Anda di halaman 1dari 7

MAHAR PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Ismoyo Nugroho_ 22010410144

Abstrak
Mahar atau maskawin merupakan barang yang diberikan seorang mempelai pria
kepada seorang memplai wanita saat akan dilaksanakan pernikahan. Mahar yang baik yakni
yang tidak memberatkan ataupun yang sederhana dan bermanfaat baginya. Mahar ialah syarat
sah dalam pernikahan/perkawinan. Benda yang di jadikan mahar ialah yang memiliki harga
jual dan sanggup untuk memberikannya. Jika benda atau mahar tersebut memiliki manfaat
maka hendaknya seorang tersebut harus menghargainya dan menerimanya.
Kata Kunci: Mahar, Pernikahan, Islam

A. Pendahuluan
Di zaman pra-Islam, pelunasan mahar diwajibkan terhadap kaum ataupun keluarga
memplai perempuan sebagaimana balasan atas kehilngan daya melahirkan keturunan dan
sebagaimana sarana akan menemukan kemampuan keterikatan dan menghubungkan dua
pasang keluarga. Mahar atau mas kawin adalah pemberian yang telah diberikan kepada
seorang pengantin pria terhadap pengantin perempuan yang dasarnya kewajiban.
Penyerahan mahar/maskawin terhadap wanita bukanlah sebagai harga dari perempuan
itu dan bukanpula sebagai pembelian perempuan itu dari orang tuanya, pensyari’atan mahar
juga merupakan salah satu syarat yang dapat menghalalkan hubungan suami isteri, yaitu
interaksi timbal balik yang disertai landasan kasih sayang dengan peletakan status
kepemimpinan keluarga kepada seorang pria/suami terhadap rumah tangganya.

B. Pengertian Mahar
Mahar (arab: ‫ = اامه ر‬maskawin) yakni balasan ataupun pemberian yang harus berupa
duit maupun benda dari pengantin pria untuk pengantin wanita, saat di langsungkan akad
nikah. Mahar juga adalah unsur terpenting dalam proses pernikahan.
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Sedangkan menurut termonologi mahar
yaitu pemberian dari calon mempelai laiki-laki dengan mempalai wanita. Mahar jika dalam

1
bahasa arab memiliki 8 nama yaitu: mahar, shadaqah, nihlah, faridhah, hiba’ujr, ‘uqar, dan
alaiq. Seluruh kandungan tersebut memilii makna atau arti yakni pemberian wajib dari suami 1.
Kata “mahar” berasal dari bahasa Arab yang termasuk kata benda bentuk abstarck atau
masdar, yakni “mahram” atau kata kerja yakni fi’il dari “mahara-yamhuru-mahran.” Lalu di
bakukan dengan kata benda mufrad, yakni al-mahr dan kini sudah di indonesiakan dengankata
yang sama, yaitu maskawin atau mahar karna sebab kebiasaan balas budi mahar dengan mas
mahar identi dengan maskawin2.
Imam syafi’i menjelaskan jika mahar merupakan benda yang wajib diberikan oleh pria
dengan wanita demi mendapatkan seluruh anggota tubuhnya. Karna mahar merupakan syarat
sahnya nikah, bahkan imam malik mengatakan selaku rukun nikah maka hukunya adalah
wajib3.
Berdasarkan Sayyid Sabiq (1992:23) mahar/maskawin merupakan benda atau harta
yang bermanfaat untuk diberikan kepada mempelai wanita. Penyebutan mahar/maskawin
hukumnya sunnah jika dari nominal ataupun karakter barangannya jika dalam akad
pernikahana. Adapun benda yang memiliki nilai sahnya akan di jadikan mahar. Demikian
pula, menurut Taqiyuddin t.t:37) berdasarkan hukunya sunnat Namun bukan dikatakan nikah
nya harus wajib membayar mahar/maskawin mitsil4.

