Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

THALASEMIA
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN II

DISUSUN OLEH :
RATIH RATNA SARI
182002028

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel


darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari )

Talasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada


anaknya. Anak yang mewarisi gen talasemia dari salah satu orang tua dan gen
normal orang tua lain adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi
gen talasemia dari kedua orang tuanya akan menderita talasemia sedang sampai
berat ( Muncie & Camphell,2009).

B. Klasifikasi Thalasemia

Thalasemia adalah group kelainan sintesa hemoglobin yang heterogen akibat


pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi thalasemia.
Secara klinis bisa dibagi menjadi 3 bagian:

a) Thalasemia minor / karier tanpa gejala (thalasemia trait)


Pada jenis ini, penderita memiliki satu gen normal dan satu gen bermutasi.
Keadaan yang terjadi pada seseorang yang sehat namun dapat mewariskan
gen thalasemia pada anak-anaknya thalasmeia minor sudah ada sejak lahir dan
tetap aka nada sepanjang hidup penderita. Penderita ini tidak memerlukan
transfuse darah dalam hidupnya.

b) Thalasemia intermedia
Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi
sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang
derajatnya tergantung dari mutasi gen yang terjadi.
c) Thalasemia mayor (Cooley’s Anemia)
Pada kondisi ini, kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika
berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
C. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin, dimana
terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Wong (2009) adapun tanda dan gejala thalasemia sebagai berikut:
a) Anemia progresif seperti adanya tanda-tanda hipoksia kronis, sakit kepala,
nyeri prekordial dan nyeri tulang, penurunan toleransi terhadap olahraga,
kegelisahan, dan anoreksia.
b) Ciri lainnya seperti postur tubuh kecil, maturasi seksual lambat, rona wajah
kelabu dengan bercak kecoklatan (jika tidak menjalani terapi kelasi)
c) Perubahan tulang (pada anak yang besar jika tidak diobati) seperti kepala
membesar, tulang frontal dan parietal menonjol, pangkal hidung datar atau
melekuk kedalam, dan penampakan oriental pada mata.
E. Patofisiologi
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-α dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal dewasa terdapat tiga jenis Hb, yaitu Hb
A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari dua rantai-α dan dua rantai-ß =
α2ß2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat
terjadi pada rantai-α (α-thalassaemia), rantai-ß (ß- thalassaemia), rantai-γ (γ-
thalassaemia), rantai-δ (δ-thalassaemia), maupun kombinasi kelainan rantai-δ
dan rantai-ß (ßδ- thalassaemia).
Pada thalassemia-ß, kekurangan produksi rantai-ß menyebabkan kekurangan
pembentukan HbA (α2ß2); kelebihan rantai- α ini akan berikatan dengan rantai-γ
yang secara kompensatoir menyebabkan Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah
besar di endapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat
eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis).
Pada talasemia-α, berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan
rantai non-α (ß, γ,atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan akan
membentuk agregat yang tidak stabil, yang merusak sel darah merah dan
prekursornya.
PATHWAY
F. Komplikasi
Menurut Sukri (2016) adapun komplikasi terkait thalasemia adalah :
a) Kelainan Tulang
Orang yang mengidap thalasemia akan mengalami kelainan tulang.
Disebabkan oleh pelebaran sumsum tulang yang berakibat tulang-tulang
membesar. Sehingga struktur tulang menjadi tidak normal. Gejala yang
paling tampak adalah pada bagian wajah dan kepala.
b) Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Penyakit thalasemia sering kali dibarengi dengan kerusakan sel darah. Sel
darah yang rusak dapat menyebabkan infeksi. Oleh karena itu, dalam tubuh
terdapat limpa yang berfungsi untuk menangkal infeksi dan materi sisa
yang tidak dibutuhkan dalam tubuh. Penderita Thalasemia tidak mampu
mengurai sel-sel darah yang rusak, karena limpa pada tubuh mengalami
pembesaran.
c) Kelebihan Zat Besi
Zat besi dibutuhkan untuk pembuatan sel darah merah. Akan tetapi, jika
jumlahnya berlebihan akan menyebabkan kerusakan liver, jantung, dan
sistem endokrin, yaitu kelenjar yang memproduksi hormone serta
melepaskannya didalam tubuh. Kelebihan zat besi ini merupakan salah
satu masalah utama Theller. Selain dari dalam tubuh penderita itu sendiri,
kelebihan zat besi juga dipicu oleh keseringan melakukan transfusi darah.
d) Pertumbuhan Tumbuh Kembang
Pengidap Thalasemia akan mengidap anemia akut. Akibatnya seseorang
khususnya anak-anak akan mengalami lambat pertumbuhan, dan bisa jadi
hal ini akan menunda masa pubertas.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit thalassemia, yaitu:
a) Darah tepi:
1) Hb, gambaran morfologi eritrosit
2) Retikulosit meningkat
