Anda di halaman 1dari 183

Dedikasi

Illahi

ROMANZA RAMA

1
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

LINGKUNGAN HAK CIPTA

Pasal 2

(1) Hak cipta merupakan hak eksekutif bagi pencipta


atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptanya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang- undangan yang berlaku.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 72

(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak


melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) di pidana dengan
pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan atau denda paling sedikit Rp. 1000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 5000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

2
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak
Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di pidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atu denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3
IDENTITAS BUKU

Penulis: ROMANZA RAMA ( Ahmad AkROM Tobrani,


Nadiya ANdriyani, Imroatul FaiZAh, Indry RAhmawati, Siti
MAsruroh ).

Desain dan Tata Letak : Imroatul Faizah

Desain Sampul : Indry Rahmawati

Editor : Siti Masruroh

Ilustrator : Nadiya Andriyani

Layout Naskah : Ahmad Akrom Tobrani

Perpustakaan Nasional : Katalog Luar Penerbitan (KLP)


RAMA, ROMANZA

Dedikasi Illahi; Editor, Siti Masruroh-Selo, 2019

Penerbit : Mulia Publishing

Jln. Ki Ageng Selo No.2 Grobogan

E-mail: mp@gmail.com

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang maha


Kuasa yang telah memberikan rahmat dan bimbingannya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembukuan ini.

Novel Sejarah ini kami susun berdasarkan tema “Dedikasi


Illahi” yang disusun oleh ROMANZA RAMA.

Dengan kumpulan Novel Sejarah yang menarik, menyentuh


hati serta penuh inspirasi guna menjajah hati para pembaca.

Semoga Novel Sejarah yang kami susun bisa bermanfaat


bagi para pembaca. Novel Sejarah ini kami persembahkan
khususnya untuk Bu Ulfa Fauziyyah selaku guru pengampu
pelajaran Bahasa Indonesia, dan bagi para pembaca pada
umumnya.

Akhirnya, kami menyadari akan kekurangan buku ini karena


terbatasnya waktu dan keadaan. Kami mohon maaf jika ada
bahasa dan susunan kata yang kurang berkenan di hati pembaca.

5
SAMBUTAN

Assalamu’ alaikum Wr. Wb

Kami ROMANZA RAMA menyumbang pena dalam


penulisan buku ini, ROMANZA RAMA mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penciptaan buku
ini, kami sangat berharap semoga para pembaca buku ini dapat
terinspirasi dan menanamkan dalam lubuk hati mereka dan
pikiran mereka agar selalu berfikir positif akan takdir yang
ditetapkan oleh Allah SWT. untuk kita. Yang harus kita
tanamkan dalam lubuk hati kita paling dalam adalah
bahwasanya segala sesuatu di dunia yang terjadi pada kita itu
sesuai dengan pikiran dan prasangka kita kepadanya. Baik,
buruk, indah, nyaman dan tidaknya kehidupan ini tergantung
dalam pemikiran kita dan perasaan kita pada yang maha kuasa.

Wa’ alaikumsalam Wr. Wb

SELAMAT MEMBACA!

Grobogan, 11 November 2019

6
DAFTAR ISI

Undang- Undang Hak Cipta………………………...2

Identitas Buku……………………………………….4

Kata Pengantar………………………………………5

Sambutan……………………………………………6

Daftar Isi……………………………………………..7

Berkutat dengan Diri Sendiri………………………...8

Tersesat di Jalan yang Benar……………………….38

Ilusi dalam Hati……………………………………..67

Tentang Hati………………………………………..100

My Friend…………………………………………...150

Profil Pribadi

Siti Masruroh……………………………………….177

Imroatul Faizah…………………………………….178

Nadiya Andriyani…………………………………...179

Indri Rahmawati……………………………………180

Ahmad Akrom Tobrani…………………………….181

Profil Kelompok……………………………………..182

7
BERKUTAT
DENGAN
DIRI SENDIRI
Oleh:

Siti Masruroh

Semua tentang diri ini adalah kuasa Allah


SWT. diriku ya diriku jangan disamakan dengan
yang lain. Jadilah diri sendiri karena dalam
pribadi masing- masing orang, punya kelebihan
dan kekurangan

“jadilah unggul tanpa menjatuhkan orang


lain”

8
BAB 1

( AKU )

Sang surya dengan kematangan oren-nya telah siap dan


sigap untuk meninggalkan muka bumi ini untuk sementara
waktu ya kira- kira 12 jam- an lah, suara adzan bergemuruh
dimana- mana. Di sepanjang jalan terdengar suara pujian dan
sholawat. Tepat pada saat itu hari Rabu Legi 24 Juli 2002 aku
dilahirkan di dunia ini .

Diriku diberi nama oleh salah satu kyai di sekitar rumah ku,
beliau adalah Romo KH. Fachrur Rozi, selama ada beliau bapak
ku tidak berani mengambil keputusan tentang sesuatu secara
sepihak, setelah kelahiranku bapak bergegas pulang dan segera
menuju ke tempat beliau. Setelah sampai di tempat beliau
bapakku bertanya kepada beliau,

“ Assalamu’alaikum ,yi”

“ Wa’alaikumsalam, pripun lek?”

( Wa’alaikumsalam, gimana lek? )

“ Niki larene kula setri nembe lahir, saene asmane sinten


nggeh yi?”

(ini anak perempuan saya baru lahir, bagusnya namanya


siapa ya, yi?)

Pak yai berfikir sejenak lalu berkata,

“ nak, Masruroh piye lek?”


9
( kalau Masruroh gimana lek ? )

“Nggeh- nggeh niku nggeh sae kok, suwun nggeh”

( iya iya itu pun bagus kok, terima kasih ya )

“ podo- podo lek”

( sama- sama lek )

Dengan peristiwa tersebut, akhirnya aku diberi nama


Masruroh, yang artinya suka ria, beliau ngendikan ( berkata )
aku di do’akan supaya bisa membahagiakan kedua orang tua ku
dan orang- orang terdekat atau orang- orang yang berada di
dekat ku, atau yang mengenal ku atau bahkan yang tidak
mengenal ku tetapi ketika aku berada di dekatnya mereka
menjadi senang dan selalu gembira.

Sungguh bahagianya aku bisa diberi nama oleh beliau Romo


KH. Fachrur Rozi nggak sembarang orang bisa diberi nama
oleh beliau, semoga apa yang diharapkan beliau kepada ku
semua terwujud.

Kata keluarga, aku ini berbeda dengan yang lain berbeda


dengan kakak- kakak ku maksudnya, aku lahir tidak di rumah
sedangkan semua kakak ku lahir di rumah, aku lahir tepatnya di
bidan Jangkungharjo, Jono. Sifat ku pula pada saat kecil sudah
terlihat berbeda apalagi kalau sama kakak ku sungguh sangat
berbeda, aku orangnya ngambekan, suka nangis, dan masih
banyak yang lain lagi.

10
Eh….nanti kalau di akta kelahiran, KK atau semua ijazah ku
tanggalnya beda dengan yang aku tulis diatas jangan merasa
aneh ya, karena memang ada sedikit kekeliruan, ibu ku lupa
akan tanggal kelahiranku, beliau hanya ingat pokoknya ada
angka 4 nya gitu, aku tanya pada ibu ku mengapa tanggal lahir
ku kok bisa salah?,

“ Mamak, tanggal lahirku kok benten ya, sing asli kalih seng
teng Akta?”

( Mamak tanggal lahir ku kok beda ya, yang asli sama yang
di Akta ? )

“mboh rek nduk mamak ki yo lali ilinge mur burine tok


ongko 4, masane mamak yo tanggal 04 jebule malah tanggal
24”

(nggak tahu nduk, mamak ingatnya hanya angka


belakangnya saja angka 4 sangkanya mamak tanggal 04 itu,
malahan tanggal 24 )

Ya nggak papa leh namanya juga manusia tempatnya salah


dan lupa, kan ada hadits kalau manusia itu tempatnya salah dan
lupa.

***

Aku ini orang nya banyak sekali kekurangan contoh suka


marah, suka jail, suka sesuatu yang baru pokoknya kalau
ketemu aku pinginnya istighfar deh hahaha…. Kadang aku
11
berfikir siapa sih aku ini kok sebegitunya, aku ini orangnya juga
nggak sabaran berbeda dengan kakak ku, aku ini memang
berbeda kok, kadang ibu ku geram melihat tingkah laku ku yang
suka marah gak jelas tanpa sebab, suka nyalahin orang
pokoknya suka- sukaan deh hahaha….

Tapi aku di depan umum beda lho kawan orang yang


memandang ku untuk yang pertama kali mengira aku ini
pendiam, gak banyak tingkah bisa di bilang jaim ( jaga image )
kalau aku dibilang pendiam aku langsung berdo’a dalam hati
“kabulkanlah do’a mereka yang berkata demikian mengenai ku
ya Allah” padahal itu bohong aslinya aku ini cerewet, susah
menerima sesuatu yang tidak sering aku alami ( seperti pada
saat aku menulis novel sejarah ini suasana hatiku masih
bergelut dengan kesedihan, keamarahan, ketidakpuasan dan rasa
ketidaksyukuran juga ).

***

Tapi di Akta kelahiran nama ku nggak hanya Masruroh


doang lho guys, tapi ada Siti nya juga, sebenarnya nama itu
secara mendadak diucapkan oleh bapak ku pada saat penamaan
di surat kelahiran sebelum mendaftar di TK untuk memenuhi
persyaratan.

Sejak saat itu namaku menjadi Siti Masruroh, panggilan


akrab teman ku nggak hanya satu, karena teman akrab ku
banyak ea…..hahaha aku biasa di panggil Siti, Masruroh,
Ruroh, dek Ruroh, mbak Ruroh, Masr, Mbak Mas dan anehnya
ketika guru Bahasa Ingris ku tahu aku di panggil Mas beliau
kaget,
12
“ Mas- Mas ki sopo to cah, kok seng mlengo cah wadon ?”

(Mas- Mas ini siapa to cah, kok yang nengok perempuan?)

“ Masruroh niku to bu” jawab temanku serentak

( Masruroh itu to bu )

“oalah- alah”

Sejak saat itu guru Bahasa Inggris ku memanggil aku dengan


nama Mbak Mas.

Aku orangnya suka bercerita dan juga suka mendengarkan


cerita banyak dari temanku yang bercerita tentang sesuatu
istilahnya curhat juga kepadaku termasuk teman sebangku ku
(Rinu). Aku punya cerita nih saat aku duduk di kelas sepuluh
dulu, kan ada materi memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris
namanya anak baru ya, akutuh gugup terus nangis di depan
kelas Ya Allah malu- maluin banget dah…. Hahaha tapi kan
bisa dibuat pengalaman, ya nggak ? haha.

Aku ini sebenarnaya anak ke-4 dari 5 bersaudara karena


kakak sulung serta adek bungsu ku meninggal saat kecil jadi
aku bisa dibilang menempati posisi bungsu, enak tau jadi anak
bungsu.

Hobi ku nggak tahu ngapain, tapi kadang suka baca juga


yang pasti suka tidur kalau jam kosong di kelas. La mau
ngapain, enaknya tidur sih kalau jam kosong walaupun begitu
cita- citaku juga nggak jelas apa?! yang penting bisa bermanfaat
terhadap sesama, karena orang yang sukses dengan orang yag
13
bermanfaat bagusan orang yang bermanfaat (opini ku), ya
karena beberapa orang memiliki pandangan masing- masing
terhadap beberapa aspek.

BAB 2

( KELUARGA )

Hal yang pertama, dan yang paling utama

Hal yang selalu berkesan, dan tak pernah terlupakan

Tanpanya tiada aku yang sekarang…….

Terlahir dari pasangan bahagia yang 7 tahun lalu juga


melahirkan kakak ku mereka adalah Bapak Sukarman dan Ibu
Sulastinah beliau berdua adalah salah satu idola ku yang banyak
menginspirasi ku dalam menjalani hidup ini. Susah, senang,
sedih, haru bercampur- campur mereka hadapi bersama.

Cerita yang sangat berkesan, ibu ku sempat putus asa dalam


menghadapi cobaan hidup, selama kurang lebih 8 tahun belum
dikaruniai seorang buah hati. Namanya seorang pasangan suami
istri apa sih yang di dambakan dari pernikahan, pasti kan
seorang buah hati, ya nggak sih? Tapi bapak ku selalu memberi
semangat pada ibu ku nggak papa biar pun nantinya tidak di
karuniai anak aku selalu di samping mu kok ea ea ea ( macem
film ye kan ).

14
Tetapi setelah kurang lebih 8 tahun Alhamdulillah ibuku
dinyatakan hamil dan melahirkan dengan selamat seorang anak
perempuan, tetapi setelah 14 hari berlalu kakak sulungku di
ambil oleh Allah kembali, itu merupakan ujian yang amat berat
bagi seorang ibu tidak bisa di bayangkan pada saat itu betapa
sedihnya ibuku dalam menghadapi cobaan ini, dimana
seseorang sudah lama belum dikaruniai seorang momongan
malah anak yang baru dilahirkannya diambil oleh yang maha
kuasa dalam waktu dekat, mungkin Allah lebih sayang padanya.

Setelah 5 tahun berlalu ibuku mengandung anak yang kedua,


pada waktu itu ayah ku sedang merantau, belum ada satu bulan
ayah ku kembali lagi ke desa karena ibuku sudah mau
melahirkan.

Lahir;ah kakak keduaku yang menduduki posisi sulung


karena kakakku yang pertama meninggal dunia, kakak ku yang
ini membawa kebahagiaan yang teramat bagi keluargaku bayi
kecil yang kian lama di damba- dambakan kini telah hadir,
dengan kasih sayang yang teramat dari beberapa orang
berdatangan, bapak ku memita nama dari mbah kyai Fachrur
Rozi, kyai dekat rumah ku sama seperti aku, yang aku ceritakan
tadi, beliau memberi nama pada kakakku ini Sikhah A’idah.

Tetapi keanehan menghampiri kakak ku, tingkah laku tidak


wajarnya menunjukkan bahwa dirinya selalu merasa menjadi
anak kecil, berbicara pun terhitung lambat kira- kira 4 tahun
baru bisa bicara, memang aneh banyak kejanggalan yang terjadi
padanya , dia juga sering panas, step, main sesuatu yang yang
tidak biasa dilakukan anak pada umumnya, itu merupakan

15
tanda- tanda dimana bisa dibilang kakak ku yang ini agak
kurang normal berbeda dengan orang biasanya.

Selama kurang lebih 8 tahun pernikahan belum dikaruniai


seorang anak, malah setelah dikaruniai anak yang pertama
meninggal pada waktu umur 14 hari dan setelah 5 tahun
berikutnya lahir seorang anak yang bisa dibilang kurang
normal, Allah menguji orang tua ku dengan ujian yang berat,
tetapi mereka selalu yakin cobaan Alah tidak melebihi batas
kemampuan.

Orang tuaku selalu mengurus kakak ku yang kurang normal


tersebut dengan penuh kasih sayang, ternyata Allah
berkehendak lain, Allah memberikan pengganti yang sangat
diinginkan oleh pasangan pada umumnya, setelah kakak ku
menginjak usia 5 tahun ibuku melahirkan seorang anak lagi,
lahir tepat pada hari Minggu Wage 14 Agustus 1995 anak yang
mungkin diimpikan oleh orang tua ku sejak dulu. Dengan penuh
kasih sayang, dia sangat dimanja oleh orang tua ku apapun yang
diinginkan pasti dituruti, menurut cerita ibuku dia orang nya
sangat baik, dan sangat polos contohnya ketika ada temannya
yang sakit tidak berangkat sekolah dia bela- belain nyatetin
pelajaran di buku catatan milik temannya menerangkan apa
yang diterangkan bu guru tadi di sekolahan, ya Allah mana ada
sih orang yang mau nyatetin pelajaran buat teman nya kalau
jaman sekarang ya ogah urusan lho mau pinjem silahkan mau
nggak ya silahkan, eh iya namanya Karimah Sa’diyah.

Berbeda dengan yang lain dia mempunyai kepribadian yang


santun, ramah kepada orang lain, tidak merasa lebih dari orang

16
lain sampai- sampai aku di ajarin sama dia untuk ramah kepada
orang lain, ya mungkin karena aku orangnya agak cuek (tapi
sedikit kawan).

Dia kan polos, saking polosnya pas dia dulu kelas 2 MTs
saat aku di rawat di rumah sakit gara- gara aku terkena gejala
demam berdarah, dia jenguk dan nginep disana nemenin aku,
setelah pagi mendatang dia pulang naik bis dari Purwodadi
turun di Ngantru. Karena kurang berpengalaman dia tuh salah
belok, nggak belok ke selatan arah Selo malah dia belok ke
utara arah Tarub, untungnya ada kakak keponakan ku yang
notabennya adalah anak dari Bude ku, dia bertanya pada kakak
ku,

“ dek, we ki meh nek ndi ? ”

( dek, kamu mau kemana ? )

“ meh, mulih to mbak”

( mau pulang to mbak )

“ la rek arahmu ngalor ora ngidul ?”

( tapi arahmu kok ke utara nggak ke selatan ? )

“ lah mosok, iki arah ngendi to ?”

( ah masa, ini arah mana to ?)

“ iki to meh neng Tarub, yo tak terke mulih”

( ini to mau ke arah tarub, ayo tak anter pulang )


17
Di tengah perjalanan kakak ku ditanya sama kakak ponakan
ku itu,

“ emang we ki bar koh ndi to, kok tekan kene?”

( emang kamu habis dari mana to, kok nyampek sini?)

“ ndek bengi aku kan neng rumah sakit karo bapak,


ngancani dek Ruroh”

( tadi malam aku kan di rumah sait sama bapak nemenin dek
Ruroh )

“ oo iyo adikmu kan loro yo, ndek wingi mak aku yo tilik
mrono”

(oo iya adikmu lagi sakit ya, kemarin ibuku juga jenguk
kesana )

“ iki emang sekolah mu prei toh ?”, Tanya kakak ponakanku

( emang sekolahmu libur toh?)

“gak la iki aku mulih ndisek yo ameh sekolah kok mbak”

( nggak ini aku pulang dulu juga mau sekolah kok mbak )

Ketika sudah sampai di pertigaan al faqih kakak ku


diturunkan karena kakak ponakan ku juga mau sekolah. Usia
mereka tidak jauh berbeda hanya terpaut beberapa bulan saja,
eh iya nama kakak ponakan ku adalah Ismatul Nadhiroh,

“ wes tekan dek, kono lek ndang adus sekolah”

18
( sudah nyampek dek, sana cepet mandi terus sekolah )

“ yo mbak, matur nuwun ya “

( ya mbak makasih ya )

“ yo podo- podo aku yo meh lek ndang sekolah “

( ya sama- sama aku juga mau cepet berangkat sekolah )

Mereka berdua saling melambaikan tangan.

( di kutip dari cerita Karimah Sa’diyah )

Ya begitulah kurang lebih ceritanya, anak kecil jaman dulu


sama jaman sekarang berbeda. Anak jaman sekarang kelas 2
MTs sudah tahu mana aja tapi kakakku ini ya Allah saking gak
pernah pergi kemana- mana, karena kita memang di didik nggak
boleh main jauh walaupun itu rumah temen hampir setiap hari
kami di didik untuk di rumah terus, menghabiskan waktu pun di
rumah, mungkin di isi dengan kegiatan mengajar atau sekolah,
malam pun kami nggak pernah kemana- mana kalau nggak
sama orang tua, sampai- sampai kita mau jenguk orang sakit
pun tidak diperbolehkan sama orang tua karena orang tua kami
mendidik anak dengan ketegasan walaupun teman- teman
mengatakan terlalu keras tapi kita menganggap tidak seperti itu,
di balik itu semua orang tua kami sangat mengkhawtirkan
keadaan kami. Orang tua dalam mendidik seorang anak itu
berbeda kawan, jangan kau samakan didikan orang tua mu
dengan didikan orang tua teman mu karena beda orang beda
karakter.

19
Ya begitulah kakakku dia kadang wagu ( aneh ) tapi berkat
dia aku bisa menjadi yang sekarang. Selain dari peran orang tua
yang mengajari segalanya dia juga nggak kalah peran nya, dia
yang mengajari aku membaca sampai dengan sekarang
kenangan mengajari aku membaca itu masih ada, dia sayang
banget sama keluarga terutama aku, dia orangnya sering
mengalah kalau sama aku, sering aku bentak- bentakin juga sih
ups….. tapi itu ada sebabnya dong, biasalah namanya juga
saudara, kalian sering berantem sama saudara juga nggak sih,
para pembaca my novel ?

Dia juga yang ngajarin aku mengaji dan menghitung hingga


sampai sekarang aku memfavoritkan pelajaran Matematika.

Kakak ku itu sudah dipanggil bu guru sejak dia kelas XI


MA, dia sudah mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan
tapi dalam taraf anak- anak yaitu TPQ, dia pun orangnya cerdas
saat masih duduk di bangku sekolah buktinya sekarang aku
banyak dikenal dengan nama adiknya Karimah oleh guru- guru
disini.

Tapi sayangnya dia sudah punya suami baru kemaren


tanggal 16 Agustus 2019, setelah ku beri tahu cerita tentang dia
pasti kalian pengen kenal kan? tenang dia ramah kok orangnya
tapi kalian hanya boleh kenal ya, nggak boleh lebih dari teman
dan sahabat hehehe karena dia sudah ada yang punya ya guys.
Pada hari saat dia menikah itulah kado terindah dari milad-nya,
kado kali ini adalah yang paling indah dari pada kado milad-
milad sebelumnya, milad ke 24 merupakan milad terindah
buatnya, happy wedding my sister…

20
Oh iya keluargaku itu penggemar film India, kalian juga
nggak guys? Walaupun banyak orang yang bilang bahwa film
India itu hanya halu, mau gimana pun kami tetap suka. Nggak
tahu kenapa ibu, kakak, dan aku suka banget dari cerita,
nyanyiannya, tariannya, pokoknya favorit deh, sampai- sampai
kalau ada adegan nangis kita juga ikutan nangis padahal film itu
sudah di putar beberapa kali, meski begitu kami tidak bosen
nontonnya dan tetep nangis juga.

Tak lupa pada orang tua tersayang ku juga, orang tua


pendidik ruh ku menjadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya,
membimbingku menuju ridlo Allah selalu, beliau tak kalah
pentingnya dalam hidup ku, beliau menjadikan ku seperti yang
sekarang yaitu umi ku, umi Luluk Muhimmatul Ifadah, dia
tidak hanya ustadzah ku saja, sikapnya yang menunjukkan kasih
sayang yang teramat kepada ku membuat ku menganggapnya
semacam orang tua ku sendiri, beliau sangat lembut dalam
bertutur sapa, selalu santun dalam berbicara, beliau yang
menghantarkan ku untuk menjadi seorang hafidzoh, awalnya
aku mulai mengaji pada beliau sejak umur 5 tahun, nggak tahu
kenapa aku merasa paling di sayang sama beliau bukan hanya
aku yang bilang begitu tapi mbak- mbak pondok juga, hanya
aku yang nggak pernah di dukani ( di marahi ) sama beliau,
beliau selalu mengerti perasaanku beliau pun sering curhat
berjam- jam denganku, jadi kami saling memahami sekalipun
itu masalah kecil pun beliau selalu diusahakan bercerita dengan
ku, begitupun dengan aku. Saking percaya nya sama aku, kalau
ada mbak- mbak mau ijin ke rumahku tanpa pikir panjang
langsung beliau iyakan.

21
Umiku, beliau itu sangat baik, ramah, pengertian, sabar,
dan berwibawa itu yang sangat aku sukai dan membuat aku
mengidolakan beliau, aku merasa beruntung bisa dekat dengan
beliau, thanks for you umi….

BAB 3

( SEKOLAH, TEMAN DAN GELORA )

Bangunan dengan segala kemegahannya, terselip suka, duka,


canda, dan tawa para warganya, semua masalah seketika lenyap
ketika berada di dalamnya, entah kenapa saat bel berbunyi
sebanyak 4 kali secara tidak wajar semua orang yang berada
didalamnya seketika itu langsung teriak Hore….

Itulah definisi menurut ku tentang sekolahan, tempat


menimba ilmu serta mencurahkan segala pemikiran tentang apa
yang telah dipelajari. Berlaku juga istilah PTS ( penilaian
tengah semester ), PAS ( penilaian akhir semester ), PAT (
penilaian akhir tahun ) dan PH ( penilaian harian ) setiap sub
bab selesai di pelajari. Kalau ada sekolahan yang tidak
mengadakan hal- hal seperti diatas, menurutku itu tidak
sekolahan karena hampir 12 tahun ini aku sekolah selalu seperti
itu baik MI, SMP, MA, Madin Ula, Madin Wustho, dan Madin
Ulya, tapi bedanya kalau Madin itu nggak ada istilah seperti itu
adanya Cawu ( Catur Wulan ) karena diadakan 4 bulan sekali

22
jadi dinamakan Catur Wulan karena arti dari Catur yaitu 4 dan
Wulan itu adalah bulan.

***

Aku mulai menginjak dunia pendidikan sejak umur ku 4


tahun, yaitu TPQ ( taman pendidikan Al- Qur’an ) belum
sampai lulus atau wisuda aku sudah minta ganti sekolahan pada
ibuku aku minta ganti ke Madin Ula, karena dulu Madin itu
sebutannya dinniyyah aku malah menyebutnya duniyyah ya
karena mungkin logat anak kecil mau gimana lagi, saat aku
bicara “duniyyah” pasti semua orang tertawa termasuk tetangga
ku, karena memang aku saat kecil itu sangat lucu dan
menggemaskan dan setiap apapun yang aku inginkan harus
terpenuhi, akhirnya ibuku meng iyakan aku untuk sekolah
diniyyah padahal saat itu belum waktunya, beliau mendaftarkan
aku Madin kelas satu dan tepat pada saat itu sekolah pagi ku
juga MI kelas satu, aku menginginkan untuk keluar dari TPQ
karena semua temanku sudah lulus TPQ dan sudah waktunya
mereka untuk Madin sedangkan aku belum, pikiranku “la nanti
aku masa sekolah TPQ sendirian?” ya akhirnya aku ikutan
sekolah Madin aja bareng sama mereka hehehe… namanya
anak kecil apapun harus sama seperti temannya, padahal
temanku waktu kecil itu semua usianya di atasku, kebiasaan
dari kecil sudah mulai bergaul dengan orang yang lebih tua
haha.. tapi nggak ikutan tua dong.

