Anda di halaman 1dari 34

CINTA DALAM DIAM

Penulis : Nurwanti PL

ikiranku mengembara bersama angin yang menerpa hijabku sore itu. Wel hari
yang begitu mengembirakan untuk sebuah perjuangan hijrahku. Sebuah perjuangan yang
penuh dengan pergulatan batin. Tidak hanya keluarga besarku melainkan juga keluarga besar
orang yang ku cintai.

Pangeranku pujaan hatiku, tidak menerima akan hijrahku. Baginya menjalankan perintah
untuk menutup aurat bagi semua wanita muslimah itu kuno dan tidak sesuai dengan
perkembangan jaman. Pergulatan batin yang pasti tidak akan memuaskan semua pihak.
Pergulatan antara perintah Tuhan mu dan permintaan kekasih mu.

Alasannya yang paling sederhana itu ya pastinya adalah bagaimana meneruskan


hubungan pacaran kami yang sudah berjalan 3 tahun ini. Aku masih ingat dengan perkataannya
sore itu

“ Sayang kamu coba pikirin lagi tentang keputusan kamu ini” Dito memandangku penuh
harap

“ Aku sudah memikirkannya babe” Jawabku spontan

“Tapi apa bisa kita berjalan sambil berpelukan atau bergandengan tangan lagi
nantinya?” Mata Dito menatapku tajam. Walaupun ga terlalu ganteng tapi pacarku ini banyak
sekali fans ceweknya di kampus.

Keyakinanku tambah kuat, sehingga ku tatap wajah kekasihnya dengan begitu lekat, ini
adalah pergulatan batin yang harus aku lalui . “ Sayang aku udah berpikir beribu kali. Dan
jawabanku tetap bahwa aku sangat yakin dengan pilihanku”

Kulihat mata Dito menyiratkan banyak kekecewaan padaku walau akhirnya kemudian
dia mengangguk setuju denganku. “ Hore…” dalam hatiku. Betapa senangnya aku mengira Dito
sudah mengerti dan memahami keputusanku bahkan aku mendengar dia mengatakan

“ Jika memang itu pilihanmu maka kamu harus terus dapat memperjuangkannya ya
babe” Seraya berusaha menarikku kepelukannya namun aku berhasil untuk mengelak. Kulihat
Dito tersenyum dengan sinisnya.

“Alhamdulillah ..” pikirku akhirnya dia mengerti . Akan tetapi ternyata apa yang
kupikirkan bukan kenyataan yang sebenarnya. Karena dalam kehidupan nyata senyum Dito
menjelma seperti sungai yang terus menerus menjauhkan aku darinya.
“ ei ngelamun aja! “ sapa Yudi dari belakang sambil memukul bahu Dito
sehingga membuat Dito hampir terjatuh karena terkejut.

“ Eh elo Yud, kirain siapa! “ Ditinjunya perut Yudi sahabat karinya itu

“Iya gue lah” Sambil duduk ia berkata “ lo piker siapa, Rina gitu?” sambil cekikikan

“Ya elah ga mungkinlah dia, mana mau dia…”

“kenapa emang ga mau?”

Dito terdiam

“ Lo putus dari Rina ?”

Dito memandang kejauhan “ Putus….”

“Klo lo udah putus , boleh ya Rina buat gue?”

“Enak aja lo!”

“Lah kan udah putus, masa gue ga boleh gantiin posisi lo. Kalian kan udah pacaran tiga
tahun. Jaman sekarang susah cari cewek setia kayak dia.” dengan santuy Yudi berbicara
sambil rebahan ke tembok dibelakangnya.

“Itu dia…” Dito tidak menyelesaikan kalimatnya

“Itu dia makanya gue mau klo lo udahan ma dia” Yudi senyum-senyum. “ Terus
tunangannya batal dong?”

“Gue pengen banget married ma dia, cuma gue belum siap klo harus sekarang. Gue
masih mau menjelajah dunia. Cari pengalaman. Masa mudakan ga datang dua kali”

“Yoi my man.” Yudi menyerahkan selembar uang 50.000 ke tukang es kelapa yang
meletakkan dua kelapa muda yang sudah siap santap itu. “ Udah bro kita minum aja dulu, biar
seger”

Keduanya pun langsung meminum es kelapa tersebut sampai terasa nikmatnya air kelapa
memenuhi kerongkongan.

“ Rina sekarang menggunakan hijab yud”

Seketika waktu seperti berhenti. Tidak ada yang berusaha memecah kebisuan ini.
Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Membayangkan gadis tomboy itu berhijab
lebar dan bercadar seperti tetangga sebelah kostan Yudi yang dikenal sangat radikal dan
ekstrim.

“Apa lo bilang?” Yudi berbicara terlebih dahulu

“Lo ga salah denger bro, Rina pacar gue yang tomboy dan jago naik turun gunung itu
sekarang memutuskan untuk berhijab”

“Gede”

“Gede”

“Apanya yang gede?

“Menurut lo apanya bro? ya hijabnyalah yang gede”

“ Pake cadar?”

Dito termenung sesaat dan menjawab “ Enggak si, cuma…”

“Terus rencana kita untuk naik semeru gimana ini?, masa batal my man?”

“Justru itu, gue ga yakin klo dia masih mau naik….” Dito menghela nafas. “Lo udah
ketemu belum ma Rina?”

“Belum.” Jawab Yudi singkat

Dito menatap lantai keramik kantin kampus FTI dengan nanar. Mengingat-ingat
pertemuannya dengan Rina terakhir pada minggu yang lalu. Tak sadar sampai menggeleng-
gelengkan kepalanya. Begitu tidak percayanya dia ketika melihat Rina mengenakan hijab syar’i.
Kenapa dirinya jadi seperti Rina meminta pertunangannya dipercepat untuk disudahi alias
married padahal gadis itu tidak menyinggung tentang masalah ini sama sekali. Apakah memang
dirinya belum siap?.

udah dapat diduga sebenarnya, jika keputusannya untuk mengenakan hijab akan
memporakporandakan hidupnya bukan hanya 180 derajat melainkan 360 derajat. Bagaimana
tidak, dia salah satu mahasiswi yang aktif di BEM FTI dan juga BEM pusat, aktif naik gunung
dan sedikit jago karate. Kini hidupnya dipenuhi oleh kuliah, Les bahasa Arab dan kursus tahfidz
serta mengikuti kajian seminggu sekali.

Waktunya yang cuma dikasih 24 jam per hari bener-bener full untuk kegiatan
bermanfaat. Ga ada lagi acara hangout di basecamp atau sekedar melalui malam minggu di
café dengan anak mapala untuk rencana naik gunung berikutnya.
“ Ga bosen?” Terdengar suara yang sangat familiar ditelinga Rina.

Rina tidak menjawab. Ia hanya menoleh untuk mencari sumber suaranya dan
menemukan seorang laki-laki yang sedang berdiri di belakangnya sambil memeluk Al quran
seraya tersenyum simpul.

Rina kembali membalikkan tubuhnya membelakangi Nino.

“ Kok ga dijawab?”

Rina kembali membalikkan tubuhnya menghadap sumber suara. “ Bicara sama saya ?”
sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuk.

“Iya lah. Emang ada orang lain lagi disini?”

Bodohnya Rina malah celingukan melihat sekelilingnya. Ada beberapa kelompok akhwat
di pojokan sedang membicarakan sesuatu dan sepertinya topik yang seru sehingga tidak
memperhatikan keadaan mereka berdua.

“ Kenapa? ditinggal sama temennya?” Sahut laki-laki itu seperti bisa membaca pikiran
Rina saat ini.

“ Enggak” Jawabnya singkat

“Ga punya temen disini?. Tenang saja dalam Islam kita semua bersaudara, begitu juga
kita berdua. Karena itu sebisa mungkin kita harus selalu meringankan penderitaan saudara kita”
Tambah Nino dengan ringannya.

Rina hanya mengangguk pelan. Semenjak menggunakan hijab Rina membatasi


pergulannya dengan lawan jenis. Ia tidak akan berani menatap langsung lawan jenis yang
sedang berbicara dengannya.

“Apakah kamu sudah mantap untuk berhijab?”

“Pertanyaan yang membosankan” pikir Rina, ia hanya diam tidak berusaha untuk
menjelaskan pada lawan bicaranya.

“Kamu tau kan hijab itu perintah Allah Subhanahu wata’ala langsung untuk semua
wanita muslimah, jadi tidak sepatutnya kamu untuk tidak mematuhinya”

Terkesiap Rina sampai tidak sadar langsung menatap wajah lawan bicaranya, rasanya
ia ingin meninju lawan bicaranya itu yang ternyata juga sedang menatapnya dengan tajam.
Matanya tajam seperti elang, sampai-sampai rasanya seperti di tusuk sembilu hatinya
deg..deg..deg

“Tapi kenapa bibir ini tidak dapat mengatakan apa-apa sebagai sanggahannya. Ya Allah
apa yang terjadi, apakah memang aku masih ragu dengan jalan ini?” pikir Rina
“Jangan coba-coba untuk mundur ya” Sahut si mata elang tadi dengan senyum yang
mampu membuat hati wanita manapun meleleh dibuatnya.

“Bukan urusanmu!” sahut Rina ketus sambil berlalu memasuki masjid Al Muzakir untuk
mengikuti kajian hari ini. “Bete amat si “ sahutnya dalam hati.

Setelah menemukan tempat yang nyaman Rina pun duduk dilantai masjid dan
mengeluarkan catatan dan pulpen dari dalam tasnya. Sesaat ada pemberitahuan dari panitia
penyelengara meminta maaf karena pembicara yang seharusnya menjadi narasumber pada
kajian hari ini berhalangan hadir dikarenakan harus mengurus orang tuanya yang masuk rumah
sakit. Sehingga kajian hari ini akan diambil narasumber yang lain yang kebetulan merupakan
alumi dari ITS dan saat ini sedang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas negeri di
Jogjakarta, dan juga dosen terbang di FTI kampus kebanggan Rina.

“Assalamuallaikum warohmatullahi wabarakatu…”

“Waalaikumussalam warohmatullahi wabarakatu…” jawab hadirin yang datang secara


bersamaan

Rasanya seperti tersambar petir disiang bolong, ternyata pembicara yang sedang
berbicara kali ini adalah laki-laki si mata elang tadi.

“ Ya Allah, astagfirullah….”

Untung saja antara laki-laki dan perempuan di beri hijab pembatas sehingga
keterkejutan Rina tidak terlalu terlihat dari arah bagian depan. Sayup-sayup dia mendengar laki-
laki tersebut memperkenalkan dirinya yang bernama Faturrahman Nino.

Setelah dua jam berlalu, tak terasa seorang pengganti narasumber yang terlihat begitu
amatir jika dibandingkan dengan KH. Bahtiar pemiliki pondok pesantren tahfidz quran ternyata
mampu memberikan pencerahan dan penjabaran materi yang begitu mendalam mengenai
makna berhijab dan berjihad.

DI kanan kiri Rina malah ada yang sudah mulai naksir sama si narasumber yang sedang
berbicara didepan itu. Untuk ukuran laki-laki yang sudah begitu mendalami agamanya dengan
sangat ikhlas dan ridho dengan segala ketentuan Allah Subhanahu wataa’la pastilah
merupakan seorang yang sudah berkeluarga. Hati Rina berdegub , kenapa ya ia merasakan
sedikit kecewa dengan khayalannya tentang laki-laki itu sudah berkeluarga.

ina diam sedikit bimbang. Barusan Dito menelpon menannyakan bagaimana


kabarnya dan bagaimana dengan rencana naik gunung ke semeru. “Apa yang harus aku
lakukan ya ?” tanyanya dalam hati. Tiba-tiba terdengar adzan shalat dzuhur. Rina langsung
beranjak dari duduknya menuju mushola FTI yang letaknya ada di basement dekat parkiran
motor.
Betapa terkejutnya Rina ketika ia melihat bayangan dua orang insan yang sedang
berpegangan tangan berjalan bersama di basement tersebut. Ya Allah, itu Dito bersama
dengan seorang gadis manis dengan gaya yang sangat modis.

