Anda di halaman 1dari 9

Kampung Halamanku

Wanita itu adalah seorang mahsiswi semester akhir jurusan pariwisata di salah satu
Universitas ternama di Jakarta, dia sudah sekitar tiga tahun tidak pernah pulang ke negeri melayu
ini, ini dia lakukan untuk membangun banteng pertahanan apabila suatu saat dia bekerja jauh,
wanita ini bisa menahan rasa rindunya kepada orang tuanya, terutama seseorang yang ada di
dalam hatinya, Tapi prinsipny itu masih goyah disaat kampus mengumumkan libur semester dan
dia memutuskan untuk pulang ke Riau negeri melayu tercinta.
Sore hari ketika mendung meghampirinya, angkin berhembus dengan kencang seakan
memberikan kabar bahwasanya akan turun hujan lebat sore itu. Jam menunjukkan pukul 16:25
wib dibandara Sultan Syarif Qasim di Pekanbaru, terlihat wanita itu yang berparas tinggi
semampai dan mengenakan jibab bewarna coklat, wajahnya yang cantik serta dagu bak lebah
bergayut tertutup oleh ekspresi marah diwajahnya. Sambil mondar mandir dia terus mencoba
menghubungi seseorang yang tidak tau kapan tibanyanya.
Tidak lama dari itu, datanglah seorang laki-laki yang berkulit sawo matang datang tergopoh-
gopoh menghampirinya.

“Fitri !”, lelaki itu memanggil wanita itu dengan nama tersebut
“Maaf ya terlambat, sebenarnya aku kesini bukan mau menjemputmu, aku cuman mau bilang
kalau hubungan kita yang 5 tahun ini kita akhiri saja ya ?”

Fitri dengan muka marahnya langsung meneteskan air mata, seakan tidak percaya dengan
apa yang baru didengarnya.
“Mas Andi kamu bicara apa ?, bercandakan?, memang aku salah apa, aku kan baru pulang dari
Jakarta, kamu bikin kejutan ya buat aku ?”

Lalu, sambil memegang pundak Fitri, laki-laki yang yang bernama Andi tersebut
mengatakan :
“Sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan ini, aku rasa kita kurang cocok sehingga kita
saling bertengkar, dan aku sebenarnya sudah dua bulan ini menjalin hubungan dengan Shinta,
adik kelas waktu kami sekolah di SMA N 1 Siak Dulu”.
Laki-laki yang Fitri panggil mas Andi tersebut terus berbicara tanpa memberikan
kesempatan kepada Fitri untuk bertanya atau meminta penjelasan apa yang dikatakanya.
“Oh ya Fitri, aku tadi cuman mau bilang itu, sekarang aku pergi dulu ya ?... Shinta sudah
menunggu di parkiran motor, mau hujan pulak sekarang, aku tinggal dulu ya ? maaf ngak bisa
ngantar sampai ke Siak, titip salam ya untuk ayah ibumu”.

Dengan tanpa ada rasalah bersalah Andi berjalan membelakngi Fitri dan pergi
meninggalkannya menuju ke parkiran motor. Fitri yang berdiri terdiam mematung, dan merasa
seperti tersambar petir di jantungnya seperti dihunus tombak terasa sakit tapi tidak berdarah,
ingin berteriak dan menangis sekuat-kuatnya, karena laki-laki yang dia harapkan menjemputnya
dengan sambutan hangat malah mencampakkanya. Sambil mengusap air matanya, Fitri mencoba
menelfon nomer travel yang bisa mengantarkannya sampai ke negeri matahari Timur tersebut.
Selang waktu 1 jam travelpun datang dan Fitri dengan perasaan masih kacau langsung masuk
kedalam mobil

“Bang biasa ya ?” kata Fitri kepada supir travel tersebut.


“Oke”, kata sang supir tersebut

Saat diperjalanan Fitri haya terdiam dan menatap kelurar jendela mobil, pandanganya
menembus keluar nan jauh disana, pandanganya sangatlah dalam, sedalam si Sungai Jantan.
Selang beberapa jam sampailah Fitri di rumah orang tuanya, tanpa memanggil atau mencari
orangtuanya Fitri langsung masuk kerumahnya yang berbentuk bak seperti Rumah Adat Selaso
Jatuh Kembar.
Ketika malam tiba Fitri keluar kamar didapatinya adiknya yang sedang mengaji Al-
Qur’an dengan nada yang indah dan menyejukkan hati bagi pendengrnya lalu berjalan mendekat,
Fitri duduk dengan kaki dilipat seperti tasyahud dalam sholat, serta kain sarung dia gunakan
memaksa kaki nya untuk bertekuk mengikuti adat. Setelah beberapa saat, adek Fitri selesai
membaca al – Qur’an.

