Lihatlah, dua kali aku bisa menahanmu karena petir itu datang,
begitu batinku.
Setelah kopi seduhanku selesai, aku hidangkan di hadapanmu. Kau
menyesapnya perlahan, aku yakin kau menikmatinya seperti biasa.
Mungkin aku akan tinggal disini sampai hujan reda, seperti
pintamu kau mulai membuka pembicaraan. Aku bahagia bukan
kepalang, aku ambil kudapan di kulkas dan ku taruh diatas meja.
Aku bingung kata apa yang akan kuucap, akhirnya aku hanya
membiarkan hujan memenuhi obrolan kuts dengan harapan ia tak
akan pernah reda.
Ingat, jangan berharap lebih.. aku hanya disini sampai hujan reda
kau menegaskan lagi. Aku tersenyum.
Iyya, silahkan..
Beberapa saat kemudian, kita terlibat obrolan seru seputar
kebahagiaan kita di masa lalu. Hingga tak terasa hujan sudah reda.
Aku ingin mengingatkanmu, namun kuurungkan. Aku ingin kau lebih
lama lagi disini.
Ah sudah reda tiba-tiba kau sadar akan hujan yang sudah reda.
Habiskan dulu kopimu cegahku, menahanmu.
Baiklah.. akhirnya kita terlibat obrolan lagi. Hingga gerimis tibatiba turun. Kau sadar dan bergegas keluar.
Ah, kau.. menahanku terlalu lama sampai hujan turun lagi! Kali ini
kau kesal dan marah padaku. Aku selalu takut jika menghadapi
situasi seperti ini. Aku ambilkan payung yang kau tinggal di dalam,
lalu kuberikan lagi padamu.
Silahkan pergi, mumpung hujannya belum terlalu deras Kau
mengambil payung itu dariku, begitu kasar seakan merebutnya. Kau
membukanya dan pergi meninggalkan aku yang mulai meneteskan
hujan di mataku sendiri.
Di seberang jalan, tiba-tiba sebuah mobil terparkir. Sepertinya
seorang di dalam mobil itu menawarimu tumpangan. Kau masuk,
membuang payung pemberianku keluar jendela.
Dlarr!! Senyum lelaki pemilik mobil yang seakan memamerkan
kemewahannya itu beriringan dengan petir yang tepat menyambar
rumahku hingga rubuh dan terbakar. Aku hanya berdiri diatas puingpuing rumahku, menatapmu dengan tatapan nanar penuh sesal,
sedih, cemburu, dan pilu. Aku bingung, jika suatu saat kau kembali
untuk berteduh lagi, apa yang bisa kutawarkan? Rumah yang penuh
ketulusan dan kesetiaanku, yang kubangun dan kudesain senyaman
mungkin untukmu telah rubuh. Aku terdiam mematung,
membiarkan tangisku hanyut bersama rintik hujan yang mulai deras.
Kau tahu, rumah ini adalah hatiku.