C. Dasar Hukum Mahar


Jika melangsungkan pernikahan, suami di wajibkan memberi sesuatu kepada si istri
ataupun barang (harta benda) pemberian inilah yang dinamakan mahar (maskawin).
Allah swt berfirman:
‫َو آُتوا الن َس اَء َص ُدَقاِّتِّهَّن ِّنْح َلًة َفِّإْن ِّطْبَن َلُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِّم ْنُه َنْفًسا َفُك ُلوُه َهِّنيًئا َم ِّريًئ ا‬
Artinya: berikan mahar/maskawin pada wanita yang akan kamu nikahi dengan tulus ikhlas.
Kemudian jika dia memberi harta atau Sebagian maharnya kepada mu maka terimalah dan
terima balasannya. (Q.S An- Nisa: 4)
Artinya: ``Dan siapa saja di antaranya (orang merdeka) jika kebutuhan untuk menikah kurang,
maka boleh saja untuk menikah dengan perempuan yang solehah ataupun beriman diantara
budak-budak yang kamu inginkan. Allah melihat ketakwaanmu, maka nikahilah jika tuan mu
memberi iin dan kasihlah mahar yan pantas, karena mereka perempuan-perempuan yang
menjaga ketaannya, tidak wanita kotor dan bukan wanita penggoda suami orang lain dan
apabila sudah melindungi diri dengan nikah, jika melakukan hal-hal yang tidak pantas (zina)
jadi separuh balasan dari balasan perempuan-perempuan merdeka yang bersuami. (Q.S An-
Nisa:25)
1
Sudarto, Fiqih Munakahat, (Jakarta, Qiera Media, 2002), Hal 45
2
Rusman Rusman, M. Thahir Maloko, and Muh Saleh Ridwan, “PEMAHAMAN MASYARAKAT BUGIS BONE
TERHADAP MAHAR TANAH DAN KEDUDUKANNYA DALAM PERKAWINAN,” Jurnal Diskursus Islam 5, no. 2 (August
30, 2017): 4.
3
Burhanuddin A. Gani and Ainun Hayati Ainun Hayati, “Pembatasan Jumlah Mahar Melalui Keputusan
Musyawarah Adat Kluet Timur,” SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam 1, no. 1 (July 17, 2017): 5.
4
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2013), Hal 260
2
Kandungan dari ucapan meraka bahwasannya wajib bagi seorang pria untuk memberikan
mahar kepada wanita secara pasti. Dan demikan jika memeberi mahar kepada perempuan
yang akan dinikahinya dengan penuh kelapangan. Apabila ternyata perempuan di nikahi itu
merelakan maharnya setela di berikan atau di ssebutkan maka boleh bagi sang suami untuk
memakn (hasil dari mahar tersebut) sebagai hal yang hala dan baik5.
Pemberian maskain/mahar wajib atas pria, bukan berarti menjadi rukun nikah, apabila
tidak disebutkan saat akad maka nikahpun sah6.
Dalil di syariatkannya mahar juga ada pada hadist Nabi Saw:

:‫عن عامر بن ربيعة ان امرأة من بنى فزارة تزوجت على نعلين فقال رسول هللا صلىاهلل عليه وسلم‬
‫ فأجا زه(رواه احمد و ابن ماجه والترمذى‬.‫ نعم‬:‫ فقالت‬,‫أرضيت عن نفسك ومالك بنعلين‬
Artinya: dari amir bin robiah berkata wanita yang dari Fazarah menikah atas pemberian
maharmukawin sepang sandal. Rasulullah saw, berketa dengan anita itu, apa engkau mau jika
diberi mahar sepasang sandal? Anita itu menjaab ya, dan Rasulullah saw mengatakan lulus.
(HR Ahmad)
Sabda Rasulullah SAW:
‫َتَز َّو ْج َو َلْو ِّبَخ اِّتٍم ِّم ْن َح ِّدْي د‬
“Kawinlah engkau sekalipun dengan maskawin cincin dari besi”.(HR. Bukhori)
Dari Jabir Nabi Saw bersabda :
‫َلْو َأَّن َر ُج ََّل َأْع َطى اْمَر َأَة َص َداَقا ِّم ْل َء َيَدْيِّه َطَع اًم ا َكاَنْت َلُه َح ََّل ًًل‬

Artinya: Jikalau bahwa seorang laki-laki memberi mahar oleh Perempuan berbentuk makanan
sepenuhnya dua tangganya, maka halal baginya. (HR. Ahmad)
Hadist di atas menunjukan bahwa jika bernilai material walaupun sedikit sah di jadikan
mahar. Demikian pula hadist yang diriwayatkan rasulullah saw bersabda kepada seseorang
yang ingin menikah.
‫ُأْنُظْر َو َلْو َخاَتَم ا ِّم ْن َح ِّدْي د‬
Artinya: Lihatlah walaupun sebuah cincin dari besi. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadist diatas menunjukan memberi mahar/maskawin walaupun jumlahnya sedikit.
Demikian nggak ada keterangna oleh rasullah jika meninggalakan mahar/maskawin. Jikalau
mahar nggak di harus di wajibkan rasulullah tanpa alasan pernah meninggalkan hanya saja
peratama dan terkhir yang menunjukan tidak wajib. Rasullah pernah meninggalkannya, hal ini
menunjukan kewajibannya.