“Astagfirullah ..astagfirullah!..” ujar Rina menderu, baru saja ia akan berlari ke arah Dito
dan gadis itu tiba-tiba ia terjatuh di karenakan menabrak seseorang berbadan atletis yang
membuat ia terjerembap ke belakang. Untung saja ia mengenakan legging panjang sehingga
walau gamisnya terangkat sampai ke paha tetapi auratnya masih aman terjaga. “Ya Allah! “
pekiknya dengan kuat.

“ Maaf mba, saya ga liat klo ada mba nya dibelakang saya” Sahut orang tersebut
dengan suara yang familiar. Ketika dilihatnya Rina terpental dengan kuat dan kesusahan untuk
bangun akhirnya ia mengulurkan tangan membantu Rina untuk duduk.

“ Aduh si mas kenapa tiba-tiba muncul dari bawah si …” sahut Rina sambil berusaha
berdiri sendiri setelah dia teringat bahwa ia akan mengejar Dito tadi sebelum terjerembab.

“Maaf ya mba. Mbanya juga kenapa meleng”

Rina langsung berlari ke arah basement parkir motor bermaksud mengejar Dito dan
gadis tadi. Tanpa sedikitpun memperdulikan perkataan orang yang sudah ditabraknya. Sayang
sesampainya di tempat tadi ia melihat Dito, sudah tidak ada lagi jejak Dito yang tertinggal.
Sesaat dia terdiam dan bingung apa yang sebaiknya ia lakukan, baru kemudian ia memutuskan
untuk menelpon Dito. Diraba-raba kantong gamisnya, tapi benda yang dicarinya tak juga teraba
keberadaannya.

“ Cari ini ?” Masih dengan suara yang bersahaja sambil menujukkan sebuah benda
berbentuk kotak ukuran 6 inci.

“Ah iya” diraihnya hp miliknya yang kini sudah ada ditangan orang lain “ Terimakasih
banyak” dan barulah ia sadar siapa yang sedang berbicara dengannya saat ini.

Dia adalah dosen terbang baru yang diperkenalkan oleh dosen pembimbing TA nya
sebulan yang lalu. Mengajar sementara karena menggantikan Pa Adi yang sedang ada
keperluan untuk wawancara beasiswanya belajar ke Jerman untuk menempuh S3. Dosen
pembimbingnya yang bernama Turyanto itu juga memberitahunya bahwa sangat sulit untuk
membujuknya mengajar di kampus FTI ini dikarenakan padatnya jadwal yang dimiliki beliau.

“Kenapa lari-larian…” sahut laki-laki itu dengan cueknya.

Betapa malang nasibku, saking terkejutnya ketika melihat laki-laki tersebut sehingga hp
yang baru saja di peganngnya terlepas begitu saja dan pecah ketika mengenai lantai besement
berpendarlah semua bagian LCD nya ke segala arah.

“Astagfirullah….” tanpa babibu Rina memunguti hp nya yang telah hancur “ kenapa bisa
begini…” sahutnya dalam hati. Dilihatnya sepatu yang dikenakan dosen baru itu masih belum
beranjak dari tempatnya berdiri. Betapa malunya Rina saat ini. Ia hanya menunduk malu. Ia
tidak bisa menyalahkan laki-laki ini karena memang ia sendiri yang menjatuhkannya.
“Sudah mau dimulai shalat berjamaahnya. Ayo cepet ambil air wudhu nanti kita
ketinggalan lagi” sahut laki-laki itu masih dengan suara yang bersahaja

“iya” jawab Rina dengan lirih.

udah satu minggu berlalu dari kejadian Dito bersama dengan seorang gadis di
basement. Akan tetapi tidak ada satu pun telpon dari Dito yang menghubunginya. Masalahnya
saat ini hpnya rusak dan ia masih memerlukan dana untuk melanjutkan penyelesaian Tugas
Akhirnya sehingga membuatnya mengurungkan diri untuk membeli hp baru.

“Dito kamu dimana?” tanya Rina dalam hati.

Seketika itu juga mata Rina menangkap bayangan dua insan yang sedang bermesraan
di pojok kantin FTI. Dan alangkah terkejutnya Rina melihat itu adalah Dito dengan seorang
gadis yang sama .

“Tidak akan mundur, aku harus kuat” sahut Rina dalam hati. Dihampirinya meja tempat
Dito bersama gadis itu. “ Dito kita harus bicara” Sahutnya dengan tegas

Si empunya yang dari tadi duduk cekikikan sama seorang gadis terkejut luar biasa
ketika menyadari bahwa perempuan yang berdiri didepannya saat ini adalah tunangannya.

“Boleh “ jawab Dito dengan santuy. Bagaimana mungkin mengharapkan seorang ketua
kelompok mapala seperti Dito untuk terkejut dan meminta maaf.

“Apa maksud mu dengan ini?” tanya Rina sambil menujuk gadis yang duduk disebelah
Dito

“Dia ini temen “ sahut Dito dengan suara yang tidak menujukkan rasa sedikit pun.
“Kenapa? kamu cemburu?” sahut Dito dengan sinis.

“Apa temen!! cuma temen?!” gadis itu berteriak histeris sambil mengacungkan
tangannya ingin menampar Dito. Akan tetapi Dito berhasil menahan tangan gadis itu dengan
cepat. Tentu saja Dito merupakan salah satuu atlit perguruan bela diri Tarung drajat.

“Setelah apa yang terjadi, kamu bilang aku cuma temen. tega kamu mas!” Si gadis
langsung menangis histeris.

“Lho jadi apa hubungan kalian berdua sebenarnya?” Tanya Rina dengan histeris juga
karena sebel mendengar perkataan gadis tersebut.

“Temen” “Kekasih” Jawab Dito dan gadis itu berbarengan. Mereka saling melotot satu
sama lain.

“Aku ga mau ya klo sampai bayi dalam perutku menderita gara-gara ini” teriak gadis itu.
“Astagfirullah” hancur rasanya hati Rina mendengar pengakuan dari gadis manis
dengan gaya modis ini. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan?” tanya Rina dalam hati.

“Ditunguin dari tadi ternyata ada disini. Rna kamu hari ini jadi bimbingan tidak?” dosen
baru pengganti Pa Adi sudah berdiri didekatnya.

Rina mendengar namanya dipanggil sehingga dengan refleks ia mencari sumber suara.
Karena kebetulan kantin klo siang seperti ini sedang sepi sehingga suara sekecil apapun pasti
akan terdengar dengan jelas.

Melihat raut wajah Rina yang bingung Nino langsung berinisiatif untuk menjelaskan

“ Pa Turyanto tadi menghubungi saya, saya diminta untuk melihat perkembangan TA


kamu” sambungnya lagi “ Kamu hari ini ada jadwal bimbingan TA dengan Pa Turyanto kan?”
Matanya melihat kearah Rina dengan tajam.

“Iya Pa”

“Klo gitu saya tunggu sekarang diruang kerja saya” sahut dosen itu sambil berlalu dan
tanpa ekspresi sama sekali.

“Harus ke ruang dosen sekarang, tapi kan aku lagi ada urusan dengan Dito dan gadis
modis ini” sahut Rina dalam hati.

“Baik Pa saya akan segera kesana”. Rina langsung menatap Dito dan gadis itu secara
bergantian. “Jadi kamu hamil?” tanyanya Rina kepada gadis itu. Anehnya Rina malah melihat
wajah Dito juga seperti kebingungan. Lho kok bingung, bukannya seharusnya dia menyangkal
bahwa dia bukanlah ayah dari bayi yang sedang dikandung oleh gadis ini. Jika seperti itu
mungkin Dito memang ayah si bayi yang sedang dikandung itu.

“Iya saya hamil” mendengar itu Rina langsung kabur menuju dosen baru tadi tanpa
basa-basi. Hatinya hancur berkeping-keping sakitnya sungguh luar biasa.

ina diam teringat akan Dito tak terasa air mata membasahi pipinya. Setelah
kejadian dikantin tempo hari, keesokan harinya Dito datang ke kost-kostan. Dengan wajah yang
tegar dia menjelaskan semuanya dengan detail. Bahwa setelah hubungan kita agak renggang
masuklah gadis modis itu menawarkan cinta. Mereka kemudian pergi ke club malam dan
menghabiskan malam bersama di bawah pengaruh alkohol. Tapi kemudian kejadian itu pun
terus berulang sehingga gadis itu kini dalam keadaan hamil.

Apa lagi yang bisa disesali, semua sudah terjadi. Selama kami berpacaran kami tidak
melakukan hal yang aneh-aneh hanya makan bersama dan bergandengan tangan, itu pun
menurut syariat merupakan sesuatu yang terlarang. Nabi Muhammad SAW sudah menyerukan
umat untuk menjauhi zina. Akan tetapi banyak diantara kita tidak memahami bahwa
bersentuhan dengan lawan jenis itu termasuk zina yang merupakan perbuatan dosa.

Dito mengatakan bahwa ia ingin menjadi seorang laki-laki yang bertanggung jawab
sehingga ia berniat untuk menikahi gadis itu secepatnya dan akan mengulang akadnya setelah
gadis itu melahirkan. Ia meminta maaf pada ku karena tidak bisa menjaga pertunangan kami.
Dan pada saat itupun aku langsung mengembalikan cincin yang ia berikan padaku setahun
yang lalu.

“Rin ayo kita nonton pertandingannya ” sahut Naura sambil membuka pintu kamar kost-
kostan

“Aku lagi males Naura” jawab Rina sambil rebahan. Ternyata dosen baru itu bener-
bener tidak memberikan waktu untuk Rina bersedih. Ia hanya diberi waktu satu minggu untuk
menyelesaikan alatnya dan membuah laporan bab 4 dan 5. Pa Turyanto masih belum pulang
dari Malaysia. Karena sibuk luar biasa jadi tidak ada kesempatan untuk bersedih.

“Ayo Rin, please…” Bujuk Naura

“Ga ah capek Na..”

“Tapi Rin disana itu banyak cogan nya lho. Jadi banyak calon yang potensial” bujuk
Naura sambil ikut rebahan “Lagian juga emang ga mau mengenang masa lalu?”

“Mengenang masa lalu gimana?”

“Ya kata orang si klo dulunya seneng karate ga mungkinlah akan terhapus begitu aja”
sahut Naura sambil senyum-senyum. “Naik turun gunung boleh off dulu, tapi ini kan cuma liat
doang Rin ga ngapa-ngapain, jadi ga mungkin bisa capek”

“Ok klo gitu, tapi sebentar aja ya”

“Hore, aku siap-siap dulu ya” Naura langsung kabur ke kamarnya untuk mempersiapkan
diri berangkat melihat kejuaraan Karate Nasional Putra dan Putri yang diselengarakan di
Jogjakarta.

Setelah touch up merekapun berangkat menuju GOR Amongrogo. Banyak peserta


pertandingan adalah cogan-cogan sabuk hitam dan biru. Dan betapa terkejutnya Rina ketika
melihat adik kelasnya bersama dengan seseorang yang beberapa minggu ini begitu familiar
dengannya.

“Kak Rina!” Eca berteriak dari ujung seberang jalan sambil melambaikan tangan.

Rina dan Naura pun menghampiri Eca yang sudah siap dengan seragam karatenya
serta sabuk birunya. “Hai Eca apa kabar?”

