saat usia 7 tahun sampai usia 10- 12 tahun
50 % kembali seperti kulit normal
Klasifikasi
Berdasarkan letaknya :
1. Superficial (strawbery) ; red
2. Deep (cavernous) ; blue
3. Combined
4. Segmental : biasanya congenital
NICH
a well-circumscribed
plaquelike tumor pink, blue, purple hue, central coarse telangiectasia, pale rim
tumbuh seiring dengan pertambahan usia anak
39
Oel. 2010
Diagnosis
Anamnesa
Muncul saat masa neonatal, biasanya 2 minggu pertama setelah kelahiran
Kira-kira 30% sampai 40% timbul saat lahir
Terdapat fase proliferasi, statik dan regresi
Pemeriksaan fisik
cutaneous mark, pale area, telangiectatic, macular red stain, ecchymotic spot
80% soliter; 20% multifokal
Histologi
Diagnosis diferensial
Kasabach-Merritt Phenomenon
Infvasif pada tumor jenis kaposiform hemangioendothelioma, kurang invasif pada jenis tufted angioma
Thrombocytopenia < 10,000/mm3
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT) normal atau sedikit meningkat
Tatalaksana
Non Surgical
1. Observasi
Dibawah pengawasan spesialis anak
Penjelasan penyakit kepada keluarga
Fotografi
Follow up ketat
2. Terapi farmakologi
2.1 Kortikosteroid
a. Intralesional
<2.5 cm diameter
Triamcinolone (25 mg/mL) injeksi secara lambat dengan tekanan yang kecil(3-mL syringe, 30-gauge needle)
Diberikan tidak lebih dari 3 - 5 mg/kg per prosedur
Dibutuhkan 3- 5 kali suntikan
Interval pemberian 6-8 minggu
b. Kortikosteroid sistemik
Lesi besar, endangering, or life-threatening hemangioma
Oral prednisolone 2 to 3 mg/kg/day
Diberikan sekali sehari selama 4 - 6 minggu
Dosis di tapering dalam beberapa bulan dan dihentikan sebelum usia 10 – 11 bulan
Ingat cushing syndrom
40
Oel. 2010
Cara kerja
Respon kortikosteroid 85%
Kerja kortikosteroid menghambat angiogenesis dengan mengurangi transkripsi growth factors
2.2 Propanolol
Dosis permulaan 1 mg/kg/day ( 2 x sehari) kemudian dinaikkan 2 mg/kg/day (2 x sehari)
Tidak ada batasan waktu pemberian, bisa sampai 3.5- 14 bulan
Terapi dilanjutkan sampai perbaikan klinis atau dihentikan jika respon terapi gagal
Cara kerja
Vasoconstriction
Inhibition of angiogenesis
Induction apoptosis
Efek samping
Bradikardi
Hipotensi
Hipoglikemi
Seizure
Rash
Bronkospasme
2.3 Interferon α
Dosis 2 to 3 mU/m2, injected subcutaneously daily. (titrated as the infant gains weight)
Terapi selama 6 - 10 bulan
Efektif buat Kasabach-Merritt phenomenon
Biasanya diawali dengan gejala demam 1-2 minggu pertama, sehinnga dianjurkan untuk diberi acetaminophen 1 -
2 jam sebelum pemberian terapi
Reaksi jangka panjang ; spastic diplegia, diperlukan perawatan oleh ahli syaraf
Cara kerja
Menghambat angiogenesis
Respon >80%
3. Terapi Laser
CO2
Argon
Copper vapor
Nd-YAG
Pulsed Dye Laser
Cara kerja
Menginduksi oklusi endovaskular akibat panas yang dihasilkan, tergantung kepada panjang gelombang, warna
kulit, kedalaman dan diameter pembuluh darah
Surgical
Indikasi
1. Infancy (Proliferating Phase)
Gangguan fungsi
Deformitas
Perdarahan
Ulserasi tidak respon terhadap terapi medikamentosa
Predictable scar or hair loss
2. Early Childhood (Involuting Phase)
Scar (length, easily hidden)
Kepentingan tahapan trekonstruksi
3. Late Childhood (Involuted Phase).
Damaged skin
Abnormal contour (fibrofatty residum)
Distortion or destruction of an anatomic structure
Kepentingan tahapan rekonstruksi
41
Oel. 2010
VASCULAR MALFORMATIONS
Definisi
Anomali vaskuler yang disebabkan oleh gangguan pada fase akhir angiogenesis yang berakibat persistennya anastomosis
arteri-vena. Kelainan ini dapat terjadi pada pembuluh kapiler, limfatik, vena, arteri dan campuran.
Epidemiologi
Lebih banyak pada laki-laki
Etiologi
Distimulasi oleh faktor trauma dan hormonal
Patofisiologi
Proses abnormal terhadap regulasi proliferation, apoptosis, differentiation, maturation, dan adhesion sel vaskuler
(endothelium cells, smooth muscle cells, and pericytes)
Klasifikasi
Slow-Flow Fast-Flow
Capillary (CM) and telangiectasias Arterial
Lymphatic (LM) Arteriovenous
Venous (VM)
Diagnosis
Anamnesa
Saat lahir sudah muncul (kongenital)
Tidak mengalami regresi spontan, tumbuh sesuai dengan pertumbuhan usia
Pemeriksaan fisik
Compresible test (Membedakan fast dan slow flow)
Pemeriksaan penunjang
Histologi : sel endotel matur
Pemeriksaan Radiologi
USG
Kelebihan
o Mudah, murah
o Dapat membedakan anomali slow-flow dan fast-flow
o Dapat membedakan massa tumor dari anomalous channels of a vascular malformation
Kekurangan
o Tergantung skill operator
o Terbatas dalam menjelaskan ukuran anomali dan hubungannya dengan jaringan sekitar
Tatalaksana
Non surgical
1. Scleroterapy (Polidecanol/Ethanol)
Dose : max 1 mg/kg injection during single session
Cara kerja
Direct toxic terhadap endothelium sehingga mengaktifkan sistem koagulasi dan menyebabkan microagregasi sel darah
merah.
2. Laser (flashlamp pulsed-dye laser)
Surgical
1. Resection
42
Oel. 2010
Capillary Malformation
o Treatment : flashlamp pulsed-dye laser
Lymphatic malformations
o Treatment : Sclerotherapy, surgical resection
Venous malformations
o Treatment : sclerotherapy
Arteriovenous malformations
o Treatment : embolizations dan reseksi
43
Oel. 2010
DEGLOVING
Definisi
Suatu cedera dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas (terelevasi) secara paksa dari dasar (fascia) oleh kekuatan
dengan tekanan yang keras dan mendadak (shearing force), biasanya terjadi karena tungkai terjebak di bawah ban kendaraan
Etiologi
Trauma
Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya degloving karena tungkai tertekan roda, akibat gesekan antara roda dengan jalan akan terjadi
gaya puntir dari kulit di sekitar poros tengah tungkai. Kulit dapat terputus kontinuitasnya, biasanya pada sebagian kulit
masih melekat seperti flap. Selain itu juga mengakibatkan pembuluh darah perforator yang mensuplai kulit terputus sehingga
membahayakan vitalitas jaringan
Klasifikasi
1. Degloving tertutup
Dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya tetapi permukaan kulit masih intak.
2. Degloving terbuka
Dimana kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya disertai dengan terputusnya
kontinuitas permukaan kulit.
Diagnosis
Anamnesis
Mekanisme trauma
Riwayat penyakit terdahulu
Operasi yang pernah dilakukan
Riwayat alergi obat juga penting untuk penatalaksanaan.
