Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Nikah Di Bawah Tangan, Nikah Siri

Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Dosen pembimbing :

Prof. Dr. H. Ahmad Sudirman Abbas, M.A

Disusun Oleh :

Dimas Dwi Wibowo

Fajri Izzuddin

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYYAH DIRISATUL QUR’AN

BOJONGSARI- DEPOK

1444 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb 

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan jahiliyah menuju zaman terang
benderang.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bpk Prof. Dr. H. Ahmad
Sudirman Abbas, M.A, selaku Dosen pembimbing Mata Kuliah pengantar studi
islam yang telah membimbing kami, kami juga ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membatu kami menyelesaikan makalah ini .

Mungkin tugas yang kami buat ini, belum sempurna oleh karena itu, kami
meminta maaf jika makalah ini masih terdapat kekurangannya. Kami mohon saran
dan kritiknya untuk memperbaiki pembahasan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Senin 10 Oktober, 2022

 Penulis
DAFTAR ISI

MAKALAH........................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................i

DAFATAR ISI..................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................1

C. Tujuan.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................3

A. Nikah Sirri...................................................................................3

B. Nikah Di Bawah Tangan...........................................................3

C. Nikah Wanita Hamil ...............................................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan hubungan antara pria dan wanita melalui pernikahan
sebagai jaminan kelestarian populasi manusia di muka bumi, untuk menjaga
kekekalan keturunan mereka. Allah telah mengikat antara pria dan wanita
dengan ikatan cinta dan kasih sayang, sehingga diatur kehidupan akan terus
berlangsung dari generasi ke generasi. Jaminan kelangsungan hidup itu
sebagaimana telah disebutkan dalam Firman Allah swt :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Ia menciptakan istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan menjadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir" (QS Ar-Rum : 21).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar Belakang di atas, Maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang pengertian, sebab-sebab, dab tujuan
masailul fiqhiyah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Nikah Sirri ?
2. Apa itu Nikah Di Bawah Tangan ?
3. Apa Itu Nikah Wanita Hamil ?
C. Tujuan Masalah
` Adapun Tujuan Dalam tulisan makalah tentang pengertian, sebab-sebab
dan tujuan masailul fiqhiyah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu, Nikah Sirri.
2. Untuk Mengetahui Apa itu, Nikah di bawah tangan.
3. Untu mengetahui apa itu Nikah wanita hamil

BAB II
PEMBAHASAN
A. Nikah Sirri
1. Nikah
Nikah menurut bahasa ialah berkumpul; bersenggama (wat}’u).
Sedang menurut istilah adalah suatu perjanjian atau akad yang
menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang
diucapkan oleh kata-kata nikah atau yang menunjukkan arti nikah.
Kata zawaj pada awal penggunaannya berartikan pasangan,
akan tetapi arti yang dimaksud dalam al-Qur’an adalah perkawinan.
Allah swt. menjadikan manusia berpasangpasangan, menghalalkan
perkahwinan dan mengharamkan zina. Nikah menurut syariat selain
diartikan sebagai akad juga diartikan sebagai hubungan badan dan itu
hanya metafora saja.
2. Sirri
Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri yang artinya
adalah rahasia.8 Namun apabila digabungkan antara kata nikah dan
kata sirri maka dapat diartikan secara bahasa dengan nikah diam-diam
yang dirahasiakan yakni tidak ditampakkan.
Nikah Siri menurut terminologi, para ulama mengartikan
dengan tiga pengertian yang berbeda-beda. Berikut uraiannya:
a. Pernikahan tanpa dicatat oleh Kantor Urusan Agama
(KUA)
Nikah Siri adalah, pernikahan yang dilakukan oleh
sepasang kekasih tanpa ada pemberitahuan (dicatatkan) di
Kantor Urusan Agama (KUA), tetapi pernikahan ini sudah
memenuhi unsur-unsur pernikahan dalam Islam, yang
meliputi dua mempelai, dua orang saksi, wali, ijab-kabul dan
juga mas kawin.
Nikah Siri ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tidak
sah menurut hukum positif (hukum negara) dengan
mengabaikan sebagian atau beberapa aturan hukum positif
yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan
secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA). Sedangkan
instansi yang dapat melaksanakan perkawinan adalah Kantor
Urusan Agama (KUA) bagi yang beragama Islam dan
Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama Non Islam.
Oleh karena itu, pernikahan siri yang tidak dicatatkan di
Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum,
sehingga jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan
yang berkenaan dengan rumah tangganya seperti perceraian,
kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh
anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan
agama tidak bisa memutuskan bahkan tidak bisa menerima
pengaduan mereka berdua yang sedang punya masalah.
b. Pernikahan tanpa wali atau saksi
Nikah Siri adalah, pernikahan yang dilangsungkan oleh
suami istri tanpa kehadiran wali dan saksi-saksi, atau hanya
dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksi. Kemudian
pihak-pihak yang hadir (suami-istri dan wali) menyepakati
untuk menyembunyikan pernikahan tersebut.