“Baik Kak”
“Kak Rina akhirnya datang juga ya kak setelah setahun lamanya. Wah aku seneng
banget ketemu sama kakak” Sahut Eca sambil peluk-peluk Rina kegirangan

“Iya kakak seneng juga ketemu Eca. Hebat sekarang Eca sudah sabuk biru sama
dengan kakak”

“Iya dong. Kakak datang latihan lagi dong. Kangen bisa latihan sama kakak”

“Kakak sudah lupa sama jurusnya Ca”

Eca meninju tangan Rina “ Ga mungkin lupa lah kak”

“O iya ini Ca kenalin temen kost kaka namanya Naura”

“Aku udah kenal sama kak Naura. “

“Oh kalian sudah kenal.” Sahut Rina pura-pura kaget tapi memandang curiga pada
Naura

“Ca ini siapa?” Tanya Naura menunjuk ke laki-laki yang berdiri di sebelah kanan Eca

“Ini abang ku “ Jawab Eca ringan

Apa??? Si dosen ganteng dan rada nyebelin itu abangnya Eca. Seperti biasa laki-laki ini
memakai pakaian serba hitam, terlalu misterius sungguh luar biasa, bener-bener stunning
banget. Dunia itu ibaratnya hanyalah selembar daun kelor. Ketika Rina melihat ke arah sebelah
kanan Eca, didapatinya laki-laki itu sedang menatapnya dengan tajam.

“ Selamat sore Pa” sahut Rina basa-basi. “Maaf Pa saya tidak memperhatikan dari tadi
klo ada bapak di situ” setelah berkata seperti itu Rina langsung dihadiahi cubitan oleh Naura.

“Maaf ya Pa, temen saya emang suka seperti ini klo lagi kumat. Maklumlah habis
ditinggal tunangannya menikah dengan gadis lain, jadi agak stress sedikit Pa.”

“Klo lagi diluar gini jangan panggil bapak lah kak. Panggil abang saja sepert yang lain”
sahut Eca sambil tersenyum. “Abang kan masih muda, usianya baru 27 tahun lho kak” sambil
senyum-senyum “ Jago karate udah sabuk hitam , katanya dulu pernah melihat kak Rina
tanding”

Rina langsung melihat ke arah Nino, tidak percaya dengan kalimat terakhir Eca yang
baru diucapkan oleh juniornya yang ngefans berat sama dia itu. Si empunya malah tidak
bergeming, tidak berkomentar apapun ia hanya diam menatap Rina dengan tajam. Terakhir
Rina tanding itu kan dua tahun yang lalu, tapi kok Rina tidak pernah merasa bertemu dengan
Nino saat itu.

“Kak Rina turun di pertandingan yang mana?” tanya Eca memecah keheningan

Rina menggelengkan kepala, “ Kakak udah ga ikutan lagi Ca”


“Iya Ca sekarang Rina ga main karate lagi, dia kursus bahasa Arab dan tahfidz. O iya
sama kursus memasak dan buat kue” Naura mengedipkan matanya “Mau cari cogan yang siap
nikah” tambah Naura sambil cekikikan “Kayaknya si habis wisuda dia mau nikah. Kemarin
sudah ada lagi yang mau ngelamar”

“Naura awas ya kamu!! dari tadi ngeledikin mulu”

“Calonnya anak kedokteran yang lulus tahun kemarin..cie…cie….”

“Aku mau dong Kak klo anak kedokteran” sambung Eca “ Kak Rina sama Bang Nino aja
ya” sahut Rina senyum-senyum

“setuju itu…, sayang Bang Ninonya ga mau …hihihi..” Timpal Naura

“Ya iyalah ga mau. Kalian ini bikin bête ih. Pa Nino ini juga udah punya pacar tau” Balas
Rina

Tiba-tiba suasana langsung mendadak canggung. Semua mata menuju ke arah Nino.

“Bang Nino ga mau pacaran Kak, dia mau langsung nikah katanya” sahut Eca dengan
ringannya.

Deg deg deg, waduh jantung Rina kok berdebar-debar keceng. “ Malunya aku, kenapa
aku sok tau begini” bisik Rina dalam hati.

“Wah asyiknya , Nina habis wisuda langsung nikah. Bang Nino juga langsung nikah.
Siapa ya kira-kira yang pertama nikah nanti” Tanya Naura tiba-tiba.

“Abanglah yang duluan” Jawab Nino memecah kebuntuan

“Wow hebat, calonnya orang mana Ca? “ Tanya Naura pada Eca.

Eca melihat ke Nino seolah bertanya “Orang mana Bang?” Dipandangnya kakak
pertamanya itu sedang menatapnya dengan tajam dan mengeluarkan aura yang amat
menakutkan. Sehingga Eca pun mengurungkan niatnya untuk menjawab perkataan Naura.
Apalagi ia melihat Rina menjadi sedikit murung.

“Orang mana Ca ?” desak Naura

“Assalamuallaikum” Suara lembut itu mengagetkan semua orang

“Walaikumussalam” Semua menjawab hampir bersamaan

“Selamat siang Pa” Seorang gadis berhijab yang manis dan imut tiba-tiba muncul di
hadapan Nino.

“Udah ah aku mau cari mas Ferdi dulu, mudah-mudahan belum tanding” Naura
langsung kabur. Sebenarnya Eca dan Naura sudah merencanakan pertemuan mereka kemarin
agar abangnya Eca bisa bertemu dengan Rina. Karena menurut Eca abangnya itu selalu
menanyakan tentang Rina setelah pertandingan karate dua tahun yang lalu. Seharusnya ini
menjadi momen yang mendekatkan mereka.

“Kak Rina support Eca ya, sekarang giliran Eca tanding ni” sahut Eca sambil berlari
menjauh

“ Semangat Eca!!”

Dan tinggallah mereka bertiga. Mereka berada ditengah keramaian tapi rasanya hanya
ada mereka bertiga. Tanpa sadar Rina menatap ke arah Nino yang ternyata sedari tadi sudah
memandang ke arahnya. Matanya tidak tajam seperti tadi tapi malah terlihat sayu.

“Maaf Pa saya mau ke toilet dulu” sahut Rina seraya mengangguk pelan ke arah mereka
berdua. Kakinya berjalan pelan sampai berlari-lari kecil. Dadanya terasa sesak. Rasanya ia
ingin cepat-cepat sampai toilet tapi bukan karena kebelet.

Toilet di GOR ternyata penuh banyak yang antri. Ternyata toilet pun tidak bersahabat
padanya hari ini. Tidak mungkin ia akan kembali kepada mereka. Akhirnya kakinya berjalan
tanpa arah tanpa tujuan. Oh iya dia baru ingat di sekitar jalan ini ada mushola tempat ia biasa
shalat klo ikut pertandingan. Mungkin sebaiknya aku kesana saja. Selama berjalan tidak henti-
hentinya ia berdzikir pada Allah Subhanahu Wataa’la. Untuk mengurangi rasa sesak didadanya
dan rasa sedihnya. Tapi ia pun tidak mengerti mengapa ia sesak dan sedih, mungkin karena
dua minggu terakhir banyak sekali kejadian yang menimpanya yang rasanya sungguh sangat
berat. Minggu depan pun tidak menjadi lebih mudah, karena hari senin terakhir menyerahkan
revisi laporan TA dan hari jumat merupakan jadwal sidang TA.

Sesampainya di mushola Rina langsung ke arah toilet untuk wudhu. Dan langsung
shalat sunat tahiyatul masjid. Setelah sholat dalam sujudnya ia menangis . Beruntungnnya ia
mushola sore ini sedang sepi hanya ada satu atau dua orang laki-laki yang sholat di bagian
depan dekat mimbar. Dalam doanya Rina memohon kekuatan kepada Allah
Subhanahuwata’ala untuk menghadapi semua kesulitan dan ujian dalam hidupnya. Tak lupa
juga ia memohon pada Allah agar menjaganya tetap istiqomah menjalani pilihan hidupnya untuk
hijrah.

Rina tidak menyadari ada yang sedang memperhatikannya dalam diam. Mengikutinya
dari toilet GOR sampai ke mushola ini. Tidak untuk mengganggunya akan tetapi untuk
menjaganya. Sama seperti Rina ia pun melakukan sholat dan berdoa pada Allah Subhanahu
wata’ala . Dalam doanya ia berharap agar Allah Subhanahu wataa’la meluluhkan perempuan
yang ada dalam hatinya. Karena Allah lah pemilik nya maka ia memohon agar Allah bisa
membolak balikkan hatinya agar condong padanya. Ia pun meraih Alquran dan mengaji.

Setelah berdoa Rina pun mengambil Alquran dan mulai mengaji. Kebetulan surat yang
di bukanya adalah surat Maryam yang bercerita tentang seorang perempuan suci yang menjadi
salah satu pemimpin perempuan di surga kelak, yang memperoleh kebahagiannya hanya
dengan diam.
Setelah 30 menit berlalu Rina pun menyudahi kegiatan mengajinya. Dadanya sudah
tidak sesak lagi dan hatinyapun sudah tidak sedih lagi. Ia berjalan kearah sandal sepatunya dan
betapa terkejutnya ia ketika melihat sesorang sedang berdiri dekat dengan sandal sepatunya itu
adalah orang yang ia kenal. Entah mengapa orang itu tiba-tiba melihat kearahnya dan
tersenyum.

“Sudah selesai ? “ Tanyanya ringan

“Sudah” Jawab Rina

“Ayo kita kembali ke lapangan. Sekarang Eca sedang bertanding” sambil berlalu

“Iya “ Rina berlari kecil mengikuti Nino.

“Kira-kira minggu depan pas Pa Turyanto datang kamu bisa kan langsung daftar untuk
mengikuti ujian TA ?” Tanyanya dengan lembut seperti ketika mereka bertemu dikajian
mingguan.

“InsyaAllah Pa” jawab Rina sambil menunduk. hatinya deg degan ga karuan.

“Kenapa kamu ga datang dikajian minggu lalu?”

“Iya Pa, saya sedang ada urusan.” Rina menjawab sekenanya karena dia tidak mau
mengatakan bahwa pada hari itu Dito datang ke kostannya.

“Hari senin terakhir daftar siding dan hari jumat kamu mengikuti sidang TA. Setelah itu
saya akan berangkat ke Jerman selama seminggu untuk mengikuti seminar disana. Klo boleh
setelah pulang dari Jerman saya mau main kerumah mu” dengan wajah serius Nino
mengatakan hal itu.

Rina tidak percaya dengan yang didengarnya barusan. Ditatapnya wajah laki-laki yang
ada di hadapannya itu. “Rumah saya jauh Pa”

Laki-laki itu tersenyum “Kalo diluar seperti ini jangan panggil bapak, panggil saja abang “

“Oh iya maaf bang”

“Sebaiknya abang jangan datang ke rumah saya. Kata Ibu dua minggu lagi ada yang
akan datang kerumah” Setelah berkata seperti itu, Rina malah menyesal kenapa ia
memberitahu Nino. Wajahnya masih menunduk. Tapi ia tahu saat ini Nino sedang menatapnya
dengan tajam.

Eca menyelesaikan pertandingan pada pukul 17:00. Kakinya terkilir walaupun ia


menang tanding. “ Kak anter aku ke mobil ya?”

“Iya sini kakak anter. Kamu pegangan ke kakak ya” Rina memapah Eca sampai ke
mobil. Didalam mobil tentu saja Nino sudah menunggu. Ku bantu Eca untuk menaiki mobil,
tapi ia malah mengerang kesakitan”
“Kak sakit kak kakinya”

“Yang mana?” Tanya Rina serius.

“Pokoknya kakak harus anter aku sampe rumah ya. “

“Tapi Ca kakak kan tadi berangkat sama Naura, dia kemana ya”

“Kak Naura tadi barusan Wa katanya mau pulang duluan Kak” Jawab Eca cepat dan
meyakinkan.

“Kakak kan sudah mau lulus kuliah. Jadi sekali-sekali harus main kerumah kak, klo
kakak ga main kapan lg kita bisa ketemuan kak” dan dengan serta merta mobil pun sudah
melaju menuju rumah Eca. Kurang lebih 15 menit perjalanan merekapun sampai di tujuan.

“Ayo kak masuk.” Seru Eca ketika melihat keraguan dalam wajah Rina. Rina hanya
mengikuti Eca dari belakang, karena ketika sampai dirumah kakinya udah mendingan. “Kakak
duduk dulu disini ya, Eca mau mandi dulu” Sahut Eca berlalu begitu saja.

