KELAS B SEMESTER 3
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini dengan tepat
waktu.
Makalah ini berisikan tentang MAHAR DALAM PERNIKAHAN DAN WALIMATUL URSY.
Pada mata kuliah FIQIH MUAMALAH 1. Diharapkan Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan bagi kita semua.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………..
A. Latar Belakang………………………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..
C. Tujuan………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..
A. Pengertian Mahar …………….……………………………………………………...
B. Pengertian Walimah…………………………………………………………………….
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap pernikahan pasti ada mahar dan selalu dibarengi dan walimatul ursy atau
acara pernikahan. Mahar merupakan suatu yang wajib diberikan oleh seorang calon
suami kepada seorang calon istri. Sedangkang acara resepsi pernikahan (walimah) sudah
dianggap lumrah dan membudidaya dikalangan masyarakat dimanapun berada. Hanya
saja cara dan pelaksanaannya berbeda sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan
masyarakat itu sendiri. Namun, tujuan dari walimah itu sama saja yaitu sebagai rasa
syukur atas kebahagiaan yang keluarga kedua mempelai rasakan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mahar ?
2. Apa pengertian walimah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mahar.
2. Untuk mengetahui pengertian walimah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mahar
1. Pengertian Mahar dan Hukumnya
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar
ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati
calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon
suaminya. Atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon
istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakan, mengajar, dan
lain-lain).
Pengertian mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib sebab nikah
atau bercampur atau keluputan yang dilakukan secara paksa seperti menyusui dan
ralat para saksi.
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita
dengan memberi hak kepadanya, di antaranya adalah hak untuk menerima mahar
(maskawin). Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya,
bukan kepada wanita lain atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang
lain tidak boleh menjamah apalagi menggunakannya, meskipun oleh suaminya
sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan si istri. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian yang wajib, tetapi apabila istri itu dengan sukarela menyerahkannya
kepada kamu, makanlah pemberiannya itu dengan senang dan baik-baik.” (Q.S
An-Nisa: 4).
Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib
diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai
seluruh anggota badannya.
Jika istri telah menerima maharnya, tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu
ia memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima atau tidak disalahkan.
Akan tetapi, bila istri dalam memberikan maharnya karena malu atau takut, maka
tidak halal menerimanya. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain,
sedangkan kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta
yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang
sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan
yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (Q. S An-Nisa: 20)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka
(istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Q.S An-Nisa:
21).
Karena mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik
mengatakannya sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib.
2. Syarat-Syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Harta/ bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga,
walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi
apabila mahar sedikit tapu bernilai maka tetap sah.
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya. Tidak sah mahar dengan
khamar, babi atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga.
c. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik
orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memiliknya
karena berniat untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar
dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
d. Bukan barang yang tidak jelas keadannya. Tidak sah mahar dengan
memberikan barang yang tidak jelas keadannya, atau tidak disebutkan
jenisnya.
B. Walimah
1. Pengertian Walimah
Walimah artinya Al-Ja’mu = kumpul, sebab antara suami dan istri
berkumpul. Walimah berasal dari kata arab artinya makanan pengantin.
Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta
perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau
lainnya. Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau
sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya.
Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Kedudukan Hukum
a) Dasar Hukum Walimah
Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya
sunnah mua’kad. Hal ini didasarkan hadits Rasulullah SAW yang artinya:
“Dari Annas, ia berkata , “Rasulullah SAW, mengadakan walimah dengan
seekor kambing untuk istri-istrinya dan untuk Zainab”. (HR Bukhari dan
Muslim).
Hadits Rasulullah SAW yang artinya:
“Dari Buraidah, ia berkata, “Ketika Ali melamar Fatimah,
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya untuk pesta
perkawinan harus ada walinya". (HR. Ahamd).
Hadits Rasulullah SAW yang artinya:
“Annas ra berkata, “Rasulullah SAW, tidak pernah mengadakan
walimah bagi istri-istrinya, juga bagi Zainab”. Beliau menyuruh
aku, lalu aku memanggil orang atas nama beliau. Kemudia beliau
hidangkan kepada mereka roti dan daging sampai mereka
kenyang”. (Al-Hadits).
Beberapa hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa walimah itu boleh
diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh
Nabi SAW, bahwa perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah oleh beliau
bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata
disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.
3. Hikmah Walimah
Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa
keuntungan (hikmah), antara lain sebagai berikut:
1) Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT.
2) Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
3) Sebagai tanda resminya adanya akad nikah.
4) Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami isteri.
5) Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan
memberi hak kepadanya, diantaranya adalah hak untuk menerima mahar (maskawin).
Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lain
atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya.
Walimah diadakan ketika akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika
hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung
adat dan kebiasaan adat yang berlaku dalam masyarakat. Jumhur ulama sepakat bahwa
mengadakan walimah itu hukumnya sunnah mua’kad. Untuk menunjukkan perhatian,
memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang
diundang walimah wajib mendatanginya.
B. Saran
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat
berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh teman-teman. Kurang
lebihnya kami mohon maaf, untuk itu kepada para pembaca mohon kritik dan saran yang
bersifat membangun demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, (Amzah: Jakarta, 2009), hlm
175
Amani, 2002