Saat kecil ku itu sangat menyenangkan kawan, aku punya


banyak teman dan teman ku itu masih dalam satu lingkup
sekampung sih tapi kan banyak, ada mbak Fera, Anggun, Tika,

23
Roi, Laila, dan mbak Ita. Mereka semua temen dekat ku. Kita
bisa dekat karena tempat ngaji kita sama dan tempat sholat
jama’ah kita juga sama yaitu musholla depan rumahku musholla
al- Faqih, dulu kita pernah juga bikin semacam geng gitu,
hahaha….. kalau mengingat masa itu bikin ketawa terus kawan.

Dulu sesaat pulang sekolah sore aku dan laila langsung cus
pergi main atau “dolan ngulon” kalau aku menyebutnya,
ngulon dalam bahasa Indonesia itu barat, tapi itu tempatnya
nggak jauh kok hanya di rumah kakak perempuan dari bapak ku
saja istilahnya mbok de ku, kami kesana untuk bermain bola
kasti dan kami selalu berada dalam satu tim permainan,
permainan selalu berakhir saat adzan maghrib tiba, dan kita
selalu grundel (ber uneg- uneg) saat permainan itu selesai
karena mungkin ada salah satu dari grup yang aku menyebutnya
itu ngakali (curang ) ya begitulah namanya anak kecil, pasti dia
selalu merasa paling benar, jadi kalau kalian masih merasa
paling benar dari yang lain, berarti kalian masih tergolong anak
kecil.

***

Jikalau pagi hari datang, aku mulai kegiatan ku dengan


sekolah, saat umur 5 tahun aku baru menginjak sekolah di
Taman Kanak- Kanak ( TK ) tepatnya di Roudhotul Athfal
Sunniyyah Selo selama satu tahun lalu aku menginjak umur 6
tahun aku didaftarkan di sekolahan tingkat SD tapi itu
sebutannya Madrasah Ibtidaiyyah (MI) sekolah berbau islam.
Selalu aku masuk sekolah yang berbau keislam- islaman karena
orang tua ku menginginkan sejak kecil anaknya harus di didik

24
tentang agama, sedari dini hati harus sudah di tanami rasa
ketauhidan.

Saat masa sekolah aku bisa dibilang murid yang agak pinter
juga hehehe nggak sombong lho ya, karena memang itu yang
bilang bukan aku tetapi bu guru ku, beliau mengatakannya pada
orang tuaku, yang aku ingat adalah saat bapakku mengambil
raport kenaikan kelas 1 MI dulu, pada waktu itu bapak ku
seperti di bilangin sama bu guru apa gitu, langsung bapakku
keluar dari ruangan tersebut dengan membawa hadiah yang ada
tulisannya ada romawi I (satu ) nya gitu, langsung aku dipeluk
bapak ku dan aku di ajak ke pasar untuk menyusul ibu ku yang
waktu itu masih berjualan di pasar selo, ibu ku diberi tahu
bapakku bahwa aku mendapat hadiah dari bu guru karena aku
dapat rangking satu, dan aku mendapat hadiah tambahan dari
ibu ku hahaha….

Sampai seterusnya aku selalu mendapatkan rangking segitu


terus, tapi satu kali mendapatkan rangking 2 yaitu pada saat aku
duduk di kelas 5 MI, karena pada saat itu yang pinter dijadikan
satu ruang kelas dan pada saat itu, aku juga dimasukkan dalam
ruang kelas tersebut, pada semester pertama aku mendapat
rangking 2 tetapi saat semester 2 aku mendapat ranking satu
lagi.

Selain berprestasi di dalam kelas, aku juga mengambil


pengalaman dengan mengikuti lomba- lomba yang
Alhamdulillah namaku diajukan untuk mengikuti lomba- lomba
tersebut seperti, LCT Pramuka, Pesta siaga, Jambore, MAPSI,
lomba mapel PAI, dan lain- lain.

25
***
Setelah aku dinyatakan lulus dari MI aku melanjutkan
sekolah ku di SMP Kanzul Lughoh Al- Faqih Selo nggak tahu
kenapa banyak temanku dan guruku yang menanyakan kenapa
aku meneruskan sekolah disana. Dulu saat ibuku mengambil
surat kecil yang berisikan bahwa aku dinyatakan lulus dari
sekolahan MI ku pun beliau diberi saran agar aku tidak sekolah
di sekolahan tersebut, melainkan di MTs puteri tapi ibuku hanya
tersenyum tipis menanggapi hal tersebut.

Setelah pulang dari mengambil hasil kelulusan, ibu ku cerita


pada ku dan kakak ku bahwa tadi beliau mendapat pesan dari bu
kepala sekolah bahwa aku di anjurkan untuk sekolah di MTs
putri saja,

“ nduk, aku ndek mau to dipeseni guru mu, kue kon sekolah
neng MTs ek, tapi mamak gak penak mbian pak yai, gak popo
yo sekolah Kanzul wae “

( nak, aku tadi dapat pesan dari bu guru mu, kamu disuruh
sekolah di MTs putri, tapi mamak nggak enak sama pak yai,
nggak papa ya kamu sekolah di Kanzul saja )

“ nggeh, gak popo seng penting sekolah”

( iya nggak papa yang penting sekolah )

“sekolah neng ngendi wae ki podo nduk, yen awakmu


tenanan”

26
( sekolah di mana saja itu sama nak, asal kamu sungguh-
sungguh )

“ nggeh, mamak” jawabku

( iya mamak )

Mungkin guru ku berpesan seperti itu ada betulnya juga,


karena sekolahan itu memang terkenal dengan kebandelan
muridnya, banyak anak yang tidak bermoral, sekolah tidak
disiplin, sekolah baru dan sebagainya. Tapi itu tidak jadi
masalah buatku, sebenarnya kita tidak boleh melihat sesuatu
dari satu sudut pandang saja, padahal itu tidak sepenuhnya
benar, menurutku sekolah baru sudah bisa seperti sekarang itu
sudah bagus, islam saja bisa semaju ini butuh waktu 22 tahun 2
bulan 22 hari, apalagi hanya sekolahan mungkin butuh waktu
lebih dari itu insyaAllah jika Allah meridhoi.

***

Dulu saat aku duduk di kelas 8 aku di ikutkan lomba Tahfidz


yang diadakan oleh provinsi Jawa Tengah untuk sekolahan
SMP se-Jawa Tengah, tapi seperti biasa tidak langsung semua
SMP di semua Kabupaten ikut, harus ada seleksi dulu di semua
Kabupaten se-Jawa Tengah.

Pertama aku lomba di tingkat kabupaten di Purwodadi


tepatnya di SMP 6 Purwodadi pada saat itu bersama ketiga
temanku, 2 laki- laki dan 2 perempuan termasuk aku, jadi pada
waktu itu yang lomba 4 orang, 2 orang lomba tahfidz putra
putri, 1 lomba pidato, dan 1 orang lomba kaligrafi lukis.

27
Diantara ketiga temanku hanya aku yang mendapat juara,
Alhamdulillah aku dapat juara satu dan akan melaju ke tingkat
provinsi dan pada saat itu berada di Kabupaten Tegal tepatnya
di Slawi.

Itu merupakan pengalaman paling menyenangkan bagiku,


tetapi saat bercerita dengan umiku beliau merasa agak kurang
suka beliau kecewa kenapa sebelum lomba aku nggak bilang
dulu sama beliau, sanad atau bisa dibilang silisilah mengaji ku
sampai kepada beliau nabi Muhammad tidak memperbolehkan
al- Qur’an diperlombakan karena itu merupakan perbuatan yang
tidak menghormati al- Qur’an kecuali kalau diniatkan
muroja’ah ( mengingat kembali/ mengulang ingatan kembali )
tapi itu sifatnya sangat mustahil karena setiap orang ketika
lomba harapan dihatinya pasti menang dan juara, dan akhirnya
ketika aku berangkat ke tingkat provinsi, proses perlombaan ku
gagal dan aku dinyatakan kalah.

Sebenarnya ada tiga pertanyaan yang diajukan, pertama


melanjutkan ayat yang sebelumnya sudah dibacakan oleh juri
sedikit daripada ayat tersebut lalu aku membaca lanjutan
potongan ayat tersebut sampai lima ayat seterusnya, yang kedua
yaitu melanjutkan ayat lagi (tapi ini berbeda) sebelumnya sudah
dibacakan satu ayat full lalu aku melanjutkan ayat sesudahnya
sampai 7 ayat, yang ketiga yaitu juri membacakan satu ayat lalu
aku membacakan ayat sebelumnya.

Dari ketiga pertanyaan tersebut hanya satu yang aku bisa


jawab dengan jelas dan gamblang yaitu pertanyaan ketiga yang
menyebutkan ayat sebelumnya, padahal pada waktu di tingkat

28
kabupaten aku menjawab tiga pertanyaan dengan jelas dan
gamblang semua, entah kenapa aku merasa bleng saat aku
lomba di tingkat provinsi padahal aku sebelumnya sudah
muroja’ah berkali- kali.

Setelah aku keluar dari ruangan perlombaan aku langsung


menangis dan bilang pada guru pendamping yang
mendampingiku lomba sekaligus yang melatihku bahwa aku
tidak melaksanakan tugas dengan baik, banyak kesalahan yang
aku lakukan dan aku merasa malu, beliau bilang “ nggak papa
nduk mungkin belum rezeki” sambil beliau memelukku.
Langsung aku sadar dengan perkataan umiku, bahwa al- Qur’an
itu tidak boleh diperlombakan, boleh saja asal diniatkan
muroja’ah tapi itu sulit karena dalam hati pasti menginginkan
juara.

Dan pada tahun berikutnya aku ditawari lagi untuk ikut


lomba tapi berbeda, untuk kali ini di cabang Tartil Pi kalau dulu
kan cabang Tahfidz Pi tetapi aku menolaknya karena aku takut
akan terulang kembali kejadian tersebut.

Bahagianya itu bisa kenal dengan murid dari sekolahan-


sekolahan lain seperti dari Wirosari, Godong, Tegowanu, dan
lain- lain. Kami menjadi sahabat satu sama lain, tapi pada saat
itu aku masih polos sekali kawan, ketika nggak di ajak bicara
aku juga nggak akan bicara dan ketika semua pada main ponsel
aku pun tidak karena aku baru mengenal ponsel sejak aku kelas
10 MA itupun setelah aku khatam Qur’an kalau nggak ya aku
nggak pegang ponsel.

***
29
Dan pada saat aku duduk di kelas 8 itu pula aku mulai
mengenal sahabat dan cinta hahaha… apa itu cinta ? makanan
apa itu ? perasaan yang manusiawi, terjadi pada setiap orang
dan tidak bisa dipungkiri kebenarannya bahwa kita selalu
memikirkannya.

Aku bersama dengan ke tiga temanku, 2 laki- laki dan 2


perempuan itu termasuk aku sendiri, atas nama Nur Hamid,
Muhammad Syafi’il Karim, Ika Sulistiyo Wati dan aku sendiri
Siti Masruroh, kami sering dipanggil empat serangkai mungkin
karena kedekatan kami.

Awalnya kami tidak mengenal satu sama lain, mungkin


karena awalnya kami tidak sekelas pada awal kelas 7. Setelah
kenaikan kelas delapan, semua kelas di acak dan kami
diletakkan dalam satu ruang kelas.

Pada awal masuk aku sih asing dan terlihat cuek, selama 3
tahun di SMP aku selalu sebangku dengan Ika Sulistya Wati,
jadi kita dekat. Terus kalau sama Nur Hamid dan Syafi’I mulai
deket sejak kelas delapan, awal kenalan itu aku lupa gimana
tapi kedekatan kami tidak terlupakan oleh banyak orang
buktinya walau aku sudah tiga tahun lulus dari sana yang
diingat ya persahabatan dan kedekatan kami khususnya pada
aku dan Nur Hamid.

Aku dan Hamid itu temen dekat, dekat banget malah tapi itu
dulu, sampai orang- orang mengatai kami pacaran padahal
nggak, hanya sebatas dekat gitu aja.

30
Kedekatan kami dimulai sejak dia ada pertengkaran dengan
temannya sebab baju putih yang dikenakan temannya, ternyata
baju yang dipakai temannya itu adalah miliknya tapi di akui hak
milik oleh temannya istilah lain adalah maling, dia marah lalu
terjadi perkelahian tepat di belakang tempat duduk ku lalu aku
melerainya namanya juga anak pondok ya gimana, mereka
berhasil aku lerai dan aku ajak bicara kejadian awalnya gimana,
ya dia menjelaskan semua secara runtut padaku, lambat laun
kami makin dekat.

Pertama kali kami berhubungan lewat hand phone gara-


gara dia nitip sms untuk ibunya, setelah itu kami saling SMS-
an karena pada waktu itu memang aku belum faham apa itu
Face Book, atau yang lainnya dan aku SMS- an pun pakai HP
milik kakak ku. Dia mulai menceritakan semua tentang dirinya
istilahnya curhatlah, dan begitupun dengan ku.

Dan nggak tahu kenapa padahal itu nggak hari ulang tahun
ku aku diberi hadiah olehnya berupa al- qur’an kecil yang enak
digunakan untuk muroja’ah.

Saat ulang tahun ku pun dia kasih aku hadiah lagi, ya untuk
berbalas budi aku pun ngasih dia sesuatu yang mungkin
bermanfa’at karena pada saat itu dia vocal hadroh di pondoknya
jadi, aku kasih dia buku sholawatan, saat kita mau berpisah pun
dia kasih aku hadiah lagi, begitu baik dia kan hahaha….

Jangan salah persahabatan kami berjalan dengan mulus


semulus jalan tol, ada pertengkaran juga yang sampai aku
menangis dan harus minta maaf sama Hamid, sejak ada
pertengkaran antara kami berdua, hubungan kami agak
31
renggang jarang bicara, mau bicara saja agak canggung, untuk
menghilangkan kesedihan ku itu aku mencoba menceritakan
dengan Syafi’I yang duduk sebangku dengan Hamid, aku suruh
bujuk dia kenapa dia bisa marah padaku karena aku sendiri
nggak faham apa yang aku lakukan, dan sikap ku yang mana
yang membuatnya marah. Akhirnya aku berhasil kembali
berhubungan baik dengan Hamid lewat lantaran Syafi’I, dan
kejadian itu tidak hanya terjadi satu kali tetapi terjadi berulang
kali sampai akhir kelas 9 dan mau lulus kami selalu canggung
untuk bicara, mau chat saja nggak berani dan kejadian itu
terjadi sampai sekarang, padahal semua itu sudah 3 tahun
berlalu tapi sikap dia selalu begitu mungkin karena kami sudah
tidak satu sekolahan lagi dan jarang ketemu juga.

Anehnya, ketika dia ketemu dengan ibu dan kakakku


selalu dia menyapa sambil tersenyum, dan jika dia ketemu
denganku, astaghfirullah bahkan menyapa, senyum aja nggak
pernah, padahal dia hanya kenal saja dengan keluarga ku.
Sebenarnya aku selalu mencairkan suasana yang awalnya
hening menjadi lebih santuy istilahnya. Tapi tetap dia selalu
begitu, ya sudahlah mau gimana.

Hingga saat ini, aku nggak pernah sama sekali chat dia,
agak canggung juga sih mau chat, dulu aja pas masih satu
sekolahan jarang chat apalagi sekarang, tak bisa dipungkiri aku
merindukan semuanya, masa- masa seperti dulu lagi, yang kami
tertawa bersama, saling curhat, jajan bareng, sering chatan,
nggak canggung untuk bicara, berangkat sekolah bareng,
sampai- sampai pulang sekolah pun bareng.

32
Tapi semua itu sudah berakhir, dan waktu tidak bisa
diubah lagi dan tidak bisa diputar lagi itu hanya bisa jadi
kenangan yang mungkin agak sulit untuk dilupakan karena
begitu banyak momen- momen indah saat waktu peralihan
antara masa kanak- kanak ke masa remaja.

Dan masa remaja yang sebenarnya sudah dimulai, saat aku


keluar dari SMP ku dulu, kini aku masuk ke tingkat SMA/ MA.
Awalnya aku bingung mau melanjutkan sekolah dimana,
kebanyakan guru SMP ku menyuruh untuk melanjutkan sekolah
di SMAN 1 Wirosari tapi aku pikir pajang karena terlalu jauh,
lalu aku berpikir untuk melanjutkan di SMAN 1 Pulokulon tapi
kata Ustadzah ku ( Umiku ) itu sangat tidak menguntungkan
bagiku dan untuk hafalanku yang saat itu masih dalam
perjalanan menuju ke puncak atau yang di nanti- nanti, dan
umiku menyarankan aku untuk melanjutkan ke MA Sunniyyah
yang dekat dari rumah dan itu sangat akan menguntungkan
bagiku dan hafalanku kata beliau.

Akhirnya aku turuti kata- kata beliau, ternyata kata- kata


beliau memang benar sangat menguntungkan bagiku, karena
tidak jauh dari rumah dan aku juga bisa focus antara hafalan al-
Qur’an ku dan sekolah juga, buktinya belum genap satu tahun
aku sekolah di MA akhirnya aku dapat menyelesaikan hafalan
ku dan Alhamdulillah aku sudah menjadi hafidzoh (khatam
kelas 10 MA tepat saat umur ku 15 tahun, hari selasa 03 April
2018), hari yang paling membahagiakan, alhamdulillah ya
Allah atas segala nikmat mu yang tiada terkira yang engkau
berikan pada ku dan keluargaku.

33
***

Pertama aku masuk di MA aku tidak faham aku harus


berteman dengan siapa karena aku tidak tahu siapa saja yang
masuk ke dalam sekolah ini, siapa saja yang aku kenal.

Pada saat itu, semua siswa yang sudah mendaftar dan


sudah melakukan tes penentuan kelas akan menjalani masa
orientasi siswa ( MOS ) tapi istilahnya kalau di MA nggak
MOS tapi MATSAMA atau Masa Ta’aruf Siswa Madrasah,
disitu di bagi menjadi banyak sekali kelompok, dan aku di
tempatkan di kelompok Idham Malik di dalam satu kelompok
tersebut taka da seorangpun yang aku kenal, akhirnya aku
mencoba beramah tamah untuk mendapatkan teman yang bisa
aku ajak ngobrol tentang sesuatu, akhirnya aku kenal dengan
Milati Asha, hanya dia yang menemaniku waktu MATSAMA,
dia berasal dari SMPN 1 Pulokulon tapi saat MATSAMA akan
berakhir dan itu adalah waktu penentuan kelas berdasarkan hasil
tes awalan kita masuk dan juga dasar minat kita ingin milih
jurusan apa, tak lihat daftar list nama yang ada nama ku
memang aku minat nya milih MIA pas itu, ya aku lihat daftar
list nama anak yang di MIA dan aku masuk ke kelas X MIPA 1
aku lihat disana siapa saja yang aku kenal, ternyata banyak
teman MI ku dulu yang masuk kesana ya dalam hatiku berucap
“Alhamdulillah, ada kenalan juga” berarti aku gak sendirian
disana, tapi aku lihat nggak ada yang berasal dari SMP ku dulu,
tapi nggak papa lah yang penting ada yang aku kenal.

Hari berikutnya, hari itu merupakan hari pertama masuk


sekolah dan aku nggak tahu mau duduk dimana, akhirnya aku

34
lihat ada bangku yang kosong tapi disitu sudah ada yang
menempati satu orang akhirnya aku duduk disitu, dan ternyata
itu adalah tempat duduk Ratna yang aku sudah mengenalnya
saat kelas sore, dia adik kelas ku, tetapi dia sudah ada janji
untuk duduk sama Silvi dan akhirnya dia mundur dan
membiarkan bangkunya ditempati olehku, tetapi saat semua
siswa sudah ditempat duduk masing- masing aku belum
mendapat teman sebangku, kemudian ada seorang anak
perempuan dengan perawakan agak tinggi, manis, senyumnya
begitu lebar kepada semua penjuru kelas (tebar pesona guys)
tetapi aku tidak pernah sama sekali bertemu dengannya
kemudian dia tiba- tiba datang disebelahku dan berkata,

“kamu sendirian mbak?” ( asli pakai bahasa Indonesia ini)

“ ya aku sendirian” ( jawabku )

“ aku duduk sini ya ?” ( tanyanya )

“ ya silahkan “ ( kataku )

Tiba- tiba dia menjulurkan tangannya mungkin di dalam


hatinya dia bermaksud untuk berkenalan denganku, ya aku
balas dengan juluran tanganku juga,

“ namaku Setiya Rini “ ( kata dia )

“ aku Siti Masruroh “ ( jawabku )

Sejak saat itu semakin hari kami semakin dekat, banyak


bercerita, banyak bergurau, bercengkrama mengisi waktu luang
seperti jam kosong maupun istirahat.
35
Hari- hari dalam kelas X aku habiskan dengan penuh
senang hati tak terasa waktu berjalan sudah satu tahun berlalu,
jujur saja aku pertama masuk di kelas X MIPA 1 merasa agak
minder karena aku dari sekolahan yang terkenal kurang baik
dan bertepatan tidak ada yang dari sekolahanku dulu, hanya aku
seorang.

Setiap guru yang masuk ke kelas ku ini selalu mengatakan


bahwa kelas ini itu kelasnya orang pandai- pandai buktinya
memang iya, karena aku mendapati teman- teman ku dulu saat
aku di MI yang terbilang pandai- pandai, tapi itu tidak
menyurutkan semangatku untuk belajar dan selalu belajar aku
mencoba untuk melakukan yang terbaik.

Satu tahun berlalu waktunya aku naik ke kelas XI, mulai di


kelas inilah sifat asli para temanku muncul dari sisi banyak
omonglah, nyolotan, pemarah, gokil, santuy, tukang ghibah dan
lain- lain mulai dari saat itu kita menjalin komunikasi tanpa rasa
canggung. Di kelas XI ini aku bersama temanku merasakan
bahwa pada saat itu seorang siswa bisa memuaskan diri untuk
berbuat sedikit kenakalan, di kelas XI ini pula aku mulai akrab
dengan teman- temanku yaitu Rinu (nama lain Rini), Zulpong
(nama lain Zulfa), Sliwer ( nama lain Siwi), Sam (nama lain
Nadiya), Cocom (nama lain Qomariyyah), Bu Prad (nama lain
Riska), Borak (nama lain Debora), Assoy (nama lain Asih), dan
yang lainnya mereka adalah partner bercanda dan bercengkrama
ku disaat jam kosong atau istirahat.

Belajar dari mereka bahwa hidup tak selamanya harus


dibawa tegang, kita harus santuy untuk menghadapi sesuatu

36
nggak harus dengan keseriusan tingkat tinggi, ada kalanya kita
serius ada kalanya kita santai.

Dan di kelas XI ini aku mendapat pengalaman baru yaitu


menjadi ketua IPPNU (organisasi baru yang ada di sekolahku
ini) sebenarnya untuk menjadi ketua bukan pengalaman baru
sih, tapi ini kan organisasi yang baru aku kenal selama ini,
sebenarnya aku nggak mau terjun dalam dunia organisasi
selama masa putih abu- abu ku, tapi karena aku dipaksa oleh
temanku ya mau gimana lagi ini adalah tanggung jawab.

Satu tahun berlalu, satu periode masa jabatan ku telah


berakhir saatnya aku naik kelas XII, ku lepas tanggung jawab
yang sudah aku lakukan semaksimal mungkin tetapi mungkin
masih banyak sekali kekurangan dan aku perlu belajar lebih giat
lagi.

Sudah saatnya aku fokus belajar, belajar dan belajar untuk


menghadapi serangkaian ujian yang di agendakan pemerintah
dan sekolahan yang harus kulalui hingga nantinya aku lulus
sekolah.

THANKS FOR MY TEACHER, THANKS FOR MY


FRIENDS, THANKS FOR ALL…… AND I LOVE YOU ALL……

37
TERSESAT DI
JALAN YANG
BENAR
Oleh :

Imroatul Faizah

“Satu- satunya cara agar tidak menjadi


manusia yang tersesat adalah dengan mengikuti
petunjuk yang di ridhoi oleh Allah SWT.”

38
Sebuah kuasa yang begitu besar. Menjalankan kehidupan
bersama semesta dan orang-orang yang luar biasa. Tentang
perjuangan, perjalanan dan harapan-harapan yang di panjatkan.
Tak luput dengan sejarah, masa lalu dan kenangan untuk di
jadikan sebuah pelajaran. Tentang sejarah, disini bersama pena
dan sekelebat memori yang terpintas dalam ingatan. Yang akan
ku tumpah ruahkan bersama warna kehidupan beberapa tahun
silam.

Kala itu atas lamanya sebuah penantian, lahirlah bayi nan


mungil berjenis kelamin perempuan. Tangisnya yang terdengar
dari ruang persalinan begitu pecah. Sebuah pengorbanan yang
berakhir kebahagiaan. Dilahirkan dari rahim seorang ibu yang
amat luar biasa. Taruhan nyawa dan hidupnya demi kelahiran si
putri kecil tercinta. Pendarahan yang begitu hebat hampir
merenggut nyawanya. Namun dalam hati yang amat dalam ia
merasakan kebahagiaan yang amat besar.

Kini si putri kecil telah tumbuh dalam dunianya. Dan


berusaha membalas atas pengorbanan malaikat-malaikat dalam
hidupnya tak terkecuali dengan dia ibuku.

Jika nama adalah untaian doa. Maka nama yang di berikan


kedua orang tuaku adalah bagian dari doa yang dipanjatkan.

39
Namaku Imroatul Faizah, singkatnya “Izza”. Namun lebih
singkatnya lagi “Izz” itu adalah panggilan kesayangan yang
diberikan kakak perempuanku. Terpaut usia 5 tahun membuatku
selalu ingin bertengkar dengannya. Namun karena ia sampai
sekarang masih mondok di salah satu pondok pesantren yang
cukup terkenal di daerahku membuat kami terpaut jarak bahkan
terkadang aku merindukannya. Rindu bertengkar dengan dia
maksudnya.

Ada yang mengatakan bahwa harta yang berharga adalah


keluarga. Mungkin aku akan sependapat dengannya. Aku
terlahir dari keluaraga yang sederhana namun penuh cinta di
dalamnya. Jauh dari pusat kota tidak membuatku gentar untuk
mulai berpendidikan. Didukung dengan penuh oleh kedua orang
tuaku. Selalu mensuport hal yang kulakukan asalkan itu hal
yang positif dan tidak jarang mereka selalu memberikan
nasehat, petuah atau bahkan wejangan-wejangan.

