anak
terakhir.
Kabar buruknya, saya tidak pernah berbagi cerita dengan orang tua
tentang apapun meskipun tentang teman. (kadang-kadang sih
masih suka cerita sama mama) Karena orang tua saya orang sibuk,
kalau pun ada waktu luang dihabiskan dengan adik-adik saya. Saya
anak perempuan dan anak pertama pula. Padahal sebenarnya orang
tua
saya
adalah
orang
yang
menyenangkan.
Memang
pada
dasarnya saya gak terlalu suka curhat atau cerita-cerita galau. Gak.
Pada siapapun saya jarang curhat tapi saya dan orang tua cukup
dekat karena mereka juga asik buat diajak nyanyi bareng, becanda
bareng, jogetan bareng, pokoknya layaknya kakak-adik. Saya juga
jadi orang yang tampak kuat padahal lemah. Saya gak pernah
terlihat sedih dan tampak baik-baik saja nyatanya saya punya
kesedihan juga dan punya masalah yang membuat saya pernah
hampir mau lempar gelassaking marahnya. Iya. Pernah depresi
sekali rasanya sampai saya gagal menemukan siapa saya ini.
Akhirnya saya introspeksi apa yang membuat saya seperti itu. Saya
juga pernah nekad kabur dari rumah gara-gara apa lupa sih ini
waktu sd atau smp lupa deh wkwk.
Saya pernah iri dengan kehidupan teman saya yang jadi anak
terakhir, anak tengah yang tidak dituntut ini itu dan lainnya.
Memang saya pernah berpikir kenapa sih tuhan harus jadikan saya
anak pertama? Gak adik saya saja yang jadi anak pertama? Saya
akhirnya sadar kalau sebenarnya semua pertanyaan yang sifatnya
tak bisa terjangkau manusia seperti itu bukan tidak ada jawabannya
tapi ada hal yang sebaiknya tidak usah kita uring-uringkan karena
alasan itu ada pada sang pencipta itu sendiri. Kita entah sudah
diberi tahu atau belum.
Nanti kalau saya punya anak saya gak mau men-stereotype bahwa
anak yang pertama harus mengalah. Tidak. Saya akan menerapkan
bahwa semua anak harus mengaku kesalahannya. Semua anak
harus belajar mengalah, tidak egois, dan bertanggung jawab akan
siapa dirinya.
Saya perwakilan dari anak pertama yang dituntut selalu mengalah
sampai pernah mengatakan sama mama kalau dia terus dibela
kapan dia sadar dia salah? Dan mama diam. Ini waktu sma sih.
Tapi saya berpikir positifnya saja. Setidaknya saya bisa lebih punya
pemikiran matang, lebih bisa tumbuh dengan pikiran bijak, bisa
mencari problem solvingsendiri untuk masalah saya, bisa lebih
mandiri
sangat amat buruk sampai sekarang dan tidak egois yang semua itu
berasal dari segala tuntutan anak pertama sejak saya kecil.
salam,
anak pertama yang pernah menyesal menjadi anak pertama.
Yogyakarta, musdalifa maskur