D. Nilai dan Kadar (Jumlah) Mahar

5
Ummu Salamah As Salafiyyah, Persembahan Untukmu Duhai Muslimah,(Jogjakarta: Pustaka Al Haura’, 2004)
Hal 94-95
6
Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012) Hal 393
3
Jumlah nilai maskawin/mahar bersarti uang ataupun benda, sedangkan syariat islam
memungkinkan dalam bentuk jasa melakukan sesuatu. Besarnya mahar para fuqohah sepakat
jika mahar tidak ada batar tertentu. Nabi brsabda: “carilah, walaupun hanya cincin besi” yakni
dalil bawa mahar bukan mempunya batas renda.
Mahar yang baik yakni bukan memberatkan kalaupun mahar dalam bentuk dan jumlah
yang berharga. Maka nabi menghendaki mahar dengan bentuk yang sedemikian sederhana.
Hal ini tergambar dari hadist Uqbah bin Amr yang dikeluarkan oleh abu Dawud dan disakan
oleh hakim bahwa nabi bersabda, Yang artinya: “sebaik-baik mahar adalah yang paling
mudah”7.
Seorang calon istri yang solehah ia tidaklah memohon mahar yang yang sekiranya
berat untuk calon suaminya, dengan demiak penting untuk diperhatikan, karna awal mula dari
kebahagian keluarga kedua belah piak, sesuatu yang dipaksakan akan mengangibatkan hal
yang yang tidak bagus dalam hubungan keluarga dua belah pihak, ole demikian mahar yang
paling baik yaitu tidak memberatkan calon suami.
Seseorang yang mampu memberi mahar yang pantas atau harganya yang lumayan
tinggi kepada calon mempelai wanita sedangkan orang yang tidak mampu maka akan
memberi mahar dengan harga yang rendah. Oleh karenanya memberi mahar/maskawin
diberikan untuk kepastian dan perjanjian antara kedua keluarga agar menetapkan jumlanya.
Imam abu hanifah berpendapat bahwa yang paling sedikit mahar mahar yakni sepuluh
dirham. Riwayat lain ada yang mengatakan empat puluh dirham 8. Mukhtar kamal mengatakan
jangan ada kata tidak mampu dalam memberi mahar atau jumlah menjadi halangan karena
tidak mampu daripernikahan” inilah kelebihan dari ajaran islaam tentang mahar, yakni islam
tidak menetapkan jumlah mahar yang harus dibayar melainkan menyesuaikan dengan
kemampuan9.
Ketentuan Mahar Dalam Komplikasi Islam :
1. Mempelai pria harus membayar mahar/maskawin sesuai kesepakatan antara kedua
belah pihak.
2. Berdasrkan ajaran islam penentuan mahar harus yang sederhana.
3. Penyerahan mahar harus langsung kepada wanita yang akan di nikahi serta akan
menjadi milik sendiri.
4. Apabila mahar yang diberikan jumlahnya kurang maka kekurangnnya penyerhannya
menjadi utang calon mempelai pria.
5. Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
6. Jika barang yang diserahkan hilang maka seorang suami wajib mengganti barang
tersebut sesuai dengan jumlah yang di berikan.
7. Jika ada permasalahan mengenai mahar maka maka perlu ditetapkan cara
menyelesikannya di pengadilan agama.
8. Apabila mahar diserahkan mengandung cacat atau kurang tetapi Wanita tetap
bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerah mahar dianggap lunas.
7
Muhammad Ali, Fiqih Munakahat, (Metro-Lampung: Laduny Alifatama, Cetakan Ke III, 2020) H 135-136
8
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana 2019) Hal 64
9
Riem Aizid. Fiqih Keluarga Terlengkap, (Yogyakarta: Laksana, 2018), Hal 66
4
Apabila istri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya
dengan mahar lain yang tidak cacat. Selama penggantinya belum diserahkan mahar dianggap
masih belum di bayar10.

E. Macam-Macam Mahar
Mengenai kewajiban pembayaran mahar, para fuqaha telah berjanji bahwa mahar atau
maskawin harus diserahkan keapada seseorang pasangan suami istri. Waktu peneriman mahar
biasa dilakukan jika akan melaksanakan ijab qobol/akad perkawinan, mahar yang dimaksud
terdiri dari beberapa macam

1. Mahar Musamma
Mahar musamma adalah mahar/maskawin yan sudah diseapakati oleh kedua kekeaurga
dalam nominal/jumlah shighat akad. Mahar musaima ada 2 bentuk, yaitu :
a. Mahar musaima mu’ajjal adalah mahar yan wajib diberikan kepada calon mempelai
wanitanya hukumnya sunnah mengasih pemebrian mahar.
b. Mahar musamma ghairmu’ajial adalah mahar yang diberikan dengan ditangguhkan.
Hukum membayar mahar musamma wajib jika dalam pemberian apabila sedang terjadi
dukhul. Jika salah satu dari meraka ada yang meninggal maka suami wajib membayar mahar
(Kamal Mukhtar: 1990:86).
Bagi seorang suami jika menalak istri sebelum dukhul, suami harus wajib membayar
separuh dari mahar/maskawin yang sudah disepakati.
Allah Swt berfirman dalam ALQuran suratAl-baqarah ayat 273
‫َو ِّإْن َطَّلْقُتُم وُهَّن ِّم ْن َقْبِّل َأْن َتَم ُّسوُهَّن َو َقْد َفَر ْض ُتْم َلُهَّن َفِّريَض ًة َفِّنْص ُف َم ا َفَر ْض ُتْم ِّإًَّل‬
‫َأْن َيْع ُفوَن َأْو َيْع ُفَو اَّلِّذ ي ِّبَيِّد ِّه ُع ْقَد ُة الن َك اِّح َو َأْن َتْع ُفوا َأْقَر ُب ِّللَّتْقَو َٰى َو ًَل َتْنَسُو ا اْلف ْض َل‬
‫َبْيَنُك ْم ِّإَّن الَََّّل ِّبَم ا َتْع َم ُلوَن َبِّص يٌر‬
Artinya: Apabila kamu bercerai dengan istrimu sebelum berhubungan denganya, maka
kamu harus membayar setenganya yang telah disepakati, namun apabila istrimu memaafkan
ataupun di maafkan dengan janji pernikahan, permohonan maaf lebih dekat dengan takwanya.
Dan janganlah kamu melalaikan tugas di antara kamu. Sesungguhnya Alla maha melihat apa
yang kerjakan selama ini. (QS. Al-Baqarah:237)

2. Mahar Mitsil
Mahar mitsil yaitu mahar yang nominalnya ditetapkan, biasanya ditentukan kepada
keluara pihak wanita karna jumlah/nominal pada waktu acara akad maharnya belum di
tetapkan bentuknya. Allah SWT. Berfirman dalam surat Al-Baqarah 236:

‫ًَل ُجَناَح َع َلْيُك ْم ِّإْن َطَّلْقُتُم الن َس اَء َم ا َلْم َتَم ُّسوُهَّن َأْو َتْفِّر ُضوا َلُهَّن َفِّر يَض ًة َو َم ت ُعوُهَّن‬
10
Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017) Hal 49-50
5
‫َع َلى اْلُم وِّسِّع َقَدُر ُه َو َع َلى اْلُم ْقِّتِّر َقَدُر ُه َم َتاًعا ِّباْلَم ْعُروِّف َح ًّقا َع َلى اْلُم ْح ِّس ِّني ن‬
Artinya: Pemeberian mahar tidak ada kewajiban diantara kamu. Kalaupun kamu bercampur
berhubungan badan sebelum ada kesepakatan diantara kamu. Dan jangan berikan mut’ah
(memberi) olehnya, seseorang yang mampu dalam memberikan dan seseorang yang tidak
mampu dalam memberikan dengan itu berilah apa adanya. Yakni kebutuhan seseorang yang
berbuat kebaikan. (QS. Al-Baqarah:236)
Berdasarkan penggalan ayat diatas maka seorang suami boleh memilih diantara 3
kemungkinan yakni apakah ia menceraikan istrinya tanpa adanya mahar nya, yang diminta
oleh istri11.

F. Sifat-Sifat Mahar
Mahar boleh berupa apapun yakni uang, perhiasan, perabotan rumah tangga, binatang
jasa, harta perdagangan ataupun benda lain.
Adapun syarat-syarat yang boleh di jadikan mahar sebagai berikut
1. Jelas dan diketahui bentuk dan sifatnya
2. Barang meliknya sendiri secara pemilikan penuh dalam arti memiliki zatnya dan miliki
manfaat. Jika diantaranya memiliki manfaat saja dan tidak zatnya misal barang di pinjam
maka tidak sah dijadikan mahar atau maskawin.
3. Barang yang memenui syarat untuk diperjual belikan dalam arti barang bukan untu
diperjualbelikan tidak boleh dijadikan mahar misal minuman keras, daging babi, bangkai.
4. Dapat diserahkan jika akan akad atau pada waktu yang di janjikan a waktu dalam arti
barang itu sudah berada ditangan pada waktu di butukan. Barang yang bukan di serahkan pada
waktunya tidak boleh untuk dijadikan mahar seperti burung yang terbang diudara.

Mengenai sifat-sifat mahar, fuqaha sependapat tentang sahnya perkawinan berdasarkan


pertukaran dengan suatu benda tertentu yang sudah pasti sifatnya, yaitu jenis, besar dan
sifatnya. Setelah itu mereka berselisih pendapat tentang barang yang tidak diketahui sifat-
sifatnya tidak dan tidak ditentukan jenisnya. Seperti jika seorang mengatakan “aku kawinkan
engkau dengan dia (perempuan) atas (mahar) seorang hamba atau pelayanannya,” tanpa
menerangkan sifat hamba ataupun jenis pelayanannya dengannya dapat ditentukan harga.
Imam Malik dan abu hanifah berpendapat bahwa pernikahan dengan cara itu doperbolehkan.
Apabila terjadi perkawinan seperti itu. Maka Imam Malik berkata jika pengantin wanita
memperoleh jenis barang yang telah dikatakan untuknya. Sedangkan imam abu hanifah
berpendapat bahwa pengantin pria di paksa untuk mengelurkan harga (yaitu harga hamba
ataupun pelayanan itu) sedangkan menurut imam syafi’i tidak membolekannya12.

11
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2013), Hal 276-278
12
Subhan Subhan, “Nalar Kesetaraan Mahar Dalam Perspektif Syariah Islam,” AT-TURAS: Jurnal Studi Keislaman
4, no. 1 (2017): 13–14.
6
G. Kesimpulan
Mahar merupakan pemberian yang wajib diberikan kepada calon istri ketika akan
melaksanakan akad pernikahan. Sebagai seorang lelaki mahar yang diberikan harus sesuai
dengan kesepakatan antara keluarga. Sebaik-baiknya mahar ialah yang tidak memberatakan
calon suami. Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum
dari mahar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatkan manusia dalam pemberiannya.

Daftar Pustaka
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2019
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat, Bandung: Cv Pustaka Setia, 2013
Gani, Burhanuddin A., and Ainun Hayati Ainun Hayati. “Pembatasan Jumlah
Mahar Melalui Keputusan Musyawarah Adat Kluet Timur.” SAMARAH:
Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam 1, no. 1 (July 17, 2017)
Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017)
Muhammad Ali, Fiqih Munakahat, Metro-Lampung: Laduny Alifatama, Cetakan
Ke III, 2020
Rusman, Rusman, M. Thahir Maloko, and Muh Saleh Ridwan. “PEMAHAMAN
MASYARAKAT BUGIS BONE TERHADAP MAHAR TANAH DAN
KEDUDUKANNYA DALAM PERKAWINAN.” Jurnal Diskursus Islam
5, no. 2 (August 30, 2017)
Riem Aizid. Fiqih Keluarga Terlengkap, Yogyakarta: Laksana, 2018
Subhan, Subhan. “Nalar Kesetaraan Mahar Dalam Perspektif Syariah Islam.” AT
TURAS: Jurnal Studi Keislaman 4, no. 1 (2017)
Sudarto, Fiqih Munakahat, Jakarta, Qiera Media, 2002
Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012
Ummu Salamah As Salafiyyah, Persembahan Untukmu Duhai Muslimah,
Jogjakarta: Pustaka Al Haura’, 2004

Anda mungkin juga menyukai