Anda di halaman 1dari 11

1. Apakah perbedaan hemoglobinopati dengan thalassemia?

Hemoglobinopati adalah kelainan pada Hemoglobin (Hb), mencakup semua kelainan


genetik pada Hb. Dua kelompok utama yang termasuk di dalamnya adalah perubahan
struktur Hb yang menyebabkan varian Hb (varian utama adalah HbS, HbC dan HbE)
seperti anemia sickle cell dimana penderitanya mempunyai sel darah merah yang
berlainan bentuknya sehingga mengakibatkan konsentrasi oksigen yang dibawanya rendah.
Normalnya sel darah memiliki 2 rantai globin a (dengan 140 asam amino) dan 2 rantai
globin b (dengan 146 asam amino) namun pada anemia sickle cell satu rantai asam amino
yaitu asam glutamate digantikan oleh valin.
serta gangguan sintesis Hb yang dengan satu atau lebih rantai globin tersupresi secara total
atau parsial dan menyebabkan suatu kelainan yang disebut thalassemia.
Talasemia merupakan penyakit hemolitik herediter yang disebabkan oleh gangguan
sintesis hemoglobin di dalam sel darah merah. Talasemia terkait dengan kelainan jumlah
penyusun hemoglobin, sedangkan hemoglobinopati adalah kondisi yang terkait dengan
perubahan struktur hemoglobin. Dua abnormalitas ini menyebabkan kondisi klinis anemia
kronis dengan semua gejala dan tanda klinis, serta komplikasi yang menyertainya.
Hemoglobinopati/Talasemia yang paling sering dan bermanifest klinik adalah
HbE/Talasemia dan HbS/Talasemia. HbE adalah kelainan struktur rantai globin β
hemoglobin dimana kodon pada posisi 26 berubah dari CAG menjadi AAG (Asam
glutamat>Lisin). HbS, nama lainnya adalah Sickle Cells Disease (SCD), atau anemia sel
sabit adalah jenis Hemoglobinopati yang lain. HbS terjadi karena perubahan asam amino
pada kodon enam gen β globin (Asam Glutamat > Valin). HbE dan HbS adalah dua jenis
Hemoglobinopati yang endemik di Indonesia.
HbE/Talasemia adalah kombinasi mutasi yang prominen secara epidemiologi di Indonesia,
umumnya adalah HbE/Talasemia β. Sementara HbS/Thalassemia prevalensi kejadiannya
relatif lebih sedikit.
Secara klinis kelainan kombinasi merentang dari ringan sampai berat, dengan
kecenderungan di tingkat intermedia dan berat. HbE/IVS1-5 adalah jenis yang banyak
ditemukan dalam deteksi mutan di berbagai wilayah Indonesia.

Beberapa jenis Hemoglobinopati lain seperti Hb D-Punjab, Hb O-Arab, Hb G-Philadelphia,


Hb H, Hb Constant Spring, Hb Hasharon, Hb Korle-Bu, Hb Lepore, Hb M, dan beberapa
yang lainnya frekuensi kejadian dan kombinasi dengan Talasemia di Indonesia relatif
sangat sedikit. Efek klinis dari kombinasi mutan hemoglobinopati ini akan tergantung dari
Talasemia tipe alel jenis apa yang menyertai kelainan tersebut.