Aku memulai pendidikanku di salah satu lembaga


pendidikan yang tak jauh dari tempat tinggalku yaitu TK
DHARMA WANITA III PUTATSARI kemudian SD N 4
PUTATSARI. Berkad tekad, semangat dan usaha dari kelas 1
sampai 6 aku selalu mendapat peringkat 3 besar. Bahkan aku

40
kerap ditunjuk untuk mewakili beberapa ajang perlombaan. Dan
tak jarang akupun menjuarainya.

Akhir dari masa sekolah dasarku hampir usai. Setelah


menjalankan beberapa rutinitas akhir masa sekolah yang tak
lain adalah ujian. Kini masa yang di tunggu namun penuh haru.
Sebuah perpisahan amat nampak di pelupuk mata.
Meninggalkan kenangan yang akan menyatu dalam ruang rindu.

###

DUA PERSIMPANGAN PENUH KEBIMBANGAN

Berjalan tak selamanya lurus. Terkadang berbelok,


menanjak dan bahkan sangat curam. Namun, aku lebih memilih
dari apa yang kulihat dari perjalanan ini. Dan tanpa kuduga dua
persimpangan membuatku terdiam dalam kebimbangan. Lalu,
arah mana yang kan menjadi pilihan ? tetap berlanjut atau
kembali pulang ?

“Buk…setelah ini aku mau melanjutkan dimana?” tanyaku


pada ibu.

41
Karena dalam memilih atau menentukan sesuatu aku lebih
sering meminta pendapat dengannya.

“Lha maunya kemana? Di MTs Tanggungharjo saja, dekat”


pendapatnya.

“MTs ? nanti sama seperti kakak. Aku ingin melanjutkan di


SMP buk. Teman-teman perempuanku semua di SMP. Nanti
aku sendiri yang di MTs” gerutuku.

“Di MTs saja, seperti kakakmu. Nanti kalau kakakmu di


pondok mau titip sesuatu biar tidak repot. MTs agamanya
banyak. Nggak usah nurut sama teman-temanmu yang lain.
Nanti disana juga dapat teman baru lagikan” batinku.

“Ya udah buk, terserahmu” akupun masih belum puas atas


sarannya.

“Ya udah nanti tak antar kesana kalau mendaftar”.

Entahlah, dari semua teman SD yang perempuan hanya


akulah yang melanjutkan ke MTs. Dari 7 perempuan, 6 yang
lainnya melanjutkan di lembaga pendidikan negri yaitu di SMP
N 2 GROBOGAN. Dan disini hanya akulah yang di MTs
Manbaul Huda Grobogan (eMBADA). Sebenarnya ada juga
beberapa anak laki-laki teman SD ku yang melajutkan di MTs.
42
Namun mereka adalah anak-anak yang notabennya dulu adalah
preman-preman sekolah. Tahulah kalau mereka sering bikin
onar, masalah dan lebih parahnya lagi hampir membuat guruku
pindah mengajar dari SD ku.

Naluriku telah memilih. Arah jalan yang membuatku yakin


untuk melanjutkan perjalanan. Ya, di Madarasah Tsanawiyah
telah menjadi pilihanku. Hingga kini tiba waktuku untuk
melakukan pendaftaran. Syarat-syarat berupa lembaran
fotokopian telah ku siapkan. Tidak lupa beberapa piagam
penghargaan yang ku raih dari beberapa ajang perlombaan.
Setibanya disana aku dibuat takjub akan gedung-gedung yang
berjejer rapi. Lingkungan yang bersih dan para siwa-siswi yang
tengah berolahraga ria. Kemudian, ku segerakan untuk mencari
ruang pendaftaran untuk melakukan pendaftaran. Setelah
mengisi formulir dan mengumpulkan beberapa lembaran
fotokopian akupun pulang. Dan tanpa kuduga setelah keluar
dari gerbang aku melihat beberapa teman-temanku yang
menongkrong di parkiran sekolah. Mungkin mereka juga mau
mendaftar hari ini, batinku. Aku sengaja tak menyapanya. Tapi
kalaupun mereka menyapa aku akan menjawab seperlunya.

“He,,,Zah, kamu juga mendaftar disini ?” Tanya Rizqi teman


SD ku.
43
“Iya” jawabku.

“Padahal temanmu yang lain di SMP,milih kelas apa tadi ?”

“Kelas A, tapi kalau udah full ya terpaksa di pindah B”


jawabku lagi.

Sempat bingung sih dalam pengisian formulir untuk memilih


kelas. Namun, lagi-lagi akupun memilih menyamakan kelas
yang dipilih kakakku waktu masih sekolah dulu.

“Di kelas D banyak dari SD 4. Nggak mau pindah D ?”

“Entahlah, bingung aku Riz,,”

Setelah perbincangan singkat, akupun memilih bergegas


pulang. Ingin rasanya merehatkan sejenak raga ini. Setelah
aktivitas yang cukup membuat fikiranku semakin bimbang.
Menentukan pilihan dari beberapa pilihan. Entahlah, semua
akan tampak hasilnya jika sudah dijalankan. Bukankah begitu ?

###

SEMANGAT BARU

44
Tuhan Maha Adil. Semua garis kehidupan telah
digariskanNya. Layaknya dalang yang memainkan wayang.
Dan disini tugas kita hanya menjalankan atas skenario yang
dibuatnya. Mengikhlaskan yang telah pergi dan mensyukuri
setiap karunia yang diberi. Tiada yang tahu bahwa kesuksesan
akan berpihak pada siapa. Bersama usaha dan doa akan ada
jawabnya.

Semburat cahaya dari arah timur telah menampakkan diri.


Dan sebagian dari mereka bersemangat menuju aktivitasnya.
Tak terkecuali aku, yang sudah mengenakan seragam sekolah
baruku. Berbeda dengan yang dulu. Dahulu aku yang masih
suka menguncir rambut panjangku atau mengepang layaknya
frozen kecil di dunia kartun. Dengan seragam kebanggaanku
dan rok merah berwiru yang hanya sebatas lutut. Namun kini
telah berbeda. Lebih tertutup dan menutup aurat. Kini, dengan
hijab putih yang telah membungkus bagian atas kepalaku.
Dengan paduan bros kecil berwarna biru nan lucu sebagai
aksesoris. Dan tak lupa rok panjang telah menjuntai sampai
batas mata kakiku. Ya, hari ini adalah hari pertamaku masuk
sekolah baru atau lebih tepatnya MOSIBA (Masa Orientasi
Siswa Baru). Segala macam perasaan telah berkecamuk
dihatiku. Sedih, karena aku tak bisa satu sekolah lagi dengan

45
kawan-kawanku. Khawatir dan takut jika disana tak mempunyai
teman. Dan hanya sedikit peraaan senang karena peralatan
sekolahku yang baru.

Ibuku telah menyiapkan beberapa peralatan dan


perlengkapan sekolah yang akan ku bawa nantinya.

“Mau diantarkan atau bawa sepeda sendiri ?” tawarnya.

“Sepeda saja buk,,” jawabku.

“Ya udah hati-hati’’ pesannya.

Sambil ku kecup punggung tangannya. Meminta restu


dengannya. Ku cium dalam-dalam. Dan dalam batinku, restui
anakmu untuk mencari ilmu buk. Semoga dengan Ridho-Mu
aku diberi kemudahan dan keberkahan. Dan suatu saat aku akan
membahagiakanmu. Setitik air dari pelupuk mata berhasil
meluncur dari sana.

“Assalamualaikun buk,,,” pamitku.

“Waalaikumsalam” balasnya sambil mengusap ujung


kepalaku.

46
Kini telah berbeda. Segala macam perasaan yang
berkecamuk di hatiku telah ku ubah dengan semangat. Ya,
disinilah jalanku. Aku harus bersungguh-sungguh. Aku harus
bisa. Demi kedua orang tuaku.

Bersama sepeda warna biruku dengan penuh semangat ku


kayuh pedal untuk terus berputar. Suasana jalan yang masih
nampak lengang. Pagi ini tak banyak polusi. Pepohonan dan
aneka rerumputan turut menemani dan menyambut jalanku. Tak
ada teman lain yang menemani jalanku kecuali sang rumput
yang siap berbaris di pinggir jalan. Sesekali kendaraan bermotor
yang mencoba mendahuluiku. Namun, akupun
menghiraukannya.

Sekitar 20 menit perjalanan ku tempuh dengan sepeda


biruku. Setelah markirkan sepeda akupun dikejutkan dengan
suasana sekolah ini. Berbeda dengan terakhir kali aku
melihatnya saat mendaftar kemarin. Kini, nampak lebih bersih
dan sepertinya catnya sudah diperbarui. Terlihat lebih bersih
dan pastinya keren. Mungkin tidak hanya aku yang dibuat
takjub. Siswa baru yang lainnya pun demikian.

###

47
MY CLASS

Pertempuran siap dimulai. Bersaing dengan wajah-wajah


baru. Tak begitu paham benar tentang kemampuan setiap
individu. Bahkan mengenal merekapun aku belum sempat. Ya,
kelas baru tepatnya. Wajah lugu nan polos masih jadi
karakternya. Semua nampak begitu asing. Namun tidak dengan
seseorang yang tengah duduk di samping kananku. Lima menit
yang lalu aku baru berkenalan dengannya. Dan tak ku sangka ia
pernah bertemu denganku sewaktu di Pasar Malam. Entah
beberapa tahun lalu aku tak ingat betul. Ia adalah kerabat dari
Pak Lek ku.

Watik, ya namanya adalah Watik. Sangat identic dengan


Jawanya bukan? cukup singkat dan mudah di ingat. Kami
bercerita singkat tentang pertemuan yang sudah terlewat kala
itu. Bersyukur sekali aku bisa bertemu dengannya lagi.
Setidaknya ada seseorang yang bisa ku kenal. Belum sempat
aku berkenalan dengan seluruh penghuni ruang ini aku
dikejutkan dengan seseorang yang datang di ruang ini. Sontak
seisi ruang terdiam. Aku mencoba mengingat namanya. Namun
fikiranku kali ini lemot. Bukankah ia sempat mengisi kegiatan
MOSIBA (Masa Orientasi Siswa Baru) dulu?. Oh,, aku baru
ingat nama beliau adalah bapak Rifaudin Ahmad. Dengan
48
membawa lembaran-lembaran kertas entah apa isinya aku tak
paham betul. Namun setelah beberapa detik kemudian setelah
mengucapkan salam ia memanggil namaku. Sontak aku
terkejut. Ada apa? batinku. Apakah ada persyaratan yang belum
ku lengkapi? Atau lainnya? Ah ,,, aku tak tahu. Segera ku anjak
dari tempat duduk dan melangkah lalu meninggalkan Watik
untuk menuju tempat bapak Rifaudin Ahmad berdiri.

“Ada apa pak? Kok nama nama saya dipanggil?” tanyaku.

“Begini Faizah, saya lihat dari daftar nama kelas 7A hanya


kamu yang berasal dari SD 4 PUTATSARI. Saya ada
penawaran untuk kamu. Kamu mau tetap di kelas 7A atau mau
pindah di kelas 7D? temanmu yang dari SD 4 kan banyak yang
disana. Bagaimana? Tapi kalau mau tetap di kelas ini ya tidak
apa-apa. Terserah kamu saja” begitu terang beliau.

“Hmm,,,, bagaimana ya pak, saya disini juga belum banyak


kenal dengan semua. Ya ada rasa sedikit canggung. Ya udah,
nggak papa pak. Saya terima tawaran bapak. Saya mau pindah
di kelas 7D” jawabku. Entah apa yang membuatku ingin pindah
dari kelas ini. Tak ada hujan tak ada angin naluriku
berkeinginan untuk beranjak meninggalkan kelas ini.
Meninggalkan Watik yang tadinya duduk denganku dan

49
sekarang ia sendirian. Aku merasa bersalah dengannya. Namun
dari tatapan matanya ia menunjukkan tidak ada kekecewaan
disana. Bahkan ia mengantarkanku sampai pintu kelas. Kamu
memang baik, batinku.

Turun dari gedung lantai dua dengan menuruni anak


tangga membuat nafasku tak beraturan. Ku cari dan ku teliti
satu persatu nama kelas yang tertera di samping pintu. Ya, tepat
di tengah-tengah antara ruang kelas 7E dan 9B adalah tujuanku.
Segera ku langkahkan kaki menuju kelas itu dan masuk.
Suasana cukup ramai. Tidak seperti di kelas 7A yang amat
hening tadi. Ku cari tempat duduk yang kosong. Beruntunglah
aku masih mendapatkannya. Bangku depan pojok kiri, ya aku
duduk disana. Karena hanya bangku itu yang masih tersisa.
Tidak sendirian, di sebelahku sudah ada seseorang yang duduk.
Ia tak sungkan-sungkan untuk bertanya namaku. Ku jawab
senang hati. Dan tak lupa aku bertanya namanya. Namanya, Nur
Riris Maelani. Aku memanggilnya Riris.

Dari kejauhan ada yang memanggil namaku. Aku tak


merasa asing dengan suaranya. Ya, ia adalah salah satu siswa
yang duduk di belakang dengan sekelompok teman lainnya.
Namanya Rizqi, mungkin ia heran mengapa aku ada di kelas
ini. Bukan di kelas A.
50
“Zah,,, kamu kok di kelas ini. Bukannya kamu di kelas A?”
tanyanya.

“Ya,, aku tadi dikasih penawaran sama Pak Rifaudin untuk


pindah di kelas ini. Ya aku terima aja” terangku.

“Oh…”

Suara derap langkah kaki semakin terdengar dari arah


kejauhan. Dan seketika kelas kami terdiam. Seorang guru
perempuan yang amat cantik nan rapi memasuki kelas ini. Siapa
dia?. Entah aku tak tahu. Setelah duduk di kursi guru yang telah
disediakan ia pun memperkenalkan dirinya. Bu Ita namanya.
Lebih panjangnya Ita Nasyithatul Musdalifah Linailil Husna.
Entah dari beberapa rentetan nama yang membuatku harus
mengingat dengan keras. Tak lupa ia mengucapkan selamat
datang bagi kami dan tak tertinggal sebuah motivasi-motivasi
semangat belajar yang diutarakannya layaknya penceramah
yang amat fasih. Haruskah begitu ya, seorang guru terhadap
muridnya?. Namun kebanyakan dari mereka hanya menganggap
remeh motivasi-motivasi itu.

Motivasi-motivasi penyemangat telah disampaikan. Kini,


berlanjut dengan pemilihan struktur organisasi kelas. Entah
angin apa yang merasuki. Lagi-lagi aku ditunjuk teman-
51
temanku untuk menjadi bendahara kelas. Ya, merekalah yang
mengusulkannya yang tak lain beberapa teman laki-laki yang
telah mengenalku. Jadi bendahara kelas? Ah ,, malas benar.
Tanpa bayaran. Setiap minggunya harus jadi rentenir seperti
menagih hutang.

###

JADI OSIS ?

Suara kumandang adzan yang amat lantang telah


terdengar. Bentuk panggilan tuhan kepada hambaNya untuk
menunaikan kewajiban. Kini sebagian hambaNya turut
menghentikan aktivitas belajar mengajarnaya dan menuju
tempat persembahyangannya.

Para siswa-siswi berlarian kecil untuk segera menunaikan


kewjibannya. Tak terkecuali aku dengan teman-temanku yang
kini sedang mengantri wudhu. Ditengah keramaiannya para
siswi yang sedang mengantri mereka saling berdesakan. Kini,
setelah ku ambil air wudhu aku segera menuju mushola.
Melakukan sholat jamaah dzuhur. Karena jamaah dzuhur
menjadi rutinitas yang siswa-siswi madrasah lakukan.

52
Sesudah melakukan kewajibanku pada tuhan aku segera
menuju kelas. Namun, setibanya disana aku dikejutkan dengan
bentuk keputusan yang mereka buat. Ya, siapa lagi kalau bukan
teman laki-laki satu kelasku. Lagi-lagi aku harus ditunjuk dan
dipilih dengan sepihak oleh mereka untuk menjadi OSIS. Ah,
sebal sekali aku. Padahal aku tak berniat untuk mengikutinya.

“Apa-apaan sih kok aku yang ditunjuk?” protesku.

“Alah nggak papa itupun seleksi dulu nggak langsung


diterima. Kalau nggak kamu siapa lagi?” ujar Ahlis.

“Tapikan harus meminta persetujuanku dulu. Nggak sepihak


kayak gini” bantahku.

Merekapun langsung keluar dari kelas dan menghiraukan


protesku. Ya, begitulah mereka yang selalu membuatku kesal.
Mentang-mentang sudah kenal aku lama tapi malah seenaknya,
batinku. Cukup menyesal pindah di kelas ini.

Teeeettttt…teeetttttt….bunyi bel sekolah telah berbunyi


menunjukkan aktivitas belajar telah usai. Kumasukkan buku-
buku dan peralatan lainnya dalam tas gendongku. Tapi kini aku
tak langsung pulang. Tidak seperti biasanya. Kini aku sedang
mengikuti rapat pemilihan anggota OSIS untuk mewakili

53
kelasku. Mungkin jika tidak karena kelas aku tak akan
mengikutinya. Namun ya gimana lagi ini sudah menjadi
tanggungjawab bukan.

Rapat OSIS kali mengadakan penyeleksian dari masing-


masing perwakilan setiap kelasnya. Semua pertanyaan-
pertanyaan visi dan misi telah ku siapkan alakadarnya. Dan
sekarang giliranku untuk menyampaikan visi misi lalu
menjawab pertanyaan dari tim penyeleksi yang tidak lain adalah
kakak-kakak OSIS.

Semua pertanyaan dan proses penyeleksian telah ku lakukan.


Kujawab sebisaku dan aku tak berharap penuh untuk di terima
menjadi OSIS. Setelah penyeleksian kemudian dibacakanlah
hasil dari siswa-siswi yang lolos menjadi pengurus OSIS. Lalu
apa yang terjadi?. Disana namaku telah disebutkan berarti aku
lolos tahap penyeleksian dan menjadi pengurus OSIS. Namun,
apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur. Kini beban tanggung
jawab tak harus ku tinggalkan begitu saja. Ya, mungkin ini awal
yang baik.

###

54
KEJUTAN

Serangkaian kegiatan ujian akhir semester telah ku


lakukan. Kini tiba waktunya pengumunan nilai dengan
diserahkannya raport kepada wali murid. Rasa takut dan
cemasku terus bergejolak. Aku takut jika nilaiku turun dan
mendapat omelan dari orang tuaku. Harus siap dengan segala
macam ceramahnya. Siap dengan dibanding-bandingkan dengan
kakakku. Ah, rasanya aku tak mau mendengar itu.

Dengan membawa beberapa tumpukan raport yang


bersampul biru. Wali kelas ku pun masuk untuk segera
mengumumkan hasil nilai setelah pencapaian selama satu tahun.
Dari luar ruangan aku turut mendengarkan. Namun tak
terdengar. Lalu kuputuskan untuk duduk di depan kelas sambil
menunggu ibuku keluar dari dalam kelas. Tak sampai dua puluh
menit ibuku keluar dengan expresi yang sagat datar, seolah-olah
tak ada hal yang ingin disampaikannya. Namun aku sangat
penasaran dengan nilai raportku.

“bagaimana buk ?”

Ibuku tak menjawab dan ia langsung menunjukkan raportku


dan sebuah bingkisan dalam kertas berwarna coklat. Dan disana
tertulis angka satu romawi. Akupun sontak terkejut dan kaget.
55
Yang benar saja? Batinku. Ibuku pun langsung tersenyum
dengan bahagia. Alhamdulillah. Rasa syukur kian terucap di
bibirku.

###

TAWA TANPA REDA

Satu tahun bagiku waktu yang sudah tak menjadi lama


lagi. Sekarang ini aku sedang disibukkan dengan berbagai
macam kegiatan. Ya, salah satunya adalah organisasi Pramuka,
entah apa yang membuatku tertarik padanya mungkin aku yang
sering melihat anggota ataupun kakak- kakak yang tengah asik
ber yel- yel sehingga membuatku tertarik. Mungkin yang ada di
benak kalian jika Pramuka itu identic dengan hitam, kemah,
lelah, penat dan lainnya. Namun hal seperti itu yang
membuatku tertantang untuk mencobanya.

Esok hari mungkin akan menjadi hal yang akan ku kenang


dalam ruang sejarahku. Bukan jadian layaknya sepepasang
kekasih yang telah resmi mengikat dua hatinya. Namun besok
adalah hari dimana mengucap janji dan bakti. Dimana segala
macam amanah harus siap ku emban. Besok aku dan kawan

56
seperjuangan akan dilantik menjadi Dewan Galang. Segala
macam hal harus ku persiapkan. Mulai dari fisik dan materi
harus benar-benar matang. Tak lupa aksi PBB (Peraturan Baris
Berbaris) yang akan mengiringi prosesi pelantikan. Tak hanya
itu, kembang tujuh rupa yang akan disiramkan setelah
pengucapan sepuluh dasa dharma dan tri satya. Kembang tujuh
rupa? Sepertinya aku belum menyiapkannya.

Rintik gerimis telah membasahi semesta seisinya. Suara


rintik yang membentur atap menjadi irama nan asyik. Bahkan
aku merasakan tubuhku kini kini telah basah kuyup olehnya.
Bersama kawan-kawan ku terjang rintik gerimis ini. Kami tak
menghiraukan betapa dinginnya udara sore ini. Sepeda yang
kami naiki tetap melaju pada jalannya. Kami sangat menikmati
perjalanan ini. Dengan membawa macam-macam bunga yang
telah kami dapatkan dari beberapa rumah warga. Kembang
tujuh rupa itu yang nantinya akan disiramkan pada kami saat
pelantikan nanti. Entah kiasan apayang membuat kami nantinya
harus disiram dengan kembang tujuh rupa itu. Aku tak begitu
paham. Namun sepertinya hal semacam itu sudah menjadi adat
turun temurun pada masanya.

Sepanjang perjalanan dalam rintikan hujan aku selalu


tertawa atas tingkah konyol mereka. Ya mereka adalah kawan
57
seperjuanganku yaitu Dewi Utami, Amalia Ari Pratiwi dan
Rovik Sofiyani. Bersama merekalah kekonyolan dan gelak tawa
selalu menggema. Dalam mengayuh sepeda kami sangat asyik
dalam bercerita ria. Di bawah awan mendung dan gemericik
angin. Seolah awan juga ikut meneduhkan perjalanan kami. Tak
peduli entah berapa pelosok desa yang telah kami lewati tak
membuat kami lelah. Karena ini adalah tentang kebersamaan.
Berkat organisasi pramuka ini takdir telah membuat kita erat.
Persahabatan amat lekat. Dan jiwa korsa kami amat pekat.
Mereka adalah orang-orang yang sangat luar biasa dihidupku.

Hujan semakin lebat dan udara semakin dingin tak


membuat kami gentar untuk melanjutkan perjalanan. Namun
apa boleh buat badan kami sudah cukup menggigil dan wajah
kami sudah memucat. Membuat kami memutuskan untuk
menyudahi perjalanan kami. Dan kembali pulang.

## #

PEMBAIATAN

Di tengah lapang yang tak cukup panas karena matahari


kini tak begitu tepat di atas kepala. Pasukan nan gagah sudah
siap dengan janjinya. Sebuah pembaiatan nampaknya sudah
didepan mata.
58
Kini, pasukan mulai berjalan memasuki kawasan yang
disiapkan. Dengan langkah yang menggebrak. Satu pijakan
tanpa keraguan terus kami lakukan. Suara nan lantang memecah
keheningan. Menggema dalam telinga. Rupanya sang inspektur
telah siap akan aba-abanya. Memimpin pasukan yang berbaris
rapi lengkap dengan seragam kebanggaannya.

Berbagai macam gerak peraturan baris-berbaris nan apik.


Gerakan yang serasi dengan langkah yang pasti. Berbagai
macam variasi turut mengiringi aksi kami. Tanpa ragu satu
langkah kedepan siap untuk menuju pembaiatan.

Sang Pembina sudah siap dengan gagahnya. Mengucap janji


untuk kami tepati. Serentak jawaban tanpa ragu turut
menggema di udara. Aroma bunga nan khas juga sudah
mengudara. Menusuk sampai indra penciuman. Nampaknya
guyuran air kembang tujuh rupa sudah akan disiramkan. Dan
tubuh kami sudah siap untuk prosesi penyiraman.

Dari sudut kanan depan nampaknya mereka sudah basah


bersama air kembang tujuh rupa. Dan kini giliranku. Sedikit
demi sedikit air mulai menguyur tubuhku. Basah bersama
kembang tujuh rupa yang mulai jatuh di tubuhku. Seragam
kebanggaan sudah di buat basah kuyup olehnya. Kami masih

59
terdiam di tempat. Suasana nan haru dan bahagia tak kunjung
mereda.

Tepat seusai prosesi penyiraman suara adzan asar nan


lantang dari Masjid seberang terdengar. Sekejap kami terdiam.
Lalu berdiri, melangkah untuk berkumpul dan berpeluk erat.
Isak tangis kecil tumpah dan basah bersama bunga yang ikut
gugur jatuh ke tanah.

###

SEKEDAR RASA

Padatnya kegiatan setelah aktif di organisasi pramuka


membuatku harus berfikir extra dan terkadang lelah juga.
Ditambah lagi latihan rutin yang hampir setiap hari kami
lakukan setelah pulang sekolah. Ya, memang hari ini dan hari-
hari yang akan datang akan membuat aktivitasku menjadi
sangat padat.

Sekarang ini aku sedang disibukkan dengan latihan lomba


yang akan kami ikuti. Yang tak lain adalah lomba Jambore
Ranting. Siapa sih yang tak kenal dengan ajang perlombaan
tersebut. Mungkin hampir semua orang juga tahu. Apalagi anak
pramuka. Jambore ranting adalah sebuaah ajang perlombaan

60
pramuka yang dimana didalamnya banyak sekali ajang lomba
yang harus kami ikuti. Seperti jelajah, pentas seni, pioneering,
dan masih banyak lagi. karena banyaknya perlombaan membuat
kami harus berlatih dan menyiapkannya di jauh-jauh hari.

Hari ini setelah pulang sekolah aku memutuskan untuk


duduk di tepi lapangan tempat kami berlatih biasanya. Sambil
menunggu yang lain aku menyiapkan beberapa perlengkapan
yang nantinya kami gunakan. Tidak cukup lama ternyata juga
sudah lumayan banyak yang sudah datang.

“kak sini biar saya bantu” tawar April. Dia adalah adik
kelasku yang juga akan ikut dalam lomba Jambore Ranting.