َ ‫الَ ِن َكا َح ِإالَّ ِب َول ٍِّي َو‬


‫شاهِدَ ْي َعدْ ٍل‬

Artinya:

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali


dan dua orang saksi.” (HR al-Baihaqi)

B. Nikah Di Bawah Tangan


Nikah di bawah tangan itu : nikah yang tidak dicatatkan pada instansi
terkait, tapi dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Nikah semacam dibawah tangan jelas-jelas bertentangan dengan Hadits Nabi
yang memerintahkan adanya walimah (perayaan pernikahan).
Istilah "Nikah Di Bawah Tangan" adalah nikah tanpa adanya suatu
pencatatan pada instansi yang telah ditentukan oleh peraturan
perundangundangan. Hukumnya sah menurut hukum Islam sepanjang tidak
ada motif “sembunyi”, tentunya juga telah memenuhi ketentuan syari’ah
yang benar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1980 tentang Nikah dibawah
tangan hukumnya sah karena telah terpenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi
haram jika terdapat madharat. Pernikahann harus dicatat secara resmi pada
instatnsi berwenang, sebagai langkah prevenstif untuk menolak dampak
negative/madharat.
Sedangkan menurut Mahmud Syalthut Nikah dibawah tangan
merupakan jenis pernikahan di mana dalam akadnya tidak dihadiri oleh para
saksi, tidak dipublikasikan (I'lanu nikah), tidak tercatat secara resmi dan
suami istri tersebut hidup secara sembunyi-sembunyi dan hanya mereka
berdua yang mengetahuinya.
1. Dampak Nikah dibawah Tangan
a. Terhadap Istri

Perkawinan di bawah tangan berdampak sangat


merugikan bagi istri dan perempuan umumnya, baik secara
hukum maupun sosial. Secara hukum, perempuan tidak
dianggap sebagai istri sah. Ia tidak berhak atas nafkah dan
warisan dari suami jika ditinggal meninggal dunia. Selain itu
sang istri tidak berhak atas harta, jika terjadi perpisahan karena
secara hukum perkawinan tersebut dianggap tidak pernah
terjadi.
b. Terhadap Anak

Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau


perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah,
juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau
keluarga ibu Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak
ada. Tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum
negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang
dilahirkan di mata hukum.
c. Terhadap laki-laki atau suami

Hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau


merugikan bagi diri laki-laki atau suami yang menikah bawah
tangan dengan seorang perempuan. Yang terjadi justru
menguntungkan dia, karena :
 Suami bebas untuk menikah lagi, karena
perkawinan sebelumnya yang di bawah tangan
dianggap tidak sah dimata hukum.
 Suami bias berkelit (menghindar) dari
kewajibannya memberikan nafkah baik kepada
istri maupun kepada anak-anaknya.
 Tidak dipusingkan dengan pembagian harta ,
warisan dan lain-lain.
C. Nikah Wanita Hamil
Wanita yang sedang hamil baik dari hubungan yang halal maupun
bukan (hubungan zina) tidak boleh dinikahi sampai dia suci atau sampai dia
melahirkan kandungannya. Hal tersebut berlandaskan firman Allah azza wa
jalla:

َّ‫ض ْعنَ َح ْم َل ُهن‬ ِ ‫الت اَأل ْح َم‬


َ ‫ال َأ َجلُ ُهنَّ َأنْ َي‬ ُ ‫َوُأ ْو‬
“Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka
itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. “ (QS. At-Thalaq: 4)
Dan Hadist Nabi shallallahu alaihi wasallam yang melarang kita:

‫ فال يسقي ماءه زرع غيره‬،‫من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر‬
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia
menuangkan air maninya pada tanaman orang lain.” (HR. Ahmad)
Karena kehamilannya tercampur oleh air mani yang tidak dinisbatkan
kepada laki-laki yang berzina dengannya maupun laki-laki selainnya, akan
tetapi dinisbatkan kepada ibunya. Laki-laki yang berzina tidak bisa
dinisbatkan kepadanya anak hasil perzinaannya.
1. Apabila seorang perempuan berzina kemudian hamilKeadaan seorang
perempuan berzina ini bisa dikategorikan akibat pengaruh dari pergaulan
bebas sehingga ia melakukan perbuatan yang melanggar batas-batas
susila seperti melakukan seks non marital (di luar nikah).
batas-batas susila seperti melakukan seks non marital (di luar nikah).
Berdasarkan kesepakatan ulama, anak yang terlahir berdasarkan hasil
dari hubungan sexual non marital, maka status anak tersebut nantinya
dinasabkan sebagai anak ibu dan tidak dinasabkan kepada bapak
biologisnya.
Hubungan dengan bapak biologisnya terputus, termasuk secara hukum
kewarisannya. Ia hanya berhak mewarisi dari ibunya dan sebaliknya,
ibunya berhak mewarisinya.
kemudian yang berhak menjadi wali nikah ketika ia menikah nantinya
adalah wali hakim, karena ia tidak dapat dinasabkan kepada bapak
biologisnya.
Apabila terjadi sumpah li’an antara suami dengan istri
Pengertian sumpah liàn adalah sumpah yang dilakukan oleh suami dan
istri dengan nama Allah yang disebabkan suami menuduh istrinya
berzina atau tidak mengakui anak yang dikandung atau dilahirkan oleh
istrinya sebagai anak kandungnya dimana suami tidak memiliki saksi atas
tuduhan tersebut, sedangkan istri menolak tuduhan tersebut.
Biasanya hal ini terjadi karena suami berprasangka atau menuduh
bahwa istrinya selama pernikahannya masih berlangsung dengannya
telah berselingkuh dan melakukan perbuatan zina dengan laki-laki lain
sehingga mengakibatkan kehamilan. Atau bisa saja karena suami benar-
benar mengetahui bahwa istrinya telah berselingkuh dan berzina dengan
laki-laki lain akan tetapi ia tidak memiliki bukti maupun saksi, sedangkan
istri menyangkal tuduhan bahwa kehamilannya diakibatkan perzinahan
tersebut.
Maka dalam hal ini, suami-istri tersebut harus melaksanakan sumpah
li`an, yang mana suami mengucapkan sumpah sebanyak empat kali untuk
mengukuhkan tuduhannya dan istri mengucapkan sumpah sebanyak
empat kali untuk menyangkal tuduhan suami, diikuti keduanya
mengucapkan sumpah kelima yang isinya apabila ia berbohong maka
laknat Allah bersamanya. Selanjutnya suami istri harus berpisah selama-
lamanya dan tidak boleh rujuk maupun menikah kembali.
Status dari anak yang dilahirkan pada kondisi ini adalah dinasabkan
pada ibunya karena suami mengucapkan sumpah li`an dan tidak
mengakui anak tersebut sebagai anaknya. Sehingga hak kewarisan hanya
timbul antara ibu dan anak tersebut.
Mengenai wali nikah anak perempuan tersebut nantinya adalah wali
hakim.
Apabila istri melakukan hubungan sexual dengan laki-laki lain saat
pernikahan masih berlangsung Adalah suatu keadaan dimana istri
melakukan hubungan sexual dengan laki-laki lain, baik diketahui maupun
tidak diketahui suaminya hingga mengakibatkan ia hamil.
Sehingga yang berhak menjadi wali nikah anak perempuan tersebut
nantinya adalah ayahnya (suami dari ibunya). Kemudian karena masih
dinasabkan kepada ayahnya maka anak perempuan tersebut berhak