Pemeriksaan fisik
Jejas ban kendaraan atau luka bakar akibat gesekan
Kulit dan jaringan lunak dibawahnya terlepas dari dasarnya (fascia)
Disertai atau tidak disertai terputusnya kontinuitas permukaan kulit
Fluktuasi di subkutis
Suhu dingin
Pemeriksaan vitalitas kulit
o Tes tekan (bila ditekan pucat dan kembali dalam 4 detik)
o Tes fluorescen (dimasukkan cairan fluorescen intravenous dengan dosis 15 mg/kg dalam 200 ml NaCl
0,9% selama 10 menit, dilihat dibawah lampu ultraviolet dalam ruang gelap).
Pemeriksaan penunjang
Foto polos X-ray dengan proyeksi AP dan Lateral, untuk mengetahui adanya fraktur atau kelianan tulang lain yang
menyertai degloving.
44
Oel. 2010
Penatalaksanaan
Indikasi
Degloving tertutup dengan jaringan non vital
Degloving terbuka
Kontra indikasi
Degloving tertutup dengan jaringan vital
Prosedur terapi
Komplikasi
Nekrosis flap kulit
Infeksi
Graft lisis
45
Oel. 2010
PRESSURE SORE
Definisi
Luka dekubitus adalah kerusakan jaringan lokal pada bagian tubuh dengan permukaan tulang yang menonjol akibat tekanan,
pergesekan atau pergeseran. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia.
Epidemiologi
9% dari semua pasien yang dirawat
96% terjadi dibawah umbilikus
Sampai 75% seluruh pressure sore berlokasi di pelvic
Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
b. Gesekan dan pergeseran
c. Kelembaban
2. Fase Intrinsik
a. Usia
b. Hilangnya sensasi
c. Penurunan kesadaran
d. Imobilitas
e. Malnutrisi
f. Dehidrasi
g. Anemia
h. Infeksi
i. Gangguan vaskuler : perokok, diabet
Patofisiologi
Tekanan normal kapiler adalah 32 mmHg, bila mendapat tekanan lebih besar dari 50 mmHg pada daerah permukaan tulang
yang menonjol secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan jaringan (dinsdale). Penekanan
pada jaringan lunak akan menyebabkan iskemi bila proses penekan terus berlanjut akan timbul nekrosis dan ulcerasi.
Klasifikasi
National Pressure Sore Advisory Panel Consensus Development Conference (1989)
Stage I : persisten eritema 1 jam setelah bebas tekanan
Stage II : cedera pada level dermis
Stage III : cedera pada level subkutan
Stage IV : melibatkan kulit, lemak, otot serta tulang
unstageable
Diagnosis
Anamnesis
- Riwayat imobilisasi lama/gangguan gerak
- Gangguan kesadaran
- Underlying disease
Pemeriksaan fisik
- Identifikasi luka (cone shape)
Tata laksana
Tujuan :
1. Mencegah luka bertambah besar
2. Mencegah luka tempat lain
3. Mencegah komplikasi (invasif infeksi)
4. Penutupan luka jika memungkinkan
46
Oel. 2010
Penutupan Defek
Defek ischium
Gluteal fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap, posterior hamstring musculocutaneous V-Y advancement
flap, posterior thigh flap (fasciocutaneous), tensor fascia lata flap.
Defek Sacrum
Lumbosacral flap (fasciocutaneous), unilateral / bilateral gluteal fasciocutaneous flap, musculocutaneous rotation flap,
unilateral / bilateral gluteal musculocutaneous V-Y flap
Defek Trochanter : tensor fascia lata flap
47
Oel. 2010
NOMA
Definisi
Cancrum oris (NOMA) describe by TOURDES (1848)
Merupakan ganggren pada mulut khususnya terjadi pada anak-anak dengan penyakit serius yang diawali dengan ruam,
bengkak dan melibatkan jaringan lunak dan keras pada mulut
Epidemiologi
7 kasus dalam 1000 anak
Biasanya pada anak usia 3-12 tahun
Etiologi
Malnutrisi
Oral hygiene buruk
Debilitazing disease : malaria fever,measless,bronkopneumonia
Patofisiologi
Malnutrition
Poor oral hygiene
Immune suppresion
disease infection
NOMA
Klasifikasi
Noma terdiri atas 2 fase
1. Acute inflamatory with ulceration (acute noma)
2. Healed phase which ulcer healed, leaving behind varying size orofacial defect (chronic noma)
Tatalaksana
Protokol terapi pada NOMA ;
1. Investigasi umum : screening laboratorium
2. Manajemen lokal ulkus : debridement >> penutupan defek
3. Terapi obat : antibiotik, multivitamin
4. Diet dan suplemen
5. Terapi komplikasi: ankylossing of temporomandibular
48
Oel. 2010
FIBROUS DYSPLASIA
Definisi
lesi jinak pada tulang akibat struktur normal pada tulang diganti dengan fibro osseous tissue
Epidemiologi
Craniomaxillofacial : 25% monostotic, 50% polyostotic
Sering pada tulang maxilla kemudian diikuti tulang frontal. Semua tulang craniomaxillofacial dapat terlibat
Degenerasi malignant : 0.5% monostotic, hingga 4% pada kasus mccune-albright syndrome
5–7% kejadian dari seluruh tumor jinak tulang
Mayoritas lesi terdeteksi sebelum usia 30 tahun.
Biasanya muncul pada usia 10 tahun dan mengalami progresifitas sampai usia remaja dan kemudian dapat berhenti
setelah usia remaja
Patofisiologi
Mutasi protein G
Elevasi
Cyclic adenosine monophosphate (camp)
Proliferation of abnormal osteoblastic cells
Interleukin-6
Stimulasi
Pertumbuhan beberapa jaringan gonads, thyroid, adrenal cortex, and melanocytes, yang menyebakan
endocrinopathies dan skin pigmentation
Aktifasi osteoclas
leading to
Resorbsi tulang tampak pada tulang yang diamati sebagai fibrous dysplasia
Klasifikasi
3 kategori utama :
1. Monostotic (70% to 80%)
2. Polyostotic (20 % to 30 %)
3. McCune-Albright syndrome. (3% of polyostotic)
triad :
polyostotic fibrous dysplasia
precocious puberty
skin pigmentation (caf´e-au-lait)
disertai dengan endocrine disorders (autonomous hormonal overproduction) :
pituitary adenomas secreting growth hormone
hyperthyroid goiters
adrenal hyperplasia
Diagnosis
Keluhan utama : expansive growth leading
Anamnesis :
Usia kejadian late childhood atau remaja
Tidak nyeri
Massa tulang membesar
Pemeriksaan fisik
Deformitas wajah/asimetri
Defek pada tulang wajah (Hard Tissue)
Gangguan pendengaran
Maloklusi
Orbital : gangguan penglihatan, proptosis, dystopia
Sphenoid : kebutaan
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
o X-ray : lebih radiopaque, Ground-Glass Appearance
o CT scan : ukuran tumor, lokasi, invasi lokal atau kompresi
Histologi
o Chinese writing type : Tulang panjang
o Pagetoid type : Nongnathic craniofacial bones
o Hypercellular : Gnathic Bones
49
Oel. 2010
Terapi
Indikasi :
Gangguan fungsi
Gangguan estetik
Menghilangkan gejala
Kecurigaan terhadap malignansi
Kontraindikasi
Tidak dapat dilakukan prosedur anestesi dan pembedahan
Pasien tidak menginginkan operasi
Tidak dapat memenuhi ekspekstasi pasien
Waktu operasi
Ditunda sampai remaja
Rekurensi minimal
Facial growth sudah komplit
Usia muda
Berhubungan dengan masalah fungsi dan estetik
50
Oel. 2010
NEUROFIBROMATOSIS
Definisi
Gangguan pertumbuhan multiple cutaneous dan subcutaneous nodular tumor yang melibatkan sistem syaraf central dan
perifer
Epidemiologi
Di USA 100,000 kasus setiap tahunnya
Kejadian lesi Plexiform 16% s.d 40% (NF-1), di badan 43% s.d 44%, ekstremitas 15% s.d 38%, kepala leher 18% s.d
42%
NF-1 Menjadi malignansi sebesar 13% (neurosarcoma)/Malignancy Peripheral Neural Sheth Tumor (MPNST)
terutama pada plexiform neurofibroma di ekstremitas yang disertai dengan nyeri
NF-1 10 kali lipat lebih sering dibandingkan NF-2
Individu dengan neurofibromatosis 50%, memiliki anak neurofibromatosis
Patofisiologi
Autosom dominan, NF-1 : Chromosome 17, NF-2 : Chromosome 22.