“iya dek.. ini tolong dipindah disana ya” jawabku sambil


menunjuk tengah lapangan dan memberikannya tali temali.
Setelah memindahkan perlengkepan dari sanggar pramuka ke
lapangan aku dan teman-temanpun beristirahat sejenak dan
bercerita sebentar sambil menunggu Pembina datang.

“cie..cie yang lagi asyik sendiri” sindir Niam kepada


temanku Shania dan Alan.

“ihh.. enggak. Apaan sih” balas Shania sambil malu-malu.

61
“dari tadi mojok sendiri, nggak ikut bantu-bantu” sindir
Reza.

“heleh bilang aja kalau kamu juga pengen hahaha” tambah


Niam.

“heh.. kalian tahu nggak sih diam-diam Reza memendam


perasaan sama seseorang loh” kataku dengan pelan.

“siapa sih?” Tanya Niam.

“itu lho sama Iva”

“wahhhh.. bisa jadi bahan mak comblang nih hahaha” tawa


Niam.

Berawal dari ini lah semua dimulai. Setiap hari yang selalu
mengusik tentang masalah pasangan yang dijodoh-jodohkan.
Tak terkecuali dengan aku juga. Memang benar witing tresno
jalaran soko cie-ciene konco. Banyak dari mereka yang cinta
lokasi dalam event perlombaan ini.

Matahari terlihat sangat terik. Keringat kami mulai


bercucuran entah sampai kemana. Latihan rutinpun tak kunjung
selesai. Namun sebagian dari mereka masih tampak semangat
dengan kesibukannya. Ada yang sibuk membuat pioneering dan

62
sibuk untuk latihan menari. Dan aku mulai merasakan sesuatu
yang aneh. Seperti ada yang memperhatikanku dari kejauhan.
Aku sangat merasa terganggu. Ku tengok kebelakang ternyata
dia, seseorang yang katanya diam-diam mengagumiku. Dan dia
sering dijodoh-jodohkan denganku. Namun aku menghiraukan
semua itu. Aku menganggapnya sebagai teman yang baik tak
lebih.

Dia yang ku ketahui adalah salah satu dari peserta lomba


Jamran. Dan dia sangat baik. Dan tak lupa dia adalah salah satu
atlet voli di tim MTs ku. Namanya adalah Alfariza Kurniawan.
Aku tak cukup tahu banyak tentang dia.

Matahari semakin larut awan tak lagi cerah dan mendung


tampak menggumpal di atas sana. Tak lama hujan deras mulai
mengguyur semesta. Kami yang masih asyik berlatih dibuat
terkejut oleh hujan yang begitu deras. Hanya butuh sekian menit
hujan sudah membuat tubuh kami basah kuyup. Kami tak
menghiraukan hujan yang datang. Kami bahakan tetap asyik
berlatih sambil menari di bawah guyuran hujan. Suasana sangat
sejuk bersama angin tipis yang berhembus bersama hujan.

Berawal dari hujan ini bersama perasaan yang terpendam


hadir sebuah rasa yang tak tahu entah itu apa. rasa yang begitu

63
saja tumbuh namun aku tak begitu paham benar tentang
perasaan ini.

###

ANUGRAH

Jika usaha telah dilakukan lalu kepada siapa kita berserah?.


Hari ini pertempuran siap kami lakukan. Setelah beberapa hari
yang panjang kami jadikan untuk latihan. Kini, kami sudah
berada di bumi perkemahan. Banyak dari mereka yang mulai
sibuk menancapkan tenda dan gapura. Tak terkecuali dengan
kami yang sudah mulai menggali tanah untuk kami tancapkan
tenda.

Berbagai lomba dan persaingan antara regu lain begitu


sengit. Kami melingkar di tengah lapangan yang sekarang
sudah amat becek dan berlumpur akibat guyuran hujan deras
semalam. Tak hanya regu kami tapi hampir dari semua
pangkalan kami beradu yel-yel. Semangat yang kuat begitu
terlihat. Suara lantang kami hampir terdengar di seluruh penjuru
lapang.

Kini pengumuman siap dikumandangkan. Kepada siapa


kemenangan akan berpihak. Hati kami dibuat berdebar dan

64
menanti-nanti kemenangan. Kemudian suara dari sound utama
mulai memecah keramaian di tengah panasnya lapang.

“baik akan kami umumkan juaranya. Juara 1 di raih oleh


...pangkalan SMP 2 GROBOGAN” kami semua terkejut tak
percaya. Kami semua hampir kecewa dengan hasil tersebut.
Namun masih ada kesempatan untuk juara 2 dan juara 3.

“juara 2 diraih oleh MTs Manbaul Huda …” kami semua


bersorak kemenangan mendengar pengumuman itu. Tak begitu
kecewa dengan hasil yang dicapai.

Memang benar bahwa usaha tak menghianati hasil.


Mungkin ini hasil yang cukup baik. Tak bisa menjuarai umum.
Tak apa, kita harus belajar dari kegagalan. Menjadikan
kedepannya harus lebih baik dan tak mudah puas atas
pencapaian yang diperoleh. Kita harus tetap belajar dari
kegagalan. Dan tak lupa jangan pantang semangat.

Kini Tuhan telah menakdirkan jalan yang akan kita lalui.


Kita tak bisa mengelak atau bahkan menghindari karena segala
sesuatu yang akan terjadi pada kita telah tuhan rencanakan
dengan skearioNya yang begitu indah. Jangan menyalahkan
keadaan dan tetaplah bersyukur atas segala hal yang kamu
miliki. Alhamdulillahirobbilalamiin…
65
Ilusi dalam
Hati
Oleh:

Nadiya Andriyani

“Kita membuang waktu yang tak ternilai dalam


mimpi, terlahir dari imajinasi, terpaku pada ilusi,
dan dihukum mati oleh kenyataan”

66
Namaku Nadiya Andriyani aku anak ketiga dari tiga
bersaudara, kedua kakak ku sudah berumahtangga mbak Tik
kakak ku yang pertama sudah memiliki suami dan dua anak, dia
masih tinggal sedesa denganku yang kedua mbak Jum dia
tinggal di Semarang dengan suami dan dua anaknya, dan
sekarang yang di rumah hanya aku dan kedua orang tuaku, aku
lahir di Pulokulon dari keluarga sederhana bapak ku seorang
petani dan buruh sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga.
Saat kecil helaian rambutku sulit untuk tumbuh hingga aku
dikira anak laki- laki. Air sungai mengalir, dimanfaatkan
masyarakat setempat untuk mencuci baju, salah satunya aku dan
mbak Tik, di usia ku yang masih empat tahun aku diajak ke
sungai, dengan berbekal detergen dan ember yang penuh
dengan baju kotor, di tentenglah ember itu oleh mbak Tik dan
ku ikutinya dengan langkah riang ku menginjak dedaunan
bambu kering yang berjatuhan. Saat di sungai itu tak sengaja
bertemu seseorang yang tak tahu aku, ia bertanya,

“ Wi anak mu lanag po wedok sih Mbak ?” Tanya temannya


yang lewat.

“ Iki gak anakku, adikku iki….. ” jawab kakak ku

67
Memang banyak yang mengira aku anaknya setiap kali pergi
bersamanya karena jarak usia yang terbilang cukup jauh,
dengan mbak Tik kami terpaut dua puluh satu tahun kalau
dengan mbak Jum terpaut tujuh belas tahun.

Semanagat pagi menggebu, ibuku untuk membangunkan ku


dari terlelapnya tidur ku. Hatiku senang jiwaku girang akan di
ajak ke Pojok ke rumh kakekku atau mbah gunung biasa ku
panggilnya, dengan naik sepeda motor aku diapit oleh kedua
orang tuaku. Bebatuan dilewati dengan penuh genangan air
ditengan jalan, karena hujan semalam ku pegang erat baju
bapakku yang sedang mengendalikan jalan. Setelah sampia
disana masuk aku menuju kursi belakang untuk digantikan baju
oleh ibuku, sebelumnya aku memakai baju biasa selayaknya
perempuan lugu namun setelah sampai, pakaian ku diganti
dengan kaos lengan terbuka seperti pakaian anak laki- laki. Aku
tidak tahu apa alasan ganti baju dan itu hanya berlaku saat aku
berada di rumah kakekku saja.

Empat tahun berlalu kini usia ku menginjak lima tahun,


dimana waktu untuk belajar dalam suatu ruang dengan banyak
teman akan segera dimuali. Dan dalam usia inilah aku sangat
ingin dimanja dan ingin sangat diperhatikan, aku ingin seperti
teman- temanku diantar ketika berangkat sekolah , dijemput
68
saat pulang sekolah namun itu sangat sulit untuk ku dapatkan
karena aku dan ibuku lewati jalur yang berbeda, lalu aku pulang
keruamah dengan dengan kecewa dan berlinang air mata ku
tunggu ibuku pulang dari menjemputku di kursi depan rumah
sembari mengusap pipiku yang basah. Ibuku sampai dirumah
dengan wajah kasihan terhadap ku lalu aku diajak ke dalam
untuk diganti bajuku.

Matahari terus bersinar bonekaku tak sabar untuk


dimainkan, ku ambillah boneka ku di kamar dan berlari manuju
ke rumah Silfia yang dekat dengan rumahku dan ku ajak untuk
bermain bersama.

“Sil dulanan yoh...” ajakku .

“ayo, kuwe wes mulih tho lek……” jawabnya menggambil


boneka miliknya

Kita bermain bersama dan makan bersama di rumahnya


bergantian dengan syarat.

“Neng ojo bok kandakno ibukku ya” karena kita sering beri
pesan untuk tidak makan di rumah orang. Kita tidak hanya
berdua kalau main, saat sore kita mainya dengan banyak teman
dekat rumah, biasanya kita main lompat tali,engklek, gating,

69
kasti, coboi dan bahkan kita drama bersama. Dan kalau kita
mau mengahiri permainan untuk pulang biasanya kita
hompimpa sebagai petunjuk untuk siapa yang melanggkah
pertama pulang dari tempat bermain. Mandi dan berkumpul
kembali ,tapi jarang kembali karena sudah memiliki tugas
masing-masing dirumah. Biasanya aku membuat teh hangat
untuk bapak yang pulang kerja ku dan melipat baju.

****

Ketika malam , dimana langit tampak menggelap tanpa ada


kejora terlihat. Ku mendengar suara kilatan guntur yang
memecah hening keadaan. Sambaran garis kilat putih nampak
memenuhi sang dasar kelam. Tetesan deras air hujan jatuh dari
atap balkon atas. Tak ada suara kehidupan kecuali tangisan
halu. Ku meronta pada gelap yang teramat sunyi senyap.

“Bapaaaaaaaaaaaaaaaaak” teriakku ketakutan

Dipeluklah aku dalam dekapan hangatnya. Kami berkumpul


dan duduk bersama di kursi panjang ditemani teh hangat
beraroma melati dan pisang goreng untuk merelaksasi
kejenuhan malam. Aku bercengkerama tentang peliknya
kehidupan yang dijalani keluargaku dimana sulit ku hadapi dan
berat ku jalani. Tanpa di rasa hujan mereda, aku berjalan
70
menuju bilik kamar berbaring untuk merehatkan jiwa yang
menggelora dan menikmati nyamannya kapuk-kapuk yang
terjahit rapi. Terlelap aku dalam dinginya malam. Dengan
selimut yang membantu menghangatkan tubuh kecilku.

***

Setelah TK Aku melanjutkan di sekolah dasar yang masih


satu lingkup dengan TK tersebut. SD Negeri 3 Karangharjo
adalah tempat dimana aku menimba ilmu dengan banyak teman.
Hidayah adalah teman yang sering bermain bersamaku dengan
tingkah konyol kami melakukan sesuatu. Kita duduk bersama
sampai kelas empat tiba.

Tahun ajaran baru tiba satu angkatan berpindah ruang dari


kelas tiga menjadi menempati ruang kelas empat yang berada
sebelahan. Aku dan Hidayah masih bersama yang duduk di
bagian depan sebelah pojok kiri. Dan yang duduk dibelakang
kami ada Sholeh, Danang dan Adi yang menambah keseruan
saat belajar. Karena candaanya. Kurangnya meja membuat
bereka bertiga belajar dengan bersempitan.

Pada suatu siang hari tepatnya pada hari jum’at yang cerah
dengan matahari terus berputar. Kami akan melakukan latihan
bola voli di lapangan sekolah. Banyak teman sudah berkumpul,
71
diantaranya Sholekah, Arnetta, Umi, Hidayah, Putri, Retno,
Puji, Sholeh, Amin, Danang, Adi, Didot, Siget, Rendy, Riski,
Boski dan teman-teman lainnya. Sambil menunggu Bu Binar
dan Pak Udin datang selaku pelatih, anak-anak putra pada pergi
ke Wadok hanya untuk sekedar mandi dan bermain air. Setelah
setengah jam mereka di Wadok kurang satu anak yang kembali
ke sekolah. Dan delapan anak itu pada berbisik-bisik sediri yang
berkumpul di depan kelas empat.

“Lha Adi nang ndi.......?” tanya Arnetta yang heran melihat


mereka. Namun tak ada satu anak pun menjawab.

Kemudian Bu Binar dan Pak Udin datang kami semua mulai


melakukan pemanasan. Dibawa panasnya sinar matahari siang.
Kami berlatih servis dan smas dengan riang dengan bibir yang
di penuhi oleh senyuman. Dan semangat menggelora untuk
bisa.

Setelah satu jam kami berlatih semangat yang awalnya


menggelora ini pudar, perasaan tak tenang dengan air mata
berlinang. Kabar tak menyenangkan datang. Berlari ku menuju
Wadok yang sudah banyak orang disana. Ternyata itu adalah
Adi yang sudah tengelam kira kira satu setengah jam dalam air
dengan tubuh yang sudah dimakan ikan dan luka luka. Hati ini

72
semakin rapuh dan airmata tak dapat dibendung lagi dan
membasahi pipi. Aku tak berani mendekat dan aku hanya
berhenti di perempatan jalan untuk menyambut jasadnya
dibawa pulang kerumahnya, dengan bertutupkan kain bermotif
Adi dibopong tiga orang dan satu orang membawa baju, sandal
dan sepedanya.

Kecewa memang dengan teman teman, mengapa mereka


tidak meminta tolong kepada orang lain malah
meninggalkannya. Padahal Adi adalah anak yang
membanggakan dengan banyak prestasi terutama dalam bidang
olahraga, bahkan Adi adalah pemain sepak bola yang sudah
dilalui banyak tingkata. Kecerobohan mereka merenggut nyawa
temannya sendiri.

Saat suatu ketika kita sedang berolahraga di lapangan. Anak


laki laki bermain sepak bola, sedangkan anak cewek berada di
samping lapangan sebagai suporter. Salah satu teman ku yaitu
Hidayah berteriak dan menunjuk ketenggah lapangan karena
ada orong orong. Lalu diambilah orong orong itu dibawa
kedalam kelas.

“We jek ileng aku gak.....?” tanya Hidayah kepada orong


orong tadi yang diletakkan di atas meja.

73
“Iyaa.. We jek ileng kene gk.....?” kataku menyambung
tanya Hidayah.

“Wi do lapo tho ya ya... Wong orong orong kok di jak


omong opo yo mudeng tho yo yo... ....” Sahut Yana yang heran
melihat kami bicara dengan serangga.

“Iki tho Adi wonge tho kangen mbi kene, kangen bal-balan
mbi kene, dulanan mbi kene, dadine wonge mau melok bal-
balan wong lanang nang lapangan kan jare nak wong mati gong
ono patang puluh dino kan ruh’e seh ono neng ndunyo..” jelas
Hidayah yang menganggap bahwa itu Adi

Gelengan kepala Yana yang mengikui penjelasan Hidayah.


Lalu dikembalikan orong orong itu ketenggah lapangan sambil
melambaikan tangan “Da... Daaaaaaaa...................”

Waktu waktu terus berjalan dengan kehilangan satu teman.


Belajar dengan tenang dan nyaman. Hingga diakhiri tahun
pelajaran diumumkan dan dibagikan hasil Ulangan Kenaikan
Kelas. Memang hasil ku tak begitu memuaskan, Aku hanya
mendapat nomor tiga belas dari dua puluh sembilan anak.
Namun Aku tetap bersyukur dan menerima masih bisa lanjut ke
tingkat kelas diatasnya yaitu kelas lima.

74
Selain sekolah dasar Aku juga sekolah madin. Tepatnya di
desa sebelah yaitu Desa Wadak Karangharjo. Kondisi jalan
yang sangat jelek dengan batu-batu tajam tak menjadi alasan
untuk tidak sekolah. Dengan berbekal sepeda ku lalui jalan
tersebut dengan hati-hati. Namun aku tidak sediri, ada dua
teman ku Hidayah dan Retno. Kami menimba ilmu agama
bersama. Karena kami selalu bersama ada sebutan khusus untuk
tiga teman ini RHN adalah gabungan dari nama kami untuk
mengikat persahabatan yang sudah dibangun sedari kami kenal.

Pada suatu siang setelah Aku pulang sekolah jam duabelas,


Aku istirahat sebentar dan makan siang. Lalu mandi sholat
dzuhur dan bersiap untuk berangkat madin.

“Mbak we mangkat madin gk....?” tanya Retno dari depan


rumah yang menghampiri Ku.

“Iya... Menyang, lha Hidayah wes teko pok durung ...?”


jawab Ku sembari memakai jilbab.

“wes Hidayah wonge ngenteni neng nggan biasane, aku kon


marani kuwe mau...” jelasnya.

Lalu bersegeralah aku keluar dan mengayuh sepeda


bersama. Setelah setengah perjalanan melalui sawah sawah

75
yang bertanamkan kedelai. Tiba-tiba sepeda ku oleng dan jatuh
ke pinggir sawah.

“Ati-ati tho nduk....” kata bapak-bapak yang juga naik


sepeda berlawanan arah dengan ku.

“Hay iki lho kancane enteni.......!” ucapnya memangil Retno


dan Hidayah yang sudah jauh didepan.

“Weki lahopo tho mbak mbak rek iso njegor kalen barang
ki.....” tanya Retno yang menghampiri Ku.

“We ngantok paling ow Yah....” gurau Hidayah.

“Haaaahhahh..... Iyo paling..wes lah yo numpak pit neh...”


balasku.

Lalu kami melanjutkan kembali naik sepeda. Rok yang


sedikit kotor tidak menjadi penghalang dan terus mengayuh.

Sesampainya di lingkungan madin tad ada jejak lagi orang


yang bermain, semua sudah masuk dalam ruangan. Di parkirkan
sepede berlari lah kami menuju kelas lima yang tempatnya di
pojoksekali.

“Ayo he... Wes keri ki lho....” ujar Ku terus berlari

76
Memang terlambat tapi ustadz belum ada.

“Assalamualaikum...” salam kami bertiga.

“Waalaikumsalam...” jawab temen-temen.

“hu... Huuu..... Huuuuuu”. gemuruh suara sorakan


dilontarkan kepada kami yang datang lebih dari jam dua.

Sabar kami menuju ke meja. Tanpa membalas bahkan


memberi senyuman. Padahal kalau ada yang telat kami tidak
pernah menyoraki mereka, kami hanya diam dan fokus pada
pelajaran.

Satu tahun berlalu kini Aku penghujung kelas enam. Ujian


sekolah dasar sudah kulaksanakan. laksanakan. Begitupula ujian
madin. Pengumuman kelulusan akan segera di umumkan.

Sekolah madin sudah diumumkan dan akhirusanah sudah


berlangsung. Sedangkan sekolah dasar dimana hari ini adalah
hari yang menegangkan. Semua siswa siswi kelas enam masuk
pada suatu ruangan diikuti oleh seorang guru yang bernama Pak
Anton. Beliau membawa amplop yang tertera nama masing-
masing anak, didalamnya berisikan surat kelulusan. Lalu
dibagikan amplop tadi pada setiap siswa. Setelah semua

77
mendapatkan amplop tersebut dalam hitungan ketiga dibuka
bersama-sama.

“Satu......... Dua........ Tiga...........” hitungan Pak Anton


melangkah keluar kelas.

“Alhamdulillah...”. Bersyukur Aku kegirangan karena


amplop milikku bertuliskan kara LULUS. Suasana ramai
seketika menghapuskan ketegangan awal. Namun ada tiga
teman ku yang menangis, bersedih pasalnya amplop yang
mereka dapatkan bertuliskan TIDAK LULUS. Dan itu adalah
milik Sholekah, Arnetta dan Lisa. Kami semua tidak percaya
akan hal itu, karena mereka adalah orang yang terbaik nilainya
saat tes. Semua anak cewek berpelukan dan saling menguatkan.

“mosok yo enek seng gak lulus sih....?” tanya ku kepada


Awik yang duduk disampingku.

“He’e yo, witho gk paling kok” jawab Awik.

“Rek gak i gak e pye....? Genah yo wes bagikno kabeh


nuk..” kataku

“Iyo... Paling wi ono amplop seng didelikno, ben kene sedih


ndisek nko lagi di kehno aleng.” Awik berandai andai.

78
“Mosok yo ngunu..?” heran ku.

“Iyo ra ngandel!. Tenteni gen nko...” Awik menyakinkan.

Setelah itu Pak Udin datang.

“Ki lapo ek do nangis...?” tanya Pak Udin.

Tak ada satupun anak yang menjawab.

“Gene Shol, Sa, Tta.... Gak lulus...... ?” tanyanya kembali.

“Hemmmmm...........” hanya mengangguk.

“Ki lho seng bener mau kleru....... ... .” sembari mengasih


amplop yang baru.

Kemudian dibuka amplop tadi dan bertuliskan LULUS. Lalu


bergantilah suasana yang haru pilu menjadi bahagia. Kami pun
merayakannya dengan makan dan doa bersama walaupun
dengan makanan yang sederhana didalam kelas. Kini semua
sudah sempurna dan saatnya mencari jenjang berikutnya.

Pada suatu malam Aku dan Orang tua ku sendang menonton


tv dan membahas akan melanjutkan dimana aku. Banyak
pilihan hanya satu tempat tujuan. Ada tiga tempat yang menjadi
sasaran yaitu MTs Puteri Sunniyyah, SMP N 2 Pulokulon dan
79
yang terakhir MTs Miftahul Huda Jambon. Dengan banyak
pertimbangan dari ketiga sekolah. Akhirnya terpilihlah satu
lembaga. SMP N 2 Pulokulon menjadi tempat ku untuk
menuntut ilmu.

Ku tempuh 2.7 kilometer menggunakan sepeda yang


menemani Ku sedari kecil dalam mengali ilmu para guru.
Dengan banyak teman menghapus letihnya melalui medan
jalan. Debu menjadi bedak dan asap kendaraan menjadi minyak
wangi seragam ku.

Sepuluh anak yang mendaftar dari kelas enam Aku Putri,


Sholekah, Lisa, Sendi, Rendy, Riski, Boski, Siget, dan Nur.
Bersama-sama kami menuju SMP N 2 Pulokulon membawa
persyaratan masuk SMP N 2 Pulokulon dengan didampingi satu
guru yaitu Pak Anton. Dengan mengayuh sepeda kami
bercengkrama. Sesampainya kami semua masuk dalam suatu
ruangan untuk mengikuti tes awal.

Setelah itu kami keluar dan berkenalan dengan banyak


teman yang berasal dari sekolah yang berbeda. Begitu banyak
sekali anak yang bercanda tawa di halaman depan sekolah.
Kami duduk di depan sanggar pramuka untuk menunggu

80
pengumuman keluar. Tiba-tiba ada empat anak yang
menghampiri kami ingin berkenalan dan duduk bersama.

“kene intok lungguh kene ora...?” kata salah satu diantara


mereka sembari menjulurkan tangannya.

“Oleh....... Rene rene....jeneng e sinten sampean...?.” jawab


ku mengikuti ulurkan tangan.

“jeneku Mugi, ki kancaku jenenge Nia, Putri, karo Dewi..?


Sambil menunjuk temannya satu persatu.

“Lha jeneng e iki sopo kabeh mbak...?” balik tanya Dewi.

“Aku Nadiya, iki Sholekah, Lisa, Sendi, Putri....” Aku


menunjuk.

Percakapan dimulai setelah mereka duduk bersama. Tertawa


bersama dengan banyak hal yang diceritakan. Setelah lama
kami mengobrol, pengumuman telah ditempel di mading.
Bersegera kami melihat dan mencari nama masing-masing. Ku
cari namaku dan bertuliskan DITERIMA.

“Bersyukur alhamdulillah atas semua ini dan semoga berkah


belajar disini.” Batin ku berucap.

81
Setelah itu kami pulang dalam hati bahagia.

Satu minggu setelah pendaftaran Aku bersama teman-teman


berangkat sekolah pertama dengan diisi kegiatan MOS. Pagi-
pagi sekali kami berangkat untuk mencari kelas masing-masing.
Selembar kertas bertuliskan nama nama ditempel di kaca kelas.
Ku telusuri dari kelas tujuh A, B, C, D dan ku temukan namaku
di kertas yang tertempel di kelas tujuh E. Lisa sekelas dengan
ku tapi pada hari ini di tidak berangkat, karena ada acara
bersama keluarganya. Aku masuk dan mencari tempat duduk.
Kulihat ada anak yang duduk sendiri lalu ku hampiri.

“Mbak,.. Sampean lungguh e mbi sopo.....? Tanya ku begitu


halus.

“Ora ono dewe ki aku....” jawabnya.

“Aku oleh lungguh kene ora...” mohon ku.

“Iyo oleh.. Aku dewe kok” dia mengizinkan.

“Jeneng ku Nadiya, sampean sinten....?” kenal ku sambil


meletakkan tas dikursui.

“Jeneng ku Mauli...” serpahnya.

82
“Kedawan owk Moli ngunu ya....” anyangku kepadanya.

“Gelem we mbanca’i rek bok ganti ki....” ucapnya.

“Yo mok tho,.....” candaku.

Mengajak Moli ke lapangan untuk mengikuti upacara


penerimaan siswa siswi baru.

“Ayo mol....”

Dengan berseragam merah putih, memakai topi kerucut yang


terbuat dari kertas manila dan bertuliskan namanya sendiri-
sendiri. Dibawa terik matahari kami semua berdiri tegap
menatap cakrawala dikibarkan sembari hormat 45°. Ketenangan
mengiringi amanat pembina upacara yang memberi selamat atas
bergabung di SMP N 2 Pulokulon. Upacara telah dilaksanakan
selanjutnya kelas tujuh menuju ke aula untuk mengikuti MOS
sampai hari ketiga.