b) Sumsum tulang (Tidak menentukan diagnosis)
c) Pemeriksaan khusus:
1) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total
2) Elektroforesis Hb: Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb17
3) Pemeriksaan pedigree: Kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan
trait (Carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
d) Pemeriksaan lain:
1) Foto Ro tulang kepala: Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: Perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penyakit thalassemia, yaitu :
a) Penatalaksanaan Terapeutik
1) Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata
memungkinkan aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum
tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan tulang-
tulang muka dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
2) Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC)
biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus
dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi
transfuse. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar (< 1 minggu dalam
antikoagulan CPD) walaupun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam
akibat transfuse lazim ada. Hal ini dapat meminimalkan dengan penggunaan
eritrosit yang di rekonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit
dan dengan pemberian antipiretik sebelum transfuse. Hemosiderosis adalah
akibat terapi transfuse jangka panjang, yang tidak dapat di hindari karena
setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak
dapat di ekskresikan secara fisiologis.
3) Siderosis miokardium merupakan factor penting yang ikut
berperan dalam kematian awal penderita. Hemosderosis dapat
diturunkan atau bahkan di cegah dengan pemberian parenteral
obat deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat di ekskresikan
dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang dipertahankan tinggi adalah perlu
ekskresi besi yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12
jam dengan menggunakan pompa portable kecil (Selama tidur), 5 atau 6
malam/minggu penderita yang menerima regimen ini dapat mempertahankan
kadar ferritin serum kurang dari 1000 ng/mL yang benar-benar dibawah nilai
toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian
dapat di cegah atau secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang
efektif, deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin.
Karena kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas (Agranulositosis,
artritis, arthralgia) obat tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat.
4) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly massif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya diperlukan karena
ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi
meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu operasi harus
dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di tunda selama
mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan
kebutuhan transfuse yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan
transfusi
melebihi 240 ml/ kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme
dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan splenektomi.
5) Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin
H influenza tipe B dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapkan serta
terapi profilaksis penisilin juga di anjurkan. Cangkok sumsum tulang (CST)
adalah kuratif pada penderita dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat,
meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak.
Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas serta
biasanya hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung
yang sehat (yang tidak terkena, yang histokompatibel).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Pada dasarnya keperawatan thalassemia sama dengan pasien anemia lainnya,
yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih. Masalah pasien yang
perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi (Pasien menderita anorexia), resik
terjadi komplikasi akibat transfuse yang berulang-ulang, gangguan rasa
aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit dan
cemas orang tua mengenai penyakit dan cemas orang tua terhadap kondisi anak.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan
thalassemia diantaranya membuat perfusi jaringan pasien
menjadi adekat kembali, mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitasnya,
memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat dan membuat keluarga dapat
mengatasi masalah atau stress yang terjadi pada keluarga.
Selain tindakan keperawatan yang di atas, perawat juga perlu
menyiapkan klien untuk perencanaan pulang, seperti memberikan informasi
tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kondisi fisik anak, jelaskan terapi yang diberikan mengenai dosis dan efek
samping, jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah, tekankan untuk
melakukan control ulang sesuai waktu yang ditentukan.
ASUHAN KEPERAWATAN

