Anda di halaman 1dari 9

MAHAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Fiqh Munakahah

Dosen Pengampu:
Nur Wahidah, M.Pd.

Oleh:
2244012906 : Deby Amelia
2244012920 : Nasihatun Kamila
2244012922 : Novia Nurul Imamah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS AL FALAH AS-SUNNIYAH
KENCONG JEMBER
2023

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji hanya milik Allah SWT, yang atas nikmatnya kami dapat
menyelesaikan tugas malakah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salah tetap tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang yakni Addinul Islam yang kelak kita
harapkan syafaatnya di yaumil kiyamah.

Makalah yang kami susun ini bertemakan MAHAR dalam pernikahan pada mata
kuliah Fiqih Munakahah dengan rujukan dari berbagai sumber dan bantuan dari teman teman
lain akhirnya makalah ini berhasil kami susun meskipun jauh dari kata sempurna. Dengan
kerendahan hati kami harap kritikan dan saran dari pembaca dan semoga makalah yang kami
susun ini dapat memberikan mafaat bagi kita semua khususnya bagi kami sendiri.

Jember, 7 oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................2
A. Pengertian Mahar ..............................................................................3
B. Macam-macm Mahar .......................................................................4
C. Penyebutan Mahar ............................................................................4
BAB II PENUTUP ..............................................................................................5
A. Kesimpulan ........................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam aspek perkawinan islam, Mahar adalah salah satu aspek terpenting yang
berkaitan dengan keberlangsungan perkawinan. Pada realitanya Masyarakat muslim
yang melaksanakan akad pernikahan memiliki tradisi yang berbeda beda yang
berkaitan dengan pembayaran mahar. Mahar termasuk keutaman agama islam dalam
melindungi dan memuliakan kaum Wanita dengan memberikan hak yang di mintanya
dalam pernikahan berupa mas kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan
kedua belah pihak karena pemberian itu harus diberikan secara Ikhlas. Para ulama
fiqh sepakat bahwa mahar wajib diberikan oleh suami kepada istrinya baik secara
kontan maupun tempo, pembayaran mahar harus sesuai dengan perjanjian yang
terdapat dalam akad pernikahan. Mahar merupakan pemberian yang dilakuan oleh
pihak mempelai laki laki kepada mempelai Wanita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mahar dan apa saja syarat syarat mahar…?
2. Sebutkan macam macam mahar…?
3. Bagaimana jika penyebutan mahar Ketika akad jumlahnya tidak sama dengan
jumlah aslinya…?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian mahar dan syarat syaratnya
2. Untuk mengetahui macam macam mahar
3. Untuk mengetahui penyebutan mahar

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahar
Kata mahar berasal dari Bahasa arab, yaitu mahr (‫)محر‬. Secara Bahasa, mahar
disebut dengan istilah sadaq. Sadaq adalah isim masdhar dari kata asdaqa masdarnya
isdaq diambil ambil dari kata shidqin artinya benar. Mahar adalah sesuatu yang diberikan
kepada calon istri berupa harta atau selainnya, dengan sebab pernikahan. Mahar atau
sering diistilahkan dengan sebutan maskawin adalah hak seorang perempuan yang harus
dibayar oleh laki- laiki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang istri dan
tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan
keridaannya termasuk menggunakannya, seperti alat shalat mahar berarti harta yang wajib
diberikan oleh laki-laki kepada perempuan disebabkan oleh akad nikah, jimak syubhat
atau kematian. Di dalam pernikahan, mahar merupakan suatu pemberian yang wajib
diberikan dari mempelai laki - laki kepada mempelai perempuan. Dengan adanya mahar
ini akan terlihat perbedaan antara pernikahan dengan perzinaan. Oleh sebab itu, andai
mahar tidak disebutkan ketika akad nikah, nikahnya tetap dihukumi sah. Mahar tidak
memiliki batasan minimal serta batasan maksimal. Prinsipnya adalah: setiap sesuatu yang
bernilai ekonomi boleh untuk dijadikan mahar. Akan tetapi, bagi laki- laki, dianjurkan
untuk memberi mahar tidak kurang dari 10 dirham (satu dirham setara dengan 2,7gram
perak). Tetapi, meski laki-laki dianjurkan untuk tidak memberi mahar kurang dari 10
dirham, perempuan sendiri dianjurkan agar meringankan mas kawinnya, karena wanita
yang baik adalah ia yang paling ringan dan paling sedikit mas kawinnya.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya pernikahan
yang paling berkah adalah pernikahan yang sedikit maharnya." (HR. Abu Dawud). Dalam
Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya, di antara tanda-tanda keberkahan pada diri perempuan adalah
mudah dilamar, murah maharnya, dan subur rahimnya." (HR. Ahmad).
Tidak ada ketentuan mahar harus berupa barang atau benda tertentu. Tidak ada pula
ketentuan jumlah minimal dan maksimal dari sebuah mahar. Akan tetapi, tidaklah disukai
apabila mahar tersebut berlebih- lebihan sehingga memberatkan pihak laki-
laki dan menghambat pernikahan karena mahar yang tinggi dan hal ini menjadikan
banyak perempuan memasuki usia tua tanpa sempat menikah. Bagaimana tidak, setiap

2
laki-laki yang datang ditolak dengan alasan tidak mampu memberikan mahar yang tinggi,
atau laki-laki tersebut teratur karena tidak dapat memenuhi tuntutan yang ada.

Adapun syarat- syarat mahar yaitu:

a. Harta yang dijadikan mahar harus yang bermanfaat.


b. Berupa harta yang berharga (mempunyai nilai harga).
c. Mahar pernikahan tidak boleh diambil dari sesuatu yang tidak diketahui.
d. Mahar tidak boleh diambil dari sesuatu yang dighosop.

B. Macam-Macam Mahar
Adapun macam-macam mahar itu ada 2:
1. Mahar Musammá, yaitu mahar yang disebutkan ketika akad, semisal pada waktu
akad disebutkan bahwa mahar yang diminta mempelai wanita adalah satu juta, jika
demikian maka mempelai wanita berhak untuk menerima mahar dengan kadar yang
telah disebutkan tersebut.
2. Mahar Misil, yaitu mahar yang menjadi ukuran standar keluarga mempelai wanita di
dalam akad nikah. Gambaran sederhananya, jika saudari kandungnya menerima
mahar dengan kadar sekian, maka ia juga layak untuk menerima mahar setara dengan
kadar saudari kandungnya. Pemberian mahar dalam bentuk misil ini dapat terjadi
karena salah satu dari beberapa sebab berikut:
a. Pertama, mahar tidak disebutkan pada waktu akad. Ketika mahar tidak
disebutkan dalam akad, maka akad nikah tetap dihukumi sah. Karena
penyebutan mahar dalam akad hanya sunah dan tidak menjadi syarat atau
rukun nikah.
b. Kedua, mahar disebutkan ketika akad, hanya saja kadar atau bentuknya
majhúl, tidak diketahui. Salah satu contohnya, dan ini jamak terjadi, adalah
ketika mempelai wanita meminta mahar berupa seperangkat alat salat di mana
permintaan tersebut kemudian disetujui dan disebutkan ketika akad oleh pihak
suami. Padahal, seperangkat alat salat itu sendiri kadar dan jenisnya masih
tidak diketahui; apa saja yang termasuk perangkat salat, seperti apa jenis yang
dikehendaki oleh pihak wanita, dan berapa harganya. Semuanya masih serba
tidak jelas.

3
c. Ketiga, mahar disebutkan ketika akad, hanya saja mahar yang disebutkan
tidak sah dijadikan mahar menurut aturan syariah. Misalnya, seorang wanita
meminta mahar berupa hewan peliharaan, katakanlah hamster, yang menurut
syariah benda tersebut tidak bernilai dan tidak sah diperjual-belikan.
d. Keempat, terjadinya hubungan intim yang dianggap syubhat. Misalnnya
sorang laki laki secara tidak sengaja melakukan hubungan intim dengan
Perempuan yang bukan istrinya karena mengira Perempuan tersebut adalah
istrinya. Atau laki-laki menikahi Perempuan tanpa wali dan saksi, karena
mengikuti pendapat imam Dawud azh-zhahiri, lantas ia melakukan hubungan
intim dengan Perempuan tersebut.

Dalam persoalan mahar, juga perlu dipahami oleh kaum perempuan, bahwa ia
diperkenankan meminta mahar tidak hanya dalam bentuk materi saja, namun juga boleh
dalam bentuk jasa yang dalam terminologi fikih mahar dalam bentuk Ja ini disebut
dengan manfaat. Tetapi, meski diperbolehkan, mahar yang berupa jasa tersebut harus
diketahui kriterianya, semisal meminta diajari al-Quran 30 juz atau surat-surat tertentu
dengan kadar tertentu pula.

C. Penyebutan Mahar
Ketika seorang suami dan calon istrinya telah menyepakati kadar mahar dalam keadaan
sepakat, kemudian mereka mengumumkan jumlah maharnya ketika akad dan ternyata
jumlahnya lebih banyak atau lebih sedikit dari mahar yang di sepakati awal secara diam-
diam, Maka yang wajib di bayarkan oleh suami adalah mahar yang di sebutkan ketika akad.
Semisal ketika suami dan istrinya menyepakati jumlah mahar sebesar 1.000.000 dan ketika
akad ia menyebutkan sebesar 2.000.000, maka yang harus diberikan kepada istrinya yaitu
jumlah Ketika ia menyebutkan saat akad 2.000.000.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mahar atau sering diistilahkan dengan sebutan maskawin adalah hak seorang perempuan
yang harus dibayar oleh laki- laiki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang
istri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali
dengan keridaannya termasuk menggunakannya, seperti alat shalat mahar berarti harta yang
wajib diberikan oleh laki-laki kepada perempuan disebabkan oleh akad nikah, jimak syubhat
atau kematian. Syarat mahar sama dengan barang yang diperjual belikan.
Adapun mahar itu ada dua macam
1. Mahar musamma
2. Mahar mitsil
Ketika ada seorang suami menyepakati jumlah mahar dengan sepakat, lalu ketika
akad ia menyebutkan bahwasanya maharnya lebih banyak dari jumlah aslinya yang telah
mereka sepakati secara diam-diam, maka yang harus diberikan oleh suami kepada istrinya
adalah jumlah yang ia sebutkan ketika akad.

5
DAFTAR PUSTAKA

Bin Sa’id Al-Ghamidi, Ali. Fikih Wanita. Jakarta: Anggota Spi serikat penerbit islam, 2013.
Sahla Abu,Buku pintar pernikahan, Perpustakaan Nasional Cet Jakarta: Belanoor, 2011
Shiddiq Ahmad. Fikih Muslimah: Pustaka pondok pesanteren sidogiri: Cet 3 Jumaddil ula,
1438
Kitab Minhaj al-tholibin, hal 218

Anda mungkin juga menyukai