*****

Hari-hari dilalui dengan banyak kegiatan. Mulai dari


bermain, mengobrol, dan bernyanyi bersama. Tapi belajar tidak
kami tinggalkan, karena itu adalah tujuan pertama dan utama
kami. Firdan, Candra, Aldo, Tegar, Guruh, dan Firman adalah

83
grup band dalam kelas. Galih, Udin, teman yang paling jail.
Rudin, Feri, Fara, Ervan, Widodo cenderung pendiam. Angga
sebagai wakil ketua kelas ya tidak begitu tegas. A’an adalah
siswa yang kecil postur tubuhnya tapi cool gayanya. Poppy
adalah ketua kelas dengan parasnya yang cantik dan warna
pirang rambutnya. Indah, Peni, Tari, dan Ayu satu geng dengan
Poppy. Aku sih biasa saja baik dengan semua teman tapi
seringnya bersama Moli, Lisa, Kris, Wulan, Bibit, dan Eka.
Satu teman yang sangat pendiam hampir-hampir tidak punya
teman, kalau aku menghampiri dia pun tak berkata. Gemas
terhadapnya jadi kalau aku mendekatinya aku menggoda dia.
Namanya Ningrum dipanggil Ning.

Kelas akan ramai jika jam kosong, dan akan sunyi apabila
Pak Agung mengajar. Tegap, tinggi melengkapi ketegasan Pak
Agung dalam menyalurkan ilmunya. Beda dengan Pak Marno
yang sudah sepuh, halus suaranya hampir tak terdengar dari
pojok kelas. Pernah sekali Aku ditunjuk beliau untuk
menyampaikan definisi teks deskripsi.

“Nadiya.......” panggil beliau membuka buku absensi.

“Saya........” ku angkat tangan.

“jelaskan pengertian teks deskripsi....” suruh beliau.


84
Aku tak tau dihalaman berapa materi ini. Buku paket Bahasa
Indonesia yang tebal membuatku malas dulu untuk
membukanya. Akhirnya ku buka dihalaman terakhir yang
bagian indeks buku yang memuat tentang pengertian
pengertian. Ku baca dengan suara lantang dan ternyata salah
malu pasti ku rasa karena semua menolek melihatku.

Semakin dekat pertemanan ini terjalin. Perasaan suka lawan


jenis mulai muncul. Tidak terkecuali Aku, yang memendam
rasa dengan Feri. Perasaan ini muncul karena rasa baper atau
kebawa perasaan. Saat dalam kelas yang ramai

“We gelem dadi pacar ku gak....? Nak gelem ki nomer HP


ku....” ucap Feri menyodorkan potongan kertas.

“Hemmm....” Aku hanya tersenyum malu. Lalu ku ambil


potongan kertas yang bertuliskan nomor Hpnya. Semua teman
teman yang ada didalam kelas menyoraki kami.

Aku pun tersenyum, kemudian aku bangun dari tidur ku.


Mencoba ku ingat-ingat nomor 08123 tapi tak dapat muncul
nomor itu dalam benakku. Aku kembali tidur lagi berharap
mimpi ini akan berulang kembali.

85
Fajar yang dingin tidak membuat malas tubuh ini bangun
dan mengambil wudhu. Setelah sholat subuh Aku membantu
Ibuku di dapur untuk mencuci piring dan memasak. Kemudian
Aku kembali masuk kamar dan menyeterika seragam pada hari
ini. Ku ambil baju osis yang tergantung di lemari.

Matahari terbit dari timur, genteng kaca membiasakan sinar


masuk dalam bilik kecil. Pertanda bahwa saatnya Aku mandi
dan bersiap berangkat sekolah. Sepeda ku keluarkan, tas ku
taruh keranjang depan. Ku tunggu teman-teman lainnya keluar
dan berangkat bersama. Tak sabar rasanya untuk sampai di
kelas. Setelah dua puluh menit kami bersepeda, kami sampai di
parkiran sepeda dan masuk ke kelas masing-masing. Ku lihat
Moli sudah duduk dibangkunya. Bersegera Aku masuk dan
menceritakan mimpi ku semalam. Tanpa berkata Moli hanya
tersenyum geli. Hingga Kelas tujuh berakhir mungkin Aku
tidak pernah berbicara dengan Feri. Kok mau bicara becanda
pinjam tipex aku tak berani. Aku juga bingung kenapa bisa
mimpi segitunya tentang Feri, dan itu tidak hanya satu dua kali
sampai banyak kali. Tidak tampan memang tapi dia manis
dengan dua lesung pipi yang dalam kalau tersenyum.

86
Sekian lama rasa ini berdebar, ternyata Feri menaruh rasa
dengan Poppy. Saat Feri, Aldo, Firman, dan teman yang lain
duduk di panggung papan tulis.

“Pop.. Ki lho Feri.....” ucap Aldo memanggil Poppy yang


duduk di kursi depan.

“Lha lapo re..” balas singkat Poppy.

“We tau ditembak Feri tho Pop, tapi bok tolak?.” Pertanyaan
Aldo yang membuat Feri memberonta disampingnya.

“We ki lapo tho Do....”

“Gak blass....” jawab Poppy dengan muka risih.

“Heleh iyo tho...” pertegas Aldo.

Aku yang mendengarkan percakapan mereka tersenyum dan


merasa kasihan terhadap Feri yang dihakimi temannya.

Maka pada hari ini juga perlahan ku mulai keluarkan nama


Feri yang sudah tertanam dalam. Namun mata ini tak dapat
dihindarkan untuk melihat wajahnya yang namapk polos, dan
bibir ini selalu tersenyum lebar. Hingga tiba saat pembagian

87
raport kenaikan kelas. Lama ku tunggu ibuku di kursi panjang
depan ruang TU.

“Iki ndi tho nde nde rek gong teko ki Mak ku...?” rewel
Mbak Indah yang duduk disampingku.

“Biasa tho wong nDoro tekone di pas ke jam e...” jawabku

“Iyo-iyo wong ki lagi jam sepuloh kurang sepuloh menit


owk ya... Kan undangan e jam sepuloh...” gerutu Mbak Indah.

Setelah lima menit Ibuku datang, lalu ku gandeng dan ku


antar ke ruang kelas. Aku menunggu diluar dengan teman yang
lain. Kemudian setelah mendapat pengarahan dan pengumuman
yang disampaikan wali kelas Ibuku keluar dengan membawa
hasilnya. Dan ku minta raport itu dari tangannya.

“pundi buk....” sambil berjalan meninggalkan teman lain.

“Noh ki lho gak intok ringking nuk...” marah.

Tanpa ku jawab Ibuku pulang dulu naik motor. Dan ku


masih menunggu teman sekampung yang belum keluar.
Mushola sekolah sambil membaca buku raport itu. Ternyata
hasilnya aku naik ke kelas delapan tapi belum tau dikelas
delapan apa karena akan diacak lagi kelasnya.

88
“Wes mbak yoh mulih..” ajak mbak Minah.

“Ayo tho...” Aku

Kemudian kami semua mengambil sepeda masing-masing


dan meninggalkan halaman sekolah. Panas lelah ku lalui
bersama. Sampai setengah perjalanan Lisa berdampingan
denganku mengajakku bedakan. Aku pun mengiyakan saja.
Diambilah bedak My Baby dalam tasnya dengan bergantian kita
menuangkan sedikit bubuk bedak ke telapak tangan dan
meratakanya. Merata kok walaupun dilakukan dengan naik
sepeda.

Liburan selama dua minggu hanya kulakukan di rumah,


berdiam diri dan menonton tv. Tanpa ada acara keluar
bersenang-senang. Mungkin bermain sama temen depan rumah
saja.

Setelah dua minggu dirumah saatnya kembali menuntut


ilmu, dengan berbekal raport yang sudah ditandatangani Bapak
ku pergi aku sekolah dan menyusuri semua ruang kelas untuk
mencari nama ku. Dan dimana ruang ku. Kutemukan nama ku
di selembar kertas kelas delapan D. Dikelas ini ada Putri yang
sekampung dan dari SD yang sama jadi Putri mengajak ku
untuk sebangku bersamanya.
89
“Nad we mangon mbi aku yo..”

“iyo... Mangon ngarep yo” perintah ku

“iyo ke tasku wes nang ngarep dewe” menunjukkan tempat


duduk yang kosong.

Aku pun duduk dan menunggu teman yang lain masuk.


Setelah jam 7:15 kita berdoa dan membaca asmaul husna. Dan
ku amati siapa saja teman baru ku. Ada Krisna, Rama, Riskan,
Cuplis, Deni pragos, Adrian, yang terkenal nakal dan banyak
masalah dari kelas tujuh. Samsul adalah ketua genk dari
mereka, untuk saja samsul tidak satu kelas apa yang terjadi
kalau Samsul jadi satu kelas dengan mereka pasti tambah
masalah kelas ini batin ku. Untuk menetralkan juga ada murid
yang tenang dan mematuhi perintah guru, diantaranya Rangga,
Galuh, Rama Riski, Nova, Deni gendut, Pana, Branden, dan
Tegar. Kalau teman cewek aku belum terlalu kenal mengetahui
watak masing-masing. Siti Kolipa, Yaya, Jeni, Endang, Dewi,
Yuli, Salsa, Putri, Dila.

Dengan berjalannya waktu kelas ini di cap sebagai kelas


sampah oleh kelas lain dan guru-guru. Karena kenakalan dan
ketidaksopanan terhadap guru. Tapi itu tidak semu, yang paling
menonjol Cuplis dan Deni Pragos, Adrian juga pernah buat
90
jengkel guru tapi lebih sering Cuplis dan Deni. Yang lain sih
masih memiliki rasa sopan. Kadang aku juga ikut jengkel dan
geram sendiri melihat perbuatan mereka yang tidak sepatutnya
melakukan hal-hal kotor, salah satunya kepada Pak Warjo. Aku
termasuk satu dari banyak murid yang dekat dengan beliau
karena aku sering mengerjakan matematika yang beliau ajar di
depan.

Pada hari jum’at matematika jam pertama dimulai setelah


pembiasaan berdoa dan asma ul husna. Membawa ransel besar
Pak Warjo memasuki ruangan. Dikeluarkan laptop dan buku lks
sebagai bahan untuk mengajar. Kemudian beliau menerangkan
dan menjelaskan tentang bangun ruang, memberi contoh sola
sekaligus soal. Kemudian beliau kembali duduk di kursi guru
dan mengerjakan sesuatu dalam laptopnya.

“Ke lho Nad garap....” Riskan yang duduk bersebrangan


menjawilku.

“Ya garap kuwe genteng gene....” suruh ku.

“Aku nak iso nko ngalahi kuwe mandak....” guraunya

91
Beberapa saat beliau menawarkan muridnya untuk
mengerjakan di depan. Bergegas aku maju dengan membawa
buku dan menyalin jawaban ke papan tulis.

“sampun Pak....”

Kemudian dilihat dan dikoreksi jawaban ku.

“Ya betul...”

Berbalik badan dan kembali ke mejaku. Tiba-tiba Krisna


berteriak dari tempat duduknya “Nadiya pacar’e Rama Riski”

“lha lapo...? lapo re Put.... ” kataku heran dan bertanya


kepada Putri.

“Mbuh aku yo rareti kok..” jawabannya.

Riskan pun ikut menggoda ku “halah Nadiya pacar’e Rama


Riski.....”

Pak Warjo yang ada didepan ikut tersenyum. Aku malu dan
menyembunyikan wajahku di belakang tubuh Putri.

“hahahhh weki lapo tho Nad...” tanya Putri.

“isin aku, di guyu Pak Warjo kelo...” jawab ku.

92
Karena waktunya sudah habis Pak Warjo meninggalkan
kelas. “Assalamualaikum.....”

“waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatu..” serempak


satu kelas menjawab salam.

Waktu istirahat aku tidak keluar janan. Keadaan sepi


menyisakan aku dan Siti. Lalu Siti menghampiri ku,

“Nadiya we lhapo pacar’e Rama Riski....?” dengan suara


halusnya ia bertanya.

“Hemmm.... Ora padal yok.. bola-bali Krisna i mboh owk”


jawabku jengkel.

“Lha we lapo ek iso didarani ki..?” mulai penasaran.

“Rareti aku yo, bar ngarap mau lho Krisna langsung


ngomong ngunu” jelasku.

Kemudian Siti kembali ke tempat duduknya. Istirahat pun


selesai dilanjutkan kegiatan Adiwiyata. Yaitu kegiatan
membersihkan dan menanam pohon atau bunga di taman sekitar
ruang kelas masing-masing. Sebelum itu semua ketua kelas
kumpul di lapangan untuk mengambil pohon dan media tanam.
Ketua kelas 8D adalah Krisna dia selalu menghindar, maka

93
kalau kumpul 8D mesti terakhir karena udur-uduran dulu.
Mungkin 10 kali panggilan bahkan lebih untuk satu kali
kumpul. Dan Tegar selalu mengalah walaupun dia tidak punya
jabatan di kelas dia yang mewakili.

Keesokan harinya bersekolah masih ada ejekan pacar Rama


Riski. Sampai satu semester ada terus, dan itu tidak hanya saat
bertatap muka di kelas, di media sosial pun aku masih ejek.

Ini Branden berkomentar dalam postingan ku, dengan gaya


sombong ku membalasnya.

Galuh salah satu teman baik dan dekat dengan ku pesannya


dikirim setelah pulang sekolah, ketika ulangan Bahasa Inggris.
Saat ulangan tempat duduknya di pindah-pindah oleh Bu Puji,
(guru mapel bahasa inggris). Ehh malah aku bersama Rama
Riski langsung deh satu kelas bersorak.

94
Geram rasanya mendengar ini semua, ingin aku bertanya
dengan yang bersangkutan. Untuk berkomunikasi aku hanya
memiliki akun Facebook, aku mencoba bertanya via massanger,
“Ma,, aku lapo ek iso diarani
pacarmu....?”.

Tapi pesan ini tidak dibales, tidak dilihat bahkan akunku di


blok dari pertemanan nya. Sungguh mengecewakan, pertanyaan
ku hanya di anggap angin lalu.

Pada suatu hari aku dan Putri ekstra marcing bell di sekolah.
Kita berboncengan naik sepeda motor, bercerita banyak hal
tentang Rama.

“jare Krisna tho Nad we rek diarani mbi Rama ki asale


Rama muni ngene, sopo seng iso ngarap kuwi dadi pacarku,
95
pas dikei soal pak Warjo ke lho, terus barwi kwe maju nak
ngomong nang Krisna” jelas Putri

“Lha we rek reti”

“aku di doi Krisna, aku takok asale”

“ow alah”

Akhir semester ganjil, Galuh berkata pada ku kalau Rama


mau pindah sekolah, tapi dia masih ikut ulangan akhir semester
atau UAS. Karena duduknya sesuai absensi dan bareng kakak
kelas, maka Rama duduk di depan ku bersama kakak kelas
perempuan, sedangkan aku duduk bersama mamas hitam manis
dengan dua lesung pipi, namanya Aldiansyah baik orangnya
disela-sela mengerjakan kita juga mengobrol, aku juga sering
bertanya padanya. Dan di belakang ku ada Niken, dia bersama
mas kembar kolam kalim aku memanggilnya kakak ini yang
membuat tidak konsentrasi saat mengerjakan karena bercanda,
tanya serius pun dibuat bercanda dengannya.

Rama heran mengapa aku bisa bahagia seperti itu, lalu dia
bertanya jawaban padaku. Tidak sumbut dengan yang dia
lakukan pada ku yang selalu cuek dan acuh tak acuh karena
malu dengan ucapannya sendiri. Itu pun saat ruang tes sepi

96
hanya ada aku, Niken, Rama dan Siti yang jauh dari baris kami,
jadi dia berani berkata padaku.

Setelah UAS dan pembagian raport selesai, libur sekolah dan


kembali masuk setelah tahun baru. Ternyata benar apa yang
dikatakan Galuh kalau Rama mau pindah. Dan di semester
genap ini aku merasa dikucilkan karena Putri yang perlukannya
terlalu baik dengan laki-laki. Karena sebangku aku ikut terseret
dalam masalah dan merasa diasingkan. Hanya Niken, Dewi dan
teman laki-laki yang dapat menerima ku. Sampai akhir
kenaikan kelas kami pisah lagi, dan di kelas 9B inilah aku
menemukan teman yang baik. Laki perempuan sama, dapat
belajar dengan kekeluargaan yang terasa. Sampai akhirnya kita
wisuda bersama, naik panggung bergantian dan dipakaikan
samir hijau bergambarkan logo. Menyisakan kenangan dan
kerinduan yang mendalam.

97
TENTANG HATI
Oleh:

Indri Rahmawati

“Aku sudah pernah merasakan semua


kepahitan hidup, dan yang paling pahit adalah
berharap kepada manusia”

98
Namaku Indry Rahmawati, bisa dipanggil Indry. Aku lahir
16 tahun lalu tepatnya pada 16 Januari 2003. Sekarang aku
bersekolah di MA Sunniyyah Selo. Salah satu murid di kelas
XII tepatnya kelas XII MIPA 1. Masa MA ku berbeda seratus
delapan puluh derajat dari masa MTs ku, karena sekarang aku
tak lagi merasakan yang namanya cinta. Ya, cinta… Sejak kelas
7 aku mulai mengenal pacaran, dan itu berkelanjutan sampai
kelas 9. Tapi takdir berkata lain, aku harus berpisah karena
sebuah masa depan yang memaksa kita untuk meraihnya
masing-masing. Dia harus tinggal di pesantren pilihan
Bapaknya, dan kita tak lagi bisa melanjutkan hubungan
tersebut. Tapi itu tak jadi masalah, kita tetap menjalin
komitmen untuk saling menjaga hati, dan itu masih berjalan
sampai sekarang. Namun semua itu juga tak jauh dari masalah
ketika aku kelas sebelas, aku mengetahui kalau dia dekat
dengan teman sekamarku ketika di pesantren. Aku harus bisa
menguatkan hatiku untuk mengikhlaskan dia dekat dengan
teman sekamarku itu. Aku harus sadar diri dan tak boleh egois
karena dia bukan siapa-siapaku. Ketika aku tanya dia lebih
memilih aku atau teman sekamarku, ternyata dia lebih memilih
aku dan menjauh dari teman sekamarku. Kita tetap melanjutkan
komitmen kita sampai sekarang. Ingin tau lebih lengkapnya?
Baca lebih lanjut ya!!!!
99
Mentari bersinar cerah pada pagi itu menemani semangat
murid-murid SDN 4 Karanganyar yang pada saat itu memasuki
tahun ajaran baru. Seperti biasa, aku berangkat sekolah dengan
melangkahkan kakiku karena jarak sekolah yang tak jauh dari
rumahku. Pagi itu aku berangkat sekolah seorang diri karena
teman-temanku sudah berangkat lebih awal dariku. Aku
berjalan dengan cepat dan tergesa-gesa karena jarum jam tepat
pada angka tujuh. Tiba di gerbang sekolah “ tet . . . tet . . . tet . .
. .” bel bertanda masuk berbunyi. Semua murid memasuki
kelas tak terkecuali aku, aku berlari menuju kelasku yang
berada di pojok utara gedung sekolahku. Hari itu adalah hari
pertamaku duduk di kelas 6 SD. Sesampainya di kelas.

“Heh, ngapain kamu berangkat sekolah siang amat?” Tanya


Dewi teman sebangkuku.

“Tadi aku disuruh bapakku jaga adikku.” Jawabku agak


jengkel.

“Emangnya ibumu dimana?” Dewi bertanya lagi.

“Ke pasar.” Jawabku.

“Aku kita bangun kesiangan.” Ucapnya mengejekku.

“Enggak lah, ngaco kamu.” Jawabku sambil tersenyum


100
Tiba-tiba pak guru masuk kelas dan memotong obrolanku
dengan Dewi. Dihari pertama masuk sekolah diisi perkenalan
karena pak guru merupakan guru baru di sekolahku. Guruku
bernama Budi Santoso, S.Pd biasa di panggil Pak Budi. Pak
Budi adalah guru yang tegas, disiplin, dan suka memberi
motivasi pada muridnya. Dengan ketegasannya membuat
murid-muridnya takut yaitu saat beliau marah. Saat marah
beliau suka membentak murid dan suaranya sangat keras.
Setelah perkenalan, Pak Budi mengatur tempat duduk menjadi
leter U dan meja guru berada di tengah dengan tujuan agar
semua siswa dekat dengan meja guru. Setelah itu Pak Budi
mengisi jam pelajaran dengan memberi motivasi pada anak
didiknya agar semangat belajar. Dalam pembelajaran aku suka
dengan penyampaian Pak Budi, cara penyampaiannya
menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah
dipahami. Apalagi pada mata pelajaran matematika, itu menjadi
mata pelajaran kesukaanku semenjak diajar Pak Budi. Aku dan
Supangat menjadi murid kesayangannya karena suka
mengerjakan soal di papan tulis. Dia sebangku dengan Febri,
kita sering berdiskusi dan menyelesaikan soal bersama. Dia
murid paling pintar di kelasku. Sejak kelas satu SD dia selalu
mendapat peringkat pertama.

101
***

Dalam rangka HAORNAS (Hari Olahraga Nasional) SD ku


mengadakan senam sehat. Senam dilakukan semua murid kelas
1 sampai kelas 6 tanpa terkecuali. Senam dilakukan di halaman
depan Sekolahku. Barisan putri berada di sebelah barat
sedangkan putra di sebelah timur. Aku berada di barisan paling
depan dan paling timur aku disebelah barisan putra. Di
sampingku ada Febri. Ia berada di barisan paling depan paling
barat. Saat senam telah dimulai aku malah asyik ngobrol dan
bercanda dengannya hingga membuat pandangan teman-
temanku terfokus pada kita.

“Cie . . . cie . . .” Seru teman-temanku.

“Apa sih?” Jawabku dengan wajah tak suka.

“Cie . . .” Mereka terus mengejekku.

“Nggak usah gitu ah, nggak suka aku.” Ucapku.

“Katanya, dia suka sama kamu.” Ucap Supangat.

“Kata siapa?” Tanyaku.

“Kata Febri, dia cerita sama aku.” Jawabnya.

102
“Cuma becanda mungkin.” Ucapku lagi.

“Beneran, dia suka sama kamu.”J awabnya.

“Nggak ah, masih kecil kok sudah suka sama perempuan.”


Ucapku dalam hati dan aku tidak menjawabnya lagi dan fokus
pada senam. Setelah senam selesai semua murid masuk ke kelas
masing-masing. Saat dikelas kita juga sering ngobrol dan
becanda bersama karena tempat duduk kita sangat dekat.
Apalagi pada jam istirahat, kita lebih memilih ngobrol di dalam
kelas ketimbang bermain di luar kelas.

***

Tak hanya saat senam, di kelaspun sama. Semua temanku


bilang kalua Febri suka sama aku. Padahal aku hanya
menganggapnya teman biasa. Sejak saat itu aku tak mau lagi
ngobrol sama Febri. Saat dia memanggilku aku juga tak pernah
menjawab, dan saat bertemu di jalan juga tak pernah kusapa.
Aku juga harus bersabar dengan ejekan dari teman-temanku
yang menganggap aku dan Febri saling suka. Saat jam kosong
aku duduk di dalam kelas sedangkan semua temanku berada di
depan kelas. Aku melamun dan didalam fikiranku terbayang
dengan Febri, “Apa aku suka sama dia ya?” kataku dalam hati
“Nggak ah, diakan temanku.” Kataku dalam hati lagi
103
meyakinkan kalua aku tidak menyukainya. Dia terus terbayang
di fikiranku. Hatiku tak bisa di bohongi, aku benar nyaman dan
menyukainya. Namun aku berusaha menutupi agar teman-
teman tak curiga kalau aku suka sama Febri. Tiba-tiba Dewi
menghampiriku.

“Hoyyy . . .” Dia mengageti sambil mendorongku.

“Apa sih, bikin kaget aja.” Ucapku kesal.

“Nggak apa-apa, sana pergi.” Aku menyuruhnya untuk


pergi.

“Nggak mau.” Jawabnya.

“Aku boleh tanya sama kamu?” Ucapnya dengan sedikit


senyum diwajahnya dan membuatku curiga.

“Tanya apa?”

“Sebenarnya gimana sih perasaanmu sama Febri, kamu suka


sama dia kan?” Pertanyaannya membuatku kaget.

“Hah? Sok tau kamu. Nggak mungkin lah.” Jawabku sambil


menutup-nutupi.

104
“Nggak usah bohong deh, tuh kelihatan wajahmu.”
Ternyata dia mengetahui dari raut wajahku.”

“Hmmmm . . . . gimana ya.” Ucapku

“Cerita aja, nggak bakal aku bocorin kok, janji.” Ucapnya


memaksaku.

“Ok deh, sebenarnya aku juga suka sama Febri, tapi aku
malu.” Ceritaku pada Dewi.

“Tuh kan benar, ngapain malu?” Ucapnya.

“Ya malu lah, aku kan masih kecil, belum saatnya. Lagian
kenapa sih aku bisa suka sama dia.” Ucapku.

“Karena cinta bisa datang karena sering bersama. Kamu kan


nempel terus sama dia?” Ucapnya lagi.

“Tapi kan Cuma teman biasa. Beneran lo jangan bilang ke


siapa-siapa.” Ucapku

“Iya-iya . . . tenang aja.” Jawabnya.

Aku dan Dewi memang sering bercerita dan curhat tentang


orang yang kita suka. Dewi juga suka dengan temanku.
Namanya Puja. Saat jam istirahat kita sering nongkrong di
105
belakang kelas sambil bercerita tentang orang yang kita suka
ditemani dengan indahnya pemandangan sawah di belakang
kelasku.

***

Setelah pelaksanaan ujian aku bingung mau melanjutkan


pendidikan dimana. Aku bertanya pada orang tuaku tapi tak ada
hasilnya. Mereka membebaskanku untuk memilih sekolah
sesuai keinginanku. Sekolah paling dekat dengan rumahku
adalah SMP N 2 Pulokulon, MTs Miftahul Huda Ngrandah, dan
SMP N 1 Geyer. Tapi SMP N 1 Geyer tak mungkin ku pilih
karena sekolahnya berada di pelosok desa dan jauh dari
keramaian. Aku harus mempertimbangkan antara SMP Negeri 2
Pulokulon dengan MTs Miftahul Huda Ngrandah. Saat kutaya
pada teman-temanku mayoritas mereka melanjutkan di MTs.
Ada juga yang melanjutkan di SMP tapi hanya beberapa. Saat
aku tanya pada Dewi.

“Wi, kamu mau melanjutkan dimana?” Tanyaku.

“SMP.” Jawabnya.

“Emangnya kamu mau kemana?”

“Nggak tau nih, masih bingung.” Jawabku.