Neurofibromin sebagai supresor soft tissue terhambat.
Sering melibatkan N.V ( V.2 dan V.3)
Klasifikasi
National Institutes of Health Consensus Statement (1987)
1. peripheral neurofibromatosis, (neurofibromatosis-1)
2. central neurofibromatosis (neurofibromatosis-2)
Neurofibromatosis-1
Kriteria diganosis, didapatkan 2/lebih dari kriteria dibawah :
1. Caf´e-au-lait spots (didapatkan 6/lebih lesi ukuran lebih dari 5 mm usia prepubertas dan lesi ukuran lebih dari 15
mm pada usia post pubertas) : 99 % kasus pada NF
2. 2/lebih neurofibromas tipe apapun atau 1 neurofibroma plexiform
3. Freckling pada regio axillary/inguinal (80 persen kasus pada NF)
4. Optic glioma
5. 2/lebih Lisch nodules (hamartomas of the iris)
6. Lesi tulang seperti pada sphenoid wing dysplasia atau penipisan kortek tulang panjang dengan atau tanpa
pseudoarthrosis (scletal abnormalities)
7. A first-degree relative (orang tua, saudara kandung atau anak cucu) dengan neurofibromatosis-1
Neurofibromatosis-2
Kriteria diagnosis sebagai berikut :
1. Bilateral eighth nerve masses seen with appropriate imaging techniques
2. A first-degree relative with neurofibromatosis-2 and either:
Unilateral eighth nerve mass, or
Two or more of the following
Neurofibroma
Meningioma
Glioma
Schwannoma
Juvenile posterior subcapsular lenticular opacity
Tipe Neurofibromas :
1. localized cutaneous neurofibromas
2. diffuse cutaneous neurofibromas
3. localized intraneural neurofibromas
4. massive soft-tissue neurofibroma
5. plexiform neurofibromas (hipertrofi,hiperpigmentasi,hipertrichosis skin)
Tatalaksana
Hal –hal yang perlu diperhatikan ;
1. Terapi hanya pada defek dengan menyisakan underlying process of neurofibromatosis. Angka rekurensi >>
2. Waktu dan luas area yang dioperasi
3. Perdarahan
4. Menjaga keseeimbangan antara estetik dan fungsi
51
Oel. 2010
Nagata Approach
1. Initial debulking of the brow, temporal region, nose and submandibular region
2. debulking of the brow, eyelid, nose and submandibular area with superior transposition of the commissure
3. improved nasal airway and orientation of her oral commissure.The medial canthal ligament was reconstructed
4. At the fourth stage operation the right upper eyelid was realigned using a bi-lobed forehead flap The orbit was
exposed, along with the herniated brain. Split orbital rim osteotomies allowed supero-medial translocation
5. upper and lower tarsal plates were reconstructed using auricular cartilage and at the fifth stage, costal cartilage
graft was used to reconstruct the zygoma. Better symmetry of the upper eyelid was achieved with full-thickness
skin grafts and a temporary ocular prosthesis was inserted
6. debulking of the mandibular area and reduction of the macrotia was performed
52
Oel. 2010
LYMPHEDEMA
Definisi
Akumulasi cairan kaya protein kedalam ruang interstitial yang disebabkan oleh karena lymphatic dysfunction
Epidemiologi
♀ :♂ : 3:1
Ekstremitas kiri lebih sering daripada kanan
Patofisiologi
Ekstravasasi cairan protein menyebabkan oedem pada ruang interstitial hal ini akan berakibat ;
Tekanan oksigen rendah
Penurunan fungsi makrofag
Peningkatan cairan tinggi protein
Menyebabkan inflamasi kronik dan pada akhirnya menyebabkan fibrosis
Terdapat 2 fase
1. Fase awal
Soft
Pitting oedema
Mulai dari distal kemudian ascending
Swelling
Semakin banyak akumulasi protein tinggi merupakan media yang cocok untuik pertumbuhan kuman sehingga menyebabkan
limfangitis (semakin sering semakin cepat fibrosis)
2. Fase fibrosis
Jaringan ikat pada subkutan diganti jaringan fibrosis
Kulit tebal, hiperkeratosis
Non pitting oedema
Bisa menjadi keganasan : limfangiosarcoma
Klasifikasi
1. Primer : etiologi tidak diketahui atau akibat lymphatic dysfunction congenital
Birth (Milroy disease)
Puberty (lymphedema praecox) : 80 %
Midlife (lymphedema tarda)
Menurut Campisi
Stage 1 : initial, ireguler edema
Stage 2 : persistent lymphedema
Stage 3 : persistent + lymfangitis
Stage 4 : fibrolymphedema
Stage 5 : elefantiasis
Diagnosis
Anamnesa
• Keluarga
• Area endemik
Pemeriksaan fisik
• Bengkak diawali dari sisi distal ke proksimal dalam beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun
• Diawali dengan edema yang bersifat pitting kemudia secara perlahan menjadi nonpitting oleh karena jaringan
mengalami fibrosis dan pengerasan (indurated)
53
Oel. 2010
- Perubahan kulit
- Ulserasi
- Ekstremitas sering terasa fatigue atau pressure namun jarang sekali nyeri.