mewaris dari ayah ibunya dan begitu juga sebaliknya.
Apabila seorang wanita berhubungan sexual di luar nikah, kemudian
hamil dan dinikahi oleh lelaki yang menghamilinya.
Adalah suatu keadaan dimana seorang wanita yang belum menikah, ia
berhubungan sexual dengan laki-laki sampai ia hamil.
Oleh karenanya, yang berhak menjadi wali nikah ketika anak
perempuan tersebut menikah adalah wali hakim, karena statusnya hanya
sebagai anak ibu sekalipun bapak biologisnya menikahi ibunya.
Pendapat pertama mengatakan boleh dan halal dinikahi. madzhab
Imam Syafi’i rahimahullah dan Imam Abu Hanifah rahimahullah
beralasan bahwa perempuan tersebut hamil karena hubungan sexual non
marita bukan dari hasil nikah, padahal kita sudah ketahui bahwa menurut
syara, tidak menganggap sama sekali anak yang lahir dari hasil hubungan
sexual non marital, sebagaimana beberapa kali dijelaskan di atas. Oleh
karena itu halal bagi lelaki lain itu untuk menikahinya dan
menyetubuhinya tanpa harus menunggu perempuan tersebut melahirkan
anaknya. Hanya saja, imam Abu Hanifah menyaratkan tidak boleh
disetubuhi sampai perempuan tersebut melahirkan.
- Pendapat kedua mengatakan haram dinikahi sampai perempuan
tersebut melahirkan. Inilah yang menjadi madzhab Imam Ahmad t dan
Imam Malik t . Dan madzhab yang kedua ini lebih kuat daripada
madzhab pertama dan lebih mendekati kebenaran.
Status anak yang lahir nantinya dinasabkan pada ibunya saja. tidak
kepada lelaki yang menzinahi dan menghamili ibunya dan tidak pula
kepada lelaki yang menikahi ibunya setelah ibunya melahirkan.
Sehingga yang berhak menjadi wali nikah ketika anak perempuan
tersebut nanti menikah adalah wali hakim. Kemudian hak kewarisan
hanya timbul antara anak dan ibu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nikah dibawah tangan adalah nikah yang dilaksnakan secara rahasia
atau sembunyi. Nikah dibawahn tangan juga disebut nikah misyar atau
nikah uruf (kebiasaan) dan menurut Undang-undang Perkawinan disebut
nikah dibawah tangan. Faktor yang menyebabkan nikah dibawah tangan
antara lain :faktor ekonomi, kegerahan menikah untuk terhindar dari
pebuatan perzinahan.
Dan nikah siri sah selama ada ijab qabul dan saksi. Sedangkan Majelis
Ulama Indonesia (MUI) tahun 1980 tentang dibawah tangan hukumnya sah
karena telah terpenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat
madharat. Pernikahann harus dicatat secara resmi pada instatnsi berwenang,
sebagai langkah prevenstif untuk menolak dampak negative/madharat.
Kedudukan waris anak yang lahir dari zina, menurut ulama adalah
ikut kepada ibunya, tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinainya.
Menurut Fatwa MUI DKI Jakarta tentang hukum perkawinan wanita
hamil dari zina adalah sah dan boleh, baik oleh sesama pelaku atau dengan
orang lain. Alasan komisi Fatwa MUI DKI memperbolehkan perkawinan
wanita hamil dari zina karena ada tiga alasan, yakni menutup aib,
memperoleh status dan perlindung.
B. Saran
Penulis menghimbau kepada para remaja, supaya lebih berhati-hati
dalam pergaulan terhadap lawan jenis.
Guna mencegah terjadinya pergaulan bebas, diharapkan bagi orang tua
masyarakat turut serta membimbing juga menasehati para remaja agar tidak
terjerumus dan biasa mengendalikan hawa nafsunya.

DAFTAR PUSTAKA

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Leberty,


Yogyakarta, 1986.
Sewi Sukma Kristiani, Pernikahan Siri dalam Prespektif Hukum
indonesia.
Elisabet Setya Asih Widyastuti, “Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi Sikap
Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah,” dalam Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009.

Anda mungkin juga menyukai