106
“Ikut aku aja.” Sarannya mengajakku melanjutkan di SMP.

“Nggak tau ah.” Jawabku.

“Ya sudah terserahmu aja.” Ucapnya.

Aku juga bertanya pada Supangat dan dia melanjutkan di


SMP. Saat kutanya pada Febri dia melanjutkan MTs. Banyak
hal yang harus aku pertimbangkan. Kalau di SMP menurutku
kurang tepat karena pendidikan agamanya kurang sedangkan
aku ingin mendalami masalah agama. Tapi kalau di MTs
menurutku sekolahnya kurang maju dan kurang di kenal di
masyarakat. Setelah aku pertimbangkan akhirnya aku
memutuskan untuk mendaftar ke MTs saja.

KELAS 7

Tahun 2014 aku lulus dari SD dan memulai hari dan cerita
baru di MTs. Hari pertama masuk sekolah aku diantar bapakku
karena saat itu turun hujan. Jalan rumahku menuju sekolah
sangat jelek dan aku tidak bisa melewatinya. Bapakku
mengantarkanku lewat sungai karena lebih dekat dan lebih
mudah dilewati ketimbang lewat jalan umum. Jalan rumahku
menuju sekolah masih tanah. Jika terkena air menjadi seperti
sawah yang mau dibajak. Sangat jelek. Bapak mengantarkanku

107
sampai dusun Sasak. Setelah itu bapak pulang dengan jalan kaki
dan aku berangkat sekolah dengan teman-temanku yang lain
dengan naik sepeda motor. Sesampainya di sekolah aku
bertemu dengan teman-teman baruku. Hari pertama aku
melaksanakan MOS (Masa Orientasi Siswa). MOS dilakukan di
aula sekolah di pandu oleh kakak-kakak pengurus OSIS.

“Selamat pagi.” Sapa kakak pengurus OSIS dengan


semangat.

“Pagi.” Jawab peserta MOS dengan semangat pula.

“Kalau saya bilang selamat pagi, kalian jawabnya Pagi. . . .


pagi . . . pagi . . . gitu ya.” Ucap salah satu pengurus OSIS.

“Selamat pagi!!!”

“Pagi . . . pagi . . . pagi . . .” Jawab Peserta MOS dengan


semangat.

“Selmat datang disini. Gimana sudah kenal sama teman


barunya belum?”

“Belum.”

108
“Oke, sekarang kalian buat kelompok, per kelompok terdiri
dari 5 orang. Tapi harus dari sekolah yang berbeda. Saya beri
waktu 5 menit, kalian harus sudah bersama teman kalian dan
harus hafal nama dan sekolah asalnya. Faham?”

“Faham.”

“Oke, waktu dimulai dari sekarang.”

Akupun langsung mencari teman darisekolah lain sejumlah 5


orang. Lalu kita saling tanya namadan asal sekolah. Teman
baruku bernama Nafa Sita Defani dari SD N 1 Ngrandah, Indah
Widiya Oktafia dari SD N 3 Ngrandah, Krisdayanti dan Fitriya
Maghfirotul Hasanah dari SD N 2 Ngrandah. Setelah waktu
habis, kakak OSIS menyuruh maju dan menunjuk satu secara
acak orang untuk memperkenalkan teman barunya pada semua
peserta MOS.

***

MOS dilakukan selama tiga hari dilanjutkan hal yang paling


mendebarkan yaitu pembagian kelas. Hari terakhir MOS
pembagian kelas sudah ditempel di depan pengumuman depan
ruang perpustakaan sekolah. Semua murid baru mencari
namanya masuk pada kelas apa tak terkecuali aku. Setelah aku

109
cari akhirnya aku menemukan namaku pada kelas VII B. Aku
tak menemukan teman perempuan yang satu SD denganku.
Mereka semua masuk kelas VII A, tapi aku senang karena
sekelas dengan Febri. Pertama masuk kelas aku bingung mau
duduk sama siapa. Ada seorang yang menyapaku.

“Hay… Siapa namamu?” Sambil mengulurkan tangan

“Namaku Indry, namamu siapa?” Tanyaku balik

“Namaku Vanda.” Jawabnya

“Kamu duduk sama siapa?”

“Nggak tau.”

“Sama aku saja, kebetulan aku sendirian.”

“Dimana?”

Dia mengajakku menuju tempat duduknya yang berada


dipojok paling depan tepat didepan meja guru. Aku nggak
terlalu suka karena belakangku bangku anak laki-laki. Saat aku
baru duduk dan meletakkan tasku dikursi tempat dudukku
seorang laki-laki bertanya.

“Heh, siapa namamu?” Ucapnya


110
“Indry, siapa kamu?” Tanyaku balik

“Catur, kamu dari SD mana?”

“SDN 4 Karanganyar.”

“Rumahmu dusun Ngemplak?”

“Iya.”

“Aku punya kerabat disitu, namanya Ambar.”

“Beneran? Itukan rumahnya depan rumahku. Kamu pernah


ke rumahnya?”

“Pernah, minta nomornya dong.” Dia malah mengalihkan


pembicaraan

“Nomor?” Akupun menulis nomor disecuil kertas dan


kuberikan padanya

“Nomor apa ini?”

“Sepatu.”

“Untuk apa? Aku minta nomor hp.”

111
“Nggak punya” Jawabku sambil menuju tempat duduk
murid perempuan yang berada di barisan paling barat untuk
berkenalan dengan teman-teman baruku. Mereka bernama Sita,
Dina, Kris, Vitri dan Intan. Kita bercerita tentang masa-masa
kita saat SD. Saat jam istirahat tiba kita pergi ke kantin
bersama. Seorang cowok bertanya kepada Vitri

“Vit, siapa namanya?”Ucapnya sambil mengarahkan jari


telunjuknya padaku.

“Indry.”

“Orang mana?”

“Tanya sendiri ah,” Jawab Vitri kesal.

Vitri memang orang yang sensitive dan gampang marah, tapi


dia baik dan suka menolong temannya. Sita dan Kris orangnya
baik dan enak diajak cerita, sedangkan Intan dan Dina orangnya
pendiam. Tapi perbedaan sifat bukan bukan jadi masalah dalam
pertemanan kita. Setiap waktu kita selalu bersama hingga kita
nyaman dan menjadi sahabat dekat.

***

“Ndri, Febri itu teman se-SD mu?” Vanda bertanya padaku

112
“iya. Emang kenapa?”

“Ganteng ya dia “

“Cie…kamu suka ya?”

“Hmm… nggk tau.”

“Apa aku boleh cerita nggak?”

“Cerita apa?”

“Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya…Waktu SD tuh


aku suka sama dia, tapi sekarang aku sudah nggak suka sama
dia. Deketin sana biar dia juga bisa move on dari aku.”

“Kenapa sekarang sudah nggak suka.?”

“Nggak tau.”

“Dia orangnya gimana.?”

“Baik kok…”

“Lengkap ya, sudah ganteng, baik lagi.”

“Iya.”

113
Sejak lulus SD memang perasaanku sama Febri semakin
hilang. Aku juga jarang ngobrol denganya. Saat ketemu dijalan
juga aku tak pernah menyapanya.

***

Di hari keduaku berangkat sekolah. Aku berangkat dengan


semangat karena akan bertemu teman baru ku lagi.
Sesampainya dikelas aku segera meletakkan tas di tempat
dudukku.

Di hari kedua ku berangkat sekolah, aku berangkat dengan


semangat karena akan bertemu dengan teman baruku lagi.
Sesampainya di kelas aku segera meletakkan tas dan duduk di
tempat dudukku.

“Pagi Indry.” Catur menyapaku

“Pagi juga.” Aku menyapa balik

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi, semua siswa


memasuki kelas lalu membaca Asmaul Husna dan berdo’a
sebelum pembelajaran. Setelah do’a selesai semua siswa pergi
ke kamar mandi untuk ganti baju karena jam pertama adalah
mapel Penjas. Setelah ganti baju semua temanku berolahraga di

114
halaman depan gedung sekolahku. Tapi aku tidak ikut olahraga
dan hanya duduk di kursi depan kelasku.

“Kenapa tidak gabung sama temannya?” Tanya temanku


yang kemarin bertanya namaku kepada Vitri.

“Aku nggak suka olahraga.” Jawabku

“Siapa namamu?” Dia bertanya kepadaku lagi

“Kemarin kan sudah diberitahu Vitri, lupa?”

“Ingat kok.”

“Kok tanya lagi?”

“Pengen aja.”

“Gak jelas, sana olahraga.”Ucapku menyuruhnya pergi.

Saat jam olahraga telah selesai, aku dan temanku ganti baju
lalu kembali ke kelas untuk melakukan pembelajaran.

***

Ketika jam istirahat tiba aku bersama Vitri, Sita, dan Dina
pergi ke kantin untuk sarapan. Aku bertanya kepada Vitri

115
“Vit, siapa sih nama temenmu yang kemarin?”

“Yang mana?”

“Itu lo, yang kemarin tanya namaku ke kamu. Tadi dia tanya
namaku lagi ”

“Owhh… Taufiq namanya. Dia emang kayak gitu orangnya,


jail dan nggak mau diem, tapi dia baik kok, aku sering bercerita
dengannya, dia temen dekatku.”

Tiba-tiba dia datang.

“Sttt. Dia datang” Bisikku dan kita langsung diam.

“Ngapain diem? Pasti habis ngomongin aku.”

“Pede amat.”Ucapku dalam hati.

“Ngapain ngomongin kamu, buang-buang waktu aja.” Ucap


Vitri

“Yakin?” Ucapnya sambil memberikan sebuah Gery Salut.

“Apa ini?” Tanyaku

“Makan aja.”

116
“Makasih.” Ucapku sambil menerima pemberiannya

Lalu aku membuka kemasan Gery Salut itu dan membagi


dengan Sita yang duduk disampingku. Saat bel masuk berbunyi
kita kembali ke kelas untuk melakukan pembelajaran. Tapi pada
waktu itu jam kosong. Pak guru tidak berangkat karena sakit.
Taufiq duduk dibangku belakang tempat dudukku karena Catur
tidak berangkat waktu itu.

“Ndri?”Dia memanggilku.

“Apa?” Jawabku sambil mengarahkan pandangan padanya

“Minta nomornya dong.”

“Nomor apa?”

“Nomor HP, punya kan?”

“Nggak punya.”

“Nggak percaya.”

“Beneran . . . mau buat apa?”

“Ya pengen kenal lebih dekat.”

“Kan bisa ngomong langsung.?”


117
“Ya udah kalau nggak boleh”

“Kamu itu orangnya nggak mau diem ya, belum kenal udah
berani deketin orang. Tapi aku melihat kamu orang baik dan
pengertian pada perempuan.”

“Kok kamu tau?”

“Yaaa. . . kira-kiraku saja. Kamu deket banget ya sama


vitri.”

“Iya. Dia selalu mendengarkan ceritaku. Dan membantuku


menyelesaikan semua masalahku.”

“Semua masalah.”

“Iya, kita saling terbuka.”

Percakapan berlangsung lama sampai istirahat kedua. Kita


bercerita tentang diri kita dan ketika masa SD. Sejak itu aku
menjadi teman dekatnya dan kita sering cerita pergi ke kantin
bersama teman yang lainnya.

29 September 2014

118
Bel istirahat berbunyi, Pak guru menutup pembelajaran. Lalu
keluar kelas. Seperti biasanya Vitri, Sita Dina, Kris dan Intan
mengajakku untuk ke kantin.

“Ndri, ke kantin yuk.” Ajak Dina.

“Nggak dulu ah, lagi nggak pengen.”

“Kenapa?

“Nggak papa, duluan aja nggak papa kok.”

“Ya udah, duluan ya.”

“Iya.”

Mereka pergi ke kantin sedangkan aku tetap berada di dalam


kelas di temani pena dan buku karena PR ku belum selesai. Saat
aku sedang menulis, Taufiq menuju tempat dudukku.

“Lagi nagapain?” Ucapnya.

“Ngerjain PR.” Jawabku sambil sibuk menulis

“Ke kantin yuk.” Dia mengajakku ke kantin.

“Nggak ah.”

119
“Kenapa?”

“Lagi nggak pengen.”

“Ya udah aku temenin kamu aja.”Aku tak menjawab dan


hanya terdiam tak bicara apa-apa.

Beberapa menit kemudian.

“Ndry.”

“Apa?” Jawabku masih sibuk menulis.

“Ndryyy . . .” Ucapnya dengan nada keras.

“Apa?” Dan masih sibuk menulis

“Lihat aku.”

Dia mengambil peda dari tanganku. Akupun menghadapkan


wajahku padanya.

“Sejak pertama melihatmu aku tertarik sama kamu. Setelah


mengenalmu, aku nyaman sama kamu. Kamu mau nggak jadi
pacarku?”

120
Dia mengungkapkan perasaannya padaku. Aku terkejut dan
sontak mataku melotot menghadap wajahnya karena baru kali
ini ada laki-laki yang berani menggungkapkan perasaan padaku.

“Gimana?” ucapannya halus.

Aku hanya berdiam diri dan tak mengucapkan sekata pun.

“Hmm…aku ngerti, nggak harus dijawab sekarang kok, aku


beri kamu waktu.”

Dia keluar dari kelas dan meninggalkan ku sendiri didalam


kelas. Aku kepikiran dengan ucapnya tadi. Aku bingung mau
jawab apa. Aku berfikir Vitri bisa memberi saran padaku dan
membantuku membuat keputusan. Saat pulang sekolah aku
mengajak Vitri untuk pulang lebih lambat dan ingin minta saran
dari Vitri. Tanpa basa basi dia bertanya

“Mau cerita apa? Penting banget kayaknya.”Ucapmya.

“Vit, aku mau minta saranmu.”

“Iya,cerita aja.”

121
“Vit, tadi pas jam istirahat Taufiq nembak aku, bingung mau
jawab apa, aku nggk punya perasaan sama dia. Gimana nih?”
Ucapku dengan wajah melas.

“Owh, dia memang suka cerita kalau dia suka sama kamu.
Lalu kamu jawab apa?” Ucapnya dengan senyum.

“Belum ku jawab,aku takut Vit, aku belum pernah pacaran


sama sekali, aku juga nggak ada rasa sama dia, tapi dia baik,
aku takut menyesal kalau nolak dia. Kasih saran dong.”

“Keputusan ada ditanganmu sendiri. Jawab sesuai kata


hatimu. Pikir dengan matang, Pilih keputusan terbaik. Emang
diberi waktu sampai kapan?”

“Nggak tau, setelah ngomong itu dia langsung pergi”

“Ya udah, pikir dulu.”

“Iya deh, pulang yuk.” Ucapku mengajaknya pulang.

Lalu kita pulang. Dirumah aku juga kepikiran terus dan


bingung mau jawab apa. Aku mau menerimanya tapi aku takut
dan tidak yakin.

***

122
Empat hari kemudian di menghampiriku saat aku duduk di
depan kelas sendiri. Tiba-tiba dia duduk di sampingku dan
bertanya padaku jawaban dari pertanyaannya.

“Ndry, gimana? Udah ada jawabannya?”

“Hmmm. . . gimana ya. Aku boleh jujur nggak sama kamu.”

“Jujur saja, aku lebih suka kalau kamu jujur.”

“Emmm. . . sebenarnya aku nggak ada perasaan sama kamu.


Tapi aku juga nggak mau nolak kamu. Ya aku mau.”

“Beneran?” Ucapnya tidak yakin dengan jawabanku.

“Iya. Aku akan belajar untuk nerima kamu.”

“Aku ngerti, aku akan menunggu sampai kamu bisa nerima


aku beneran. Makasih ya jawabannya.”

“Iya, sama-sama.”

“Kalau ada apa-apa cerita aja sama aku, jangan ada yang di
tutupi-tutupi biar nggak ada salah faham.”

“Iya, masuk kelas yuk. Malu dilihat orang banyak.”

123
Akupun mengajaknya masuk ke kelas dan melanjutkan
obrolan di dalam kelas.

Hari hari kita lewati bersama dan kita mengukir banyak


cerita. Sebulan lebih waktu yang ku butuhkan untuk benar-
benar menerimanya. Memang tak mudah, banyak masalah yang
menuntutku untuk bisa menyelesaikan dengan pemikiran yang
dewasa. Tapi setiap masalah kita lewati pasti ada hikmah di
dalamnya dan membuat kita semakin dewasa. Kadang aku juga
tak percaya kalau diriku sudah merasakan yang namanya cinta.

Hari ulang tahun

Ketika itu aku duduk di bangku kelas 8. Hubunganku dan


Taufiq sudah 1 tahun lebih. Aku merasa ada yang berbeda
dengan suasana kelasku. Dari masuk kelas sampai jam istirahat
tak ada satu temanku yang menyapaku. Pada jam istirahat
biasanya sahabatku mengajakku ke kantin untuk sarapan, tapi
hari itu tidak. Mereka meninggalkanku sendirian di dalam kelas.
“ Apa mereka marah sama aku ya, tapi kayaknya aku nggak
pernah buat mereka marah dan kemarin juga baik-baik saja kok.
Ada apa sih dengan mereka.” Ucapku dalam hati. Saat mereka

124
masuk kelas aku mencoba iseng dengan bertanya pada Dina
masalah PR.

“Din, PR Bahasa Indonesia mu gimana. Udah selesai


belum?” Tanyaku pada Dina.

“Belum.” Jawabnya singkat dan dengan nada yang sinis.


Lalu dia meninggalkanku begitu saja dan bergabung dengan
temanku yang lainnya. Aku memilih bertanya pada dia karena
dia sahabatku yang paling pendiem dan tak pernah marah. Tapi
setelah kutanya jawabannya juga nggak mengenakkan. Tak
hanya sahabatku, sepertinya Taufiq juga marah sama aku. Dari
pagi dia juga belum bicara sama sekali sama aku. Akupun
hanya berdiam diri di tempat dudukku dan tak ikut kumpul
bersama mereka.

Saat pulang sekolah semua temanku sudah pulang. Tapi aku


masih duduk di bangku tempat dudukku sendiri untuk
menyelesaikan tugas yang belum ku selesaikan. Karena harus di
kumpulkan pada hari itu juga.

Tiba-tiba pintu kelasku tertutup sendiri. Akupun kaget. Aku


mencoba membuka pintu itu tapi ternyata tak bisa. Lalu ku
melihat depan kelas dari jendela permanen yang ada di kelasku
dan ternyata tak ada seorangpun di depan pintu. Siapa yang
125
menutup ya?” Ucapku dalam hati. Lalu aku mencoba membuka
pintu itu dan masih saja tak bisa.

“Gimana ini, nggak bisa dibuka.” Ucapku sambil berusaha


membuka pintu itu.

“Nggak ada orang lagi, gimana caranya aku keluar, jendela


juga nggak bisa dibuka.” Ucapku kebingungan.

“Deeerrrrr.” Tiba-tiba aku mendengar seperti ada suara


balon meletus dari sudut ruangan kelasku. Tapi setelah ku
tengok ke arah suara itu tak ada apa-apa. Aku pernah
mendengar cerita dari temanku kalau kelasku ruang paling
angker dari gedung sekolahku. Aku terus teriak keras dan
menangis histeris karena ketakutan. Aku terus berusaha
membuka pintu itu tapi juga tak ada hasilnya. Lalu aku duduk di
lantai sambil menangis keras. Tiba-tiba aku mendengar ada
orang yang membuka pintu kelasku. Lalu kulihat kearah pintu
dan ternyata “Hari ini hari yang kutunggu, bertambah satu
sahun usiamu bahagialah kamu.” Mereka memberi kejutan
dengan membawa kue ulang tahun tertancap angka 13. Aku
terkejut dan terharu, ternyata mereka yang menutup pintu itu
dan memecahkan balon dari belakang kelasku. Aku juga baru
ingat kalau hari itu hari ulang tahunku. “Udah jangan nangis,

126
segera tiup lilinnya, keburu leleh.” Ucap Taufiq menyuruhku
untuk meniup lilin. Lalu aku menghapus air mataku dan
mengucapkan harapanku di bertambahnya usiaku. Kemudian
aku meniup lilin. Setelah itu Taufiq memberi ucapan padaku.
Dan disusul semua sahabatku.

“Sekarang potong kuenya.” Ucap Sita sambil memberiku


pisau.

Aku mengambil pisau dari tangannya dan memotong kue itu.

“Potongan pertama untuk siapa ya?” Ucap Taufiq.

“Ya pasti untuk kamu lah.” Sahut Vitri.

“Hmmm . .Untuk siapa ya?”Ucapku sambil tersenyum dan


mataku tertuju pada Taufiq.

“Cepet dong . . .” Ucap Kris.

Lalu aku memberikan potongan pertama itu untuk Taufiq


dan diapun menerimanya.

“Suapin dong.” Ucapnya.

“Nggak mau ah.” Ucapku menolak permintaannya.

127
“Nggak papa Ndry,sekali-kali” Sahut Sita

“Hmmm,ya udah deh.” Dengan terpaksa

Akupun menyuapkan kue ke mulutnya sambilmenutup


mataku. Dia malah mengambil cream dan di coletkan ke
wajahku.

“Nggak usah gitu deh, nggak suka aku, nanti jilbabku


kotor.” Ucapku sedikit marah.

Tapi dia tak mendengar ucapku dan dia mencolek wajahku


lagi. Vitri, Sita, Kris, Dina dan Intan juga ikut-ikutan. Aku
hanya terdiam dan hanya pasrah. Lalu aku juga mengambil
cream dan mencoletkan ke wajah Taufiq dan sahabatku. Kita
tidak memakan kuenya tapi malah dibuat untuk bermain.
Sampai jilbab dan seragamku kotor penuh dengan cream.
Setelah selesai kita pulang dengan mengenakan seragam kotor
sambil menahan malu. Di perjalanan orang-orang melihatku tak
biasa. Sesampainya di rumah ibu melihatku dan bertanya.

“Masyaallah, itu seragammu kena apa. Habis ngapain


kamu?”

“Tadi di sekolah aku diberi kejutan teman-temanku buk, hari


ini hari ulang tahunku.” Jelasku pada Ibu.
128
“Ada-ada saja, sana ganti baju, segera cuci.”Ibu tak memberi
ucapan ulang tahun padaku, tapi malah memarahiku.

“Iya buk.”Jawabku sambal berjalan menuju kamar.”

KELAS IX

Saat itu aku duduk di kelas 9. Hari itu bertepatan pada hari
kartini dan sekolahku memperingatinya dengan melaksanakan
upacara. Siswa putri mengenakan kebaya sedangkan siswa putra
mengenakan batik. Dan semua petugas upacaran anak putri
sehingga berjalan dengan hikmat. Setelah upacara,dimeriahkan
dengan beberapa ikon lomba. Salah satunya fashion show.
Setiap kelas wajib mengirimkan sepasang peserta terdiri dari
putra dan putri. Waktu itu aku berbeda kelas dengan Taufiq dan
sahabatku. Saat kelasku membahas tentang memilihan peserta
lomba, Vitri memanggilku untuk keluar dari kelas. Akupun
menghampirinya.

“Apa Vit?” Tanyaku.

“Ndri, Taufiq mau mewakili kelasku untuk fashion Show.


Boleh ya?” Dia meminta izin padaku karena Taufiq ditunjuk
untuk mewakili kelasnya.
129
“Sama siapa?” Ucapku sambil mengerutkan kening.

“Sama Laila.Boleh ya, plissss.” Ucapnya membujukku


sambil mengkedip-kedipkan mata.

“Hmmm. . . Gimana ya?”

“Boleh . . . .”

“Iya deh, boleh. Tapi nggak boleh baper.”

“Tenang aja, dia nggak bakal berpaling darimu kok.” Basa-


basinya.

“Ya udah, makasih ya, aku ke kelas dulu .”Ucapnya lagi.

“Iya.”

Kelasku mendapat undian pertama, sedangkankelasnya


mendapat undian kedua. Saat lomba dimulai aku duduk didepan
kelas bersama sahabatku untuk menonton lomba.

Tiba pada undian kedua, aku memfokuskan pandanganku


padanya. Dia berjalan melewati karpet merah dengan wajah
yang kurang percaya diri dan dia sering mengalihkan
pandangannya padaku. Aku yakin pasti dia merasa sungkan

130
denganku. Setelah selesai dia berjalan menuju tempat dudukku
dan menghampiriku.

“Kamu nggak marah kan?” Ucapnya padaku.

“Enggak.” Jawabku agak sinis.

“Kok jawabnya sinis gitu, sebenernya aku juga nggak mau,


tapi dipaksa.

Aku hanya terdiam

“Ngomong dong.”

“Iya-iya aku nggak marah. Aku ngerti kok.”

“Mukanya kok cemberut gitu, senyum dong!”

“Nggak mau.”

“Ya udah deh terserah kamu. Foto yuk.” Dia mengajakku


berfoto.

“Malu.”

“Ngapain malu. Mumpung kamu lagi dandan. Biasanya kan


nggak pernah.”

131
“Makannya itu, aku malu karena nggak biasa.”

“Kamu emang paling susah diajak foto. Banyak banget


alesannya.”

“Ya udah besok aja.” Ucapku.

“Terserah kamu.” Sedikit kecewa.

***

Dikeesokan harinya ada ikon perlombaan. Dia juga


mewakili kelasnya untuk mengikuti salah satu lomba yaitu
mengambil koin dari pepaya yang dilumuri dengan kecap.
Sebelum lomba dimulai, dia menghampiriku. Dan meminta
semangat dariku.

“Aku mau lomba lagi.” Ucapnya.

“Kok malah kesini, sana segera persiapan.” Ucapku


menyuruhnya bersiap-siap.

“Beri semangat dulu dong, biar menang.”

“Nggak ah, nanti kalau kamu menang berarti kan kelasku


kalah.”

132
“Nggak papa dong, yang penting kan aku menang.”

“Enak aja.”

Lomba akan segera di mulai. Semua peserta lomba dipanggil


untuk segera menuju ke tempat perlombaan.

“Tuh, udah di panggil, segera kesana.” Ucapku


mengusirnya.

“Iya, do’ain aku ya.” Ucapnya sambil berjalan meuju tempat


perlombaan yang berada di halaman depan sekolah.

“Huhhh, bikin gemes aja.” Ucapku.

Saat lomba dimulai dia mengalihkan pandangan padaku.


Dan akupun tersenyum. Lalu dia mengambil koin satu persatu
dari pepaya dengan menggunakan mulut. Aku melihat dia
sangat niat dan bersemangat dalam mengambil koin itu. Waktu
yang diberikan selama satu menit. Ketika waktu telah selesai
langsung dilakukan penghitungan perolehan koin yang di
dapatkan peserta lomba. Yang mendapatkan koin yang banyak,
dialah pemenangnya .Setelah penghitungan selesai dia berlari
menuju tempat dudukku.