Radiologi
- Lymphoscintigraphy : memberikan gambaran anatomi saluran limfe dan aliran cairan limfe
- Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) : menyingkirkan malignansi
- Lymphangiography
Tatalaksana
Tujuan
Mengurangi bengkak
Mencegah komplikasi
Memperbaiki penampilan
Memperbaiki fungsi
Mencegah infeksi
Terapi
Medical
Skin care (low PH,water based lotion)
Elevasi (4 – 6 inchi)
Compresive garment/pneumatic compressive machines
Cegah berdiri terlalu lama
Medicine Treatment
o Anti infection (bacteria/fungi) : carbamazine
o Diuretics
o Benzopyrenes, coumarin, stimulate macrophage proteolysis
o Antihistamine and/or anti-inflammatory agents (control the allergic reactions to the dying parasite)
Surgical
Indikasi
Medical management gagal
Sudah terdapat gangguan fungsi
Indikasi kosmetik terutama pasien perempuan muda
Terjadi recurent lymphangitis
1. Fisiologi
Bertujuan untuk memperbaiki drainase saluran limfe
Syarat :
- Lokal
- Edema Belum Lama Terjadi (Not Long-Standing Duration)
- Belum Mengalami Fibrosis
Prosedur
- lymphangioplasty
- lymphovenous anastomosis
- lympholymphatic anastomosis
- Omental transposition
- Enteromesenteric bridge
- Free lymph node transfer
2. Eksisional
Bertujuan untuk debulking dengan cara membuang jaringan kulit dan subkutaneus
Syarat
- Oedem berat
- Perubahan kulit
Preoperative care
- Bedrest
- Elevasi ekstremitas 3 hari sebelum operasi
- Compression
- Pemasangan kateter urin
- Antibiotik preoperative
Prosedur
2.1 Total skin and subcutaneous excision (Charles procedure)
Merupakan prosedur yang membuang seluruh jaringan kulit, subkutan hingga fascia. Kemudian dilakukan tindakan skin
graft diatas fascia
54
Oel. 2010
2.4 Sistrunk
Wedge excision kemudian ditutup primer
Komplikasi
Early
Perdarahan
Infeksi
Flap/skin graft gagal
Seroma
Late
Recurrent lymphangitis
Selulitis
Fibrosis jaringan subcutan
Gangguan fungsi
Perubahan kulit
Lymphangiosarcoma (0.07% and 0.45%)
55
Oel. 2010
MOEBIUS SYNDROME
Definisi
Paralisis syaraf ke-6 dan ke-7 sehingga meyebabkan terbentuknya “masklike facies”, incapable of animation, inability to
laterally deviate the eyes (abducens palsy)
Epidemiology
- 1 in 550,000
Diagnosis
1. Mata
Ptosis
Nystagmus
Strabismus
Epicanthal folds
2. Hidung
High
Broad bridge
Breadth extends to the nasal tip
3. Mulut
Opening small
Hypoplasia of the tongue
Poor palatal mobility
Poor suck
Inefficient swallowing
Drooling
4. Wajah
Mandible tends to be hypoplastic
Facial paralysis and masklike facies
Retardasi Mental
Penatalaksanaan
Waktu
Berhubungan dengan masalah psikologi pasien terhadap kehidupan sosial
Terapi
Facial reanimation surgery
Microvascular free tissue transfer of the gracilis muscle to the face
o initially used the hypoglossal or accessory nerve
o refined technique to use the branch of the trigeminal nerve to the masseter muscle as the motor nerve of
choice
56
Oel. 2010
ROMBERG DISEASE
(PROGRESSIVE HEMIFACIAL ATROPHY)
Definisi
Gangguan perkembangan wajah yang melibatkan jaringan lunak maupun jaringan keras sehingga
menyebabkan atrofi hemifasial yang progresif
Epidemiologi
dapat terjadi pada semua ras
lebih sering pada wanita
95% kasus unilateral
Etiologi
Infeksi (irirtasi syaraf akibat agen infeksi : viruses,mad cow disease)
Trigeminal-peripheral neuritis (terdapat episode nyeri di area yang terkena sebelum fase involusi)
Sympathetic (association of Horner syndrome, pilomotor reflex changes, unilateral mydriasis,
vasomotor disorders, unilateral migraine, and perspiration disorders)
Diagnosis
Anamnesa
Bukan kelaianan kongenital
Onset dimulai pada usia dekade pertama atau kedua
“active phase”/involution tahun ke 2 sampai 10
Early age of onset (during facial growth), kemungkinan terlibatnya hard tissue lebih besar
Onset kejadian sering dihubungkan dengan kejadian infeksi atau trauma
Pemeriksaan fisik
Penipisan otot wajah tetapi masih memiliki kekuatan untuk membentuk mimik wajah
diawali dengan perubahan pigmen kulit / hipopigmentasi (brownish or bluish discoloration)
Depresi garis vertikal pada forehead/ dari alismata sampai ke frontal hairline (coup de sabre) merupakan
pathognomonic untuk Romberg Disease
Linear scleroderma
Soft and hard tissue atrofi/hypoplasia
Penatalaksanaan
Waktu
Lebih baik jika ditunda sampe penyakit melewati fase aktif atau telah mencapai fase plateau
Terapi
Mild asymmetry/atrophy
- Injection of collagen and hyaluronic acid derivatives
- Fat injection
- Dermal grafts, fat grafts, or dermal-fascial-fat graft
- Overcorrection
Severe asimetry/atropy
Microvascular free tissue transfer (gold standard)
Distortion of the orbit and the zygomaticomaxillary complex, can be corrected either through corrective
osteotomies
57
Oel. 2010
Definisi
Kelainan genetik langka yang dicirikan dengan perubahan bentuk wajah
Epidemiologi
1 : 25.000 – 50.000 kelahiran
Etiologi
autosomal dominant disorder
mutasi gen
Klasifikasi
Kaban-Mulliken classification.
Type I : Normal architecture but smaller dimensional size of mandible and TMJ
type IIA : Moderate hypoplasia of mandible with hypoplasia of ramus and condyle but some
TMJ development adequately positioned for symmetrical opening of the joint
type IIB : Moderate to severe hypoplasia of ramus, condyle, and TMJ joint that is malpositioned
inferiorly, medially, and anteriorly
type III : Total absence of mandibular ramus behind dentition making it unsuitable for bone
distraction.
Diagnosis
Anamnesa
kelaianan sejak lahir
Pemeriksaan fisik
Downslanting palpebral fissures (antimongoloid slant)
Coloboma pada lower lid
Bilateral and symmetrical hypoplasia/aplasia bilateral dan simetris pada tulang zygoma dan mandibular
Deformitas telinga tengah dan luar
Cleft palatum
Penatalaksanaan
Waktu
Posnick : Rekonstruksi zygoma pada tahun ke 5 – 7
Rekonstruksi mandibula pada tahun ke 6-10
58
Oel. 2010
CRANIOFACIAL CLEFT
Definisi
Distorsi anatomi wajah dan tulang kranial yang disertai dengan defisiensi atau kelebihan jaringan dalam satu garis
Epidemiologi
Klasifikasi
Secara umum dibagi menjadi 2 : facial dan cranial cleft yang dipisahkan oleh orbita dan mempunyai hubungan yang selalu
berjumlah 14. Contoh : facial cleft no 1 dengan cranial cleft 13
Diagnosis
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Perlu diperhatikan batas- batas jaringan untuk menentukan klasifikasi facial cleft
Soft Tissue
Bawah
o Didalam Cupid bow ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Cupid bow - Comissura oris ( Cleft no 4 s.d 7 )
Tengah
o Didalam alae nasi ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Diluar alae nasi ( Cleft no 4 s.d 7 )
Atas
o Medial canthus media ( Cleft no 0 s.d 2 )
o Canthus media - punctum lacrimal ( Cleft no 3 )
o Punctum lacrimal – cathus lateral ( Cleft 4 s.d 6 )
59
Oel. 2010
Hard Tissue
Bawah
o Antara Incisivus 1 ( Cleft no 0 )
o Antara Incisivus 1 -2 ( Cleft no 1 )
o Antara Incisivus 2 – Caninus ( Cleft no 2 s.d 4 )
o Lateral caninus ( Cleft no 5 s.d 7 )
Tengah
o Medial apertura piriformis ( Cleft no 0 s.d 3 )
o Lateral apertura piriformis ( Cleft no 4 s.d 7 )
Atas
o Keterlibatan procesus frontal os maxilla ( Cleft no 1 s.d 3 )
o Procesus frontal os maxilla - foramen infra orbita ( Cleft no 4 )
o Lateral foramen infra orbita ( Cleft no 5 s.d 7 )
Pemeriksan penunjang
CT scan 3D
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi standar karena bervariasinya cleft craniofacial dan derajat keparahan
Pedoman :
o Jika malformasi berat dan mengganggu fungsi seperti expose pada mata maka tindakan operasi
