Anda di halaman 1dari 4

MAWAR TERAKHIR DARI SURGA

Seperti biasa, setiap jam 8 malam, dia pasti datang menemuiku. Dengan membawa seuntai
bunga mawar merah, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku selalu merasa
terpadaya melihat perlakuan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh harap dan selalu
membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar, aku sangat mencintainya, aku sangat tidak ingin
kehilangan dia., meski dia sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu,
akupun kehilangan sahabatku,aku seperti mendapat paket cinta buta. aku tidak peduli dengan
perkataan orang lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Sandi, meskipun dia sering
menghianati cintaku.

“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah
ngancurin kepercayaan aku!”

Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku.
Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.

“Maafin aku Nurfa, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Nurfa. Aku
sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Sandi, aku
sangat mencintainya.

Ya begitulah, cinta butaku sudah dimulai sejak 2 tahun yang lalu. Ketika aku dengan muka
tembok langsung menerobos Sandi saat dia hendak duduk mengisi pendaftaran ulang
mahasiswa baru.

‘ma…maaf bang… aku duluan ya bang…”

“eh..eh….. nurfa… enak aja main serobot antrian…punya otak gak sih, teman gue udah mau
duduk, kamu sambar aja kursinya”
“udah udah sam, gak apa apa biarkan dia aja duluan” sentak Sandi dengan suara bijaknya

“loh... ada Sammy juga toh…. Maaf ya sam, aku harus buru buru, soalnya aq baru dapat kabar
kalau ibuku tiba-tiba masuk rumah sakit lagi. Mohon maaf ya….”

Pembicaraan kami terputus oleh suara panitia pendaftaran.


“oke kamu pun jadi.. lanjut… siapa namamu?”
“Nurfa Fathiyah, pak”
“tempat tanggal lahir?”
“Bandung, 13 April 2000”
“Nama Ibu”
“Ibu Anna Yusnawati”
“Nama Bapak”
“Bapak Bayu Nugroho”
“oke silahkan tanda tangan di sini, setelah itu kamu boleh pulang”
“baik pak, teriakasih banyak pak”

Setelah selesai menggariskan tanda tanganku di formulir aku langsung beranjak dari kursi dan
langsung mengucapkan terimakasih kembali kepada nya dan dia hanya melemparkan senyum
manisnya kepadaku. tapi ternyata, pertemuan itu tidak berakhir disitu saja, malam itu juga saya
mendapat panggilan telpon darinya dan dia terus mendekati aku dan keluargaku, begitulah sifat
perhatiannya yang membuat aku menjadi cinta buta kepadanya sampai sekarang.

Malam ini Sandi menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan
gaun biru pemberian Sandi dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Sandi di ruang tamu, Dia
tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.

“Nurfa, kamu cantik banget malam ini.”


“Makasih. Kita jadi dinner kan?”
“Ya tentu, tapi dek, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak
keberatan kita naik Taksi?”
“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”

Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Sandi. Ini benar-benar menyenangkan,
disepanjang perjalanan Sandi menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Sandi
menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Sandi perbuat padaku.

Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Sandi benar-benar
mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Sandi, dia tidak mungkin mau
makan di warung kecil di pinggir jalan.

“Kenapa bang? Mienya gak enak?”

“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini
Nurfa?”

“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah
pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”

Aku yakin, Sandi gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Sandi mulai menikmati
makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak
hal.
Dua tahun bersama Sandi bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan
hubungan kami selama ini. Sandi sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Sandi
berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang
membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau
dipermainkan oleh Sandi. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka
sahabatku.

Selesai makan Sandi Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.

“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”


“Yakin di saku gak ada?”
“Gak ada. Gimana dong?”
“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku
yang traktir kamu. Ok!”
“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”

Saat di kampus, aku bertemu dengan Finn dan Theresia. Aku sangat merindukan kedua
sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat
terbaikku. Saat berpapasan, Finn menarik tanganku.

“Nurfa, kamu sakit? Ko pucet sich?”

Finn bicara padaku, ini seperti mimpi, Finn masih peduli padaku.

“Engga, Cuma capek aja ko Fin. Kalian apa kabar?”