2. Apakah perbedaan terapi suportif dan terapi definitive pada thalassemia?


a. Terapi supportif
Terapi suportif adalah memberikan tata kelola agar pasien dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Terapi tidak dimaksudkan untuk menyembuhkan secara
penuh, mengingat penyebab genetik sampai saat ini belum bisa dilakukan substitusi
cacat genetik dengan genetik yang normal. Terapi suportif yang diberikan disesuaikan
dengan patologi utamanya yaitu pengobatan terhadap anemianya. Secara umum
tatalaksana yang dilakukan untuk pasien Talasemia adalah :
1) Pemberian transfusi darah adekuat
2) Pemberian kelasi besi
3) Suplementasi nutrisi (antioksidan)
4) Splenektomi atau pengangkatan limpa
5) Vaksinasi
6) Dukungan psikososial
b. Terapi definitif
Satu satunya jalan definitf adalah mengganti gen-gen mutan dalam sel-sel progenitor
eritrosit menjadi normal kembali. Beberapa alternatif terpai definitif yang sudah
dilaksanakan dan dalam tahap penelitian adalah cangkok sumsum tulang (Bone
marrow transplantation-BMT) dan terapi gen (genetic therapy).
BMT atau cangkok sumsum tulang adalah terapi yang memungkinkan penyandang
Talasemia tidak memerlukan transfusi rutin. Nama lain dari teknik ini adalah
hematopoietic stem cell transplantation/HSCT atau HCT. Pada teknik ini dilakukan
dengan melakukan penggantian sumsum tulang dari pendonor kepada pasien
Talasemia. Transplantasi ini memerlukan pengawasan dan pemilihan yang ketat
semenjak perencanaan, pelaksanaan, dan post transplantasi. Pasien Talasemia
diklasifikasikan sebelum pelaksanaan HCT sebagai pasien Kelas 1, 2 atau 3 berdasarkan
faktor risiko yang mempengaruhi hasil setelah HCT. Faktor-faktor risiko ini termasuk
diantaranya adalah usia pasien semakin muda >5 tahun lebih baik, kecukupan kelasi
besi, ada atau tidak adanya fibrosis hati, ada atau tidak adanya hepatomegali. Kelas 1
adalah mereka yang tidak memiliki faktor risiko; kelas 2, mereka yang memiliki atau 2
faktor risiko; dan kelas 3 adalah mereka yang memiliki semua faktor risiko.
Pendekatan terapi gen pada Talasemia adalah dengan melakukan harvesting sumsum
tulang dari pasien, kemudian sel-sel tersebut dilakukan kutlur dan pemeliharaan. Tahap
selanjutnya adalah dengan melakukan insersi gen yang normal ke kultur sel tersebut
dengan menggunakan perantara virus (umumnya adalah lentivirus). Hasil insersi gen
normal tersebut kemudian dilakukan transfusi kembali melalui jalur Intra Vena kepada
pasien. Pada pasien sebelum dilakukan transfuse kembali dilakukan terapi untuk
mengontrol efek immunologi yang dapat terjadi
.
3. Apa saja pertimbangan yang diperlukan ketika ingin melakukan tranfusi darah rutin?
● Kadar hemoglobin (Hb) <7 g/dl pada 2 kali pemeriksaan, dengan interval > 2 minggu
(tidak termasuk yang lainnya penyebab kontributor seperti infeksi) ATAU
● Kriteria klinis terlepas dari kadar hemoglobin: Hemoglobin > 7 g/dl dengan salah satu
dari berikut ini:
- Perubahan wajah : dahi yang menonjol, depresi dari jembatan hidung,
kecenderungan untuk kenampakan mata mongoloid, dan hipertrofi maxillae
yang cenderung mengekspos gigi atas (tonggos).
- Pertumbuhan yang buruk
- Fraktur
- Hematopoiesis ekstrameduler yang signifikan secara klinis.
Keputusan untuk memulai transfusi reguler jelas ketika kadar hemoglobin awal jauh
di bawah 7 g/dL. Jika hemoglobin turun di bawah 7 g/dL pada dua kesempatan,
dengan selang waktu dua minggu, maka transfusi teratur harus dimulai. Pasien
dengan kadar hemoglobin kurang dari 7 g/dL kadang-kadang mungkin
memerlukan transfusi reguler dengan adanya gangguan pertumbuhan, perubahan
tulang yang mencolok, atau hematopoiesis ekstrameduler. Keputusan untuk
memulai transfusi didasarkan pada ketidakmampuan untuk mengkompensasi
hemoglobin yang rendah (tanda-tanda peningkatan upaya jantung, takikardia,
berkeringat, makan yang buruk, dan pertumbuhan yang buruk), atau lebih jarang,
pada peningkatan gejala eritropoiesis yang tidak efektif (perubahan tulang,
splenomegali masif). Keputusan untuk melakukan transfusi rutin tidak boleh hanya
didasarkan pada adanya anemia. Keputusan untuk memulai terapi transfusi rutin
memerlukan masukan yang signifikan dari pasien, keluarga, dan tim medis. Faktor-
faktor yang perlu dipertimbangkan meliputi: pertumbuhan yang buruk;
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas dan kegiatan sehari-hari seperti
pergi ke sekolah dan bekerja; bukti disfungsi organ; bukti penyakit jantung;
hipertensi paru; dan perubahan tulang dismorfik. Bila keputusan transfusi rutin
tidak pasti maka dapat dipertimbangkan inisiasi transfusi rutin selama enam bulan.
Setelah enam bulan, transfusi dapat dihentikan dan pasien diobservasi untuk waktu
yang singkat untuk memberikan informasi kepada keluarga dan tim medis
mengenai manfaat klinis dan dampak psikologis dari transfuse.