dilakukan lebih awal
o Jika malformasi ringan prosedur operasi dapat ditunda
3 - 12 bulan
o Dilakukan koreksi defek kranial dan cleft soft tissue
o Menggunakan Z-plasty,flap lokal dll
6 – 9 tahun
o Rekonstruksi midface dan bone grafting
14 tahun keatas
o Prosedur Orthognathic (dilakukan hingga maturitas tulang)
60
Oel. 2010
Definisi
Kondisi patologi akibat fusi prematur dari cranial suture
Epidemiologi
0.4 – 1 setiap 1000 kelahiran hidup
Trigonocephaly : kejadian kurang dari 10 %
Scaphocephaly : jenis terbanyak, ♂ : ♀ : 4 : 1
Plagiocephaly : paling jarang
Patofisiologi
Cranial base yang abnormal menyebabkan gannguan pada dural sehingga menyebabkan fusi prematur dari cranial suture
Klasifikasi
Berdasarkan jumlah sutura yang terlibat
1. Soliter/single suture
2. Multiple suture
Diagnosis
Anamnesis
Kelainan sejak lahir (kongenital)
Aspek yang terganggu
1. Peningkatan tekanan intra kranial
Tekanan intra kranial meningkat lebih besar pada craniosinostosis multiple (42%) dibandingkan dengan single
craniosinostosis (13%)
2. Hidrosefalus
3. Retardasi mental
4. Gangguan visual
Tampak adanya optik atrofi dan papiledema akibat peningkatan tekan intra kranial
Trigonocephaly
Perkembangan otak biasanya tidak terganggu
Hipotelorism
Keel shape deformity
Scaphochepaly
Boatlike shape
Brachicephaly
Tower shape/harlequin
Plagiocephaly
Penatalaksanaan
Pertimbangan preoperatif
1. Multi disiplin ilmu
2. Inform consent tentang penyakit termasuk konseling genetik
3. Fotografi
61
Oel. 2010
Waktu operasi
Disesuaikan dengan keaadan pasien, jika terdapat peningkatan intrakranial maka opersi dilakukan lebih awal. Ada konsesus
yang menganjurkan untuk melakukan operasi sebelum pasien berusia 1 tahun karena defek kraniotomi lebih kecil dan
kemampuan osifikasi
Prosedur operasi
- Barel stave osteotomi
- Distraksi osteogenesis
Komplikasi
Early
- Perdarahan
- Emboli
- Kebocoran LCS
- Infeksi
Late
- Penyembuhan tulang abnormal
- Gangguan pertumbuhan tulang
62
Oel. 2010
CRANIOSYNOSTOSIS SYNDROMES
Penatalaksanaan
1. Conventional : Osteotomi advancement
2. Distraksi osteogenesis
Prosedur Operasi
1. 4 – 12 months
Craniectomi
Fronto-orbital advancement
2. 4 – 12 years
Koreksi midface
3. 14 – 18 years
Jaw surgery ( orthognathic )
Distraksi osteogenesis
Keuntungan
1. Perdarahan minimal waktu lebih cepat
2. Advancement lebih jauh (20 mm) dibandingkan dengan tekhnik advancement standar (6-10mm)
3. Tidak membutuhkan bone graft
4. Resiko infeksi rendah
5. Kejadian relapse sedikit
Kerugian
1. Membutuhkan waktu yang lama untuk distraksi
2. Butuh prosedur tambahan untuk melepas alat distraksi
3. Membutuhkan peralatan tambahan untuk waktu yang lebih lama
63
Oel. 2010
TRAUMA WAJAH
Evaluasi Pasien
Primery survey
1. Airway + Stabilitas cervical
2. Breathing
3. Circulation
4. Disability (Kesadaran menurut GCS)
Pengenalan kasus emergency
1. Sumbatan jalan nafas
Lidah terjatuh kebelakang akibat fraktur mandibula, penurunan kesadaran, gumpalan darah, benda asing
ataupun gigi yang terlepas
2. Perdarahan
Paling sering berasal dari cabang a.carotis externa
Dapat dihentikan dengan penekanan, klem, ligasi, angiography embolisasi
3. Aspirasi
4. Cedera sistem syaraf pusat
Anamnesis
Riwayat trauma (mekanisme trauma,waktu, lokasi, arah serta berat-ringannya cedera)
Status mental dan kesadaran (untuk mengetahui adanya cedera intrakranial)
Gangguan fungsi (gangguan pada jalan napas, penglihatan, pendengaran, fungsi oklusi, dan gangguan saraf
cranial)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
1. Deformitas wajah (1/3 atas,tengah,bawah)/keadaan simetris
2. Haematom (periorbita, preaurikula)
3. Oedem
4. Identifikasi luka (vulnus laserasi,ekskoriasi) : jumlah, ukuran, tepi luka, dasar luka
5. Perdarahan aktif (mulut,hidung,telinga). LCS bocor
6. Depresi malar iminens (worm view)
Palpasi
1. Diskontinuitas tulang (step up/down) : frontal, rima orbita, nasal, zygoma, maxilla, mandibula
2. Gliding TMJ
a. Berdiri didepan pasien
b. Kedua jari telunjuk masuk ke lubang telinga kanan-kiri
c. Kedua ibu jari diletakkan didepan tragus
d. Pasien diminta membuka dan menutup mulut
e. Normal : gerakan TMJ (+), abnormal gerakan TMJ berkurang hingga (-)
3. Nyeri tekan
4. Fungsi motorik (N.VII) dan sensorik (N.V)
5. Fungsi mata
a. Hematom palpebra, echimosis periorbita
b. Perdarahan subconjungtiva, hifema
c. Reflek pupil
d. Visus
o Membaca : dimulai dari jarak 6 meter (6/6)
o Menghitung jari (6/60)
o Melambai tangan (1/300)
o Penyinaran (1/tidak terhingga)
o Tidak dapat melihat berarti visus 0
e. Dystopia : dilihat secara objektif kedudukan kedua pupil
f. Diplopia
o Binokular (gangguan diluar bola mata)
Berdiri didepan pasien
Tangan kiri memegang kening pasien sebagai fiksasi
Meminta pasien untuk mengikuti gerakan jari tangan kanan ke atas-bawah-kanan-
kiri
Penglihatan double/tidak
o Monookular (kelainan pada bola mata)
Sama dengan prosedur diatas, hanya satu mata ditutup saat diperiksa
64
Oel. 2010
Intraoral
1. Vulnus pada bibir
2. Avulsi gigi
3. Fraktur dentoalveolar
4. Step off deformity : diagnosis terhadap fraktur mandibula
5. Floating maxilla : Prosedur untuk mendiagnosis fraktur Le Fort
Satu tangan berada di extra oral sebagai fiksasi dan penunjuk titik fraktur, tangan lainnya berada di
intraoral (menggoyangkan alveolaris maxilla dengan jari telunjuk dan ibu jari keatas dan kebawah)
6. Oklusi/lengkung gigi dan gusi
Oklusi dinilai dari hubungan antara mesiobucal cuspid Molar I sisi maxilla dengan buccal groove Molar
I sisi mandibula
Penilaian oklusi dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif
Subyektif : menanyakan keadaan/perubahan gigitan gigi saat ini dengan sebelum trauma
Obyektif :
Klasifikasi menurut Angle
7. Haematom sublingual
8. Vulnus lidah
9. Haematom/fraktur palatum
65
Oel. 2010
Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen x-ray
Hal hal yang diperhatikan adalah :
1. Kelayakan foto
a. Identitas (lengkap dan tidak memotong tulang)
b. Marker
c. Posisi pasien
d. Densitas/kekerasan foto : daapat dibedakan hard dan soft tissue
e. Seluruh bagian tulang kelihatan dan tidak terpotong
2. Dimulai dari dalam keluar
a. Alignment
b. Diskontinuitas tulang
o Cranium (tabula externa, diploe, tabula interna)
o Tulang wajah
c. Sinus (tampak perkabutan didalam sinus)
d. Kedalaman akar gigi
66
Oel. 2010
CT-Scan
67
Oel. 2010
NOE FRACTURE
Anatomi
1. Os Frontal
2. Os Nasal
3. Procesus Frontalis Os Maxilla
4. Os Lacrimalis
5. Os Ethmoidalis
6. Os Sphenoidalis
Dacrion : titik antara os lacrimal dan proc os frontalis
yang digunakan sebagai titik penentuan hiperteloris
Intercanthal Distance
- Normal : Sama dengan lebar palpebral aperture atau 1/2 interpupillary distance
- ♀ : 29 to 34 mm, ♂ : 29 to 36 mm
- Intercanthal distance lebih dari 40 mm berhubungan dengan cedera NOE dan memerlukan tindakan
pembedahan
- Pengukuran masing-masing kantus terhadap facial midline membantu untuk mendiagnosa cedera unilateral
- Nasal projection and telecanthus are inversely related: adequate projection of the nasal dorsum can mask
telecanthus, whereas inadequate dorsal projection actually enhances the appearance of telecanthus. This
phenomenon is called Pseudo-Telecanthus
Definisi
Fraktu wajah yang minimal memenuhi 4 lokasi fraktur yaitu:
Fraktur nasal
Fraktur junction antara prosesus frontal maksila dengan os frontalis
Fraktur medial orbita (area etmoidalis)
Fraktur rima orbita inferior yang meluas meliputi aperture piriformis dan dasar orbita
Etiologi
Trauma dengan high-energy pada intercanthal area.