SECARA TEORI

1. Pengkajian
a. Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).
Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling
banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia
minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada
umur sekitar 4-6 tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia
jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia
mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan
dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan
ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia,
maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu,
konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk
mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core-ANC)
Selama masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko
yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan
diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum : Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta
tidak selincah anak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar,
dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut, Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa
dan hati ( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak
anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada penyakit Thalasemia yaitu :

1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pernurunan kosentrasi


hemoglobin (D.0009).
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru (D.0005).
3) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan) (D.0032)
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) :
1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pernurunan kosentrasi
hemoglobin
Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Observasi
o Periksa sirkulasi perifer (misnadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
suhu, ankle branchial index)
o Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
o Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas

Terapeutik
o Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan perfusi
o Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
o Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
o Lakukan pencegahan infeksi
o Lakukan perawatan kaki dan kuku
o Lakukan hidrasi
Edukasi
o Anjurkan berhenti merokok
o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
o Anjurkan menggunakan obat penurun tekakanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
o Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
o Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
o Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
o Anjurkan program rehabilitasi vaskular
o Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
o Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
o Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
o Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne Stokes, Biot, ataksik0
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan napas
o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor nilai AGD
o Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan)
Konseling Nutrisi (I.03094)
Observasi
o Identifikasi kebiasaan makan dan perilaku makan yang akan diubah
o Identifikasi kemajuan modifikasi diet secara reguler
o Monitor intake dan output cairan, nilai hemoglobin, tekanan darah, kenaikan
berat badan, dan kebiasaan membeli makan
Terapeutik
o Bina hubungan terapeutik
o Sepakati lama waktu pemberian konseling
o Tetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang realistis
o Gunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan
asupan makanan
o Pertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi
(mis. Usia, tahap pertumbuhan dan perkembangan, penyakit)
Edukasi
o Informasikan perlunya modifikasi diet (mis. Penurunan ata penambahan berat
badan, pembatasan natrum atau cairan, pengurangan kolesterol)
o Jelaskan program gizi dan persepsi pasien terhadap dietyang diprogramkan
Kolaborasi
o Rujuk pada ahli gizi, jika perlu
TINJAUAN KASUS

Kasus :

Balita perempuan berusia 3 tahun dirawat di ruang anak dengan keluhan lemah, dan
pucat. Pengkajian di dapatkan :

- Anak merasa sesak nafas


- Sulit makan
- Konjungtiva anemis
- Teraba limfa
- N : 80x/menit
- RR : 28x/menit
- CRT : >3 detik
- Hb : 6 gr/dl

Data Etiologi Problem


Ds : balita usia 3 tahun Penurunan konsentrasi Perfusi perifer tidak
dengan keluhan lemah, hemoglobin efektif
pucat
Do :
- warna kulit pucat
- CRT >3 detik
- Hb : 6 gr/dl
Ds : anak merasa sesak posisi tubuh yang Pola napas tidak efektif
napas menghambat ekspansi
Do : pola napas paru
abnormal (takipneu)
RR : 28x/menit
Sulit makan Faktor psikologis Risiko defisit nutrisi
(keengganan untuk
makan)

Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin, ditandai dengan :
Ds : balita usia 3tahun dengan keluhat lemah, pucat
Do : warna kulit pucat, CRT >3 detik, nadi 80x/menit, Hb 6 gr/dl
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan osisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru, ditandai dengan :
Ds : anak merasa sesak napas
Do : pola napas abnormal (takipneu)
RR : 28x/menit
c. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan
untuk makan) ditandai dengan sulit makan
Intervensi/ Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