4. Perbedaan thalassemia minor dan thalassemia mayor


Thalasemia mayor : Talasemia mayor adalah adalah keadaan klinis Talasemia yang paling
berat. Kondisi Talasemia mayor terjadi karena gen penyandi hemoglobin pada 2 alel
kromosom mengalami kelainan. Gejala Talasemia mayor secara umum muncul pada usia 7
bulan awal pertumbuhan bayi atau setidaknya pada bawah tiga tahun (batita). Gejala awal
adalah keadaan pucat pada kulitnya terlihat pada bagian telapak tangan, mata bagian
kelopak mata sebelah dalam, daerah perut, dan semua permukaan kulit. Lambat laun bayi
akan terlihat lebih lemas, tidak begitu aktif, dan tidak bergairah menyusu. Bayi akan
mengalami kegagalan untuk berkembang secara normal dan menjadi semakin pucat.
Beberapa masalah seperti diare, lemah, serangan demam berulang, dan pembesaran perut
progresif yang disebabkan oleh pembesaran limpa dan hati dapat menjadi alasan pasien
untuk datang ke pelayanan kesehatan. Gangguan pertumbuhan dan malnutrisi sering
dialami oleh pasien Talasemia mayor. Di beberapa negara berkembang, disebabkan
kurangnya sumber daya yang ada, gambaran klinis Talasemia ditandai dengan
keterlambatan pertumbuhan, pucat, ikterus, hipotrofi otot, genu valgum,
hepatosplenomegali, ulkus kaki, dan perubahan tulang yang disebabkan oleh perluasan
sumsum tulang. Tulang rangka akan mengalami perubahan struktur terutama pada tulang
panjang, perubahan khas daerah kraniofasial, dahi yang menonjol, depresi dari jembatan
hidung, kecenderungan untuk kenampakan mata mongoloid, dan hipertrofi maxillae yang
cenderung mengekspos gigi atas (tonggos).
Thalasemia intermedia : Sama seperti halnya Talasemia mayor, individu dengan Talasemia
intermedia terjadi akibat kelainan pada 2 kromosom yang menurun dari ayah dan ibunya.
Perbedaan ada pada jenis gen mutan yang menurun. Individu Talasemia mayor menurun 2
gen mutan bertipe mutan berat, sedangkan pada Talasemia intermedia 2 gen tersebut
merupakan kombinasi mutan berat dan ringan, atau mutan ringan dan mutan ringan. Onset
awitan atau kenampakan klinis dari Talasemia intermedia tidak se awal Talasemia mayor.
Diagnosis awal bisa terjadi pada usia belasan tahun, atau bahkan pada usia dewasa. Secara
klinis Talasemia intermedia menunjukkan gejala dan tanda yang sama dengan Talasemia
mayor, namun lebih ringan dari gambaran Talasemia mayor. Pasien intermedia tidak rutin
dalam memenuhi transfusi darah nya, terkadang hanya 3 bulan sekali, 6 bulan sekali atau
bahkan 1 tahun sekali.

Thalassemia minor : Talasemia minor bisa juga disebut sebagai pembawa sifat, traits,
pembawa mutan, atau karier Talasemia. Karier Talasemia tidak menunjukan gejala klinis
semasa hidupnya. Hal ini bisa dipahami karena abnormalitas gen yang terjadi hanya
melibatkan salah satu dari dua kromosom yang dikandungnya, bisa dari ayah atau dari ibu.
Satu gen yang normal masih mampu memberikan kontribusi untuk proses sistem
hematopoiesis yang cukup baik.

5. Tranfusi diberikan dalam jangka waktu berapa lama dan berapa kali?
Transfusi ini harus dilakukan sepanjang hidup bagi para penderita talasemia mayor dan
dilakukan secara berkala serta berkesinambungan dalam periode 4-5 minggu sekali,
disesuaikan dengan Hb pratransfusi. Pasien diharapkan melakukan transfusi kembali
sebelum Hb drop dibawah 8 mgdL, artinya bahwa pasien diedukasi untuk kembali
melakukan transfusi dengan Hb pretransfusi tidak kurang dari 9,5 mg/dL.