“Risna ?, makin bagus bacaanya”, Fitri memanggil wanita yang membaca Al-Qur’an tersebut
dengan sebutan Risna, Karen memang Risna adalah adik bungsu dari Fitri.
“He He… kakak bisa saja, kakak jam berapa pulang ?”, mamak pulang malam nanti karena ada
acara Siak Bermadah didekat Sungai jantan itu, didepan istana Asserayah al hasyimiyah”. Kata
Risna

“hoo… gitu ya, barusan kakak baru mau bertanya”, kakak sampai di rumah waktu maghrib
tadi”.

Sambil terus bercerita kedua kakak beradik tersebut tidak menyadari bahwa hari sudah
malam, dan Fitri sudah tidak kuat menahan kantuk di matanya, lalu dia permisi ke Risna mau
siap-siap untuk tidur. Malam terasa pendek ketika hujan turun di malam hari, dan membuat
badan merasa dingin serasa di timpa es dari kutub yang dinginnya tidak tertahankan.
Tik.. tok...tik..tok...tik...tok.....jam terus berputar menunjukkan jam 4:33, menandakan
waktu subuh yang menandakan waktu subuh didaerah Siak terlah tiba, dari sejuknya di waktu
subuh dan pekatnya embun terdengar suara adzan

“allaahu akbar, allaahu akbar”


“allaahu akbar, Allaahu akbar”

“asy-hadu allaa ilaaha illallaah”


“asy-hadu allaa ilaaha illallaah”
“asy-hadu anna muhammadar rasuulullah”
“asy-hadu anna muhammadar rasuulullah”

“hayya 'alash shalaah”


“hayya 'alash shalaah”

“hayya 'alal falaah”


“hayya 'alal falaah”

“allaahu akbar, allaahu akbar”


“allaahu akbar, Allaahu akbar”
“laa ilaaha illallaah”

Adzan dari masjid yang terdengan sangat merdu dan sungguh enak di dengar telinga,
ketika matahari mulai naik, didesa ini yang mulanya sepi dan sunyi, yang awalnya hanya
terdenga suara jangkrik dan katak yang saling bersahutan, kini mulai riuh saling bersahutan
berubah menjadi suara orang yang lalu lalang, dari balik embun, terlihat sawah yang
membentang luas dan mulai menunjukkan bulir-bulir padi yang kian menguning, dan jika pada
waktunya bulir bulir itu akan makin berisi dan makin menunduk.
Disini desa tersebut dikenal dengan desa mempura, desa ini terdapat di Siak Sri
Inderapura yang terkenal dengan istana Asserayah al hasyimiyah, bahkan bayak ahli sejarah
menyebutnya istana negeri matahari timur, serta indahnya tepian sungai jantan yang kini menjadi
tempat wisata yang indah dan memiliki arsitektur yang moderen dan airnya tenang.

“kak Fit ! temankan Risna ke pelelangan yuk, ditepi sungai jantan itu, edekat dermaga ?”, kata
Risna kepada kakaknya
Fitri tidak menoleh dan terus menatap halaman rumahnya tanpa berkedip, pandanganya tembus
ke ruang yang entah kemana arahnya.
“kak ?,risna memanggil lagi dengan lembut sambil memegang bahu Fitri dan dengn ekpresi
terkejut langsung memandang kerarah belakang dan menatap siapa yang memengang pundaknay
itu.

“eh... kak Ris, ngapo ..?”


“terkejut kakak”.
Sambil menarik senyum dibibirnya yang masih pucat karena belum memakai Lipstik Risna
menarik tangan kakanya

“Ngapo pulak, dah siang ni, Sarapan yok?, Nanti antarkan Risna ke pelelangan dekat dermaga
itu, mamak tadi nyuruh Risna kesana, sekalian ajak kakak yang asik termenung dekat sini, nanti
ada pangeran lewat baru tahu rasa”.
Fitri dengan tersenyum manis mulai bangun dari duduknya dan langsung lari kebelakang,
dan tidak lupa mencubit tangan kakanya itu seraya berkata
“Ayok, macam mak-mak rempong lah kakak ni, cerewet betul”
lalu kak Risna juga mengikuti jalan kearah dapur untuk sarapan.

Setelah sarapan keduanya bersiap-siap untuk ke pelelangan, sambil menenteng tasnya


kak fitri dan Risna adiknya pun berangkat. Dalam waktu lima menit kakak beradik tersebut telah
sampai ke dermaga, dilihatnya banyak macam-macam ikan segar disana
“Kak Fit, kakak mau ikan apa ? rezeki kakak ni, ada banyak sekali jenis ikanya” kata Risna
bertnya kepada kakaknya.