Sering berhubungan dengan cedera cervical, ocular dan intracranial
68
Oel. 2010
Klasifikasi
“Markowitz” mengklasifikasikan fraktur NOE berdasarkan perlekatan MCT terhadap tulang dan pola fraktur
Type I : Fraktur NOE yang paling sederhana, tidak ada kominutif, melibatkan hanya bagian medial orbit yang
berisi MCT. Fraktur dapat bilateral, komplit atau terdislokasi.
Type II : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus
Type III : Fraktur biasanya komplit dan kominutif pada tulang yang terletak eksternal dari insersi MCT. Garis
patahan tidak meluas sampai tulang yang berada langsung di bawah insersi kantus
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat cedera dengan energi besar pada mid face
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Telecanthus
Depresi nasal radix dan dorsum
Vertically shortened nose
Upturned nasal tip (pig snout)
Perdarahan hidung
Cairan dari hidung harus dicurigai adanya kemungkinan kebocoran cairan serebrospinal (CSS). Jika mungkin,
cairan tersebut ditampung dan dianalisis untuk beta2-transferrin, indikator cairan serebrospinal.
Palpasi
Mobility
Crepitus
Depressibility
MCT attachment
Bowstring Test
Canthus lateral ditarik ke lateral dengan jari telunjuk sedangkan jari tangan lain menahan canthus medial. Hal ini
sulit dilakukan jika jaringan oedem
Bimanual test
Menempatkan instrumen dibawah tulang tempat perlekatan MCT secara bersamaan diraba regio disekitar MCT
dari sisi luar
Pemeriksaan mata lengkap
Visus, respon pupil dan pergerakan ektraokular
Pemeriksaan seksama kelopak mata bawah fisura palpebra media berbentuk bulat; kekenduran kelopak mata.
Epifora
Fungsi lakrimal diperiksa lebih akurat dengan memasang irigasi dan probing bersamaan dengan Jones dye tes
Penatalaksanaan
Tujuan
Memperbaiki nasal projection yang berubah
Memperbaiki intercanthal distance meningkat (telecanthus)
Memperbaiki nasofrontal atau lacrimal drainage terganggu
Estetika
69
Oel. 2010
Indikasi
Gangguan fungsi dan estetika
Kontraindikasi
Cedera-cedera lain yang mengancam jiwa.
Cedera nervus optikus, trauma bola mata (hifema, ruptur, laserasi) karena meambah kerusakan mata
70
Oel. 2010
Canthopexy Transnasal
Dua langkah penting dalam canthopexy
1. mengidentifikasi ligamen
2. ditransfiksi dengan jahitan
Pada kasus tertentu, tulang yang rapuh di area ini hancur (kominutif). Titik insersi wire transnasal harus direkonstruksi. Hal
ini dicapai dengan bone graft yang difiksasi dengan miniplate dan yang sepanjang dinding medial orbita. Wire kemudian
dilewatkan menembus bone graft, atau lewat salah satu lubang di miniplate. Bone graft harus diposisikan dengan miniplate
agar stabil.
Rekonstruksi Nasal
- Tulang nasal direduksi dan distabilkan dengan miniplates atau microplates atau wires
- Open rhinoplasty
Perawatan Post Operasi
Obat : antibiotik analgetik
Posisi : head up 300
Perawatan lokal :
o Tidak memanipulasi lokasi operasi
o pemasangan nasal splint dressing di atas dorsum nasal
untuk reposisi
untuk proteksi
untuk awareness
Pantau pasien selama 24 jam untuk kemungkinan adanya peningkatan tekanan intraorbita. Pada hari pertama pasca
operasi, dilakukan pemeriksaan mata serial.
Komplikasi
Early
71
Oel. 2010
Hematom
Infeksi
Perdarahan
Gangguan visus
Cedera sistem lakrimal
Komplikasi soft tissue
Late
Telekantus persisten
Ektropion kelopak mata bawah
Cedera saraf
Superior Orbita Fissure Syndrome
Jika disertai dengan gangguan N.II disebut “orbital Apex Syndrome” dengan gejala terjadi perubahan visus atau kebutaan
72
Oel. 2010
FRAKTUR MAXILLA
Anatomi
Memiliki 4 procesus
1. Procesus frontalis
2. Procesus zygomaticus
3. Procesus alveolaris
4. Procesus palatine
Terdapat sinus maxilaris yang bermuara ke meatus media rongga hidung
Sistem buttres pada os maxilla :
1. Medial/ Naso-Maxillary
2. Lateral/Zygomatic-Maxillary
3. Posterior/Pterygo-Maxillary
Epidemiologi
Fraktur maksila meliputi sekitar 6 – 25 % dari seluruh fraktur wajah.
Etiologi
Fraktur maksila sering terjadi akibat cedera tumpul dengan energi tinggi yang mengenai tulang-tulang wajah. Mekanisme
trauma meliputi kecelakaan kendaraan bermotor, altercation, dan jatuh dari ketinggian tertentu
Klasifikasi
Fraktur maxilla menurut Le Fort
1. Le Fort I/Transverse/Guerin (30 %)
Akibat gaya yang ditujukan pada tepi alveolar maksila dengan arah ke bawah.
Melalui lantai rongga sinus maksila diatas apical gigi; memisahkan prosesus alveolaris, palatum dan
prosesus pterigoid dari struktur tengkorak wajah di atasnya
73
Oel. 2010
Dimulai nasal, procesus frontalis os maxilla, os lacrimal, rima orbita inferior, lantai orbita, sutura
zygomaticomaxilla/ dinding lateral maxilla, os pterygoid
3. Le Fort III/Craniofacial Disjunction (28 %)
Akibat cedera pada nasal bridge atau maksila bagian atas.
Garis fraktur melewati sutura zigomatikofrontalis, berlanjut melewati dasar orbita dan melalui sutura
nasofrontalis. Tulang-tulang orbita terpisah melalui dinding lateral, medial dan dasar orbita.
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat trauma mengenai midface
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Soft tissue swealing/oedem midface
Perdarahan dari hidung
Hematom/ekimosis periorbita, conjungtiva
Flattened face
Donkey like face
Maloklusi / Open bite deformity
Palpasi
74
Oel. 2010
Penatalaksanaan
Tujuan
Kontraindikasi
75
Oel. 2010
FRAKTUR ZYGOMA
Anatomi
Definisi
Fraktur zygoma meliputi cedera apapun yang menyebabkan terputusnya 5 hubungan antara zygoma dengan tulang-tulang
kraniofasial didekatnya yaitu : sutura zigomatikofrontal, rima infraorbita, buttress zygomatikomaksila, arkus zygoma dan
sutura zygomaticosphenoid
Etiologi
Fraktur zygoma sering disebabkan perkelahian, terutama tinju yang mengarah ke pipi. Sering pula disebabkan jatuh dan
menimpa benda keras. Akhir-akhir ini banyak ditemukan akibat shattering force seperti kecelakaan kendaraan bermotor dan
luka tembak
Klasifikasi
Knight dan North (1961) klasifikasi erdasarkan arah dan pola pergeseran anatomis fragmen tulang
1. Group I (6%)
Tidak ada displacement yang signifikan; fraktur terlihat pada foto rontgen namun fragmen tetap segaris
2. Group II (10%)
Fraktur arkus zygoma, dengan arkus melesak kedalam tanpa keterlibatan orbita atau bagian anterior
I II III
IV V VI
76
Oel. 2010
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat trauma pada regio malar
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Ekimosis periorbita, edema
Retraksi kelopak mata bawah unilateral pada sisi yang terkena karena depresi zygoma
Mata anti mongoloid karena canthus lateral turun kebawah akibat fraktur
Lekukan palpebra superior yang dalam (sunken eye)
Depresi malar iminens
Epistaksis unilateral sisi yang terkena
Maloklusi atau kesulitan menggerakkan rahang bawah, lateral open bite
o Disebabkan edema disekitar prosesus koronoid mandibula, bergesernya arkus zygoma ke medial atau
bergesernya eminensia malar ke posterior
Eksoftalmus
o Fraktur malar dengan displacement ke medial dapat membuat volume orbita menjadi sempit sehingga
terjadi eksoftalmus. Hal ini disebut blow-in fractures, pertama kali diperkenalkan oleh Antonyshyn,
Gruss dan Stanley
o Globe prominence
Normal : 15-17 mm dari rima orbital lateral
Enophthalmus : kurang dari 15 mm dari rima orbital lateral
Exophthalmus : lebih dari 15 mm dari rima orbital lateral
Palpasi
Diskontinuitas pada tulang zygoma
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur zygoma
1. Alignment zygoma harus ditetapkan pada setidaknya 3 area dan difiksasi di setidaknya 2 area
2. Buttress zygomatikomaksila adalah determinan yang paling baik untuk reduksi, diikuti rima infraorbita, sedangkan
sutura zygomatikofrontal adalah determinan yang paling kurang baik.