Transfusi umumnya harus diberikan dengan selang waktu tiga sampai empat
minggu (Pada pasien yang menua, transfusi setiap dua minggu mungkin
diperlukan). Transfusi harus dijadwalkan terlebih dahulu dan dilanjutkan sesuai
jadwal yang tetap. Hal ini memungkinkan pasien dan keluarga untuk rutin dan
akan meningkatkan kualitas hidup. Jumlah darah yang diterima pada hari transfusi
ditentukan oleh kadar hemoglobin sebelum transfusi. Transfusi harus diberikan
dalam pengaturan rawat jalan dengan tim transfusi berpengalaman yang
menggunakan tindakan pencegahan keamanan yang tepat (gelang identifikasi
pasien/darah).8
● Targetnya adalah untuk mempertahankan kadar hemoglobin sebelum
transfusi antara 9 dan 10 g/dL. 8 Target Hb setelah transfusi adalah di atas 10
mg/dL namun jangan lebih dari 14 mgdL.2
● Upaya untuk mempertahankan hemoglobin pra-transfusi di atas 10 g/dL
meningkatkan kebutuhan transfusi dan kecepatan pembebanan besi.
● Target kadar hemoglobin pra-transfusi yang lebih tinggi yaitu 11-12 g/dl
dapat digunakan untuk pasien dengan penyakit jantung, hematopoesis
ekstrameduler yang signifikan secara klinis adan untuk pasien dengan supresi
aktivitas sumsum tulang pada tingkat hemoglobin yang lebih rendah.

Bila keputusan transfusi rutin tidak pasti maka dapat dipertimbangkan inisiasi transfusi
rutin selama enam bulan. Setelah enam bulan, transfusi dapat dihentikan dan pasien
diobservasi untuk waktu yang singkat untuk memberikan informasi kepada keluarga dan
tim medis mengenai manfaat klinis dan dampak psikologis dari transfusi.

6. Bagaimana penatalaksanaan reaksi tranfusi berupa reaksi infeksi hepatitis B?


Pada pasien yang ditemukan HbsAg positif, tes berikut harus dilakukan: LFT(Liver Fuction
Test), HbeAg dan anti-Hbe, HBV-DNA.
Semua pasien talasemia yang membutuhkan pengobatan hepatitis B harus dikelola bersama
oleh: ahli gastroenterologi. Bank darah perlu diinformasikan untuk penelusuran donor
dalam mediasi transfuse infeksi.
Kriteria diagnostik dan pengobatan untuk infeksi hepatitis B kronis adalah sebagai berikut:
1. HBsAg positif > 6 bulan
2. DNA HBV serum > 20.000 IU/ml (10^5 kopi/ml) dalam kasus HBeAg positif,
serum HBV DNA > 2.000IU/ml (104 eksemplar/ml) pada kasus HBeAg negative

Tujuan utama pengobatan untuk Hepatitis B Kronis adalah penekanan jangka panjang dari
HBV-DNA viral load ke tingkat yang rendah dan sebaiknya tidak terdeteksi, serokonversi
HbeAg pada HbeAg positif subjek, dengan tujuan untuk mengurangi perkembangan
menjadi sirosis, gagal hati dan hepatoseluler karsinoma. Pengobatan harus dimulai sedini
mungkin dalam kasus penyakit hati yang akan datang atau nyata dekompensasi
● Interferon (IFN ) atau IFN Pegilasi
Untuk IFN konvensional, durasi pengobatan yang disarankan adalah 4 – 6 bulan untuk
HbeAg pasien positif dan setidaknya satu tahun untuk pasien HbeAg negatif. Untuk Peg-
IFN, durasi yang direkomendasikan adalah minimal 6 bulan untuk pasien HbeAg positif, 12
bulan untuk HbeAg pasien negatif
● Lamivudin
Lamivudine 100 mg setiap hari sangat dianjurkan jika ada kekhawatiran mengenai hati
dekompensasi/sirosis
Pada pasien HbeAg positif, pengobatan dapat dihentikan bila serokonversi HbeAg dengan
HBV-DNA yang tidak terdeteksi telah didokumentasikan pada 2 kesempatan terpisah
dengan jarak minimal 6 bulan kecuali ada bukti penyakit hati dekompensasi/sirosis hati.
Dalam HbeAg negative pasien, penghentian pengobatan tergantung pada kasus individu
dan harus diputuskan oleh ahli hepatologi/gastroenterologi.

Selama terapi, HbeAg dan HBV-DNA harus dipantau setiap 3 bulan. Pantau fungsi ginjal
jika adefovir digunakan.
Pada akhir terapi, Pantau ALT (Alanine Transaminase) dan HBV-DNA setiap bulan selama
3 bulan pertama untuk mendeteksi kekambuhan dini, kemudian setiap 3 bulan (untuk
pasien sirosis dan mereka yang tetap HbeAg/ HBV-DNA positif) sampai enam bulan.