“Eh… iya ya, banyak, tengok lah itu, ada ikan selais, dek beli ikan patin saja dua kilo nanti
dimasak asam pedas pasti sedap”.

Setelah membeli ikan, pandangan Fitri tertuju pada rumah warga yang dekat dermaga itu,
rumahnya seperti megapung di atas air, dengan tiang-tiang yang panjang, terlihat pula banyak
para lelaki tua ataupun muda membersihkan kapal pompon mereka, sada pula yang sudah
mempersiapkan sampan kayunya untuk berangkat mencari ikan.

“Kak, ayok pulang?”, Risna berkata kearah kakaknya.

Tanpa berfikir panjang Fitri pun, mengikuti langkah adiknya itu, dan sesampainya di
rumah fitri mendapati ayah dan ibunya duduk di depan teras rumahnya, sampil tersenyum Fitri
pun menyetuh bersalam tangan dengan ayah ibuny
“kemana tadi malam bu ?, lama kakak nunggu ibu tak balek-balek”
“Ibu nengok Siak bermadah itu ha, dekat tepi sungai itu, cantik kali orang yang nari zapin tu,
pandai pulak menarinya, ibu kalau masih muda pasti mau jadi penari macam mereka itu, eh…
semalam pulang kenapa tidak diantar si Andi tu ?”, kata ibu Fitri

“Semalam mas Andi datang ke bandara, kira Fitri mau jemput, eh pulak dia datang cuman mau
bilang putus sama Fitri, lebih parahnya dibawa pulk cewek itu kebandar dan tanpa rasa bersalah
dia pergi, tapi dia titip salam buat ayah ibu…. Bu kenapa bertanya itu pulak, ish ibu ni, masalah
tari zapin itu jiwa muda mulai tumbuh lagi ke ?, bu tari zapin itukan termasuk warisan budaya
kita kan, kenapa bisa macam itu bu ?’, fitri bertanya

“O..o…..macam tu, kalau tak jodoh nak macam mana lagi, tak udah risau nanti ibu minta tolong
pak ngah kamu untuk carika jodoh, ha…ha…ha.., untuk jawab soalan kakak masalah tari zapin
itu sebentar ya, Risna… Ris, kesini sekejap, coba engkau jelskan samam kakak tari zapin itu”.
“kebetulan kan adek mu Risna sekarang sudah resmi ikut gambung di sanggar tari Temasek itu”
ayah Fitri menambahkan.

“Pantaslah, dia kurus sekarang rupanya sedang belajar tari ya ?” sahut Fitri

“He he he, iya kak, dan setengah tahun dah Risna ikut sanggar tu, biar nanti kalau ada acara Siak
bermadah ibu kan bangga dapat nengok risna menari zapin”, jawab Risna sambil meletakkan kue
bolu kemojo pandan dan laksmana mengamuk dedekat tempat mereka duduk.

Risna pun sambil menceritakan bahwasany dulu menurut sejarah, tari Zapin dibawa oleh
para pedagang Arab dari Yaman yang singgah ke Istana Siak. Tarian Zapin adalah gerakan kaki
yang berulang-ulang. Pada mulanya, tarian ini diperankan oleh para penari laki-laki setelah
menyelesaikan kegiatan mengaji di Istana Siak. Seiring bergulirnya waktu, tari Zapin dibawakan
juga oleh wanita dan berpasang-pasangan. Meskipun demikian, kearifan lokal dalam tarian ini
masih terjaga. Hal ini tampak pada sikap sopan santun yang terjaga dari para penari karena tari
Zapin tidak hanya sebatas hiburan, namun sebagai persembahan dan sambutan selamat datang
kepada para tamu yang berasal dari kalangan istana, para ulama, para cendekiawan, dan
masyarakat umum. Oleh karena itu, penari Zapin harus berpakaian tertutup, tidak berlenggak-
lenggok, serta menggunakan hiasan yang tidak mencolok pada akseseoris dan wajah.

“Kakak mau besok ikut ke sanggar Temasek sama Risna, kebetulan kakak 2 minggu lagi balek
ke Jakarta kan ?”
Sambil tersenyun Fitri pun mengnggukkan kepalanya, setelah sore hari Risna mengajak
kakaknya yang sudah lama tidak pulang kampung itu untuk jalan-jalan, dengan menggunakan
sepeda motor, tempat pertama yang di datangi adalah jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah,
Fitri melihat jembatan yang megah itu dengan takjub.
Jembatan itu dihiasi warna-warna hijau, kuning, dan merah, perpaduan warnanya sangat indah
dan cantik dipandang mata, sambil melintasi jembatan terlihat di sungai jantan itu kapan-kapal
tengker membawa muatanya, sejarah telah mencatat bahwa sungai jantan merupan sungai
terdalam di Indonesia, dengan kedalaman 30 meter, walaupun sekarang sudah terjadi
pendangkalan, dan dahulu sungai Jantan ini juga digunakan kapal-kapal kerajan untuk membawa
peti kemas kerajaan.
Setelah melewati jembatan yang lebih sering dikenal jembatan Siak itu, terlihatlah
disebelah kanan jalan tampak masjid yang kokoh berdiri, masjid itu diberi nama Islamic center
Siak Sri Indrapura. Beberapa menit setelah itu sampailah mereka berdua di istana Siak, Istana ini
dibangun dengan arsitektur bercorak Melayu, Arab, dan Eropa. Bangunannya terdiri dari dua
lantai.
Ketika memasuki istana ini di lantai bawah dibagi menjadi enam ruangan sidang: Ruang
tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan,
satu ruangan di samping kanan adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan untuk ruang pesta,
selain itu di lantai satu ini banyak terdapat peninggalan-peninggalan terdahulu seperti komet,
yang jika beruntung komet itu akan dibunyikan oleh penjaga istana.
Ketika kita naik ke lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan, berfungsi untuk
istirahat Sultan serta para tamu istana. Di puncak bangunan terdapat enam patung burung elang
sebagai lambang keberanian Istana. Sementara pada halaman istana masih dapat dilihat delapan
meriam menyebar ke berbagai sisi-sisi halaman istana, kemudian di sebelah kiri belakang istana
terdapat bangunan kecil yang dahulunya digunakan sebagai penjara sementara.
Setelah selesai berkeliling istana, Risna megajak kakaknya ke Tepian sungai jantan, sesampainya
disan mata Fitri terbelalak melihat betapa indahnya tempat ini, tempat yang dulunya hany di cor
menggunkana semen kini disulap menjadi tempat wisata bak di Singapura, Fitri tersenyum ketika
melihat anak-anak kecil berlari bermain dan dilihatnya pula pasangan muda mudi duduk berdua
di tepi sungai itu, terbayang olehnya sosok lelaki yang pernah lima tahun mengisi hatinya dan
kini pergi meninggalkanya, selain itu didepan gedung pertemuan Maharatu terdapat berbagai
permainan yang bisa dimainkn oleh anak-anak dan dewasa

“Risna, tempat ini semenjak kakak pergi dan kakak balek, banyak yang berubah ya.. lihat lah
mereka yang lagi menari disana, apa itu yang disebut tari Zapin ?”. fitri bertanya kepada Risna

“iya kak, itu teman-teman sanggar Risna”, Shaut Risna, sambil menarik kakanyan mendekat ke
kelompok penari yang sedang latihan di sana

Setelah dekat Risna berpantunn tanda ingin bergabung:

Sungguhlah cantik si anak dara


Memakai songket memegang bunga
Wahai kawan- kawan dan sanak saudara
Bolehkah kami ikut berlatih bersama ?

Salah seorang dari kelompok tari itu menjawab

Memakai songket memegang bunga


Bunga di beri oleh pangeran tercinta
Kalaulak itu yang sanak Tanya
Tentulah boleh jawaban kami adanya

Mendengar jawaban mereka Risna dan Fitri ikut bergabung dengan teman-temanya dan
mengajari kakanya berlatih tari, dan rasa sedih Fitri pun berangsur-agsur hilang ditelan oleh
kegembiraan.

Selang beberapa minggu, sudah waktunya Fitri untuk pulang ke Jakarta


“Nak, baik-baik di daerah orang, cepat selesaikan skripsi dan kuliahnya, jangan hanya cari gelar
saja, carikanlah ayah dan ibumu calon lelaki yang bisa jadi imammu juga ya” kata ibu dan ayah
kepada Fitri.

“Ibu ayah ni, bukanya sedih anakny mau pergi jauh malah disuruh cari jodoh”, sahut Fitri

Tidak lama kemudian datang travel yang akan mengantarkanya ke bandara, setelah bapak
sopirnya memasukkan barang bawaanya ke bagasi mobil Fitripun masuk kedalam mobil, sambil
melambaikan tangan mobil pun melaju meninggalkan desa Mempura yang indah itu, dan saat
didalam mobil Fitri duduk dan tersenyum, ditanamkan didalam hatinya agar cepat selesai skripsi
dan kuliah dan dia akan segera kembali ke negeri Siak Sri Inderapura.

Anda mungkin juga menyukai