3. Arkus zygoma bila direduksi akan mengembalikan lebar midface dan, dalam waktu bersamaan, proyeksi eminensia
malar.
Exposure/Approach
Ekstra oral
Dingman incision
Coronal
Subciliar
Intra oral
Sulcus ginggivo bucal atas
Pilihan terapi
1. Mini plate dan screw
2. Wiring
77
Oel. 2010
Late
Skar
Malunion/Non union
Non viable teeth
Osteomielitis
Maloklusi berulang
Komplikasi plate
Komplikasi orbita
o Penglihatan ganda
o Visual loss
o Enoftalmos/eksoftalmos
o Ektropion sementara
Fraktur zygoma
78
Oel. 2010
FRAKTUR MANDIBULA
Anatomi
Titik lemah :
Condyle
Angulus
Tulang dibawah gigi taring
79
Oel. 2010
Epidemiologi
36%
2%
3%
20%
3%
21%
14%
Klasifikasi
berdsarkan keadaan gigi
Kelas I : fraktur diantara 2 gigi
Kelas II : fraktur tidak diapit 2 gigi
Kelas III : fraktur edentulous
Berdasarkan lokasi
1. Simfisis : antara incisivus 1
2. Parasimfisis : antara incisivus 1 dan caninus
3. Corpus : antara caninus dan molar 2
4. Angulus : di molar 3
5. Ramus : antara angulus dan condyle/coronoid
6. Coronoid : pada prosesus coronoid
7. Condyle : pada condyle (head, neck,subcondyle)
Diagnosis
Anamnesa
Riwayat trauma pada regio rahang bawah
Nyeri terutama saat buka mulut
Hipersalivasi
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Oedem
Haematom
80
Oel. 2010
Palpasi
Diskontinuitas tulang
Nyeri
Intraoral
Mukosa ginggiva robek
Fraktur dentoalveolar
Step off deformity
Haematom sublingual
Maloklusi
Penatalaksanaan
Tujuan
Memperbaiki mandibular arch dan oklusi seperti sebelum trauma
Isolated fracture
Uncomplicated Rigid fixation/load sharing
Uneventfully
2. Fiksasi pada garis champy‟s line : garis ideal untuk melakukan osteosintesis
Exposure/approach
Tergantung pada
Letak garis fraktur
Ada tidaknya luka
Kepentingan estetika
Extra oral
o Submandibular (Risdon)
o Retromandibular
o Rhytidectomi
o Preaurikula
Intra oral
Sulcus ginggivo bucal bawah
81
Oel. 2010
FRAKTUR CONDYLE
Anatomi
HEAD
NECK
SUBCONDYLE
Epidemiologi
26-57 % dari seluruh fraktur mandibula.
♂:♀ :2-3:1
48 dan 66 % pasien fraktur kondilus juga mengalami patah di bagian korpus atau angulus
Kira-kira 30 % berasal dari fraktur indirek sisi anterior mandibula
Etiologi
Direct trauma
Non direct trauma
Klasifikasi
Fraktur condyle dapat dibedakan menjadi : Kalau menurut Menurut Kohler :
1. Intra capsular
Lateral pole
Medial pole
Head condyle
2. Ekstracapsular
Neck condyle
Subcondyle
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Deformitas/asimetri
Oedem/hematom preaurikula
Wajah memanjang
Palpasi
Nyeri preaurikula
Gliding TMJ berkurang atau (-)
Intra oral
Maloklusi
Open bite deformity
82
Oel. 2010
Penatalaksanaan
Tujuan
Dapat membuka mulut tanpa merasa nyeri dengan distansia inter-incisal lebih dari 40 mm
Pergerakan rahang yang baik ke segala arah
Restorasi oklusi seperti sebelum cedera
Sendi TMJ yang stabil
Simetri rahang dan wajah yang baik
Operatif
Indikasi
Absolute
Relatif
Non Operatif/konservatif
Indikasi
83
Oel. 2010
PANFASIAL FRAKTUR
Anatomi
Dalam penatalaksanaan, penting diingat mengenai buttress wajah, baik yang horizontal maupun vertikal, seperti gambar
berikut :
Definisi
Secara konseptual, fraktur panfasial mencakup 3 area wajah : tulang frontal, midface dan mandibula. Dalam prakteknya, jika
terdapat fraktur di dua area namun cedera yang terjadi cukup ekstensif, juga disebut fraktur panfasial
Etiologi
Cedera tumpul dengan energi tinggi yang mengenai tulang-tulang wajah. Mekanisme trauma meliputi kecelakaan kendaraan
bermotor, dan shattering forces seperti luka tembak
Diagnosis
Anamnesa
Riwayat trauma (mekanisme trauma,waktu, lokasi, arah serta berat-ringannya cedera)
Status mental dan kesadaran (untuk mengetahui adanya cedera intrakranial)
Gangguan fungsi (gangguan pada jalan napas, penglihatan, pendengaran, fungsi oklusi, dan gangguan saraf
cranial)
Pemeriksan fisik
Penatalaksanaan
Prinsip utama yang harus diketahui adalah
1. Urutan yang tepat dalam memperbaiki fraktur panfasial tidak sepenting membuat rencana untuk memposisikan
berbagai fragmen yang patah secara anatomis dan akurat
2. Tiga hal yang penting diingat adalah exposure, identifikasi fraktur dan fiksasi ke buttress wajah
3. Menjadikan tulang yang stabil sebagai patokan
Prosedur operasi
I. 2 approach klasik untuk managemen panfacial fraktur (Textbook of Peterson‟s principles of Oral & Maxillofacial
Surgery, Second edition)
- Bottom up inside out
- Top down & outside in
84
Oel. 2010
i. Unit oklusal (gigi-geligi, palatum, prosesus alveolaris maksila dan prosesus alveolaris
mandibula)
ii. Unit lower basal (ramus vertical mandibula dan korpus mandibula bagian basal).
b. Wajah bagian atas (Upper Face)
i. Unit frontal (tulang frontal dan temporal bagian atas, rima supraorbita, atap orbita dan sinus
frontal)
ii. Unit midfasial atas (zygoma di bagian lateral, area nasoethmoid di bagian sentral, dan bagian
dalam orbit bilateral)
2. Membagi wajah menjadi zona sentral dan lateral
3. Rekonstruksi mula-mula dilakukan di bagian sentral untuk menetapkan facial width bagian tengah
a. lebar midface di bagian superior ditentukan oleh area NOE
b. lebar midface bagian bawah ditentukan oleh arkus maksila dan palatum
c. lebar wajah inferior ditentukan oleh arkus mandibula.
4. Kemudian zona lateral dihubungkan dan distabilkan ke area sentral yang telah direkonstruksi.
a. Zona lateral ditentukan oleh frontal bar, arkus zygoma, eminensia malar dan angulus mandibula.
b. Tinggi wajah ditentukan oleh midface dan buttress os frontalis, buttress nasomaksilaris, arkus zygoma
dan mandibula mulai dari angulus sampai simfisis.
Pasang MMF setelah oklusi tercapai (dapat menggunakan dental model/wafer jika ada)
Perbaiki condylus
4. Repair midface
Perawatan Post Op
85
Oel. 2010
Diet
Fisioterapi/open mouth
Komplikasi
Early
Oedem
Hematom
Perdarahan
Dehiscence
Gangguan sensasi
Late
Defisit neurologis
Wajah melebar
Telekantus traumatik
Maloklusi
Kebocoran LCS
Anosmia
Kebutaan
86
Oel. 2010
REKONSTRUKSI
Rekontruksi Bibir
Bibir bawah
Bibir Atas
87
Oel. 2010
Karapandzic Flap
Estlander Flap
Abbe Flap
88
Oel. 2010
89
Oel. 2010
Hughes Flap
90
Oel. 2010
Rekonstruksi Hidung
Defek hidung
Kecil Kecil
(Kurang dari 1.5 cm) (Kurang dari 1.5 cm)
Paramedian Forehead
Flap
91
Oel. 2010
Rekonstruksi SCALP
Defek SCALP
< 3 cm 3 – 6 cm 6 – 9 cm >9 cm
Primary closure Full Thickness Scalp Multiple flap for Regional pedicled
Rotation- flap reconstruction flap (Trapezius,LD)
Advancement Flap (Orticochae)
(Local Flap) Free flap
Tissue expander
Orticochae Flap
92
Oel. 2010
LESI KULIT
93
Oel. 2010
94
Oel. 2010
HAND ANATOMY
A. Permukaan Tangan
B. Gerakan tangan
95
Oel. 2010
C. Tulang
I. Otot
1. Otot ekstrinsik ; origo berasal dari regio forearm dan insersio dari regio tangan
Dibagi menjadi 2 :
o Otot flexor
o Otot extensor
2. Otot intrinsik ; memiliki origo dan insersio di regio tangan
Dibagi menjadi :
o Kelompok thenar
o Kelompok hipothenar
o Adductor pollicis
o Lumbrical
o Interosseus muscle
1. Otot Ekstrinsik
1.1 Flexor
1.2 Extensor
96
Oel. 2010
2. Otot Intrinsik
Kelompok thenar
Abductor pollicis brevis
Opponens pollicis
Flexor pollicis brevis
Fungsi : pronasi, thumb anteposition, thumb palmar abduction
Adductor polilicis
Fungsi : adduksi ibu jari
Interosseus dan lumbrical
Fungsi : fleksi MCP joint, extensi IP joint, abduksi dan adduksi jari
Kelompok hipothenar
Abductor digiti minimi
Flexor digiti minimi
Opponens digiti minimi
Fungsi : abduksi jari 5
Zona tangan
97
Oel. 2010
RUPTUR TENDON
TENDON FLEXOR
Repair tendon
Fisioterapi
1. Immobilization program
2. Passive motion program (Kleinert dan Duran)
3. Early active motion program
98
Oel. 2010
TENDON EXTENSOR
Repair Tendon
Zona I,II,III : jika ruptur lebih dari 50 % dilakukan repair tendon dengan running suture
Zona IV keatas : bisa dengan core suture karena tendon sudah tebal
Fisioterapi
Zona 1 dan 2 karena tidak bisa pake core suture jadi rehabilitasi statik selama 6 – 8 minggu
Sisanya bisa dinamic splint
99
Oel. 2010
SYNDACTILY
Definisi
Kelainan bawaan berupa perlekatan antara dua jari atau lebih
Epidemiologi
Etiologi
Disebabkan oleh karena kegagalan mengalami diferensiasi hand plate
Perbedaan Acrosyndactili dengan syndactili
o Terminal interconnection
o Bukan hasil dari kegagalan diferensiasi tetapi segmen jari yang rusak kemudian mengalami terminal
fusion
Web normal jika tidak lebih dari setengah jarak antara head metacarpal dan head phalang proximal
Klasifikasi
Syndactily dapat dikelompokkan menjadi
Simple : perlekatan melibatkan soft tissue
Complex : perlekatan melibatkan soft tissue dan hard tissue
Complete : perlekatan sampai ke ujung jari
Incomplete : perlekatan tidak sampai ke ujung jari
Complicated : disertai dengan kelainan lain seperti clinodactily, camptodactily
Penatalaksanaan
Waktu operasi
Fungsi tangan sempurna antara bulan ke-6 sampai bulan ke-24
Semakin komplek sebaiknya semakin cepat juga operasi dilakukan,karena masih memerlukan prosedur-prosedur
operasi lainnya.
Sebaiknya dilakukan sebelum usia 2 tahun
Pengaruh terhadap anestesi menjadi pertimbangan juga
Prosedur operasi
Prinsip
Reverse zig-zag
Web ditutup dengan flap
Raw surface tutup dengan skingraft
100
Oel. 2010
Bandage ; pada anak sebaiknya dilakukan bandage sehingga dapat mencegah digunakannya tangan oleh anak
untuk memegang objek sehingga dapat menimbulkan kegagalan tindakan operasi.dipertahankan 2 s.d 4 minggu
Setelah bandage dilepas dapat dilanjutkan dengan pemasangan sarung tangan
Penggunaan K-wire dapat dilepas pada minggu ke -3
Memisahkan interdigiti web
Komplikasi
Defisit sirkulasi
Loss of digit
Infeksi
Graft dan flap gagal
Skar
Web terbentuk kembali
Cedera syaraf dan tendon
Stiffness
POLYDACTYLY
I : Distal bifid
II : Distal duplicated
III : Proximal bifid
IV : Proximal duplicated
V : Metacarpal bifid
VI : Metacarpal duplicated
VII : Triphalangeal
101
Oel. 2010
REPLANTASI TANGAN
Definisi
Perbedaan replantasi dan revaskularisasi ; istilah replantasi digunakan pada cedera dimana telah terjadi completely
amputated part sedangkan istilah revaskularisasi digunakan pada cedera incompletely amputated part. Kedua prosedur diatas
sama-sama dilakukan anastomosis terhadap pembuluh darah (arteri dan vena)
Klasifikasi
Indikasi
1. Sharp/clean cut
2. Thumb
3. Multiple digits
4. Hand,wrist,forearm dengan kontaminasi yang minimal
5. Single - digit pada anak
Kontra indikasi
Absolut
Relatif
1. Usia tua
2. Disertai avulsi pada jari
3. Prolonged warm ischaemia time
4. Kontaminasi masif
5. Gangguan psikologi
6. Single - digit amputation
Preservasi amputae : amputae dibungkus kassa steril lembab dengan ringer lactat, kemudian dibungkus dalam kantong
plastik dan ditempatkan dalam kontainer/bungkus yang berisi air es (suhu 4 0 C)
Ischemia Time
102
Oel. 2010
Penatalaksanaan
Tehnik replantasi : BEFANVS (Grabb and Smith‟s), ururtan ini tidak mutlak sesuai dengan preferensi ahli bedah
1. Bone
2. Extensor tendon
3. Flexor tendon
4. Arterial anastomoses
5. Nerve repair
6. Vein anastomoses
7. Skin
Komplikasi
1. Malunion non union
2. Joint stiffness
3. Tendon adhesi
4. Kontraktur otot
5. Sensibilitas jelek
103