“Gimana? Menang?” Tanyaku.

133
“Ya pasti dong, kan ada kamu.”

“Beneran menang?” Tanyaku seakan tak percaya.

“Iya.”

“Ya udah deh, selamat!” Jawabku sambil mengulurkan


tangan untuk bersalaman.”

Aku melihat ada kecap diwajarnya. Lalu kuambil tisu dari


tasku dan kuberikan padanya.

“Buatapa?”

“Tuh, ada kecap.” Jawabku sambil menunjuk wajahnya.

“Bersihin sekalian.”

“Nggak mau.”

“Ya udah.”

Dia mengambil tisu itu dari tanganku dan membersihkan


wajahnya sendiri.

“Foto yuk, kemarin katamu mau.”

“Masih inget aja.”

134
Aku tak bisa menolak ajakannya karena kemarin aku sudah
bilang mau diajak foto. Diapun mengajakku ke dalam kelas dan
meminta tolong Vitri untuk memfoto. Setelah selesai dia
mengajakku lagi keluar kelas untuk menonton perlombaan.

“Lulus dari sini mau melanjutkan dimana?” Taufiq bertanya


padaku.”

“Belum tau.” Jawabku.

“Ikut aku aja.” Sahut Vitri.

“Kemana?”Tanyaku.

“MAN 2 Grobogan.” Jawab Vitri.

“Nggak bolek di Purwodadi, kata Ibuk.”

“Kenapa?” Tanya Taufiq.

“Jauh katanya, disuruh cari yang dekat saja.” Jawabku.

“Yang dekat mana?” Tanya Taufiq lagi.

“Ada 3 kemungknan, SMA 1 Pulokulon (Gatak), MA Shofa


Marwa dan MA Sunniyyah Selo.”

“Jangan di SMA N 1 Pulokulon.” Sahut Taufiq.


135
“Kenapa.” Tanyaku.

“Disitu pergaulannya kurang bagus. Aku takut kamu


terpengaruh.”

“Di Sunniyyah aja In.” Saran Vitri.

“Hmmm. . . Gimana ya. Aku masih bingung.”

“Iya, di Sunniyyah aja. Di situ pergaulannya baik.” Taufiq


menyetujui saran Vitri.

“Nggak tau ah.” Ucapku.

Setelah aku pertimbangkan, ternyata memang benar. SMA N


1 Pulokulon pergaulannya kurang baik. Dan aku takut jika
terpengaruh. Akhirnya aku memutuskan untuk daftar di
Sunniyyah.

Setelah hampir tiga tahun mengukir cerita bersama, tibalah


masa yang paling berat untuk ku hadapi yaitu perpisahan. Kita
harus berjuang untuk masa depan kita masing-masing. Dia
harus melanjutkan pendidikan di pesantren pilihan Bapaknya di
Magelang. Lebaran hari ketujuh dia datang kerumahku untuk
berpamitan dan bertemu denganku untuk yang terakhir kalinya.
Dia datang kerumahku bersama sepupunya yang sekarang satu

136
sekolah denganku. Tapi aku melarangmya untuk memasuki
rumahku karena saat itu aku sedang dirumah sendirian. Akupun
mengajaknya kerumah Dewi (bulekku) yang juga satu MTs
denganku. Kita menghabiskan waktu untuk terakhir kalinya.
Tak hanya itu, kita juga membahas tentang kelanjutan
hubungan kita

“Gimana Ndry, baiknya. Aku harus berangkat ke pondok


pesantren,kita nggak bisa ketemu dan nggak bisa komunikasi.”

“Nggak papa kita terusin aja. Aku percaya kok sama


kamu.”

“Tapi di pesantren ada peraturan kalau semua santri tidak


boleh pacaran.”

“Tapi kan nggak ada yang tau,”

“Aku nggak mau terima resiko, Ndry. Aku akhiri


hubungan kita sampai sini ya,maaaaaaaf banget. Kamu tenang
aja, aku nggak bakal lupa sama kamu kok, aku nggak akan
berubah, aku tetaplah aku yang sekarang.

Aku tak bisa menahan air mataku.

137
“Aku pesan sama kamu, jangan sampai lupa sama aku. Kita
harus bisa melewati ini sama-sama.”

“Ingat belajarnya. Aku tetap aku yang sekarang dan nggak


pernah berubah. Kamu tenang aja jodoh sudah ada yang
ngatur.”

Aku cuma terdiam dan tak mengucapkan apa-apa.

“Udah, nggak usah nangis.” Ucapnya sambil mengusap air


mataku.

“Aku pulang dulu ya?”

Aku hanya geleng-geleng kepala dan memohonnya agar


tidak pulang.

“Jangan diam terus. Kamu nggak mau ngomong apa-apa


sama aku?”

Aku juga cuma geleng-geleng kepala.

“Ya udah.Aku pulang dulu.” Ucapnya sambil mengajakku


bersalaman tapi aku tidak mau.

“Yakin nggak mau salaman sama aku? Terakhir lho.”

138
Akupun mau karena ini terakhir bisa bersalaman dengannya.

“Udah, jangan nangis. Aku pulang dulu ya, sampai jumpa.”

Akupun mengusap air mataku dan berusaha menguatkan


hatiku untuk berpisah darinya. Lalu dia pulang ke rumahnya
dan meninggalkanku.

***

Seminggu kemudian, Taufiq ke Pondok Pesantren dan


meninggalkan kampung halamannya. Aku ingin bertemu dia
untuk yang terakhir namun hari itu juga bertepatan dengan
jadwal daftar ulangku di MA Sunniyyah. Aku bingung harus
memilih ketemu dengan dia atau daftar ulangku. Semuanya
penting untukku. Lalu aku mengambil keputusan untuk daftar
ulag terlebih dahulu. Aku berangkat pagi-pagi dengan tujuan
agar setelah pulang juga bisa ketemu dengan Taufiq. Aku
berangkat diantar oleh bapakku.Setelah selesai aku segera
pulang. Sampai dirumah, akulangsung ganti baju dan menuju
kerumah Vitri untuk mengajaknya bertemu dengan Taufiq.
Ditengah perjalanan aku bertemu Heni (Teman sekelas Taufiq)
dia berkata kalau dia melihat Taufiq sudah berangkat diantar
oleh kakaknya. Aku tak percaya begitu saja dan terus
melanjutkan perjalanan sesampainya di rumah Vitri. Vitri juga
139
berkata padaku kalau Taufiq sudah berangkat. Tak adayang bisa
kulakukan lagi kecuali menangis.

“Tadi dia dari sini, aku mau ajak dia kerumahmu katanya
kamu ya udah nggak jadi.” Ucap Vitri sambil meletakkan
kepalaku di bahunya dan memngelus-elus kepalaku.

“Dia bilang ke aku disuruh nyampein ke kamu. Katanya


kamu harus belajar tanpa dia. Jika ada masalah harus cari jalan
keluar yang terbaik. Kalau mencariteman juga pilih yang bisa
menjadikan kamu lebih baik. Belajar yang semangat.” Ucap
Vitri menyampaikan pesan Taufiq untukku.

“Iya. Aku akan ingat pesannya. Ya udah aku pulang dulu


Vit. Soalnya tadi aku nggakijin bapakku.”

“Anterin nggak.”

“Nggak usah.”

MASA MA

Kata orang-orang masa SMA adalah masa yang paling


berkesan. Tapi tidak bagiku masa ini adalah masa dimana aku

140
harus bersungguh-sungguh dalam belajar. Aku harus pandai
dalam mengatur waktu. Aku harus berangkat sekolah pagi-pagi
agar tak terlambat masuk sekolah. Waktu itu aku berangkat
sekolah dengan Dewi (Bulekku). Tapi setelah pelaksanaan PTS
Dewi pindah sekolah. Sehingga aku harus berangkat sekolah
sendiri. Saat awal masuk kelas XI aku tidak lagi berangkat
sekolah sendiri karena aku tinggal di pesantren yang dekat
dengan sekolahku. Mulai dari sini aku merasakan kehidupan
yang baru. Aku harus mengatur jadwalku dengan baik. Aku
juga belajar banyak hal dan merasakan indahnya kebersaman
bersama teman. Namun setiap hal pasti tak jauh dari masalah.
Suatu malam aku mendengar teman sekamarku bercerita
dengan temannya. Dia bercerita tentang Taufiq. Tapi aku tidak
tau siapa Taufiq yang dia maksud. Setiap dia bercerita tentang
Taufiq yang tinggal di pesantren Magelang. Dia juga pernah
menandai Taufiq di status facebooknya aku semakin yakin yang
dia maksud adalah Taufiq yang pernah bersamaku.Dia bercerita
tentang kedekatan mereka. “Sepertinya dia suka sama Taufiq.”
Kataku dalam hati. Disitu aku hanya diam seolah-seolah aku tak
kenal dengan Taufiq agar mendapatkan informasi yang banyak
dari kedekatan mereka. Setelah aku mendapatkan informasi
tentang kedekatan mereka aku tak sabar menunggu kepulangan

141
Taufiq dan bertanya tentang hubungan mereka. Tetapi tak lama
kemudian teman sekamarku tau kalau Taufiq adalah mantanku.

“Dek Indry. Kamu kenal Taufiq?” Dia bertaya padaku.

“Dia tau dari siapa ya?” Ucapku dalam hati.

Aku curiga dia tau dari Lukman sepupu Taufiq yang juga
satu pesantren denganku.

“Kenal, dia teman MTs ku.” Jawabku.

“Dia mantanmukan?” Tanyanya lagi.

“Nggk kok, Cuma teman. Kamu tau dari mana?”

“Nggak usah bohong. Aku sudah tau semua kok.”

“Enggak . . . beneran.”

Aku tetap berusaha menutupi semua seakan-akan dia hanya


teman.

***

Menjelang hari Maulid Nabi aku mendapat kabar dari teman


sekelasku kalau taufiq pulang ke rumah. Dengan begitu aku
juga berencana pulang ke rumah untuk bertanya dengan Taufiq.
142
Apa sebenarnya hubungan dia dengan teman sekamarku itu,
lalu aku meminta Bapakku untuk menjemputku di Pondok.
Setelah sampai rumah aku membuat status di WA dengan
maksud memberi kode kalau aku pulang. Ternyata dia peka dan
membalas statusku.

“Malam.” Sapanya dalam chat.

Hanya ku lihat dan tak ku balas.

“Hay ….gimana kabarnya.” Sapanya lagi dan tidak aku


balas lagi.

“Sombong ya sekarang. Udah punya teman baru. Sampe


nggak sempet bales chatku.” Dia mulai marah.

“Hay juga. Alhamdulillah baik.” Balasku dengan pesan


suara.

“Lagi sibuk ya, sampe nggak sempet bales.?” Ucapnya


dengan pesan suara juga.

“Nggak sibuk kok.”

“Gimana sekolahnya?”

“Gimananya, gimana?”
143
“Lancar?”

“Alhamdulillah, lancar.”

“Alhamdulillah. Sekarang tinggal di pesantren ya?”

“Tau dari siapa?”

“Dari Lukman lah. Siapa lagi kalo bukan dia.”

“Iya.”

Betah kan?”

“Aslinya betah, tapi aku nggk suka sekamar dengan pacar


barumu. Jadi nggak nyaman.”

“Pacar baru? Siapa? Aku nggak punya.”

“Nggak usah sok nggak tau deh. Aku sudah tau semuanya
kok. Setiap hari dia cerita pada temannya tentang kedekatanmu
sama dia. Dia juga pernah menandai kamu di facebook.”

“WN?” (Nama singkatan)

“Apa maksudnya?”

“Nggak tau.”

144
“Dia hanya temanku kok.”

“Teman? Sejak kapan? Kok aku nggak tau. Kenal dari


mana?”

“Lupa.”

“Lupa? Alasan klasik. Jujur saja. Sebenarnya apa


hubunganmu sama dia. Kamu dekat sam adia kan? Katamu di
Pondok nggak boleh pacaran, tapi malah punya baru.”

“Iya, aku dekat sama dia. Tapi nggak pacaran.”

“Tapi sayang?”

“Biasa saja.”

“Biasa? Apa maksudnya.”

“Hmmm. Sekarang aku balik nanya sama kamu.”

“Apa?”

“Kamu cemburu kan?”

“Nggak kok, biasa saja. Ngapain cemburu.”

“Jujur saja.”

145
“Aku itu siapa? Aku bukan siapa-siapamu. Jadi aku nggak
berhak melarang sama kamu. Aku juga nggak akan ngelarang
kamu dekat sama siapapun. Aku sadar diri kok.”

“Kalau kamu cemburu. Aku akan menjauh dari dia.”

“Kamu inget nggak pesanmu ke aku katamu aku nggak


boleh lupa sama kamu. Kita harus jaga hati kita. Kamu nggak
bakal berubah, tapi sekarang kamu malah dekat sama orang
lain.” Ucapku sambil menangis.”

“Iya-iya, aku minta maaf.”

“Minta maaf? Segampang itu ya.”

“Ya udah gimana aku harus gimana?”

“Jauhi dia. Hapus kontaknya.”

“Iya, udah tak hapus.”

“Kamu nangis?” Jawabnya lagi.

“Enggak.”

“Nggak usah bohong.Aku tau.”

“Tau dari mana?”


146
“Kelihatan dari suaramu. Udah nggak usah nangis. Lupakan
masalah yang tadi.”

“Iya”

“Senyum dong.”

“ ”

“Besok jalan yuk.”

“Nggak bisa, soalnya besok sudah berangkat ke PP.”

“Cepet banget.”

“Iya, pulang cuma mau tanya masalah ini ke kamu.”

“Kamu bela-belain pulang?”

“Iya.”

Keesokan harinya. Saat mau berangkat ke PP.

“Hmmm.” Iseng-iseng

“Gimana?”

147
“Aku mau berangkat ke PP dulu ya, kamu baik-baik disana.
Ingat!!! Jangan lupakan aku. Dijaga hatinya untuk aku.Jangan
sampai merusak kepercayaanku. Disini aku menantimu.”

“Iya, aku minta maaf ya sudah membuatmu kecewa. Kamu


juga baik-baik disana. Semangat sekolahnya.

“Akhirnya kita berpisah untuk urusan kita masing-masing.


Namun itu tak jadi masalah bagiku. Dengan modal percaya dan
komitmen untuk menjaga hati kita masing-masing. Kita percaya
suatu saat Allah pasti akan mempersatukan kita lagi.

MY FRIEND
148
Oleh:

Ahmad Akrom Tobrani

“seorang sahabat tidak akan membuatmu


kehilangan harapan. Ia akan berusaha
membuatmu percaya bahwa kamu sangat
berharga”

Senja mulai menampakkan diri untuk beradu dengan wajah


sang malam. Gugusan awan memperlihatkan rupa sebagai
bentuk yang indah, merias langit hingga begitu mempesona,

149
mataharipun tak lagi bersinar, cahayanya memudar, sedikit
menyurut dari pelaratan bumi.

Akupun memutuskan keluar rumah untuk menghabiskan


waktu dengan bermain sepak bola di lapangan pinggir jalan
tepatnya didepan sekolah MI JAMIYYATUL ULUM
Dsn.Palang Ds. Pojok Kec.Tawangharjo

Pak Nurhan S.pd adalah kepala sekolah MI JAMIYYATUL


ULUM. Ia adalah kepala sekolah yang dermawan dan baik hati
terhadap semua murid-muridnya , termasuk aku, aku tak ingin
menjadi manusia yang bodoh dan memiliki masa depan yang
cerah.

Kelas VI MI, aku mengikuti beberapa ekstakulikuler


meliputi: drumband, olimpiade, pramuka, dan lain-lain. Salah
satunya adalah pramuka.yang dilaksanakan di desa Tarub Kec.
Tawangharjo. Pagi pukul 06.00 WIB. Semua peserta akan
segera berangkat menuju tempat perkemahan. Sebelum
berangkat diadakan apel pagi yang di pimpin oleh ketua pinru
yang bernama ahmad khoirul anam dan dibimbing oleh kepala
sekoah bapak nurhan S.pd

“assalamu’alaikum wr. wb.” Kata kepala sekolah

150
“wa’alaikumsalam wr.wb.” jawab semua peserta

“sholawat serta salam mari kita haturkan kepada junjungan


kita Nabi agung Muhammad SAW. Semoga kita mendapat
syafaatnya diyaumul qiyamah nanti amin ya robbal ‘alamin.

“kalian disini sebagai orang-orang pilihan untuk mewakili


sebuah perlombaan untuk meraih prestasi dan menjunjung
tinggi nama almamater dari usaha latihan yang telah engkau
jalani beberapa bulan ini dengan sungguh-sungguh dan bekerja
keras untuk memaksimalkan materi perlombaan agar menjadi
sebuah tim yang dapat menjadi teladan dari tim yang lainnya
maka dari itu kelak menjadi teladan/ orang hebat gunakanlah
prinsip sebuah padi dimana padi yang semakin berisi semakin
berunduk”

“wassalammualikum wr.wb.”kata kepala sekolah

“wa’alaikumsalam wr.wb”jawab semua peserta

Setelah apel selesai semua peserta baik putra maupuun


putri satu persatu mengayunkan kaki bergegas menuju truck
berwarna kuning yang parkir dihalam sekolah ,dikendarai oleh
seseorang yang bernama robi atau sering dipanggil lek rob. Dia

151
adalah sopir yang baik hati saling membantu terhadap semua
orang.

Truck terus menyusuri jalan kampung yang sunnguh tak


nyaman dilalui. Karena ada banyak lubang menganga pada
hamparan aspal di badan jalan itu,dan para petani yang sedang
bercocok tanam.beberapa menit berlalu, akhirnya sampai di
lapangan tarub. Tepatnya dekat makam kyai ageng tarub
sebelah utara lapangan kurang lebih jaraknya 200 m dari
lapangan. Sesampainya di lapngan aku dan teman-teman turun
dari truck dan membongkar muatan/peralatan yang digunakan
untuk pramuka. Seperti tenda,tongkat pramuka,tali,dan lain-
lain.kuayunkan langkah kakiku memasuki lapangan sambil
membawa peralatan pramuka.

Dua jam kemudian,selesai membuat tenda,aku dan teman-


teman menuju suatu tempat yang digunakn upacara
pembukaan.cuacanya sangat panas sampai masuk dicelah-

Celah tulang,selang beberapa menit upacra selesai.

Kegiatan pertama adalah membuat pionring yang dibuat oleh


enam orang diantaranya ada anam(pinru), akrom, arif, angga,

152
riki, dan ahsan.kita membuat kursi raja yang dikasih waktu satu
jam untuk menyelesaikannya.matahari tepat berada diatas
kepala, memancarkan sinar yang amat terang yang amat
manfaat bagi kehidupan. Aku disuruh pak guru untuk menjga
pionring yang telah kita buat,tiba-tiba ada dua orang
menghampiriku.

“Bagus nih..talinya sangat rapat” kata kakak pramuka sambil


mengecek pionring yang telah kita buat.

“Makasih kak.” Kataku

“Dari pangkalan mana dek.” Kata kakak pramuka

“MI JAMIYATUL ULUM POJOK.” kataku

“oh..ya, ya udah dek.” kata kakak pramuka

“iya kak.”kataku

Setelah itu aku melangkahkan kakiku menuju tenda, disana


sudah disambut oleh teman-temanku. Kemudian istirahat
sebentar sekitar 30 menit. Setelah istirahat kita disuruh oleh pak
guru untuk makan siang ditempat tenda putri dengan menu
makanan seperti yang ada dirumah

153
Malam masih bertabur diseluruh penjuru alam. Keramaian
tak juga hilang meninggalkan bumi, malam terasa begitu ramai.
Aku bersama dua orang temanku berjalan menelusuri jalan
untuk mencari warung kopi. Setelah melakukan perjalanan
sekitar 10 menit. Akhirnya, kita menemukan warung kopi juga
disebrang jalan . sesampai disitu aku dan teman-temanku duduk
diatas tikar yang telah disediakan oleh mbak ning. Nama itu
tertulis dibenner. Lalu aku memesan kopi

“Mbak… kopi item tiga.” Ucapku

“ya.. nanti saya antarkan.” Kata penjualnya

“aku disebelah selatan warung mbk.” Ucapku

“ya…ok.”kata penjual

Selang beberapa menit akhirnya kopinya datang juga. Tiga


cangkir kopi item panas buatan mbk ning disuguhkan padaku.
Aku bersama teman-teman menghabiskan malam dengan
secangkir kopi dan sebungkus rokok yang telah dibawa oleh
temanku bernama arif, kami berceerita banyak hal, apapun yang
melintas dibenak kami.

Pukul 22.00 WIB malam. Kami pulang menuju tenda, disana


sudah disambut oleh pak imam, lalu kami dipersilahkan duduk.
154
“Tadi kalian merokok.” Kata pak imam

Aku dan teman-teman terdiam sejenak

“Tadi kalian merokok.”kata pak imam dengan nada tinggi

“nggeh pak.”jawab kami serentak

“Kalian itu masih kecil, kok bisa-bisanya merokok, tadi


habis berapa batang.”kata pak imam

“Satu batang.”jawabku

“satu batang semua.” Kata pak imam

“boten, enten seng dua batang.”kataku

“yang paling banyak siapa.”kata pak imam

Kami semua terdiam, nggak ada yang ngaku.

“sekarang kalian cari tegesan rokok, masing-masing dua


tegesan rokok ,kalau sudah dapat bawa kesini.”kata pak imam

“nggeh pak.” Jawabku

Kamipun keluar dari tenda untuk mencari tegesan rokok.


Kemi menelusi jalan yang teleh ku lewati tadi. Disepnjang jalan

155
kita baru menemukan tiga tegesan rokok.jadi kurang tiga
lagi.lalu kita bejalan lagi mencari ketempat lain. Selang
beberapa menit kita menemukan lagi didekat toko bangunan.
Setelah itu kita kembali lagi ke tenda untuk menemui pak
imam.

“Sudah dapat.” Kata pak imam.

“Mpon pak.” Jawab kami serentak.

“Coba kamu sumet tegesan itu.” Kata pak imam

Aku langsung mengambil korek yang ada diatas tikar lalu


kunyalakan korek api dan membakar tembakau.

“Enak.”kata pak imam.

“Boten.”jawabku.

“La kok kamu ngrekok.”kata pak imam.

Kami pun terdiam

“Ya udah, kesalah ini aku maafkan tapi jangan diulangi


lagi.” kata pak imam.

“Nggeh pak.”jawabku.

156
Matahari telah terbit dari arah timur, segerombolan burung
emprit berterbangan di angkasa mengintai lahan padi yang
tanamannya sudah menguning. Bagi mereka butir-butir padi
adalah makanan yang tak boleh dilewatkan. Apabila ang petani
lengah, maka burung-burung itu akan menyerbu lahan padi
hingga kenyang.

Pagi pukul 06.00 WIB semua peserta jambore


dipersilahkan untuk melakukan senam pramuka yang akan
dipimpin oleh kakak-kakak senior. Waktu itu, aku masih tidur
di tenda bersama kedua temanku, lalu dibangunin oleh anam,
kemudian aku dan kedua temanku mengambil seragam pramuka
yang masih ada di gantungan baju dan menacari air untuk
membasuh muka agar tidak kelihatan kalau habis bangun tidur.

Kegitn selanjutnya yaitu penjelajahan. Penjelajahan adalah


suatu perjalanan dialam terbuka denan melewati berbagai
rintangan, aku dan teman-teman engayunkan kaki kedepan
untuk melangkah menuju pos pertama. Diperjalanan, kami
melantunkan suara zel-zel kami dengan suara yang keras dan
senang hati dan tak mau kalah dengan peserta jamboree lainnya.
Untuk sampai pos pertama kami membutuhkan waktu sekitar 45
menit dengan jarak kurang lebih satu kilometer.

157
Sesampainya di pos pertama, tempatnya di halaman rumah
warga serman sebelah barat masjid. Kami langsung menuju ke
kakak Pembina dan meluruskan barisan.

“kepada kakak Pembina hormat gerak...” Ucap ketua pinru


dengan nada yang keras.

“Tegak gerak…lapor kami dari regu banteng pangkalan MI


JAMIYYATUL ULUM siap menerima tugas dari kakak.”

“Laporan saya terima.” Ucap kakak Pembina.

Adek nomor urut 20 silahkan istirahat dulu soalnya masih


lama, ku istirahat kan badanku sembari berlatih bersama teman-
teman, kali ini cuaca sangat panas, matahari nampak
memancarkan cahayanya seperti bagaimana mestinya,
meskipun cuaca panas namun, kami tidak putus asa mengikuti
kegiatan kali ini, kami mengikuti kegiatan dengan penuh
semangat, dan berharap dapat menghasilkan hasil yang baik.
Tibalah waktu kami menunjuk kan penampilan, yang sejak
kemarin kami siap kan dengan matang-matang, meskipun cuaca
panas tapi kali ini badan ku terasa dingin, mengingat kami akan
menampilkannya di depan orang banyak, seketika jantungku
berdenyut cepat, tapi aku tidak memperdulikan nya, yang ada di
pikiranku bagaimana caranya agar kami dapat menampilkan
158
dengan semaksimal mungkin, semua orang di sekitar melihat
kami yang sedang tampil, semua nampak senang melihat
penampilan kami,.

Siang ini cuacanya sangat panas, tapi masih dengan rasa


semangat kami melanjutkan perjalanan menuju ke sendang
bidadari, dimana di situ akan di laksanakan permainan ketapel
yang itu membuat kami sedikit melupakan perlombaan kali ini,
kami memainkan ketapel dengan penuh semangat, sasaran kami
adalah botol yang di letak kan di bawah sendang, kami sangat
menikmati permainan, di sana kami juga beristirahat sembari
menikmati udara yang segar karena banyak pepohonan yang
membuat suasana semakin sejuk.

Selesai di pos dua kami langsung melanjutkan perjalanan


kami menuju pos yang ke tiga yaitu pos semaphore. Sepanjang
perjalanan kami sangat asyik beryel-yel hingga semua mata
tertuju pada kami. Tak hanya itu sebuah aksi yang tak lupa kami
tampilkan dalam selangnya perjalanan. Hal semacam itu
membuat kami menjadi semangat. Tak ada rasa malu atau
gensi. Karena kami telah diberi bekal untuk mental.