Keperawatan
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan asuhan keperawatan -Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi
dengan penurunan selama 3x24 jam perifer, edema, pengisian kapiler,
konsentrasi diharapkan perfusi warna, suhu, ankle branchial index)
hemoglobin, perifer kembali efektif. -Identifikasi faktor resiko gangguan
ditandai dengan : sirkulasi
Kriteria Hasil :
Ds : balita usia -Monitor panas, kemerahan, nyeri
-warna kulit pucat cukup
3tahun dengan atau bengkak pada ekstremitas
menurun
keluhat lemah, Terapeutik
pucat -Hindari pemasangan infus atau
-pengisian kapiler
Do : warna kulit pengambilan darah diarea
membaik
pucat, CRT >3 keterbatasan perfusi
detik, N: 80x/menit, -Hindari pengukuran tekanan darah
Hb 6 gr/dl pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
-Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
-Lakukan pencegahan infeksi
-Lakukan perawatan kaki dan kuku
-Lakukan hidrasi
Edukasi
-Anjurkan berhenti merokok
-Anjurkan berolahraga rutin
-Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
-Anjurkan menggunakan obat
penurun tekakanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
-Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
-Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat beta
-Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
-Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
-Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
-Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan tindakan keperawatan -Monitor frekuensi, irama,
dengan posisi tubuh selama 2x24 jam kedalaman, dan upaya napas
yang menghambat diharapkan pola napas -Monitor pola napas (seperti
ekspansi paru, membaik bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
ditandai dengan : Kussmaul, Cheyne Stokes, Biot,
Kriteria Hasil:
Ds : anak merasa ataksik)
sesak napas -Monitor kemampuan batuk efektif
-frekuansi napas cukup
Do : pola napas -Monitor adanya produksi sputum
menurun
abnormal -Monitor adanya sumbatan jalan
-pola napas membaik
(takipneu) napas
-Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
RR : 28x/menit
-Auskultasi bunyi napas
-Monitor saturasi oksigen
-Monitor nilai AGD
-Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
-Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
-Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
-Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
-Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Risiko defisit Setelah dilakukan Observasi
nutrisi berhubungan tindakan keperawatan -Identifikasi kebiasaan makan dan
dengan faktor selama 3x24 jam perilaku makan yang akan diubah
psikologis diharapkan nafsu makan -Identifikasi kemajuan modifikasi
(keengganan untuk meningkat. diet secara reguler
makan) ditandai -Monitor intake dan output cairan,
Kriteria Hasil :
dengan sulit makan nilai hemoglobin, tekanan darah,
kenaikan berat badan, dan
-keinginan makan
kebiasaan membeli makan
meningkat
Terapeutik
-asupan makan
-Bina hubungan terapeutik
meningkat
-Sepakati lama waktu pemberian
-stimulus untuk makan
konseling
meningkat
-Tetapkan tujuan jangka pendek
dan jangka panjang yang realistis
-Gunakan standar nutrisi sesuai
program diet dalam mengevaluasi
kecukupan asupan makanan
-Pertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan gizi (mis. Usia, tahap
pertumbuhan dan perkembangan,
penyakit)
Edukasi
-Informasikan perlunya modifikasi
diet (mis. Penurunan ata
penambahan berat badan,
pembatasan natrum atau cairan,
pengurangan kolesterol)
-Jelaskan program gizi dan persepsi
pasien terhadap dietyang
diprogramkan
Kolaborasi
-Rujuk pada ahli gizi, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Tunnaim, N. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
THALASEMIA DI RUANG RAWAT MELATI RSUD ABDUL WAHAB
SJAHRANIE SAMARINDA.

Widia, S. (2020). Modul Keperawatan Anak II : Asuhan Keperawatan Pada Anak


dengan Thalasemia. Diakses pada 23 November 2020 pada
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/95002/mod_resource/content/25/Mo
dul%20Pertemuan%208.pdf

SDKI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Keperawatan. Jakarta

SIKI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta

SLKI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai