Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS SEMINAR

PRAKTIK PROFESI KDP


MCI

Dosen Pembimbing:

Disusun oleh:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES AL- INSYIRAH
PEKANBARU
2022
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Thalasemia diturunkan dari orang tua kepada anaknya melalui gen.
Jika kedua orang tua adalah pembawa sifat thalasemia ada kemungkinan
50% anak pembawa sifat thalasemia (minor) sedangkan 25% menderita
thalasemia mayor dan 25% lagi anak akan normal. Namun, bila salah satu
dari orang tua pembawa sifat, dan satunya lagi normal, maka kemungkinan
50% anak menjadi pembawa sifat thalassemia sedangkan 50% lagi
kemungkinan anak akan normal (Supriyanti & Mariana, 2019).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
konsidi sel darah merah mudah rusak atau umumnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang dan infeksi berulang (Hidayat, 2017).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan
hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan (Ngastiyah, 2014).
Sehingga dapat disimpulkan oleh penulis bahwa thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik ditandai dengan kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah yang mana umur eritrosit menjadi pendek
antara < 100 hari atau <120 hari.

B. Klasifikasi
Menurut Tarwoto dan Wartonoh (2008) thalasemia secara klinis
terbagi menjadi 3 golongan yaitu: Thalasemia mayor, minor dan
intermediet. Thalasemia mayor dimana tidak dapat membentuk hemoglobin
dengan cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan

1
dalam tubuh dan memerlukan transfusi darah rutin sedangkan thalasemia
intermediet masih bisa produksi sedikit rantai Hbβ sehingga anemia sedang
sampai berat, thalasemia minor disebut juga carrier, sering tanpa adanya
gejala.

C. Etiologi
Menurut Yuliastati & Nining (2016) Sebagian besar penderita thalassemia
terjadi karena faktor turunan genetik pada sintesis hemoglobin yang
diturunkan oleh orang tua. Sementara menurut Ngastiyah (2006) penyebab
kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(Hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukkan yang disebabkan oleh gangguan structural pembentukkan
hemoglobin (Hemoglobin abnormal) misalnya pada Hbs, HbF, HbD dan
sebagainya, selain itu gangguan jumlah (Salah satu faktor penyebabnya)
rantai globin seperti pada thalassemia.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari thalassemia, yaitu (Huda & Kusuma, 2016) :
a. Thalassemia Minor: Tampilan klinis normal, splenomegaly dan
hepatomegaly ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid
stipples ringan sampai sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot,
anemia ringan, MCV rendah.
b. Thalassemia Mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru
berumur kurang dari 1 tahun, tanda dan gejala yaitu:
1) Lemah, pucat
2) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus,
penebalan tulang tengkorak, splenomegaly, ulkus pada kaki dan
gambaran patogonomik “Hair on end”
3) Berat badan kurang
4) Tidak bisa hidup tanpa tranfusi
c. Thalasemia Intermedia

2
1) Tingkat keparahannya berada diantara thalassemia minor dan
thalassemia mayor: masih memproduksi sejumlah kecil Hbα
2) Tidak tergantung pada transfusi
Gejala khas adalah:
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering di transfuse, kulitnya
menjadi kelabu penimbunan besi.

E. Patofisiologi
Normal hemoglobin dalam tubuh terdiri dari dua polipeptia rantai α
dan dua rantai β. Pada penderita thalassemia tidak adanya atau kurangnya
rantai β dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritorsit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai α, tetapi rantai β memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini
menjadi ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolysis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantia α ditemukan pada thalassemia β dan kelebihan
rantai β dan gamma ditemukan pada thalassemia α. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin
intraeritrositik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida α dan β, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolysis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi sumsum tulang
memproduksi sel darah merah yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada sumsum tulang, produksi sel darah merah di luar menjadi eritropoitin
aktif. Kompensator produksi sel darah merah secara terus menerus pada
suatu dasar kronik dan dengan cepatnya destruksi sel darah merah,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi
dan destruksi sel darah merah menyebabkan sumsum tulang menjadi tipis
dan mudah pecah atau rapuh.