“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok
playboy kaya Sandi! Jangan-jangan Sandi gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”

“Udahlah There! Kasian Nurfa! Kamu kenapa sich bahas itu mulu? Nurfa kan gak salah.”
“Udah dech Finn, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nurfa! Kenapa kamu diselingkuhin
terus!”

There bener, jangan-jangan Sandi gak sayang sama aku, Sandi gak cinta sama aku, itu yang
buat Sandi selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin
karena aku terlalu mencintai Sandi dan takut kehilangan Sandi. Semalaman aku memikirkan hal
itu, aku ragu terhadap perasaan Sandi padaku. Jika benar Sandi tidak mencintaiku, aku benar-
benar tidak bisa memaafkannya lagi.
Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas
kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke
tempat parkir, aku melihat Sandi bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita
itu karena dia membelakangiku. Mungkin Sandi menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa
memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu, sangat jelas, dia
sahabatku, Theresia….

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Sandi. Akan ku pastikan, apa Sandi akan jujur
padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Sandi.

“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang bang?”

“Maaf Nurfa, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”

“Emang kakak kamu mau kemana bang?”

“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”

“Bang! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak There jadi kakak kamu?
Hah?!!”

“Nurfa, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”

“Aku liat sendiri kamu pergi sama There bangl! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak
bisa maafin kamu ! Kenapa kamu harus selingkuh sama There yang jelas jelas temanku bang ?
Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus !”

“Nurfa, ini gak…….”

Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan,
hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Sandi tidak mencintaiku, dia
berselingkuh dengan sahabatku.

Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di
kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan
semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Sandi, meskipun aku tau itu tak
mudah. Setiap hari Sandi datang ke rumah. Dengan membawa seuntai bunga mawar meminta
maaf, bahkan Sandi sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak
menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Sandi, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti
janji-janji Sandi yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.

Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Sandi. Tapi seusai
kuliah, tiba-tiba Sandi ada dihadapanku.
“Maafin aku Nurfa! Aku sama There gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang
kamu ke dia Nurfa!
“Kita udah putus bang! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar
Tujuh juga bukan urusan aku!”

“Tapi Nurfa…..”

Aku berlari meninggalkan Sandi, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa
melupakannya. Sandi terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan
dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan,
terdengar suara tabrakan, dan…………

“praaaakkkkkkkk…..”

Sandi tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa
berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Sandi.

“Sandi, maafin aku!”


“Nurfa. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah
sa-ma kam……”
Sandi meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Sandi semua ini
takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang
tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Sandi menghembuskan nafas
terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia
mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat
meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu
deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Sandi didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan,
kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa
memaafkan diriku sendiri.

Satu minggu setelah Sandi meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan
indah bersama Sandi yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Sandi, tatapan Sandi,
takan pernah bisa kulupakan.

ting….tong….
mendadak suara bel rumah menghentak kesunyianku.
“eh bu Yuii dan Pak Lucky, silahkan masuk pak, bu.. “
“Nurfanya …….” Belum selesai Pak Lucky bicara, Ibu Anna langsung menunjuk ke dalam
kamar.
“Nurfa di dalam kamarnya bu…masih sangat berat buatnya”

Ibu Yuii dan Pak Lucky langsung masuk ke kamar Nurfa


“Bingkisan ini sudah tersimpan lama di kamar Sandi, Bingkisan ini seharusnya diberikan kepada
kamu. Kamu harus bangkit! Biar Sandi tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”

“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”

Kubuka bingkisan dari Ibu Sandi, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah
yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang
cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.

Dear Nurfa,
Nurfa sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua
yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu
yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau bersamaku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan
nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nurfa.
Love You
Sandi

Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin pemberian Sandi, lalu
aku berlari menemui ibuku dan memeluknya .

“Bu, aku udah nikah sama Sandi!”


“Nurfa, kenapa sayang?”
“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Sandi dijari manisku.
“Nurfa, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”
“Sekarang aku mau cerai sama Sandi Bu!” kulepas cincin pemberian Sandi dan memberikannya
pada Ibu.
“Aku titip cincin pernikahanku dengan Sandi Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.

Anda mungkin juga menyukai