Rina mendekati salah satu kursi di ruang tamu yang luas itu dengan canggung.
Wajahnya tertunduk saja tidak berani menatap seisi rumah ini. Sewaktu masuk tadi pintu pagar
di buka oleh satpam. Luas pekarangannya sama dengan luas satu lapangan sepak bola. Dan
ruang tamunya seluas rumahnya di Tangerang. Betapa menyesalnya ia telah bersedia ikut
mengantar Eca pulang. Sibuk dengan pikirannya sendiri. Aku tidak mengerti mengapa mereka
mengajaknya pulang. Tiba-tiba muncul seorang wanita dengan rambut yang memutih dan
postur tubuh agak gemuk menghampirinya.

“Temannya Eca ya? “

Rina berdiri menghampiri wanita itu dan berkata “ iya Tante “ dan kemudian mencium
tangan wanita setengah abad itu dengan sopan.

“Ayo silahkan duduk dulu. Eca sedang mandi dan siap-siap untuk shalat magrib nanti”
sahut wanita itu seraya mendekati kursi yang berhadapan dengan Rina. Rina pun kembali ke
tempat duduknya semula “Iya tante”

“ Namanya siapa?”

“Saya Rina tante”

“Rumahnya dimana?”

“Saya kost di Jalan kaliurang KM 11 tante”

“Wah jauh juga ya dari sekolah, satu kelas dengan Eca kan?”

“Bukan tante, saya tidak satu kelas dengan Eca, saya temannya dulu di Dojo”

“O begitu, klo begitu kegiatannya apa sekarang?”


“Saya kuliah tante”

“Dia kuliah di tempat Abang gantiin Om Adi untuk sementara mah” Suara itu terdengar
dari arah belakang. Rupanya Nino dari tadi berdiri dibelakang Rina. Kemudian Nino pun duduk
diantara Rina dan mamahnya. Walau begitu matanya tidak berhenti menatap Rina. Mamah pun
akhirnya menyadari ketertarikan anak sulungnya pada anak perempuan yang kini duduk
didepannya. Tapi mengapa gadis ini hanya menatap kebawah ia bahkan tidak berani menatap
Nino. Apakah ia tidak tahu jika Nino tertarik padanya. “Hmmm cukup menarik” sahut mamah
dalam hati.

“Rina kesini dengan siapa? kok tante ga tau klo Rina datang”

“Saya bertemu dengan Eca tadi di pertandingan tante, kemudian kaki Eca terkilir dan
meminta diantar kerumah” Suaranya ketika menjawab pertanyan sangat lugas dan sopan.

“Orang tua Rina kerja dimana?”

“Ayah dan ibu pensiunan guru di Tangerang tante.”

“Rina kuliah semester berapa? “

“Semester 8 tante” Ketika menjawab matanya akan menatap lawan bicaranya akan
tetapi setelah itu ia kembali menjaga pandangannya.

“Ini semester terakhirnya mah, minggu depan ia sidang dan satu bulan lagi insyaAllah ia
di wisuda” Sahut Nino membantu Rina menjelaskan

“Ada rencana untuk kuliah lagi?”

“Sepertinya untuk sementara saya tunda dulu kuliah lanjutannya tante”

“Menurut Rina bagaimana tentang Nino anak sulung tante ini?” Ucap mamah tanpa
tedeng aling-aling

“Maksudnya bagaimana ya tante? Rina menatap Ibu dan anak itu bergantian

“Ya Nino ini kan tahun ini usianya sudah 27 tahun kira-kira klo menurut Rina sudah
pantes atau belum ya untuk berumah tangga?”

Rina mengangkat kepalanya, dan menjaw ab “ Menurut saya dengan usia segitu Pa
Nino sudah pantas untuk berumah tangga tante”

Nino menatap mamahnya, ia sudah sangat mengenal mamahnya itu, rupanya


mamahnya tidak akan membiarkan Rina semudah itu.

“Klo di kampus Nino memang seperti apa si Rin, mamah pengen tau habis banyak
banget yang suka telpon kesini?”
Rina tersenyum dan menjawab “ Pa Nino orangnya tegas. Saya tidak pernah masuk
kelas Pa Nino, tapi kebetulan Dosen pembimbing saya sedang ke Malaysia jadi saya
dititipkanke Pa Nino supaya bisa mengejar sidang TA minggu depan.”

“O begitu” Mamah tersenyum juga. Pantesan si Nino sibuk banget sehari bisa bolak-
balik ke dua kampus sekaligus, ternyata ini toh alasannya. “Selama dibimbing sama Nino
gimana kesan yang ditangkap Rina ?” Mamah masih saja memburu mangsanya dengan penuh
ketekunan.

“Pa Nino orangnya tegas dan tidak akan membuat kita menjadi lemah. Selalu
mengingatkan kita bahwa kita harus bekerja keras untuk memperoleh sesuatu yang kita
inginkan.” Setelah berkata seperti itu Rina pun tersenyum mengingat pernah sekali ia
mendatangi Nino dan di marahin habis-habisan karena tidak sesuai dengan jadwalnya yang
telah ditetapkan dan karena masih saja belum menyelesaikan bab 4 nya.

Mamah makin senyum-senyum setelah mendengar jawaban Rina. Diluar dugaan, gadis
kecil yang selalu menunduk ini ternyata memperhatikan Nino dengan hatinya. “Rina sudah
punya pacar?” Mamah melihat mata Nino berkilat. Anak sulungnya itu tidak pernah sekalipun
terlihat gelisah seperti sekarang ini. Biasanya ia tidak pernah perduli dengan urusan
perempuan-perempuan yang selalu mengejar-ngejarnya. Tapi kali ini sepertinya bukan gadis ini
yang mengejar melainkan Nino.

Karena Rina tidak menjawab akhirnya Nino yang menjawab “ Rina ga pacaran Mah. Dia
mau langsung menikah”

“Nino Mamah itu tanya ma Rina kok Nino yang jawab si”

“Mamah dua minggu lagi Rina akan dilamar oleh seseorang” Setelah berkata seperti itu
Mamah melihat Nino menatap Rina dengan mata yang sayu dan sedih. Ia juga melihat
keterkejutan Rina mendengar ucapan Nino.

“Kira-kira Rina punya kenalan atau teman mungkin yang bisa dijadikan istri Nino?”

“Maaf tante untuk masalah itu saya tidak tahu”

Nino menggeser tempat duduknya sedikit kearah Rina “Masa mamah tidak tahu mah”
sambil tersenyum. Mamah tersenyum melihat Nino dan Rina. Baru kali ini Nino membawa
perempuan ke rumah. Walaupun alasannya teman Eca tapi terlihat jelas ia menyayangi gadis
itu. Hanya saja gadis itu belum menyadarinya.

“Kamu nginap disini aja Rin malam ini, kebetulan malam ini ada pertemuan keluarga
besar mau pengajian. Jadi Mamah mau minta tolong Rina untuk bantu-bantu disini”

“Mah Rina harus belajar untuk sidang TA. Klo nilainya jelek bisa-bisa ga lulus.”

“Malam ini aja ga papa kan Rin. Ga setiap malam ada pertemuan seperti ini. “ Mamah
bergerak mendekati Rina “ Rina mau ya bantu tante malam in?” Tanya Mamah langsung
dengan wajah yang serius
“Iya tante” Jawab Rina karena tidak enak.

Mamah langsung beranjak pergi kedalam kamar Eca. Dan meminta Eca untuk
menghubungi om dan tante keluarga mamah dan ayah yang semuanya berjumlah 24 KK. Juga
memesan kue di toko kue langganan. Eca kebingungan dan menanyakan alasan mamah
mengadakan acara dadakan ini. Mamah menjelaskan panjang kali lebar alasannya yang
membuat Eca langsung mengerjakan perintah orang tuanya itu.

Nino menatap Rina yang masih menunduk. Ya Allah sungguh sangat susah istiqomah
ini. “Maaf ya Rin, mamah emang suka penasaran klo sama orang baru”

“Ga papa Pa”

Tidak lama Eca muncul dan mengajak Rina untuk masuk ke kamarnya. Mata Nino tetap
mengikuti gerak-gerik Rina. “Ya Allah, hamba mohon luluhkan hatinya hingga condong pada
hamba”

“Kak mendingan kaka mandi dulu, sebentar lagi om dan tante datang jadi kakak sudah
bersih.”

“Ca kakak malu ih sama keluarga Eca”

“Kakak mandi dulu aja, sebentar lagi magrib, om dan tante juga keburu dateng”

Rina pun menuruti Eca. Kenapa ia seperti ini, harusnya tadi ia tidak ikut Eca
kerumahnya dan harusnya ia juga tidak mengatakan iya kepada mamahnya Eca. Setelah
selesai mandi Eca meminjamkan bajunya ke Rina. “Kakak pakai baju ini aja ya, baju kakak kan
sudah dipakai dari tadi” melihat Rina ragu-ragu, Eca menambahkan “ Ini baju baru Kak, aku beli
kegedean. Bingung juga si pakai gamis seperti ini kemana, masa kelatihan pake gamis kak,
hehehe…” Sahut Eca ringan. padahal sebenarnya baju ini yang beliin Nino pas lebaran
untuknya.

Tidak lama mamah mengetuk pintu kamar Eca, mengajak mereka untuk sholat
berjamaah di ruang tengah. Eca dan Rina keluar kamar dengan mengenakan mukena. Disitu
Rina melihat versi yang lain dari laki-laki bernama Nino. Mengenakan baju koko putih dan
celana hitam, wajahnya basah setelah berwudhu bahkan masih ada air yang menetes dari
rambutnya. Nino dan Rina saling berpandangan dan saling memalingkan pandangan secara
bersamaan. Keduanya pun saling beristigfar dalam hati. Nino pun menjadi imam di shalat
berjamaah ini. Ketika Mamah Eca mengatakan pertemuan keluarga kesan yang diterima Rina
hanya pertemuan yang dihadiri oleh paling banyak 10 orang. Ternyata yang mengikuti shalat
berjamaah ini kurang lebih ada 50 orang. Setelah shalat berjamaah dan sholat sunat dilanjutkan
dengan acara pengajian.

Pada kesempatan ini mamah langsung meminta Rina untuk mengaji Alquran surat Ar
Rum ayat 20 sampai 30. Rina pun membaca surat tersebut dengan baik. Setelah, microphone
di berikan pada Nino untuk memberikan tausiyah tentang ayat Alquran yang di bacakan tadi.
Seperti yang sudah didengar oleh Rina, pembahasan Nino begitu dalam untuk setiap ayatnya.
Tak terasa sudah terdengar Adzan shalat isya, maka merekapun menyudahi acara tausiyahnya
dan melanjutkan dengan sholat isya berjamaah dimana Nino kembali menjadi imam sholat.
Setelah itu acarapun dilanjutkan dengan ramah tamah. Mamah pun memperkenalkan Rina
sebagai teman Nino pada keluarganya, yang membuat semua orang langsung berbisik-bisik.
Merekapun membuka mukenanya masing-masing, dan betapa terkejutnya Nino ketika melihat
gamis yang ia belikan untuk Eca sangat pas dipakai oleh Rina. “Ya Allah kuatkanlah hamba-Mu
ini” gumamnya dalam hati.

“Ayo Rin, aku antar pulang.” Sahut Nino menghampiri Rina “Sudah jam 8. Inget besok
senin terakhir daftar sidang TA”

“Iya bang” jawabnya ringan, ternyata suaranya terdengar oleh beberapa orang keluarga
Nino. Maka langsung gempar semuanya. Sampai mamah pun menghampiri mereka. “Rina mau
kemana?”