7. Kapan pemeriksaan lab untuk tranfusi (fenotip ABO, dan tes darah untuk penanda virus
sept HBV,HIV dilakukan?
Pasien harus dilakukan pemeriksaan fenotip untuk ABO, Rh, Kell 44-46 Level II-3 Kidd ,
Duffy, MNSs 1 pada diagnosis atau sebelum transfusi pertama.
Semua pasien talasemia yang memulai transfuse harus menjalani tes darah untuk penanda
virus saat diagnosis atau sebelum transfusi pertama dan pada interval enam bulanan:
Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), antibodi Hepatitis C (Anti HCV) dan antibodi HIV
(Anti HIV).

8. Support psikologis seperti apa yang perlu diberikan?


Titik diagnosis
Orang tua akan mengalami serangkaian perubahan setelah anaknya didiagnosa
thalassemia (syok, penyangkalan, sedih/marah, adaptasi, reorganisasi) Salah satu perhatian
langsung mereka yang paling penting adalah mendapatkan informasi yang dapat
diandalkan. Mempelajari tugas tambahan yang terkait dengan merawat anak dengan
talasemia dapat membebani orang tua dan menyebabkan tekanan psikologis. Untuk
meminimalkan perasaan ini, dukungan psikologis yang efektif dari orang tua sekitar waktu
diagnosis harus mencakup:
Memberikan informasi yang diperlukan tentang thalassemia. Ini mungkin perlu diulang
beberapa kali untuk pemahaman penuh.
• Kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan berbagi keprihatinan.
• Kesempatan untuk bertemu dengan orang tua dari anak yang lebih besar yang
didiagnosis dengan talasemia, seperti: ini dapat membantu meningkatkan dukungan sosial
dan kepercayaan diri, sekaligus mengurangi perasaan
ketidakberdayaan dan keputusasaan.

Seiring bertambahnya usia anak-anak, mereka mungkin meminta informasi lebih lanjut
tentang transfusi atau prosedur medis invasif lainnya (mis., MRI). Menumbuhkan
kepercayaan, mengurangi ketidakpastian, mengoreksi kesalahpahaman, meningkatkan
keyakinan pada kemampuan mereka untuk mengatasi prosedur, dan meminimalkan
kesusahan adalah beberapa manfaat potensial dalam memberikan informasi awal tentang
prosedur untuk anak. Informasi pra-prosedur yang efektif harus mencakup:
• Penjelasan verbal yang sesuai dengan perkembangannya tentang apa yang akan dilihat,
didengar, dirasakan, dan dicium anak selama, sebelum, dan setelah prosedur.
• Informasi yang minimal mengancam, tetapi akurat, karena anak-anak yang diberi
informasi yang ternyata tidak benar (misalnya, “Anda tidak akan merasakan apa-apa”
padahal sebenarnya anak tersebut cenderung mengalami rasa sakit), lebih mungkin untuk
berkembang hubungan tidak percaya dengan orang tua mereka dan/atau tim medis, yang
dapat berdampak negatif pada interaksi di masa depan.
• Penggunaan alat bantu visual (misalnya, buku, gambar, model, video).
• Jika memungkinkan, permainan medis dapat membantu anak kecil memahami terapi
mereka
rejimen
• Waktu bagi anak untuk bertanya.

Karena anak-anak dengan thalassemia sering bolos sekolah untuk janji medis dan transfusi
(Gharaibeh 2009), yang dapat berdampak negatif pada fungsi sekolah (Thavorncharoensap
2010), orang tua harus didorong untuk mendidik sekolah tentang kondisi anak mereka dan
membuat rencana yang mendukung anak. ketika dia harus bolos sekolah. Lebih lanjut,
pasien talasemia mungkin rentan mengalami defisit kognitif. Jika ada kekhawatiran dari
orang tua atau sekolah, mungkin bermanfaat bagi pasien untuk berpartisipasi dalam
pengujian neuropsikologis untuk menilai kekhawatiran apa pun dan memberikan
rekomendasi yang dapat membantu mendukung potensi belajar pasien.

9. Apa beda TDT dan NTDT


Talasemia yang tidak bergantung pada transfusi (NTDT) adalah istilah yang digunakan
untuk pasien yang tidak memerlukan transfusi rutin seumur hidup untuk kelangsungan
hidup, meskipun mereka mungkin memerlukan transfusi sesekali atau bahkan sering dalam
pengaturan klinis tertentu dan biasanya untuk periode waktu tertentu (Gambar 1). NTDT
mencakup tiga bentuk klinis yang berbeda: -thalassemia intermedia, hemoglobinE/-
thalassemia (bentuk ringan dan sedang), dan –thalassemia intermedia (penyakit
hemoglobin H). pasien dengan NTDT mungkin masih memerlukan darah sesekali transfusi
selama infeksi, kehamilan, pembedahan, atau pengaturan dengan kehilangan darah akut
yang diantisipasi. Mereka mungkin juga membutuhkan lebih sering, namun sementara,
transfusi dikasus pertumbuhan atau perkembangan yang buruk selama masa kanak-kanak,
atau untuk pengelolaan komplikasi spesifik di masa dewasa.
Bentuk akut dari thalassemia adalah -thalassemia (TDT) yang bergantung pada transfusi,
juga dikenal sebagai -thalassemia mayor, yang ditandai dengan anemia berat. Pasien
dengan TDT memiliki gangguan produksi rantai -globin, sehingga mereka memiliki
pengurangan atau tidak adanya protein -globin5. Ini berarti bahwa mereka tidak mampu
membuat hemoglobin yang cukup untuk bertahan hidup, sehingga mereka kekurangan sel
darah merah yang berfungsi, yang menyebabkan kekurangan oksigen. Itu sebabnya mereka
membutuhkan transfusi darah secara teratur, beberapa sesering setiap dua hingga empat
minggu

10. Kenapa perlu pemeriksaan G6PD


Untuk menyingkirkan penyebab lain yaitu anemia hemolitik yang disebabkan defisiensi
G6PD. Penting untuk melengkapi riwayat medis terperinci mengenai faktor-faktor yang
dapat menurunkan hemoglobin sementara, termasuk penyakit virus, obat penekan
sumsum, atau paparan faktor lingkungan seperti timbal. Kekurangan nutrisi dalam asam
folat atau zat besi dapat memperburuk anemia. Mengoreksi defisiensi ini dapat
meningkatkan kadar hemoglobin yang cukup untuk meniadakan kebutuhan transfusi.8
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium pasien diperlukan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari anemia. Pengukuran kadar G6PD, feritin serum, kapasitas pengikatan
besi total, besi serum, dan folat sel darah merah harus dilakukan. Percobaan terapeutik
singkat zat besi (6 mg/kg/hari selama empat sampai delapan minggu) dan asam folat (1
mg/hari) diindikasikan jika ditemukan defisiensi laboratorium yang signifikan

11. Tingkat transfuse pemuatan besi mungkin sangat penting dalam memilih dosis chelator besi
yang tepat. Untuk misalnya, dosis yang direkomendasikan dari chelator deferasirox
sebagian didasarkan pada dosis harian atau tingkat tahunan pemuatan besi transfusi.

PATOFIS
Talasemia adalah kegagalan sintesis hemoglobin. Kegagalan mensintesis rantai alfa atau
beta merusak produksi fisiologis normal hemoglobin dewasa, hemoglobin A (α2 ,β2 ),
hemoglobin A2 (α2 ,δ2 ), dan hemoglobin F (α2 ,δ2 ). Konstruksi setiap hemoglobin normal
ini bergantung pada rantai alfa dan beta yang disintesis sebagai bagian dari tetramer
normal mereka. Ketika sintesis ini terganggu, hemoglobin terbentuk sebagai hasil dari
produksi rantai yang tidak seimbang yang secara negatif mempengaruhi rentang hidup
eritrosit. Selain itu, ada komplikasi multiorgan, pengembangan anemia mikrositik, dan
apusan darah tepi dengan banyak eritrosit dengan morfologi abnormal. Ada dua tipe utama
thalasemia, yaitu: thalasemia alfa dan thalasemia beta. Thalassemia alfa merupakan hasil
dari kehilangan gen. Setiap individu mewarisi empat gen alfa, dua dari ibu dan dua dari
ayah. Thalasemia alfa terjadi karena kehilangan satu atau lebih gen alfa. Sedangkan
thalasemia beta terjadi karena warisan gen beta yang rusak, baik dari satu orang tua
(heterozigot) atau dari kedua orang tua (homozigot). Pada tingkat molekuler, kerusakan
rantai beta merupakan hasil dari transkripsi RNA messenger yang salah

DIAGNOSIS

Anda mungkin juga menyukai