Di sebuah halaman yang tak cukup luas tepatnya di salah


satu depan rumah warga yang dekat dengan sungai. Suara air

159
sungai yang cukup terdengar dengan deras menjadi alunan yang
tersendiri untuk kami nikmati. Banyak anak atau bahkan dari
pangkalan lain yang mengantri membuat kami harus mengantri
seperti mereka. Sambil menunggu kami gunakan waktu tersebut
untuk menghafal dan berlatih sendiri tentang materi semaphore.
Tanpa kami sadari sekarang tibalah waktu kami untuk
mengikuti lomba semaphore itu. Tak butuh waktu lama kami
dapat menebak dengan baik dan cepat. Walaupun ada sedikit
kesulitan namun berkat kerja sama yang baik kami dapat
menyelesaikannya.

Sepanjang perjalanan menuju tenda kami berjalan cukup


jauh. Karena jarak penjelajahan dari bumi perkemahan cukup
jauh membuat kami merasa lelah dan penat. Ditambah lagi
dengan terik matahari yang amat panas dan menyengat sampai
kulit. Semangat kami mulai memudar dan tak begitu banyak
melakukan aksi seperti yang tadi.

Disini, disebuah tenda yang tak cukup besar kami


mengistirahatkan badan. Setelah menempuh perjalanan yang
cukup melelahkan. Di tenda inilah kami beristirahat dengan
disuguhi air putih sudah cukup untuk menghilangkan rasa haus
dan capek. Setidaknya dapat mengembalikan tenaga yang
terkuras saat penjelajahan tadi.
160
Malampun tiba, malam telah mengusir semuanya hingga
yang tersisa hanya kegelapan. Mendung ikut bertahta,
sepertinya sedang bermuka murung. Malam akan meneteskan
air matanya. Ditemani berisik suara petir. Malam ini sepertinya
akan diguyur hujan deras. Hingga meruntuhkan panggung
pementasan. Namun benar saja hujan turun amat deras hingga
tenda kami sudah tidak dapat menampung air hujan. Seketika
bumi perkemahan dibuat banjir oleh banyaknya genangan air.

Hari yang dinanti tiba. Setelah banyaknya acara dan


kegiatan yang diikuti. Hari dimana kami melakukan upacara
penutupan dan pengumuman yang dinanti-nantikan. Disebuah
lapangan kini telah banyak para peserta yang ikut dalam
barisan. Dimana semua dengan khidmat mengikuti upacara.
Panas dan terik matahari mereka hiraukan demi menanti sebuah
pengumuman kemenangan. Tak terkecuali dengan kami yang
juga menunggu dan berharap mendapat juara umum. Dalam
upacara tersebuat kami selalu berdoa untuk kemenangan.
Namun, usaha memang tak menghianati hasil. Seketikan
pengumuman tersebut menggema dan menyebutkan bahwa
kami (MI JAMIYATUL ULUM) berhasil menjadi juara 1 dan
mendapatkan 4 piala. Sebuah kebanggaan dan kehormatan
sendiri dapat menjuarai ajang perlombaan ini.

161
###

Setelah lulus dari sekolah dasar, aku bingung ingin


melanjutkan sekolah kemana? Teman-temanku pada
melanjutkan ke smp, kata guruku.” Sekolah dimana aja baik,
yang terpenting adalah bagaimana mengamalkan ilmu yang
diperoleh. Jangan sampai ilmu yang diperoleh hanya
mengundang kesia-siaan belaka.” Orang tuaku menyuruhku
mondok sambil sekolah, tapi aku ingin sekolah di SMP seperti
teman-teman. Tapi bagaimana lagi Ridho Allah tergantung
ridho orang tua, akhirnya aku nurut saja kemauan orang tuaku
apa yang dipilihkan orang tuaku itu adalah yang terbaik bagiku.

Kini, yang terpenting bagiku adalah aku harus menuntut


ilmu dengan sungguh-sungguhdimanapun aku bersekolah.
Akupun harus mengamalkan ilmu yang telah ku peroleh seperti
yang pernah dikatakan oleh guruku. Aku bersyukur kepada
kedua orang tuaku yang trlah memondokkan ku, sehingga aku
tidak menjadi orang bodoh yang tak tahu apa-apa.

Aku dipondokkan AL HIDAYAH Selo Kecamatan


Tawangharjo. Yang diasuh oleh Bapak KH. Imron Hasani
Cholil. Dan bersekolah di MTs Putera Sunniyyah Selo yang
saat itu dikepalai oleh Bapak Khoirul Anam S. Ag.

162
Saat di pondok aku sangat suka mengikuti pelajaran
tambahan untuk meningkatkan pengetahuanku seperti sorogan
meliputi ilmi Nahwu, Shorof, Fiqih dan lain lain. Akupun
menyukai pelajaran Fiqih. Dalam pelajaran ini tidak hanay
materri kelas yang kudapatkan, tetapi juga materi lapangan.
Aku dan semua santri yang lain diajarkan untuk mempraktikan
secara langsung teori yang diberikan. Seperti bagaimana tata
cara wudhu, mensucikan najis, sholat lima waktu, cara sholat
jenazah, dan doa wudhu mulai dari mencuci tangan hingga
membasuh kaki.

Kegiatan dan rutinitas di pondok dan sekolahan terus ku


jalankan seperti halnya roda yang terus berputar. Terkadang aku
juga merasa lelah namun apa boleh buat ini sebuah tuntutan dan
aku harus menjalankannya. Karena disini niatku harus ku tata
kembali. Dan selalu mengingat bahwa tujuanku dari rumah
adalah untuk mencari ilmu dan membahagiakan kedua orang
tua.

###

Fajar telah menertawakan kampung selo. Khususnya santri


al-hidayah. Para santri masih terlena oleh rayuan sang mimpi,
jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB adzan subuh sudah

163
menggema dimana-mana,mataku terbuka mendengar entah
siapa…jdor…jdor..jdor..

“Tangi- tangi sholat subuh.” Celotehan dari pengurus


pesantren.

Mataku dengan terpaksa kubuka, rasa ngantuk masih


membenak dimataku, aku pun kembali tidur menarik selimut
yang ada dibadan temanku.

Kurasa pagi ini agak sedikt dingin, suasana mendung


sedikit gerimis membasahi halaman pondok pesantre. Waduh…
apa ini?(percikan air membasahiku). Kuarahkan pandanganku
ke depan, dan ternyata adalah pengurus yang sedang
membangunkan santri putra. Aku bergegas menuju kamar
mandi untuk mengambil air wudhu. Kemudian satu persatu
anak tangga kunaiki. Sesampainya diatas aku langsung
mengambil peci dan sajadah yang ada didalam lemariku. Lalu
kuturuni anak tangga satu persatu menuju ke aula pesantren
untuk melakukan sholat berjamaah yang akan diimami oleh pak
yai.

Setelah sholat berjamaah semua santri kembali ke kamar


untuk mengambil kitab sesuai jadwalnya.Waktu itu aku
mengambil kitab fathul mu’in yang akan di ajarkan oleh pak
164
yai.Pagi itu pak yai menerangkan tentang bab zakat tangan
kanan ku mengenggam pena hitam sedangkan yang tangan kiri
ku menatai kitab fathul mu’in ku torehkan tinta hitamku di atas
kertas berwarna kuning atau di sebut juga dengan kitab kuno.
Penjelasan yang diberikan oleh pak yai membuat santri putra
putri tertawa terpingkal , disela penjelasan itu. Mataku tertuju
pada salah satu santri putri, yang sosoknya sangat anggun
berbeda dengan teman-temannya. Saat yang lainnya sedang
tertawa dia hanya tersenyum sambil menundukan kepalanya (
lha kan emang dia lagi tidur )

Pagi pukul 06.00 WIB pengajian kitab kuno pun berakhir.


Suara riuh dari belakang kamar mulai terdengar. Bertanda
sebentar lagi kamar mandi akan ramai untuk mengantri mandi.
Yah, begitulah yang namanya santri, dimana mana harus
mengantri. Entah itu masalah mandi, makan, ataupun hanya
sekedar mau pakai sandal. Tapi taka pa, aku sudah mulai
terbiasa dengan itu semua. Kemudian aku mengambil peralatan
mandi yang akan aku pakai dan segera menuju ke kamar mandi.

Saat aku akan menuju ke kamar, seseorang dengan


membawa gumpalan baju yang diwadahi dengan sarung.

“Arep neng ndi we?” tanyaku

165
“ Arep boyong”jawabnya

“Lha ngopo” tanyaku lagi

“Lagi tak tinggal mondok sedelok, malah aku ditinggal rabi”

Selang beberapa menit kemudian Anam datang lagi.

“Lha ngopo rek balek meneh” kataku.

“Aku sadar,aku mong cah biasa”jawabnya.

Matahari sudah menampakan sinarnya yang begitu hangat,


pukul 06.40 WIB. Kulangkahkan kakiku menuju tempat ku
menimba ilmu. Di gerbang sekolah bapak maupun ibu guru
sudah stand by untuk mencari-cari murid yang rada-rada
nyeleweng dari aturan yang sudah dibuat sekolah. Entah itu dari
segi pakaian, maupun gaya murid-muridnya berdandan. Dan,
entah ini hanya kebetulan atau memang aku yang rada
nyeleweng aku juga di hentikan oleh saah satu guru BK.

“Sana masuk ke ruang BK dulu” perintah guru dengan


sarkatisnya.

Akupun hanya pasrah saat masuk kedalamnya, sudah


beberapa kali aku terkena masalah, tapi bukan masalah yang

166
bersangkutan dengan pembelajaran, aku hanya bermasalah
dengan gaya pakaianku.

“Kue meneh to le le” tembak guru BK yang berjabatan


sebagai koorditator.

“Lha pripun tho bu, ndelalah nggeh kulo kecekel” jawabku


seadanya. Aku sudah tahu letak kesalahanku dimana, bu guru
menatapku seperti berkata kesel ngurudi kue le, kono bredel
dewe katok e. segera kuambil carter yang berada di dalam boks
transparan dengan tutupnya yang berwarna hijau. Dan dengan
sangat pelan ku sobek jahitan double di celanaku. Setelah
selesai kukembalikan lagi ke tempatnya semula.

“Ojo dibaleni meneh le, sesok nak ijeh pensil tak ketok
katokmu!”

“Nggeh, bu” jawabku seadanya. Aku keluar dengan langkah


gontai, kupandangi penampilanku yang berada di dalam kaca
sekolah, amburadul itulah kata yang mungkin pantas untukku.

Bel masuk telah berbunyi dari tadi, gara-gara masuk ke


ruang BK, aku sedikit ketinggalan waktu untuk mengaji. Aku
melewati koridor sendiri, semua telah masuk kedalam kelasnya
masing-masing. Memang,di sekolahku telah menjadi kebiasaan

167
sebelum ada KBM semua murid diharuskan tadarus Al-Quran,
kacuali yang ada halangan. Aku merupakan salah satu murid
dari kelas XI MIPA 1. Yang katanya kelas favorit, berisikan
orang-orang yang punya IQ lebih tinggi dari kelas yang lainnya.
Aku memang bukan pintar, hanya kebetulan saja, mungkin
takdir sedang berpihak kepadaku saat pengumuman pembagian
kelas. Tepat berada dibelakang kelasku terdapat makam wali
Allah yang ternam di desa Selo. Makam kyai ageng selo
namanya, beliau bernama asli Abdurrohman. Beliau
menyebarkan ajaran agama islam di jawa tengah, tepatnya di
desa Selo. Beliau terkenal sebagai seseorang yang bisa
menaklukan petir. Di sini juga terdapat mitos tidak boleh
berjualan nasi, jadi disekitar sekolahku tidak ada yang berjualan
nasi. Hanya ada lontong, mie, lontong sate (lonte) dan yang
lainnya sekain nasi.

Semua temanku sibuk membaca Al-Quran aku duduk


dibangku yang memang belum ada orangnya. Doapun
dipanjatkan sesudah tadarus Al-Quran agar semoga ilmu yang
akan ditimba disini akan bermanfaat untuk yang lainnya.

“Dengan ilmu, Allah akan menaikan derajat kita. Para


malaikat akan mengepakkan sayapnya karena ridha dengan apa

168
yang kita tuntut..” begitulah kiranya keterangan pak guru
kepada semua muridnya.

Bel pulang sekolahpun berbunyi, itu tandanya pembelajaran


hari ini telah selesai. Semua murid segera berhamburan keluar
dari kelasnya dan berdesak-desakan untuk segera sampai
kerumah maupun kepondoknya masing-masing.

Aku berjalan menuju base camp bocah ngrecokin, disitu


kumpulannya anak-anak IPS kecuali aku (dewe wani kok)
hehehe.. kami orangnya nggak memandang itu anak IPA
maupun IPS yang penting baik kepada semua. Sepulang sekolah
selalu ke base camp bercanda bareng, makan bareng dan lain-
lain. Yang penting kita selalu bersama suka maupun duka.

Disini, disebuah tempat yang sangat melekat yang menjadi


saksi tawa kami yang tak lain adalah sebuah parkiran milik
warga setempat yang tak jauh dari sekolahan kami. Kami mulai
membahas dan bercerita. Gelak tawa hampir terdengar dari
setiap penjuru parkiran. Rencana kegiatan liburan terus menjadi
topic perbincangan kami. Mulai dari pergi ziarah, trevelling dan
pergi ke puncak. Rencana di bahas sedemikian rupa hingga
kami memutuskan untuk pergi ziarah ke Sunan Kalijaga dan
Sunan Kudus.

169
Hari yang dinanti para santri telah tiba. Setelah
pengumuman resmi dari Romo KH Imron Hasani bahwa mulai
hari ini kegiatan pondok telah diliburkan. Wajah nan
sumpringah tampak dari seluruh santri. Mereka sangat
bersemangat untuk pulang kampung. Tak terkecuali dengan
aku, yang sekarang sudah menuju perjalanan pulang bersama
temanku. Panas matahari yang amat terik tak menghiraukanku
untuk terus mengendarai sepeda motor milik temanku.

Sore ini agenda kami untuk berziarah ke Makam Sunan


Kalijaga dan Sunan Kudus. Basecamp parkiran sebelah
sekolahan menjadi tempat untuk berkumpul terlebih dahulu.
Satu persatu dari kami telah tiba bersama sepeda motor milik
mereka masing-masing. Setelah dirasa semua telah berkumpul
kami langsung mengendarai motor menuju tujuan pertama yaitu
Makam Sunan Kalijaga.

Adzan maghrib menggema di seluruh penjuru kota Demak,


masih banyak warga yang sibuk dengan aktivitasnya. Mereka
lebih mementingkan uang dari pada memohon kepada Tuhan
yang telah mengatur rizki mereka, meski aku tahu bahwa sholat
adalah kewajiban bagi setiap umat muslim. Entah mengapa,
hingga kini aku belum bisa merasakan nikmatnya sholat.

170
Disekitar jalan makam Sunan Kalijaga atau sering disebut
dengan Raden Said, Putera Adipati Tuban yaitu Tumenggung
Wilatikta. Terdapat pedagang kaki lima yang begitu riuh
mengalir rizki untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Kemudian aku dan teman-teman menunaikan sholat magrib
berjamaah di masjid dekat Makam Sunan Kalijaga. Setelah
sholat aku berdoa kepada Allah SWT untuk selalu diberi
perlindungan dari berbagai bahaya. Lalu, aku menuju Makam
Sunan Kalijaga untuk membacakan tahlil kepadanya.

Cukup melelahkan untuk sebuah perjalanan religious kami.


Dengan rasa penat dan lelah aku dan teman-temanku berniat
untuk menghabiskan malam disekitar Alun-alun Demak.
Pemandangan dan suasana yang menarik hati. Tepatnya ketika
adzan isya’ berkumandang. Begitu merdu suaranya, muadzin
melantunkan panggilan sholat di Masjid itu. Alhamdulillah
waktu juga meridhoi perjalanan kami sampai tujuan. Aku
langsung menuju tempat wudhu untuk mengambil air wudhu.
Lalu kubasuh wajah tiga kali sambil membaca niat wudhu dan
seterusnya. Setelah wudhu aku langsung masuk kedalam Masjid
untuk melaksanakan sholat isya’ berjamaah.

Setelah sholat, kami langsung menuju tempat selanjutnya


yaitu Sunan Kudus yang bernama asli Ja’far Shodiq. Menurut
171
salah satu sumber, Sunan Kudus adalah putra Raden Usman
Haji yang bergelar Sunan Ngudung dari Jipang Panolan. Ada
yang mengatakan letak Jipang Panolan ini disebelah Utara kota
Blora. Kami menghabiskan waktu perjalanan sekitar satu jam
dari Alun-Alun Demak sampai Makam Sunan Kudus atau
disebut juga Ja’far Shodiq dengan kecepatan sekitar 60km/jam
sambil menikmati angin malam. Sesampainya disana kami
memarkirkan motor di salah satu tempat kerabat temanku.

Pukul 22.00 WIB kami sampai di Alun-Alun Kudus. Lalu


aku memesan kopi hitam kepada pedagang kaki lima. Beberapa
menit kemudian beberapa cangkir kopi panas yang dibuatkan
oleh pedagang kaki lima disuguhkan pada kami. Yang
aromanya menebarkan keharuman khas yang sedikit
menghangatkan badan sambil menikmati pemandangan dan
suasana yang menarik hati. Bintang-bintang bersua di langit
hitam sembari menanti sang fajar menggantikan tugasnya
mengawal bumi. Dengan kerlip cahayanya, lintang menari nari
indah dan menjelma berbagai aneka rasi. Sekelompok bintang
di bagian Selatan terlihat membentuk layang-layang dengan
ekor disalah satu ujungnya. Di sisi lain langit, mereka seakan
bercanda sebagai rasi bintang, pari atau kalajengking. Dan yang
lebih menakjubkan, gugusan bintang itu menuliskan lafadz

172
Allah SWT. di langit bagian barat. Kurasa, tulisan itu akan
membuat siapa saja yang melihatnya keringat kepada sang
pencipta.

Sementara itu, udara dingin yang menusuk hingga tulang


rusuk tampaknya membuat penduduk bumi tetap setia dengan
selimutnya. Mereka lebih banyak tidur ketika udara begitu
dingin. Terlebih, bagi mereka yang asik berpetualang dengan
bunga tidur yang indah.

Seorang penganmen menghampiriku, kecrekan dan petikan


gitar mungil senantiasa mengiringi nyanyiannya aku pun tahu,
bahwa mengamen itu tidak mudah butuh percaya diri yang
sangat besar dan tidak saja menjadi lading penghidupan mereka.
Sebab, suasana hatipun ternyata dapat terhibur oleh nyanyian
hati. Mungkin itulah cara mereka untuk menghibur hati,
mencari kesenangan dan keriangan diri. Sangat berbeda dengan
mereka yang kaya untuk menghibur hati, mereka bisa pergi
kemana saja semuanya atau makan apapun yang dia inginkan.
Lalu kukasihkan selembar kertas yang ada di saku ku kepada
pengamen tersebut.

Sudah larut malam, aku pun memutuskan untuk tidur disalah


satu masjid yang ada di daerah kudus, kupaksakan tubuhku

173
untuk berbaring ke tempat pembaringan. Udara dingin
merayuku untuk berpetualang diatas ranjang malam. selimut
putih, kumal, dan acak-acakan diatas pembaringan. Sebenarnya
itu bukanlah selimut, tetapi hanyalah sarung biasa yang
menemaniku saat aku tidur dengan cuaca yang dingin.

Fajar khidzib digantikan oleh fajar shodiq. Jam sudah


menunjukkan 04.15 WIB. Adzan subuh sudah berkumandang
dimana-mana. Tetapi aku dan teman-teman masih saja terlena
oleh rayuan sang mimpi. Padahal, sebagaian hewan mulai
berdendang bertanda pagi telah tiba. Binatang-binatang itu
seolah sudah mengetahui bahwa ketika itulah waktu yang
sangat baik untuk bermunajat, bertasbih memuji tuhan.
Merekapun seakan mengerti bahwa saaat itulah para malaikat
turun ke bumi untuk membagikan rezeki kepada semua umat
manusia yang senantiasa berdoa pada tuhan. Lalu, aku bangun
dari tidurku yang disusul oleh satu per satu oleh teman-
temanku. Kemudian kami menuju tempat wudhu dan
melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Sebuah kebersamaan yang amat kental menjadi moment


yang bersejerah untuk kami ingat. Mengingat bahwa kami
mempunyai rasa solidaritas yang amat kuat. Kemudian tanpa

174
kami sadari kebersamaan ini adalah menjadi yang terakhir
kalinya. Karena tuntutan untuk menuju jalan kesuksesan.

Dari sebuah kelompok yang kami namai dengan Bocah


Ngrecokin telah membuatku sadar dan paham tentang sebuah
pertemanan. Dari situlah aku mengenal kata solidaritas. Tak
lupa rasa syukur ku yang ku ucapkan kepada tuhan karena telah
dipertemukan dengan kawan yang amat luar biasa.

175
Profil pribadi

1. Siti Masruroh ( Berkutat dengan Diri Sendiri )

Siti Masruroh dengan nama panggilan


Masruroh, mencoba menggeluti dunia pengarang sejak umur 16
tahun, karangan pertamanya adalah antologi cerpen berjudul
Cintaku Padamu Membawaku Taqorrub Pada-Nya. Kini remaja
yang menginjak usia 17 tahun ini mencoba mencurahkan pena-
nya lagi ke dalam novel sejarah hidupnya dengan judul Berkutat
dengan Diri Sendiri.

Remaja berkelahiran Grobogan, 24 Juli 2002 ini sangat suka


bercerita dan mudah sekali berganti mood, menurut dia dengan
bercerita akan membuat hubungan seseorang menjadi lebih
akrab. Ingin kenal lebih dekat, silahkan add FB-nya @masruroh
binti sukarman atau follow IG-nya @_sitmasruroh_

176
2. Imro’atul Faizah ( Tersesat di Jalan yang Benar )

Imro’atul Faizah dengan nama pena Izza, remaja


berusia 16 tahun ini mulai menulis pertama dalam
Antologi Cerpennya dengan judul Satu Hari di Bulan
Maret. Kemudian ia melanjutkan menulis yang kedua
dalam novel sejarahnya yang bejudul Tersesat di Jalan
yang Benar.
Remaja berkelahiran Grobogan, 15 Maret 2003 ini
sangat menyukai music. Lewat music yang ia dengarkan
akan membawa suasana hatinya larut dalam lagu tersebut.
Interaksi dan informasi tentang Izza dapat diakses
melalui : -Facebook : Izza Faizza
-Instagram : @izzafaizza_

177
3. Nadiya Andriyani ( Ilusi dalam Hati )

Namaku Nadiya Andriyani, terlahir di Grobogan pada


tanggal 03 Juni 2002. Tapi aku jarang sekali dipanggil
dengan namaku, “lek Wha” panggilan yng diberikan
ponakan ku. “Sui” panggilan kesayangan yang diberikan
kakak ku. “Sam” teman- teman memanggilku. Aku
seorang yang tidak mudah akrab sih, tapi sekali aku akrab
sama orang, aku susah dilupakan mungkin karena
kegokilanku yang sudah mendarah daging.

Novel karya kedua setelah antologi cerpen pengagum


yang salah. Kalau penasaran dengan ceritanya langsung
saja baca karyanya. Kalau penasaran dengan penulisnya
bisa stalking Facebook dan Instragamnya, FB @Nadiiya
Andriiyanii, IG @nadiiya_andriiyanii3602.

178
4. Indri Rahmawati ( Tentang Hati )

Namaku Indry Rahmawati, lahir di Grobogan pada 16


Januari 2003. Aku tinggal di Dusun Ngemplak Desa
karanganyar. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Ibuku
seorang pedagang sayur sedangkan bapakku seorang petani.
Mungkin kalian akan berfikir aku adalah seorang yang pendiam
ketika pertama bertemu denganku. Tapi setelah mengenanlku,
pemikiran itu adalah pemikiran yang salah. Aku adalah orang
yang cerewet. Ingin kenal lebih dekat? Bisa add facebook Indry
Rahmawati.

“JANGAN TANYA BAGAIMANA CARA


BAHAGIA,KARENA KUNCI KEBAHAGIAAN ITU
BERADA PADA DIRIMU SENDIRI”

179
5. Ahmad Akrom Tobrani

Assalamu’alaikum Wr.Wb… perkenalkan nama saya


Ahmad Akrom Tobroni dipanggil Broni, Akrom, Tuying.
Saya dilahirkan di kota Purwodadi pada tanggal 8 April
2002 disebuah desa yang terkenal di organisasi sekolahan
yaitu Palang, Pojok.
Sebelum sekolah di MASunniyyah saya menimba ilmu
di MI Jamiyyatul Ulum, dan setelah lulus saya
melanjutkan di PP AL HIDAYAH Selo dan bersekolah di
MTs Pa Sunniyyah Selo. Dan setelah lulus saya
melanjutkan di MA SUNNIYYAH. Jika ingin kenal saya
lebih lanjut add Fb Boni Eh Ra biar makin banyak teman.

180
PROFIL KELOMPOK

“Asing” kata itulah yang menggambarkan kami untuk


pertama kalinya, perbedaan dari beberapa faktor baik dari
asal sekolah, asal tempat tinggal dan yang lainnya. Tapi
sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu kami kenal.

Dengan dibentuknya kelompok belajar Bahasa


Indonesia ini membuat kami semakin akrab, dengan
membahas banyak sekali tugas kelompok kami bekerja
sama untuk kepentingan satu sama lain dan itu yang
membuat kami semakin akrab. Kelas XII MIPA 1
merupakan saksi bisu lahirnya pribadi yang baik.

Kami namai diri kami dengan nama ROMANZA


RAMA, tersusun dari banyak pikiran yang disatukan.
Perbedaan karakter yang kami miliki tidak menjadikan
halangan kami untuk berimajinasi.

181
Awal Perjumpaan Kami

Seiring Berjalannya Waktu Kami Akrab

182
Sinopsis

Novel ini mengisahkan tentang kehidupan sejarah beberapa


waktu silam. Dari novel ini telah banyak cerita dan peristiwa
yang mengguggah hati penulis untuk digoreskan pada masing-
masing penanya. Dari beberapa peristiwa yang membuat kita
sadar dan paham akan memaknai sebuah kehidupan.

Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau.


Untuk mengenang sejarah tak luput dari orang-orang terdekat
yang begitu hebat. Seperti halnya keluarga, sahabat dan teman
dekat. Dengan masa lalu kita akan mudah untuk mengambil
pelajaran. Belajar dari setiap kesalahan untuk bekal
keberhasilan masa depan. Dan perlu diingat bahwa hidup tidak
patut untuk disesali.

183

Anda mungkin juga menyukai