“Sudah pukul 8 jadinya saya mau pamit dulu karena besok harus ke kampus pagi-pagi,
Tante terimakasih banyak” Rina mencium tangan Mamah Eca dan Mamah memeluk Rina
“Sering-sering main kesini ya Rin” seraya tersenyum “Kamu dianter sama Nino ya, Eca tadi
sedang mengantar tante Ita”

“Iya tante” Rina mengangguk kepada Mamah Nino dam berpamitan kepada beberapa
orang disekitarnya. Kemudian mengikuti langkah Nino keluar rumah. Diluar sudah ada mobil
Nissan Juke warna Phantom black. “Ya Allah kuatkanlah hati hamba untuk menerima takdir Mu
ini” doa Rina dalam hati. Rasanya lebih menyedihkan dari Dito, sesuatu itu bahkan tidak
diperkenankan untuk tumbuh bersemi. Dalam perjalanan baik Nino maupun Rina tidak ada
yang mau membuka pembicaraan, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing dan
menikmati suasana dalam diam. Rina khawatir dengan apa yang dipikirkannya akan membuat
semuanya berlarut-larut. Nino sibuk menahan diri dan perasaannya. Itulah mengapa di katakan
bahwa istiqomah itu sangatlah sulit. “Tenang….tenang, tunggu satu minggu lagi” bujuknya
dalam hati.

lhamdulillah hari ini Rina sudah mengikuti sidang TA dan dinyatakan lulus
dengan nilai A, dan bisa mendaftar di wisuda periode berikutnya sekitar satu bulan lagi. Hari ini
kebetulan Naura sedang mengikuti ujian praktek jadi tidak bisa menemani Rina. Dito pun sudah
menikahi gadis modis itu. Undangannya dikirim ke alamat kost-kostan tetapi Rina
mendapatkannya sehari setelah acaranya berlangsung.

Selama seminggu Rina tidak pernah bertemu dengan Nino. TIdak pernah sekalipun
berpapasan dijalan atau pun bertemu tidak sengaja di mushola FTI. Selama seminggu ia fokus
belajar untuk sidang TA. Seperti yang dikatakan Ibu, selalu ada saat yang berbahagia dan
sedih yang datang secara bersamaan di dunia ini. Jadi jika berbahagia ataupun bersedih kita
tidak boleh terlalu larut didalamnya. Rina melangkah keluar ruang setelah sebelumnya
berpamitan kepada dosen penguji dan mengucapkan terimakah kepada mereka.

“Sudah selesai?” Nino sedang duduk dikursi di depan ruang sidang

“Alhamdulillah sudah Pa. “

Tiba-tiba muncullah mba Dewi petugas administrasi jurusan “ Aduh senengnya Rina pas
sidang ditungguin sama Pa Nino”

Rina menatap mba Dewi tidak percaya.

“Coba tuh liat kopinya udah habis dari tadi tapi masih juga belum pulang sepertinya sih
ada yang sedang ditunggu.” sahut mba Dewi menunjuk cangkir kopi Pa Nino. “Jarang-jarang
lho ya klo ada dosen sampe nungguin mahasiswanya yang lagi ikut sidang” tambah mba Dewi
seraya tersenyum.

Pa Nino tersenyum tapi tidak menyanggah ataupun mengiyakan perkataan mba Dewi.

“Klo udah selesai alatnya dibawa sekalian aja. Mana alatnya? “ tanya Nino pada Rina

“ini Pa “ Rina menunjukkan kardus alat TA nya

“Tadi berangkat naik apa?”

“Tadi saya dianter Naura Pa”

“Ok. Ayo cepet saya anter pulang” Nino meraih kotak kardus itu dengan cepat tidak
memberikan waktu Rina menolak permintaannya. Rina berlari-lari kecil mengikuti langkah Pa
Nino yang lebar-lebar ke parkiran mobil.

“Tapi Pa..”

“Tenang aja di mobil ada Eca yang nungguin kamu dari tadi “ sahutnya ringan tanpa
memperlambat langkahnya karena khawatir Rina akan berusaha menolak diantar pulang. Benar
aja pas pintu mobil di buka muncullah wajah manis Eca “Kak Rina selamat ya Kak” sambil
memeluk Rina.

“Makasih Eca.”

“Bang aku laper, makan yuk” sahut Eca sambil memukul-mukul perutnya.

“Boleh. Mau makan dimana? “ sahut Nino seraya menaiki mobil duduk di kursi
pengemudi.

“Nyonya Suharti aja bang, yang jauhan dikit kan kak Rina udahan sidang hari ini”

Waduh si Eca minta ditraktir lagi, aduh mana akhir bulan begini, modal olshop belum
ketutup lagi gara-gara pengeluaran buat alat TA.
“Tenang aja biar abang yang traktir, Eca kan udah bantuin abang hari ini” sahut Nino
ringan.

“Tapi Pa, hari ini maaf saya ga bisa ikutan”

“Kenapa?” Tanya Nino dengan wajah datar.

“ Saya…, ah saya mau beres-beres Pa karena besok saya mau pulang ke Tangerang”
Jawab Rina tanpa pikir panjang.

“Kak Rina ayo kak masuk ke dalam mobil.” sahut Eca sambil menutup pintu samping
mobil sehingga Rina harus duduk dikursi depan sebelah pengemudi.

Melihat Rina ragu-ragu Eca kembali berkata “ Maaf ya Kak punggung Eca masih sakit
habis tanding minggu lalu jadi mau rebahan “ sambil mengedipkan mata ke Bang Nino melalui
kaca didalam mobil.

Dengan berat hati Rina menaiki mobil bukan karena Pa Nino atau pun Eca orang jahat
akan tetapi, dia khawatir bahwa pada akhirnya mereka akan kecewa padanya.

Mereka pun berangkat menuju rumah makan Nyonya Suharti. Disepanjang jalan Nino
lebih banyak diam dan hanya mendengarkan Eca dan Rina ngobrol. Tut tut tut…tiba-tiba hp
Nino berbunyi.

“Paling si Ana lagi yang nelpon . Bilang aja bang klo abang lagi jalan-jalan sama kakak
ipar”

Rina langsung menoleh karena kaget, Nino hanya senyum-senyum melihat reaksi Rina.
Sesampainya di RM Nyonya Suharti Eca langsung memilih duduk di bagian lesehan untuk
empat orang. Dan dengan santainya ia duduk dipojokan sambil selonjoran. Terpaksa Rina
duduk di pojokan satunya dengan disamping Nino.

“Bang emang ga bisa klo keberangkatannya di undur?” sahut Eca sambil cemberut.
Nino diam seraya menatap ke arah Rina yang sembari tadi menatap layar hp nya.

“Yah klo aku yang punya kampusnya aku cancel aja sampai tahun depan habis wisuda.”
sahut Nino ringan sambil tersenyum melihat Rina melihat ke arahnya. “Iya kan ?” dan
senyumnya lebih lebar lagi karena melihat jidat Rina berkerut-kerut memikirkan perkataannya.

“Coba kak Rina bujukin Bang Nino supaya berangkatnya ke jerman tahun depan aja”
Eca menatap ke arah Rina dengan mengapitkan kedua tangannya memohon.

“Mana bisa begitu. Rina itu mau aku ajak juga ke sana jadi kamu sebagai adikku ga
boleh macem-macem dan mempengaruhi Rina tau “ Perkataannya lancar sekali meluncur dari
bibir Nino tanpa tedeng aling-aling. Yang akhirnya membuat Eca makin merengek supaya Nino
tidak pergi ke Jerman.

“Laki-laki ini klo ngomong suka ga dipikir dulu” pikir Rina dalam diam. Tidak ada sepatah
kata pun yang keluar dari mulut Rina. Setelah apa yang terjadi dengan pertunangannya Rina
akan berpikir berulang kali jika harus memulai hubungan yang baru saat ini. Dan yang pasti itu
pun tidak bersama dengan laki-laki yang duduk disebelahnya ini. Mereka terlalu jauh berbeda
seperti langit dan bumi. Walaupun saling mencintai tapi toh ternyata cinta saja tidak cukup
untuk melalui semua rintangan.

Kemudian mereka memesan makanan dan minuman. Hari ini Nino terlihat berbeda pikir
Rina. Kurang menyebalkan seperti biasanya. Lebih banyak senyum dan memperhatikan Rina.
Beberapa kali Rina memergokinya sedang menatapnya walaupun masih tidak banyak bicara
juga seperti biasanya.

“Kak Rina besok jadi pulang ke Tangerang ?”

“Iya” jawab Rina cepat seraya mengambil segelas orange juice yang tadi sudah dipesan
dan meminumnya dengan tangan kanannya.

“Kebetulan dong besok juga Bang Nino berangkat ke Jakarta” sahut Eca

“Eca ikut ga?” tanya Rina

“Pengen kak, tapi pasti ga boleh bareng sama bang Nino.”

“Oo “ tambah Rina dengan suara lirih sambil menunduk menekuri makanannya.

“Kak yang anak kedokteran itu bagaimana?” Tanya Eca sekenanya, “Kata kak Naura
kakak udah dilamar sama anak kedokteran kan?” Sambung Eca.

“Itu …” Rina tidak melanjutkan perkataannya.

“Minggu depan ya lamarannya?” suara Nino terdengar lebih dalam dari biasanya.

Rina hanya menggangguk pelan, wajahnya hanya menekuri makanan dipiringnya. “Ya
Allah kuatkanlah hamba-Mu ini…” Bisiknya dalam hati

Diseberang meja Eca senyum-senyum geli melihat tingkah laku kak Rina. Luar biasa
perempuan tomboy ini sudah berubah 360 derajat dari saat mereka bertemu dipertandingan
karate dua tahun yang lalu. Kak Rina yang malu-malu ini dua tahun yang lalu adalah juara
Karate Nasional Putri. Rambut panjangnya yang lurus di kuncir kuda dan melambai-lambai
dengan indahnya ketika ia melakukan gerakan karate dengan sangat baik. Sekarang gaya
bicaranya sangat sopan dan dewasa. Lemah lembut tetapi juga tegas dengan prinsip yang
dipegangnya, serta feminim. Orang lain yang baru menemuinya pastilah tidak menyangka jika
ia bekas juara karate. Pantas saja Bang Nino naksir berat padanya. sampai-sampai rela
mengejarnya dan meninggalkan kehidupannya yang mapan di Surabaya.

“O iya Ca, maaf kakak ga bawa gamisnya “

“Ga usah kak. Itu juga yang beliin Bang Nino, terus gamisnya agak kegedean klo di
pakai Rina”
Selebihnya Rina lebih banyak diam sehingga merekapun menyelesaikan makannya
dengan cepat. Dan ketika Rina akan membayar, Rina mendengar Nino berkata “ Sudah di
bayar sayang”.

“Ya Allah cobaan apalagi ini “ sahutnya dalam hati. Sudah cukup hatinya hancur karena
kepercayaannya di langgar orang seseorang yang begitu ia cintai. Tapi lebih dari itu begitu
banyak cacat dalam dirinya yang membuatnya tidak merasa layak mengkhayal tentang Nino
yang kemana-mana selalu diperhatikan dan di taksir oleh perempuan-perempuan cantik.

Merekapun kembali menaiki mobil Toyota Fortuner Nino yang kemudian melaju
menderu melalui jalan kaliurang. Tidak banyak yang mereka bicarakan karena Eca di belakang
sudah tertidur dengan lelap.

“Besok berangkat naik apa? jam berapa?” tanya Nino yang mengingatkan Rina bahwa
keadaan mereka sangatlah berbeda.

“Naik kereta bisnis jam 8 Pa “ Kenapa hati Rina terasa sedih.

“Besok saya juga ada perlu ke Jakarta. Bagaimana klo kita bareng aja?” Ditatapnya
Rina sesaat sambil beristigfar. “Ya Allah astagfirullah” sahutnya dalam hati.

“Memangnya susah untuk memanggil abang ya?” sahut Nino seraya menatap jalanan
aspal yang menanjak itu.

Rina menggelengkan kepala.

“Coba panggil klo gitu. Abang Nino” Desak Nino

“Abang Nino….” sahutnya sambil tersenyum. Ada rasa panas yang menjalar di
wajahnya. Sudah pasti wajahnya memerah.

“Jangan-jangan kamu pulang untuk persiapan lamaran?”

Rina mengangguk pelan.

“Walaupun Kamu tidak menyukainya? mencintainya?” Tanya Nino seraya menatap


tajam pada Rina

“Itu bukan urusanmu bang. Takdir yang tertulis untuk ku tidak akan pernah tertukar
dengan siapapun. Yang harus aku lakukan hanyalah melakukan yang terbaik. Aku telah
melakukan bagianku, selebihnya sudah kuserahkan pada Allah Subhanahu wataa’la. Apapun
itu pastilah yang terbaik untukku” Tanpa keraguan sedikit pun Rina mengatakan kalimat itu
dihadapan Nino. Tapi dia sedikit bingung ketika dilihatnya buku jari Nino memutih seraya
memegang setir.

“Ok klo begitu. Barang-barang sudah siap di bawa semua?” Tanya Nino untuk
mengalihkan perasaannya yang membuncah setelah mendengar kalimat yang dikatakan Rina
barusan. “Dia tidak mencintai laki-laki itu” pikirnya dalam hati
“Hanya bawa beberapa baju aja. Karena masih akan balik pas wisuda nanti jadi barang-
barang lain ga dibawa.” Serahkan saja semuanya pada Allah Subhanahu wataa’la sahut Rina
dalam hati seraya keluar dari mobil diikuti oleh Nino yang berjalan kebagasi dan mengambil
kotak kardus tempat alat TA yang dibuat oleh Rina serta langsung menyerahkannya .

“Ini alatnya”

“Terimakasih banyak atas bantuannya. Semoga Allah membalas semua kebaikan


Abang” Suara Rina seperti tercekat. Entah mengapa hati Rina terasa sesak.

“Sama-sama sayang” Rino menatap Rina dengan nanar, berharap Rina bereaksi
dengan kata terakhir yang ia ucapkan.

Karena takut air matanya menetes, Rina buru-buru berjalan masuk menuju kostan
dengan langkah kaki yang agak gontai. Terlalu banyak berharap akan menimbulkan fitnah.
Mereka hanyalah hamba Allah yang menunggu kepastian Takdir-Nya. Tetapi apakah jika
berdoa aku boleh berharap agar bisa bersamanya?

Nino memperhatikan Rina dengan seksama. Dari rekasi yang ia lihat dan reaksi yang
ditimbulkan hatinya sungguh diluar dugaan. Ia begitu mencintai perempuan sederhana ini
sepenuh hati. Tapi gadis ini seperti berusaha menjauhkan diri darinya. Apakah itu karena ia
merasa tidak layak menerima cinta darinya. Hatinya terasa ngilu. Yang pasti sore ini seorang
Faturrahman Nino telah membuat keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan mereka
berdua.

inggu lalu hampir saja orang tuanya melamar Rina ketika mengadakan
pengajian dadakan. Memang betul-betul dadakan untuk melamar Rina. Nino sengaja meminta
Eca untuk berpura-pura terkilir kakinya sehingga bisa mengajak Rina untuk datang kerumah ia
ingin memperkenalkan Rina pada keluarganya. Diluar dugaan gadis itu bukannya senang
melihat rumahnya yang besar, dia malah terlihat ketakutan. Mungkin ia merasa tidak layak
berada di tempat itu. Sepanjang waktu wajahnya murung dan gelisah. Ia bahkan tidak berani
melihat wajah Nino. Melhat hal itu mamah malah kesenangan. Mamah langsung merasa bahwa
Rina adalah gadis baik dan sederhana yang pantas untuknya. Tapi malam itu Nino khawatir jika
mereka memaksanya lebih keras lagi maka ia pastilah langsung pergi dari hidup Nino.

“Nino sudah menunggunya selama tiga tahun mah”

“Nino gadis itu butuh kepastian, jika saat ini dia belum menjadi milikmu itu karena kamu
tidak memberinya kepastian. Take it or leave it . Kamu tidak bisa bermain dengan
perasaannya, pada akhirnya kamu akan terluka jika melihat dia bersama yang lain.” Sahut
Mamah.

“Nino tau mah, tapi dia berbeda. Karena itu biar Nino yang menyelesaikannya dengan
cara Nino sendiri” Nino berbicara dengan sangat jelas . Ia sudah memperhatikan perempuan itu
selama tiga tahun. Ia tidak akan pernah bisa mendapatkan hatinya jika dengan cara
memaksanya. Nino harus bersabar sebelum Rina menyelesaikan sidang TA nya. Berikan dia
waktu agar Rina bisa mencintainya dengan caranya sendiri.

Malam ini Nino tidak bisa tidur ia gelisah membayangkan Rina akan dimiliki oleh laki-laki
lain selain dirinya. Rasa ini telah ia rasakan setahun yang lain dan itu sangat menyakitkan.
Ketika ia mendengar dari Eca kabar tentang pertunangan Rina dan Dito, hidupnya seperti
hancur. Tapi ia ikhlas menghadapinya. Kebetulan ayahnya juga pada saat itu mengalami
serangan jantung, sehingga Nino memutuskan untuk kembali ke Jogjakarta untuk merawat
ayahnya karena ia anak pertama dari tiga bersaudara. . Ia langsung mengajukan surat pindah
ke universitas negeri di Jogjakarta. Ia juga melamar menjadi dosen di universitas tempat Rina
kuliah, akan tetapi formasi dosen untuk keilmuannya sudah terisi.

Entah kenapa suatu sore dia dihubungi oleh panitia penyelenggara pengajian dan kajian
mingguan untuk menggantikan KH. Bahtiar yang tidak bisa hadir. Ketika ditanya kenapa penitia
menunjukknya, panitia menjelaskan bahwa penunjukkan itu didasarkan pada pesan yang
disampaikan oleh KH. Bahtiar yang merupakan guru mengajinya yang menerangkan bahwa
ada seorang dosen universitas negeri yang juga memiliki keilmuan di bidang quran dan hadits
dan alumni dari Al Azhar Kairo Mesir .

Betapa terkejutnya ia menenukan seseorang yang sudah memikat hatinya mengenakan


hijab dan mengikuti kajian yang diberikannya. Ia merasa bahwa Allah Subhanahu wataa’la telah
memberinya kesempatan kedua untuk membuktikan cintanya. Cinta yang ia lakukan dalam
diam seperti cinta Khalifah ke empat Sayidina Ali kepada Fatimah Azzahra putri Baginda Nabi
Muhammad SAW.

Singkat cerita beberapa bulan kemudian Eca menemuinya dan mengatakan kabar
padanya bahwa terjadi perbedaan prinsip antara Rina dan Dito, bahkan mereka diisukan sudah
diambang putus dikarenakan Dito tidak menyukai Rina menutup auratnya. Hal ini
menjadikannya lebih bersungguh-sungguh dalam berdoa kepada Allah agar kelak diberikan
jalan yang terbaik bagi mereka berdua. Kemudian terjadilah peristiwa di kantin FTI itu. Dan
diikuti oleh berbagai peristiwa yang entah mengapa seperti memberikan lampu hijau untuk
cintanya.

ring….kring … alarm hp berbunyi. Rina langsung berwudhu dan melaksanakan


shalat tahajud dan witir. Dalam sujudnya ia berdoa agar di berikan jalan yang terbaik bagi
hatinya yang gundah gulana. Doa disepertiga malam seperti ini adalah termasuk doa yang
mustajab karena Allah langsung yang akan memberikan pertolongan pada hambanya yang
berdoa pada-Nya. Ya Allah hamba iklhlas atas semua ketentua-Mu. Kuatkanlah hamba untuk
menjalani semua yang telah Engkau takdirkan.

Setelah melaksanakan shalat subuh Rina langsung mempersiapkan diri untuk berangkat
ke stasiun. Waktu yang diperlukan kurang lebih hanyalah 30 menit dari kostannya samapi ke
stasiun Tugu jika diantar oleh Naura. Tetapi entah mengapa semalam Naura menghubunginya
dan meminta maaf karena pagi ini ia tidak dapat mengantarnya ke stasiun dikarena badannya
sedang demam. Jika harus menaiki transportasi umum maka waktu yang diperlukan kurang
lebih satu jam. Karena itu ketika melihat jarum jam menunjukkan pukul 5 pagi, Rina langsung
membawa bajunya dalam koper kecil dan tas selempangnya. Ia pun berpamitan kepada teman
dan Ibu kost. Dibukanya pintu gerbang paling luar yang berada di pinggir jalan. Dan betapa
terkejutnya ia melihat Nino sudah berdiri di depan mobilnya persis dua meter dari tempatnya
berdiri. “Ya Allah astagfirullah, kuatkanlah hamba-Mu yang lemah ini” serunya dalam hati.

Nino tersenyum dan langsung menghampirinya. Persis seperti dugaannya perempuan


ini akan melarikan diri darinya dan memberikan luka baru untuknya serta rasa penyesalan
seumur hidupnya.

“ Assalamuallaikum”

“Waalaikumussalam”

“Sudah siap? mari aku antar ke stasiun. Jam segini belum ada angkot yang lewat
apalagi taksi “ Diraihnya koper kecil dari tangan Rina dengan lembutnya dan tanpa menyentuh
pergelangan tangannya . Diperhatikan olehnya ternyata Rina mengenakan sarung tangan tipis
berwarna senada dengan gamisnya.

“Tapi Pa, saya sudah ada janji dengan teman “ Rina berusaha untuk menghindar

“Naura sedang demam, masa kamu tega sama dia sayang” Ditatapnya Rina yang begitu
terlihat kikuk dan canggung seraya memasukkan kopernya ke kursi tengah mobilnya.
Dibukanya pintu bagian depan untuk penumpang, yang berarti Rina harus duduk di kursi bagian
depan sebelah pengemudi. “Ayo berangkat “ sahut Nino seraya menaiki mobil

Rina memandang Nino ragu-ragu.

“Kenapa?” Tanya Nino “Ayo naik keburu ketinggalan kereta nanti”

Akhirnya Rina memaksakan dirinya untuk menaiki mobil “ Maaf Pa merepotkan saja
saya ini”

“Aku melakukannya dengan keinginanku sendiri” Jawab Nino dengan suara tanpa
keraguan seraya menatapnya dengan tatapan sayu.

“Kamu pulang untuk berapa lama?”

“Saya menunggu sampai wisuda baru kesini lagi”

“Sudah punya rencana apa? “

“ Yah mungkin akan melamar pekerjaan di beberapa tempat” sahut Rina ringan

“Gimana klo ikut aku ke Jerman, mau ga? “


Rina menatap wajah Nino sesaat sebelum menatap kesunyian Fajar. “Saya mungkin
tidak akan pernah kesana Pa”

“Abang…”

“Oh iya maaf abang maksud saya…” suara Rina lirih

“Padahal aku ingin sekali mengajakmu kesana”

“Itu seperti punduk merindukan rembulan” suaranya makin tercekat dan lirih. Hati Nino
terasa ngilu melihat Rina berbicara seperti itu.

“Bagaimana caranya supaya kamu mau ikut ke Jerman ?” Tanya Nino sambil mengerem
mobilnya dan menatapnya dengan tatapan sayu

Rina terkejut karena pertanyaan Nino dan karena mobil di hentikan mendadak. Ini
berarti bahwa sangat urgent mendengar jawaban darinya. “Aku hanyalah seorang hamba yang
hina, tdak sepantasnya untukku mengatakan hal diluar apa yang sudah di tetapkan oleh
Tuhanku” seraya menundukkan pandangannya.

Nino tersenyum “Ok. Aku pun hanyalah seorang hamba-Nya, karena itu kita harus
melakukan persis seperti apa yang diperintahkan oleh Tuhan pemilik alam semesta ini”
Kemudian mereka pun saling berdiam diri selama sisa waktu menuju stasiun.

Sesampainya dibandara Nino mengeluarkan koper kecil milik Rina dan sebuah tas
ransel yang langsung ia kenakan dipunggungnya. Rina menatapnya dengan penuh curiga. “
Abang mau kemana?”

“Mau ke Jakarta. Pas kita datang sesuai jadwal”

Tiba-tiba Rina baru menyadari lingkungan disekitarnya “Abang ini bukan stasiun. Ini
bandara, abang salah belok tadi” Rina menarik salah satu tali ransel Nino.

“Aku udah tau. Emang kamu dari tadi kemana aja sampai baru sadar klo kita itu menuju
bandara bukan stasiun?”Ditatapnya perempuan didepannya ini dengan lembut. “Ayo cepat kita
harus check in sekarang”

“Abang, aku ga punya tiket bang” sahut Rina dengan lirih. Sebenarnya ia ingin
mengatakan bahwa ia tidak punya uang untuk beli tiket.

“Aku sudah membeli tiket untuk kita” Nino menunjukkan tiket dengan kedua nama yang
tertera di sana Mr dan Mrs Faturrahman Nino. Entah mengapa air mata Rina tak terbendung
lagi, langsung mengalir keluar begitu saja. Ditutupnya wajahnya menggunakan sebagian
hijabnya.

“Kamu lagi godain aku ya? Mau aku peluk? ”

“Ya Allah, Abang jangan bercanda, ini ga lucu bang”


“Apanya yang bercanda” suara Nino dengan lembut tangannya memegang erat tangan
Rina yang bersarung tangan. “Ayo cepet nanti kita ketinggalan pesawat”. Merekapun langsung
boarding pass dan selama 50 menit mereka mengudara. Tak lama setelah menaiki pesawat
entah mengapa Rina tertidur sampai tak sadar klo dia bersandar ke bahu Nino “Rina sayang,
kita sudah sampai”

Rina pun terbangun dan malu. “ Ah maaf aku ketiduran”

“Ga papa. Itu berarti kamu nyaman sama aku”

“Huh pede..” sahut Rina ringan. Merekapun berjalan menuju pintu keluar kedatangan di
terminal 2A. Tut..tut… Hp Nino berbunyi, sepertinya ada panggilan masuk. Nino pun
mengangkat Hp nya dan berbicara sebentar. Khawatir membuat Nino tidak nyaman Rina pun
melangkah menjauh sedikit. Tiba-tiba dari arah belakang ada seorang perempuan cantik
berhijab dan berpakaian sangat modis memanggil nama Nino. “Nino….. Ternyata kamu baru ke
Jakarta juga . Kenapa tadi kita ga bareng aja ya?”

Nino pun terkejut. Ia langsung menatap wajah perempuan itu dengan tajam. Rina
terkejut juga dan langsung berjalan lebih cepet sedikit berlari didepan. Aduh ya ampun, Rina
baru sadar klo kopernya tadi dibawa Nino. Mana dia ga tau gimana caranya pulang. Ah dia
inget pakai taksi online aja. Rina pun membuka aplikasi taksi online di Hp nya, saat tasnya
ditarik. “Ayo cepat” Cepat sekali jalannya, tiba-tiba sudah datang mobil dan Rina sudah masuk
kedalamnya. Dan Rina terkejut lagi, didalam mobil ada perempuan tadi yang berbicara dengan
Nino.

Perempuan itu duduk disamping supir. Nino duduk disebelahku tapi tidak ada satu orang
berbicara. Nino terlihat marah padaku, aduh aku kekanak-kanakan banget ya.

“Hai Rina” Sapa perempuan itu dengan lembut. “kenalin tantenya Nino yang paling
muda dan cantik, kamu boleh panggil tante Maryam” seraya tersenyum “ Kamu tadi kenapa
kabur?” tambahnya lagi seraya menutup mulutnya dengan tangan menahan tertawa. “Tadi Nino
sampai kebingungan nyariin kamu. Pantas saja Nino memilihmu, ternyata kamu itu lucu banget
ya”

Rina melihat kearah Nino, yang sedang menatapnya tajam. Dia tidak marah tapi juga
tidak bicara. Akhirnya Rina tersenyum dengan sangat manisnya “Maaf”

Nino hanya membuang muka dan menghela nafasnya, mungkin memang dia tadi
kecapean lari. “ Karena kamu membuat aku lari-lari tadi sebagai hukumannya kamu aku anter
pulang pas sore nanti.”

“Jangan nanti, ayah ibu…”

“Aku sudah menelpon mereka tadi” sambar Nino “Mereka mengijinkan “

Semenjak kapan Nino punya nomor telpon ayah. “Kamu bilang klo aku pulang sama
kamu gitu?”
“Iya” sahut Nino cepat

“Aduh…aduh …” Saat itulah Rina menatap keluar kaca jendela mobil dan melihat tugu
Selamat Datang di DKI Jakarta. “Lho kok malah ke Jakarta”

“Itu salahmu sendiri. Aku sudah ditunggu orang jadi ga mungkin nganterin kamu dulu”

“Aku kan bisa naik taksi online atau ojek online” sahut Rina tidak percaya.

“Itu salahmu sendiri” jawab Nino sekenanya.

“Kehotel dulu ya Pa” Sahut Nino kepada supir dan si pak supir pun menjawab “Baik
Tuan”

“Tenang aja Rina. Kita ke hotel milik keluarga Nino kok” Tante Ita mencoba
menjelaskan.

“Ayo kita turun” Nino mengajak Rina untuk turun “ Koper jangan diturunkan Pa “ Nino
menarik lembut tas selempang Rina. Dan Rinapun mengikutinya, setelah Rina berjalan
disampingnya Ninopun melepaskan tas Rina. Tante Ita turun juga tapi sepertinya ia mengurus
sesuatu dan menelpon seseorang, sepertinya sibuk sekali. Tapi klo tante Ita di loby berarti yang
naik keatas cuma kami berdua. Rina langsung menatap tajam pada Nino

Nino seperti tau apa yang dipikirkan Rina, tapi malah balik menatapnya dengan tajam
“Apa?”

“Kenapa ?” Rina tidak bisa melanjutkan kalimatnya. “Tenang saja mungkin dia lupa klo
aku juga karate sabuk biru” pikir Rina dalam hati.

“Hei kamu itu baru sabuk biru, klo aku itu udah sabuk hitam” sahut Nino sambil
tersenyum.

“Ya ampun itu orang kayak dukun aja” seru Rina dalam hati, dan ia pun tersenyum.

“Kamu itu ya dari tadi godain orang emangnya ga capek ?” sahut Nino sambil
menyandar ke lift. “Emang kamu ga takut klo aku habis kesabaran? “ Nino menatap Rina
dengan tajam.

“Siapa yang menggoda…” Tiba-tiba pintu lift terbuka dan mereka sudah mencapai lantai
tujuan.

“ Save by the bell” Jawab Nino mengajaknya keluar lift “Ayo” Merekapun memasuki satu
ruangan kamar yang luas. Rina melihat kamarnya sangat luas. Dia melihat ada beberapa setel
baju laki-laki yang sudah tertata rapi di lemari yang pintunya terbuka sedikit. Klo lemarinya rapih
seperti ini berarti .

“Aku mandi dulu sebentar ya. Kamu santai aja dulu” sahut Nino “Tenang aja sebentar
lagi tante datang membawa baju untukmu “ Dan Nino pun berlalu dengan membawa beberapa
helai baju. Rina duduk disalah satu kursi dekat jendela. Ia bertanya-tanya berapa harga sewa
kamar hotel ini semalam. Kamarnya besar serta perabotannya sangat indah. Didalam hati tak
henti-hentinya ia beristigfar. Tak lama Tante Ita pun muncul membawa satu setel pakaian
wanita. Sebuah gamis cantik lengkap dengan hijab dan sarung tangannya.

“Rina mau mandi dulu ga?” tanya Tante Ita sambil membereskan beberapa peralatan di
meja rias, sepertinya peralatan make up.

“Maksudnya tante?”

“Mandi dulu jadi nanti enak make up nya”

“Make up, emang ada apa tante?”

Tante Ita tersenyum. Akhirnya ia mendekati Rina dan duduk disampingnya. “Rina
sayang, kamu itu ga ngerti atau pura-pura ga tau?”

“Tentang apa Tante? “ Rina memandang tante Ita tidak enak.

“Nino hari ini harus menemui acara penting. Jadi tante harap Rina bisa menemaninya ke
acara itu. Karena itu sekarang sebaiknya kamu mandi dan memakai baju kemudian tante bantu
make up.” Sahut tante Ita dengan sangat ramah. Ditumpukknya satu setel baju untuk Rina
beserta hijabnya yang senada berwarna biru pupus warna kesukaan Rina. Tidak ada waktu
bagi Rina untuk bertanya sebenernya mereka akan pergi keacara apa karena tante Ita langsung
mendorongnya ke kamar mandi.

Ketika memasuki kamar mandinya, Rina tercengang karena keindahannya tidak kurang
dari keindahan kamarnya. Walaupun begitu ia tidak lupa untuk membaca doa untuk memasuki
kamar mandi dan tidak berlama-lama didalamnya. Ia pun mengenakan baju dan hijab barunya.
Kemudian keluar dari kamar mandi tante Ita langsung menyambutnya dengan dan memberinya
make up.

“Tante maaf make up nya tolong jangan tebal-tebal ya” Pinta Rina

Tante Ita pun tersenyum” Rina tante ini MUA Make Up Artis jadi Rina tenang saja ya.
Kamu ga tau kan klo tante itu sudah berusia 45 tahun pas kita pertama bertemu tadi? …hihihi “
tante Ita cekikikan

Rina tersenyum malu “Nino mana tante?”

“Ia kebawah tadi rapat dengan staf dulu. Sebentar lagi ia pasti datang jemput kamu
terus kalian datang ke acara nya deh. “ Seraya memberikana make up kepada Rina, tante Ita
pun berceloteh “ Kamu tau ga kemarin seperti ada gempa bumi di rumah. Semua orang kalang
kabut kocar kacir ga karuan. Tapi pacarmu itu emang dasar ya udah seperti ini masih aja sibuk
dengan kerjaan.”

“Kerjaan apa tante ? “

“Ayah Nino sudah pernah kena serangan jantung, jadi sebagian kerjaannya di
limpahkan menjadi tanggung jawab Nino. Nino pindah dari Surabaya ke Jogja salah satu
alasannya ya karena ingin merawat ayahnya. Ga mungkinkan klo ia tinggal di Surabaya dan
harus ke Jakarta kapan ngurus orang tuanya di Jogja. Tante denger salah satu alasan yang lain
karena dia naksir perempuan”

“Tapi tante, Rina bukan pacar Nino…”

“Masa?” Tanya balik tante Ita seperti tak percaya “Kamu suka tertutup atau tidak
dadanya klo pake hijab?”

“Tertutup tante” Setelah mendengar jawaban Rina tante Ita pun langsung merapihkan
hijab Rina sehingga menutupi bagian dadanya.

“Dia itu dari kecil memang seperti itu, anak yang tidak mudah berbicara dengan orang
lain. Makanya sering membuat orang lain salah faham. Tante inget dulu klo suka ada aja anak
perempuan yang main ke rumah karena Nino sering main kerumah tante. Biasanya besokannya
dia ga datang kerumah selama satu minggu. Anak yang tidak banyak bicara itu sangat menurut
kepada kedua orang tuanya. Lulus SMA dia berusia 15 kemudian kuliah S1 diITS 3 tahun dan
S1 lagi di Al Azhar Kairo 4 tahun. Kemudian dia ambil S2 di Jerman 1 tahun lebih malah. “

“Assalamuallaikum” Suara itu kini sangat familiar. “Walaikumussalam” jawab Rina dan
tante Ita bersamaan.

“Gimana rapatnya sudah selesai?” tanya tante Ita

“Sudah tante“ jawabnya sambil duduk dikursi yang sama yang diduduki Rina di dekat
jendela. “Tante sudah makan belum? kita pesen makanan ya “ Sahut Nino seraya mengangkat
Hpnya yang barusan bunyi. “Assalamuallaikum” sapa Nino sambil melambaikan tangan kepada
Rina member isyarat padanya untuk mendekat. Rina pun beranjak dari duduknya dan berjalan
menghampiri Nino.

“ Apa ?” Tanya Rina

“Ini ibu sama ayah.”sahut Nino tersenyum meninjukkan bahwa ia sedang video call
dengan ibu dan ayah Rina. “Ibu ayah mohon maaf kami belum sampai, ini saya baru selesai
rapat, mungkin jam 11an kami sudah sampai rumah.”

“ibu ayah “ sahut Rina melambaikan tangan. Kok dia bingungnya kenapa ibu dan
ayahnya terlihat bahagia sekali dan memakai kebaya.

“Ya sudah klo begitu. Ibu dan ayah menunggu disini ya” sahut ibu “Assalamuallaikum”
sahut mereka bersamaan.

“Walaikumussalam” sebelum Rina selesai menjawab salamnya mereka sudah menutup


video callnya. Rina menatap Nino penuh rasa curiga. “ Semenjak kapan abang punya nomor
telpon ayah?” Rina baru menyadari pakaian Nino sudah ganti menggunakan kemeja biru pupus
dengan dasi warna biru dengan salur garis tipis-tipis lengkap dengan jas dan sepatu pantopel.
Klo tidak salah tadi ia hanya menggunakan celana jeans dan kemeja serta sweather hitam.
“Ayo kita foto bareng dulu” Pinta tante Ita. Rina pun ditarik kesebelah Nino oleh tante.
Kemudian tante menfoto mereka berdua. “Tante kebawah duluan ya Nino. Rina udah selesai
tante make up. Nanti tante balik lagi kesini” Tante beranjak dari tempatnya dan menghilang di
balik pintu kamar.

“Sebentar lagi makanan datang jadi kita tunggu disini saja dulu. “ sahut Nino sambil
duduk bersandar ke kursi. dan lima menit kemudian ia terlelap.

“Ya Allah apa yang harus aku lakukan. Kenapa jadi berduaan saja dengan Nino” cepat-
cepat Rina beranjak ke pintu kamar bermaksud membukanya pintu selebar-lebarnya, tapi
karena lampu dan AC terintegrasi dengan pintu, akan otomatis mati jika pintu terbuka lebar,
bisa-bisa Nino malah bangun sehingga Rina pun mengurungkan niatnya. Ia kembali ke kursinya
itu pun duduk dikusi paling terjauh dari Nino. Beberapa saat kemudian diraihnya tas
selempangnya yang berada di samping Nino sambil berjalan berjinjit, tapi ketika ia berhasil
meraih tas nya, tasnya malah susah untuk ditarik dengan sekuat tenaga ia menarik tasnya dan
akhirnya ia menatap sosok diujung tas yang menahan tasnya sambil menatapnya tajam.

“Mau kabur ?” tapi tidak dilepaskan tasnya karena khawatir Rina bisa terjatuh
kebelakang. “Kamu itu ya bener-bener “ ditariknya tasnya perlahan hingga Rina pun
melepaskan tasnya dengan cepat. Nino melihat wajah Rina merona.

Rina duduk di kursi terjauh dar Nino. “ Aku itu bukan mau kabur, tapi mau menjaga
nama baik kita berdua.Tante bilang abang mau ke acara?”

“Kita makan dulu baru berangkat” Nino memejamkan matanya kembali. “ Tolong beri
aku 5 menit, mataku mengantuk sekali”

“Makanya klo malem jangan ronda”

“Sudah pake sarung tanganya belum?” memb er i tanda dengan tangannya agar Rina
mendekatinya.

“Sudah” Sahut Rina

“Rin kamu inget ga kapan pertama kali kita bertemu?” Tanya Nino meminta Rina untuk
duduk disampingnya. Alih-alih duduk disamping Nino, Rina malah pindah ke kursi sebelahnya.
Nino tersenyum melihat Rina. Senyum yang sangat lembut.

“Ternyata senyumnya manis banget “ sahut Rina dalam hati seraya mengalihkan
tatapnya melihat keluar jendela di sebelah kanannya.

“kenapa ? kamu mulai naksir aku ya?” tanya Nino spontan karena melihat semburat
merah di wajah Rina. “Kok ga jawab pertanyaanku?”

“Eca bilang kita ketemu dua tahun yang lalu, tapi maaf rasanya aku ga inget klo pernah
kita bertemu saat itu”
“Sebenarnya kita ketemu tiga tahun yang lalu. Aku ingat saat itu ada newbie datang di
Dojo. Gerakannya sungguh luar biasa untuk seorang newbie. Usut punya usut ternyata di
SMA nya dia dari BKC (Bandung Karate Club). “ Nino melirik ke arah Rina sebelum
meneruskan “ Ketika itu sensei sangat senang sekali karena kedatanganmu. Ia merasa telah
menemukan penggantiku di dojo“ Nino tersenyum pahit. “Aku dan teman-teman selalu menang
jika mengikuti kejuaraan hingga selalu menjadi juara umum setiap tahun. Aku datang ke Dojo
pada saat itu untuk pamitan karena akan berangkat ke Surabaya.” Nino menatap Rina yang
ternyata sedang menatapnya.

“Seperti dugaanku, kau memang bintang yang cemerlang. Setahun berikutnya aku
datang kepertandingan untuk mengantar Eca yang juga mengikuti pertandingan. Ternyata disitu
kamu menjadi juara. Dalam hati aku ikut berbahagia denganmu, aku juga melihat sensei
sangat bahagia . Entah mengapa bayanganmu ternyata telah merasuki diriku.” Nino
mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela. “Aku mulai bertanya pada Eca tentang dirimu.
Tapi Eca mengatakan padaku klo kamu sudah punya pacar. Dan begitu kecewanya diriku
ketika Eca mengabarkan klo kalian bertunangan. Rasanya aku ingin menghilang saja dari
muka bumi ini. Tidak lebih dan tidak kurang, hatiku hancur berkeping-keping”

“Aku hanya ingat ada seorang senpai yang selalu dikejar-kejar oleh gadis-gadis di Dojo.”
Rina menatap Nino “O itu abang ya ? “ seraya tersenyum “Dari dulu selalu saja tebar pesona
kepada gadis-gadis. Bagaimana mungkin kita bisa ngobrol, karena mereka selalu ngerubutin
abang” Rina ingat waktu itu mereka ribut sekali, sampai-sampai senpai-senpai laki-laki yang
lain pada sebel. Oh iya dia inget waktu itu ada senpai yang gerakan patah-patahnya itu bagus
banget, klo di inget-inget “ iya bener senpai itu pasti abang ya?” Ketika Rina bertanya ternyata
Nino sudah duduk di dekatnya.

“ Mau kah kamu untuk mengenal diriku lebih dalam lagi?”

Rina menggelengkan wajahnya. “Aku tidak ingin mengenalmu bang” jawabnya lirih.
Pada saat itulah pelayan datang membawakan sarapan yang dipesan tadi oleh Nino.

“Ayo kita makan dulu” ajak Nino dengan lembutnya, tapi dia tetep duduk diposisinya.
Mereka pun memakan sarapannya yang kesiangan itu dalam diam. Setelah Rina
menyelesaikan sarapannya. Nino mengajaknya pergi sambil membawa tas selempang Rina
dan memasukkannya ke dalam ranselnya.

“Kita mau kemana bang?”

“Kita mau pulang kerumah mu.”

“Ga jadi rapat lagi bang? keacaranya bang? ”

Nino tidak bicara ia hanya menggelengkan kepala. Merekapun berjalan memasuki lift
dan lift pun turun ke lantai dasar. Disana sudah menunggu Pa supir yang memberi salam
padanya dan membukakan pintu mobil untuk kami.

“Abang marah?”
“Kamu ga takut pergi sama aku?”

Rina gantian tidak menjawab ia hanya menunduk saja. Ia ingin pergi tapi hatinya
menahannya. Hatinya tidak bisa mengikuti logikanya akan tetapi ia pun takut untuk mendekat.
Akhirnya seperti inilah keadaannya . Menyedihkan adalah kata yang tepat untuk
menggambarkan keaadan dirinya saat ini. Senang sekali mendengar cerita Nino tadi, tapi ia
menahan dirinya karena Allah telah melarangnya. Hijrah yang ia lakukan adalahlah karena
hidayah dari-Nya karena itu ia tidak boleh menggagalkannya sendiri. “Tidak “ Jawabnya
dengan lirih.

“Kenapa?”

“Langit itu berbeda dengan bumi. “ Sahut Rina seraya tersenyum.

“Kenapa kamu begitu yakin?” tanya Nino seraya menatapnya “Apa salahnya jika langit
memilih bumi? terkadang bumi pun merindukan langit”

“Kadang kita terlalu memikirkan yang telah terjadi tapi lupa untuk mengingat apa yang
akan terjadi pada kita” tambah Rina juga dengan tersenyum.

“Ternyata sekarang kamu sudah dewasa ya sayang“ Balas Nino “Kamu tau kan hukum
apa yang berlaku untuk seorang gadis yang sudah menginjak dewasa dalam Islam?” sahut
Nino tersenyum penuh dengan sarkasme ketika melihat wajah Rina kembali merona.” Begitu
dalam perasaanmu sehingga menyakiti dirimu sendiri pun kamu lakukan dengan rela hati.” Bisik
Nino dalam hati “Aku tidak akan membuatmu menyerah dengan begitu mudahnya” tambahnya
seraya menatap keluar jendela.

Tak lama Rina pun sudah terlelap kembali dan tidak sadar menyandarkan kepalanya ke
bahu Nino. Setelah mendekati rumah Rina tiba-tiba pa supir menabrak lubang di jalan yang
membuat Rina terbangun.

“Sudah bangun sayang? sebentar lagi kita sampai” Betapa terkejutnya Rina ketika
menyadari bahwa ia tidur bersandar di bahu Nino. Rina langsung bangun duduk menjauh.

“Sampai dimana? “ Jawab Rina dengan lembut.

“Sampai di kehidupan kita yang baru” Mendengar Nino mengatakan itu pintu mobil pun
terbuka, Rina keluar dari mobil dengan tangan digenggam erat oleh Nino. “Sayang tangannya
kan udah pake sarung tangan” bisik Nino saat Rina ingin melepaskan genggaman tangannya.

Dari kejauhan Rina bisa melihat kedua orang tuanya, keluarga besar Nino bahkan tante
Ita yang tadi menghilang pun sudah berada disana. Ada juga Eca dan para tetangga juga sudah
hadir. Didepan rumah Rina sudah terpasang tenda dan semua perlengkapan pernikahan. Rina
menatap Nino tidak percaya tetapi laki-laki itu tidak melihatnya walaupun mengenggam erat
tangannya. “Abang…abang…ini apa?” sahut Rina panic, bagaimana caranya ia untuk menarik
perhatian laki-laki ini ya, ia pun berbicara dengan lembut pada Nino “ Sayang ini ada apa
sebenarnya?”
Nino tersenyum padanya dan mengatakan “Aku mencintai mu Nisrina Azzahra, dan hari
ini keluargaku datang untuk melamarmu. Kita akan menikah sekarang. Apakah kamu bersedia
menjadi istriku?

“MasyaAllah..SubahanaAllah…” sahut Rina, Iapun menatap Nino yang tengah


menatapnya dengan mata yang lembut dan Rinapun mengangguk pelan dan bersyukur kepada
Allah subhanahu wataa’la sedang Nino langsung melakukan sujud syukur kepada Allah
subhanahu wataa’la.

“Aku tidak akan melepaskanmu seumur hidupku. Apapun yang terjadi dikemudian hari,
kita akan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan kita bersama. Akan banyak
suka dan duka tapi bagiku takdirku adalah untuk menikah dengan mu” Tidak ada keraguan
sama sekali yag terpancar dari bola mata yang tajam itu. “

Rina dan Nino melaksanakan akad nikah setelah melalui prosesi lamaran. Ternyata
Nino semaleman tidak tidur karena mempersiapkan semua hal untuk hari ini. Ia menghubungi
semua pihak yang bersedia mempersiapkan semua kebutuhan hari ini dalam waktu singkat.
Merekapun pergi ke Jerman dan langsung ke Mekah untuk berbulan madu dan umrah.
Kesabarannya dan perjuangannya untuk berusaha mencintai Rina dalam diam telah menjaga
mereka dari cinta yang tak halal. Semuanya adalah berkat kasih sayang Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha penyayang yang telah mengajarkan kepada kita semua untuk mencintai
dengan tanpa syarat.

Anda mungkin juga menyukai