Anda di halaman 1dari 3

ANAK PERTAMA = MENGALAH?

Kepada papa & mama,

Kalau kata mas aditya mulya,


Menjadi panutan bukan tugas anak sulungkepada adik-adiknya.
Menjadi panutan adalah tugas orangtuauntuk semua anak.
Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena
dia sulung. Nanti yang sulung benci sama takdirnya dan si bungsu
tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang sama. Semua anak
wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya
semua manusia lakukan.
Itu kutipan dari novel sabtu bersama bapak. Yang one of the
powerful novel i have read. Gak pernah gak jatuh cinta kalau baca
novel ini
Nah gimana dengan mengalah? Saya sebagai anak pertama sering
sekali dituntut untuk yang harus mengalah dari adik-adik saya.
Bahkan ketika saya mengadu sama orang tua, malah saya yang
dimarahi padahal saya melakukan itu karena saya membela diri
atau sedang memberi tahu yang benar tapi mungkin adik saya ini
berlebihan sekali sampai bilang saya yang begini begitu dll padahal
disakiti juga engga. Sebenarnya saya agak kontra disitu. Seolah
menunjukkan kalau selamanya merekalah yang benar dan saya
yang salah semata-mata karena saya anak pertama. Well.. Kalau
boleh minta sama tuhan, saya juga maunya jadi anak paling kecil
aja. Biar gak dituntut untuk selalu mengalah.
Saya gak setuju dengan statement anak pertama harus selalu
mengalah lalu anak terakhir boleh manja-manjaan dan sesukanya.
Gak adil bagi saya. Kalau begitu kapan dong anak terakhir mengerti
dewasa dan mengalah kalau dibela dengan manja? Kapan mereka
mengerti itu salah kalau mereka tidak pernah dilatih untuk mengaku
pada kesalahannya? Kalau anak pertama harus dituntut mengalah

dan mengganti peran orang tua, kapan mereka bisa merasakan


bermanja sekedar bersandar dan bertukar cerita dengan orang
tuanya kalau kesempatan itu didominasi sama anak paling terakhir
saja? Apa ini adil?
Sebagai anak pertama, saya menjadi anak yang lebih tegas pada
akhirnya, gak pernah nangis di depan orang tua dan keluarga sejak
smp (kalau sd gak ingat), mandiri sejak kecil (fyi waktu umur dua
tahun saya udah bisa ke kamar mandi dan apa-apa sendiri),
pemendam dll. Itu baiknya. Mungkin ini tidak akan terjadi kalau saya
jadi

anak

terakhir.

Kabar buruknya, saya tidak pernah berbagi cerita dengan orang tua
tentang apapun meskipun tentang teman. (kadang-kadang sih
masih suka cerita sama mama) Karena orang tua saya orang sibuk,
kalau pun ada waktu luang dihabiskan dengan adik-adik saya. Saya
anak perempuan dan anak pertama pula. Padahal sebenarnya orang
tua

saya

adalah

orang

yang

menyenangkan.

Memang

pada

dasarnya saya gak terlalu suka curhat atau cerita-cerita galau. Gak.
Pada siapapun saya jarang curhat tapi saya dan orang tua cukup
dekat karena mereka juga asik buat diajak nyanyi bareng, becanda
bareng, jogetan bareng, pokoknya layaknya kakak-adik. Saya juga
jadi orang yang tampak kuat padahal lemah. Saya gak pernah
terlihat sedih dan tampak baik-baik saja nyatanya saya punya
kesedihan juga dan punya masalah yang membuat saya pernah
hampir mau lempar gelassaking marahnya. Iya. Pernah depresi
sekali rasanya sampai saya gagal menemukan siapa saya ini.
Akhirnya saya introspeksi apa yang membuat saya seperti itu. Saya
juga pernah nekad kabur dari rumah gara-gara apa lupa sih ini
waktu sd atau smp lupa deh wkwk.
Saya pernah iri dengan kehidupan teman saya yang jadi anak
terakhir, anak tengah yang tidak dituntut ini itu dan lainnya.
Memang saya pernah berpikir kenapa sih tuhan harus jadikan saya
anak pertama? Gak adik saya saja yang jadi anak pertama? Saya
akhirnya sadar kalau sebenarnya semua pertanyaan yang sifatnya

tak bisa terjangkau manusia seperti itu bukan tidak ada jawabannya
tapi ada hal yang sebaiknya tidak usah kita uring-uringkan karena
alasan itu ada pada sang pencipta itu sendiri. Kita entah sudah
diberi tahu atau belum.
Nanti kalau saya punya anak saya gak mau men-stereotype bahwa
anak yang pertama harus mengalah. Tidak. Saya akan menerapkan
bahwa semua anak harus mengaku kesalahannya. Semua anak
harus belajar mengalah, tidak egois, dan bertanggung jawab akan
siapa dirinya.
Saya perwakilan dari anak pertama yang dituntut selalu mengalah
sampai pernah mengatakan sama mama kalau dia terus dibela
kapan dia sadar dia salah? Dan mama diam. Ini waktu sma sih.
Tapi saya berpikir positifnya saja. Setidaknya saya bisa lebih punya
pemikiran matang, lebih bisa tumbuh dengan pikiran bijak, bisa
mencari problem solvingsendiri untuk masalah saya, bisa lebih
mandiri

mengatur self-control yang

walaupun self-control saya

sangat amat buruk sampai sekarang dan tidak egois yang semua itu
berasal dari segala tuntutan anak pertama sejak saya kecil.

Jadi, apakah yang harus mengalah hanyalah anak pertama?

salam,
anak pertama yang pernah menyesal menjadi anak pertama.
Yogyakarta, musdalifa maskur

Anda mungkin juga menyukai