3
F. Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit thalassemia, yaitu: ( Huda &
Kusuma, 2016)
a. Darah tepi:
1) Hb, gambaran morfologi eritrosit
2) Retikulosit meningkat
b. Sumsum tulang (Tidak menentukan diagnosis):
c. Pemeriksaan khusus:

4
1) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total
2) Elektroforesis Hb: Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb
3) Pemeriksaan pedigree: Kedua orang tua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (Carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total)
d. Pemeriksaan lain:
1) Foto Ro tulang kepala: Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: Perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penyakit thalassemia, yaitu ( Huda & Kusuma,
2016):
a. Penatalaksanaan Medis
1) Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl.. Mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif
yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka dan meminimalkan
dilatasi jantung dan osteoporosis
2) Kelasi besi harus segera diberikan ketika kadar feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferrin lebih dari 50% atau
sekitar setelah 10 sampai dengan 20 kali pemberian transfusi darah.
Kelasi besi yang sering digunakan yaitu secara parental namun
memiliki keterbatasan terutama dalam biaya dan kenyamanan anak.
3) Terapi hipertransfusi mencegah splenomegaly masif yang disebabkan
oleh eritropoesis ekstra medular. Namun splenektomi akhirnya
diperlukan karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme
sekunder.
4) Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita dan telah
terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang
telah menerima transfusi sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa

5
cukup resiko morbiditas dan mortalitas serta biasanya hanya digunakan
untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang sehat.

b. Pencegahan keperawatan
Penyakit thalasemia yang ditimbulkan oleh kelainan genetik
merupakan masalah kesehatan yang penting karena akan terbawa seumur
hidup dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu
kesehatan anak perlu dipikirkan sejak masa dalam kandungan, sehingga
akan menghasilkan generasi yang sehat dan cerdas serta tidak mengalami
kondisi kronis yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang lama
serta memakan biaya yang besar.
Pada dasarnya keperawatan thalassemia sama dengan pasien anemia
lainnya, yaitu memerlukan perawatan tersendiri dan perhatian lebih.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan nutrisi, resiko
terjadi komplikasi akibat transfuse yang berulang-ulang, gangguan rasa
aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
dan cemas orang tua mengenai penyakit dan cemas orang tua terhadap
kondisi anak. Untuk itu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
terhadap pasien adalah mengatasi masalah yang muncul pada pasien.

6
DAFTAR PUSTAKA
Adyanti, H. E., Ulfa, A. F., & Kurniawati. Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Thalasemia di Paviliun Seruni RSUD Jombang: Studi Literatur.
Jurnal EDUNursing, 4(1): 17-23
Brunner & Suddarth. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 12.
Jakarta: EGC.
Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Hidayat. (2017). Definisi Thalasemia. PT NUCLEUS PRECISE
Nanda. (2016). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC
Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis & Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction
Salamatussa’diyah, A. (2020). Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan
Thalasemia yang Dirawat di Rumah Sakit. Karya tulis ilmiah. Samarinda
Sausan, N. R. (2020). Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Thalasemia
yang Dirawat Di Rumah Sakit. Karya tulis ilmiah. Samarinda
Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever. (2010). Textbook Of Medical Surgical
Nursing Volume 3. America: Library of Congress Catologin
Sudoyo, Aru.,et al.. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publising.
Supriyanti, S. I., & Mariana, M. R. (2019). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kepatuhan Tranfusi pada Pasien Thalasemia. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan Indonesia, 9 (2)
Tunnaim, N. (2019). Asuhan Keperawatan Anak dengan Thalasemia di Ruang
Rawat Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Karya tulis
ilmiah. Kalimantan Timur.
Yuliastati, & Nining. (2016). Keperawatan Anak Komprehensif. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai