“PERNIKAHAN ”
1. DIAN NOFFITRI
2. ALFIZA PUTRI
3. SELMA PUTRI
4. TEGAR ZOLANDA
5. AHMAD EFENDI ABAS
6. RENDI
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Rukun dan Syarat Pernikahan......................................................................... 2
2. Walimah atau Resepsi Dalam Pernikahan....................................................... 6
3. Hak dan Kewajiban Suami Istri....................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam
dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan
memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt.
Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.
Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan, tetapi yang
membedakan Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah ikatan pernikahan.
Allah S.W.T menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat mempertahankan
keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan
menurut kaiadah norma Agama, Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling
membutuhkan satu sama lain.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas sebagai berikut :
1. Apa saja rukun dan syarat pernikahan ?
2. Apa itu walimah atau resepsi dalam pernikahan ?
3. Apa saja hak dan kewajiban suami istri?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN
1. Rukun Pernikahan
Rukun, yaitu sesuatu yang pasti ada yang menentukan sah atau tidakya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
adanya calon pengentin laki-laki atau perempuan dalam perkawinan.
Jika salah satu rukun dalam peristiwa atau perbuatan atau peristiwa hukum itu
tidak terpenuhi berakibat perbuatan hukum atau peristiwa hukum tersebut adalah tidak
sah dan statusnya “batal demi hukum”.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri atas :
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang
akan menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW :
)ت بِ َغي ِْر اِ ْذ ِن َولِيِّهَا فَنِ َكا ُحهَا بَا ِط ٌل (اخرجه االربعة اال للنسائ
ْ اَيُّ َما ا ْم َرَأ ٍة نِ َك َح
“Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka
pernikahannya batal”
Dalam hadis lain Nabi SAW bersabda:
3) Menurut ulama Hanafiah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja ( yaitu akad
yang
dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:
3
a) Sighat (ijab dan qabul)
b) Calon pengantin perempuan
c) Calon pengantin laki-laki
d) Wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon
pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun.
c. Syarat-syarat wali
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau
wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Adapun syarat-syaratnya ialah
seorang wali hendaknya:
1) Laki-laki
2) muslim
3) Baligh
4) Waras akalnya
5) Adil (tidak fasik)
6) Tidak dipaksa
7) Tidak sedang berihram.
d. Syarat-syarat saksi.
Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang
laki-laki, muslim, baligh, berakal,tidak sedang mengerjakan ihram, melihat
dan mendengar serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.2[12]
1[11]. Siti Zulaikha ,Fiqih Munakahat 1, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta), 2015, Cet.1,
hlm.49-53
2[12]. Tihami dan Sohari Sahrani,Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,(Jakarta:
Rajawali Pers),2014, Cet.4, hlm.13-14
5
2) Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang
bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain.
3) Yang berhak mengucapkan Kabul ialah calon mempelai pria seecara
pribadi.
4) Dalam hal-hal tertentu ucapan Kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria
lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas
secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk
mempelai pria.
5) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria
diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan.
f. Mahar (maskahwin)
Mahar adalah hak mutlak calon mempelai wanita dan kewajiban
mempelai pria untuk memberikanya sebelum akad nikah dilangsungkan.
Mahar merupakan lambang penghalalan hubungan suami istri dan lambang
tanggung jawab mempelai pria terhadap mempelai wanita, yang kemudian
menjadi istrinya. Firman Allah swt:
ص ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَةً فَِإ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِيًئا َم ِريًئا
َ َوآتُوا النِّ َسا َء
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.”(QS. An-Nisa’ S[4] : 4).3[13]
1. Arti Walimah
6
Menurut KBBI, pernikahan berasal dari kata dasar nikah, yang memiliki arti
ikatan atau akad perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan
ajaran agama.
Sedangkan menurut asal katanya, nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti
Al-Jam’u yang berarti bertemu, berkumpul. Sementara dalam kompilasi hukum islam
(KHI) pernikahan adalah akad yang kuat untuk mentaati perintah Allah SWT, dan
melaksanakannya merupakan ritual ibadah. Selain akad, tentunya akan ada resepsi
pernikahan.
2. Perbedaan Walimah dan Resepsi
Banyak yang masih bertanya apakah walimah dan resepsi pernikahan itu
berbeda? Apa sih yang membuat dua hal tersebut berbeda?
Walimah berasal dari bahasa Arab Al-Walim yang memiliki arti berkumpul.
Namun secara syariah, kata ini didefinisikan sebagai undangan jamuan makan setelah
pernikahan. Biasanya diselenggarakan tepat setelah akad nikah selesai dilangsungkan.
Kata resepsi berdasarkan KBBI memiliki pengertian sebagai pertemuan (perjamuan)
resmi yang diadakan untuk menerima tamu (pada pesta perkawinan, pelantikan).
Resepsi pernikahan pada umumnya berisi kegiatan pengucapan selamat atau
bersalaman kepada pengantin, kemudian dilanjutkan dengan menikmati makanan
berupa makanan berat, ringan, dan juga minuman.
Biasanya juga menghadirkan musik untuk hiburan, bahkan tamu undangan
pun terkadang ikut berpartisipasi baik itu bernyanyi ataupun sekadar ikut menari
ringan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa walimah dan resepsi
tidak terlalu berbeda.
Keduanya bertujuan untuk mengundang orang agar menghadiri suatu acara
yang nantinya akan ada pertemuan serta jamuan makan. Yang berbeda hanyalah
dalam penggunaan kata dari keduanya. Jika walimah biasanya digunakan untuk
menggambarkan acara pernikahan dalam agama Islam, sedangkan resepsi lebih
banyak digunakan secara umum untuk menggambarkan pernikahan dari berbagai
agama. Waktu terbaik untuk melaksanakan resepsi adalah setelah akad nikah selesai.
Rasulullah SAW pun pernah melaksanakan akad nikah di pagi hari, kemudian disusul
dengan mengadakan prosesi resepsi tersebut.
9
Kewajiban adalah segala hal yang harus dilakukan oleh setiap individu,
sementara hak adalah segala sesuatu yang harus diterima oleh setiap individu. Dari
definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kewajiban adalah segala perbuatan
yang harus dilaksanakan oleh individu atau kelompok sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan.
Menurut Abdul Wahab Khallaf bahwa hak terdiri dari dua macam yaitu hak
Allah dan hak Adam. Dan hak isteri atas suami tentunya merupakan dimensi
horizontal yang menyangkut hubungan dengan sesama manusia sehingga dapat
dimasukkan dalam kategori hak Adam. Adapun yang menjadi hak istri atau bisa juga
dikatakan kewajiban suami terhadap isteri adalah sebagai berikut:
Mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus
diberikan oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon isteri)
karena pernikahan.
Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT. bagi
calon suami sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 yang
berbunyi:
َ َو ٰاتُوا النِّ َسآ َء
فَا ِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْی ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوْ هُ هَنِ ْٓیــٴًـا َّم ِر ْٓیــٴًـا-ًؕصد ُٰقتِ ِه َّن نِحْ لَة
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kata ًؕ النِحْ لَةmenurut lbnu ‘Abbas
artinya mahar/maskawin. Menurut ‘A’isyah, ًؕ النِحْ لَ ـةadalah sebuah keharusan.
Sedangkan menurut Ibnu Zaid ًؕ النِحْ لَةdalam perkataan orang Arab, artinya sebuah
kewajiban. Maksudnya, seorang laki-laki diperbolehkan menikahi perempuan
dengan sesuatu yang wajib diberikan kepadanya, yakni mahar yang telah
ditentukan dan disebutkan jumlahnya, dan pada saat penyerahan mahar harus pula
disertai dengan kerelaan hati sang calon suami.
Senada dengan tafsir ath Thabari juga menjelaskan bahwa Perintah
memberikan mahar (dalam surat An-Nisa ayat 4) merupakan perintah Allah
10
SWT. yang ditujukan langsung kepada para suami dengan jumlah mahar yang
telah ditentukan untuk diberikan kepada isteri.
Praktik pemberian mahar tidak semua dibayarkan tunai ketika akad nikah
dilangsungkan, ada juga sebagian suami yang menunda pembayaran mahar
istrinya ataupun membayarnya dengan sistem cicil, dan ini dibolehkan dalam
Islam dengan syarat adanya kesepakatan dari kedua belah pihak, hal ini selaras
dengan hadits Nabi saw. yang berbunyi, “sebaik-baik mahar adalah mahar yang
paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini
shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)
ِ ْ َو َعلَى ْال َموْ لُوْ ِد لَهٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِكس َْوتُه َُّن بِ ْال َم ْعرُو-َؕضا َعة
اَل-ؕف َ ض ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َحوْ لَ ْی ِن َكا ِملَ ْی ِن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن ُّیتِ َّم ال َّر ِ ْت یُر ُ َو ْال َوالِ ٰد
تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا
Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
Maksud dari kata ٗ ْال َموْ لُوْ ِد لَهpada ayat di atas adalah ayah kandung si anak.
Artinya, ayah si anak diwajibkan memberi nafkah dan pakaian untuk ibu dari
anaknya dengan cara yang ma’ruf. Yang dimaksud dengan ف ْ بِـadalah
ِ ْـال َم ْعرُو
menurut kebiasaan yang telah berlaku di masyarakat tanpa berlebih-lebihan, juga
11
tidak terlalu di bawah kepatutan, dan disesuaikan juga dengan kemampuan
finansial ayahnya.
Adapun menyediakan tempat tinggal yang layak adalah juga kewajiban
seorang suami terhadap istrinya sebagaimana Firman Allah SWT berikut:
ُ …اَ ْس ِكنُوْ ه َُّن ِم ْن َحی
ْث َس َك ْنتُ ْم ِّم ْن ُّوجْ ِد ُك ْم
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami)
bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
12
Adapun Imam Asy-Sya’rawi Rahimahullah mengatakan, َاشـــرُوْ ه َُّن
ِ َوع
ِ ْ بِ ْال َم ْعرُو, Kata ْال َم ْعرُوْ فmemiliki pengertian yang lebih tinggi tingkatannya dari
ف
kata al–mawaddah. Karena makna kata al-mawaddah berarti perbuatan baik kita
kepada orang lain hanya didasarkan karena rasa cinta (al-hubb) atau karena kita
merasa senang dan bahagia dengan keberadaan orang itu. Adapun kata ْال َم ْعرُوْ ف
maknanya kita berbuat baik kepada seseorang yang belum tentu kita sukai atau
kita senangi.[14] Artinya jika suatu saat istri kita sudah tidak lagi menarik secara
fisik atau keberadaannya sudah tidak menyenangkan lagi bahkan membangkitkan
kebencian dihati, maka tetaplah berlaku makruf terhadapnya dan bergaul
dengannya dengan sebaik-baiknya perlakuan sebagaimana perintah ayat tersebut,
karena bisa jadi satu sisi dia buruk namun pada sisi lainnya banyak kebaikan-
kebaikannya yang bisa menutupi keburukannya tersebut.
ٰۤیا َ ُّیهَا الَّ ِذ ْینَ ٰا َمنُوْ ا قُ ۤوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َو اَ ْهلِ ْی ُك ْم نَارًا َّو قُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْیهَا َم ٰلٓ ٕى َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد اَّل یَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َم ۤا اَ َم َرهُ ْم َو
َیَ ْف َعلُوْ نَ َما یُْؤ َمرُوْ ن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”
13
memberikan cinta dan kasih sayang kepada istrinya yang terwujud dalam
perlakuan dan perkataan yang mampu membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri
dalam menjalankan fungsinya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Adapun
bentuk perlakuan tersebut bisa berupa perhatian, ketulusan, keromantisan,
kemesraan, rayuan, senda gurau, dan seterusnya.
Dalam memberikan cinta dan kasih sayang bukanlah atas dasar besar kecilnya
rasa cinta kita kepada istri, akan tetapi hal tersebut merupakan perintah Allah
SWT. agar suami istri saling mencinta dan berkasih sayang sebagai wujud
kepatuhan kepada Allah SWT. Jika memberikan cinta dan kasih sayang antara
suami istri sudah disandarkan pada perintah Allah SWT. maka as-sakiinah
(ketentraman) dalam rumah tangga akan mudah kita raih.
ٌ ت ٰحفِ ٰظ ٌ ت ٰقنِ ٰت ّ ٰ فَال-ْؕض َّو بِ َم ۤا اَ ْنفَقُوْ ا ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم ٰ اَلرِّ جا ُل قَ ٰ ّوموْ نَ َعلَى النِّسآء بما فَ َّ هّٰللا
ب بِ َما ِ ت لِّ ْل َغ ْی ُ صلِ ٰح ٍ ضهُ ْم عَلى بَع َ ض َل ُ بَ ْع َِ ِ َ ُ َ
-ؕ فَا ِ ْن اَطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل تَ ْب ُغوْ ا َعلَ ْی ِه َّن َسبِ ْیاًل-ضا ِج ِع َو اضْ ِربُوْ ه ۚ َُّن ٰ هّٰللا
َ َو الّتِ ْی تَ َخافُوْ نَ نُ ُشوْ َزه َُّن فَ ِعظُوْ ه َُّن َو ا ْه ُجرُوْ ه َُّن فِی ْال َم-ُؕ ََحفِظ
اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعلِیًّا َكبِ ْیرًا
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari َاَل ِّر َجا ُل قَ ٰ ّو ُموْ ن
َعلَى النِّ َسآ ِءadalah kaum laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Artinya
dalam rumah tangga seorang suami adalah kepala rumah tangga yang harus
didengar dan ditaati perintahnya, oleh karenaa itu sudah seharusnya seorang Istri
14
mentaati suaminya jika memerintahkannya dalam kebaikan. Menurut Ibnu Abbas
maksud kata تٌ ٰقنِ ٰتadalah para istri yang taat kepada suami.[15] Artinya wanita
sholeh itu salah satu tandanya adalah taat kepada suami selama perintahnya tidak
menyelisihi Allah dan Rasulnya.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Quran telah memberi petunjuk
kepada pasangan suami istri tentang bagaimana semestinya membina rumah tangga agar
dapat mendatangkan sakinah mawaddah dan rahmah dalam rumah tangga. Tentu caranya
tidak lain adalah dengan menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri.
Adapun kewajiban suami terhadap isteri yakni memberikan mahar kawin, nafkah
yang layak sesuai kemampuan, pakain dan Tempat Tinggal, menggauli istri secara
makruf (baik), menjaga istri dari dosa, memberikan cinta dan kasih sayang. Selain suami,
istri juga harus menjalankan kewajibannya terhadap suami, yakni mentaati suami,
mengikuti tempat tinggal suami, melayani kebutuhan biologis suami kecuali ada halangan
syar’i, menjaga diri saat suami tak ada, dan tidak keluar rumah kecuali dengan izin
suami..
B. SARAN
Dengan adanya pernikahan diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah,
mawadah, dan warohmah, dunia dan akhirat.
Pernikahan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia yang
kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera rumah tangga, kehidupan
diharpakan menjadi lebih bermakna dan suami istri dan istri-istri akhir zaman ini
memiliki semangat yang tinggi di jalan Allah Swt. Amiin . .
16
DAFTAR PUSTAKA
https://pa-palangkaraya.go.id/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-perspektif-
al-quran/
https://www.orami.co.id/magazine/walimah
https://curutpurwosari13.blogspot.com/2017/05/makalah-fiqh-ibadah-pernikahan-
lengkap.html
17