Anda di halaman 1dari 3

IJAB DAN QABUL

Pengertian Ijab dan qabul (ṣigat).


Ijab yaitu ucapan penyerahan yang diucapkan wali (dari pihak permpuan) atau wakilnya sebagai
penyerahan kepada mempelai laki-laki.
Contoh:Ucapan ijab. “Hai Ḥasan aku nikahkan dan aku kawinkan kamu dengan zainab binti
Aḥmad dengan mas kawin seperangkat alat shalat di bayar tunai”
Sedangkan qabul adalah ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan.
Contoh: Ucapan qabul, “Aku terima nikahnya zainab dengan maskawin tersebut tunai”

Syarat-Syarat Ijab dan Qabul.


Adapaun syarat-syarat ijab qabul adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan kata yang bermakna menikah atau tazwij atau terjemahannya.
2. Ijab-qabul diucapkan pelaku akad nikah.
3. Antara ijab dan qabul harus bersambung tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain
4. Pelaksanaan ijab dan qabul harus berada pada satu tempat.
5. Tidak digantungkan dengan suatu persyaratan apapun. Anda belum mahir membaca Qur'an?
Ingin Segera Bisa? Klik disini Sekarang!
6. Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
PENGERTIAN MAHAR DAN DASAR HUKUMNYA

Mahar secara etimologi adalah maskawin, sedangkan menurut terminologi adalah pemberian
wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa
cinta kasih bagi sang isteri kepada calon suami. mahar disebut juga dengan istilah yang indah, yakni
shidaq, yang berarti kebenaran. Jadi makna mahar lebih dekat kepada syari’at agama dalam rangka
menjaga kemuliaan peristiwa suci. Mahar adalah syarat sahnya perkawinan yang memberi pengaruh
apakah sebuah pernikahan akan barakah atau tidak.
Pemberian mahar tersebut juga merupakan tanda kehormatan bagi kaum wanita dimana hak
mereka pada zaman Jahiliyah dihilangkan dan disia-siakan, sehingga walinya dengan semena-mena
menggunakan hartanya dan tidak memberikan kesempatan untuk mengurus hartanya. Padahal mahar
adalah hak mutlak bagi mereka ketika akan menjadi calon isteri. Dan orang dekat sekalipun tidak
dibenarkan menjamah hartanya tersebut, kecuali dengan ridhonya dan kemampuannya sendiri. Allah
berfirman:“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.” (An-Nisa’: 4)
Namun bila isteri memberikan maharnya dalam keadaan takut, malu, atau terpaksa maka tidak
halal menerimanya. Allah berfirman:“Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka
janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan
mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang
nyata ?”Maksudnya Ialah menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang baru.
Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun meminta kembali
pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan.
1) Pendapat ulama tentang hukum mahar.
 Imam Syafi’i berpendapat bahwa mahar adalah suatu yang wajib diberikan oleh
seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya.
Hal ini bukan berarti bahwa kehormatan seorang perempuan dinilai atau sebanding
dengan nilai materi dari mahar yang ia inginkan. Karena fungsi mahar itu adalah untuk
menghalalkan seorang istri terhadap suaminya
 Sedangkan imam Maliki mengatakan mahar adalah rukun nikah, sehingga hukumnya
adalah wajib.
 Hanafi berpendapat bahwa hukumnya boleh. Sebab mahar tidak termasuk dalam rukun
dan sahnya perkawinan.
2) Hukum perkawinan dengan syarat tanpa mahar.
Bila seseorang menikah tanpa menetapkan jumlah maharnya lebih dahulu atau bahkan
mensyaratkan tanpa mahar sama sekali, maka Malik dan Ibnu Hazm berpendapat pernikahan itu tidak
sah. Jika ada syarat tanpa mahar sama sekali , maka perkawinannya batal. Karena Rasul bersabda
bahwa setiap syarat diluar ketentuan Allah adalah batal.

Anda mungkin juga menyukai